Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
STRUKTUR HUTAN (Laporan Praktikum Silvika) Oleh Ali Wafa 1814151027 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNTG BANDAR LAMPUNG 2018 I PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan Ekologi hutan adalah cabang dari ekologi yang khusus mempelajari ekosistem hutan. Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem karena hubungan antara masyarakat tumbuh-tumbuhan pembentuk hutan dengan binatang liar dan alam lingkungannya sangat erat. Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem adalah sangat tepat, mengingat hutan itu dibentuk atau disusun oleh banyak komponen yang masing-masing komponen tidak bisa berdiri sendiri, tidak bias dipisah-pisahkan, bahkan saling memengaruhi dan saling bergantung (Irwanto, 2007). Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktora biotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan (Lovelles, 2000). Vegetasi (komunitas tumbuhan) diberi nama atau di golongkan berdasarkan spesies atau bentuk hidup yang dominan, habitat fisik atau kekhasan yang fungsional. Oleh karena itu maka kita dapat menyatakan suatu komunitas seperti; vegetasi padang rumput, vegetasi pantai pasir, vegetasi kebun teh, vegetasi hutan bakau. Dalam mempelajari vegetasi, pengamat melakukan penelitian terhadap unit penyusun vegetasi di tempat mana di lakukan penelitian. Unit penyusun vegetasi (komunitas) adalah populasi, sedangkan unit penyusun populasi adalah semua individu yang berada ditempat pengamatan dilakukan. Oleh karena itu, dalam penelitian mengenai vegetasi tumbuhan di lakukan dengan cara mengamati individu dalam menyusun populasi (Marsono, 2001). Untuk mengamati unit penyusun vegetasi yang luas secara tepat sangat sulit di lakukan karena pertimbanagan kompleksitas, luas area waktu dan biaya. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya peneliti bekerja dengan melakukan pencuplikan (sampling). Unit cuplikan atau unit sampling dalam analisis vegetasi dapat berupa bidang (plot, kuadrat), garis atau titik. Dalam perkembangannya unit cuplikan yang dipergunakan untuk suatu analisis vegetasi menggambarkan metode yang digunakan. Dengan demikian dalam pencuplikan mengenai suatu vegetasi di gunakan berbagai alternatif metode diantaranya: metode kuadrat (quadrat methods), metode garis (lineB intercept, strip transect, bisect methods) dan metode titik (point methods) (Prawiti, 2000). Tujuan Tujuan dari praktikum Struktur hutan sebagai berikut Mengetahui struktur hutan, Mengetahui cara mengambarkan struktur hutan, Mengetahui penyusun hutan, Membedakan antara hutan dan bukian hutan. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Hutan Ekologi hutan adalah cabang ekologi yang khusus mempelajari masyarakat atau ekosistem hutan. Hutan dapat dipelajaridari segi autekologi dan synekologi. Autekologi mempelajari ekologi suatu jenis pohon atau pengaruh sesuatu faktor lingkungan terhadap hidup atau tumuhnya satu atau lebih jenis-jenis pohon. Sifat penyelidikanya mendekati fisiologi tumbuh-tumbuhan. Synekologi mempelajari hutan sebagai masyarakat atau ekositem misalnya penelitian tentang pengaruh keadaan tempat tmbuh terhadap komposisi dan produksi hutan. (Soemarwoto, Otto, 1997) Ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara organisme dengan lingkungannya dan yang lainnya. Berasal dari kata Yunani oikos ("habitat") dan logos ("ilmu"). Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Mahluk hidup di suatu ekologi akan saling beriterksi satu sama lainnya karena setiap mahluk hidup membutuhkan mahluk hidup lainnya. (Raharjo, 2000). Kaitan Ekologi dan Ekosistem Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor biotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan (Schaums, 2000). Ekologi, biologi dan ilmu kehidupan lainnya saling melengkapi dengan zoologi dan botani yang menggambarkan hal bahwa ekologi mencoba memperkirakan, dan ekonomi energi yang menggambarkan kebanyakan rantai makanan manusia dan tingkat tropik. Ekowilayah bumi dan riset perubahan iklim ialah dua wilayah di mana ekologi (orang yang mempelajari ekologi) kini berfokus. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi (Raharjo, 2000). Kedua komponen tersebut berada pada suatu tempat dan berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Misalnya, pada suatu ekosistem akuarium, ekosistem ini terdiri dari ikan, tumbuhan air, plankton yang terapung di air sebagai komponen biotik, sedangkan yang termasuk komponen abiotik adalah air, pasir, batu, mineral dan oksigen yang terlarut dalam air. Perhitungan INP suatu tegakan yaitu dengan cara menjumlahkan nilai kerapatan relatif, nilai frekuensi relatif dan dominasi relatif, yang masing-masing nilai dinyatakaan dalam bentuk persen. Data yang telah diperoleh dari kegiatan pengukuran dilapangan kemudian diolah dengan menggunakan formulasi metode garis berpetak untuk menghitung besarnya kerapatan ( individu/ha), frekuensi dan dominasi ( m2/ha ) dan indeks nilai penting (INP) dari masing-masing jenis (Irwanto, 2007). 2.3 Vegetasi Vegetasi merupakan unsur yang dominan yang mampu berfungsi sebagai pembentuk ruang, pengendalian suhu udara, memperbaiki kondisi tanah dan sebagainya. Vegetasi dapat menghadirkan estetika tertentu yang alamiah dari garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada dari tajuk, daun, batang, cabang, kulit batang, akar, bunga, buah maupun aroma yang ditimbulkan dari daun, bunga maupun buahnya (Rochman, 2005). Hutan hujan tropis mencapai perkembangan sepenuhnya pada bagian belahan bumi sebelah barat dan pada bagian tengah dan selatan mempunyai spesies yang sangat beragam. Disana, jarang dijumpai dua pohon dari spesies yang sama yang tumbuh berdekatan. Vegetasinya sedemikian rapat, sehingga cahaya sangat sedikit yang sampai kedasar hutan (Kimball, 2005). Wilayah hutan hujan tropis mencakup ± 30% dari luas permukaan bumi dan terdapat mulai dari Amerika Selatan, bagian tengah dari benua Afrika, sebagian anak benua India, sebagian besar wilayah Asia Selatan dan wilayah Asia Tenggara, gugusan kepulauan di samudera Pasifik, dan sebagian kecil wilayah Australia. Pada umumnya wilayah hutan hujan tropis dicirikan oleh adanya 2 musim dengan perbedaan yang jelas, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Ciri lainnya adalah suhu, kelembaban udara yang tinggi, dan curah hujan, sedangkan hujan merata sepanjang tahun (Irwan, 2002). Menurut Wirakusumah, dkk (2003) hutan hujan tropis (tropical rain forest) terdapat di daerah tropis yang basah dengan curah hujan yang tinggi dan tersebar sepanjang tahun, seperti di Amerika tengah dan selatan, Asia tenggara, Indonesia dan Australia timur laut. Dalam hutan ini pohon-pohonnya tinggi dan pada umumnya berdaun lebar dan selalu hijau, jumlah jenis besar. Sering terdapat paku-paku pohon, tanaman merambat berkayu liana yang sering dapat mencapai puncak pohon-pohon yang tinggi dan epifit. Hutan ini kaya akan jenis-jenis hewan invertebrata dan vertebrata. Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan. Kegiatan analisis vegetasi pada dasarnya ada dua macam, yaitu metode dengan petak dan tanpa petak. Salah satu metode dengan petak yang banyak digunakan adalah kombinasi antara metode jalur (untuk risalah pohon) dengan metode garis petak (untuk risalah permudaan) dalam kegiatan-kegiatan penelitian di bidang ekologi hutan seperti halnya pada bidang-bidang ilmu lainnya yang bersangkut paut dengan Sumber Daya Alam (Latifah, 2005). Analisis vegetasi dibagi dalam 2 teknik plot yaitu sebagai berikut. Quadrat Sampling Techniques Penggambaran pengambilan vegetasi dalam teknik quadrat sampling dengan plot untuk menentukkan jumlah minimal plot. I II IV VI VIII Dan Seterusnya Hingga Vegetasi Terlihat Homogen III V VII Point Quarter Techniques COMPASS LINE (GARIS PERTAMA) JARAK YANG DIUKUR GARIS KEDUA SAMPLING POINT Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan susunan anggota komunitas vegetasi pada suatu area yang dapat dinilai dari tingkat densitas (kerapatan) individu dan diversitas (keanekaragaman) jenis. Komposisi dan struktur suatu vegetasi merupakan fungsi dari beberapa faktor seperti: flora setempat, habitat, (iklim, tanah dan lain-lain), waktu dan kesempatan. Komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan tidak dapat dilepaskan dari pentingnya mengetahui air tanah dan ketersediaan air tanah bagi tumbuhan di sekitarnya. Ketersediaan air dalam tanah ditentukan oleh kemampuan partikel tanah memegang air. Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat dalam ruang-ruang antar butir tanah yang membentuknya. Air tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dangkal terdapat pada bidang tanah yang mempunyai pengaruh besar terhadap proses pembentukan tanaman (Raharjanto, 2001). Melalui profil, kedalaman air dapat diduga berdasarkan tinggi, maka air tanah yang selalu mengalami periode naik turun sesuai dengan keadaan musim atau faktor lingkungan luar lainnya. Kedalaman muka air tanah yang dimaksud adalah kedalaman muka priotik yaitu kedalaman muka air tanah sumur-sumur galian yang ada (Dzukri dan Heru, 2009). Menurut Dzukri dan Heru (2009) cara memperoleh angka penting adalah sebagai berikut. Densitas Absolut = jumlah individu / luas area Densitas Relatif = (densitas setiap spesies / jumlah densitas semua spesies) x 100 % Dominansi Absolut = nilai area tertutup / luas area Dominansi Relatif = (dominasi setiap spesies / jumlah dominasi seluruh spesies) x 100% Frekuensi Absolut = jumlah plot yang di tempati spesies ybs / jumlah seluruh plot Frekuensi Relatif = (frekuensi setiap spesies / jumlah frekuensi seluruh spesies) x 100% Nilai Penting = densitas relatif + dominansi relatif + frekuensi relatif Penyelamatan fungsi hutan dan perlindunganya sudah saatnya menjadi tumpuan harapan bagi kelangsungan jasa produksi ataupun lingkungan untuk menjawab kebutuhan mahkluk hidup. Mengingat tinggi dan pentingya nilai hutan, maka upaya pelestarian hutan wajib dilakukan apapapun konsekuensi yang harus dihadapi, karena sebetulnya peningkatan produktivitas dan pelestarian serta perlindungan hutan sebenarnya mempunyai tujuan jangka panjang. Produktivitas tegakan ataupun ekosistem hutan Perlindungan dan aspek kesehatan hutan sebagai mata rantai pemeliharaan (Marsono, 2004). Perlindungan dan aspek kesehatan hutan sebagai mata rantai pemeliharaan atau pembinaan hutan harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam satu kesatuan pengelolaan hutan dalam rangka melindungi hutan berikut komponen yang ada didalamnya dari berbagai macam faktor penyebab kerusakan. Hutan jika ditinjau dari aspek kesehatannya terbagi atas tiga komponen yakni dari sisi pemanfaatan yakni pada tegakkan hutan, lingkungan yakni terhadap sebuah komunitas dan kesehatan ekosistem yang lebih menjurus pada landscape (Marsono, 2004). Analisis Vegetasi Hutan Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan. Kegiatan analisis vegetasi pada dasarnya ada dua macam metode dengan petak dan tanpa petak. Salah satu metode dengan petak yang banyak digunakan adalah kombinasi antara metode jalur (untuk risalah pohon) dengan metode garis petak (untuk risalah permudaan) (Latifah, 2005). Hal  yang  demikian  itu menyebabkan  kelimpahan  relatif  