Jarir: Sosulis Konflik Agama...
SOLUSI KONFLIK AGAMA DI MEDIA SOSIAL
Jarir
Manajemen Dakwah di STAIN Bengkalis
Email: jarir@gmail.com
Abstrak
Perkembangan teknologi komunikasi, khususnya gajet, semakin pesat. Apa yang terjadi di sudut
negeri ini, bahkan di sudut dunia, dengan mudah terkirim melalaui jari-jemari kita. Dunia ibarat
dalam genggaman jari, semua akan mudah diekses. Kemudah-kemudahan ini yang menyebabkan
apa yang ada di kepala kita, langsung kita upload, tidak sadar bahwa apa yang dalam pikiran kita
itu bisa menyebabkan orang lain tersinggung. Di sinilah awal muasal konflik agama di media sosial
(medsos) itu bermula. Solusinya, ada dua alternative, pertama jalur hukum. Yakni melalui
supremasi hukum, yakni mengikat pelakunya dengan KUHP dan UU ITE. No19/2016, namun
jalur hukum ini hanya sifatnya shock terapy, kadang malah membuat luka antar-umat beragama
semakin lebar. Kedua, melalui jalan damai. Di sinilah peranan tokoh masyarakat dan ormas untuk
saling memahami, bahwa kita hidup di ruang bersama yakni ruang kebangsaan.
Kata kunci; Konflik, agama, medsos
Pendahuluan
Dunia virtual (dunia maya) dalam
bentuk facebook, twitter, whats upp, instagram,
skype, BBM, dan lainnya, saat ini sangat
besar dampaknya bagi kehidupan manusia.
Manusia berinteraksi dengan manusia
lainnya di belahan bumi ini, hanya dengan
tekanan jari. Dunia ada di genggaman
tangan, ada yang menyebut dunia ''dalam
tekanan jempol''. Cukup tekan ini dan itu,
maka kita bisa berteman dengan manusia
di mana pun di belahan dunia ini.
Makanya, ada yang berpendapat
bahwa dunia virtual membuat batas-batas
negara tidak lagi menjadi hambatan dalam
berdiskusi. Hal ini sebagaimana diprediksi
Kenichi Ohmae (lahir 1943) dengan
106
sebutan The End of The Nation State, masa
berakhirnya
batas-batas
negara,
disebabkan jaringan komunikasi internet
lebih berpengaruh dari negara.
Teori Kenichi memang diarahkan
pada besarnya peran kapitalis (bisnis)
dalam membangun bisnisnya, sehingga
negara tidak menjadi batasan dalam
menyebarkan usahanya, namun teori ini
juga terjadi pada bidang sosial dan politik.
Politik yang terjadi di suatu negara akan
mudah menyebar di negara lain
disebabkan medis sosial yang kini sudah
dalam genggaman setiap warga di belahan
bumi ini, mulai yang di ujung pulau
sampai di pegunungan, bahkan di pulau
terpencil pun mereka bisa ekses informasi
politik terkini.
TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama
Vol. 10, No. 2, Juli – Desember 2018
Jarir: Solusi Konflik Agama...
Peran Medsos sangat banyak, di
antaranya sebagai sarana diskusi dengan
jangkauan luas, bertukar informasi, sarana
hiburan, sarana komunikasi, mempererat
pertemanan dalam cakupan teman sekerja,
sekolah,
sekampung
dan
lainnya.
Menjaling kembali pertemanan yang
pernah putus misalnya teman lama,
memperoleh informasi terbaru (aktual)
dalam kehidupan sehari-hari dalam
berbagai bidang kehidupan, mengisi waktu
luang, menambah wawasan, pembelajaran,
mendengarkan keluhan orang, memahami
beragam karakter manusia, membangun
hubungan dengan dunia yang luas,
menjangkau dunia global dalam beragam
sisi kehidupan.
Medsos sebagai sarana diskusi, tak
jarang diskusi yang yang terjadi di ruang
medsos bukan hanya soal hal-hal yang
sederhana, tetapi juga masalah ekonomi,
politik dan masalah agama. Disebabkan
diskusi di medsos dihadiri bukan hanya
dari kalangan mereka yang berpendidikan
tinggi seperti profesor atau ulama besar,
tetapi mereka yang tamat SD dan lainnya
ikut urung rembuk dalam diskusi di
medsos tersebut.
