Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
TUGAS AKHIR SEMESTER RESUME ”STUDI KASUS” METODE PENELITIAN KUALITATIF Oleh : Radix Prima Dewi SYA.155030 Siti Nur Hidayah SYA.155034 JURUSAN SYARIAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SORONG 2019 STUDI KASUS Studi Kasus berasal dari terjemahan dalam bahasa Inggris “A Case Study” atau “Case Studies”. Kata “Kasus” diambil dari kata “Case” yang menurut Kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (1989; 173), diartikan sebagai 1). “instance or example of the occurance of sth., 2). “actual state of affairs; situation”, dan 3). “circumstances or special conditions relating to a person or thing”. Secara berurutan artinya ialah 1). contoh kejadian sesuatu, 2). kondisi aktual dari keadaan atau situasi, dan 3). lingkungan atau kondisi tertentu tentang orang atau sesuatu. Studi kasus (case study) berciri kualitatif namun sebagian lagi tidak. Misalnya studi kasus penyakit pada kedokteran, rekam medis lebih bercorak kuantitatif daripada kualitatif. Sebagai pendekatan, kunci penelitian studi kasus memungkinkan untuk menyelidiki suatu peristiwa, situasi, atau kondisi sosial tertentu dan untuk memberikan wawasan dalam proses yang menjelaskan bagaimana peristiwa atau situasi tertentu terjadi (Hodgetts & Stolte, 2012). Lebih lanjut Hodgetts & Stolte (2003) menjelaskan bahwa studi kasus individu, kelompok, komunitas membantu untuk menunjukkan halhal penting yang menjadi perhatian, proses sosial masyarakat dalam peristiwa yang konkret, pengalaman pemangku kepentingan. Kasus dapat mengilustrasikan bagaimana masalah dapat diatasi melalui penelitian. Secara lebih teknis, meminjam Louis Smith, Stake menjelaskan kasus (case) yang dimaksudkan sebagai a“bounded system”, sebuah sistem yang tidak berdiri sendiri. Sebab, hakikatnya karena sulit memahami sebuah kasus tanpa memperhatikan kasus yang lain. Ada bagian-bagian lain yang bekerja untuk sistem tersebut secara integratif dan terpola. Karena tidak berdiri sendiri, maka sebuah kasus hanya bisa dipahami ketika peneliti juga memahami kasus lain. Jika ada beberapa kasus di suatu lembaga atau organisasi, peneliti Studi Kasus sebaiknya memilih satu kasus terpilih saja atas dasar prioritas. Tetapi jika ada lebih dari satu kasus yang sama-sama menariknya sehingga penelitiannya menjadi Studi Multi-Kasus, maka peneliti harus menguasai kesemuanya dengan baik untuk selanjutnya membandingkannya satu dengan yang lain. Menurut Endraswara (2012: 78), yang terakhir ini bisa disebut sebagai Studi Kasus Kolektif (Collective Case Study). Walau kasus yang diteliti lebih dari satu (multikasus), prosedurnya sama dengan studi kasus tunggal. Sebab, baik Studi Multi-Kasus 1 maupun Multi-Situs merupakan pengembangan dari metode Studi Kasus. Terkait dengan pertanyaan yang lazim diajukan dalam metode Studi Kasus, karena hendak memahami fenomena secara mendalam, bahkan mengeksplorasi dan mengelaborasinya, menurut Yin (1994: 21) tidak cukup jika pertanyaan Studi Kasus hanya menanyakan “apa”, (what), tetapi juga “bagaimana” (how) dan “mengapa” (why). Pertanyaan “apa” dimaksudkan untuk memperoleh pengetahuan deskriptif (descriptive knowledge), “bagaimana” (how) untuk memperoleh pengetahuan eksplanatif (explanative knowledge), dan “mengapa” (why) untuk memperoleh pengetahuan eksploratif (explorative knowledge). Yin menekankan penggunaan pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa”, karena kedua pertanyaan tersebut dipandang sangat tepat untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang gejala yang dikaji. Selain itu, bentuk pertanyaan akan menentukan strategi yang digunakan untuk memperoleh data. Penting untuk dipahami bahwa mendefinisikan studi kasus, tidak ada definisi tunggal termasuk dalam ilmu sosial terdapat definisi yang luas dan terbagi dalam empat kategori (Hentz, 2017). Teaching case tidak perlu menggambarkan individu, peristiwa atau proses tertentu secara akurat, karena tujuan utamanya untuk meningkatkan pembelajaran. Teaching case dapat berupa ilustrasi dan meskipun berasal dari pengamatan studi kasus tidak selalu sesuai dengan metodologi penelitian tertentu. Kriteria untuk mengembangkan kasus berasal dari single case, dan jauh berbeda dari studi kasus untuk tujuan penelitian. Misalnya studi kasus gangguan psikologi klinis yang didasarkan pada penelitian tertentu. Studi kasus ini dikembangkan menggunakan kombinasi kriteria diagnostik dan observasi klinis. Case history digunakan untuk peyimpanan catatan, tujuan utamanya bukan penelitian namun kasus-kasus ini bisa jadi berguna sebagai data dalam penelitian. Case work digunakan untuk menggambarkan manajemen perawatan kesehatan untuk pasien atau populasi. Case research/case study research dimaksudkan dengan tujuan menyelidiki kegiatan atau proses kompleks yang tidak mudah dipisahkan dari konteks sosial di mana hal itu terjadi. Kategori ini mempertahankan penggunaan metodologi dalam penelitiannya untuk menyajikan temuan yang akurat dan dapat diandalkan untuk mewakili data. Merriam & Tisdell (2015) mendefinisikan studi kasus sebagai diskripsi dan analisis mendalam dari bounded system. 