Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

HERMENEUTIKA MODERN

Proses penafsiran terhadap teks (suci) melahirkan pemahaman baru bagi penapsirnya. Pemahaman tersebut didapat karena penafsir berada pada horizon yang berbeda dengan horizon dimana teks terbentuk. Horizon keduanya menentukan makna yang dimunculkannya. Pembacaan yang dilakukan dalam hal ini dengan menggunakan instrumen baru yang lebih bisa memunculkan makna baru yang lebih prograsif. Instrumen yang sering digunakan oleh pemikir Islam kontemporer adalah hermeneutika. Hermeneutika merupakan paradigma Barat yang dipakai untuk membaca secara progresip tek-teks warisan Islam. Melalui proses pembacaan ini terjadi proses interaksi pemikran Islam dengan pemikiran Barat. Interaksi dialogis telah melibatkan sebuah proses dialektika yang intensif antara tradisi besar dan tradisi kecil dalam sejarah pemikiran Islam. Perubahan (change) terjadi ketika hermeneutika merupakan tradisi baru memiliki kekuatan dibanding tradisi lama. Akan tetapi, proses kesinambungan (continuity) dengan tradisi lama tetap berjalan meskipun telah muncul tradisi baru. Dari proses hermeneutis ala Abu Zayd ini kemudian memunculkan pemahaman baru. Menurut Abu Zayd, penafsiran tidak hanya memunculkan makna, tapi juga harus menghasilkan signifikansi baru dari teks, yaitu pengertian teks dalam konteks sosio-kultural saat ini yang dapat ditarik dari makna historis teks itu sendiri. Untuk menghasilkan signifikansi baru dari teks ini, harus memperhitungkan dua kutub pembacaan : 1) teks Al-Qur'an dan dinamikanya dalam konteks historisnya sendiri, dan 2) horizon pembacaan saat ini dalam keseluruhan konteks historis cultural dan ideologinya. Pemahaman yang terakhir ini kemudian dijadikan landasan pembacaan-pembacaan berikutnya. Kata kunci : Hermeneutka Modern, Sejarah Perkembangannya dan Kemunculannya.

Pengertian Dan Ruang, Sejarah Kemunculan Dan Perkembangan Hermeneutika Modern Mochammad Taufiqurahman, Rangga Adha Sumantri, Vovon Prawiratama, Nur Muhammad Al Arroby. Mata Kuliah Hermeneutika dan Semiotika B Program Studi Ilmu Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Abstrak Proses penafsiran terhadap teks (suci) melahirkan pemahaman baru bagi penapsirnya. Pemahaman tersebut didapat karena penafsir berada pada horizon yang berbeda dengan horizon dimana teks terbentuk. Horizon keduanya menentukan makna yang dimunculkannya. Pembacaan yang dilakukan dalam hal ini dengan menggunakan instrumen baru yang lebih bisa memunculkan makna baru yang lebih prograsif. Instrumen yang sering digunakan oleh pemikir Islam kontemporer adalah hermeneutika. Hermeneutika merupakan paradigma Barat yang dipakai untuk membaca secara progresip tek-teks warisan Islam. Melalui proses pembacaan ini terjadi proses interaksi pemikran Islam dengan pemikiran Barat. Interaksi dialogis telah melibatkan sebuah proses dialektika yang intensif antara tradisi besar dan tradisi kecil dalam sejarah pemikiran Islam. Perubahan (change) terjadi ketika hermeneutika merupakan tradisi baru memiliki kekuatan dibanding tradisi lama. Akan tetapi, proses kesinambungan (continuity) dengan tradisi lama tetap berjalan meskipun telah muncul tradisi baru. Dari proses hermeneutis ala Abu Zayd ini kemudian