Disebabkan ketimpangan pendidikan,
dan juga pengalaman beragama, maka
pemikiran yang disampaikan seorang
dosen yang bertitel Prof Dr, atau ulama
yang bergelar Kiyai Haji (KH), kadang
disikapi yang sudut pandang berbeda (oleh
orang yang level pendidikannya jauh di
bawah mereka), sehingga memunculkan
107
perbedaan pendapat yang menimbulkan
gesekan (konflik), atau klaim kebenaran.
Cara kerja medsos seperti Facebook,
Twitter dan Instagram menggunakan
hukum logaritma, sehingga dengan
sendirinya fosting yang disampaikan
seseorang akan mengundang tanggapan
dapaty berupa like atau sejenisnnya
acungan jempol, suka dengan gamba hati,
bahkan juga bisa berupa kritikan dan
tanggapan yang kadang menyakitkan bagi
yang ditanggapi. Dengan menggunakan
hukum Logaritme, Facebook mendeteksi
minat user dari topik apa saja yang biasa
dibagikan atau disukai. Mendeteksi durasi
yang dihabiskan pada post-post tertentu
yang nantinya akan dikenali sebagai topik
yang menarik perhatian user. Twitter juga
menerapkan fitur While You Were Away
juga berdasarkan pada engagement terhadap
seorang user atau topik-topik tertentu yang
kita bicarakan di timeline. Hal ini
memungkinkan user untuk tetap melihat
twit dari user lain maupun topik tertentu
yang ingin mereka ketahui. Demikian juga
youtube, google, yahoo, mereka menggunakan
teori logaritma, sehingga kencenderungan
user dipahami dan membentuk jaringan
yang lebih luas, teori persamaan dan
ketidaksamaan.
Perselisihan pun sering disebabkan
perbedaan aliran pemikiran, aliran politik,
ideologis, bahkan perdebatan dalam
diskusi di Medsos ini disebabkan
perbedaan tingkat ekonomi, karena tingkat
perbedaan-perbedaan itu mempengaruhi
''rasa'' dan bentuk pemahalam yang
TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama
Vol. 10, No. 2, Juli – Desember 2018
Jarir: Solusi Konflik Agama...
berbeda terhadap suatu konteks masalah
atau pernyataan. Teori determinisme,
bahwa pemikiran seseorang sangat
dipengaruhi konteks lingkungan saat itu,
lingkungan bisa berupa pemikiran atau
lingkungan nonfisik.
Ragam Bentuk Konflik Agama di
Medsos
Kasus penistaan agama di medis yang
sudah lama terjadi, yakni Arswendo
Atmowiloto, penulis yang dijeboloskan
penjara karena survei tabloid Monitor,
1990. Penulis dan wartawan Arswendo
Atmowiloto dipenjara selama empat tahun
enam bulan, keputusan banding di
Pengadilan Tinggi dan Mahkahmah
Agung, terkait survei untuk tabloid
Monitor dengan lebih 33.000 kartu pos
dari pembaca. Dalam survei tokoh pilihan
pembaca tersebut, Presiden Soeharto kala
itu berada di tempat pertama sementara
Nabi Muhammad di urutan ke-11. Survei
ini
menimbulkan
aksi
massa
(www.kompasiana.com).
Kemudian Lia Aminudin, atau Lia
Eden - mengaku sebagai imam Mahdi dan
mendapat wahyu dari malaikat Jibril, 2006.
Kasus ini sempat menggemparkan, karena
pengikutnya semakin bertambah.
Kasus penistaan agama yang pernah
santer dan menyebar luas adalah kasus
penistaan agama oleh Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok), yakni Gubernur Jakarta.
Kasus Ahok ini menjadi viral sejak diupload ke medsos, dan akhirnya Ahok
pun diputuskan oleh majelis hakim dua
108
tahun penjara. Kasus ini banyak menyita
perhatian publik, ribuan umat Islam
melakukan aksi damai agar kasus
penistaan agama diselesaikan seadilasilnya. Konflik pun muncul di medsos,
mereka yang menginginkan keadilan
dianggap pula tidak pro-NKRI atau tidak
memahami kebhinnekaan negeri ini.