2 Apakah Sudi Kasus Itu a. Mengembangkan sebuah analisis mendalam dari sebuah kasus yang tunggal atau ganda. b. Studi / kajian mendalam terhadap kasus atau kasuskasus. c. Biasa digunakan dalam ilmu politik, sosiologi, evaluasi, studi masyarakat urban, dan ilmu sosial lainnya. Apa Konsep Utamanya? 1. Pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasi suatu kasus dalam konteksnya yang alamiah tanpa intervensi pihak luar. 2. Tren studi kasus ialah menyoroti sutau keputusan atau seperangkat keputusan, mengapa keputusan itu diambil, bagaimana ia diterapkan, dan apa hasilnya (Yin, 1981). 3. Studi kasus berlaku apabila suatu pertanyaan bagaimana (how) dan mengapa (why) diajukan terhadap seperangkat peristiwa masa kini yang mustahil atau setidaknya sulit dikontrol. Kasus ialah suatu serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam tentang suatu program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada tingkat perorangan, sekelompok orang, lembaga, atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan mendalam tentang peristiwa tersebut. Biasanya, peristiwa yang dipilih yang selanjutnya disebut kasus adalah hal yang aktual (real-life events), yang sedang berlangsung, bukan sesuatu yang sudah lewat. Kasus (case) sendiri itu apa? Yang dimaksud kasus ialah kejadian atau peristiwa, bisa sangat sederhana bisa pula kompleks. Karenanya, peneliti memilih salah satu saja yang benar-benar spesifik. Peristiwanya itu sendiri tergolong “unik”. “Unik” artinya hanya terjadi di situs atau lokus tertentu. Untuk menentukan “keunikan” sebuah kasus atau peristiwa, Stake membuat rambu-rambu untuk menjadi pertimbangan peneliti yang meliputi: a) hakikat atau sifat kasus itu sendiri, b) latar belakang terjadinya kasus, c) seting fisik kasus tersebut, 3 d) konteks yang mengitarinya, meliputi faktor ekonomi, politik, hukum dan seni, e) kasus-kasus lain yang dapat menjelaskan kasus tersebut, f) informan yang menguasai kasus yang diteliti. Herdiansyah (2015) menjelaskan penelitian studi kasus merupakan rancangan penelitian yang bersifat komprehensif, intens, memerinci, dan mendalam, serta lebih diarahkan sebagai upaya untuk menelaah masalah – masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer (berbatas waktu). Pertimbangan dalam mengabungkan kedua rancangan penelitian tersebut mengacu pada pendapat Hanurawan (2016) yang menyatakan penelitian studi kasus dapat digabung dengan model – model atau rancangan penelitian yang lain, seperti etnografi dan fenomenologi. Pengabungan rancangan studi kasus dengan rancangan fenomenologi dikarenakan penelitian ini memiliki hubungan dengan esensi pengalaman seseorang terkait suatu fenomena. Pada umumnya, studi kasus akan menjawab 1 atau lebih pertanyaan penelitian yang diawali denga kata “how” or “why.” . Pertanyaan penelitian akan fokus pada sejumlah kejadian yang sedang diteliti dan mencari hubungannya. Penelitian studi kasus (case study) adalah salah satu bentuk penelitian kualitatif yang berbasis pada pemahaman dan perilaku manusia berdasarkan pada opini manusia (Polit & Beck, 2004). Subjek dalam penelitian dapat berupa individu, group, instansiatau pun masyarakat. Dalam proses penelitian, terdapat beberapa langkah yang dibuat, yaitu, menentukan masalah , memilih disain dan instrumen yang sesuai, mengumpulkan data, menganalisis data yang diperoleh dan menyiapkan laporan hasil penelitian. Hasil akhir dari penelitian adalah suatu gambaran yang luas dan dalam aka suatu fenomena tertentu. Upaya yang dapat dilakukan oleh untuk mengembangkan kemampuan peneliti dalam membuat suatu disain studi kasus dapat dimulai dengan membuat disain penelitian pemula. Masalah penelitian yang diambil dapat berupa fenomena sederhana yang sering ditemui di lingkungan sekitar. Dengan sering melatih kemampuan diri membuat suatu penelitian, kemampuan peneliti diharapkan akan meningkat (NN&HH). Pengertian Metode Studi Kasus Metode studi kasus adalah suatu desain pembelajaran berbasis tingkat satuan pendidikan metode ini berbentuk penjelasan tentang masalah, kejadian atau situasi 4 tertentu, kemudian mahasiswa ditugasi mencari alternatif pemecahannya kemudian metode ini dapat juga digunakan untuk mengembangkan berpikir kritis dan menemukan solusi baru dari sutu topik yang dipecahkan. (Yamin, 2007: 156). Metode ini dapat dikembangkan atau diterapkan pada mahasiswa, manakala mahasiswa memiliki pengetahuan awal tentang masalah. Di dalam kehidupan manusia sebagai pribadi maupun makhluk sosial menemukan banyak kasus yang dihadapi, yang perlu dipecahkan. Metode studi kasus ini mendorong penetapan masalah, investigasi dan persuasi yang harus dilakukan oleh mahasiswa. Oleh karena itu, satu dari elemen terpenting metode studi kasus adalah termasuk didalamnya diskusi secara kolaboratif isu yang ada pada kasus. Dengan cara itu, mahasiswa dapat mengidentifikasi apa yang mereka ketahui dan apa yang perlu mereka ketahui dengan tujuan untuk memahami kasus dan menetapkan masalah untuk diinvestigasi. Dengan adanya