memunculkan pemahaman baru. Menurut Abu Zayd, penafsiran tidak hanya memunculkan makna, tapi juga harus menghasilkan signifikansi baru dari teks, yaitu pengertian teks dalam konteks sosio-kultural saat ini yang dapat ditarik dari makna historis teks itu sendiri. Untuk menghasilkan signifikansi baru dari teks ini, harus memperhitungkan dua kutub pembacaan : 1) teks Al-Qur’an dan dinamikanya dalam konteks historisnya sendiri, dan 2) horizon pembacaan saat ini dalam keseluruhan konteks historis cultural dan ideologinya. Pemahaman yang terakhir ini kemudian dijadikan landasan pembacaan-pembacaan berikutnya. Kata kunci : Hermeneutka Modern, Sejarah Perkembangannya dan Kemunculannya. PENDAHULUAN Teori tentang asal – usul bahasa telah lama menjadi obyek kajian para ahli, sejak dari kalangan psikolog, antropolog, filsuf maupun teolog, sehingga lahirlah sub – sub ilmu dan filsafat bahasa, di antaranya yaitu hermeneutika. Sifat ilmu pengetahuan adalah selalu berkembang dan berkaitan antara satu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain. Hermeneutika sering dikelompokkan dalam wilayah filsafat bahasa, meskipun ia bisa juga mengklaim sebagai disiplin ilmu tersendiri. Khusunya hermeneutika yaitu semula sangat dekat dengan Biblical Studies, dengan munculnya buku Truth and Method (1960) oleh Hans Geor Gadamer, maka hermeneutika mengembangkan mitra kerjanya pada semua cabang ilmu. PENGERTIAN DAN RUANG, SEJARAH KEMUNCULAN DAN PERKEMBANGAN HERMENEUTIKA MODERN 1 Hermeneutika adalah kata yang sering di dengar dalam bidang teologi, filsafat, bahkan sastra. Hermeneutika baru muncul sebagai sebutan gerakan dominan dalam teologi Protestan Eropa, yang menyatakan bahwa hermeneutika merupakan “titik fokus” dari isu – isu teologis sekarang. Martin Heidegger tak henti – hentinya mendiskusikan karakter hermeneutis dari pemikirannya. Filsafat itu sendiri, kata Heidegger, bersifat “Hermeneutis”. TINJAUAN PUSTAKA PENGERTIAN DAN RUANG HERMENEUTIKA Secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu berasal dari kata kerja Hermeneuein, yang berartikan “Menafsirkan” dan kata benda Hermeneia, yang berartikan “Intepretasi”. Dalam mitologi Yunani, sering dikaitkan dengan tokoh yang bernama Hermes, ia seorang utusan yang bertugas menyampaikan pesan Jupiter kepada manusia. Tugas menyampaikan pesan inilah yang mengalih bahasakan dari bahasa dewa ke bahasa manusia. Sedangkan menurut terminologi, ada beberapa definisi dari para ahli, sebagai berikut : Friedrich Schleiermacher. Hermeneutika adalah seni memahami secara benar bahasa orang lain, khususnya bahasa tulis. Franz-Peter Burkand. Hermeneutika adalah seni menafsirkan dan dalam arti yang lebih luas hermeneutika adalah refleksi teoritis tentang metode – metode dan syarat – syarat pemahaman. Nurcholis Majid. Hermeneutika adalah pemahaman atau pemberian pengertian atas fakta – fakta tekstual dari sumber – sumber suci (kitab suci atau sesuatu yang “murni”) sedemikian rupa, sehingga yang diperlihatkan bukanlah hanya makna lahiriah dari kata – kata teks suci itu saja, tetapi lebih – lebih “makna dalam” yang dikandung. Zygmun Bauman. Hermeneutika adalah sebuah upaya menjelaskan dan menelusuri pesan dan pengertian dasar dari sebuah atau tulisan yang tidak