Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
Kode/Nama Rumpun Ilmu: 601 / ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK LAPORAN TAHUNAN PENELITIAN DESENTRALISASI SKEMA PENELITIAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN 2014 BUDAYA POLITIK SUKU BANGSA GAYO MODEL BUDAYA POLITIK SUKU BANGSA GAYO DI KABUPATEN ACEH TENGAH, KABUPATEN BENER MERIAH DAN KABUPATEN GAYO LUWES. Ketua : Indra Fauzan, S.Hi, M.Soc.Sc : 0018028104 Anggota : Adil Arifin, S.Sos, MA : 0016028302 Dibiayai oleh DIPA Universitas Sumatera Utara Tahun Anggaran 2014, sesuai dengan surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Anggaran 2014 (Tahap II) Nomor: 4804/UN5.1.R/KEU/2014, Tanggal 23 Juni 2014 LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DESEMBER 2014 1 2 RINGKASAN Berdasarkan fakta sejarah, Bangsa Gayo bisa dikatakan sebagai ―Bangsa Penakluk‖ dengan terdiri dari beberapa kerajaan yang tersebar di berbagai daerah Gayo hingga Aceh Tengah. Akan tetapi setelah kemerdekaan, Bangsa Gayo tergabung dalam Provinsi Aceh, dan dalam praktek politiknya mereka seakan dianggap kaum minoritas dibandingan dengan Suku Aceh yang mayoritas, dan mereka juga seperti di nomor duakan dalam kehidupan politik di daerahnya. Pada masa perjuang GAM (Gerakan Aceh Merdeka), bangsa gayo juga yang termasuk menolak untuk bergabung. Dan setelah reformasi tahun 1998, ada tuntutan masyarakat untuk mekar dari provinsi Aceh dan mendirikan provinsi sendiri yang bernama provinsi ALA (Aceh Leuser Antara). Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah untuk memetakan Budaya Politik Suku Bangsa Gayo , apakah ia bersifat parokial, subjek, partisipatif atau gabungan diantaranya,. Secara khusus penelitian ini juga akan mengidentifikasi orientasi budaya politik masyarakat Gayo, mendalami komponen budaya politik berupa komponen kognitif, afektif dan evaluatif, serta akan melihat perkembangan dan kesinambungannya pasca reformasi tahun 1998. Dengan kajian budaya politik kita dapat mengetahui serta memahami sikap-sikap warga negara terhadap sistem politik yang kemudian akan mempengaruhi tuntutan, tanggapan, dukungan serta orientasi masyarakat terhadap sistem politik . Sehingga maksud masyarakat melakukan kegiatan-kegiatannya dalam sistem politik atau faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran politik juga dapat dimengerti. Kita juga dapat memehami sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik, serta memahami pola perilaku mereka dalam kehidupan bernegara, pengelengaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Pada tahun pertama penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, dengan mengebarkan kusioner kepada beragam lapis masyarakat, dan pada tahun kedua menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam kepada berbagai narasumber untuk mengggali info dan fakta tentang budaya politik mereka. Penelitian akan dilakukan di 3 kabupaten yang menjadi sentral populasi masyarakat Gayo, yakni Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Gayo Lues. Dan diharapkan dengan penelitian ini dapat diperoleh modul/gambaran yang jelas tentang budaya politik lokal, sehingga dengannya pemerintah-baik pusat maupun daerah-dapat mendasarkan kebijakan mereka dengan pendekatan budaya politik lokal setempat, yang dengannya pembangunan politik masyarakat akan akan lebih menyentuh dan berkerakyatan. Keyword : budaya politik, gayo, parokial, subjek, partisipatif. 3 PRAKATA Alhamdulillah, syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT atas pemberian-Nya berupa kesempatan dan kesehatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan Penelitian Hibah Bersaing dengan judul ― Budaya Politik Suku Bangsa Gayo : Model Budaya Politik Suku Bangsa Gayo Di Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Gayo Luwes‖. Penelitian ini Mengidentifikasi dan memetakan pola orientasi dan budaya politik masyarakat Gayo di kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah dan kabupaten Gayo Lues, serta juga menganalisa kesinambungan dan perubahan budaya politik masyarakat Gayo pasca reformasi tahun 1998. Dengan harapan penelitian ini akan menjadi model pendekatan politik berbasis budaya lokal bagi pemerintah baik di pusat maupun di tingkat kabupaten/kota. Peneliti juga berterima kasih kepada Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara Kementrian Pendidikan dan Kebudayaaan Indonesia, atas penerimaan judul ini dan pemberian dana untuk melaksanakannya. Dan tak lupa pula kepada para assesor/reviewer dari Lembaga Penelitian USU yang juga telah memberikan masukan dan saran dalam rencana dan penyelesaian penelitian ini. Penelitian juga tidak akan terlepas dari kekurangan-kekurangan, sehingga masukan dari berbagai kalangan, terkhusus para reviewer dan LP sangat peneliti harapkan. Medan, 03 September 2014 Peneliti 4 DAFTAR ISI Halaman Sampul........................................................................................................................ i Halaman Pengesahan................................................................................................................. ii Ringkasan................................................................................................................................... iii Prakata …................................................................................................................................... iv Daftar Isi ……………………………………………………………………………………… v Daftar Tabel……………………………………………………………………………………vii Daftar Chart……………………………………………………………………………………viii Bab 1 : Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah......................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah................................................................................................ 2 1.3. Urgensi Penelitian…………………………………………………………….… 3 Bab 2 : Tinjauan Pustaka …………………………………………………………………….. 6 2.1. Kajian Konseptual 2.1.1 Teori Budaya Politik………………..................................................................... 8 2.1.2 Teori Etnis………………………………………................................................ 11 2.1.3. Road Map Penelitian ……………………………….......................................... 13 Bab 3 : Tujuan dan Manfaat Penelitian 3.1. Tujuan Penelitian ………………………………………………………………. 13 3.2. Manfaat Penelitian ………………………………………………………………13 3.3. Luaran Penelitian ………………………………………………………………. 14 Bab 4 : Metode Penelitian 4.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian...........................................................................14 4.2. Fokus Penelitian..................................................................................................... 14 4.3. Populasi dan Sample……………………………………………………………. 14 4.4. Penentuan Informan…………………………………………………………,,… 15 4.5. Lokasi Penelitian.................................................................................................... 16 4.6. Sumber dan Pengumpulan Data.......................................................................... 16 4.7. Analisis Data.......................................................................................................... 17 4.8. Bagan Alir Penelitian............................................................................................ 17 Bab 5 : Hasil yang Dicapai ………………………………………………………………… 18 5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian. ………………………………………………… 19 5.1.1. Kabupaten Aceh Tengah ………………………………………………………19 5.1.2. Kabupaten Bener Meriah …………………………………………………… 29 5.1.3. Kabupaten Gayo Luwes………………………………………………………..39 5.2. Pemetaan Budaya Politik Masyarakat Suku Gayo…………………………. 48 5.2.2. Pola Kesadaran Politik ……………………………………………………. …50 5.2.3. Perasaan Terhadap Pemerintahan dan Politik …………………………….. 57 5.2.4. Bentuk-Bentuk Partisanship………………………………………………….. 63 5.2.5. Wewenang Politik Masyarakat…………………………………….………… 69 5.2.6. Hubungan Sosial dan Kerjasama Masyarakat……………………………… 71 5.2.7. Keanggotaan Organisasi…………………………………………………….. 73 5.2.8. Sosialisasi Politik …………………………………………………………….. 76 5.2.9. Kesadaran Politik Lokal …………………………………………………….... 79 5.2.10. Pengetahuan Tentang Perubahan Politik Lokal…………………………… 82 5.2.11. Harapan Masyarakat Kepada Pemerintah Pusat dan Lokal……………… 84 5 Bab 6 : Rencana Tahapan Berikutnya ………………………………………………………. 85 Bab 7 : Kesimpulan dan Saran ……………………………………………………………… 85 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... LAMPIRAN-LAMPIRAN……………………………………………………………………… 6 DAFTAR TABEL. Tabel 1: Penduduk Aceh Tengah Berdasarkan Kecamatan …………………………....20 Tabel 2: Produksi Tahunan Kabupaten Aceh Tengah……………………………….…..22 Tabel 3 : Populasi Hasi Ternak Kabupaten Aceh Tengah. …………………………...…24 Tabel 4 : Kecamatan Pada Kabupaten Bener Meriah……………………………………30 Tabel 5 : Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bener Meriah…………………32 Tabel 6: Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Kabupaten Bener Meriah…………………..33 Tabel 7: Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Kabupaten Bener Meriah……33 Tabel 8: Angkatan Kerja Berdasarkan Pendidikan di Kabupaten Bener Meriah…….34 Tabel 9: Jenis, Kondisi, Kelas dan panjang jalan (KM) berdasarkan Tahun di Kabupaten Bener Meriah…………………………………………………………………..35 Tabel 10: Rencana Pola Ruang Kabupaten Bener Meriah Tahun 2011-2031…………38 Tabel 11: Rencana Kawasan Budi Daya Kabupaten Bener Meriah………………….…38 Tabel 12: Nama - Nama Ibukota kecamatan dan Kode Pos dalam wilayah Kabupaten Gayo Lues Tahun 2008…………………………………………………………………..…40 Tabel 13: Jumlah Perangkat Desa/Kelurahan di Kabupaten Gayo Lues………………41 Tabel 14 : Perkiraan Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk dirinci menurut Kecamatan dalam Kabupaten Gayo Lues, Juni 2008……………………………………42 Tabel 15: Jumlah Sekolah Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Gayo Lues…….…44 Tabel 16: Jumlah Rumah Ibadah di Kabupaten Gayo Lues………………………….…45 7 DAFTAR CHART. CHART 1. Responden Berdasarkan Usia………………………………………………...48 CHART 2. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin……………………………………..49 CHART 3. Responden Berdasarkan Pendidikan………………………………………...49 CHART 4. Responden Berdasarkan Pekerjaan………………………………………….50 CHART 5. Derajat Perkiraan Tentang Pengaruh Pemerintahan Nasional Terhadap Kehidupan Sehari-hari………………………………………………………………….....51 CHART 6. Derajat Estimasi Pengaruh Pemerintahan Lokal Terhadap Kehidupan Sehari-hari………………………………………………………………………………….51 CHART 7: Sifat Pengaruh Pemerintah Nasional dan pemerintah Lokal……………..52 CHART 8: Mengikuti Segala Kegiatan Pemerintahan………………………………….53 CHART 9: Mengikuti Laporan-laporan Mengenai Aktivitas Pemerintahan Melalui Berbagai Media…………………………………………………………………………….54 CHART 10: Derajat Frekuensi Mengikuti Laporan-laporan Mengenai Aktivitas Pemerintahan Melalui Berbagai Media………………………………………………….54 CHART 11: Kemampuan Menyebutkan Nama Pemimpin Pemerintah Pusat.(Nama Presiden dan Wakil Presiden)…………………………………………………………….55 CHART 12: Kemampuan Menyebutkan Nama Pemimpin Partai Nasional. (Nama 4 Ketua Partai-partai Nasional)…………………………………………………………...56 CHART 13: Kemampuan Menyebutkan Nama Pemimpin Pemerintah Daerah/Lokal.(Nama Gubernur dan Bupati )………………………………………….56 CHART 14: Ringkasan Pola Kesadaran Politik…………………………………….….57 CHART 15: Aspek-aspek yang menjadi Kebanggaan para responden……………...58 CHART 16: Harapan Terhadap Perlakuan Birokrasi Pemerintah dan Polisi……...58 CHART 17: Sejumlah Pertimbangan yang diharapkan dari pihak Birokrasi dan Polisi……………………………………………………………………………………....59 CHART 18: Frekuensi Pembicaraan Politik dengan orang lain……………………..60 CHART 19: Perasaan Dibatasi dalam Mendiskusikan Politik dan masalah-masalah Pemerintahan…………………………………………………………………………….61 CHART 20: Penggunaan Hak Pilih pada Pemilu Nasional dan Lokal Terakhir…...62 8 CHART 21: Partai Pilihan Responden pada Pemilu Nasional dan Lokal terakhir…62 CHART 22: Alasan Tidak menggunakan Hak Pilih pada Pemilu Nasional dan Lokal Terakhir…………………………………………………………………………………..63 CHART 23: Perasaan Masyarakat akan Perlu atau Tidaknya Kampanye…………64 CHART 24: Frekuensi Memilih/Memberikan Suara Masyarakat dalam Pemilu/Pilkada Semenjak Berhak Untuk Memberikan Suaranya……………………………………..64 CHART 25. Perasaan Terhadap Voting (Pemberian Hak Suara)…………………...65 CHART 26. Alasan Masyarakat Memberikan Hak Suaranya……………………….66 CHART 27: Penilaian Terhadap Anggota Partai yang telah berindah Partai……...66 CHART 28: Makna Otonomi Daerah Bagi Masyarakat……………………………...67 CHART 29: Makna Pilkada Bagi Masyarakat………………………………………...68 CHART 30: Kebebasan Pers di Daerah Menurut Masyarakat………………………68 CHART 31: Peranan apa yang harus dilakukan orang awam dalam masyarakat lokalnya………………………………………………………………………………..