diskusi kolaboratif tersebut, mahasiswa tentu berinteraksi dengan sesamanya (teman sekelompok) dalam melakukan langkah-langkah pembelajaran studi kasus. Terlebih lagi saat mahasiswa melakukan kegiatan memecahkan masalah dan mengambil keputusan, interaksi antar mahasiswa sangatlah dibutuhkan. Berikut adalah beberapa-beberapa contoh peristiwa yang bisa diangkat menjadi objek Penelitian Studi Kasus. a. Misalnya, sebuah sekolah memperoleh banyak prestasi, di bidang akademik, olah raga, kebersihan dan lingkungan sekolah, baik di tingkat lokal, provinsi bahkan nasional. Prestasi-prestasi itu diraih ketika sekolah dipimpin oleh seorang ibu yang diangkat dari salah seorang guru di sekolah tersebut. Selama menjadi guru, prestasi ibu itu biasa-biasa saja dan praktis tidak ada yang menonjol. Tetapi semua warga sekolah mengenal ibu itu sebagai sosok yang tekun dan tidak suka menonjolkan diri. Model kepemimpinan ibu kepala sekolah itu pantas dijadikan “kasus” untuk diteliti mengapa itu bisa terjadi. Jika peneliti bisa menggali model kepemimpinan ibu kepala sekolah, akan bisa diperoleh banyak pelajaran yang bermanfaat, tidak saja bagi peneliti itu sendiri dan sekolah tetapi juga masyarakat luas. Contoh kasus di atas bisa diteliti oleh mahasiswa bidang Manajemen Pendidikan. 5 b. Di sebuah kantor perusahaan swasta sering terjadi keributan karena uang dan barang-barang milik karyawan sering hilang. Berkali-kali manajer perusahaan memberi pengarahan dan mengingatkan jika tertangkap pelakunya akan diberi sanksi, mulai dari sanksi ringan hingga berat, sampai pemecatan. Bahkan pernah mengundang polisi untuk memberi pengarahan serupa. Peringatan berkali-kali dari pimpinan perusahaan dan kepolisian tidak ada efeknya sama sekali. Buktinya pencurian masih saja terus terjadi. Nah, suatu kali perusahaan mengundang seorang da’i untuk berceramah di hari peringatan keagamaan. Karena sebagian besar karyawan senang, sang da’i itu diundang lagi beberapa kali. Dalam ceramahnya, da’i itu tidak lupa menyelipkan makna kejujuran dalam hidup dan apa konsekwensinya di hadapan Tuhan jika seseorang tidak jujur. Sejak itu pencurian mereda, bahkan akhirnya tidak ada sama sekali. Jelas sekali bahwa sentuhan spiritualitas jauh lebih efektif daripada peringatan atau ancaman dari pimpinan. Peristiwa tersebut bisa diangkat menjadi “kasus” penelitian Studi Kasus. c. Sebuah sekolah memiliki masukan (input) siswa yang sangat baik, umumnya dari anak-anak keluarga kelas menengah ke atas. Prestasi demi prestasi pun diraih oleh para siswa hampir di semua bidang. Di sekolah lain yang tidak jauh lokasinya dari sekolah pertama masukannya biasa-biasa saja, dan dari siswasiswa kalangan masyarakat menengah ke bawah. Prestasi siswa di sekolah kedua tersebut tidak kalah hebatnya dari yang pertama. Bahkan di beberapa cabang olah raga prestasinya melebihi sekolah pertama. Prestasi sekolah kedua bisa diangkat sebagai “kasus” untuk dikaji lebih mendalam melalui Studi Kasus. d. Mahasiswa Jurusan Bahasa bisa meneliti kasus yang terjadi pada mahasiswa internasional di sebuah perguruan tinggi dengan fenomena seperti berikut. Mahasiswa dari negara Timur Tengah yang bahasa ibunya bahasa Arab jauh lebih cepat belajar bahasa Indonesia dibanding mahasiswa yang bahasa ibunya bahasa Inggris. Begitu juga mahasiswa yang berasal negara-negara bekas Uni Soviet mengalami kesulitan luar biasa belajar bahasa Indonesia. Mahasiswa dari Cina yang menguasai bahasa Arab dapat belajar dan menguasai bahasa Indonesia lebih cepat daripada mahasiswa Cina yang tidak bisa bahasa Arab. 6 Fenomena pembelajaran bahasa Indonesia untuk mahasiswa asing bisa diangkat menjadi “kasus” penelitian Studi Kasus. Jenis – Jenis Studi Kasus Terdapat 3 (tiga) macam tipe studi kasus, yaitu: a. Studi kasus intrinsik (intrinsic case study), apabila kasus yang dipelajari secara mendalam mengandung hal-hal yang menarik untuk dipelajari berasal dari kasus itu sendiri, atau dapat dikatakan mengandung minat intrinsik (intrinsic interest). b. Studi kasus intrumental (intrumental case study), apabila kasus yang dipelajari secara mendalam karena hasilnya akan dipergunakan untuk memperbaiki atau menyempurnakan teori yang telah ada atau untuk menyusun teori baru. Hal ini dapat dikatakan studi kasus instrumental, minat untuk mempelajarinya berada di luar kasusnya atau minat eksternal (external interest). c. Studi kasus kolektif (collective case study), apabila kasus yang dipelajari secara mendalam merupakan beberapa (kelompok) kasus, walaupun masing-masing kasus individual dalam kelompok itu dipelajari, dengan maksud untuk mendapatkan karakteristik umum, karena setiap kasus mempunyai ciri tersendiri yang bervariasi. Kritik terhadap Studi Kasus Pendekatan studi kasus tidak lepas dari kritik. Idowu (2016) menegaskan bahwa mayoritas kritik terhadap metodologi dalam studi kasus. Kritik yang paling sering adalah ketergantungan pada kasus tunggal yang menjadikannya tidak dapat digeneralisasi. Studi sejumlah kecil kasus dalam studi kasus tidak dapat digunakan untuk membangun keandalan temuan. Penelitian