Tentunya update status masing-masing user
medsos terkait kasus Ahok ini
menimbulkan gesekan yang menimbulkan
potensi konflik, bahkan bisa dikatakan
konflik dalam bentuk verbal.
Kasus Ahok ini menarik, konflik
verbal bukan antar-agama, tetapi internal
agama, yakni sesama pemeluk agama
Islam, ini yang lebih panas dan berjalan
alot. Konflik di internal agama Islam ini
yang paling seru, bukan hanya melibatkan
muslim lapis bawah, tetapi juga ulama
besar, sehingga memunculkan gap dan
bahasa kebencian masing-masing pihak.
Bahkan potensi konflik ini menyebar ke
aspek lain, misalnya pihak pemerintah
yang berkuasa (Presiden Joko Widodo)
dianggap terlalu campur tangan, adanya
tangan besar (ketua partai) yang ikut
bermain, pihak Polri yang dianggap tidak
netral, bahkan lembaga yang terkait
dengan peradilan pun menjadi sasaran
seperti jaksa penuntut umum yang dinilai
menuntut Ahok terlalu ringan. Terus
bergulir,
masing-masing
pendukung
melakukan gerakan, yang dinyatakan
dalam medsos dengan ragam bentuk dan
sampai kini kasus Ahok ini tetap menjadi
isu yang menarik.
TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama
Vol. 10, No. 2, Juli – Desember 2018
Jarir: Solusi Konflik Agama...
Fenomena Nusron Wahid misalnya,
di mana sosok tokoh Pemuda Anshor
terang-terangan mendukung Ahok saat
diskusi ILC di Tv One, sehingga medsos
pun ramai dengan fenomena Nusran
Wahid. Berikutnya muncul tudingan
bahwa umat Islam yang melakukan aksi
demo damai dianggap anti-bhinneka
tunggal
ika,
mereka
dianggap
menghendaki syariat Islam ditegakkan di
negeri ini atau anti-NKRI. Persoal seputar
kasus Ahok ini berujung pada rencana
pembubaran HTI di Indonesia. Banyak
aspek yang terkait dengan Ahok ini telah
menguras banyak energi dan waktu anak
bangsa di negeri ini, namun diprediksi
kasus ini meluas karena masing-masing
kubu dengan tokoh-tokoh besar di
baliknya tetap melakukan perlawanan,
dengan semangat saling menyerang.
Tidak adil rasanya jika medsos
dianggap biang keladi munculnya konflik
agama semata, medsos juga berhasil
membangun kearifan beragama, namun
karena tulisan orang lain dilihat dari sisi
sudut pandang konflik agama, maka lebih
banyak muatan konflik agamanya. Diskusi
melalui medsos akan memberikan nuansa
yang baru, karena masing-masing pihak
berargumen dengan landasan teori yang
berbeda.
Di sinilah titik temu dialog lintas
pemikiran, bagi mereka yang mau
menemukan titik temu. Namun bagi
mereka yang tetap bersekukuh dengan
pendapatkannya, apa pun alasan pihak
lawan, dia tetap tidak bisa menerimanya.
109
Belum lama ini, juga terjadi dugaan
penistaan agama yang dilakukan seorang
pemuda di Pekanbaru, dia meng-update
pemikirannya dengan kata-kata yang yang
menunjukkan kebencian pada agama
Islam. Akhirnya pemuda ini diamankan di
Mapolda Riau, dan pihak keluarga (orang
tua pemuda) pun memohon maaf atas apa
yang dilakukan anaknya.
Pelaku penistaan agama di medsos
yang ditangkap Polres Banyuwangi. Pelaku
dugaan penistaan agama diamankan Polres
Banyuwangi, Jumat (17/6/2016). Bagus
Panji (23) warga Benelan Lor, Kecamatan
Kabat,
ditangkap
karena
ulahnya
memposting status di media sosial,
menghina agama Islam dan Nabi
Muhammad, Ahad (12/6).
Pelaku mengunggah status tersebut
lantaran sakit hati melihat pemberitaan
razia pedagang yang dilakukan Satpol PP
di wilayah Serang, Banten.Postingaan
tersebut kemudian memicu kecaman dari
masyarakat hingga organisasi Islam di
Banyuwangi.