….69 CHART 32: Pernah atau Tidak pernahnya masyarakat menyampaikan Pendapat, Saran atau Kritik Terhadap Kebijakan Pusat, Daerah atau Tempat Domisilinya…70 CHART 33: Jika ada peraturan-peraturan yang tidak berkeadilan, apa yang akan anda lakukan untuk mencoba mempengaruhi pemerintah lokal maupun pusat…………71 CHART 34: Kegiatan Yang Lebih Disukai di Waktu Luang………………………...72 CHART 35: Kepercayaan dan Kecurigaan Sosial……………………………………..73 CHART 36: Keanggotaan Responden pada Organisasi Sosial atau Keagamaan…..74 CHART 37: Alasan Responden yang Tidak Menjadi Anggota Organisasi Sosial atau Keagamaan. (dari 72 Responden)……………………………………………………….75 CHART 38: Nama Organisasi Sosial atau Keagamaan Responden. (dari 28 Responden)………………………………………………………………………………..75 CHART 39: Pernahkah Anda menjadi Pengurus pada Organisasi Anda? (dari 28 responden)………………………………………………………………………………...76 CHART 40: Apakah Organisasi Anda Terliat dalam Hal Politik? (dari 28 responden)…………………………………………………………………………………76 CHART 41: Pengaruh dalam Keputusan Keluarga……………………………………77 9 CHART 42: Kebebasa Turut Serta di dalam Pembicaraan dan Debat di Sekolah…78 CHART 43: Frekuensi Responden Apakah Dimintai Nasehat/Pendapat dalam Pengambilan Keputusan di Tempat Mereka Bekerja/Belajar/Tinggal……………...78 CHART 44: Pengetahuan Masyarakat tentang Sistem Sart Opat……………………79 CHART 45: Apakah Sistem Sarat Opat Masih Diperaktekkan dalam Kehidupan Masyarakat Gayo………………………………………………………………………...80 CHART 46: Mana yang Lebih Bagus, Sistem Sarat Opat atau Sistem Yang Dibuat Pemerintah RI (Kelurahan/Desa. (dari 58 responden yang menjawab Iya pada chart 45)………………………………………………………………………………………….81 CHART 47: Kenapa Sarat Opat Tidak Lagi Dipraktekkan. (bagi yang menjawab Tidak pada Chart:45)…………………………………………………………………………...81 CHART 48: Apakah ada perubahan politik di Daerah Anda setelah Reformasi tahun 1998…………………………………………………………………………………….…82 CHART 49: Bentuk Perubahan seteleh Reformasi tahun 1998. (dari 51 responden yang menjawab Iya pada chart 48)…………………………………………………………..83 CHART 50: Alasan kenapa Tidak Ada Perubahan Setelah Reformasi Tahun 1998.(dari 13 responden yang menjawab tidak pada chart 48)………………………………….83 CHART 51: Harapan Masyarakat kepada Pemerintah Lokal………………………84 CHART 52: Harapan Masyarakat kepada Pemerintah Pusat……………………….85 10 BAB 1. PENDAHULUAN. 1.1. Latar belakang Masalah. Gayo adalah nama sebuah suku berpopulasi kecil yang mendiami sebuah wilayah bernama Tanoh Gayo yang terletak di pedalaman Aceh. Gayo adalah salah satu dari sekian suku minoritas di provinsi Aceh. Populasi suku bangsa gayo berjumlah 11,46 % dari total 5 juta penduduk aceh , yang umumnya tersebar di empat kabupaten, yaitu kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Kabupaten Gayo Lues, dan sebagian kecil di Kabupaten Aceh Tamiang. 1 Secara budaya suku bangsa Gayo juga memiliki sistem pemerintahannya tersendiri, yaitu suatu sistem yang berdasarkan Hukum Adat, dan berlandaskan hukum Islam. Sistem kepemimpinan/pemerintahan suku Gayo terangkum dalam pranata Sarak Opat, yang mempunyai empat unsur kepemimpinan, Reje (raja), Imem (imam), Petue (petua), dan Rayat.2 Masyarakat Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut gampong. Setiap gampong dikepalai oleh seorang gecik. Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman, yang dipimpin oleh mukim. Pada masa sekarang beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari kecamatan, dengan unsur-unsur kepemimpinan terdiri atas: gecik, wakil gecik, imem, dan cerdik pandai yang mewakili rakyat. Sebuah kampong biasanya dihuni oleh beberapa kelompok belah (klan).3 Pada masa perjuangan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) masyarakat Gayo banyak yang anti dan menolak untuk bergabung. Setelah reformasi tahun 1998, 2 pemekaran kabupaten terjadi di tanah Gayo, dan setelah perjanjian Helsinki, ada pergerakan ingin memisahkan diri dan membentuk provinsi tersendiri yang bernama provinsi Aceh Leuser Antara (ALA). Tuntutan pemekaran provinsi tersebut diajukan berlandaskan 6 (enam) faktor, yaitu: faktor historis, budaya, ekonomi, anggaran, keadilan, dan pendekatan pelayanan kepada masyarakat . Dan setelah beberapa tahun isu pemekaran ALA teredam, saat ini isu tersebut kembali menguat, dikarenkan adanya Qanun Aceh No.8 tahun 2012 tentang Kelembagaan Wali Nanggroe dan Qanun Aceh No.3 tahun 2013 tentang Bendera Aceh yang disahkan oleh DPRA Aceh. Masyarakat Gayo menolak Qanun tersebut karena menilai kelembagaan pemersatu kehidupan Adat istiadat Aceh tersebut belum mencerminkan keberagaman adat 1 Lihat Afadlal dkk. 2008. Runtuhnya Gampong di Aceh: Studi Masyarakat Desa yang bergejolak. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Hal.84-93. Isma Tantawi dan Buniyamin. 2011. Pilar-pilar kebudayaan Gayo Lues. Medan: Usu Press. Hal. 2-3. 2 Ibid. Hal.93-108. 3 Tantawi. Op.Cit. Hal. 29-36. 11 Aceh secara luas dan menyeluruh 4, dan menolak qanun bendera Aceh karena tidak sesuai dengan undang-undang Republik Indonesia.5 Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan benegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. Budaya politik adalah pendekatan yang cukup akhir di dalam ilmu politik. Pendekatan ini dipelopori oleh dua peneliti Amerika Serikat yaitu Gabriel A. Almond dan Sydney Verba. Budaya politik di Indonesia bermacam-macam karena masyarakat Indonesia bersifat heterogen (majemuk). Oleh karena itu, terdapat perbedaan budaya (termasuk budaya politik) yang kadang-kadang cukup besar di antara suku-suku bangsa di Indonesia. Dalam literatur ilmu politik, tidak banyak ditemukan kajian yang membahas budaya politik lokal di Indonesia secara intensif. Studi budaya lokal yang paling banyak dikenal adalah studi Ben Anderson tentang budaya politik Jawa. Dalam kajian antropologi, ada studi A. Mattulada tentang budaya politik bugis. Dan yang terbaru penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti The Habibie Center (oleh Siti Zuhro dkk), yang meneliti tentang Demokrasi dan Budaya Politik Lokal (Identifikasi nilai-nilai Demokrasi Lokal di Sumatera Barat, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan). Sedangkan penelitian budaya politik untuk daerah Aceh secara umum dan suku gayo secara khusus belum ada dilakukan. 1.2. Perumusan Masalah. Sesuai dengan latar belakang yang telah diutarakan terdahulu, maka pertanyaan penelitian yang akan dikaji adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pola orientasi dan budaya politik masyarakat Gayo di kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Benar Meriah dan Kabupaten Gayo Lues? 2. Bagaimana kesinambungan dan perubahan budaya politik masyarakat Gayo pasca reformasi tahun 1998 ? 4 http://atjehlink.com/lembaga-wali-nanggroe-atau-gayo-merdeka/. Diakses 22-5-2013, pukul 17:20 wib. http://www.rakyataceh.com/index.php?open=view&newsid=32391&tit=Berita%20Utama%20%20Ratusan%20Warga%20Tolak%20Qanun%20Bendera%20dan%20Lambang. Diakses 22-5-2013 pukul,17:22 wib. 5 12 1.3. Urgensi Penelitian. Menurut Gabriel A.Almond dan Sydney Verba budaya politik adalah sikap orientasi warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, serta sikap terhadap peranan warga negara di dalam sistem tersebut. Lucian Pye menjelaskan budaya politik terlebih pada aspek perkembangan politik di negara berkembang, dengan indikator pokok menyangkut wawasan politik, bagaimana hubungan antara tujuan, dan cara standar untuk penilain aksiaksi politik serta nilai-nilai yang menonjol bagi aksi politik.6 Penelitian dengan pendekatan budaya politk berguna untuk mengetahui sikap dan orientasi masyarakat suatu negara terhadap, sistem politik, kehidupan pemerintahan dan perpolitikan di negara tersebut. Sehingga apabila negara lebih mengetahui budaya politik masyarakatnya (baik budaya politik masing-masing suku, kelompok-kelompok masyarakat, para elit dan lain-lain), maka akan lebih mudah diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat, tentunya dengan program-program dengan berbasis budaya yang mereka miliki. Masa DOM (daerah operasi militer) tahun 1989 hingga tahun 1998 adalah peristiwa kelam bagi rakyat Aceh. Dari tahun 2003 hingga 2004 pemerintah menerapkan status Daerah Militer di Aceh. Pada Desember tahun 2004 aceh juga mengalami bencana sunami yang menewaskan lebih dari 250.000 jiwa. Dan akhirnya GAM dan Pemerintahpun berdamai dengan perjanjian Helsinki pada Agustus tahun 2005. Masalah pemekaran daerah juga banyak terjadi di aceh, sejak tahun 1999 hingga tahun 2007 telah 13 pemekaran kabupaten yang terjadi. Dan untuk daerah gayo sendiri ada 2 pemekaran yaitu, Kabupaten Gayo Lues yang mekar dari Kabupaten Aceh Tenggara tahun 2002 dan Kabupaten Bener Meriah yang mekar dari Kabupaten Aceh Tengah tahun 2003. Pendekatan dan Konsep. Pendekatan dan konsep dalam penelitian ini adalah pendekatan budaya politik, budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara , penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan hukum, adat istiadat dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat diartikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk 6 Lihat Agarwal. 2002. Political Theory:Principles of Political Sciences. New Delhi: S.Chand & Company Ltc.Hal.422-425. Hari Hara Das dan B C Choudhury. 1997. Introduction to Political Sociology. New Delhi: Vikas Publishing House Pvt Ltc. Hal. 92. 13 berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentu kebijakan publik untuk masyarakat seluruh nya. Gabriel A. Almond dan Sydney Verba menjelaskan bahwa, berdasarkan sikap warga negara terhadap kehidupan politik dan pemerintahan di negaranya, budaya politik dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu budaya politik apatis (parokial), budaya politik mobilisasi (subjek), serta budaya politik partisipasif (aktif).7 1. Budaya Politik Apatis (Parokial). Budaya politik jenis ini terdapat pada masyarakat yang masih tradisional seperti di desa-desa terpencil atau masyarakat suku pedalaman. Pada budaya masyarakat parokial, perhatian dan minat terhadap objek-objek politik yang luas sangat kecil sekali bahkan tidak ada, kecuali dalam batas tertentu di tempat mereka tinggal. 2. Budaya Politik Mobilisasi (Subjek). Masyarakat jenis ini sebenarnya telah memiliki perhatian dan kesadaran terhadap politik, meskipun dalam frekuensi yang masih sangat rendah. Posisi mereka dalam politik dapat dikatakan dapat dikatakan berada dalam posisi yang pasif. Mereka cenderung bersikap patuh dan tidak mau menentang kebijakan yang diambil oleh pemeran politik. 3. Budaya Politik Partisipasif. Pada budaya politik jenis ini, anggota masyarakat sudah memiliki kesadaran penuh dan memiliki peran aktif dalam kegiatan politik. Masyarakat sudah tidak lagi hanya menerima segala keputusan pemerintah, namun sudah berani menentang dan mengkritik serta sudah mulai menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Hipotesa. Hipotesa yang perlu diuji lewat penelitian ini adalah peneliti melihat bahwa budaya politik masyarakat Gayo mempunyai akar dari kearifan lokal yang mereka miliki pada lalu, yang dikenal dengan sistem Sarak Opat. Salah satu indikator majunya budaya politik suatu masyarakat bisa dilihat dari keaktifan mereka pada pemilihan umum/ pemilihan kepala daerah. Menurut data KPU partisipasi masyarakat aceh (termasuk gayo) adalah yang tertinggi secara nasional, pada pemilukada provinsi aceh pad tanggal 9 April 2012 sebanyak 75,73 % (jumlah ini hampir sama saat Pemilihan Presiden tahun 2009) pemilih mengggunakan hak pilihnya, dan yang persentase 7 Lihat Gabriel A. Almond & Sidney Verba. 