studi kasus dianggap mengandung bias terhadap verifikasi, dengan kata lain studi kasus memiliki kecenderungan untuk mengkonfirmasi ide-ide yang terbentuk sebelumnya oleh peneliti. Kritik tersebut diarahkan pada statistik dan bukan generalisasi analitik yang menjadi dasar studi kasus, di mana dalam generalisasi analitik, teori yang dikembangkan sebelumnya digunakan sebagai template untuk membandingkan hasil empiris dari studi kasus. Beberapa penelitian menggunakan judul studi kasus, contoh penelitian Budi (2006) tentang studi kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga di kota 7 Yogyakarta kurang dapat memberi-kan gambaran ‘bagaimana’ kekerasan dalam rumah tangga itu terjadi, tidak menyebutkan desain studi kasus yang dimaksudkan, analisis data dilakukan secara kuantitatif. Demikian pula dengan penelitian Nurmala, Anam & Suyono (2006) tentang studi kasus perempuan lesbian (butchy) di Yogyakarta kurang dapat memberikan kesimpulan bagaimana dina-mika psikologis perempuan lesbian yang dimaksud, sumber data tunggal berasal dari wawancara, hasil penelitian belum merujuk pada parameter penelitian. Satu artikel penelitian Novita & Siswati (2010) menggu-nakan terminologi desain studi kasus tunggal dalam sebuah studi eksperimen pengaruh social stories terhadap ketrampilan sosial anak. Demikian pula banyak penelitian yang menggunakan ‘studi kasus’ di luar atrikel yang digunakan dalam pemba-hasan ini, untuk menjelaskan terminologi konteks atau tempat, seperti studi kasus di PT. X, di sekolah A tetapi di dalam laporan penelitian atau publikasi artikel berisi analisis kuantitatif. Beberapa penelitian tersebut belum menggunakan studi kasus sebagai sebuah metode dalam penelitian. Ciri-ciri Studi Kasus yang Baik a. Menyangkut sesuatu yang luar biasa, yang berkaitan dengan kepentingan umum atau bahkan dengan kepentingan nasional. b. Batas-batasnya dapat ditentukan dengan jelas, kelengkapan ini juga ditunjukkan oleh kedalaman dan keluasan data yang digali peneliti, dan kasusnya mampu diselesaikan oleh penelitinya dengan balk dan tepat meskipun dihadang oleh berbagai keterbatasan. c. Mampu mengantisipasi berbagai alternatif jawaban dan sudut pandang yang berbeda-beda. d. Keempat, studi kasus mampu menunjukkan bukti-bukti yang paling penting saja, baik yang mendukung pandangan peneliti maupun yang tidak mendasarkan pninsip selektifitas. e. Hasilnya ditulis dengan gaya yang menarik sehingga mampu terkomunikasi pada pembaca. Selain hal tersebut studi kasus dalam studi kasus fokusnya terarah pada hal yang khusus atau unik. Kenunikan pada kasus berkaitan dengan : a) Hakikat (the nature) kasus 8 b) Latar belakang sejarah kasus c) Latar (setting) fisik d) Konteks dengan bidang lain; ekonomi, politik, hukum, dan estetika e) Mempelajari kasus-kasus lain yang berkaitan dengan kasus yang dipelajari f) Informan-informan yang dipilih adalah orang-orang yang mengetahui kasus ini Kapan Studi Kasus Mulai Digunakan? Hingga saat ini Studi Kasus sudah berusia lebih dari 70 tahun. Sejak kemunculannya, jenis penelitian ini memperoleh banyak kritik karena dianggap analisisnya lemah, tidak objektif dan penuh bias, tidak seperti penelitian kuantitatif yang menggunakan statistik sebagai alat analisis. Kritik semacam itu berlaku untuk semua jenis penelitian kualitatif. Anehnya, walaupun memperoleh banyak kritik, Studi Kasus tetap digunakan bahkan semakin meluas, khususnya untuk studi ilmu-ilmu sosial --mulai dari psikologi, sosiologi, ilmu politik, antropologi, sejarah, dan ekonomi hingga ilmu-ilmu terapan seperti perencanaan kota, ilmu manajemen, pekerjaan sosial, dan pendidikan. Selain itu, metodenya juga semakin diminati banyak peneliti untuk kepentingan penyusunan karya ilmiah seperti tesis dan disertasi karena dapat mengeksplorasi dan mengelaborasi suatu kasus secara mendalam dan komprehensif. Tulisan ini secara khusus hanya membahas Studi Kasus yang digunakan dalam metode penelitian kualitatif. Sebab, realitanya Studi Kasus juga dapat digunakan dalam metode penelitian kuantitatif, yakni Ex Post Facto Research. Misalnya, peneliti Studi Kasus meneliti seorang tokoh atau pemimpin yang jatuh dari kekuasaannya. Dia dipaksa mundur oleh rakyatnya, karena dinilai gagal menjalankan amanah. Dari penelitian ini diharapkan dapat diambil pelajaran atau hikmah untuk generasi yang akan datang agar tidak terulang. Karena peristiwanya sudah selesai, maka penelitiannya disebut Ex Post Facto Research. Sebagaimana diketahui, Ex Post Facto Research merupakan salah satu jenis penelitian Kuantitatif selain Penelitian Korelasional, Survei, Polling Pendapat, dan Sensus. Dari sisi cakupan wilayah kajiannya, Studi Kasus terbatas pada wilayah yang sempit (mikro), karena mengkaji perilaku pada tingkat individu, kelompok, lembaga dan organisasi. Kasusnya pun dibatasi pada pada jenis kasus tertentu, di tempat atau 9 lokus tertentu, dan dalam waktu tertentu. Karena wilayah cakupannya sempit, penelitian Studi Kasus tidak dimaksudkan untuk mengambil kesimpulan secara umum atau memperoleh generalisasi, karena itu tidak memerlukan