SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UIR, 29-30 AGUSTUS 2018
https://snpm.uir.ac.id
APLIKASI REFLEKSI DALAM MOTIF TENUN MELAYU RIAU
Erdawati Nurdin*, Ramon Muhandaz, Irma Fitri, Annisa Kurniati, Ade Irma
Pendidikan Matematika, Universitas Islam Negeri sultan Syarif Kasim Riau
*
erdawati.nurdin@uin-suska.ac.id
Abstrak. Tulisan ini mengeksplorasi budaya Melayu Riau yang dapat dihubungkan dengan
pembelajaran matematika. Melayu Riau kaya dengan khazanah budayanya, diantaranya yang amat
menonjol adalah motif ornamen Melayu yang banyak dipakai untuk motif kain songket dan seni
ukir. Jika diamati secara seksama, pada motif-motif tenun Melayu atau yang lebih sering disebut
dengan songket sesungguhnya terdapat sifat-sifat keteraturan yang berirama dan berpola.
Beberapa bentuk keteraturan pada tenun Melayu Riau merupakan bentukan transformasi
geometris. Salah satu aplikasi geometri transformasi yang terdapat pada motif tenun Melayu Riau
diantaranya adalah aplikasi refleksi (pencerminan) pada motif pucuk rebung dan kuntum
bersanding.
Kata Kunci : etnomatematika, geometri transformasi, motif tenun Melayu Riau dan refleksi.
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat pada abad 21 menuntut
seseorang harus memiliki berbagai keterampilan. Hal ini pula yang menyebabkan pendidikan
harus mampu mempersiapkan peserta didiknya menguasai berbagai keterampilan tersebut
agar dapat bersaing di masa depan. Dalam pidatonya di Jakarta Expo 2017, Anies Baswedan
(mantan menteri pendidikan RI) menyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) keterampilan abad 21
yang harus dikuasai oleh peserta didik adalah karakter (akhlak), kompetensi dan literasi
(keterbukaan wawasan). Salah satu literasi yang dimaksud adalah literasi budaya.
Pengaitan budaya dengan pembelajaran juga pernah direkomendasikan oleh Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika
(PPPPTK) sebagai upaya untuk meningkatkan prestasi peserta didik Indonesia di bidang
matemamatika. Pembelajaran matematika perlu dikaitkan dengan permasalahan kontekstual
yang ada dalam masyarakat, tidak hanya yang dialami siswa saja. Dengan menyertakan
konteks budaya ini, wawasan siswa akan menjadi semakin luas dan kosakata yang dimiliki
juga makin kaya, sehingga siswa akan mudah menyelesaikan berbagai permasalahan yang
dihadapi (Whardani dan Rumiati, 2011). Menurut Zhang dan Zhang (2010) Etnomatematika
menghubungkan antara matematika
(pendidikan matematika) dan latar belakang sosial
budaya. Pengintegrasian antara budaya dan matematika dapat meningkatkan kepercayaan diri
siswa dan belajar menghargai kelompok ethnik dan budaya dapat membantu siswa
beradaptasi dengan lingkungan yang multicultural di masa depan (Zhang dan Zhang, 2010).
107
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UIR, 29-30 AGUSTUS 2018
https://snpm.uir.ac.id
Sejalan dengan hal di atas, Furuto (2012) mengungkapkan bahwa etnomatematika
mendorong kita untuk memahami bagaimana matematika terus diadaptasi dan digunakan oleh
orang-orang di dunia. Siswa dapat didorong utnuk menkonstruksi pemahaman matematikanya
sendiri, mengembangkan literasi kuantitatif dan menanamkan kemampuan berpikir kritis.
Dengan demikian, semua siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk membuat,
mengalami dan mengaplikasikan matematika untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diinginkan. D’Ambrosio (Sumardoyo, 2004) menyatakan terdapat dua alasan utama
penggunaan etnomatematika dalam pendidikan, yaitu (1) untuk mereduksi anggapan bahwa
matematika itu bersifat final, permanen, absolut (pasti) dan unik (tertentu), (2)
mengilustrasikan perkembangan intelektual dari berbagai macam kebudayaan, profesi, jender
dan lain-lain.