1990. Budaya Politik : Tingkah laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 20-22. Komarudin sahid. 2011. Sosiologi Politik. Bogor: Ghalia Indonesia. Hal.154-158. 14 pemilih yang tertinggi adalah kabupaten Gayo lues dengan 88,08 % pemilih 8(sementara itu 3 kabupaten lainnya juga memiliki angka yang cukup tinggi: Bener meriah 82,41%, Aceh tengah 82,54%, Aceh tenggara 74,54%)9. Akan tetapi dengan angka partisipasi pemilih yang tinggi juga belum menjamin adanya kesadaran politik masyarakat yang tinggi juga atau masyarakat yang bersifat partisipatif, oleh itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut akan hal tersebut. Dan penelitian ini juga akan lebih menggali dan menggidentifikasi terhadap 3 komponen budaya politik menurut teori Almond dan Verba. Ketiga komponen tersebut ialah: a. Komponen Kognitif : Pengetahuan atas mekanisme input dan output sistem politik, termasuk pengetahuan atas hak dan kewajiban selaku warganegara. b. Komponen Afektif : Perasaan individu terhadap sistem politik, termasuk peran para aktor (politisi) dan lembaga-lembaga politik (partai politik, eksekutif, legislatif, dan yudikatif). c. Komponen Evaluatif : Keputusan dan pendapat individu tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai, kriteria informasi dan perasaan, misalnya tampak saat pemilu.10 Serta meneliti kesinambungan dan perubahan budaya politik masyarakat Gayo dilihat dari 5 faktor menurut Ignas Kleden, kelima faktor tersebut ialah: 1. Orientasi terhadap kekuasaan. 2. Politik Mikro vs Politik Makro. 3. Kepentingan Negara vs Kepentingan Masyarakat. 4. Bebas dari kemiskinan dan kebebasan beragama. 5. Desentralisasi Politik.11 8 http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=242846:partisipasipemilih-di-pilkada-aceh-lebih-70-persen&catid=17:politik&Itemid=30. Diakses pada 16-5-2013, pukul 11;26 wib. 9 http://kip-acehprov.go.id/hasil/terkinilist.php. Diakses pada 16-5-2013 , pukul 11;48 wib. 10 Almond & Verba. Op.Cit. Hal.16-19. Lihat juga Komarudin sahid. Op.Cit. Hal. 150-151. Lihat Budi Winarto. 2008. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Yogyakarta: Media Pressindo. Elly Setiadi dkk. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Prenada Media Group. Hal. 42-44. 11 15 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Budaya politik merupakan pendekatan yang baru dalam kajian ilmu politik, dimana pendekatan ini dipelopori oleh Gabriel A. Almond dan Sydney Verba, dalam kajian budaya lokal di Indonesia yang paling banyak dikenal adalah studi Ben Anderson tentang budaya politik Jawa. Dalam kajian antropologi, ada studi A. Mattulada tentang budaya politik bugis. Tim peneliti The Habibie Center (oleh Siti Zuhro dkk), meneliti tentang Demokrasi dan Budaya Politik Lokal (Identifikasi nilai-nilai Demokrasi Lokal di Sumatera Barat, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan. Almond danVerba , dalam penelitian mereka tentang budaya politik: tingkah laku politik dan demokrasi di lima negara (yaitu, Inggris, Amerika Serikat, Jerman, Italia dan Meksiko), mengimpulkan bahwa di negara Inggris dan Amerika Serikat terdapat suato pola tinggkah laku politik dan seperangkat tingkah laku sosial yang merupakan faktor pendukung terhapad proses demokrasi yang stabil. Sedangkan di tiga negara yang lain seperti Jerman, Italia dan Meksiko pola tersebut tidak terbukti. 12 Benedict Anderson dalam bukunya The Idea of Power in Javanese Culture. Secara singkat ia memperkenalkan empat sifat dari apa yang dia percaya menjadi konsepsi kekuatan tradisional Jawa, yaitu kekonkretan, homogenitas, kuantitas yang tetap dan amoralitas yang kontras secara tajam dengan ide kekuasaaan barat. Konsep ini sebagaimana Anderson memahaminya, lalu dia mencoba menunjukkan kebaikan pikiran-pikiran Jawa sebagai piranti analisis dengan mempergunakannya untuk menafsirkan berbagai keputusan-keputusan kebijaksanaan Presiden Sukarno dan Presiden Suharto.13 A.Mattulada dalam karyanya Latoa: Satu Lukisan Analistis terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, menjelaskan bagaimana cara orang Bugis menjalankan pemerintahan dan kekuasaan, salah satunya dengan adanya sistem Tudang Sipulung yang artinya duduk bersama.14 Tim peneliti The Habibie Center (Siti Zuhro dkk), di 4 lokasi penelitiannya menjelaskan bahwa, di Sumatera Barat, teridentifikasi dua corak budaya utama yang bertolak belakang: Bodi Chaniago yang egaliter dan Koto Pilliang yang aristokrat. Keduanya tetap eksis di tengah proses demokrasi karena kuatnya kepemimpinan tradisional. Selain itu, kedua budaya 12 Almond & Verba. Op.Cit. Hal. X. R. William Liddle. 1997, Islam, Politik dan Modernisasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hal. 4. 14 Lihat Mattulada. 1995. Latoa: Satu lukisan analitis terhadap Antropologi politik orang Bugis. Ujungpandang: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. 13 16 ini menerapkan prinsip saiyo-sakato yang sesubstansi dengan prinsip konsensus dalam demokrasi universal. Sedangkan dari sisi kelembagaan, lembaga-lembaga lokal mulai rapuh dan cenderung mengalami delegitimasi fungsi. Dan aktor-aktor memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan masing-masing. Meski memegang prinsip keharmonisan dan keseimbangan yang berakar pada nilai agama Hindu, secara historis Bali tidak pernah sepi dari kekerasan politik dan sosial yang disebabkan oleh perebutan kekuasaan antara raja-raja dan konflik yang berbasis kasta, politik, penguasaan wilayah serta ekonomi. Pengaruhnya, masyarakat Bali trauma dan fobia terhadap politik sehingga menjadi apolitik. Karena itu, hegemoni elite—umumnya tokoh berkasta tinggi, adat, sekaligus pemilik modal—atas masyarakat tetap kuat. Proses demokrasi dapat berjalan secara prosedural, tetapi secara substansial diwarnai berbagai nilai dan perilaku yang kurang kompatibel dengan nilai-nilai demokrasi universal. Sulawesi Selatan mirip dengan Bali karena latar belakang tradisi kerajaan yang kuat. Tidak mengherankan jika terjadi gesekan antara warisan tradisi dan keharusan menerapkan prinsipprinsip demokrasi dalam proses politik dan pemerintahan saat ini. Nilai-nilai kebangsawanan masih melekat kuat. Misalnya, sebutan andi, puang, dan karaeng, memberikan makna tersendiri bagi yang menyandangnya. Namun, sejak dulu masyarakat Sulawesi Selatan telah memiliki filosofi tudung sipulung yang dipergunakan sebagai media/sarana menyerap aspirasi. Masalahnya, aktor-aktor utama politik lokal menerapkan adat tudung sipulung ini menjadi forum musyawarah, tetapi pada kenyataannya justru mereduksi substansi karena kepentingan politik. Sementara masyarakat Jawa Timur secara sosiokultural dapat dibedakan dalam tiga kelompok budaya, yakni Mataraman, Mendalungan, dan Arek. Meski demikian, mereka dikenal egaliter dan terbuka untuk berbagai macam gagasan. Masalahnya, selain mampu membuka peluang untuk tumbuhnya demokrasi, sering pula masyarakat yang aktif dan berani itu dikooptasi para elite politik. Kearifan lokal lain yang dimiliki masyarakat Jawa Timur adalah gotong royong yang dipercaya mampu mengupayakan kesejahteraan bagi masyarakat. Sayangnya, nilai gotong royong kini mengalami distorsi dan menyimpang menjadi nilai untuk bersama-sama mendukung penguasa atau calon tertentu.15 15 Lihat R. Siti Zuhro dkk. 2009. Demokrasi Lokal: Perubahan dan Kesinambungan nilai-nilai Budaya Politik Lokal di Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan bali. Yogyakarta: Ombak. 17 2.1. Kajian Konseptual. 2.1.1. Teori Budaya Politik. Kata budaya berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu buddhayah yang berarti akal atau budi. Budaya yang ada di dalam masyarakat berasal dari pendahulu atau leluhur mereka karena budaya bersifat turun-temurun dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya adalah segala sesuatu yang berasal dari akal manusia termasuk agama, ilmu pengetahuan, taknologi, bangunan, dan bahasa. Kata politik berasal dari Bahasa Yunani yaitu Polis yang berarti negara kota atau policy yang dalam Bahasa Inggris berarti kebijakan. Sedangkan dalam Bahasa Arab, politik disebut juga dengan siyasah yang berarti cerdik atau bijaksana. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat kita simpulkan bahwa politik selalu berkaitan dengan pengambilan keputusan, kebijakan, dan kekuasaan. Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan benegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. Ada banyak sarjana ilmu politik yang telah mengkaji tema budaya politik sehingga terdapat variasi konsep tentang budaya politik yang kita ketahui. Namun bila diamati dan dikaji lebih jauh, derajat / tingkat perbedaan konsep tersebut tidaklah begitu besar sehingga tetap dalam satu pemahaman dan rambu – rambu yang sama. Berikut ini merupakan pengertian budaya politik menurut beberapa ahli ilmu politik. Berikut ini merupakan pengertian budaya politik menurut beberapa ahli ilmu politik. a. Rusadi Sumintapura Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik. b. Sidney verba Budaya politik adalah suatu system kepercayaan empirik, simbol – simbol eksresif, dan nilai – nilai yang menegaskan suatu situasi di mana tindakan politik dilakukan. c. Alan R. Ball Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai – nilai masyarakat yang berhubungan denngan system politik dan isu – isu politik. 18 d. Austin ranney Budaya politik adalah seperangkat pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama – sama, sebuah pola orientasi terhadap objek – objek politik. e. Gabriel A. Almond dan G. Bingham powell, Jr. Budaya politik berisikan sikap, keyakinan, nilai, dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh populasi, juga kecenderungan dan pola – pola khusus yang terdapat pada bagian – bagian tertentu dari populasi. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut diatas (dalam arti umum atau menurut para ahli), dapat ditarik beberapa batasan konseptual tentang budaya politik sebagai berikut: 1. Bahwa konsep budaya politik lebih memberi penekanan pada perilaku – perilaku nonaktual seperti orientasi, sikap, nilai – nilai dan kepercayaan – kepercayaan. 2. Hal – hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik, artinya pembicaraan tentang budaya politik tidak pernah lepas dari pembicaraan tentang sistem politik. Budaya politik merupakan deskripsi konseptual yang menggambarkan komponen – komponen budaya politik dalam tataran massif, atau mendeskripsikan masyarakat di suatu negara atau wilayah, bukan per individu. Konsep budaya politik muncul dan mewarnai wacana ilmu politik pada akhir Perang Dunia II, sebagai dampak perkembangan ilmu politik di Amerika Serikat. Sebagaimana diungkapkan oleh banyak kalangan ilmuwan politik, setelah PD II selesai, di Amerika Serikat terjadi apa yang disebut revolusi dalam ilmu politik, yang dikenal sebagai Behavioral Revolution, atau ada juga yang menamakannya dengan Behavioralism.16 Behavioral revolution terjadi dalam ilmu politik adalah sebagai dampak dari semakin menguatnya tradisi atau madzhab positivisme, sebuah paham yang percaya bahwa ilmu sosial mampu memberikan penjelasan akan gejala sosial seperti halnya ilmu-ilmu alam memberikan penjelasan tehadap gejala-gejala alam, dalam ilmu sosial, termasuk ilmu politik. Paham ini sangat kuat diyakini oleh tokoh-tokoh besar sosiologi, seperti Herbert Spencer, Auguste Comte, juga Emile Durkheim. Paham positivisme merupakan pendapat yang sangat kuat di Amerika Serikat semenjak Charles E. Merriam mempeloporinya di Universitas Chicago, yang kemudian dikenal sebagai The Chicago School atau Madzhab Chicago, yang memulai pendekatan baru dalam ilmu politik. 16 Lihat J.C Johari. 2002. Comparative Politics. New Delhi: Sterling Publishers Pvt. Hal.29-36. Afan Gaffar.1999. Politik Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 97. 