jelas, kabur, remang – remang dan kontradiktif yang menimbulkan kebingungan bagi yang mendengar atau pembaca. Komaruddin Hidayat. Kata Hermeneutika pada mulanya merujuk pada nama dewa Yunani Kuno, Hermes yang tugasnya menyampaikan berita dari Sang Maha Dewa yang dialamatkan kepada manusia. Dalam pendapat lain, Husein Nashr berpendapat bahwa Hermes tak lain adalah Nabi Idris As. Yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Dalam legenda yang beredar di kalangan pesantren, pekerjaan Nabi Idris As adalah sebagai tukang tenun. Jika profesi tukang tenun dikaitkan dengan mitos Yunani tentang peran Dewa Hermes, ternyata ada korelasi 3 positif. Kata kerja “memintal” padanannya dalam bahasa latin adalah tegere, sedangkan produknya disebut textus atau text yang merupakan isu sentral dalam hermeneutika. RUANG LINGKUP HERMENEUTIKA Ruang Lingkup merupakan wilayah kajian. Maka akan memunculkan sebuah pertanyaan, “Apakah yang dibahas (wilayah kajian) hermeneutika?”, sebagian ada yang menjawabnya dengan sederhana bahwa hermeneutika berusaha menjawab PENGERTIAN DAN RUANG, SEJARAH KEMUNCULAN DAN PERKEMBANGAN HERMENEUTIKA MODERN 2 pertanyaan, “Apa yang akan dibuat oleh sebuah makna kepada yang memiliki makna?”. Bisa jadi sesuatu itu berupa bait syair atau teks undang – undang, perbuatan manusia bahasa, kultur asing atau personal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup hermeneutika adalah segala sesuatu yang memiliki makna tersembunyi didalamnya. Ada tiga pendapat mengenai hermeneutika, sebagai berikut : Hermeneutika Khusus atau Regional Hermeneutics Hermeneutika sebagai cabang dari disiplin ilmu. Setiap medan ilmu mempunyai hermeneutikanya masing – masing dan digunakan untuk medannya yang khusus sesuai dengan bidang ilmunya. Hermeneutika Umum atau General Hermeneutics Hermeneutika yang tidak terkait dengan cabang ilmu – ilmu tertentu. Hermeneutika ini menggabungkan semua cabang ilmu untuk memahami. Pelopornya adalah Freidrich Schleirmacher (1768-1834 M). Hermeneutika ini tersusun dari kaidah – kaidah dan dasar – dasar umum yang berisi berbagai macam ilmu pengetahuan yang mengontrol proses pemahaman secara benar. Hermeneutika Filsafat atau Hermeneutical Philosophy. Obyeknya bukan teks yang dipahami, tetapi pemahaman itu sendiri yang ditempuh dengan perenungan filosofis. Hermeneutika ini tidak mengenal kaidah – kaidah untuk mencapai kebenaran pemahaman, melainkan tidak mengenal kebenaran melalui metode ilmiah. SEJARAH KEMUNCULAN DAN PERKEMBANGAN HERMENEUTIK MODERN Secara sederhana, sejarah perkembangan hermeneutika terbagi menjadi 3 bagian. Adalah hermeneutika teks mitos, hermeneutika teks bible, dan hermeneutika umum atau modern. Di wilayah ini, hermeneutika masih berupa embrio. Hermeneutika ketika itu masih belum berdiri sendiri sebagai sebuah disiplin keilmuan. Hermeneutika masih mengekor pada logika, dialektika dan linguistik. Artinya, di dalam praktik ketiganya, hermeneutika pasti digunakan. Dalam hal linguistik misalnya, mereka membutuhkan hermeneutika untuk memahami sebuah bahasa secara benar. Begitu juga dengan dialektika dan logika. Hermeneutika menyatu dalam ketiga-tiganya. Hermeneutika dalam wilayah ini, sudah muncul pada abad ke-7 sampai 6 masehi di masa Yunani kuno. Di masa