Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Cadangan Karbon Kelapa Sawit Untuk Lahan Berpirit

2021

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia dan rahmat yang telah diberikan, sehingga penulisan monograf ini dapat diselesaikan. Monograf dengan judul Cadangan Karbon Kelapa Sawit Untuk Lahan Berpirit berisi tentang estimasi cadangan karbon yang dihasilkan kelapa sawit dilahan berpirit.Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan monograf ini. Oleh karenanya kritik, saran dan masukan untuk penyempurnaan monograf ini sangat penulis harapkan.Penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua yang memberi dukungan, motivasi, dorongan dan semangat untuk dapat terbitnya monograf ini semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas dengan balasan yang lebih baik

ISBN : 978-623-7911-34-0 CADANGAN KARBON KELAPA SAWIT UNTUK LAHAN BERPIRIT Penyusun Sari Anggraini, S.Si.,M.Si Penyunting Nur Afriyanti, S.Si., M.Si. Desain isi Sari Anggraini, S.Si.,M.Si Desain Sampul Salman Faris, S.Si., M.M. ISBN 978-623-7911-34-0 Penerbit Unpri Press ANGGOTA IKAPI Universitas Prima Indonesia Cetakan Pertama Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin dari penerbit ii KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia dan rahmat yang telah diberikan, sehingga penulisan monograf ini dapat diselesaikan. Monograf dengan judul Cadangan Karbon Kelapa Sawit Untuk Lahan Berpirit berisi tentang estimasi cadangan karbon yang dihasilkan kelapa sawit dilahan berpirit. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan monograf ini. Oleh karenanya kritik, saran dan masukan untuk penyempurnaan monograf ini sangat penulis harapkan. Penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua yang memberi dukungan, motivasi, dorongan dan semangat untuk dapat terbitnya monograf ini semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas dengan balasan yang lebih baik. Medan, Agustus 2021 Penulis Sari Anggraini, S.Si, M.Si iii DAFTAR ISI Redaksi........................................................................................ i Kata Pengantar ........................................................................... iii Daftar Isi ..................................................................................... iv Daftar Gambar ............................................................................. vi Daftar Lampiran .......................................................................... vii Daftar Tabel ................................................................................ viii Bab I . Cadangan karbon, kelapa sawit dan lahan berpirit ........................................................................ 1 1.1 Pengertian cadangan karbon .......................................... 1 1.2 Perkembangan produktivitas kelapa sawit .................... 7 1.3 Lahan berpirit ................................................................ 12 Bab II. Urgensitas cadangan karbon kelapa sawit pada lingkungan .......................... 15 2.1 Prokontra peningkatan luasan perkebunan kelapa sawit ................................................................. 15 2.2.Cadangan karbon tersimpan pada kelapa sawit .......................................................................... 16 Bab III.Mekanisme pengkuran cadangan karbon kelapa sawit .... 19 Bab IV. Analisa cadangan karbon kelapa sawit untuk lahan berpirit .......................... 24 4.1 Pendahuluan ................................................................. 24 4.1.1 Perumusan masalah ................................................ 25 4.1.2 Tujuan penelitian .................................................... 25 4.1.3 Manfaat penelitian 4.2 Metode penelitan .......................................................... 26 4.2.1 Waktu dan tempat pelaksanaan penelitian ............... 26 4.2.2 Rancangan penelitian .............................................. 27 4.2.3 Alat dan bahan ........................................................ 27 4.2.3 Tahapan penelitian .................................................. 28 4.3 . Hasil dan pembahasan................................................................................... 31 4.3.1 Biomassa kelapa sawi ............................................. 31 4.3.2 Potensi karbon tersimpan pada kelapa sawit ............................................................ 35 4.4 Kesimpulan ................................................................. 40 Daftar Pustaka ............................................................................. 41 Lampiran ..................................................................................... 47 iv DAFTAR GAMBAR No. Judul Hal 1. Siklus karbon global ............................................................. 1 2. Proses emisi gas rumah kaca (Greenhouse Gas/GRK) yang terjadi secara global . 3. Morfologi kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq...................... 8 4. Penampakan melintang akar tumbuhan kelapa sawit yang merupakan tumbuhan monokotil dengan ciri sel parenkim berada ditengah .............................. 9 5. Penampakan melintang akar tumbuhan kelapa sawit yang merupakan tumbuhan monokotil dengan ciri pembuluh angkut tersebar ................................... 9 6. Penampakan melintang daun tumbuhan kelapa sawit yang merupakan tumbuhan monokoti 7. Plot pengamatan biomassa tanaman kelapa sawit .................. 28 8. Plot pengamatan biomassa tumbuhan bawah tanaman kelapa sawit ..................... v 6 29 10 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Hal 1. Peta lokasi penelitian .............................................................. 47 2. Tahapan kegiatan penelitian .................................................... 48 vi DAFTAR TABEL No. Judul Hal 1. Biomassa tanaman kelapa sawit pada kebun............................ 