19 Salah satu dampak yang sangat menyolok dari behavioral revolution ini adalah munculnya sejumlah teori, baik yang bersifat grand maupun pada tingkat menengah (middle level theory). Kemudian, ilmu politik diperkaya dengan sejumlah istilah, seperti misalnya sistem analysis, interest aggregation, interest articulation, political socialization, politic culture, conversion, rule making, rule aplication, dan lain sebagainya.17 Menurut Ranney, budaya politik memiliki dua komponen utama, yaitu orientasi kognitif (cognitive orientations )dan orientasi afektif (affective orientation). Sementara itu, Almond dan Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang dirumuskan Parsons dan Shils tentang klasifikasi tipe – tipe orientasi, bahwa budaya politik mengandung tiga komponen objek politik, yakni: a. Orientasi Kognitif, b. Orientasi Afektif. c. Orientasi Evaluatif. Tipe – Tipe Budaya Politik dapat dibedakan berdasarkan18 : 1. Berdasarkan Sikap yang ditunjukkan. Negara dengan sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks menuntut kerja sama yang luas untuk mengintegrasikan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap seseorang terhadap orang lain. Pada kondisi ini, budaya politik cenderung bersifat ―militant‖ atau bersifat ―toleransi‖. Tipe ini terbagi dua, yaitu: a. Budaya politik militan Budaya politik militan tidak memandang perbedaan sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi melihatnya sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi krisis, yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan peraturannya yang mungkin salah. b. Budaya politik toleransi Budaya politik toleransi adalah budaya politik yang pemikirannya berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai. 2. Berdasarkan orientasi politiknya Realitas yang ditemukan dalam budaya politik ternyata memiliki beberapa variasi. Berdasarkan orientasi politik yang ditandai oleh sebagai karakter dalam budaya politik,setiap sistem politik memiliki budaya politik yang berbeda. Dari realitas budaya politik yang berkembang di masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik kepada 3 bagian (budaya politik parokial, kognitif dan kaula) seperti yang dijabarkan diatas. Dalam kehidupan masyarakat, tidak tertutup 17 Lihat David Marsh & Gerry Stoker. 2010. Teori dan Metode dalam Ilmu Politik. Bandung : Nusa Media. Hal. 54-60. H.R Mukhi. 2005. Contemporary Political Analysis. Delhi: Surjeet Book Depot. Hal.74-78. 18 Johari. Op.cit. Hal.231-234. 20 kemungkinan bahwa terbentuknya budaya politik merupakan gabungan ketiga klasifikasi tersebut di atas. 2.1.2 Teori Etnis. Dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan ististilah etnis berarti kelompok sosial dalam sistem social atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Anggota-anggota suatu kelompok etnis memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa (baik yang digunaka maupun tidak), sistem nilai, serta adat-istiadat. Menurut Frederik Barth istilah etnik adalah suatu kelompok tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal usul bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem nilai budayanya. Kelompok etnis adalah kelompok orant-orang sebagai suatu populasi yang19: - Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan. - Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama, dan sadar akan rasa kebersamaannya dalam suatu bentuk budaya. - Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri. - Menentukan cirri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain. Denis Dwyer memberikan pembatasan mengenai etnisitas. Etnisitas adalah hasil dari proses hubungan, bukan karena proses isolasi. Jika tidak ada pembedaan antara orang dalam dan orang luar, tidak ada yang namanya etnisitas . Erikson menambahkan syarat kemunculan etnisitas adalah kelompok tersebut sedikitnya telah menjalin hubungan, kontak dengan kelompok etnis yang lain, dan masing-masing menerima gagasan dan ide-ide perbedaan di antara mereka, baik secara kultural maupun politik . Dalam bahasa lain, etnisistas muncul dalam kerangka hubungan relasional, dalam interaksinya dengan dunia luar dan komunitas kelompoknya . Etnisitas dan Politik. Kemunculan politik etnis diawali oleh tumbuhnya kesadaran yang mengidentikkan mereka ke dalam suatu golongan atau kelompok etnis tertentu. Kesadaran ini kemudian memunculkan solidaritas kekompakkan dan kebangsaan. Politik etnis mengacu pada politik ―kelompok 19 Frederik Barth. 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: UI Press. Hal.11. 21 etnis‖ dan ―minoritas kecil‖, sementara penafsiran kelompok etnis bisa mencakup bangsa etnis (ethnic nation). Pada wacana politik kontemporer nuansanya lebih sempit. Dalam konteks ini, biasanya kelompok etnis atau minoritas etnis tidak memiliki teritori tertentu. Mereka tidak menghendaki ―determinasi diri kebangsaan‖ dalam suatu wilayah bangsa (negara). Akan tetapi, lebih pada penerimaan proteksi dan kemajuan bagi kelompok, khususnya bagi individu-individu dalam kelompok itu, dalam suatu negara yang telah ada . Dalam politik, etnis senantiasa menjadi perhatian besar terutama dalam hubungannya dengan peran pengembangan kesadaran kolektif, kesukuan sampai dengan tingkat kebangsaan dan negara bangsa. Makna yang terkandung dalam kata etnis ternyata mengalami evolusi. Perubahan makna ini bisa dilihat dari kondisional dan disiplin ilmu : makna asal, kondisi primitif dari sisi antropologis. Perkembangannya pada era modern seiring dengan perjalanan politik dan interaksi sosiologis. Akan lain lagi maknanya dalam kacamata posmodernisme dan globalisme. Agnes Haller menguatkan hal ini, bahwa politik identitas sendiri merupakan milik dari budaya massa dan erat kaitannya dengan revolusi kebudayaan yang terjadi pada era posmodern. Dengan demikian, politik identitas dapat pula dikategorikan sebagai politik kebudayaan . Teoritisi lainnya adalah Anthony D. Smith , yang mengemukakan teori tentang etnisistas sebagai awal dari bangkitnya nasionalisme. Etnisitas memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap nasionalisme.20 Di Indonesia, isu etnis atau isu kesukuan sering dijadikan alat kampanye untuk mendapatkan dukungan dan suara dari etnis tertentu dalam pemilihan umum dan juga pemilihan kepada daerah. Dan bila itu rentan terjadi atau malah menjadi isu utamanya maka hal tersebut sesungguhnya menandakan kriteria masyarakat/pemilih yang masih bersifat tradisional, yang juga merupakan ciri dari Negara berkembang. Oleh karena itu bila suatu etnis atau suku bangsa (dalam penelitian ini suku bangsa Gayo), dapat dapat memahami sistem perpolitikan –minimal-di daerahnya, kemudian berperan aktif, dengan memberikan kritik dan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan perpolitikan yang ada, dan bahkan mereka menjadi aktor dalam politik di daerahnya. Maka hal tersebut akan mempermudah dan mempercepat pembangunan masyarat suku bangsa tersebut beserta daerahnya, dan itu menjadi penopang dan penguat terhadap pembangunan Negara/masyarakat secara nasional. 20 Lihat Johari. Op.cit. Hal.228-230. 22 2.1.3. Road Map Penelitian. Adapun road map penelitian Budaya Politik Suku Bangsa Gayo (Pemetaan Budaya Politik Suku Bangsa Gayo di Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Gayo Lues) adalah : Tabel 1. Road Map Penelitian Sedang Sebelum 2014 Tidak ada pemetaan - Pemetaan budaya budaya politik Suku politik Suku Bangsa Bangsa Gayo Gayo dengan metode penelitian Kuantitatif Sesudah 2015 -Pemetaan budaya politik Suku Bangsa Gayo dengan metode penelitian Kualitatif. - Verifikasi Budaya Politik Suku Bangsa Gayo dengan metode Kuantitatif dan Kualitatif (apakah bersifat Parolial, Subjek atau Partisipatif atau juga gabungan diantaranya) - Adanya Peta dan Identitas budaya politik Suku Bangsa Gayo. Sehingga pemerintah daerah dan pusat diharapkan mendasarkan kebijakannya berdasarkan budaya tersebut. BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN. Adapun tujuan dan manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 3.1. Tujuan Penelitian. 1. Mengidentifikasi dan memetakan pola orientasi dan budaya politik masyarakat Gayo di kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah dan kabupaten Gayo Lues. 2. Menganalisa kesinambungan dan perubahan budaya politik masyarakat Gayo pasca reformasi tahun 1998. 3.2. Manfaat Penelitian. 1. Bagi Institusi, Penelitian ini dapat menambah referensi ilmu pengetahuan di Departemen Ilmu Politik, serta di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan juga di Univeritas Sumatera Utara, khususnya mengenai Budaya Politik Masyarakat. 23 2. Bagi Lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah, penelitian ini dapat menjadi referensi dasar dalam mengambil kebijakan dan keputusan terkhusus untuk masyarakat Gayo, sehingga kebijakan dan keputuasan tersebut lebih mengena dapat dapat langsung diterima masyarakat karena telah sesuai dengan budaya mereka. 3. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menjadi sarana dan referensi pendidikan budaya politik, terkhususnya bagi masyarakat Gayo. 3.3. Luaran Penelitian. Penelitian ini juga mempunyai Luaran Penelitian sebagai berikut : 1. Menjadi model pendekatan politik berbasis budaya lokal bagi pemerintah baik di pusat maupun di tingkat kabupaten/kota. 1. Menjadi model pemetaan budaya politik di berbagai daerah di Indonesia. 2. Hasil publikasi nasional di jurnal masyarakat kebudayaan dan politik-Universitas Airlangga (mkp.fisip.unair.ac.id). BAB 4. METODE PENELITIAN. 4.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian. Penelitian ini akan memadukan metode penelitian kuantitatif yang di padukan dengan metode deskriptif kualitatif, hal ini dimaksudkan agar penelitian ini lebih lengkap dan meningkatkan kesahihan serta dapat membandingkan objek kajian dengan antar metode penelitian21. Metode kuantitatif (dilakukan pada tahun pertama) digunakan dengan metode pengebaran kusioner terhadap responden, sedangkan metode kualitatif (dilakukan pada tahun kedua) digunakan dengan teknik seperti observasi, observasi partisipan, wawancara individu intensif, dan wawancara kelompok fokus, yang berusaha memahami pengalaman dan praktik informan kunci untuk menempatkan mereka secara tepat dalam konteks. 22 Penelitian ini untuk mengetahui bagaimana budaya politik suku Gayo di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Gayo Lues, dilihat dari pengalaman dan praktik individu-individu dan tokoh-tokoh masyarakatnya. 21 Marsh. Op.cit. Hal.287. Lareau, A. and Shultz, J. Journey Throught Etnography : Realistic account of Fieldwork. Boulder, Colo: Westview Press. 1996. Hal 3. 22 24 4.2. Fokus Penelitian. Fokus dalam penelitain ini adalah sebagai berikut : a) pola orientasi dan budaya politik masyarakat Gayo di kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Benar Meriah dan Kabupaten Gayo Lues, b). Kesinambungan dan perubahan budaya politik masyarakat Gayo pasca reformasi tahun 1998. 4.3. Populasi dan Sample. Populasi penelitian adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya dapat diduga dan paling sedikit mempunyai sifat yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat suku bangsa Gayo di Aceh yang berjumlah 11,46% dari 4.494.000 jiwa masyarakat di provinsi Aceh,23 sehingg populasi masyarakat Gayo adalah 515.012 orang jiwa. Adapun Sample dalam penelitian ini menggunakan rumus menurut Taro Yamane yaitu pendekatan simple random sampling (SRS),24 dengan presisi 10% ndengan derajat kepercayaan 90%, yaitu: n = N N (d)2 + 1 Keterangan : N = ukuran populasi n = ukuran sample minimal d = presisi yang ditetapkan = 10% Oleh itu berdasarkan data diatas, maka diperoleh N = 515.012 n = ukuran sample minimal d = 10% 23 Hasil sensus tahun 2010 oleh BPS Aceh. Lihat.http://bappeda.acehprov.go.id/v2/file/StatistikDaerahAceh/StatistikDaerahAceh2011.pdf. 24 Burhan bungin. 2005. Metode Penelitian kuantitatif. Jakarata: Prenada Media. Hal. 105. 25 n = 515.012 515.012 (0,1)2 + 1 = 99,98 dibulatkan menjadi 100 orang. Maka jumlah sample dalam penelitian ini adalah 100 orang (responden akan disebar di 3 kabupaten). 