suatu  spesies  dapat mempengaruhi  fungsi  suatu  komunitas,  distribusi  individu  antarspesies  dalam komunitas,  bahkan  dapat  memberikan  pengaruh  pada  keseimbangan  sistem  dan akhirnya akan berpengaruh pada stabilitas komunitas (Bakri, 2009). Struktur komunitas tumbuhan memiliki sifat kualitatif dan kuantitatif. Dengan demikian, dalam deskripsi struktur komunitas tumbuhan dapat dilakukan secara kualitatif dengan parameter kualitatif atau secara kuantitatif dengan parameter kuantitatif. Namun persoalan yang sangat penting dalam analisis komunitas adalah bagaimana cara mendapatkan data terutama data kuantitatif dari semua spesies tumbuhan yang menyusun komunitas, parameter kuantitatif dan kualitatif apa saja yang diperlukan, penyajian data, dan  interpretasi data, agar dapat mengemukakan komposisi floristic serta sifat-sifat komunitas tumbuhan secara utuh dan menyeluruh (Rohman, 2001). Dalam kegiatan-kegiatan penelitian di bidang ekologi hutan seperti halnya pada bidang-bidang ilmu lainnya yang beersangkut paut dengan sumber daya alam dikenal dua jenis/tipe pengukuran untuk mendapatkan informasi/data yang diinginkan. Kedua jenis pengukuran tersebut adalah pengukuran yang bersifat merusak (destruktive measure) dan pengukuran yang tidak merusak (non destructive measure). Untuk keperluan penelitian agar hasil datanya dapat dianggap sah (valid) secara statistika, penggunaan kedua jenis pengukuran tersebut mutlak harus menggunakan satuan contoh (sampling unit), apabila bagi seorang peneliti yang mengambil objek hutan dengan cakupan areal yang luas. Dengan sampling seorang peneliti/surveyor dapat memperoleh informasi/data yang diinginkan lebih cepat dan lebih teliti dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila dibandingkan dengan inventarisasi penuh (metode sensus) pada anggota suatu populasi (Latifah, 2005) III METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat Praktikum struktur hutan dilaksanakan pada hari Senin tanggal 6 Mei 2019 pukul 13.00 – 15.00 wib di Arboretum E Universitas Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada praktikum struktur hutan adalah tali raffia, pita meter, buku, alat tulis, kertas hvs dan lup sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum struktur hutan adalah tegakan hutan Arboretum E Universitas Lampung. 3.3 Prosedur Kerja Prosedur kerja pada praktikum strtuktur hutan sebagai berikut: Menentuka lokasi pengamatan, Menentuka area pengamatan, Membuat petak pengamatan dengan ukuran 20 x 20 untuk fase pohon, 10 x 10 untuk fase tiang, 5 x 5 untuk fase pancang, 2 x 2 untuk fase semai dan 1 x 1 untuk organisme lainnya, Mencatat jenis-jenis dan jumlah pohon serta organisme lain yang ada di area pengamatan, Membuat gambar struktur hutan dengan mengambarkan skema pohon penyusunnya baik secara horizontal maupun vertical, Membuat rantai makanan berdasarkan area pengamatan, Mendiskusikan hasil pengamatan pada masing-masing kelompok. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Dari praktikum struktur hutan yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagi berikut Tabel 1 : Hasil pengamatan tumbuhan fase pohon, fase tiang dan fase pancang Luas petak Nama lokal Nama ilmiah T (m) D (m) TBBC (m) Jarak (m) Luas tajuk 20 x 20 Sengon buto Enterolobium cyclocarpum 20 2,95 14 0 15 Sengon buto Enterolobium cyclocarpum 19 2,16 13 1,80 16 Sengon buto Enterolobium cyclocarpum 17 1,94 9 9 10 Mahoni daun lebar Swietenia macrophylla 8 0,60 3 6,5 3 Jati Tectona garndis 14 0,88 4 10 5 Jati Tectona garndis 11 0,79 4,2 4 5 Jati Tectona garndis 7 0,90 5 10 5 Jati Tectona garndis 9 0,70 5 5 5 Waru Hibiscus tiliaceus 16 2,10 4 5 5 10 x 10 Jati Tectona garndis 9 0,49 3,16 4 6 Jati Tectona garndis 8 0,45 3,2 3,5 4 Jati Tectona