31 2. Biomassa tumbuhan bawah kelapa sawit pada kebun Afdeling I Damar Condong PT Mopoli Raya .............................................................................................33 3. Potensi karbon tersimpan berdasarkan umur kelapa sawit ......36 4. Penyerapan karbon dioksida berdasarkan umur kelapa sawit dewasa (15-20 tahun) dan tua (>20 tahun) di kebun PT Mopoli Raya .........................................36 vii BAB I. CADANGAN KARBON, KELAPA SAWIT DAN LAHAN BERPIRIT 1.1 Pengertian cadangan karbon unsur karbon merupakan bagian penting dari siklus kehidupan di bumi. Terdapat empat reservoir karbon utama yaitu atmosfer, biosfer teresterial (daratan), lautan, dan sedimen (Gambar 1.). Gambar 1. Siklus karbon global (Sumber : Kevin Saff, 2002). Terjadinya ketidakseimbangan neraca karbon global diakibatkan semakin bertambahnya populasi manusia menyebabkan pemanenan karbon melalui perubahan penggunaan lahan, pembakaran biomassa, penambangan bahan bakar fosil dan pencemaran di laut menyebabkan peningkatan jumlah karbon di atmosfer. Bagian terbesar dari karbon yang berada di atmosfer adalah gas karbon dioksida (CO2), metan (CH4) dan kloroflorokarbon (CFC yang merupakan gas artifisial atau buatan). Gas-gas tersebut adalah gas rumah kaca yang berperan dalam pemanasan global (Rochmayanto et al., 2013). Tingginya kandungan karbon dioksida (CO2) di udara akan menyebabkan kenaikan suhu bumi yang terjadi karena efek rumah kaca. Panas yang dilepaskan dari bumi diserap oleh karbon dioksida di udara dan dipancarkan kembali ke permukaan bumi, sehingga proses tersebut akan memanaskan bumi. Keberadaan ekosistem hutan memiliki peranan penting dalam mengurangi gas karbon dioksida yang ada di udara melalui pemanfaatan gas karbon dioksida dalam proses fotosintesis oleh komunitas tumbuhan hutan (Indriyanto, 2006). Cadangan karbon adalah kandungan karbon tersimpan baik itu pada permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati (nekromasa), maupun dalam tanah sebagai bahan organik tanah. Perubahan wujud karbon ini kemudian menjadi dasar untuk menghitung emisi, dimana sebagian besar unsur karbon (C) yang terurai ke udara biasanya terikat dengan O 2 (oksigen) dan menjadi CO2 (karbon dioksida). Itulah sebabnya ketika satu hektar hutan menghilang (pohonpohonnya mati), maka biomasa pohon-pohon tersebut cepat atau lambat akan terurai dan unsur karbonnya terikat ke udara menjadi emisi. Dan ketika satu lahan kosong ditanami tumbuhan, maka akan terjadi proses pengikatan unsur C dari udara kembali menjadi biomasa tanaman secara bertahap ketika tanaman tersebut tumbuh besar (sekuestrasi). Ukuran volume tanaman penyusun lahan tersebut 1 kemudian menjadi ukuran jumlah karbon yang tersimpan sebagai biomasa (cadangan karbon). Sehingga efek rumah kaca karena pengaruh unsur CO2 dapat dikurangi, karena kandungan CO2 di udara otomatis menjadi berkurang. Namun sebaliknya, efek rumah kaca akan bertambah jika tanamantanaman tersebut mati (Kauffman, J. B., & Donato, 2012) Penelitian mengenai karbon tersimpan perlu dilakukan untuk mengetahui perubahan karbon tersimpan di suatu kawasan akibat konversi penggunaan lahan. Konversi penggunaan lahan dapat dipantau dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Integrasi data lapang dan data spasial perubahan penggunaan lahan akan memberikan referensi dalam mengetahui perubahan karbon tersimpan di atas dan di bawah permukaan pada uatu area (Manuri et al., 2011). Menurut Masripatin., et al (2010) bahwa karbon dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu: a. Karbon di atas permukaan tanah, meliputi:  Biomasa pohon, proporsi terbesar cadangan karbon di daratan umumnya terdapat pada komponen pepohonan. Untuk mengurangi tindakan perusakan selama pengukuran, biomasa pohon dapat diestimasi dengan menggunakan persamaan allometri yang didasarkan pada pengukuran diameter batang (dan tinggi pohon, jika ada).  Biomasa tumbuhan bawah, tumbuhan bawah meliputi semak belukar yang berdiameter batang < 5 cm, tumbuhan menjalar, rumput-rumputan atau gulma. Estimasi biomasa tumbuhan bawah dilakukan dengan mengambil bagian tanaman (melibatkan perusakan).  Nekromasa, batang pohon mati baik yang masih tegak atau telah tumbang dan tergeletak di permukaan tanah, yang merupakan komponen penting dari C dan harus diukur pula agar diperoleh estimasi cadangan karbon yang akurat.  Seresa, Seresa meliputi bagian tanaman yang telah gugur berupa daun dan ranting-ranting yang terletak di permukaan tanah. b. Karbon di dalam tanah, meliputi:  Biomasa akar, akar mentransfer karbon dalam jumlah besar langsung ke dalam tanah, dan keberadaannya dalam tanah bisa cukup lama. Pada tanah hutan biomasa akar lebih didominasi oleh akar-akar besar (diameter > 2 mm), sedangkan pada tanah pertanian lebih didominasi oleh akar-akar halus yang lebih pendek daur hidupnya. Biomasa akar dapat pula diestimasi berdasarkan diameter akar (akar utama), sama dengan cara untuk mengestimasi biomasa pohon yang didasarkan pada diameter batang.  Bahan organik tanah, sisa tanaman, hewan dan manusia yang ada di permukaan dan di dalam tanah, sebagian atau seluruhnya dirombak oleh organisme tanah sehingga melapuk dan menyatu dengan tanah, dinamakan bahan organik tanah Pengertiana biomassa adalah total berat atau volume organisme dalam suatu area atau volume tertentu. Biomassa juga didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown, 1997) 2 Emisi Gas Rumah Kaca (Greenhouse Gas/GRK) merupakan topik utama pada berbagai diskusi ilmiah sejak Earth Summit 1992 di Rio de Janeiro (Rastogi, 2002). Diskusi ini diselenggarakan karena banyaknya proyeksi tentang pemanasan global dan berbagai kemungkinan dampaknya terhadap bumi, khususnya pada daya radiasi dan penipisan ozon (Gambar 2.) Gambar 2. Proses emisi gas rumah kaca (Greenhouse Gas/GRK) yang terjadi secara global (Sumber : Nemec, 2020). Dengan demikian mengukur jumlah C yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup (biomasa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfer yang diserap oleh tanaman. Sedangkan pengukuran C yang masih tersimpan dalam bagian tumbuhan yang telah mati (nekromasa) secara tidak langsung menggambarkan CO2 yang tidak dilepaskan ke udara lewat pembakaran (Hairiah et.al, 2011) 1.2 Perkembangan produktivitas kelapa sawit Kelapa sawit memiliki nama latin yaitu Elaeis guinensis jacq. Elaeis dari Elaion memiliki arti minyak dalam bahasa Yunani. Guineesis berasal dari Guinea (pantai barat Afrika), Jacq berasal dari nama Botanist Amerika Jacquin (Lubis, 2016). Merupakan tumbuhan asal dari afrika selatan dengan klasifikasi sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Palmales Famili : Palmae Sub Famili : Cocoideae Genus : Elaeis Species : Elaeis guineensis Jacq 3 Gambar 3. Morfologi kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) (Sumber : dokumentasi oleh Sari Anggraini). Menurut Pohan (2015), morfologi kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian diantaranya: a. Akar Akar berfungsi untuk menunjang struktur batang, menyerap unsur hara air dari dalam tanah dan sebagai salah satu alat respirasi (Gambar 4). Sistem perakaran merupakan sistem serabut terdiri dari akar primer, sekunder, tertier, dan kuarter. Gambar 4. Penampakan melintang akar tumbuhan kelapa sawit yang merupakan tumbuhan monokotil dengan ciri sel parenkim berada ditengah (Sumber : Campbell, N.A. & Jane B., 2010). b. Batang Batang berfungsi sebagai struktur pendukung daun, bunga, dan buah sebagai sistem pembuluh yang mengangkut air dan hara mineral dari akar ke daun serta asimilat hasil fotositesis dari daun ke bagian tubuh bawah (Gambar 5.). 4 c. Gambar 5. Penampakan melintang akar tumbuhan kelapa sawit yang merupakan tumbuhan monokotil dengan ciri pembuluh angkut tersebar (Sumber : Campbell, N.A. & Jane B., 2010). Daun Daun kelapa sawit membentuk suatu pelepah bersirip genap dan bertulang sejajar. Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian yaitu kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina) dan tulang anak daun (midrib), rachis yang merupakan tempat anak daun melekat, tangkai daun (petiole) yang merupakan bagian antara daun dan batang, seludang daun (sheath) yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup dan memberikan kekuatan pada batang.Bentuk penampakan melintang daun (Gambar 6.) Gambar 6. Penampakan melintang daun tumbuhan kelapa sawit yang merupakan tumbuhan monokotil (Sumber : Campbell, N.A. & Jane B., 2010). d. Bunga Tanaman kelapa sawit setelah tanam dilapangan mulai berbunga pada umur 12-14 bulan. Tanaman kelapa sawit merupakan jenis tanaman berumah satu (monoiceous), dimana bunga jantan dan bunga betina dapat tumbuh dalam satu tanaman. Meskipun tanaman kelapa sawit berumah satu, tetapi karena masa athesisnya tidak bersamaan maka penyerbukan berlangsung secara silang. Secara alami penyerbukan dilakukan melalui bantuan serangga Elaeidibious camerunicus dan angin. e. Buah Buah kelapa sawit terdiri dari 3 lapisan yaitu a) Eksoskarp (kulit buah yang berwarna kemerahan dan licin), b) Mesokarp (daging buah) dan c) Endoskarp (inti). Inti kelapa sawit merupakan endosperm dan embrio dengan kandungan minyak ini berkualitas tinggi. f. Biji Biji terdiri dari beberapa bagian penting dan merupakan bagian yang telah terpisah dari daging buah dan sering disebut sebagai noten atau nut yang memiliki berbagai ukuran tergantung tipe tanaman. Biji terdiri atas cangkang embrio dan inti atau endosperm. 5 Potensi kelapa sawit dimanfaatkan diberbagai bidang terutama dalam bidang pangan minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit dimanfaatkan sebagai bahan baku pangan emulsifier, margarine, miyak goreng, minyak makan merah, shortening, susu kental manis, es krim, yogurt. Pada bidang non pangan sebagai senyawa ester, lilin, kosmetik, farmasi, biodiesel, pelumas, asam lemak sawit (fatty alcohol) bahkan pada industri baja (Basiron & Weng, 2004). Produk sampingan (limbah) berupa tandan kosong sawit digunakan untuk pulp dan kertas, kompos, karbon dan rayon, cangkangnya digunakan untuk bahan bakar dan karbon. Serat sawit sebagai medium density atau fibre board dan bahan bakar, pelepah dan batang sawit untuk funitur, pulp dan bungkil inti sawit serta sludge untuk bahan pakan ternak dan pupuk organik (Barthel et al., 2018) . 1.3. Lahan berpirit Lahan memiliki beragam pengertian menurut para ahli menyatakan lahan adalah suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah, hidrologi, dan tumbuhan yang sampai pada batas tertentu akan mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan. Lahan juga dipaparkan sebagai permukaan daratan dengan benda- benda padat, cair bahkan gas (Sulistyaningsih et al., 2017). Menurut (Rochmayanto et al., 2013) suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi, populasi tanaman dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan sekarang, sampai pada tingkat tertentu dengan sifatsifat tersebut mempunyai pengaruh yang berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia pada masa sekarang dan masa yang akan datang . Lahan berpirit adalah lahan yang mengandung pitit. Pirit ialah mineral tanah FeS2 yang sering ditemukan di lahan rawa terutama rawa pasang surut. Pirit yang berada dibalik lapisan gambut atau tanah mineral yang tergenang air aman bagi tanaman. Apbila pirit tersingkap lalu bersentuhan dengan udara (O2) menjadi sangat berbahaya karena teroksidasi. Proses itu menimbulkan kemasaman tanah yang hebat. Nilai pH tanah dapat anjlok ke angka < 3,5. Pada pH tersebut akar tanaman—seperti padi, kelapa, dan jeruk tak mampu bertahan hidup. Di saat itulah pirit laksana raksasa yang terbangun dan membunuh mangsanya. Pirit teroksidasi membentuk mineral jarosit (pada pH yang sangat masam) dan goetit (pada pH di atas 4) (Sulistyaningsih et al., 2017). Pirit terbentuk di daerah cekungan dekat laut yang terpengaruh gerakan pasang surut air laut. Ayunan air pasang surut mengendapkan bahan yang kaya sulfat (SO 4)-2 di wilayah tersebut. Di sisi lain cekungan tersebut mengandung besi (Fe)-oksida berlimpah yang berasal dari bahan induk. Syarat lain di cekungan tersebut banyak bahan organik sebagai sumber energi bakteri pereduksi sulfat. Proses respirasi bakteri yang menggunakan ion sulfat sebagai sumber elektron menghasilkan sulfida yang kemudian menjadi pirit FeS2.Pirit dapat dideteksi dengan akurat menggunakan larutan hidrogen peroksida (H2O2). Tanah yang diduga mengandung pirit ditetesi peroksida. Tanah mengandung pirit bila keluar buih atau busa yang meledak-ledak. Kian banyak buih terbentuk, semakin tinggi kandungan pirit dalam tanah (Sutandi et al., 2011). 