Sani, Wedaring Tias, Wahyuni (2013) menyatakankan bahwa etnomatemtika
merupakan jembatan matematika dengan budaya. Etnomatematika mengakui adanya cara-cara
berbeda dalam melakukan matematika dalam aktivitas masyarakat. Dengan menerapkan
etnomatematika sebagai suatu pendekatan pembelajaran akan sangat memungkinkan suatu
materi yang pelajari terkait dengan budaya mereka sehingga pemahaman suatu materi oleh
siswa menjadi lebih mudah karena materi tersebut terkait langsung dengan budaya meraka
yang merupakan aktivitas mereka sehari-hari dalam bermasyarakat. Tentunya hal ini
membantu guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran untuk dapat memfasilitasi siswa secara
baik dalam memahami suatu materi. Menurut S. Sirate (2015), gagasan etnomatematika
dalam pembelajaran matematika dan dalam kurikulum sekolah memberi nuansa baru dalam
pengajaran matematika di sekolah. Misalnya kegiatan mengamati berbagai macam benda
budaya (artifak) yang memiliki aplikasi geometri, dongeng, cerita upacara adat atau aturan
dalam hukum adat.
Beberapa
penelitian
mengenai
etnomatematika
memperlihatkan
bahwa
etnomatematika dapat menjadi sumber belajar matematika melalui budaya lokal yang terdapat
di sekitar siswa. Sebagaimana diungkapkan oleh Tandililing (2013) bahwa berbagai bentuk
kegiatan baik kegiatan sehari-hari maupun kegiatan ritual masyarakat Dayak Kanayatn seperti
dalam mantra-mantra atau sastra lisan lainnya mempunyai nilai Etnomatematika. Termasuk
jenis-jenis permainan yang dipraktikkan anak-anak dan artifak-artifak seni budaya baik seni
pahat maupun seni lukis juga mempunyai nilai etnomatematika. Gagasan Etnomatematika
yang dipraktikkan dalam masyarakat ini dapat memperkaya pengetahuan matematika yang
telah ada. Berbagai potensi dari etnomatika yang dipraktikkan masyarakat Dayak Kanayat’n
108
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UIR, 29-30 AGUSTUS 2018
https://snpm.uir.ac.id
dapat dikembangkan dalam berbagai pokok bahasan atau materi matematika khususnya di SD
seperti pada materi bilangan dan lambangnya, rnembandingkan bilangan, dan mengurutkan
bilangan di kelas satu semester satu SD, materi penjumlahan dan pengurangan bilangan asli di
kelas satu dan kelas dua SD pada materi geometri seperti: titik, garis, sudut, pojok, bangun
ruang dan bangun datar.
Prabawati (2016) mengkaji mengenai anyaman rajapolah di kabupaten Tasikmalaya.
Keberadaan etnomatematika kerajinan anyaman ini dapat digunakan sebagai sumber belajar
dan tentu saja dapat membuat siswa ataupun masyarakat lebih memahami bagaimana budaya
mereka berhubungan dengan matematika. Dalam anyaman rajapolah terdapat konsep teselasi.
Teselasi meliputi beberapa konsep-konsep matematika seperti segi banyak beraturan, segi
banyak tidak beraturan, kekongruenan,sudut dalam, jumlah sudut dalam suatu segi banyak,
simetri, translasi, refleksi, dan rotasi. Utami (2015) menyimpulkan bahwa pembelajaran
probing-Prompting berbasis etnomatematika secara efektif dapat meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa. Utami (2015) menambahkan bahwa sikap cinta budaya lokal
memberikan pengaruh sebesar 50,1% terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.
Pembelajaran etnomatematika dapat pula dipadukan dengan media interaktif yang menarik
dan efektif. Sebagaimana dinyatakan oleh Ismawanto (2014) bahwa pembelajaran
menggunakan CD interaktif berbantuan swishmax dengan model etnomatematika dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa.