Kapolres Banyuwangi, AKBP Budi
Mulyanto ada beberapa organisasi yang
melaporkan tersangka. Pelaku akhirnya
ditangkap di rumahnya. Pasal yang
dikenakan yakni pasal 45 jo pasal 27, serta
pasal 28 UU No. 11 tahun 2008 tentang
informasi dan transaksi elektronik (ITE).
Juga dinilai melanggar Pasal 156a KUHP.
Tindakan pelaku melanggar UU ITE.
Ancamannya 6 tahun penjara. Bagus Panji
meminta maaf kepada pengguna media
TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama
Vol. 10, No. 2, Juli – Desember 2018
Jarir: Solusi Konflik Agama...
sosial maupun umat Islam. Apa yang
dilakukannya ini merupakan kelalaiannya
(www.boombastis.com).
Contoh lain, kasus yang terjadi di
Palu Sulawesi Tengah. Keluarga I Wayan
Hery C tersangka kasus penistaan agama
melalui media sosial di Kota Palu
beberapa hari lalu, meminta maaf dan
berjanji tidak akan melakukan hal tersebut.
Juru bicara Polda Sulawesi Tengah AKBP
Utoro Saputro di Palu, Rabu. Meski sudah
meminta maaf, namun proses hukum
terhadap kasus tersebut tetap dilakukan
karena perbuatannya melanggar UndangUndang Informasi teknologi dan pasal 156
KUHP karena celotehnya di media sosial
yang dianggap bisa mengajak permusuhan
di depan umum (www.kompasiana.com).
Beberpa kasus penistaan agama yang
dilakukan oleh pemeluk agamanya sendiri
(inter umat beragama). Misalnya pada
tahun 2013 lalu, ada video yang diunggah
ke media sosial dengan memperlihatkan
beberapa siswi yang diduga bersekolah di
SMA Negeri 2 Toli-toli sedang bersenda
gurau memperagakan gerakan salat disertai
dengan berjoget, gerakan tak senonoh,
menjulurkan lidah dan tertawa-tawa.
Ada juga dilakukan sejumlah pemuda
dengan memperagakan gerakan salat yang
kabarnya dilakukan di sebuah masjid. Para
pemuda ini memperagakan gerakan shalat
dengan bertelanjang dada dan sampai
mempelorotkan celana mereka. Foto-foto
mereka menjadi viral setelah salah satu
110
pemilik akun Facebook dari Lampung
mempostingnya di media sosial.
Kasus lainya, melecehkan gerakan
salat dengan cara tak senonoh, yakni
sejumlah pemuda yang diperkirakan dari
Kecamatan
Banyuates,
Kabupaten
Sampang, Madura tengah memperagakan
gerakan salat di jalanan. Bahkan, salah satu
dari mereka nampak bercanda dengan
melakukan gerakan hubungan badan
terhadap sang imam. Diduga, para
pelakunya adalah salah satu geng motor
yang cukup terkenal di Pulau Garam
tersebut.
Ada juga yang melakukan gerakan
salat dengan merokok. Yakni oleh tiga
remaja yang fotonya beredar di media
sosial pada tahun 2016 ini. Dalam foto
tersebut, ketiga remaja itu nampak
melakukan gerakan salat di jalanan dan
dua di antaranya nampak sedang
menggigit rokok di bibirnya.
Kemudian pada April 2016, sebuah
akun bernama Berita Heboh dan Langka
mengunggah video beberapa remaja yang
dianggap melecehkan gerakan salat.
Dianggap melecehkan karena dalam video
tersebut terlihat remaj-remaja yang ada di
tempat itu memang mengenakan pakaian
rapi dan memakai sarung, namun setiap
kali akan melakukan gerakan salat, mereka
langsung
melompat-lompat.
bahkan
kalimat dan gerakannya juga terlihat
dibuat-buat (www.boombastis.com).