6 BAB II. 2.1 URGENSITAS CADANGAN KARBON KELAPA SAWIT PADA LINGKUNGAN Prokontra peningkatan luasan perkebunan kelapa sawit Pro dan kontra antara perluasan lahan perkebunan dengan peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Peningkatan perluasan perkebunan kelapa sawit yang melibatkan konversi hutan berpotensi menyebabkan peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Pendugaan emisi karbon hutan, baik yang diakibatkan oleh deforestasi dan degradasi hutan, merupakan salah satu upaya penting dalam mengurangi perubahan iklim. Areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia meningkat tajam dengan laju rata-rata 12,30% per tahun sejak 1980 (Basiron & Weng, 2004). Pada tahun 2009 peningkatan penambahan areal perkebunan mencapai 7.508.470 ha dengan luas perkebunan rakyat 3.498.425 ha (45%) (Pohan, 2015). Pengembangan perkebunan kelapa sawit yang banyak di tentang oleh aktivis lingkungan di Eropa dan Amerika karena dianggap sebagai penyebab deforestasi dan merusak lingkungan hutan. Namun pada kenyataannya, aspek ekofisiologis pada kelapa sawit ternyata membawa keuntungan karena kemampuan fiksasi CO2, kemampuan produksi O2 (183,2 ton/ha/th), dan biomassa (C) yang tinggi. Produksi biomassa perkebunan kelapa sawit lebih tinggi dibandingkan dengan hutan tropis. Limbah kelapa sawit baik pohon, pelepah, tandan buah kosong dan cangkang merupakan sumber energi yang cukup besar yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar nabati dan menekan penggunaan bahan bakar fosil, sehingga secara signifikan akan menurunkan emisi. Rehabilitasi belukar di areal gambut menjadi perkebunan kelapa sawit hanya menambah emisi 8 ton CO 2- ekuivalen/ha/tahun,dibandingkan bila belukar gambut diterlantarkan (Purba et al., 2019). Kurnia et al. (2015) menyatakan emisi karbon untuk lahan semak belukar sebesar 5,5 ton CO2/ha/tahun. Potensi stok karbon kelapa sawit yang diusahakan pada lahan bekas semak belukar sebesar 24,64 ton CO2/ha/tahun 2.2 Cadangan karbon tersimpan pada kelapa sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman perkebunan yang berfungsi ganda yaitu sebagai tanaman yang bernilai ekonomis tinggi, dan sebagai media dalam melestarikan alam dan lingkungan seperti konservasi sumber air tanah serta pencegahan tanah longsor dan salah satu tanaman penghasil cadangan karbon adalah (Pratamasari et al., 2019). Produksi oksigen (O2), dan penyerapan emisi karbon dioksida (CO2) yang tinggi (2,5 ton/ha/th) mampu mengurangi konsentrasi CO2 di udara sehingga Gas Rumah Kaca (GRK) yang mengalami penurunan suhu bumi. Kelapa sawit sebagai media untuk melestarikan alam dan lingkungan, antara lain untuk konservasi sumber air tanah, pencegahan tanah longsor, produksi oksigen (O 2), penyerapan emisi karbon dioksida (CO2) yang tinggi (2,5 ton/ha/th) ini sangat berguna dalam mengurangi konsentrasi CO2 di udara akibat meningkatnya GRK yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim di bumi (Pacheco, 2012). 7 Dalam proses fotosintesis, kelapa sawit akan menyerap CO2 dari udara dan akan melepas O2 ke udara. Proses ini akan terus berlangsung selama pertumbuhan dan perkembangannya masih berjalan. Umur kelapa sawit dapat mencapai lebih dari 25 tahun dengan pengelolaan yang baik. Berdasarkan data penelitian Wibowo (2011) perkebunan kelapa sawit mampu menyerap CO2 sebanyak 430 juta ton. Kondisi ini ditunjukkan pula dengan data penelitian dari IOPRI (Indonesia Oil Palm Research Institute) bahwa fiksasi CO2 adalah 25,71 ton/ha/tahun. Menurut Farrasati et al. (2020) kelapa sawit mampu menyimpan lebih dari 80 ton C/ha. Akan tetapi, jumlah tersebut dicapai setelah 10-15 tahun pertumbuhan sehingga jumlah karbon ratarata waktu yang ditambat oleh tanaman kelapa sawit sekitar 60,4 ton/ha atau rata-rata sekitar 2,44 ton C/ha/tahun dan ekivalen dengan 8,95 ton CO2 ha/tahun. 8 BAB III. MEKANISME PENGUKURAN CADANGAN KARBON KELAPA SAWIT Pengukuran cadangan karbon kelapa sawit dengan tumbuhan lainnya memiliki mekanisme yang sama. Inventarisasi karbon terbagi dalam perhitungan biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik tanah. Menurut (Manuri et al., 2011), terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu : a. Sampling dengan pemanenan Metode ini dilaksanakan dengan memanen selurh bagian tumbuhan termasuk akarnya, mengeringkannya dan menimbang berat biomassanya. Pengukuran dengan metode ini untuk mengukur biomassa hutan dapat dilakukan dengan mengulang beberapa area cuplikan atau melakukan ekstrapolasi untuk area yang lebih luas dengan menggunakan persamaan alometrik. Meskipun metode ini terhitung akurat untuk menghitung biomass pada cakupan area kecil, metode ini terhitung mahal dan sangat memakan waktu. Prosedur umum untuk membuat estimasi berat dari individu masing-masing pohon yang menjadi bagian dalam pemanenan biomassa (destructive sampling) adalah sebagai berikut:  Pohon ditebang dan dipisahkan material yang ada sesuai dengan komponen dari pohon tersebut.  Dibagi dan ditimbang setiap komponen bagian-demi bagian.  Diambil subsampel dari masing-masing komponen.  Ditentukan volume dari sub sample dengan metode penenggelaman dalm air atau metode lainnya (optional).  Dikeringkan dengan oven dan timbang masing-masing subsampel.  Ditetapkan total berat kering dari masing-masing bagian.  Diterapkan faktor kepadatan berat basah dan berat kering untuk setiap komponen.  Dijumlahkan berat masing-masing komponen menjadi berat keseluruhan pohon. Berat basah keseluruhan pohon dan kompone-komponennya dapat dibagi atau dibedakan dengan cara ini atau melalui cara sampling. Membagi berdasarkan kadar air dan berat kering umumya memerlukan proses laboratorium. Metode untuk mengestimasikan berat dan volume semak dan vegetasi lain mengandung prinsip yang sama dengan pengukuran untuk pohon. Variabel bebas untuk fungsi (persamaan) berat kering dalam beberapa kasus dapat pula disamakan seperti tinggi dan densitas vegetasi. b. Sampling tanpa pemanenan Metode ini merupakan cara sampling dengan melakukan pengkukuran tanpa melakukan pemanenan. Metode ini antara lain dilakukan dengan mengukur tinggi atau diameter pohon dan menggunakan persamaan alometrik untuk mengekstrapolasi biomassa. c. Pendugaan melalui penginderaan jauh. Penggunaan teknologi penginderaan jauh umumnya tidak dianjurkan terutama untuk proyekproyek dengan skala kecil. Kendala yang umumnya adalah karena teknologi ini relatif mahal dan 9 secara teknis membutuhkan keahlian tertentu yang mungkin tidak dimiliki oleh pelaksana proyek. Metode ini juga kurang