populasi dan sampel. Namun demikian, untuk kepentingan disertasi penelitian Studi Kasus diharapkan dapat menghasilkan temuan yang dapat berlaku di tempat lain jika ciri-ciri dan kondisinya sama atau mirip dengan tempat di mana penelitian dilakukan, yang lazim disebut sebagai transferabilitas. Tentu saja untuk dapat melakukan transferabilitas, temuan penelitian harus diabstraksikan untuk menjadi konsep. Di sini peneliti perlu melakukan kontemplasi secara serius dengan membaca kembali teori, hasil-hasil penelitian terdahulu, pendapat atau pandangan para ahli sebagaimana ditulis pada bab kajian pustaka. Walaupun cakupan atau wilayah kajiannya sempit, secara substantif penelitian Studi Kasus sangat mendalam, dan diharapkan dari pemahaman yang mendalam itu dapat diperoleh sebuah konsep atau teori tertentu untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Karena itu, unit analisis Studi Kasus ialah perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi, bukan masyarakat secara luas. Adalah obsesi setiap peneliti untuk dapat menemukan hal-hal baru dan dapat berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan, tidak terkecuali peneliti Studi Kasus. Hal-hal yang dapat disumbangkan untuk ilmu pengetahuan berupa konsep, proposisi, definisi, model, rumus, dalil, paradigma, teori dan lain-lain. Bagaimana Studi Kasus Dilakukan? Seperti halnya jenis penelitian kualitatif lainnya, yakni fenomenologi, etnografi, etnometodologi, grounded research dan studi teks, Studi Kasus juga dilakukan dalam latar alamiah, holistik dan mendalam. Alamiah artinya kegiatan pemerolehan data dilakukan dalam konteks kehidupan nyata (real-life events). Tidak perlu ada perlakuanperlakuan tertentu baik terhadap subjek penelitian maupun konteks di mana penelitian dilakukan. Biarkan semuanya berlangsung secara alamiah. Holistik artinya peneliti harus bisa memperoleh informasi yang akan menjadi data secara komprehensif sehingga tidak meninggalkan informasi yang tersisa. Dari data akan diperoleh fakta atau realitas. Agar memperoleh informasi yang komprehensif, peneliti tidak saja menggali informasi dari partisipan dan informan utama melalui wawancara mendalam, tetapi juga orang- 10 orang di sekitar subjek penelitian, catatan-catatan harian mengenai kegiatan subjek atau rekam jejak subjek. Terkait itu, Yunus (2010: 264) menggambarkan objek yang diteliti dalam penelitian Studi Kasus hanya mencitrakan dirinya sendiri secara mendalam/detail/lengkap untuk memperoleh gambaran yang utuh dari objek (wholeness) dalam artian bahwa data yang dikumpulkan dalam studi dipelajari sebagai suatu keseluruhan, utuh yang terintegrasi. Itu sebabnya penelitian Studi Kasus bersifat eksploratif. Sifat objek kajian yang sangat khusus menjadi bahan pertimbangan utama peneliti untuk mengelaborasinya dengan cara mengeksplorasi secara mendalam. Peneliti tidak hanya memahami kasus dari luarnya saja, tetapi juga dari dalam sebagai entitas yang utuh dan detail. Itu sebabnya salah satu teknik pengumpulan datanya melalui wawancara mendalam. Untuk memahami lebih jauh tentang subjek, peneliti Studi Kasus juga dapat memperoleh data melalui riwayat hidupnya. Selain wawancara mendalam, ada lima teknik pengumpulan data penelitian Studi Kasus, yakni dokumentasi, observasi langsung, observasi terlibat (participant observation), dan artifak fisik. Masing-masing untuk saling melengkapi. Inilah kekuatan Studi Kasus dibanding metode lain dalam penelitian kualitatif. Selama ini saya melihat mahasiswa yang menggunakan Studi Kasus hanya mengandalkan wawancara saja sebagai cara untuk mengumpulkan data, sehingga data kurang cukup atau kurang melimpah. Sedangkan mendalam artinya peneliti tidak saja menangkap makna dari sesuatu yang tersurat, tetapi juga yang tersirat. Dengan kata lain, peneliti Studi Kasus diharapkan dapat mengungkap hal-hal mendalam yang tidak dapat diungkap oleh orang biasa. Di sini peneliti dituntut untuk memiliki kepekaan teoretik mengenai topik atau tema yang diteliti. Misalnya, mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan sedang melakukan penelitian untuk kepentingan penyusunan tesis/disertasi mengenai kepemimpinan seorang kepala sekolah. Melalui wawancara mendalam, peneliti tidak begitu saja menerima informasi dari kepala sekolah sebagai subjek penelitian, tetapi juga memaknai ucapan-ucapannya. Peneliti harus bisa menangkap hal-hal yang tersirat dari setiap ujaran yang tersurat. Dengan menggunakan payung paradigma fenomenologi, Studi Kasus memusatkan perhatian pada satu objek tertentu yang diangkat sebagai sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam sehingga mampu membongkar realitas di balik fenomena. Dalam 11 pandangan paradigma fenomenologi, yang tampak atau kasat mata pada hakikatnya bukan sesuatu yang riel (realitas). Itu hanya pantulan dari yang ada di dalam. Tugas peneliti Studi Kasus ialah menggali sesuatu yang tidak tampak tersebut untuk menjadi pengetahuan yang tampak. Karena itu dapat pula diartikan Studi Kasus sebagai proses mengkaji atau memahami sebuah kasus dan sekaligus mencari hasilnya. Sejauh