Ada prediksi bahwa kasus penistaan
agama dilakukan secara terorganisir,
TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama
Vol. 10, No. 2, Juli – Desember 2018
Jarir: Solusi Konflik Agama...
seperti kasus Saracen. Dari hasil
penyelidikan forensik digital, terungkap
sindikat ini menggunakan grup Facebook di antaranya Saracen News, Saracen Cyber
Team, dan Saracennews.com untuk
menggalang lebih dari 800.000 akun, kata
polisi. Selanjutnya pelaku mengunggah
konten provokatif bernuansa SARA
dengan mengikuti perkembangan tren di
media sosial, kata polisi pula.
Unggahan tersebut berupa kata-kata,
narasi, maupun meme yang tampilannya
mengarahkan opini pembaca untuk
berpandangan negatif terhadap kelompok
masyarakat lain.
Modusnya, sindikat yang beraksi sejak
November 2015 tersebut mengirimkan
proposal
kepada
sejumlah
pihak,
kemudian menawarkan jasa penyebaran
ujaran kebencian bernuansa SARA di
media social (www.bbc.com).
Isu Agama; Perekat atau Ancaman?
Menurut Ibn Khaldun (1986:151)
mengapa isu agama selalu menjadi
perhatian publik, dan langsung mendapat
dukungan dan perhatian, karena agama
tidak mengenal batas wilayah, suku, darah.
Dalam ajaran Islam, yang mulia itu
adalah yang bertaqwa. Mulai dari penjuru
negeri sampai ujung teluk, mereka semua
bersaudara, diikat dengan aqidah dan
ketaqwaan. Makanya, jika muncul ada
kasus penistaan agama, mereka yang
merespon bukan hanya dari satu provinsi,
tetapi dari berbagai provinsi, kabupaten,
kota di negeri ini. Misalnya kasus Ahok,
111
yang merespon dan melakukan aksi damai
bukan hanya dari warga Jakarta, tetapi dari
Aceh, Medan, Padang, Riau, beberapa
kota di Kalimantan dan wilayah di Jawa.
Mereka ikhlas berkorban uang, waktu, dan
meninggalkan anak istri, demi untuk aksi
damai.
Islam sebagai agama yang dianut oleh
mayoritas
penduduk
Indonesia,
sebenarnya potensi untuk merekat
persatuan (Abdullah, 1997). Ini telah
terbukti dengan semangat jihad pada masa
penjajah Belanda, para pahlawan berhasil
mengusir penjajah dari bumi pertiwi yang
kita cintai ini. Sejarah mencatat perang
Aceh itu disebut dengan Perang Sabi,
artinya perang fi sabilillah. Yakni perang
suci, jihad di jalan Allah.
Hikayat Perang Sabi ini ada dua
bentuk, pertama bentuk, genre tambeh
(nasehat dan peringatan) dan genre epos
(hikayat tokoh). Jenis tambeh ditulis oleh
ulama, ajakan agar perang melawan
penjajah sebagai jihad di jalan Allah.
Hikayat bentuk tambeh ini ditulis sekitar
1834, yakni berupa saduran dari Risalah
Abdussamad al-Falimbani, Nashihatul
Muslimin. Sedangkan Hikayat Perang Sabi
dalam bentuk epos seperti Hikayat Prang
Sigli (1878), Hikayat Perang Geudong (1889)
dan masih ada yang lainnya (Ibrahim.
1992).
Demikian juga Sultan Agung dari
Mataram, Pangeran Diponegoro, Imam
Bonjol di Sumatera Barat, dengan
semangat agama. Dengan semangat
TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama
Vol. 10, No. 2, Juli – Desember 2018
Jarir: Solusi Konflik Agama...
beragama mereka bisa menyatukan negeri
ini, mengusir penjajah. Lalu pertanyaan
muncul, mengapa saat ini, malah isu
agama dianggap ancaman dalam menjaga
kesatuan NKRI? Tentu yang bermasalah
di sini adalah penguasa dan jajarannya,
mungkin ada yang tidak adil, zalim dalam
bentuk kebijakan atau semena-mena
(mengambil kebijakan dengan rasa
emosional)
dan
lainnya,
yang
menyebabkan munculnya aksi perlawanan.
Beberapa kasus konflik agama yang
viral di medsos umumnya diawali kasus
sederhana, kemudian menjalar ke kasus
lebih luas, yakni kebijakan pemerintah
yang berkuasa. Jika pemerintah tidak bisa
mengelola konflik itu, maka aksi lebih luas
menjalar ke ranah politik dan ideologis.