Tidak hanya di Indonesia, berbagai penelitian telah dilakukan di negara lain. Penelitian
yang dilakukan di Nigeria mengungkapkan bahwa masyarakat Hausa di Nigeria Utara telah
menggunakan matematika sebelum pendidikan barat datang. Terdapat permainan yang
dimainkan anak-anak Hausa yang mengandung kalkulasi, aljabar, teori peluang, koordinat
geometri, dan lainnya (Yusuf, Saidu & Hairu, 2010). Rosa dan Orey (2011) menjelaskan
bahwa pendekatan matematika terhadap kurikulum sekolah menjadikan matematika lebih
relevan dan bermakna bagi siswa dan dapat meningkatkan kualitas pendidikan mereka.
Matematika membantu mengembangkan intelektualitas siswa, sosial, emosi dan pembelajaran
politis
menggunakan
budaya
mereka
masing-masing
yang
unik.
Pembelajaran
etnomatematika dapat membantu siswa secara signifikan dalam meningkatkan pemahaman
mereka melalui aktivitas yang berkaitan dengan budaya mereka sendiri (Massarwe, Vener &
Bshouty).
Sani, Wedaring Tias, Wahyuni (2013) mengatakan bahwa salah satu faktor yang
berpengaruh dalam pembelajaran adalah budaya yang ada di dalam lingkungan masyarakat
109
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UIR, 29-30 AGUSTUS 2018
https://snpm.uir.ac.id
yang siswa tempati. Budaya sangat menentukan bagaiamana cara pandang siswa dalam
menyikapi sesuatu. Termasuk dalam memahami suatu materi matematika. Ketika suatu materi
begitu jauh dari skema budaya yang mereka miliki tentunya materi tersebut sulit untuk
dipahami. Arisetyawan, Suryadi, Herman dan Rahmat (2014) mengungkapkan bahwa jika kita
mengaitkan kehidupan nyata dengan pembelajaran matematika di sekolah, dibutuhkan subjek
konkret yang membuat siswa tertarik dan membuat siswa memahami masalah riil dapat
diselesaikan dengan matematika. Semakin sedikit relevansi subjek matematika ke kehidupan
nyata, semakin sulit membangun koneksi siswa. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan dalam
pembelajaran matematika yang mampu menghubungkan antara matematika dengan budaya
mereka. Oleh karena itu, perlu kita telusuri subjek nyata dalam hal ini yang berbasis budaya,
yang dapat dikaitkan dengan pembelajaran matematika (etnomatematika). Dengan harapan
pendekatan etnomatematika ini dapat memperbaiki kualitas pembelajaran matematika siswa,
meningkatkan berbagai kemampuan matematis siswa, menaikkan prestasi belajar matematika
siswa serta menumbuhkan rasa cinta tanah air.
Memperhatikan pentingnya etnomatematika, pada makalah ini akan diuraikan salah
satu etnomatematika yang dapat dikembangkan bagi pembelajaran geometri yang dikaitkan
dengan budaya Melayu Riau. Seperti yang telah diketahui bahwa Melayu Riau kaya dengan
khazanah budayanya. Penelitian Hasanuddin (2017) mengeksplorasi budaya Melayu Riau
yang dapat dikaitkan dengan matematika. Diantaranya, aplikasi etnomatematika pada seni
sastra, rancangan busana Melayu, seni ukir, pembuatan sampan dan permainan tradisional
masyarakat Melayu Riau. Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa banyaknya budaya
Melayu Riau yang dapat dikaitkan dengan matematika.
Pada busana Melayu Riau, tidak hanya rancangan (pola) busananya saja yang dapat
dikaitkan dengan matematika, motif kain-kain tenun juga dapat kita kaitkan dengan
matematika. Jika diamati secara seksama, pada motif-motif tenun Melayu atau yang lebih
sering disebut dengan songket sesungguhnya terdapat sifat-sifat keteraturan yang berirama
dan berpola. Beberapa bentuk keteraturan pada tenun Melayu Riau merupakan bentukan
transformasi geometris. Salah satu aplikasi geometri transformasi yang terdapat pada motif
tenun Melayu Riau diantaranya adalah aplikasi refleksi (pencerminan) pada motif pucuk
rebung dan kuntum bersanding. Tulisan ini akan mengeksplorasi aplikasi geometri
transformasi, khususnya refleksi yang terdapat pada motif songket Melayu Riau.