3.4. Penentuan Informan. Untuk memperdalam penelitian suku Gayo di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Gayo Lues, serta mengetahui perubahan dan kesinambungan budaya politik mereka sejak reformasi 1998 maka akan dilakukan wawancara secara mendalam berdasarkan metode kualitatif Informan-informan kunci dalam penelitian ini seperti adalah orang yang dianggap lebih mengerti dan memahami pokok permasalahan yang akan digali. Seperti Raja, Keucik, Imam, masyarakat petani/pekerja, tokoh adat dan agama, guru/pelajar, bupati, dan anggota dewan rakyat. 3.5. Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten Gayo Lues. 3.6. Sumber dan Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunaka data primer dan data sekunder untuk menyempurnakan hasil penelitian. 1. Data Primer. Data primer diperoleh dari penelitian ke lapangan untuk mengumpulkan data melalui: a. Penyebaran kusioner, yaitu alat mengumpulkan data dengan menyebarkan susioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh responden. Kusioner yang digunakan bersifat terbuka, sehingga selain adanya jawaban yang sudah tersedia, responden juga bisa memberikan pilihannya sendiri serta alasannya. 26 b. Wawancara mendalam (depth interview), yaitu pengumpulan data dengan cara memberikan pertanyaan langsung kepada informan guna memperoleh keterangan dalam menyimpulkan data yang terkumpul. 2. Data Sekunder. a. Data sekunder diperoleh dengan metode penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan studi dokumentasi / pengumpulan data berdasarkan dokumen tertulis, data yang dimaksud bisa berupa Undang – Undang (Qanun), peraturan, hasil studi / riset, buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, dan literature lainnya yang relevan dengan judul penelitian. 3.7. Analisis Data Didalam menganalisis data yang telah diperoleh, penulis menggunakan intrepretasi emik dan intrepretasi etik, yaitu sebuah penafiran yang didapat dilapangan yang kemudian digabungkan dan dianalisis berdasarkan penafsiran peneliti. Di samping itu, untuk mendapatkan sebuah intrepretasi yang tepat, maka data yang telah diperoleh kemudian direduksi sehingga nantinya diharapkan akan dapat menghasilkan sebuah kesinambungan dan kemudian dianalisis berdasarkan konsep yang digunakan untuk penelitian ini. 3.8. Bagan Alir Penelitian. Tahun Pertama : Pemetaan Budaya Politik Suku Bangsa Gayo di Kabupaten Aceh Tengah, Kab. Meriah dan Kabupaten Gayo Lues (Dengan Metode Kuantitatif) 1.Tahap Persiapan 3. Pemrosesan dan Analisis Data -Studi literatur dan observasi awal - Reduksi data -Penentuan lokasi dan perumusan Masalah penelitain -Penyajian Data -Menentukan fokus dan dimensi -Analisis Data -Menentukan metode penelitian MODEL BUDAYA POLITIK -Observasi Lapangan -Pengumpulan data sekunder -Pengumpulan data primer melalui: Kusioner. 2. Pengumpulan Data -Penarikan Kesimpulan Dan verifikasi -Penyusunan Laporan -Seminar Hasil 4. Kesimpulan 27 Tahun Kedua : Pemetaan Budaya Politik Suku Bangsa Gayo di Kabupaten Aceh Tengah, Kab.Bener Meriah dan Kabupaten Gayo Lues (Dengan Metode Kualitatif) 1.Tahap Persiapan 3. Pemrosesan dan Analisis Data -Studi literatur dan observasi awal - Reduksi data -Penentuan lokasi dan perumusan Masalah penelitain -Penyajian Data -Menentukan fokus dan dimensi -Analisis Data -Menentukan metode penelitian MODEL BUDAYA POLITIK -Observasi Lapangan -Pengumpulan data sekunder -Pengumpulan data primer melalui: Wawancara mendalam. 2. Pengumpulan Data -Penarikan Kesimpulan Dan verifikasi -Penyusunan Laporan -Seminar Hasil 4. Kesimpulan BAB 5. HASIL YANG DICAPAI. Penelitian ini merupakan penelitian direncanakan untuk 2 tahun, dimana pada tahun pertama peneliti menggunakan metode kuantitatif untuk memetakan dan membuat model budaya politik suku bangsa gayo di kabupaten Aceh Tengah, kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Gayo Lues. Adapun hasil yang dicapai dalam penelitian tahun pertama ini adalah : 1. Penyusunan kusioner. Kusioner berjumlah 44 pertanyaan dengan varietas untuk mengetahui kesadaran politik, kepekaan politik, pemahaman budaya lokal dan lainlain. 2. Pengidentifasian mitra-mitra lokal di tiga kabupaten suku Gayo tersebut. Dikarenakan lokasi yang jauh dan asing dari asal peneliti, peneliti membutuhkan mitra-mitra lokal guna membantu dan menjadi guide lokal dalam pelaksanaan penelitian. 3. Pemetaan dan pembagian sampel responden di 3 kabupaten yang berjumlah 100 sampel. Dengan berdasarkan populasi kabupaten peneliti menetapkan pembagian sampel responden di 3 kabupaten tersebut sebagai berikut : kabupaten Aceh Tengah sebanyak 50 orang responden, kabupaten Bener Meriah sebanyak 30 orang responden dan kabupaten Gayo Lues sebanyak 20 orang responden. 4. Penyebaran kusioner-kusioner kepada para sample responden di tiga kabupaten tersebut. 28 5. Asumsi awal model Budaya Politik Suku Bangsa Gayo dengan penelitian Kuantitatif adalah : Masyarakat Suku Gayo merupakan yang memiliki Budaya Politik yang sangat aktif. Hal tersebut didorong dari budaya ―sarat opat‖ yang telah berakar dipraktekkan sejak dari kerajaan lingga di gayo. 5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian. 5.1.1. Kabupaten Aceh Tengah 5.1.1.A. Deskripsi Umum Aceh Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak ditengah-tengah Provinsi Aceh. Secara geografis Kabupaten Aceh Tengah berada pada posisi antara 4 010‖-4058‖ LU dan 96018‖ - 96022‖ BT. Wilayahnya yang seluas 431.839 Ha atau setara dengan 4.318,39 Km2, berbatasan langsung dengan Kabupaten Bener Meriah dan Bireuen di sebelah utara, Kabupaten Gayo Lues di sebelah selatan, Kabupaten Nagan Raya dan Pidie di sebelah barat, serta Kabupaten Aceh Timur di sebelah timur25. Wilayah di kabupaten Aceh Tengah secara administratif terbagi menjadi 14 kecamatan yang terdiri atas 269 desa/ kampung defenitif dan 27 kampung persiapan. Pada Triwulan I tahun 2011, jumlah penduduknya mencapai 202.114 jiwa dengan kepadatan rata-rata 47 jiwa/Km2. Keadaan pendududuk berdasarkan suku bangsa, Kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah yang majemuk dengan komposisi penduduk bersuku Gayo ± 60%, suku Jawa 30%, Aceh Pesisir 5%, dan sisanya merupakan suku lainnya seperti Batak, Padang, Cina, dsb dengan mayoritas penduduk beragama Islam yakni sebanyak 97%. Berikut disajikan data Penduduk Kabupaten Aceh Tengah berdasarkan kecamatan Tahun 2008. 25 Id.m.wikipedia.org/wiki/kabupaten_aceh_Tengah 29 Tabel 1: Penduduk Aceh Tengah Berdasarkan Kecamatan. Luas Jumlah Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah Rumah N Kecamata Wilay Kampu o n ah ng (Km2) (Desa) 2.075, 25 4.476 4.582 9.058 3.287 1.097 429,00 24 4.556 4.652 9.208 2.198 887 1. Linge L P Rumah Jumlah Jumlah Tangga (KK) Tangga Pra Sejahtera 28 2. Bintang 3. Lut Tawar 99,56 21 9.203 9.971 19.174 4.259 911 4. Kebayakan 56,34 20 6.947 6.851 13.798 3.336 995 5. Pegasing 99,00 31 8.976 9.295 18.271 3.914 1.602 6. Bebesen 47,19 28 17.319 18.637 35.956 8.198 1.647 7. Kute 35,06 23 3.674 3.529 7.203 1.871 786 98,00 33 10.964 10.937 21.901 5.371 2.057 404,53 25 5.938 5.902 11.840 3.072 784 89,00 16 4.341 4.346 8.687 2.137 990 105,04 10 3.645 3.541 7.186 1.662 642 82,53 11 4.835 4.335 9.170 2.375 824 28,86 12 3.321 3.601 6.922 1.699 367 669,00 16 3.663 3.367 7.030 1.620 927 4.318, 295 91.858 93.546 185.40 44.999 14.516 Panang 8. Silih Nara 9. Ketol 10 Celala . 11 Atu . Lintang 12 Jagong . Jeget 13 Bies . 14 Rusip . Antara Jumlah 39 4 Sumber : Aceh Tengah Dalam Angka 2009, diolah Kabupaten Aceh Tengah memiliki topografi wilayah bergunung dan berbukit dengan ketinggian rata-rata bervariasi antara 200 – 2.600 meter diatas permukaan laut. Penggunaan 30 lahannya didominasi oleh kawasan hutan seluas 280.647 Ha atau 64,98% dari luas wilayah, dan sisanya berupa tanah bangunan, sawah, tegal/ kebun, lading/huma, padang rumput, rawarawa, kolam, tambak, perkebunan dan areal peruntukan lainnya. Pada umumnya jenis tanahnya bervariasi, 68% diantaranya terdiri dari tanah podsolik coklat dan merah kuning dengan tekstur liat berpasir, struktur remuk, konsistensi gembur permeabilitas sedang. Keadaan tersebut menjadikan Aceh Tengah sebagai daerah yang subur dan menjadi pusat produksi hasil pertanian dataran tinggi di Provinsi Aceh. Sesuai dengan letak geografisnya, iklimnya termasuk iklim equatorial, dengan jumlah hari hujan rata-rata 137 hari/ tahun dan curah hujan rata-rata 1.822 m/tahun. Suhu udara rata-rata berkisar pada 20 derajad celcius dengan kelembaban nisbi antara 80 – 84%26. Kabupaten ini juga memiliki sebuah danau yang diberi nama danau Laut Tawar. Danau tersebut dikelilingi oleh perbukitan yang ditumbuhi pohon Pinus Merkusi. Luas Danau ini sekitar 5.472 Ha dengan air yang bersumber dari sejumlah mata air dan 21 buah sungai kecil. 5.1.1.B. Perekonomian Kabupaten Aceh Tengah memiliki sumber daya alam yang cukup beragam dan potensial bagi kegiatan investasi dan perdagangan. Apalagi kabupaten Aceh Tengah merupakan daerah yang berada pada titik ketinggian tertentu dan juga dikelilingi oleh pegunungan, sehingga ada banyak potensi ekonomi yang bisa digali oleh masyrakat setemopat dan jugapemerintah daerah. Ada beberapa sektor unggulan yang bisa dikembangkan dan diarahkan pada sektor pertanian sebagai sektor dominan, disamping sektor lain yang juga cukup potensial seperti sektor perikanan, peternakan, industri dan pariwisata. Beragamnya potensi yang dimiliki ini, sebagaia besar belum dimanfaatkan secara optimal akibat kurangnya sarana pendukung dan penguasaan tekhnologi yang kurang sehingga pergerakan pertumbuhan dan usaha untuk meningkatkan produksi tidak begitu signifikan. 5.1.1.B.1. Perkebunan Sektor perkebunan merupakan sektor unggulan di Kabupaten Aceh Tengah yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). 26 Profil Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2008 31 Komoditi perkebunan yang menjadi unggulan adalah kopi. Luas perkebunan kopi di Kabupaten Aceh Tengah mencapai 47.854 ha atau 11% dari luas wilayah kabupaten, dengan jumlah produksi kopi (biji hijau) rata-rata sebesar 21.861,42 ton/ tahun. Untuk perluasan tanaman kopi, masih terdapat potensi lahan seluas 58.744 ha yang tersebar hampir diseluruh kecamatan, sehingga secara total proporsi ekspor kopi Aceh Tengah mencapai 7% dari volume total ekspor nasional. Namun keuntungan dari hasil produksi dan penjualan kopi belum berpihak kepada petani secara langsung, melainkan, komoditi ini masih dinikmati oleh para pedagang, akibat keterbatasan pengetahuan dan informasi para petani 27. Disamping tanaman kopi, komoditi lain pada sektor perkebunan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sesuai dengan potensi lahan dan budidaya serta prospek pasar baik lokal maupun ekspor adalah tebu. Tanaman tebu di Kabupaten Aceh Tengah yang diusahakan oleh penduduk adalah merupakan bahan baku untuk membuat gula merah, yang diproduksi oleh masyarakat petani tebu di daerah ini. Pada saat ini luas tanaman tebu mencapai 5.532 ha dengan luas produksi sebanyak 31.118 ton per tahun. Secara keseluruhan, tanaman perkebunan di Kabupaten Aceh Tengah meliputi 16 jenis tanaman, jenis dan besar produksi tahunan seperti tersaji pada tabel berikut28 : Tabel 2: Produksi Tahunan Kabupaten Aceh Tengah. No Jenis Tanaman Luas Jumlah Tanam Produk (Ha) si (Ton) Luas No Kopi Arabika 46.430 2. Kopi Robusta 3.301 1.137 10. 3. Tebu 5.532 32.118 11. 4. Kakao 254 12 12. 5. Tembakau 22 4 13. 6. Lada 23 5 14. 7. Casia Vera 617 468 15. 8. Aren 148 31 16. 27 28 56.327 Tana Tanaman m (Ha) 1. JUMLAH Jenis 27.420 9. Produks i (Ton) Kemiri 641 211 Nilam 72 4 2 - 30 56 Pinang 119 41 Kelapa 65 6 Pala 21 5 Kapuk/Randu 3 1 JUMLAH 953 324 Sere wangi Jahe 61.195 Regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/displayprofil.php ibid 32 Jumlah JUMLAH 57.28 61.519 0 Sumber : Aceh Tengah Dalam Angka, 2009 5.1.1.B.2. Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Selain tanaman perkebunan, Kabupaten Aceh Tengah juga kaya dengan tanaman pangan dan hortikultura seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Produksi sayur-sayuran saat ini mencapai ± 14.855 ton pertahun, yang didominasi oleh komoditas kol/ kubis sebesar 3.552 ton (23,91%), disusul kentang sebesar 2.399 ton (16,15%), tomat 1.966 ton (13,23%), cabe sebanyak 1.896 ton (12,76%), dan sisanya berupa cabe rawit, bawang, ketimun, wortel dan lain-lain. Sedangkan produksi buah-buahan saat ini tercatat sekitar 11.621 ton, dengan produksi terbesar adalah jeruk keprok, pisang, alpukat, jeruk siam, durian, nenas dan jenis buah-buahan dataran tinggi lainnya 29. Sebagai sentra tanaman hortikultura di Provinsi Aceh, Kabupaten Aceh Tengah memiliki potensi lahan untuk pengembangan seluas 32.520 Ha. Berdasarkan luas tanam dan luas panen yang ada, peluang perluasan lahan masih sangat memungkinkan. Adapun peluang investasi yang dan perdagangan yang ditawarkan adalah pembangunan industri pengolahan hasil pertanian, penyediaan alat pertanian, pengembangan tekhnologi dan pemasaran hasil. 5.1.1.B.3. Peternakan Meskipun masih dilakukan dalam skala terbatas dan penggunaan tekhnologi yang sederhana, usaha peternakan baik ternak besar maupun ternak kecil di Kabupaten Aceh Tengah telah banyak diusahakan oleh petani. Dari berbagai jenis ternak yang dikembangkan, jenis ternak yang cukup prospektif untuk dikembangkan adalah kerbau, sapi, kambing/ domba, dan kuda. Potensi ini didukung oleh ketersediaan lahan pengembalaan yang cukup luas. Padang pengembalaan yang didaerah ini dikenal dengan ‖peruweren‖ memiliki areal seluas 41.500 Ha. Areal tersebut merupakan aset daerah yang diatur dalam Perda/ Qanun Kabupaten Aceh Tengah. Disamping areal tersebut, 11,02% dari luas hutan didaerah ini juga ditumbuhi padang rumput yang sangat cocok untuk pengembangan usaha peternakan. Berdasarkan pada potensi tersebut, Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah saat ini sedang melaksanakan/ mengembangkan Proyek Sentra Penghasil Ternak yang berlokasi di Ketapang dengan luas areal lebih kurang 3.000 Ha. Melalui program ini, Peternakan Terpadu Ketapang nantinya 29 http:/imarho.files.wordpress.com/.../profil-kab-aceh-tengah. 33 akan menjadi pusat penjualan ternak, industri dendeng sapi serta kawasan agrowisata yang indah30. Berikut disajikan populasi dan produksi hasil ternak di Kabupaten Aceh Tengah pada Tahun 2009 Tabel 3 : Populasi Hasi Ternak Kabupaten Aceh Tengah. No Jenis Ternak Populasi (ekor) 1. Sapi Potong 5.666 2. Kerbau 3. Kuda 2.172 4. Kambing 6.580 5. Domba 2.597 6. Ayam Buras 133.965 7. Ayam Ras Pedaging 173.508 8. Itik/ Bebek 21.472 64.267 Sumber : Aceh Tengah Dalam Angka, 2009 5.1.1.B.4. Perikanan Kegiatan perikanan di Kabupaten Aceh Tengah sebagian besar berupa perikanan air tawar dengan memanfaatkan Danau Laut Tawar dan daerah aliran sungainya serta budidaya melalui kolam/ tambak dan minapadi. Sumber daya ikan memiliki peluang tinggi untuk dikembangkan karena adanya dukungan air yang sangat melimpah. Potensi lahan budidaya air tawar mencapai 5.811,20 Ha, yang sebagian besar terdapat di Danau Laut Tawar. Dari luas tersebut, yang telah dibudidayakan dan dimanfaatkan baru mencapai 504,70 Ha. Sedangkan sisanya belum dimanfaatkan karena keterbatasan sarana dan prasarana. Jumlah produksi ikan air tawar di Kabupaten Aceh Tengah tercatat sebanyak 50% berasal dari penangkapan di danau, 25% hasil budidaya keramba/ jaring tancap, 13% budidaya kolam dan sisanya sebanyak 12% bersumber dari penangkapan di sungai. Dari keseluruhan produksi ikan tersebut masih belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat. Oleh karena itu, selama ini sebagian besar kebutuhan ikan dipasok dari Kabupaten Bireuen. 30 ibid 34 Peluang bisnis dan investasi yang masih cukup terbuka pada sektor perikanan ini adalah pembudidayaan ikan air tawar yang dapat dikembangkan dikolam-kolam masyarakat, atau dipinggiran Danau Laut Tawar dengan cara membuat keramba tancap dan jaring apung. 5.1.1.B.5. Kehutanan. Kabupaten Aceh Tengah memiliki kawasan hutan seluas 280.647 Ha atau 64,98% dari luas kabupaten, yang terdiri dari hutan lindung (142.490 Ha), suaka alam/ taman buru (85.381 Ha), dan hutan produksi/ produksi terbatas (52.776 Ha). Sebagian besar hutan yang ada merupakan hutan alam tropis heterogen dan hutan pinus homogen, sehingga memiliki potensi yang sangat tinggi. 31 Hasil utama hutan Aceh Tengah adalah kayu pinus mercusii, kayu rimba campuran, meranti, gerupel, jeumpa dan lain-lain, serta hasil ikutan (hasil hutan non kayu) berupa rotan, sarang burung walet dan sebagainya. Potensi hutan digunakan untuk kepentingan pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat, dengan memanfaatkan hasil hutan yang ada dengan prinsip tetap memelihara kelestarian dan ekosistemnya, yaitu dengan upaya mencegah berbagai aktifitas seperti penjarahan dan pengrusakan hutan penataan hutan sebagai sumber daya alam memiliki potensi ekonomi terus ditempuh melalui peningkatan penertiban penebangan hutan, penghijauan, reboisasi, dan rehabilitasi lahan kritis. 5.1.1.B.6. Pertambangan dan Energi. Berdasarkan hasil survey, bahan galian/ tambang yang terkandung diwilayah Kabupaten Aceh Tengah sangat bervariasi, mulai dari bahan galian Golongan A (uranium, minyak bumi, timah hitam), Golongan B (emas, tembaga, belerang, borax, firit, perak, pasir besi), dan Golongan C seperti batu gamping, andesit, granit, marmer, batu sabak, serpentit, lempung, dan trass. Seluruh bahan galian tersebut sampai saat ini belum ada yang dieksplorasi kecuali bahan galian pasir dan batuan. 5.1.1.B.7. Industri. Sektor industri merupakan salah satu lapangan usaha yang cukup besar dalam membentuk PDRB Kabupaten Aceh Tengah. Lapangan usaha ini memberikan kontribusi sebesar 6,84% 31 ibid 35 dan secara perlahan terus menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Sesuai dengan potensi alam, maka jenis industri yang berkembang didominasi oleh industri kilang pengupasan/ penggilingan kopi dan industri kilang tebu. Kedua jenis industri ini selalu dilakukan pembinaan dalam upaya menjaga kualitas hasil produksi.32 5.1.1.B.8. Pariwisata. Dalam pembagian Zona Pembangunan Daerah Istimewa Aceh (sekarang Provinsi Aceh), Kabupaten Aceh Tengah ditetapkan sebagai zona pertanian dan pariwisata. Hal ini didasarkan pada potensi alam dan keadaan iklim yang sangat cocok sebagai daerah peristirahatan. Kabupaten Aceh Tengah memiliki 36 objek wisata, diantaranya terdiri dari agro wisata (2 jenis), wisata alam/ ekowisata (20 jenis), dan wisata budaya (14 jenis), yang tersebar hampir diseluruh kecamatan. Danau Laut Tawar adalah salah satu objek wisata unggulan yang cukup dikenal baik bagi wisatawan local maupun regional 33. Dilihat dari objek wisata yang ada, potensi Kabupaten Aceh Tengah untuk dikembangkan sebagai daerah wisata masih sangat cukup prospektif. Pengembangan yang diperlukan adalah pembangunan dalam bidang sarana dan prasarana yang masih kurang dan bahkan tidak terperhatikan sehingga mengurangi kenyamanan dari pada turis lokal maupun turis mancanegara. 5.1.1.C. Sarana dan Prasarana. 5.1.1.C.1. Transportasi. Secara umum, kondisi sarana dan prasarana di Kabupaten Aceh Tengah telah cukup memadai untuk mendukung investasi. Sejak adanya program jalan yang dikembangkan dengan sistim jaring laba-laba (Ladia Galaska) untuk menembus isolasi daerah, didaerah ini telah terdapat 7 trace jalan yang menghubungkan Aceh Tengah dengan daerah luar, antara lain : Takengon – Bener Meriah – Bireuen; Takengon – Iseise – Belang Kejeren – Kotacane; Takengon – Celala – Beutong Ateuh – Aceh Jaya; Takengon – Genting – Pameu – Geumpang Pidie; Takengon – Bener Meriah – Krueng Geukeuh – Lhokseumawe; Takengon – Samar Kilang – Alue iemirah – Aceh Timur; dan Takengon – Delung Sekinel – Penarun – Peureulak. 34 32 Regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/displayprofil.php. Ibid. 34 Imarho.files.wordpress.com/.../profil-kab-aceh-tengah. 33 36 Selain melalui darat, Kabupaten Aceh Tengah juga dapat ditempuh melalui angkutan udara dalam waktu tempuh ± 45 menit dari Bandar Polonia Medan ke Bandara Rembele (Kab. Bener Meriah) dan ± 30 menit dari Bandara Sultan Iskandar Muda Banda Aceh. Selanjutnya dari Bandara Rembele ke Takengon (Ibukota Kabupaten Aceh Tengah) dapat ditempuh melalui perjalanan darat dalam waktu 20 menit. 5.1.1.C.2. Pos dan Telekomunikasi. Sampai dengan Tahun 2010, sarana pos dan telekomunikasi telah menjangkau hampir seluruh wilayah kecamatan dalam Kabupaten Aceh Tengah. Fasilitas ini melayani dengan baik hubungan komunikasi baik local, SLJJ maupun SLI. Khusus untuk jaringan telekomunikasi, disamping PT. TELKOM, telah hadir beberapa operator jaringan selular (GSM) seperti Telkomsel, Indosat, Satelindo, dan Flexy yang menjangkau hampir seluruh kawasan pemukiman penduduk. Didaerah ini juga terdapat koneksi internet yang cukup baik untuk diakses oleh masyarakat. Adapun untuk pengiriman barang dan jasa (benda-benda pos) baik kedalam dan keluar daerah dilayani melalui kantor PT. Pos Indonesia yang tersebar hampir disetiap kecamatan. Selain itu, terdapat pula usaha kurir, jasa titipan, ekspedisi dan angkutan yang menerima titipan surat dan barang.35 5.1.1.C.3. Energi Listrik dan Air Bersih. Hampir seluruh wilayah kabupaten ini sudah terlayani dengan fasilitas listrik khususnya dari PLN, yang dipasok melalui Gardu Induk di Sumatera Utara. Untuk waktu kedepan, pasokan listrik didaerah ini, seluruh Aceh dan sebagian wilayah Sumatera Utara akan dihasilkan melalui PLTA Perusangan yang akan dibangun di Kabupaten Aceh Tengah. Sementara itu, penyediaan kebutuhan air minum/ air bersih untuk wilayah ibukota kecamatan dan desa-desa sekitar yang terjangkau, sebagian besar telah dilayani oleh cabang-cabang Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Tawar Takengon yang memanfaatkan mata air pegunungan dengan sistim pendistribusian secara grafitasi. Pada saat-saat kemarau, antara bulan mei sampai dengan agustus, sebagian masyarakat diperkotaan mengalami krisis air bersih akibat kekurangan pasokan air dari PDAM. Kondisi ini menyebabkan masyarakat harus membeli air bersih dengan biaya berkisar antara Rp. 40.000 s/d 50.000 per seribu liter.36 35 36 ibid ibid 37 5.1.1.C.4. Perbankan dan Lembaga Keuangan Mikro. Lembaga Perbankan (Bank Umum) yang beroperasi di Kabupaten Aceh Tengah adalah Bank Rakyat Indonesia/BRI (Kantor Cabang dan beberapa unitnya), Bank Aceh (Kantor Cabang dan beberapa kantor kasnya), Cabang Bank Mandiri, Kantor Cabang Bank Tabungan Pensiunan Negara (BTPN), USP Bank Danamon, ditambah satu Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang didirikan oleh Pemda Kabupaten Aceh Tengah. Disamping lembaga perbankan tersebut, di Kabupaten Aceh Tengah juga terdapat beberapa Lembaga Keuangan Mikro yang digerakkan oleh Koperasi, serta terdapat pula LKM Grameen Bank Bangladesh. Peta 1: Peta Kabupaten Aceh Tengah. 38 5.1.2. Kabupaten Bener Meriah. 5.1.2.A. Gambaran Umum. Kabupaten bener meriah merupakan salah satu kabupaten di provinsi Nangroe Aceh Darussalam, kabupaten ini merupakan kabupaten terrmuda saat ini di provinsi Nangroe Aceh Darussalam karena merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Aceh Tengah Berdasarkan undang- undang No. 41 tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bener Meriah di Provinsi Aceh. Diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri tanggal 7 Januari 2004 yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah. 5.1.2.A.1. Letak Geografis. Secara geografis kabupaten Bener Meriah terletak pada 04˚ 33‘ 50‖ - 04˚ 54‘ 50‖ garis Lintang Utara dan 96˚ 40‘ 75‖ - 97˚ 17‘ 50‖ Bujur Timur, berada pada ketinggian 100 – 2.500 m dpl. Dengan batas-batas sebagai berikut : 1. Sebelah Utara dengan Kabupaten Aceh Bireuen. 2. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Tengah. 3. Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Timur. 4. Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tengah Kabupaten Bener Meriah yang beribukota di Simpang Tiga Redelong memiliki luas 1.919,69 km2 terdiri dari 10 Kecamatan dan 233 desa, Yaitu Kecamatan Timang Gajah, Kecamatan Gajah Putih, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kecamatan Bukit, Kecamatan Wih Pesam, Kecamatan Bandar, Kecamatan Bener Kulipah, Kecamatan Syiah Utama, Kecamatan Mesidah dan Kecamatan Permata. Wilayah yang memiliki daerah terluas yaitu Kecamatan Syiah Utama dengan luas wilayah 792,71 Km2 atau 41,29%, sedangkan untuk wilayah yang memiliki daerah terkecil yaitu Kecamatan Bener Kulipah dengan luas wilayah 20,75 Km2 atau1.08%. 