ini, objek penafsirannya masih seputar hal-hal mistik, baik itu tertulis ataupun tidak. Pada awalnya, penafsiran mereka masih literal. Namun, pada perkembangannya, berangkat dari kesimpulan Aristoteles yang membagi makna menjadi dua bagian, makna literal dan makna aligoris, mereka mulai sadar bahwa dalam sebuah objek penafsiran itu memiliki dualisme makna, makna literal yang sempit dan tidak hidup dan makna aligoris yang lebih mementingkan pesan dibalik makna literal. Sehingga, dari konsep makna aligoris ini, teks-teks mitos serasa lebih hidup dan mengalir. Hermeneutika teks Bible Pada abad pertama masehi, setelah beratus-ratus tahun masa Aristoteles terlewati. Makna aligoris perlahan terlupakan. Aktivitas-aktivitas penafsiran PENGERTIAN DAN RUANG, SEJARAH KEMUNCULAN DAN PERKEMBANGAN HERMENEUTIKA MODERN 3 kembali kepada makna literal. Objek penafsiran yang popular di masa ini adalah teks bible. Artinya, di awal masa ini, teks bibel masih banyak dipahami secara literal. Sampai pada akhirnya muncul Philo von Alexandrian yang menempatkan kembali hermeneutika pada tempatnya, yaitu dualisme makna. Dengan meminjam istilah dari Aristoteles berabad-abad silam, Philo berhasil mengubah haluan penafsiran tentang Bible. Mulai saat itu, bibel tidak lagi hanya dipahami secara literal dan kaku, namun juga memperhatikan makna-makna aligoris. Philo memberikan sumbangsih yang luar biasa bagi masyarakat Kristen ketika itu. Dan pada akhirnya, philo dikenal sebagai Vater der Alligorese, bapak penafsiran Aligoris. Masalah prioritas, pada awalnya ketika Philo masih hidup antara makna literal dengan makna aligoris memiliki tempat yang sama. Tidak ada yang lebih antara satu dengan lainnya. Pemahaman bibel yang berbasis literal tidak lebih tinggi dari pemahaman bibel yang berbasis aligoris, begitu juga sebaliknya. Akan tetapi, pada akhirnya beberapa saat sebelum Philo menghembuskan nafas terakhirnya, Philo menyatakan bahwa makna aligoris itu lebih tinggi dari makna literal. Beberapa waktu setelahnya, muncul Origenes. Origenes, menindaklanjuti ucapan Philo tentang lebih tingginya akan makna aligoris daripada makna literal. Origenes menambahkan dualisme makna Philo menjadi tiga makna, yaitu makna literal, moral dan spiritual. Secara tidak langsung, melalui kesimpulan barunya tersebut, origenes mengamini kesimpulan terakhir Philo tentang unggulnya makna aligoris. Sehingga itu berdampak pada pemecahan lagi makna aligoris menjadi dua, yaitu moral dan spiritual. Core dalam pembahasan ini adalah bahwa sebenarnya konsep hermeneutika sebagai metode penafsiran bukan pertama kali muncul di masa populer-populernya penafsiran bibel, 1 masehi. Akan tetapi, jauh sebelum itu, yaitu di masa Yunani kuno dengan objek kajian yang tidak sebatas teks. Pun hal itu tidak hanya memandang makna sebagai makna literal saja, tetapi juga aligoris. Dengan demikian, kurang lurus sepertinya kalau dikatakan bahwa hermeneutika sebagai metode penafsiran ini adalah khusus untuk bibel. Hermeneutika Modern Hermeneutika modern, kali pertamanya dipelopori oleh Johann Conrad Dannhauer pada abad ke-17. Dannhauer memandang hermeneutika adalah suatu ilmu yang sudah waktunya untuk menjadi disiplin keilmuan mandiri. Hal itu disebabkan oleh posisi hermeneutika itu