Ingat, Arab Spring (musim semi Arab) atau
kebangkitan dunia Arab, diawali dari aksi
penjual buah. Kelihatan sederhana, namun
nilai-nilai yang diperjuangkan universal,
yakni soal ketidakadilan rezim yang
berkuasa.
Konflik agama biasanya tidak terlepas
dari
faktor
ketidakadilan
rezim,
ketidakdemokrasian rezim di suatu negara.
Agama sebagai ajaran yang mensyariatkan
nilai-nilai keadilan, kedamaian, menjadi
perekat untuk melakukan perlawanan pada
pemerintah. Misalnya melihat kasus
rencana pembubaran HTI. Awalnya kasus
ini dianggap ancaman bagi kelompok HTI,
namun bagi kalangan pengamat hukum,
pembubaran tidak bisa langsung dilakukan
oleh pemerintah, tetapi oleh pengadilan.
Itulah mekanisme negara hukum. Kesan
112
yang muncul di publik bahwa pemerintah
melakukan tindakan hukum pada ormas
dengan pendekatan ''suka tidak suka''.
Nah, maka kasus HTI ini menjadi
perhatian pangamat hukum Prof Dr Yusril
Ihza Mahendra yang menilai bahwa ini
ketidakdilan. Kini kasus ini di medsos,
kasus ini menjadi viral.
Dari beberapa kasus tersebut
tergambar bahwa isu agama di Medsos
bisa menjadi perekat kesatuan bangsa,
namun bisa juga menjadi ancaman.
Medsos cerminan kondisi umat, kondisi
bangsa, kondisi negara, kondisi masyarakat
dan kondisi lainnya. Jika muncul konflik
agama, maka yang salah bukan Medsos,
tetapi realitas kehidupan itu sendiri.
Medsos ibarat cermin, ia hanya
memantulkan realitas kehidupan.
Perlu Penegakan Hukum
Untuk mengatasi konflik agama di
medsos hendaknya pemerintah tegas
dalam menegakkan hukum. Jika hanya
imbauan saja tidak cukup, seperti imbauan
pemrintah dalam hal ini Menkoinfo,
ulama, atau tokoh masyarakat agar arif
dalam bermedia sosial. Warga netizen,
mereka beragam latar belakang pendidikan
dan tingkat sosialnya berbeda-beda,
sehingga imbauan bagi sebagain mereka
dianggap hal biasa, perlu penegakan
hukum, agar mereka sadar bahwa apa yang
mereka lakukan itu salah.
Sanksi hukum pidana (KUHP) seperti
tentang Penghinaan Pasal 310 sanksi
hukuman 9 bulan penjara, fitnah Pasal 317
TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama
Vol. 10, No. 2, Juli – Desember 2018
Jarir: Solusi Konflik Agama...
(4 bulan), penghinaan kepala negara Pasal
134, 136 (6 tahun). penghinaan terhadap
golongan tertentu Pasal 156 (5 tahun),
penghinaan terhadap pemerintah Pasal
154 (5 tahun), pembocoran rahasia negara
Pasal 112 (4 tahun), pornografi Pasal 282
(9 bulan). Selain KUHP, UU No.19/2016
tentang Perubahan UU No 11/2008
tentang ITE pasal 27 pidana 6 tahun atau
denda 1 miliar.
Bahkan
pemerintah
dibolehkan
melakukan pemutusan eksis terhadap
dokumen elektronik yang melanggar
hukum, ini dilakukan untuk melindungi
kepentingan umum. Hal ini dijelaskan UU
ITE No.19/2016 Pasal 40, Pemerintah
melindungi kepentingan umum dari segala
jenis
gangguan
sebagai
akibat
penyalahgunaan Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik yang mengganggu
ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pemerintah
wajib
melakukan
pencegahan
penyebarluasan
dan
penggunaan
Informasi
Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang dilarang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (2b) Dalam melakukan
pencegahan sebagaimana dimaksud pada
ayat
(2a),
Pemerintah
berwenang
melakukan pemutusan akses dan/atau
memerintahkan kepada Penyelenggara
Sistem Elektronik untuk melakukan
pemutusan akses terhadap Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
113
yang memiliki muatan yang melanggar
hukum.