pengamatan saya selama ini, dari tesis dan disertasi yang saya uji, para mahasiswa masih gagal menangkap makna yang mendalam dari setiap kasus yang diangkat. Padahal, justru itu inti dari penelitian Studi Kasus. Ketika ujian, umumnya mahasiswa hanya bercerita panjang lebar tentang peristiwa yang diangkat menjadi kasus, dan tidak mengambil intisari secara konseptual. Kegagalan tersebut terjadi karena beberapa hal. Pertama, kurang memiliki kepekaan teoretik karena kurangnya bacaan atau literatur terkait tema yang diangkat. Kedua, karena sedikitnya pengalaman melakukan penelitian. Ketiga, karena alasan pragmatis, mahasiswa ingin cepat-cepat menyelesaikan studinya. Mengapa Memilih Metode Studi Kasus? Menggunakan istilah “Studi Kasus” artinya ialah peneliti ingin menggali informasi apa yang akhirnya bisa dipelajari atau ditarik dari sebuah kasus, baik kasus tunggal maupun jamak. Stake (dalam Denzin dan Lincoln, eds. 1994; 236) menyebutnya “what can be learned from a single case?. Agar sebuah kasus bisa digali maknanya peneliti harus pandai-pandai memilah dan memilih kasus macam apa yang layak diangkat menjadi tema penelitian. Bobot kualitas kasus harus menjadi pertimbangan utama. Dengan demikian, tidak semua persoalan atau kasus baik pada tingkat perorangan, kelompok atau lembaga bisa dijadikan bahan kajian Studi Kasus. Begitu juga tidak setiap pertanyaan bisa diangkat menjadi pertanyaan penelitian (research questions). Ada syarat-syarat tertentu, sebagaimana dijelaskan di muka, agar sebuah peristiwa layak diangkat menjadi “kasus” penelitian Studi Kasus. Begitu juga ada syarat-syarat tertentu agar sebuah pertanyaan bisa diangkat menjadi pertanyaan penelitian. Salah satu hal penting untuk dipertimbangkan dalam memilih kasus ialah peneliti yakin bahwa dari kasus tersebut akan dapat diperoleh pengetahuan lebih lanjut dan mendalam secara ilmiah. Dalam hal ini Studi Kasus disebut sebagai Instrumental Case 12 Study. Selain itu, Studi Kasus bisa dipakai untuk memenuhi minat pribadi karena ketertarikannya pada suatu persoalan tertentu, dan tidak untuk membangun teori tertentu. Misalnya, tentang kenakalan remaja, penyalahgunaan obat, fenomena single parents, dan sebagainya. Studi semacam ini disebut sebagai Studi Kasus Intrinsik (Intrinsic Case Study). Di negara maju, Studi Kasus Intrinsik lazim digunakan oleh para profesional atau anggota masyarakat biasa karena rasa ingin tahunya terhadap suatu persoalan yang mereka hadapi secara lebih mendalam, lebih-lebih jika persoalan tersebut menjadi isu hangat di masyarakat. Beberapa Manfaat Penelitian Studi Kasus Menurut Lincoln dan Guba, sebagaimana dikutip Mulyana (2013: 201-202), keistimewaan Studi Kasus meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Studi Kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni menyajikan pandangan subjek yang diteliti. 2. Studi Kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari (everyday real-life). 3. Studi Kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara peneliti dengan subjek atau informan. 4. Studi Kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi faktual tetapi juga keterpercayaan (trustworthiness). 5. Studi Kasus memberikan “uraian tebal” yang diperlukan bagi penilaian atas transferabilitas. 6. Studi Kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut. Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus a) Pemilihan Tema, Topik dan Kasus. Pada tahap pertama ini peneliti harus yakin bahwa dia akan memilih kasus tertentu yang merupakan bagian dari “body of knowledge”nya bidang yang dipelajari. dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan (purposive) dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan menjadikan objek orang, lingkungan, program, 13 proses, dan masvarakat atau unit sosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus haruslah masuk akal, sehingga dapat diselesaikan dengan batas waktu dan sumbe-rsumber yang tersedia. b) Pembacaan Literatur. Setelah kasus diperoleh, peneliti mengumpulkan literatur atau bahan bacaan sebanyak-banyaknya berupa jurnal, majalah ilmiah, hasilhasil penelitian terdahulu, buku, majalah, surat kabar yang terkait dengan kasus tersebut. c) Perumusan Fokus dan Masalah Penelitian. Langkah sangat penting dalam setiap penelitian ialah merumuskan fokus dan masalah. Fokus penelitian perlu dibuat agar peneliti bisa berkonsentrasi pada satu titik yang menjadi pusat perhatian. d) Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalaM pengumpulan data, tetapi yang lebih dipakai dalarn penelitian kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sendiri merupakan instrumen kunci, sehingga dia sendiri yang dapat mengukur ketepatan dan ketercukupan data serta kapan pengumpulan data harus berakhir. Dia sendiri pula yang menentukan informan yang tepat untuk diwawancarai, kapan dan di mana wawancara dilakukan. e) Penyempurnaan Data. Data yang telah terkumpul perlu disempurnakan. Bagaimana caranya peneliti mengetahui datanya kurang atau belum sempurna? Caranya ialah dengan membaca keseluruhan data dengan merujuk