5.1.2.A.2. Topografi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik kabupaten Bener Meriah letak Topografi sebagian besar desa di kabupaten Bener Meriah adalah di daerah yang berbukit-bukit dan pegunungan dengan jumlah wilayah administrasi sebanyak 115 desa. Kabupaten Bener 39 Meriah ini bercorak sebagai kabupaten daerah pegunungan sama seperti kabupaten Aceh Tengah dan juga Kabupaten Gayo Lues. Kabupaten Bener Meriah memiliki beberapa puncak gunung seperti Gunung Talang (masih aktif), Gunung Geureudong, Gunung Burne Rajawali, Gunung Burne Draung Malem, Gunung Kulam Raja. Dengan keadaan topografi kabupaten Bener Meriah yang umumnya merupakan pegunungan dan sangat memiliki potensi untuk pengembangan potensi pertanian, perkebunan dan tanaman pangan, peternakan dan perikanan. Selain itu, dengan potensi alam yang boleh dibilang luar biasa ini maka tak dapat dipungkiri bahwa Kabupaten Bener meriah memiliki potensi pariwisata yang luar biasa, apakah itu wisata alam dan juga wisata sejarah dan juga kekayaan adat budaya yang melingkupinya. 5.1.2.A.3. Iklim dan Cuaca. Kabupaten Bener Meriah merupakan kawasan yang beriklim tropis sama dengan kebanyakan daerah di Indonesia dan juga Kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam. Dengan iklim tropis yang dominan maka curah hujan pertahunnya cukup tinggi berkisar 1.000 – 2.5000 (mm) pertahun dengan jumlah hari hujan 143 – 178. Umumnya Hujan turun pada bulan September hingga februari, dengan musim kemarau terjadi pada bulan Maret sampa Agustus. Temperatur maksimum berkisar pada 26˚ C dan minimum 18˚ - 23˚ C dan kelembapan relatif pada kisaran maksimum 75,8 % dan kelembapan relative minimum 20%. 5.1.2.A.4. Pembagian Wilayah. Secara keseluruhan Kabupaten Bener Meriah berada di dataran Tinggi Gayo, yang meliputi areal seluas ± 1.888,70 km². Kabupaten ini terdiri dari 10 kecamatan, yaitu : Tabel 4 : Kecamatan Pada Kabupaten Bener Meriah. No Nama Kecamatan Luas [km²] 1 Bandar 102,842 2 Bukit 95,335 40 3 Permata 193,226 4 Pintu Rime Gayo 364,565 5 Syiah Utama 943,841 6 Timang Gajah 111,898 7 Wih Pesam 54,3389 8 Mesidah 377,666 9 Gajah Putih 64,297 10 Bener Kelipah 26,543 5.1.2.B. Potensi Wilayah Kabupaten Bener Meriah. 5.1.2.B.1. Perekonomian. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai tolok ukur produktivitas merupakan bentuk pandangan seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah atau wilayah dalam jangka waktu satu tahun. Sedangkan PDRB kabupaten Bener Meriah sendiri pada tahun 2009 adalah sebesar 721,64 miliyar Rupiah, setengah disumbangkan oleh sektor Pertanian sebagai salah satu unggulan di Kabupaten Bener Meriah. Penyumbang kedua terbesar adalah sektor jasa-jasa. Kabupaten Bener Meriah sendiri menyumbang 2,7% dari total PDRB ADHB Provinsi Namggroe Aceh Darussalam pada tahun 2009. PDRB Kabupaten Bener Meriah selalu menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu sembilan tahun terakhir, PDRB Kabupaten Bener Meriah telah mengalami kenaikan yang cukup sigmifikan yaitu lebih dari 1,5 kali lipat. Pada tahun 2008, PDRB perkapita Kabupaten Bener Meriah sebesar 11,94 juta Rupiah, naik dari tahun 2007 (10,32 juta rupiah). Dan pada tahun 2009 naik lagi menjadi 13,74 juta rupiah. Artinya, pada tahun 2009 rata-rata tiap penduduk kabupaten Bener Meriah menghasilkan nilai tambah sebesar 13, 74 juta rupiah. Sedangkan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bener Meriah menurut Lapangan Uaha yang berlaku pada Tahun 2010 dan 2011 menunjukkan tren kenaikan yang cukup signifikan, berdasarkan tabel berikut ini : 41 Tabel 5 : Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bener Meriah. No Lapangan Usaha 2010 (Juta Rp) 2011 (juta Rp) 1 pertanian 840 701,26 899 140,12 2 Pertambangan & penggalian 13 161,58 14 973,47 3 Industri pengolahan 51 824,59 57 344,05 4 Listrik, Gas & Air Bersih 16 340,98 20 091,77 5 Bangunan 324 762,93 364 762,62 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 149 969,48 180 261,54 7 Pengangkutan & komunikasi 123 826,34 147 852,36 8 Keuangan, persewaan & Jasa 54 280,41 67 771,68 205 522,22 233,692,24 Perusahaan 9 Jasa - jasa Sumber http://www.benermeriahkab.go.id tentang PDRB Kabupaten Menurut Lapangan Usaha. 5.1.2.B.2. Sarana Pariwisata. Berdasarkan data dari wikipedia.org menyatakan bahwa ada beberapa sarana dan prasarana pariwisata di Kabupaten Bener Meriah baik wisata alam maupun wisata budaya dan sejarah, hal ini merujuk kepada struktrur wilayah kabupaten Bener Meriah yang dikelilingi gunung dan juga sarat akan budaya dan sejarah, sarana wisata tersebut antara lain : 1. Pemandian Air Panas Simpang Malik di Kota Redelong, Kabupaten Bener Meriah 2. Air Terjun Tansaran Bidin di Desa Tansaran Bidin, Kecamatan Bandar 3. Makan Datu Beru 4. Monumen Radio Rimba Raya di Kamoung Rime Raya, Kecamatan Pintu Rime Gayo 5.1.2.B.3. Kependudukan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bene meriah jumlah penduduk Kabupaten Bener Meriah pada Tahun 2003 adalah sebanyak 106.549 jiwa meningkat tajam pada 2007 dengan jumlah 118.660 jiwa. Hingga tahun 2010 jumlah penduduknya berjumlah 122.227 jiwa, yang terdiri dari 62.059 jiwa pria dan 60.218 jiwa wanita. 42 Sedangkan jumlah Penduduk dan sex ratio menurut kecamatan Tahun 201137 Tabel 6: Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Kabupaten Bener Meriah. No Kecamatan Laki-laki Perempuan Total Sex Ratio 1 Timang Gajah 9 028 8 785 17 813 102,77 2 Gajah Putih 3 916 3 814 7 730 102,67 3 Pintu Rime Gayo 5 419 5 124 10 543 105,76 4 Bukit 11 297 11 213 22 510 100,75 5 Wih Peam 10 523 10 061 20 584 104,59 6 Bandar 11 147 10 967 22 114 101,64 7 Bener Kelipah 2 017 1 957 3 974 103,07 8 Syah Utama 660 656 1 316 100,61 9 Mesidah 1 749 1 552 3 301 112,69 10 Permata 7 724 7 467 15 191 103,44 Sedangkan Jumlah Penduduk menurut kelompok umur Tahun 2011 Tabel 7: Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Kabupaten Bener Meriah. No Kelompok Umur Laki-laki Perempuan total 1 0-4 7 481 7 180 14 661 2 5-9 7 050 6 837 13 887 3 10-14 6 626 6 422 13 048 4 15-19 5 186 4 924 10 110 5 20-24 5 164 5 121 10 285 6 25-29 6 074 6 232 12 306 7 30-34 6 204 5 804 12 008 8 35-39 5 278 4 844 10 122 9 40-44 3 977 3 662 7 639 37 http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/displayprofil.php?ia=1117 43 10 45-49 3 042 3 029 6 071 11 50-54 2 407 2 382 4 789 12 55-59 1 824 1 664 3 488 13 60-64 1 259 1 334 2 593 14 65-69 901 946 1 847 15 70-74 486 551 1 037 16 75-keatas 521 664 1 185 5.1.2.B.4. Tenaga Kerja. Sekitar 78,76 % dari jumlah penduduk di Kabupaten Bener Meriah bekerja dilapangan pekerjaan pada sektor pertanian, perkebunan, perburuan, perikanan dan kehutanan; sebesar 10,83% bekerja di lapangan usaha jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan, termasuk di dalamnya pegawai Negeri Sipil; sebesar 9,60 % bekerja di sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan dan perhotelan. Sebesar o,75% bekerja dilapangan industri pengolahan besar; sisanya 2,63% bekerja pada lapangan usaha lainnya seperti pertambangan dan penggalian, listri, gas, air, bangunan, stanah dan jasa perusahaan.38 Tabel 8: Angkatan Kerja Berdasarkan Pendidikan di Kabupaten Bener Meriah Pendidikan Laki-laki perempuan jumlah < SD 8.563 6.516 15.079 SMP 11.542 5.579 17.121 SMU 11.820 4.126 15.946 SMK 1.099 489 1.588 Diploma 338 2.508 2.846 Universitas 1.136 1.134 2.270 Jumlah 34.498 20.352 54.850 I/II/III/Akademi 38 Ibid 44 Total angkatan kerja di Kabupaten Bener Meriah adalah 54.850 jiwa, yang terdiri dari 34.498 jiwalaki-laki dan 20.352 jiwa perempuan. Latar belakang pendidik mayoritas angkatan kerja adalah tingkat SD dan SMU. 5.1.2.B.5. Transportasi dan Perhubungan. Kabupaten Bener Meriah telah memiliki Bandara yang diberi nama Bandara Rembele39 letak bandara ini terletak pada titik koordinat 04° 43.463‘ Garis Lintang Utara - 096° 50.938‘Garis Bujur Timur, berada pada ketinggian 1427 m dpl. Bandara rembele adalah bandaraperintis di Kabupaten Bener Meriah dengan panjang runway 1.500 x 30 meter. Jenis bandara ini hanya dapat didarati oleh pesawat sekelas CN235 atau pesawat sejenis fokker berbadan kecil lainnya. Bandara ini berjarak kurang lebih 2 km dari kota simpang Tiga Redelong dan saat ini baru melayani rute ke bandara Iskandar Muda (Banda Aceh) dan dulu bandara Polonia Medan sebelum ada Bandara Kuala Namu Sumatera Utara yang beroperai dua kali dalam seminggu 40. Sedangkan berdasarkan data dari situs resmi kabupaten Bener Meriah pada www.benermeriahkab.go.id pada sektor perhubungan darat akan dilihat pada tabel berikut : Tabel 9: Jenis, Kondisi, Kelas dan panjang jalan (KM) berdasarkan Tahun di Kabupaten Bener Meriah. No Jenis/kondisi/kelas 2009 2010 2011 aspal 293,54 379,52 380,72 kerikil 198,28 208,58 243,58 tanah 300,33 255,33 297,13 Lain-lain - - - Baik 555,70 651,38 679,57 sedang 188,08 184,05 220,86 Rusak Sedang 24,37 3,00 21,00 Jenis Permukaan Kondisi Jalan 39 http://www.benermeriahkab.go.id/index.php/ekonomi?start=5 40 Opcit. Hal 7 45 Rusak Berat 24,00 5,00 0,00 Kelas I - - - Kelas II - - - Kelas III - - - Kelas IIIA - - - Kelas IIIB - - - Kelas IIIC - - - Lain-lain - - - Kelas Jalan Sumber www.berermeriahkab.go.id. 5.1.2.C. Kawasan Budidaya. 5.1.2.C.1. Perkebunan. Luas lahan milik rakyat dikabupaten Bener Meriah adalah sekitar 138.931,52 hektare, 41.640,76 hektare diantaranya telah dikembangkan menjadi perkebunan.41 Tabel berikut menunjukkan jenis tanaman, luas lahan yang dipergunakan hasil produksi rata-rata pertahun No Komoditi Luas lahan [ha Produksi [Ton] 1 Kopi (Robusta, Arabika, Gayo) 39.702 1.151.934 2 Tembakau 258,5 2.585 3 cengkeh 16,5 148,5 4 Lada 308 80 5 Tebu 216 5.400 6 Kelapa Sawit, Pala, Pinang, Kakao, Kemiri, Kunyit, Jahe, dll 41 http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/displayprofil.php?ia=1117 46 5.1.2.C..2. Kehutanan. Sektor selanjutnya adalah sektor kehutanan, ini juga penting mengingat Kabupaten Bener Meriah juga dikelilingi oleh hutan, kawasan hutan terluas yang dimiliki kabupaten Bener Meriah terletak di kecamatan Syiah Utama, yaitu seluas 122.500 hektare, 55.041 hektare diantaranya merupakan hutan produki. Hasil hutan yang terdapat pada kabupaten ini antara lain pinus merkusi dan rotan mano. 5.1.2.C..3. Pertanian. Sebagai sektor unggulan pertanian merupakan usaha utama bagi masyarakat kabupaten Bener Meriah karena sekitar 78,76% dari jumlah penduduk di kabupaten Bener Meriah berprofesi sebagai petani. Ini merupakan mata pencaharian utama masyarkat sesuai dengan kontur tanah, lahan dan alam di kabupaten Bener Meriah. Hasil dari pertanian di Kabupaten ini adalah : tanaman pangan (padi jenis unggul didataran tinggi) dengan luas 890 ha dan produksi mencapai 5.340 Ton/Tahun; tanaman hortikultura (sayur mayur, buncis, seledri, sawi dan bawang daun); dan tanaman buah-buahan (alpukat, jeruk, markisa, sawo, durian, rambutan, nanas dan pisang). 5.1.2.C.4. Industri. Industri yang berkembang di kabupaten Bener Meriah umumnya berupa indutri menengah dan kecil yang jumlahnyamencapai s13 unit. Industri ini meliputi : - kilang/ penggilingan (kopi, padi, tepung, bumbu masak) sebanyak 10 unit - perbengkelan (mobil, sepeda motor, pandai besi, elektronik, dinamo) sebanyak 159 unit - makanan dan minuman (gula merah/aren, kerupuk, roti, tahu, tempe) sebanyak 109 unit - jasa kecantikan (rias pengantin, jahit pakaian, alon) sebanyak 103 unit - pertukangan (mebel,panglong, batako, perabot rumah tangga, bordir, gordyn, sapu ijuk) sebanyak 41 unit 47 Berikut ini adalah tabulasi mengenai penyediaan/peruntukan ruang untuk berbagai kawasan menurut Rencana Pola Ruang Kabupaten Bener Meriah Tahun 2011-2031.42 Tabel 10: Rencana Pola Ruang Kabupaten Bener Meriah Tahun 2011-2031. No JENIS POLA RUANG LUAS (Ha) A. Rencana Kawasan Lindung 1 2 3 Kawasan Hutan Lindung 66.980 Hutan Lindung 66.980 Kawasan Rawan Bencana Alam 2.457 Kawasan Rawan Tanah Longsor 195 Kawasan Rawan Bencana Angin Puting Beliung 2.262 Kawasan Rawan Banjir - Kawasan Lindung Geologi 5.180 Kawasan Cagar Alam Geologi Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi (Gunung Api 5.180 Bur Ni Telong) Kawasan yang memberi perlindungan terhadap Air Tanah Total Kawasan Lindung 74.617 Tabel 11: Rencana Kawasan Budi Daya Kabupaten Bener Meriah. 