METODE PENELITIAN
110
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UIR, 29-30 AGUSTUS 2018
https://snpm.uir.ac.id
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian ethnomatematika. Menurut Zhang dan
Zhang (2010), etnomatematika sering didefinisikan sebagai penelitian mengenai hubungan
antara matematika (pendidikan matematika) dan latar belakang sosial budaya. Subjek
penelitian ini adalah peneliti sendiri. Pada penelitian ini, peneliti berusaha menggali informasi
dan kemudian mendeskripsikan hasil eksplorasi bentuk etnomatematika masyarakat Melayu
Riau berupa konsep-konsep matematika pada berbagai motif tenun Melayu Riau, khususnya
yang berkaitan dengan pola geometri refleksi (pencerminan).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tenunan Melayu Riau yang masih bertahan hingga saat ini adalah tenunan Siak.
Tenunan (kain songket) Siak berasal dari Siak Sri Indrapura. Perintis kerajinan tenun Siak
adalah Encik Siti binti E. Wan Karim yang berasal dari Trengganu (saat ini merupakan salah
satu kerajaan negeri di Malaysia) (Malik, Effendy, Junus dan Thaher, 2004).
Tenun Melayu Riau merupakan kekayaan asli Melayu yang sangat kaya akan motif,
warna dan makna simbol (Dinantia, 2016). Malik, Effendy, Junus dan Thaher (2004)
menambahkan bahwa masyarakat Melayu memiliki beraneka ragam corak/motif dasar yang
sejak ratusan tahun sila menjadi bagian dari khazanah budanya. Bagi orang Melayu motif tak
hanya menjadi hiasan semata, tetapi dijadikan lambang yang mengandung makna dan falsafah
tertentu yang sarat berisi nilai-nilai luhur budaya setempat. Nilainya mengacu kepada sifatsifat asal dari setiap benda atau makhluk yang dijadikan motif, yang dipadukan dengan nilainilai kepercayaan dan budaya setempat serta diselaraskan dengan nilai-nilai luhur agama
Islam.
Seperti yang telah dikatakan di pendahuluan, bahwa pada motif tenun Melayu Riau
terdapat aplikasi refleksi (pencerminan). Berikut ini adalah salah satu motif tenun pucuk
rebung, dengan variasi pucuk rebung kuntum mambang.
Gambar 1. Motif Pucuk Rebung Kuntum Mambang
111
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UIR, 29-30 AGUSTUS 2018
https://snpm.uir.ac.id
(Sumber : Riau Daily Photo, 2010)
Motif pucuk rebung dengan variasi pucuk rebung kuntum mambang mengandung
filosofi Malik, Effendy, Junus dan Thaher, 2004) :
“Pucuk rebung kuntum mambang
Cahaya bagai bulan mengambang
Hilang raga lenyaplah bimbang
Bagaikan bunga baharu bimbang”.
Perhatikan gambar motif pucuk rebung di atas. Bentuk pucuk rebung tersebut simetris,
sehingga dapat dipandang sebagai hasil refleksi (pencerminan) berbagai bangun datar
terhadap sumbu simetrinya. Bentuk dasarnya berupa garis lurus, garis lengkung dan beberapa
bentuk bangun datar (Gambar 2a), kemudian dicerminkan terhadap sumbu simetrinya,
misalkan garis l (Gambar 2b), sehingga diperoleh bentuk utuh pucuk rebung kuntum
mambang.