ke rumusan masalah yang diajukan. Jika rumusan masalah diyakini dapat dijawab dengan data yang tersedia, maka data dianggap sempurna. Sebaliknya, jika belum cukup untuk menjawab rumusan masalah, data dianggap belum lengkap, sehingga peneliti wajib kembali ke lapangan untuk melengkapi data dengan bertemu informan lagi. Itu sebabnya penelitian kualitatif berproses secara siklus. f) Pengolahan Data. Setelah data dianggap sempurna, peneliti melakukan pengolahan data, yakni melakukan pengecekan kebenaran data, menyusun data, melaksanakan penyandian (coding), mengklasifikasi data, mengoreksi jawaban wawancara yang kurang jelas. Tahap ini dilakukan untuk memudahkan tahap analisis. g) Analisis Data. Setelah data berupa transkrip hasil wawancara dan observasi, maupun gambar, foto, catatan harian subjek dan sebagainya dianggap lengkap dan sempurna, peneliti melakukan analisis data. Analsis data Studi Kasus dan 14 penelitian kualitatif pada umumnya hanya bisa dilakukan oleh peneliti sendiri, bukan oleh pembimbing, teman, atau melalui jasa orang lain. Sebab, sebagai instrumen kunci, hanya peneliti sendiri yang tahu secara mendalam semua masalah yang diteliti. Analisis data merupakan tahap paling penting di setiap penelitian dan sekaligus paling sulit. Sebab, dari tahap ini akan diperoleh informasi penting berupa temuan penelitian. Kegagalan analisis data berarti kegagalan penelitian secara keseluruhan. Kemampuan analisis data sangat ditentukan oleh keluasan wawasan teoretik peneliti pada bidang yang diteliti, pengalaman penelitian, bimbingan dosen, dan minat yang kuat peneliti untuk menghasilkan penelitian yang berkualitas. h) Proses Analisis Data. Pada hakikatnya analisis data adalah sebuah kegiatan untuk memberikan makna atau memaknai data dengan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau tanda, dan mengkategorikannya menjadi bagian-bagian berdasarkan pengelompokan tertentu sehingga diperoleh suatu temuan terhadap rumusan masalah yang diajukan. i) Dialog Teoretik. Untuk melahirkan temuan konseptual berupa “thesis statement, setelah pertanyaan penelitian terjawab, peneliti Studi Kasus, khususnya calon magister dan lebih-lebih doktor, melakukan langkah selanjutnya, yaitu melakukan dialog temuan tersebut dengan teori yang telah dibahas di bagian kajian pustaka, sehingga bagian kajian pustaka bulan sekadar ornamen belaka. Tahap ini disebut Dialog Teoretik. j) Triangulasi Temuan (Konfirmabilitas). Agar temuan tidak dianggap biasa, peneliti perlu melakukan triangulasi temuan, atau yang sering disebut sebagai konfirmabilitas, yakni dengan melaporkan temuan penelitian kepada informan yang diwawancarai. k) Simpulan Hasil Penelitian. Kesalahan umum yang sering terjadi pada bagain ini ialah peneliti mengulang atau meringkas apa yang telah dikemukakan pada bagian-bagian sebelumnya, tetapi membuat sintesis dari semua yang telah dikemukakan sebelumnya. Pada bagian ini peneliti mencantumkan implikasi teoretik. l) Laporan Penelitian. Langkah paling akhir kegiatan penelitian ialah membuat laporan penelitian. Laporan penelitian merupakan salah satu bentuk 15 pertanggungjawaban kegiatan penelitian yang dituangkan dalam bahasa tulis untuk kepentingan umum. Menurut Yunus (2010: 417) ada beberapa versi mengenai laporan penelitian, tetapi secara umum terdapat 3 syarat agar laporan penelitian dapat dikategorikan sebagai karya ilmiah, yaitu: Objektif, Sistematik, dan Mengikuti metode ilmiah. Objektif artinya data yang diperoleh benar-benar dari subjek yang diteliti, bukan dari peneliti dan pandangan peneliti. Sistematik artinya urut, yakni pembahasan harus mengikuti alur penalaran yang runtut di mana sejak bagian awal pembahasan hingga akhir menunjukkan keterkaitan logis dan merupakan satu kesinambungan. Secara garis besar batang tubuh karya ilmiah terdiri atas tiga bagian utama, yaitu bagian awal (prologue), bagian pembahasan (dialogue), dan bagian akhir (epilogue). Bagian prologue merupakan bagian awal penelitian yang menjelaskan latar belakang mengapa suatu penelitian dilaksanakan. Bagian ini memuat latar belakang/konteks, fokus/rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lingkup penelitian, originalitas penelitian dan definisi operasional istilah-istilah kunci. Bagian dialogue merupakan batang tubuh utama penelitian karena merupakan proses penalaran yang dibangun atas dasar kaidah-kaidah ilmiah. Secara umum bagian ini mengemukakan tiga hal, yakni: 1. Hal-hal yang dibutuhkan dalam pembahasan, 2. Proses pembahasan dan 3. Produk pembahasan. Hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitian terdiri atas tinjauan pustaka, metode penelitian, dan deskripsi atau gambaran tentang lokus penelitian di mana penelitian dilakukan. Sedangkan mengikuti Metode ilmiah yang dimaksudkan ialah kegiatan penelitian mengikuti langkah-langkah memperoleh pengetahuan ilmiah sesuai yang telah disepakati oleh para ilmuwan. Memang juga terdapat beberapa versi tentang langkah memperoleh pengetahuan ilmiah. Untuk penelitian Studi Kasus, langkah-langkah berikut dapat digunakan sebagai pedoman, yakni: a. Penentuan fokus kajian (focus of study), yang mencakup kegiatan memilih masalah yang memenuhi syarat kelayakan dan kebermaknaan. 