efektif pada daearah aliran sungai, pedesaan atau wanatani (agroforestry) yang berupa mosaik dari berbagai penggunaan lahan dengan persil berukuran kecil (beberapa ha saja). Hasil pengideraan jauh dengan resolusi sedang mungkin sangat bermanfaat untuk membagi area proyek menjadi kelas-kelas vegetasi yang relatif homogen. Hasil pembagian kelas ini menjadi panduan untuk proses survey dan pengambilan data lapangan. Untuk mendapatkan estimasi biomassa dengan tingkat keakuratan yang baik memerlukan hasil pengideraan jauh dengan resolusi yang tinggi, tetapi hal ini akan menjadi metode alternatif dengan biaya yang besar. d. Pembuatan model Model digunakan untuk menghitung estimasi biomassa dengan frekuensi dan intensitas pengamtan insitu atau penginderaan jauh yang terbatas. Umumnya, model empiris ini didasarkan pada jaringan dari sample plot yang diukur berulang, yang mempunyai estimasi biomassa yang sudah menyatu atau melalui persamaan allometrik yang mengkonversi volume menjadi biomassa (Lugina et al., 2011) Untuk masing masing metode di atas, persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standar yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies, penggunaan persamaan standard ini dapat mengakibatkan galat (error) yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Murdiyarso et al., 2004). 10 BAB IV. ANALISA CADANGAN KARBON KELAPA SAWIT UNTUK LAHAN BERPIRIT 4.1 Pendahuluan Kemampuan memfiksasi CO2, produksi O2 (183,2 ton/ha/th) dan produksi biomassa (C) yang tinggi tanaman kelapa sawit mampu mempengaruhi penurunan suhu permukaan bumi dan mengurangi efek rumah kaca (Pacheco, 2012). Penelitian ini meminimalisir adanya pro dan kontra perkembangan kelapa sawit oleh aktivis lingkungan hidup karena dianggap sebagai penyebab deforestasi dan merusak lingkungan hutan. Pemilihan areal tanam adalah salah satu satu faktor penentu produksi tanaman kelapa sawit yang dihasilkan. Cadangan karbon kelapa sawit pada areal yang dikelola dengan baik mencapai 3 ton/ha atau sekitar 7 ton CO2/ha/tahun dalam penyerapan emisi sedangkan yang tidak dikelola dengan baik mengurangi pengurangan tiga kali lipat dan hanya mencapai 1 ton/ha (Prayitno et al., 2013) Kabupaten Langkat merupakan salah satu dari kabupaten/kota di provinsi Sumatera Utara yang memiliki 4.612 ha areal perkebunan kelapa sawit diharapkan mampu memberikan jumlah cadangan karbon yang besar. Pengelolaan produksi kelapa sawit di kawasan ini belum berjalan dengan baik karena sebagian besar lahan tanam yang digunakan adalah lahan tanam berpirit yang membutuhkan optimalisasi dalam pengelolaannya . 4.1.1 Perumusan masalah Mekanisme pengelolaan kelapa sawit terutama terhadap tipe lahan tanam yang digunakan memiliki korelasi terhadap tinggi dan rendahnya cadangan karbon yang dihasilkan. Terutama pada lahan tanam berpirit yang merupakan pengembangan perluasan area tanam kelapa sawit yang membutuhkan optimalisasi dalam seluruh kegiatan tanam kelapa sawit. Melalui penelitian ini akan dianalisis estimasi cadangan karbon, faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah cadangan karbon yang dihasilkan oleh cadangan karbon pada kelapa sawit dalam kondisi lahan tanam berpirit dengan pengamatan tipe umur tanam berbeda. 4.1.2 Tujuan penelitian Menganalisis estimasi cadangan karbon, faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah cadangan karbon yang dihasilkan oleh cadangan karbon pada kelapa sawit dalam kondisi lahan tanam berpirit dengan pengamatan tipe umur tanam berbeda 4.1.3 Manfaat penelitian Adanya data dan informasi mengenai perbandingan estimasi cadangan karbon, faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah cadangan karbon oleh cadangan karbon pada kelapa sawit dalam kondisi lahan tanam berpirit dengan pengamatan tipe umur tanam berbeda. Data dan Informasi tersebut dapat digunakan oleh berbagai pihak yang membutuhkan pengetahuan mengenai hal tersebut khususnya 11 petani kelapa sawit, peneliti, dan pemangku kebijakan dibidang sumber daya alam dan lingkungan hidup 4.2 Metode penelitan 4.2.1 Waktu dan tempat pelaksanaan penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2020. Pengambilan sampel penelitian dilakukan pada perkebunan kelapa sawit PT. Mopoli Raya bagian afdeling I Damar Condong pada kategori sawit dewasa umur tanam 15- ≤20 tahun dan tua umur tanam >20 tahun. Uji dan perhitungan cadangan karbon dilakukan di Laboratorium terpadu Fakultas Agro Teknologi Universitas Prima Indonesia. 4.2.2 Rancangan penelitian Rancangan penelitian ini mempergunakan rancangan deskriptif dengan metode sampling tanpa pemanenan (non-destructive sampling) untuk pengukuran biomassa pohon hidup, pohon mati, dan kayu mati dan metode sampling dengan pemanenan (destructive sampling) untuk pengukuran biomassa tumbuhan bawah dan serasah (Murdiyarso et al., 2004) 4.2.3 Alat dan bahan Alat- alat yang digunakan sebagai berikut peta perkebunan kelapa sawit untuk menentukan letak plot, meteran, timbangan, parang, gunting tanaman, kantung kertas, tali rafia, pancang, petak kuadran, box, cetok tanah, alat tulis, dan cat dan kuas untuk menandai (penomoran) pohon. Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian adalah tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berbeda umur tanam yaitu kategori kelapa sawit dewasa umur tanam 15- ≤20 tahun dan tua umur tanam >20 tahun. 4.2.3 Tahapan penelitian Terdapat beberapa tahapan pada penelitian ini diantaranya: 1. Pengukuran biomassa tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) diawali dengan membuat plot berukuran 20 m x 60 m sebanyak 2 kali ulangan (Gambar 7). Gambar 7. Plot pengamatan biomassa tanaman kelapa sawit (Sunber: Lubis, 2016). 12 Area pengamatan dipancang dengan bambu dan tali rafia serta ukur tinggi tanaman kelapa sawit dari pelepah ke- 17 sampai pangkal akar menggunakan meteran dan catat. Menghitung biomassa pada tanaman kelapa sawit menggunakan model allometrik (Lubis, 2011). Bap = 0.0706 + 0.0976H dimana Bap merupakan biomassa atas permukaan tanah (ton/pohon), H adalah tinggi tanaman kelapa sawit (m) yang diukur pada tinggi bebas pelepah ke 17 ( (Hairiah K, et.al., 2011)). 