sendiri sebagai metode penafsiran. Metode penafsiran adalah sesuatu yang tampak dan bisa diketahui. Apapun yang bisa diketahui pasti memiliki pengetahuan filosofis. Ketika sesuatu itu sudah memiliki pengetahuan filosofis, di waktu yang sama hal itu menemukan sisi ontologisnya sendiri. Dengan demikian, hermeneutika sudah siap untuk menjadi disiplin keilmuan mandiri. Dalam hal objek kajiannya, objek material hermeneutika adalah simbol-simbol apapun itu yang didasarkan pada kesepakatan bersama. Termasuk di dalamnya adalah simbol-simbol agama, simbol alam seperti asap sebagai simbol adanya api dan simbol-simbol non-verbal seperti gambar dan sebagainya. Sedangkan objek formalnya adalah ungkapan yang PENGERTIAN DAN RUANG, SEJARAH KEMUNCULAN DAN PERKEMBANGAN HERMENEUTIKA MODERN 4 mengandung pelajaran dan sulit dipahami. Selanjutnya, dengan itu, seorang penafsir adalah satu-satunya pihak yang paling berhak untuk menganalisa benar tidaknya sebuah objek. Dengan demikian, Dannhauer mengatakan bahwa disinilah hermeneutika menemukan fungsinya, yaitu untuk menjaga seorang penafsiran dari sebuah kesalahan. Dan berangkat dari itu pula, Dannhauer menyimpulkan bahwa hermeneutika umum atau modern muncul lebih dulu dibanding hermeneutika bibel. Pandangan ini berbeda jauh dengan pandangan Wilhelm Dilthey yang menyimpulkan bahwa hermeneutika bibel murni berasal dari teologi Protestan. Akan tetapi, meskipun sudah sedemikian, Dannhauer gagal menjadikan hermeneutika sebagai suatu disiplin ilmu mandiri. Selanjutnya, muncul Ernst Schleiermacher. Kegagalan Dannhauer dipandang Scheiermncher sebagai suatu kesempatan emas untuk meneruskan langkahnya. Dan ternyata hal itu bukan isapan jempol. Pada abad ke-19 melalui bukunya, Hermeneutical and Criticism, Scheiermacher menuangkan ide-idenya tentang hermeneutika modern, dan disinilah posisi hermeneutika romantic Scheiermacher berada. PRINSIP – PRINSIP DASAR Prinsip-prinsip hermeneutika dibagi menjadi prisnip umum dan prisnsip khusus. Prinsip umum adalah aturan-aturan yang dapat dipakai untuk menafsirkan segala macam bentuk sastra. Dalam prinsip umum ini tercakup di dalamnya adalah sebagai berikut : Menafsirkan menurut konteksnya, Prinsip pertama adalah menafsirkan kata atau frasa dengan lebih dahulu mempertimbangkan konteksnya, konteks berasal dari 2 kata, yaitu Kon (bersama) dan Teks (tersusun). Mempelajari arti kata aslinya, Prinsip kedua dalam menafsirkan adalah menafsirkan sesuai dengan arti kata yang tepat sebagaimana dimaksudkan oleh penulis aslinya. Masalah utama yang harus diperhatikan adalah bagaimana menemukan definisi kata itu dan apa artinya yang tepat sesuai dengan konteks jaman dan budaya waktu penulisan. Memahami tata bahasanya, Prinsip yang ketiga adalah harus menafsirkan sesuai dengan tata bahasa dari kalimat tersebut. Setiap kata dari kalimat tidak berdiri sendiri. Kata yang disusun secara bersama-sama memberi kombinasi arti yang membangun alur pikiran. Arti dari kata itu sering ditentukan dari hubungannya dengan kata-kata yang lain dalam kalimat. Tata bahasa sendiri tidak memperlihatkan arti sesungguhnya dari kata itu, tapi memperlihatkan kemungkinan arti lain yang terdapat dalam kata itu, tata bahasa terdiri dari beberapa unsur penting, misalnya : subjek, objek, kata kerja, kata keterangan waktu atau tempat, kata ganti dan kata sambung. Masing-masing unsur ini akan memberikan bentukan kata dan hubungan kata dalam kalimat. Menangkap maksud dan tujuan penulisannya, Prinsip keempat dalam menafsirkan adalah kita harus menemukan tujuan dan maksud penulisan. Adakalanya penulisan-penulisan memberikan petunjuk dengan jelas maksud dan tujuan mereka menuliskan surat. Mempelajari latar belakangnya, Prinsip kelima dalam menafsirkan adalah harus diterangi dengan latar belakang sejarah, geografi dan budaya PENGERTIAN DAN RUANG, SEJARAH KEMUNCULAN DAN PERKEMBANGAN HERMENEUTIKA MODERN 5 yang ada dalam berita yang disampaikan penulis. TEORI - TEORI HERMENUETIKA Hermeneutika Romantisme Hermeneutika romantisisme adalah istilah lain dari hermeneutika aliran Objektivis Schleiermacher. Aliran ini muncul dalam wilayah hermeneutika Modern. Selain aliran ini, dalam hermeneutika modern ada aliran subjektivis dan subjektiv cum Objektiv. Aliran subjektivis titik tekannya kepada pembaca, aliran objektivis kepada kandungan maksud asal dari sebuah teks dan sedangkan subjektivis cum objektivis berusaha menengahi perdebatan antara keduanya. Hermeneutika Kritis Hermeneutika Kritis adalah sebuah teori yang ciptakan oleh Jurgen Haberman yang mana teori ini adalah sebuah terobosan baru untuk menjembatani ketegangan antara obyektifitas dengan subyektifitas, antara lain yang idealitas dengan realitas, antara yang teoritis dengan yang praktis. KESIMPULAN Mengakhiri tulisan ini ada beberapa hal yang dapat disimpulkan: Pertama, Hermeneutika klasik masih berada dalam genggaman gereja untuk menafsirkan bibel, dan ada dua model dalam zaman ini, yaitu model alegoris (takwil) dan literalis (tekstual). Kedua, Hermeneutika modern sudah berusaha mengeluarkan diri dari kungkungan gereja danmewujud sebagai teori pemahaman teks-teks profan yang dipelopori oleh Scheilemacher, kemudian dikembangkan oleh Whiliam Dilthey untuk memahami ilmu-ilmu sosial. Ketiga, termasuk dalam hermeneutikamodern adalah hermeneutika filosofis, hermeneutika ini lebih kepada memahami hermeneutika sebagai dirinya sendiri, atau dalam bahasa lain adalah memahami pemahaman, tokoh terkemuka hermeneutika ini adalah Gadamer yang banyak mengambil inspirasi ontologis dari Heidegger. Keempat, pada dasarnya hermeneutika modern memiliki satu sepirit untuk mengenal subjektifitas pembuat karya dalam memaham teksnya. Hanya saja semakin kesini pemahaman terhadap subjektivitas itu semakin lebih diunggulkan sehingga memunculkan pandangan bahwa segala karya adalah subjektif, bukan objektif. Hal ini karena setiap pemahaman tidak bisa lepas dari konteks internal sekaligus eksternal dirinya sendiri. Dari kenisayaan subjektivitas ini, maka inklusivitas dalam perbedaan pemahaman sudah selayaknya dimaklumi. DAFTAR PUSTAKA Antonio Barbosa da Silva, The Phenomenology of Religion as Philosophical Problem, (Swiss; CWK Gleerup, 1982), H. 32. Fahruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani antara Teks, Konteks dan Kontekstualiasasi. (Yogyakarta; Qalam, 2002) Hal. 9. PENGERTIAN DAN RUANG, SEJARAH KEMUNCULAN DAN PERKEMBANGAN HERMENEUTIKA MODERN 6 PENGERTIAN DAN RUANG, SEJARAH KEMUNCULAN DAN PERKEMBANGAN HERMENEUTIKA MODERN 7