16 b. Pengembangan kepekaan teoretik dengan menelaah bahan pustaka yang relevan dan hasil kajian sebelumnya. c. Penentuan kasus atau bahan telaah, yang meliputi kegiatan memilih dari mana dan dari siapa data diperoleh. d. Pengembangan protokol pemerolehan dan pengolahan data, yang mencakup kegiatan menetapkan piranti, langkah dan teknik pemerolehan dan pengolahan data yang digunakan. e. Pelaksanaan kegiatan pemerolehan data, yang terdiri atas kegiatan mengumpulkan data lapangan atau melakukan pembacaan naskah yang dikaji. f. Pengolahan data perolehan, yang meliputi kegiatan penyandian (coding), pengkategorian (categorizing), pembandingan (comparing), dan pembahasan (discussing). g. Negosiasi hasil kajian dengan subjek kajian, dan h. Perumusan simpulan kajian, yang meliputi kegiatan penafsiran dan penyatupaduan (interpreting and integrating) temuan ke dalam bangunan pengetahuan sebelumnya, serta saran bagi kajian berikutnya. Kelebihan dan Kelemahan Studi Kasus Kelebihan Studi Kasus a. Studi kasus mampu mengungkap hal-hal yang spesifik, unik dan hal-hal yang amat mendetail yang tidak dapat diungkap oleh studi yang lain. Studi kasus mampu mengungkap makna di balik fenomena dalam kondisi apa adanya atau natural. b. Studi kasus tidak sekedar memberi laporan faktual, tetapi juga memberi nuansa, suasana kebatinan dan pikiran-pikiran yang berkembang dalam kasus yang menjadi bahan studi yang tidak dapat ditangkap oleh penelitian kuantitatif yang sangat ketat. Kelemahan Studi Kasus. Dari kacamata penelitian kuantitatif, studi kasus dipersoalkan dari segi validitas, reliabilitas dan generalisasi. Namun studi kasus yang sifatnya unik dan kualitatif tidak dapat diukur dengan parameter yang digunakan dalam penelitian kuantitatif, yang bertujuan untuk mencari generalisasi. 17 DAFTAR PUSTAKA Anggraeni, Leni. 2012. Penerapan Metode Studi Kasus Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Pada Mata Kuliah Hubungan Internasional. Media Komunikasi Fis Vol. 11 .No 1 April 2: 1 – 15. Azizaturrohmah, Siti Nur, April 2014, Pemahaman Etika Berdagang Pada Pedagang Muslim Pasar Wonokromo Surabaya (Studi Kasus Pedagang Buah), Jurnal, Jestt Vol. 1 No. 4. Endraswara, Suwardi. 2012. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Gunawan, Imam. 2015. Studi Kasus (Case Study). Universitas Negeri Malang. Hanrahmawan, Fitroh. 2010. Revitalisasi Manajemen Pelatihan Tenaga Kerja (Studi Kasus Pada Balai Latihan Kerja Industri Makassar). Jurnal Administrasi Publik, Volume 1 No. 1. Iskandar , Budi Dan Agus Umar Hamdani. 2014. Desain Dan Pengujian Sistem Informasi Jasa Pengiriman Barang Studi Kasus : Pt. Xyz. Jurnal Stmik Amikom Yogyakarta. Jasman Dan Rini Agustin, jan, Strategi Pemasaran Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus Pedagang Di Pasar Tradisional), Jurnal, KHOZANA, Vol. 1, No. 1, E-ISSN: 2614-8625. Khurriyatuzzahroh, Sri, 2016, Analisis Persaingan Bisnis Pedagang Pasar Ditinjau Dari Etika Bisnis Islam (Studi Kasus Di Pasar Juwana Baru Pasca Kebakaran), Skripsi, Kudus: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri. Mulyadi, Mohammad. 2011. Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Serta Pemikiran Dasar Menggabungkannya. Jurnal Studi Komunikasi Dan Media.Vol. 15 No. 1 (Januari – Juni). Mulyana, Dedy. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya. Pambudi, Kukuh Setyo. 2017. Penelitian Studi Kasus Fenomenologi Persepsi Keadilan Pelaku Pembunuhan Anggota Pki 1965. Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret, Hlm 22-30. 18 Pattinama, Marcus J. 2009. Pengentasan Kemiskinan Dengan Kearifan Lokal (Studi Kasus Di Pulau Buru-Maluku Dan Surade-Jawa Barat). Makara, Sosial Humaniora, Vol. 13, No. 1, Juli: 1-12. Prihatsanti, Unika Dkk. 2018. Menggunakan Studi Kasus Sebagai Metode Ilmiah Dalam Psikologi. Jurnal, Vol. 26, No. 2, 126 – 136. Rachmawati, Tutik Dkk. 2015. Nilai Demokrasi Dalam Pelayanan Publik : Studi Kasus Kantor Imigrasi Bandung. Jurnal Kebijakan Dan Administrasi Publik; Vol.19 No.2. Rahardjo, Mudjia. 2017. Studi Kasus Dalam Penelitian Kualitatif: Konsep Dan Prosedurnya. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Rahmat, Puput Saful. 2009. Penelitian Kualitatif. Jurnal Equiibrium,Vol. 5, N0 9, 1-8. Setyanto, Alief Rakhman Dkk. 2015. Kajian Strategi Pemberdayaan Umkm Dalam Menghadapi Perdagangan Bebas Kawasan Asean (Studi Kasus Kampung Batik Laweyan). Jurnal Etikonomi Volume 14 (2), Oktober. Suindrawati, 2015, Strategi Pemasaran Islami Dalam Meningkatkan Penjualan (Studi Kasus Di Toko Jesy Busana Muslim Bapangan Mendenrejo Blora), Skripsi, Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo. Yuliawan, Teddi Prasetya & Fathul Himam. The Grasshopper Phenomenon: Studi Kasus Terhadap Profesional Yang Sering Berpindah‐Pindah Pekerjaan. Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Volume 34, No. 1, 76 – 88 Yunus, Hadi Sabari. 2010. Metode Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 19