2. Pengukuran biomassa tumbuhan bawah yaitu herba atau rumput – rumputan yang terdapat dalam petak pengukuran (kuadran) dimana ukuran kuadran adalah 1 m x 1 m yang terletak di dalam petak pengukuran biomassa tegakan Elaeis guineensis Jacq (Gambar 8.). Gambar 8. Plot pengamatan biomassa tumbuhan bawah tanaman kelapa sawit (Sumber: Lubis, 2016). Semua sampel tumbuhan bawah dimasukkan kedalam kantung kertas dan beri label sesuai variable untuk diuji di laboratorium. Sampel tersebut diambil (sekitar 100 gr) dan ditimbang berat basah daun atau batang. Sampel dioven pada suhu 80 °C selama 2 x 24 jam dan ditimbang berat keringnya. Menurut Hairiah K, et.al. (2011)), total berat kering tumbuhan bawah per kuadran dihitung dengan rumus: Total BK (gr) = {BK subsampel (gr) : BB subsampel (gr)} x TotalBB (gr) dimnana , BK = berat kering dan BB = berat basah. Serta ditung potensi karbon tersimpan dengan rumus: Potensi Karbon Tersimpan (Ton/Ha) = (Biomassa Permukaan Tanaman Kelapa Sawit + Tumbuhan Bawah) x 0,46. 13 3. Pengukuran penyerapan CO2 dengan persamaan kimiawi dimana 1 gram karbon (C) equivalen dengan 3,67 gram CO2 sehingga jumlah CO2 yang dapat diserap oleh tegakan hutan adalah jumlah karbon tersimpan dikali dengan 3,67 atau dengan rumus : CO2 = C x 3,67 dimana, CO2 = penyerapan karbon dioksida dan C = potensi karbon tersimpan. 4.3 . Hasil dan pembahasan 4.3.1 Biomassa kelapa sawit Biomassa merupakan bahan organik hasil dari proses fotosintesa yang dinyatakan dalam satuan bobot kering. Lokasi I adalah kelapa sawit dengan pada kategori kelapa sawit dewasa umur tanam 15- ≤20 tahun dan lokasi II adalah dan kategori kelapa sawit tua umur tanam >20 tahun. Tabel 1. Biomassa tanaman kelapa sawit pada kebun Afdeling I Damar Condong PT Mopoli Raya Plot Jumlah Pohon Sampel Biomassa Tanaman Kelapa Sawit (ton/ha) Lokasi I 20 12,7520 Lokasi II 20 12,6508 Dari Tabel 1. di atas dapat di lihat bahwa biomassa tumbuhan kelapa sawit dilahan berpirit pada pada plot kelapa sawit umur lokasi II sebesar 12,6508 ton/ha lebih rendah daripada kelapa sawit pada lokasi I sebesar 12,7520 ton/ha. Tinggi kelapa sawit pada lahan berpirit rata-rata 4-5 meter berbeda pada sawit dilahan non berpirit Biomassa tanaman kelapa sawit rentang umur 15-20 tahun adalah masa dewasa dengan penghasilan buah yang memuncak. TBS (Tandan Buah Segar) yang di hasilkan pada masa ini adalah hasil yang terbesar (Wibowo, 2011) Balai Penelitian Tanah Indonesia (2019) menyatakan bahwa rata-rata biomassa terbesar pohon berasal dari batang, yakni 416,6 kg atau 82,97% dari total biomassa pohon. Selanjutnya biomassa pelepah sebesar 45,2 kg (9,01%), dan daun sebesar 30,3 kg (6,03%). pada 55 pohon contoh di hutan alam tropika, Kalimantan Timur menyatakan rata-rata biomassa terbesar pohon berasal dari batang yakni 485,65 kg (64,31%) dari total biomassa pohon. Biomassa akar sebesar 163,76 kg (21,68 %), cabang 76,69 kg (10,16%), daun 28,84 kg (3,82%), dan buah 0,18 kg (0,18%) dari total biomassa pohon. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa rata-rata kadar air tertinggi terdapat pada daun, yakni sebesar 20 108,72%, sedangkan kadar air terendah terdapat pada bagian cabang sebesar 80,21%. Daun memiliki nilai kadar air tertinggi disebabkan oleh struktur daun tersusun atas rongga stomata yang diisi oleh sedikit bahan penyusun kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Hasil di atas diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ivansyah et al., 2011)) menunjukkan bahwa kadar air terendah terdapat pada batang. Hal ini disebabkan karena batang lebih banyak disusun oleh selulosa, hemiselulosa, lignin, dan zat ekstraktif sehingga rongga sel batang sedikit terisi oleh air. Melalui proses fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman dan dengan bantuan sinar matahari kemudian diubah menjadi karbohidrat untuk selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh tanaman dan ditimbun dalam bentuk daun, batang, cabang, buah dan bunga. 14 Tabel 2. Biomassa tumbuhan bawah kelapa sawit pada kebun Afdeling I Damar Condong PT Mopoli Raya Plot Lokasi I Lokasi II Jumlah Biomassa Tumbuhan Bawah (ton/ha) 0,19200 0,18709 Dari Tabel 2. pengukuran biomassa tumbuhan bawah di kebun menunjukan bahwa pada sawit lahan berpirit lokasi I menghasilkan 0,19200 ton/ha sedangkan pada lokasi II menghasilkan 0,18709 ton/ha. Biomassa ini merupakan hasil pengukuran dengan menggunakan metode destructive sampling. Biomassa tumbuhan bertambah karena tumbuhan mengikat CO2 dari udara dan mengubahnya menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis. Laju dimana biomassa bertambah adalah produktivitas primer kotor. Hal ini tergantung dari luas daun yang disinari, suhu, dan sifat masing-masing jenis tumbuhan. Sisa hasil fotosintesis yang tidak digunakan untuk pernapasan dinamakan produktivitas primer bersih dan produktivitas yang tersedia setelah waktu tertentu dinamakan produksi primer bersih (Lakitan, 2018). Biomassa diukur dari biomassa di atas permukaan tanah dan biomassa di bawah permukaan tanah, dari bagian tumbuhan yang hidup, semak, dan serasah (Brown, 1997). Beberapa faktor yang mempengaruhi biomassa tanaman antara lain adalah umur tanaman, perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tanaman. Selain itu, juga dipengaruhi oleh faktor iklim seperti suhu dan curah hujan. Kandungan C biomassa per hektar hanya antara 14,75-14,94 ton pada umur tanam 1-5 tahun. Malau (2013) menyatakan kegiatan penjarangan yang di lakukan terhadap tegakan, baik pada batang, cabang maupun ranting juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan bawah. Hal ini berkaitan dengan intensitas cahaya matahari yang dapat di terima oleh tumbuhan bawah. Semakin banyak cahaya matahari yang di terima tumbuhan, berarti semakin baik proses fotosintesis pada tumbuhan tersebut. Hal ini di karenakan pada tumbuhan bawah, kandungan karbon dan biomassanya di pengaruhi oleh komposisi vegetasi tumbuhan bawah penyusunnya. Demikian juga halnya dengan kandungan karbon dan biomassa pada serasa yang di pengaruhi oleh komponen-komponen penyusunnya, misalnya kayu busuk, daun,dan ranting (Mutahhar, 2019) 4.3.2 Potensi karbon tersimpan pada kelapa sawit Hasil pendugaan C biomassa memiliki nilai yang bervariasi karena sangat ditentukan umur tanaman, kerapatan per satuan luas, iklim dan pengolahan lahan serta lingkungan pertumbuhan kelapa sawit terutama