Khusus penghinaan agama, secara
tegas pada Pasal 40 dinyatakan bahwa
setiap orang yang dengan sengaja dan
tanpa hak menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolongan
(SARA)
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Berpijak pada UU ITE No.19/2016
ini maka aparat pemerintah bisa menindak
siapapun yang melakukan penghinaan di
medsos. Sanksi hukumnya lumayan berat,
penjara enam tahun dan atau denda paling
banyak Rp1 miliar. Namun realitasnya,
hanya sedikit yang dijerat UU ini,
pemerintah
lebih
mengedepankan
imbauan daripada sanksi hukum.
Menurut pengamat media, bahwa saat
salah seorang pengguna medsos dijerat
hukum, pada saat itu aktivitas di medsos
berubah menjadi santun. Aksi saling ejek
langsung berkurang, walaupun di saat itu
sebenarnya musim pemilihan umum,
pemilihan gubernur atau pemilihan
presiden. Ini artinya shock terapy itu perlu
dilakukan oleh pemerintah, agar hukum
dianggap tinggal di atas kertas, tidak
pernah digunakan dalam menindak
TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama
Vol. 10, No. 2, Juli – Desember 2018
Jarir: Solusi Konflik Agama...
pengguna medsos yang semakin jauh dari
etika berkomunikasi.
Biasanya aksi menghina agama
bersamaan dengan penghinaan suku, dan
antar-golongan, karena rasa bersama itu
ada di suku, agama dan golongan. Dan jika
pemerintah tidak mengambil sikap tegas,
konflik tidak hanya di medsos, tetapi juga
bisa mengarah ke dunia nyata.
Damai Itu Lebih Indah
Beberapa kasus konflik di media
sosial, jika perspektif penegakan hukum,
maka efeknya akan panjang, pihak yang
merasa dirugikan, akan terasa lukanya
masih panjang, dan berproses pada bentuk
gesekan antar-kelompok atau agama,
sehingga luka itu semakin melebar.
Ada beberapa alternatif dalam
penangan konflik agama di medsos, salah
satunya bentuk damai, yakni kesepatan
dua belah pihak, untuk saling memahami
dan pihak yang telah melakukan meminta
maaf, mengakui kesalahannya dan tidak
akan mengulanginya lagi. Demikian juga
pihak-pihak yang merasa dirugikan
memahami bahwa setiap manusia memiliki
kelemahan, dan kekhilafan itu adalah
alami, makanya memberi maaf kepada
yang bersalah itu lebih baik, daripada
memberikan sanksi hukum. Allah
menyukai orang yang memberi maaf, dan
Rasulullah SAW sendiri sering memberi
maaf kepada orang kafir Quraisy walau
mereka sangat kejam kepada Rasulullah,
seperti Abu Sopyan yang dikenal sangat
kejam kepada umat Islam saat Fathul
114
Makkah, Rasulullah mengajak Abu Sopyan
masuk Islam dengan cara; Barang siapa
yang masuk ke rumah Abu Sopyan, maka
aman. Itulah kebesaran hati Rasulullah
SAW.
Kita sebagai bangsa yang besar,
dengan arti rakyatnya suka memberi maaf
dan saling menyanyangi, maka sudah
sepantasnya jalur damai (memberi maaf)
itu lebih baik. Ada ruang besar tempat kita
hidup bersama, yakni ruang kebangsaan.
Kita hidup di ruang itu, seling segala
perbedaan, kesalahan, bisa dimaafkan,
karena kita bersama hidup di ruang itu.
Ada banyak perbedaan yang dimiliki
penduduk negeri ini, mulai dari perbedaan
suku, agama, bahasa, tempat tinggal (ada
yang digunung, pesisi pulau, dan pulau),
namun semua itu diperekat dengan hidup
bersama di ruang kebangsaan. Ruang yang
dianggap selama ini membuat hidup kita
nyaman.
Walaupun memang kita berbeda
dengan keragamaan perbedaan yang kita
miliki, tetapi perbedaan akan menjadi
indah saat kita hidup bersama. Dengan
adanya ikatan Dasar Negara Pancasila, UU
1945 dasar hukum, dan tatanan kehidupan
berbangsa lainnya, kebhinnekaan itu
adanya tetap terpelihara.