l
Gambar 2. Pencerminan Bentuk Dasar
Motif Pucuk Rebung Kuntum Mambang
Perpaduan beberapa hasil refleksi motif pucuk rebung kuntum mambang membentuk
pola pada tenun Melayu Riau, seperti pada gambar berikut :
Gambar 3. Perpaduan Motif Pucuk Rebung Kuntum Mambang
Selain variasi pucuk rebung kuntum mambang, terdapat juga variasi pucuk rebung
kuntum dewa, seperti gambar di bawah ini :
112
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UIR, 29-30 AGUSTUS 2018
https://snpm.uir.ac.id
Gambar 4. Motif Pucuk Rebung Kuntum Dewa
(Sumber : Riau Daily Photo, 2010)
Motif pucuk rebung rebung dengan variasi pucuk rebung kuntum dewa mengandung
filosofi Malik, Effendy, Junus dan Thaher, 2004).:
“Pucuk rebung kuntum dewa
Tanda hidup berhati mulia
Tuah mengikat kasih berbicara
Di situ tempat saudara mara”
Motif pucuk rebung kuntum dewa di atas dicerminkan terhadap sebuah garis vertikal,
sebut garis m. Hasil pencerminannya menghasilkan orientasi bentuk sebagai berikut :
m
Gambar 5. Hasil Pencerminan Motif Pucuk Rebung Kuntum Dewa terhadap Garis m
Perpaduan beberapa hasil refleksi motif pucuk rebung kuntum dewa membentuk pola
pada tenun Melayu Riau, seperti pada gambar berikut :
113
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UIR, 29-30 AGUSTUS 2018
https://snpm.uir.ac.id
Gambar 6. Perpaduan Hasil Perncerminan Motif Pucuk Rebung Kuntum Dewa
Selain motif pucuk rebung, terdapat pula motif tenun Melayu Riau lainnya yang
merupakan hasil refleksi, yaitu motif kuntum bersanding seperti gambar berikut:
Gambar 7. Motif Kuntum Bersanding
(Sumber : Riau Daily Photo, 2010)
Gambar di atas merupakan motif kuntum bersanding dengan variasi kuntum
berlenggek, filosofi yang terkandung di dalamnya adalah (Malik, Effendy, Junus dan Thaher,
2004) :
“Kalau memakai kuntum bersanding
Segala bala akan terdinding
Sengketa usai dalam berunding
Duduk setara tegak sebanding”
Bentukan pada motif tenun di atas dapat dipandang sebagai hasil pencerminan
terhadap suatu garis vertikal, horizontal dan diagonal, sebut garis n, garis o dan garis p,
sehingga diperoleh orientasi bentuk seperti gambar-gambar berikut :
114
SEMINAR NASIONAL PENDIDI
DIKAN MATEMATIKA FKIP UIR, 29-30 AGUSTUS 20
2018
https://snpm.uir.ac.id
Gambar
bar 8. Pencerminan Motif Kuntum Bersandin
ding
Gabungan gambarr 8a
8a, 8b dan 8c menghasilkan orientasi bentuk
ntuk pada motif kuntum
bersanding berikut :
Gambar 9. Penggab
ggabungan Hasil Pencerminan Motif Kuntum
um Bersanding
Perpaduan beberapa
pa hasil refleksi motif kuntum bersanding m
membentuk pola pada
tenun Melayu Riau, seperti
rti pa
pada gambar berikut :
115
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UIR, 29-30 AGUSTUS 2018
https://snpm.uir.ac.id
Gambar 10. Perpaduan Motif Kuntum Bersanding
KESIMPULAN
Pola bentuk pada motif tenun Melayu Riau dapat menjadi alternatif sumber belajar
matematika bagi siswa, yang menggabungkan matematika dengan budaya yang ada di sekitar
siswa (etnomatematika). Dengan menyertakan konteks budaya ini, wawasan siswa akan
menjadi semakin luas dan kosakata yang dimiliki juga makin kaya, sehingga siswa akan
mudah menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi. Selain siswa memperoleh
pengetahuan terkait konsep refleksi (pencerminan), mereka juga dapat memahami aplikasi
refleksi yang dapat menghasilkan karya seni. Melalui etnomatematika ini diharapkan siswa
juga semakin mengapresiasi karya seni bangsa sendiri sehingga menumbuhkan rasa cinta
tanah air.