jenis lahannya dan juga teknik pengukuran yang digunakan. Beberapa penelitian terdahulu juga telah melakukan penelitian tentang pendugaan C biomassa kelapa sawit pada berbagai jenis lahan. Cadangan C biomassa pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkisar antara 31-101 ton/ha (Asbur & Ariyanti, 2017) Perhitungan cadangan karbon biomassa kelapa sawit ditentukan berdasarkan persentase kandungan C dalam biomassa. Data hasil potensi karbon tersimpan di kebun PT Mopoli Raya pada lahan berpirit adalah: 15 Tabel 3. Potensi karbon tersimpan berdasarkan umur kelapa sawit Plot Biomassa Biomassa Tanaman Tumbuhan Kelapa Sawit Bawah (ton/ha) (ton/ha) Lokasi I 12,7520 0,19200 Lokasi II 12,6508 0,18709 Potensi Karbon Tersimpan (ton C/ha) 5,9542 5,9054 Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa di kebun PT Mopoli Raya potensi karbon tersimpan pada lahan berpirit pada kelapa sawit Lokasi I adalah 5,9542 ton C/ha lebih besar dari kelapa sawit kategori tua tersimpan 5,9054 ton C/ha. Potensi karbon tersimpan yang dimiliki oleh PT Mopoli Raya Afdeling I Damar Condong selaras dengan kemampuan dalam menyerap CO2 yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 4 dibawah ini: Tabel 4. Penyerapan karbon dioksida berdasarkan umur kelapa sawit dewasa (15-20 tahun) dan tua (>20 tahun) di kebun PT Mopoli Raya Plot Penyerapan Karbon (CO2) (ton CO2/ha/tahun) Lokasi I 21,85206 Lokasi II 21.67293 Dari Tabel 4 menyatakan pada kelapa sawit pada kebun PT Mopoli Raya mampu melakukan penyerapan karbondioksida dimana pada kelapa sawit lokasi I adalah 21,85206 ton CO2/ha/tahun lebih besar dari kelapa sawit lokasi II 21.67293 ton CO2/ha/tahun. Dalam proses fotosintesis, kelapa sawit akan menyerap CO2 dari udara dan akan melapas O2 ke udara. Proses ini akan terus berlangsung salama pertumbuhan dan perkembangannya masih berjalan. Umur kelapa sawit dapat mencapai lebih 25 tahun dengan pengolaan yang baik (Gunarso et al., 2013). Farrasati et al. (2020) mengemukakan bahwa di Sumatra utara memiliki potensi yang sangat besar terutama perkebunan kelapa sawit. Peran perkebunan kelapa sawit sebagai penyerapan CO2, hasil proses fotosintesis ini jauh lebih besar dari pada respirasi. Akibat oksigen yang di hasilkan persatuan waktu, semakin luas perkebunan kelapa sawit yang bertumbuh dan berproduksi semakin besar pula oksigen yang di hasilkan persatuan waktu dan ruang. Perbedaan penyerapan netto CO2 tersebut disebabkan perbedaan laju fotosintesis dan respirasi. Pada perkebunan (kelapa sawit) pertumbuhan biomassa (termasuk produksinya) masih terjadi sampai kelapa sawit ditebang (umur 25 tahun), sehingga laju fotosintesis lebih besar dari laju respirasi. Sedangkan hutan alam tropis yang sudah mencapai umur dewasa (mature) pertumbuhan biomassa sudah berhenti atau sangat kecil, sehingga laju fotosintesis sudah sama (mendekati laju respirasi). Dengan demikian untuk penyerapan CO2 dari atmosfer bumi, konversi hutan dewasa menjadi perkebunan bukanlah bentuk deforestasi tetapi bersifat. Mungkin lebih tepat disebut afforestasi yakni membangun fungsi ekologis hutan di luar (administratif) kawasan hutan. Berdasarkan definisi hutan dengan konsep land cover change yang dianut banyak negara, perkebunan termasuk perkebunan kelapa sawit dapat dikategorikan sebagai hutan (berfungsi ekologis hutan), meskipun secara administratif tidak berada dalam kawasan hutan (Rochmayanto et al., 2013). 16 Winarna (2017) memaparkan bahwa semakin dangkal pirit berpengaruh nyata terhadap menurunya pH tanah. Produksi kelapa sawit juga dipengaruhi oleh kedangkalan pirit, penurunan produksi pada kedalaman pirit <60 cm dan 60-120 cm berturut-turut adalah 26-15%. pH tanah berkisar 3,0-9,0. Unsur hara lebih mudah diserap akar tanaman pada pH netral, selain itu pada pH netral kandungan hara makro yang dibutuhkan tanaman juga tersedia. Karbon biomassa meningkat dengan peningkatan umur. Kondisi maksimum pada umur 1924 tahun dengan kandungan karbon sebesar 27.168 ton setiap hektarnya. Variasi nilai yang diperoleh tersebut sesuai dengan luasan lokasi penelitian dan umur kelapa sawit. Namun, pembukaan lahan dengan cara pembakaran hutan dan konversi lahan gambut menjadi perkebunan (Prayitno et al., 2013) Areal yang berpotensi untuk perluasan perkebunan kelapa sawit tidak saja lahan mineral, tetapi juga lahan gambut. Lahan gambut menyimpan karbon yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Di daerah tropis karbon yang disimpan tanah dan tanaman pada lahan gambut bisa 10 kali karbon yang disimpan oleh tanah dan tanaman pada tanah mineral (Pratamasari et al., 2019). Pada lahan gambut di PTPN IV Ajamu, Kabupaten Labuhan Batu menunjukkan bahwa kandungan karbon kelapa sawit umur 11 tahun adalah sebesar 799 ton/ha (Yulianti, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jenis tanah, varietas tanaman, dan lain sebagainya sangat mempengaruhi kandungan C tanaman sawit. Beberapa penelitian terdahulu juga telah melakukan penelitian tentang pendugaan C biomassa kelapa sawit pada berbagai jenis lahan. Cadangan C biomassa pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkisar antara 31-101 ton/ha. 4.4 Kesimpulan Dari hasil penelitian ini kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) dapat di simpulkan bahwa cadangan karbon lahan berpirit semakin besar bila umur sawit dalam kondusif produktif. Ini dapat dilihat dari kelapa sawit dengan umur dewasa dengan umur 15-≤20 tahun pada lokasi I memiliki kemampuan penyerapan karbon pada kelapa sawit adalah 21,85206 ton CO2/ha/tahun lebih besar dari kelapa sawit tua dengan umur ≥ 20 tahun pada lokasi II 21.67293 ton CO2/ha/tahun. 17 DAFTAR PUSTAKA Asbur, Y., Ariyanti, M. (2017). Peran konservasi tanah terhadap cadangan karbon tanah, bahan organik, dan pertumbuhan kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.) The. Kultivasi, 16(3), 402–411. Balai Pelatihan Tanah Indonesia. (2019). Jejak Karbon Pada Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Dengan Sistem Pengelolaan Intensif Dan Konvensionat (carbon. In Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9). Barthel, M., Jennings, S., Schreiber, W., Sheane, R., Royston, S., Llp, K., Fry, J., Leng Khor, Y., & McGill, J. (2018). Study on the environmental impact of palm oil consumption and on existing sustainability standards. LMC International Ltd. Basiron, Y., & Weng, C. K. (2004). The Oil Palm and its Sustainability. Journal of Oil Palm Research, 16(1), 1–10. Benyamin Lakitan. (2018). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan (Edisin18 ed.). Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Brown, S. (1997). Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests: a Primer. (FAO Forestry Paper - 134). Campbell, N.A & Jane B. (2010). Biologi : Jilid 1 (Edisi 8). Jakarta. Erlangga. Farrasati, R., Pradiko, I., Rahutomo, S., Sutarta, E. S., Santoso, H., & Hidayat, F. (2020). C-organik Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit Sumatera Utara: Status dan Hubungan dengan Beberapa Sifat Kimia Tanah. Jurnal Tanah Dan Iklim, 43(2), 157. Gunarso, P., Hartoyo, M. E., Agus, F., & Killeen, T. J. (2013). Oil Palm and Land Use Change in Indonesia , Malaysia and Papua New Guinea. Reports from the Technical Panels of RSPOs 2nd Greenhouse Gas Working Group, January 2013, 29–64. Hairiah K, Ekadinata A, Sari RR, R. S. (2011). Pengukuran cadangan karbon dari tingkat lahan ke bentang alam. In World Agroforestry Centre, ICRAF SEA Regional Office, University of Brawijaya (Vol. 2). Indriyanto. (2006). Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Ivansyah, O., Fakhrudin, J., & Ali, M. (2020). Imaging Lahan Gambut Menggunakan Electrical Resistivity Imaging : Estimasi Cadangan Karbon Gambut pada Agroekosistem Kelapa Sawit. Vokasi, XV (1):9-14 Kauffman, J. B., & Donato, D. C. (2012). Protocols for the measurement, monitoring and reporting of structure, biomass and carbon stocks in mangrove forests. CIFOR Indonesia. Kevin Saff. (2002). Carbon cycle. https://www.brighthub.com/environment/scienceenvironmental/articles/121234/. Diakses 20 Juni 2021 Kurnia, A., Ihwan, A., Wahyuni, D., Studi Fisika, P., & Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, F. (2015). Analisis Cadangan Karbon Tanah Gambut Pada Lahan Yang Telah Direklamasi. Prisma Fisika, III(01), 29–35. Lubis, Anggi Radithya. (2011). Pendugaan Cadangan Karbon Kelapa Sawit Berdasarkan Persamaan Alometrik Di Lahan Gambut Kebun Meranti Paham, PT Perkebunan Nusantara Iv, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Pertanian Institute Pertanian Bogor. Lubis, Aulia Rahman. (2016). Estimasi karbon tersimpan tanaman kelapa sawit. Skripsi. Program Studi Budidaya Perkebunan. Sekolah Tingi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan Medan. 18 Lugina, M., Ginoga, K. L., Wibowo, A., Bainnaura, A., & Partiani, T. (2011). Prosedur Operasi Standar ( SOP ) untuk Pengukuran Stok Karbon di Kawasan Konservasi. http://ceserfitto.puslitsosekhut.web.id Diakses 20 Juni 2021 Malau, Y. D. P. (2013). Pendugaan cadangan karbon Above Ground Biomass (AGB) pada tegakan hutan alam di Kabupaten Langkat. Skripsi. Fakultas Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Manuri, S., Putra, C. A. S., & Saputra, A. D. (2011). Tehnik Pendugaan Cadangan Karbon Hutan. In Merang REDD Pilot Project, German International Cooperation–GIZ. Palembang. Murdiyarso, D., Rosalina, U., Hairiah, K., Muslihat, L., Suryadiputra, I. N. N., & Jaya, A. (2004). Petunjuk Lapangan: Pendugaan Cadangan Karbon pada Lahan Gambut (p. 42). Wetlands International - Indonesia Programme. Mutahhar, C. (2019). Pengembangan Persamaan Alometrik Untuk Menduga Biomassa Dan Cadangan Karbon Berbagai Jenis Bambu Di Daerah Aliran Sungai (Das) Bangsri. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Nemec, R. (2020). Environment Air https://www.pinterest.com/pin/571323902709276282/ Diakses 20 Juni 2021 Pollution. Nur Masripatin, Kirsfianti Ginoga, Gustan Pari, Wayan Susi Dharmawan, Chairil Anwar Siregar, Ari Wibowo, Dyah Puspasari, Arief Setiyo Utomo, Niken Sakuntaladewi, Mega Lugina, Indartik, Wening Wulandari, Saptadi Darmawan, Ika Heryansah, N.M. Heriyanto, H., B. S. (2010). Cadangan Karbon pada Berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. In Journal of Materials Processing Technology (Vol. 1, Issue 1). Pacheco, P. (2012). Oil palm in Indonesia linked to trade and investment: Pohan, I. (2015). Buku Panduan Teknis Budidaya Kelapa Sawit Untuk Praktisi (Jakarta (ed.)). Jakarta. Penebar Swadaya. Pratamasari, H., Siregar, Y. I., & Mubarak, M. (2019). Potensi Cadangan Karbon Pada Lahan Mineral Perkebunan Kelapa Sawit Pt. Guna Dodos Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan, 12(1), 63–69. Prayitno, M. B., Sabaruddin, Setyawan, D., & Yakup. (2013). The Prediction of Peatland Carbon Stocks in Oil Palm Agroecosystems. Agrista, 3, 86–92. Purba, I., Siagian, M., & Erna, M. (2019). Kandungan Karbon Di Perkebunan Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut Di Desa Berumbung Baru Kecamatan Dayun Kabupaten Siak Provinsi Riau. Jurnal Ilmu Lingkungan, 90–97. Rastogi, S. S. and H. P. (2002). Emission of carbon dioxide from soil. Current Scicence, Vol. 82(No. 5), 8. Rochmayanto, Y., Wibowo, A., Lugina, M., Butarbutar, T., Mulyadin, R., & Wicaksono, D. (2013). Cadangan Karbon Pada Berbagai Tipe Hutan Dan Jenis Tanaman Di Indonesia. In Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9). Sulistyaningsih, T., Si, S., Si, M., Lestari, D., & Kimia, P. (2017). Baku mutu tanah. 0404517016, 0– 10. Sutandi, A., Nugroho, B., & Sejati, B. (2011). Hubungan Kedalaman Pirit Dengan Beberapa Sifat Kimia Tanah Dan Produksi Kelapa Sawit (Elais guineensis). Jurnal Ilmu Tanah Dan Lingkungan, 13(1), 21. Wibowo, A. (2011). Conversion of Forest to Oilpalm Plantation on Peatland : Implication on Climate Change and Policy. Jurnal Penelitian Sosial Dan Ekonomi Kehutanan, 7(4), 251–260. 19 Winarna. (2017). Pertumbuhan Tanaman Kelapa Sawit Di Lahan Pasang Surut. Jurnal Pertanian Tropik, 4(1), 95–105. h Yulianti, N. (2009). Cadangan karbon lahan gambut dari agroekosistem kelapa sawit ptpn iv ajamu, kabupaten labuhan batu, sumatera utara. Tesis. Program Studi Ilmu Tanah. Institut pertanian bogor. 20 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 21 Lampiran 2. Tahapan Kegiatan Penelitian 1. Survei dan pembuatan plot penelitian 2. Pengukuran biomasa tanaman pada plot penelitian 4. Analisis data cadangan karbon kelapa sawit pada areal lahan berpirit 3. Pengukuran biomasa tanaman di Laboratorium 22 23