garndis 8 0,53 2,5 4,1 4 Jati Tectona garndis 7 0,25 2,5 3,5 4 5 x 5 - - - - - - - Tabel 2 : Hasil pengamatan tumbuhan fase semai, terna, herba, dan rumput Luas petak Nama tumbuhan Nama ilmiah T / panjang (cm) Jumlah 2 x 2 Paku - Pakuan - 29 11 Paku - Pakuan - 30 - Paku - Pakuan - 15 - Paku - Pakuan - 20 - Paku - Pakuan - 14 - Rumput (1) - 30 13 Rumput (2) - 10 10 Semai - 10 3 Tabel 3 : Hasil pengamatan organisme lain ( petak 1 x 1 ) No Nama hewan Nama ilmiah Jumlah (ekor) 1 Semut hitam besar Dolichoderus thoracicus 5 – 10 2 Semut hitam kecil Monomorium minimum 10 – 20 3 Semut Merah Solenopsis 5 4 Serangga x - 5 - 10 Pembahasan Dari tabel terlihat bahwa vegetasi ditempat tersebut didominasi oleh tumbuhan jati (Tectona grandis) yang berjumlah 4 berfase pohon dan berjumlah 4 berfase tiang. Ada tiga tumbuhan sengon buto (Enterolobium cyclocarpum) yang semuanya berfase pohon dan tingginya lebih dari 17 meter serta berdiameter lebih dari 1,94 meter. Di tempat tersebut tidak ada tumbuhan berfase pancang. Tumbuhan berfase tiang hanya tumbuhan jati (Tectona grandis). Tempat bisa dipastikan cocok untuk tumbuhan sengon buto (Enterolobium cyclocarpum. Karena tumbuhan sengon buto (Enterolobium cyclocarpum) tumbuh subur ditempat tersebut. Di tabel 2 terlihat bahwa tempat tersebut didominasi oleh rerumputan dengan rumput (1) berjumlah tiga belas dan rumput (2) berjumlah sepuluh. Paku-pakuan berjumlah sebelas dan semai hanya tiga. Organisme yang ada didominasi oleh Semut hitam maupun semut merah (Tabel 3). Ada juga serangga (x) yang berjumlah lima sampai sepuluh ekor. Denganorganisme yang ada bisa dipastikan bahwa tempat tersebut masih terjaga keasriannya dan belum tercemar bahan kimia yang berbahaya. Struktur vegetasi atau struktur hutan merupakan susunan anggota komunitas vegetasi pada suatu area yang dapat dinilai dari tingkat densitas (kerapatan) individu dan diversitas (keanekaragaman) jenis. Komposisi dan struktur suatu vegetasi merupakan fungsi dari beberapa faktor seperti: flora setempat, habitat, (iklim, tanah dan lain-lain), waktu dan kesempatan. Komposisi dan struktur vegetasi tumbuhan tidak dapat dilepaskan dari pentingnya mengetahui air tanah dan ketersediaan air tanah bagi tumbuhan di sekitarnya. Semakin banyak tumbuhan yang ada ditempat tersebut diasumsikan bahwa tempat tersebut masih terjaga keasriannya (Raharjanto, 2001). Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan. Kegiatan analisis vegetasi pada dasarnya ada dua macam metode dengan petak dan tanpa petak. Salah satu metode dengan petak yang banyak digunakan adalah kombinasi antara metode jalur (untuk risalah pohon) dengan metode garis petak (untuk risalah permudaan) (Latifah, 2005). Penyusun hutan dibagi dua yaitu biotik dan abiotik. Biotik adalah suatu penyusun hutan yang hidup dan berkembang misalnya pohon, rumput, terna, herba, paku-pakuan, serangga, dan hewan. Sedangkan abiotik yaitu penyusun hutan yang mati misalnya batu, sinar matahari, suhu, kelembapan, air, tanah, unsur hara dan juga zat kimia (Rendi, 2002). Di tempat tersebut penyusun hutan yang terbesar adalah biotik yaitu tumbuhan, rumput, paku-pakuan dan organisme lain. Cahaya matahari tidak begitu banyak masuk ke lantai hutan karena terhalang oleh vegetasi tumbuhan yang lebat. Menurut UU RI No. 41 tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah “suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkunmgannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan”. Sedangkan yang bukan hutan yaitu tempat tersebut tidak didominasi pohon misalnya lapangan dan padang rumput, luasnya kurang dari seperempat hektar. Tempat tersebut didominasi semak belukar dan tidak menghasilkan iklim mikro. Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktor biotik antara lain suhu, air, kelembapan, cahaya, dan topografi, sedangkan faktor biotik adalah makhluk hidup yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, dan mikroba. Ekologi juga berhubungan erat dengan tingkatan-tingkatan organisasi makhluk hidup, yaitu populasi, komunitas, dan ekosistem yang saling mempengaruhi dan merupakan suatu sistem yang menunjukkan kesatuan. V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Simpulan dari praktikum struktur hutan sebagai berikut Struktur vegetasi atau struktur hutan merupakan susunan anggota komunitas vegetasi pada suatu area yang dapat dinilai dari tingkat densitas (kerapatan) individu dan diversitas (keanekaragaman) jenis, Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan. Kegiatan analisis vegetasi pada dasarnya ada dua macam metode dengan petak dan tanpa petak, Penyusun hutan dibagi dua yaitu biotik dan abiotik. Biotik adalah suatu penyusun hutan yang hidup dan berkembang misalnya pohon, rumput, terna, herba, paku-pakuan, serangga, dan hewan. Sedangkan abiotik yaitu penyusun hutan yang mati misalnya batu, sinar matahari, suhu, kelembapan, air, tanah, unsur hara dan juga zat kimia, Menurut UU RI No. 41 tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah “suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan yang berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan”. 5.2 Saran Saran untuk melakukan praktikum struktur hutan sebagai berikut buat petak sesuai dengan panduan, membagi tugas setiap anggota kelompok karena banyak yang harus diamati. Gunakan pita meter yang memiliki skala 200 meter karena biasanya tumbuhanyang diukur diameternya lebuh dari 150 meter. Cari area pengamatan yang bisa mengambarkan vegetasi tempat tersebut secara keseluruhan. Gunakan waktu sebaik mungkin karena dalam praktikum struktur hutan memnutuhkan waktu yang lama. DAFTAR PUSTAKA Bakri. 2009. Bahan Kuliah Ekologi Hutan. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura. Pontianak. Campbell, Neil A. (2005). Biology seventh edition. San Francisco. Benjamin Cummings. Djukri dan Heru, N. (2009). Petujuk praktikum biologi.Yogyakarta: Program studi pendidikan sains program pascasarjana UNY. Irwan, Z. O.2002. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem, Komunitas, Dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara. Irwanto, Fachur dan I Wayan, S. 2007. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. JICA. Malang. Kimball, Jhon W. 2005. Biologi Jilid II. Erlangga. Jakarta. Latifah, Siti. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Lapmpung. Bandar Lampung. Loveless, A.R. 1987.Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik.PT. Gramedia Pustaka:Jakarta Lovelles, A. S. 2000. Biologi. Erlangga. Jakarta. Marsono, D. J. 2000. Potensi dan Kondisi Hutan Hujan Tropika Basah di Indonesia. Jurnal Ekologi Hutan. Volume 2. Nomor 2. Marsono. 2004. Biologi. Tiga Serangkai. Solo. Prawiti, D. A. 2000. Biologi 1. Erlangga. Jakarta. Raharjanto, A .2001.Ekologi Umum.UMM Press: Malang . Raharjo, S. 2000. Ekologi Tumbuhan. Tiga Serangkai. Jakarta. Rendi, S. 2002. Vegetasi Hutan di Beberapa Kamus di Lampung. Jurnal Ekologi Hutan. Volume 2. Nomor 3. Mei 2002. Rochman. 2005. Ekologi Hutan. Erlangga. Jakarta. Rohman, F. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Malang: JICA. Schaum’s. 2000. Quantitative Plants Ekology Studies in Ecology. Volume 9. Oxford. Blackwell Scientific Publications. Soemarwoto, O., 2000, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, Jakarta. Soemarwoto, Otto. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan Edisi Revisi. Penerbit Djambatan. Jakarta. Wirakusumah, S., 2003, Dasar-dasar Ekologi :Menopang Pengetahuan Ilmu-ilmu Lingkungan, UI Press, Jakarta. LAMPIRAN