DAFTAR PUSTAKA
Arisetyawan, A, Suryadi, D, Herman, T & Rahmat, C. (2014). Study of Ethnomathematics : A
Lesson from The Baduy Culture. International Journal of Education and Research,
2(10).
Baswedan, A. (2017). Tiga Faktor Proyeksi Pendidikan Abad 21. Pidato pada Jakarta Expo
2017.
Dinantia, C.P . (2016). Upaya Pemerintah Kota Pekanbaru dalam Mengembangkan Kain
Songket Sebagai Produk Unggulan. JOM FISIP,(2).
Furuto, at all. (2012). Etnomathematics Curriculum Textbook : Lesson Plans for Precalculus,
Trigonometry and Analytic Geometry. West O’ahu : University of Hawai’i.
Hasanuddin. (2017). Etnomatematika Melayu : Pertautan antara Matematika dan Budaya pada
Masyarakat Melayu Riau. Jurnal Sosial Budaya, 14(2), 136-149.
Ismawanto. (2014). Pengembangan CD Interakif Berbantuan Swishmax dengan Model
Etnomateamtika pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar Kelas VIII Semester II.
Prosiding Mathematics and Science Forum.
Malik, A, Effendy, T, Junus, H & Thaher, A. (2004). Corak dan Ragi Tenun Melayu Riau.
Yogyakarta : Balai Kerajinan dan Budaya Melayu Bekerjasama dengan Penerbit
Adicipta.
116
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN MATEMATIKA FKIP UIR, 29-30 AGUSTUS 2018
https://snpm.uir.ac.id
Massarwe, K, Verner, I & Bshouty, D.Analysis and Construction of Geometric Ornaments.
Journal of Mathematics and Culture : ICEM 4 Focus Issue. Ethnomathematics and
Multi-Cultural Education
Prabawati, M.N. (2016). Etnomatematika Masyarakat Pengrajin Anyaman Rajapolah
Kabupaten Tasikmalaya. Infinity, 5(1).
Riau Daily Photo. (2011). Motif dan Corak Tenun Melayu Riau. [Online]. Tersedia :
http://www.riaudailyphoto.com. [14 Maret 2016]
Rosa, M, Orey, D. C. (2011). Revista Latinoamericana de Etnomatematica 4(2).
Ethnomatematics : The Cultural Aspect of Mathematics.
Sani, B, Wahyuning Tias, A.A & Wahyuni, Astry. (2013). . Peran Ethnomatematika dalam
Membangun Karakter Bangsa. Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan
Matematika Universitas Negari Yogyakarta
Sumardoyo. (2004). Karakteristik matematika dan Implikasinya terhadap Pembelajaran
Matematika. Yogyakarta : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Matematika.
S. Sirate, S.F. (2015). Menggagas Integrasi Multikultur Pembelajaran Matematik : Suatu
Telaah Etnomatematika. Auladuna, 2(2).
Tandililing, E. (2013). Pengembangan Pembelajaran Matematika Sekolah dengan Pendekatan
Matematika Berbasis Budaya Lokal Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran
Matematika di Sekolah. Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika
Universitas Negari Yogyakarta.
Utami, T. (2015). Keefektifan Model Pembelajaran Probing-Prompting Berbasis
Etnomatematika untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis. Skripsi
Universitas Negeri Semarang. [Tidak Diterbitkan].
Whardani, S dan Rumiati. (2011). Instrumen Penilaian Hasil Belajar Matematika SMP:
Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.
Yusuf, M.W, Saidu, I & Haliru, A. (2010). A Mathematical Game in Haus Culture. Sutra :
Journal of Mathematical Science Education. Ethnomathematics.
Zhang, W and Zhang, Q. (2010). Etnomathematics and Its Integration within the Mathematics
Curriculum. Journal of Mathematics Education, 1(1). [Online]. Tersedia:
http://educationforatoz.com/images/_12_Weizhong_Zhang_and_Qinqiong_Zhang.pdf.
[14 Maret 2016].
117