Kini dengan maraknya kerawanan
konflik di medsos, hendaknya kita
menyadari bahwa kita hidup berbangsa di
ruang yang sama, maka hendaknya dalam
penegakan hukum mengedepankan jalur
damai, sehingga tidak melukai mereka
TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama
Vol. 10, No. 2, Juli – Desember 2018
Jarir: Solusi Konflik Agama...
yang bersalah, dan melukaui mereka yang
dirugikan. Hidup damai itu indah, mari
tularkan semangat rahmatun lilalamin,
sebagaimana diperankan Nabi Muhammad
SAW dalam hidupnya.
sinilah perlunya wawasan kebangsaan,
sehingga kita hidup di ruang berbangsa
dengan nyaman.***
Kesimpulan
Konflik agama di medsos semakin
marak, dengan munculnya beragam
kejadian yang sering melukai umat
beragama. Sejalan dengan perkembangan
teknologi, khususnya gajet, maka konflik
di medsos ini akan semakin banyak
jumlahnya. Bagaimana menekan angka
konflik agama ini? Salah satunya dengan
pegakan hukum, sebagaimana diatur
dalam UU ITE No.19/2016, yakni
ancaman hukuman enam tahun, dan atau
denda maksimal Rp1 miliar.
Dengan adanya penegakan hukum,
akan membuat jera mereka yang bermedia
sosial. Saat polisi tegas menegakkan
hukum, biasanya jumlah aksi saling
mencela di medsos berkurang, namun tak
lama berselang, kembali marak lagi.
Namun penegakkan hukum adalah
solusi terakhir, negeri ini dikenal sebagai
bangsa yang besar, dan berjiwa besar,
maka alangkah baiknya jika penyelesaian
masalah konflik agama di media sosial
dengan cara damai. Karena jalur hukum
membuat luka semakin lebar. Ada ruang
berbangsa dan bernegara yang membuat
kita hidup bersama, saling memahami,
saling menghargai, sehingga perbedaanperbedaan itu bisa kita ikat bersama
dengan cara saling memberi maaf. Di
115
TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama
Vol. 10, No. 2, Juli – Desember 2018
Jarir: Solusi Konflik Agama...
DAFTAR PUSTAKA
Kenichi Ohmae, The End of the Nation
State, The Rise of Regional
Economies, The Free Press,
Singapore, Copyrigh © 1995 by
McKinsey & Company Inc.
Noreena Hertz, The Silent Takeover:
Global Capitalism and the Death of
Democracy, William Heinemann
(London), 2001.
Ibn Khaldun, Muqadimah, terj. Ahmadie
Toha (Jakarta, Pustaka Firdaus,
1986),
Syamsuddin Abdullah, Agama dan
Masyarakat, Pendekatan Sosiologi
Agama, Jakarta, Logos, 1997.
Alfian T Ibrahim. 1992. Sastra Perang:
Sebuah Pembicaraan Mengenai
Hikayat Perang Sabil. Jakarta, Balai
Pustaka.
"Middle East In Revolt". 10 Mei 2011,
diakses tanggal 10 Mei 2017.
UU ITE No.19/2016 Pasal 40. Poin a dan
b.
https://www.kompasiana.com/deandraku
sumah/54f40fbe745513792b6c8506
/penistaan-agama-lewat-medsosharus-segera-ditertibkan,
dieskses
pada tanggal 22 Oktober 2018.
https://www.bbc.com/indonesia/trensosi
al-41022914, diekses pada tanggal
22 Oktober 2018.
https://www.boombastis.com/pelecehanagama-islam/83067, diekses pada
tanggal 22 Oktober 2018.
https://www.kompasiana.com/deandraku
sumah/54f40fbe745513792b6c8506
/penistaan-agama-lewat-medsosharus-segera-ditertibkan.
diekses
pada tanggal 22 Oktober 2018.
https://www.boombastis.com/pelecehanagama-islam/83067, diekses pada 22
Oktober 2018.
116
TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama
Vol. 10, No. 2, Juli – Desember 2018