Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Analisis yuridis ketetapan MPR dalam hirarki peraturan perundang-undangan

Ketetapan MPR dalam hirarki peraturan perundang-undangan memiliki posisi yang cukup sentral.

Tugas : Analisis yuridis “Ketetapan MPR dalam hirarki Perundang – Undangan” Oleh : Rizky Cahyo H.D Vinors Kelas : B MK : Ilmu Perudang – Undangan Pendahuluan Reformasi hukum yang terjadi sejak 1998 dilembagakan melalui, antara lain, pranata perubahan UUD 1945 (baca: UUD NRI 1945). Semangat UUD NRI 1945 adalah mendorong terbangunnya struktur ketatanegaraan yang lebih demokratis. Perubahan UUD 1945 sejak reformasi telah dilakukan sebanyak empat kali, yaitu: pertama, perubahan pertama disahkan pada 19 Oktober 1999; kedua, perubahan kedua disahkan pada 18 Agustus 2000; ketiga, perubahan ketiga disahkan pada 10 November 2001; keempat, perubahan keempat disahkan pada 10 Agustus 2002.1 Perubahan UUD 1945 melahirkan bangunan kelembagaan negara yang satu sama lain dalam posisi setara dengan saling melakukan checks and balances , mewujudkan supremasi hukum dan keadilan serta menjamin dan melindungi hak asasi manusia. Kesetaraan dan ketersediaan saling kontrol inilah prinsip dari sebuah negara demokrasi dan negara hukum.2 Berlangsungnya reformasi kehidupan kenegaraan, yang ditandai pula dengan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945, telah mengakibatkan terjadinya perubahan struktur kelembagaan negara yang berlaku di Negara Republik Indonesia yang pula telah mengakibatkan terjadinya perubahan kedudukan, fungsi, tugas, dan wewenang lembaga Negara dan lembaga pemerintahan yang ada. Perubahan-perubahan tersebut mempengaruhi aturan-aturan yang 1 Lihat : Sejarah Amandemen UUD 1945 Titik Triwulan Tutik: Analisis Kedudukan dan Status Hukum Ketetapan MPR RI Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 1 VOL. 20 JANUARI 2013: 1 - 20 2 berlaku menurut Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mengakibatkan perlunya dilakukan peninjauan terhadap materi dari status hukum ketetapan Majelis Petmusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia.3 Sehingga Ketetapan MPR/S tidak tercantum dalam hierarki Peraturan Perundang undangan. Dicantumkannya kembali Ketetapan MPR/S di dalam hierarki peraturan perundang undangan menurut Undang-undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, sebagai wujud untuk memberikan jaminan kepastian hukum terhadap Ketetapan MPR/S yang bersifat mengatur (regeling) yang masih berlaku4, serta sebagai wujud untuk menguatkan Undang-undang yang berlandaskan pada ketetapan MPR/S. Lembaga yang berwenang menguji Ketetapan MPR/S pernah diatur pada Ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000 Pasal 5 yaitu menguji Undang-undang terhadap UUD dan Ketetapan MPR, namun ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000 telah dicabut dengan Ketetapan MPR RI No. I/MPR/2003. Namun berdasarkan asas “contrarius actus”, MPR berwenang untuk menilai dan mencabut Ketetapan MPR/S yang merupakan produk hukumnya sendiri.5 Pembahasan Pada Tahun 1966 MPRS mengeluarkan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang mengatur tata urutan hierarki peraturan perundang-undangan. Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 adalah sebagai berikut :6 1. UUD 1945 3 Lihat : Munif Rochmawanto. ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRODUK HUKUM KETETAPAN MPR SETELAH PERUBAHAN UUD 1945. Hal. 58 4 “frasa” UU No. 12 tahun 2011 5 Sebelum adanya lembaga MK, tugas menguji UU dibebankan pada MPR berdasarkan Tap MPR RI No. III/MPR/2000 6 Tap.MPRS No. XX/MPRS/1966 2. Ketetapan MPRS 3. UU/Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang 4. Peraturan Pemerintah 5. Keputusan Presiden 6. Peraturan-Peraturan pelaksanaan lainnya seperti : Peraturan Menteri Instruksi Menteri, dan lain-lainnya. Sehingga, dari uraian diatas apabila ada satu produk UU yang bertentengan dengan peraturan yang lebih diatas, maka produk UU tersebut dapat dibatalkan. Pada Tahun 2000 MPR mengeluarkan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan, Ketetapan MPR No. XX/MPRS/1966 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Oleh karena itu Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 Pasal 2 yaitu: “Tata urutan peraturan Perundang - undangan merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya.” Tata urutan peraturan perundangundangan republik Indonesia adalah : 1. UUD 1945 5. Peraturan Pemerintah 2. Ketetapan MPR 6. Keputusan Presiden 3. Undang-Undang 7. Peraturan daerah. 4. Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Berlakunya Ketetapan MPR No. III/ MPR/2000 yang menggantikan Ketetapan No. XX/MPRS/1966 tentu menimbulkan persoalan, persoalannya adalah perbedaan kedudukan dari UU dengan Perppu, karena antara UU dan Perppu haruslah sama derajad atau kedudukannya. Keberadaan Tap MPR dalam hierarki aturan hukum di Indonesia, mengalami pasang surut sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan Indonesia sendiri. Berdasarkan ketentuan Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 dalam lampiran II-nya tentang Tata Urutan Peraturan Perundangundangan menempatkan Tap MPR berada di bawah UUD 1945 dan di atas undang-undang. Dalam praktik, tata urut dan penamaan bentuk-bentuk peraturan tersebut tidak sepenuhnya diikuti.7 Substansi mendasar dari ketentuan UU No. 10 Tahun 2004, bahwa UU ini telah meniadakan kedudukan Tap MPR sebagai salah satu bentuk peraturan perundangundangan. Hal ini dikarenakan, MPR hasil Pemilu 2004 telah mendasarkan diri kepada UUD 1945 pasca perubahan keempat tahun 2002, yang tidak lagi berwenang menetapkan GBHN dan ketetapanketetapan yang bersifat mengatur (regeling) dan mengikat untuk umum seperti sebelumnya. Satu-satunya produk hukum yang bersifat mengatur (regeling) yang termasuk lingkup kewenangan MPR adalah produk perubahan UUD yang dilakukan menurut ketentuan Pasal 37 UUD 1945. Kedudukan Ketetapan MPR sebelum amandemen UUD 1945 ditemukan dalam Tap MPRS RI No. XX/MPRS/1966 tentang Tata Urutan Perundang-undangan yang kemudian dicabut dengan Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan kedua ketetapan tersebut, menurut Rachmawati Puspitadewi8, Tap MPRS/MPR berkedudukan di bawah UUD 1945 dan di atas UU yang 7 Titik Triwulan T : Analisis Kedudukan dan Status Hukum Ketetapan MPR RI Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 1 VOL. 20 JANUARI 2013: 1 – 20 hal. 7 8 Rachmawati Puspitadewi, “Kedudukan dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945”, Jurnal Hukum Pro Justitia, Vol. 25 No. 4, 2007, hlm. 325 memiliki makna, bahwa Tap MPR/MPRS akan mengatur secara langsung pokok-pokok aturan dalam UUD 1945, sekaligus berkaitan langsung dengan penetapan haluan negara. MPR secara yuridis berdasarkan UUD NRI 1945 diposisikan sebagai lembaga baru dan menjadi ada (exist) apabila menjalankan salah satu dari keempat kewenangan (bevoegdheden) yang diberikan (atribusi) oleh UUD NRI tersebut.9 Meski demikian, berdasarkan Pasal I Aturan Tambahan UUD NRI 1945 memberikan tugas kepada MPR untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Tap MPRS/MPR. Ketentuan tersebut sekaligus sebagai upaya untuk menghindari ketidakpastian hukum dari Tap MPRS/MPR. Untuk melaksanakan amanat UUDNRI 1945, Forum Permusyawaratan Sidang-Sidang MPR 1999-2004 berhasil menyusun dan mengeluarkan Tap MPR RI No.I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Tap MPRS dan Tap MPR 1960-2002. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, merupakan produk hukum setelah perubahan UUD 1945 sekaligus sebagai salah satu aturan hukum operasional dari UUD NRI 1945. Hal yang perlu dicermati bahwa dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tidak dikenal lagi adanya Tap MPR dalam hierarki peraturan perundangundangan. Tetapi ironisnya, masih ada beberapa Tap MPR yang tetap diberlakukan meskipun kedudukan dan status hukumnya telah dianulir menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004. Kesimpulan Sejatinya, Tap MPR dalam hirarki Perudang –Undangan tetap diakui sebagai sebuah produk hukum yang kemudian dijalankan oleh lembaga – lembaga negara. Kedudukan Ketetapan 9 Jimly Ashsiddiqie, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta, 2006, hlm. 163. MPR (TAP MPR) yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai produk peraturan perundangundangan yang berada di bawah UUD 1945 (UUD 1945) dan berada satu tingkat di atas UndangUndang. Penempatan Ketetapan MPR tersebut di bawah UUD 1945 dan di atas Undang-Undang hanya bertujuan untuk memberikan pengakuan dan status hukum terhadap Ketetapan MPR yang masih berlaku, karena menurut UUD 1945 setelah perubahan MPR tidak lagi memiliki kewenagan untuk mengeluarkan Ketetapan yang sifatnya mengatur keluar (regeling) dan hanya bisa mengeluarkan Ketetapan yang sifatnya penetapan (beschikking) atau mengatur ke dalam.