1 Kawasan Hutan Produksi 45.343 Hutan Produksi Terbatas 3.303 Hutan Produksi 42.040 Hutan Produksi Konversi 2 Kawasan Pertanian 53.262 Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Kering dan hortikultura 49.120 Tanaman Panganb 42 http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/displayprofil.php?ia=1117 48 3 4 Peternakan 4.142 Kawasan Perkebunan 57.850 Perkebunan komoditi tertentu sesuai potensi daerah 57.850 Permukiman 1.969 Kawasan Permukiman Perdesaan Kawasan permukiman Perkotaan Total Kawasan Budidaya 158.424 Total Luas Kabupaten 233.041 5.1.3. Kabupaten Gayo Lues. 5.1.3.A. Gambaran Umum. Kabupaten Gayo Lues yang dimekarkan dari Kabupaten Aceh tenggara merupakan Kabupaten yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No 4 Tahun 2002 sebagai sebuah Kabupaten Baru Gayo Lues terkenal dengan Tari Samannya ini dikenal juga sebagai Negeri Seribu Bukit, karena di kelilingi oleh Bukit-Bukit Hijau nan Indah dan memiliki keberagangan dan kekayaan Alam yang sangat Luar Biasa dan dipenuhi dengan limpahan budaya dan adat istiadat. Kabupaten Gayo Lues merupakan kabupaten yang berada pada 96˚ 43‘ 24‖ - 97˚ 55‘ 24‖ BT dan 30˚ 40‘ 26‖ - 40˚ 16‘ 55‖ LU. Kabupaten yang memiliki luas 571.958 Ha ini, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang dan Kabupaten Langkat-Provinsi Sumatera Utara, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat Daya, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Tengah, dan Kabupaten Aceh Timur, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara, dan Kabupaten Aceh Barat Daya Kabupaten Gayo Lues terletak di ketinggian berkisar antar 400 – 1200 meter diatas permukaan laut (m dpl) yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian alam merupakan daerah suaka alam Taman Nasional Gunung Leuser yang diandalkan sebagai paru-paru dunia. Dengan bentangan alam yang sangat indah, Kabupaten Gayo Lues 49 merupakan areal yang tepat untuk dijadikan daerah konservasi dan penelitian flora maupun fauna. Di daerah ini juga terdapat taman nasional yang dikenal dengan Taman Nasional Gunung Leuser, dengan biodiversitas paling kaya di dunia 5.1.3.B. Pemerintahan. Pada tahun 2008, kelurahan Blangkejeren berubah status menjadi Desa, sehingga pada saat ini Kabupaten Gayo Lues memiliki 144 desa. Berdasarkan kategori desa pada 2008 di negeri seribu bukit ini terdapat sebanyak 54 desa swadaya, 62 desa swakarya dan 28 swasembada. Kabupaten Gayo Lues sendiri pada tahun 2008 mengalami penambahan kemukiman, dari 20 kemukiman menjadi 25 kemukiman. Setiap kecamatan membawahi 2-4 kemukiman, dimana kecamatan Terangun mempunyai 4 buah kemukiman dan Blangkejeren mempunyai 3 buah kemukiman serta kecamatan lainnya membawahi 2 kemukiman. Tabel 12: Nama - Nama Ibukota kecamatan dan Kode Pos dalam wilayah Kabupaten Gayo Lues Tahun 2008. No Kecamatan Nama Ibu Kota Kode Pos Kecamatan 1 Kuta Panjang Kuta Panjang 24655 2 Blang Jerango Buntul Gemuyang 24655 3 Blangkejeren Blangkejeren 24653 4 Putri Betung Gumpang 24653 5 Dabun Gelang Badak Bur Jumpe 24653 6 Blang Pegayon Cinta Maju 24653 7 Pining Pining 24653 8 Rikit Gaib Rikit Gaib 24654 9 Pantan Cuaca Kenyaran 24654 10 Terangun Terangun 24656 50 11 Tripe Jaya Rerebe 24656 Sumber : bagian Tata Pemerintahan setdakab Gayo Lues Sedangkan jumlah perangkat desa/kelurahan menurut kecamatan pada Kabupaten Gayo Lues pada Tahun 2008 sebagai berikut : Tabel 13: Jumlah Perangkat Desa/Kelurahan di Kabupaten Gayo Lues. No Kecamatan Jumlah Perangkat Desa 1 Kuta Panjang 105 2 Blang Jerango 84 3 Blangkejeren 175 4 Putri Betung 76 5 Dabun Gelang 87 6 Blang Pegayon 93 7 Pining 59 8 Rikit Gaib 117 9 Pantan Cuaca 74 10 Terangun 202 11 Tripe Jaya 92 Jumlah 2008 1164 Sumber : Bagian Tata Pemerintahan Setdakab Gayo Lues Kota Blangkejeren merupakan kota yang paling berkembang pesat selama kabupaten ini berdiri, segala fasilitas dan sarana terdapat disini, sehingga tidak heran dan sarana terdapat disini, sehingga tidak heran bila blangkejeren menjadi salah satu pusat pertumbuhan utama kabupaten Gayo Lues, kota yang memiliki ikon kota Tugu Pembangunan Gayo lues ini terus 51 berbenah, sehingga mendapat kesan modern dan mampu bersaing dengan kabupaten lain yang telah lebih dulu berkembang sehingga meningkatkan daya saing daerah. Pusat pemerintahan Gayo lues dibangun didaerah perbukitan di selatan kecamatan Blangkejeren tepatnya di kawasan arul batin. Hampir segala fasilitas pemerintahantelah dibangun disana, dimulai dengan kantor bupati, kantor DPRK, kantor badan dan dinas-dinas, kantor instansi-instansi vertikal seperti kemenag, BPS, mapolres, dan KIP 43. 5.1.3.C. Kependudukan. Penduduk Kabupaten Gayo Lues umumnya beruku bangsa Gayo, disamping suku Aceh, Alas, Jawa, Batak dan lain sebagianya. Perkiraan jumlah penduduk Kabupaten gayo Lues pada pertengahan tahun 2008 berjumlah 74.794 jiwa yang terdiri dari 36. 783 laki-laki dan 38.011 perempuan dengan rasio jenis kelamin 97.44 Sedangkan per Tahun 2010 jumlah penduduk diwilayah kabupaten Gayo Lues adalah 79.592 (dari penduduk seluruh provinsi Aceh yang berjumlah 4.486.570) yang terdiri atas 39.468 pria dan 40.124 wanita (rasio 98,37). Dengan luas daerah 554.991 ha (dibanding luas seluruh provini Aceh 5.677.081), tingkat kepadatan penduduk di wilayah ini adalah 14 jiwa/km² (dibanding kepadatan provinsi 78 jiwa/km².45 Wilayah yang terbanyak jumlah penduduknya terdapat di kecamatan Blangkejeren yakni sebanyak 21.274 jiwa, dan yang terkecil jumlah penduduknya terdapat di kecamatan Pantan Cuaca yaitu 3.517 jiwa. Tabel berikut akan menjelaskan bagaimana perkiraan jumlah penduduk berdasarkan kecamatan pada tahun 2008. Tabel 14 : Perkiraan Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk dirinci menurut Kecamatan dalam Kabupaten Gayo Lues, Juni 2008. No Kecamatan Luas (Km²) Penduduk Kepadatan Penduduk (jiwa/km²) 1 Kuta Panjang 189,08 7.245 43 38 www.bappeda.gayolueskab.go.id/index.php/mega-news/79. Gayolues dalam angka, hal 41. 45 Id.m.wikipedia.org/wiki/daftar_kecamatan_dan_gampong_di_kabupaten_Gayo_lues . 44 52 2 Blang Jerango 516,38 6.270 12 3 Blangkejeren 1.139,88 21.274 19 4 Putri Betung 139,00 6.534 47 5 Dabun Gelang 651,73 4.416 7 6 Blang Pegayon 280,71 4.820 17 7 Pining 1.100,00 4.051 4 8 Rikit Gaib 419,24 3.855 9 9 Pantan Cuaca 176,23 3.517 20 10 Terangun 645,82 7.735 12 11 Tripe Jaya 461,60 5.077 11 2008 5.719,67 74.794 13 2007 5.719,67 74.151 13 2006 5.719,67 73.003 13 2005 5.719,67 72.045 13 2004 5.719,67 69.146 12 Jumlah Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Gayo Lues 5.1.3.D. Sosial. 5.1.3.D.1. Pendidikan. Sarana Pendidikan yang terletak di Kabupaten Gayo Lues dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi. Walaupun perguruan Tinggi masih merupakan cabang dari daerah luar Kabupaten Gayo Lues. Tahun 2008 jumlah TK sebanyak 19 unit, untuk SD sebanyak 92 unit, SMP sebanyak 22 unit dan SMA sebanyak 13 unit. Untuk sekolah agama yaitu MI ada sebanyak 53 10 unit, MTs sebanyak 5 unit dan Madrasah Aliyah sebanyak 2 unit. Untuk lembaga penddidikan pesantren di kabupaten ini sebanyak 15 unit.46 Banyaknya Sekolah Taman Kanak-kanak, SMP, SMA dirinci menurut Kecamatan dalam Kabupaten Gayo Lues Tahun 2008 adalah sebagai berikut: Tabel 15: Jumlah Sekolah Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Gayo Lues. No Kecamatan TK SD SD SMP SMP SMA/SM SMA/SMK Negeri swasta negeri Swast K Negeri swasta a 1 KUTA 3 9 1 - - 1 - 2 7 - - - 1 - 7 13 4 1 1 4 1 1 8 1 - - 1 - - 7 - - - - - 1 3 - 1 1 1 - PANJANG 2 BLANG JERANGO 3 BLANGKEJ EREN 4 PUTRI BETUNG 5 DABUN GELANG 6 BLANG PEGAYON 7 PINING 1 8 - 1 1 1 - 8 RIKIT GAIB 1 7 - 1 - 1 - 9 PANTAN 1 6 - 1 - - - 1 9 2 2 - 1 - CUACA 10 46 TERANGU Gayo Lues dalam angka, hal 55 54 N 11 TRIPE 1 7 - 1 1 - 1 19 84 8 18 4 11 2 JAYA Jumlah 2008 Sumber : dinas Pendidika, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Gayo Lues 5.1.3.D.2. Kesehatan. Di Kabupaten Gayo Lues terdapat 1 Rumah sakit Pemerintah dan Puskesma sebanyak 11 unit, puskesmas pembantu ada sebanyak 30 unit dan puskesmas keliling sebanyak 9 unit. Pada tahun 2008, berbagai tenaga kesehatan, seperti dokter umum berjumlah 13 dokter dan 5 dokter gigi serta adanya 104 perawat. Mengingat jumlah penduduk yang semakin meningkat dan luas wilayah kabupaten ini cukup besar, maka jumlah sarana kesehatan maih perlu ditingkatkan lagi. 5.1.3.D.3. Agama. Diperkirakan persentasi pemeluk agama Islam di kabupaten Gayo Lues adalah 100 % karena ini dilihat dari rumah ibadah yang ada di kabupaten ini. Pada Tahun 2008, terdapat pengurangan jumlah sarana ibadah dari 156 unit masjid menjadi 111 unit masjid saja dan dari 149 unit meunasah menjadi hanya 118 unit saja. Berdasarkan data dari Departemen Agama Kabupaten Gayo Lues bila dilihat dari tabel berikut ini : Tabel 16: Jumlah Rumah Ibadah di Kabupaten Gayo Lues. No KECAMATAN MASJID MEUNASAH GEREJA GEREJA KATOLIK PROTESTA N 1 KUTA PANJANG 9 7 0 0 2 BLANG 7 11 0 0 18 16 0 0 JERANGO 3 BLANGKEJEREN 55 4 PUTRI BETUNG 12 10 0 0 5 DABUN GELANG 11 10 0 0 6 BLANG 10 13 0 0 PEGAYON 7 PINING 7 9 0 0 8 RIKIT GAIB 8 12 0 0 9 PANTAN CUACA 8 9 0 0 10 TERANGUN 14 15 0 0 11 TRIPE JAYA 7 6 0 0 JUMLAH 2008 111 118 0 0 JUMLAH 2007 156 149 0 0 JUMLAH 2006 132 160 0 0 JUMLAH 2005 101 150 0 0 JUMLAH 2004 108 105 0 0 sumber : Departemen Agama Kabupaten Gayo Lues 5.1.3.D.4. Pertanian. 5.1.3.D.1.Tanaman Pangan.47 Luas lahan persawahan di kabupaten Gayo lues tahun 2008 sebesar 8.564,1 ha yang kebanyakan adalah sawah berpengairan sederhana sekitar 6.282 Ha, sawah beririgai setengah tekhnis seluas 1.684 Ha dan sawah tadah hujan selauas 618 Ha. Luas lahan tersebut berkurang sebesar 266 Ha dibandingkan tahun 2007 tetapi makah produktivitasnya meningkat tajam menjadi 55.309,4 ton gabah atau rata-rata 4,41 ton/Ha dari sebelumnya 47 Data diambil berdasarkan hasil dari Gayo Lues dalam angka yang menyatakan bahwa pada tahun 2007 dan sebelumnya data hasil pertanian dilakukan di lima kecamatan gabungan atau sebelum pemekaran, untuk lengkapnya lihat pada Gayo lues dalam angka hal 123 56 hanya 33,946 ton gabah atau rata-rata 4,36 ton/Ha. Tanaman hortikultura yang produkinya besar di wilayah ini antara lain, cabe, tomat dan jagung. 5.1.3.D.2. Tanaman Perkebunan. Jenis tanaman perkebunan yang lahan usahanya luas di wilayah Gayo Lues pada tahun 2008 adalah kemiri sebesar 8.514,5 Ha dan Kopi 2.198 Ha. 5.1.3.D.3.Perikanan. Luas lahan perikanan ikan tawar berupa kolam mengalami kenaikan sedikit menjadi 395,5 Ha dari sebelumnya 394,9 Ha dengan produksi yang malah menurun menjadi 1514,6 ton yang dari sebelumnya 1521,4 ton. Untuk lahan yang berupa sawah mengalami pengurangan luas dari 2.783,1 Ha menjadi 2.772,4 Ha. Beberapa jeni ikan dengan jumlah produksi terbesar adalah ikan mas sebesar 1.015,,12 ton, ikan mujair sebesar 883,7 ton, ikan jurung sebesar 650,84 ton dan ikan lele sebesar 402,59 ton48. 5.1.3.D.4.Peternakan. Berdasarkan situs web resmi www.gayolueskab.go.id pada laman potensi daerah dijelaskan bahwaterdapat kenaikan produksi padaternak sapi pada tahun 2008 yaitu sebesar 6,57 persen. Sedangkan untuk unggs semuanya naik yaitu ayam sebesar 16,95 %, ayam kampung sebesar 3,39% dan itik 4,01%. Produksi kerbau dan kuda yang mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,62% dan 11,72% 48 www.gayolueskab.go.id/indeks.php?option=com_content*view= 57 5.2. Pemetaan Budaya Politik Masyarakat Suku Gayo. 5.2.1. Identitas Responden. Responden masyarakat Gayo pada penelitian ini sebagaimana yang diterangkan pada metodologi penelitian adalah sebanyak 100 orang untuk di 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kebupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, dan Kabupaten Gayo Lues. Berdasarkan jumlah populasi masyarakat Gayo (500.000 orang) secara keseluruhan, dan jumlah asyarakat Gayo di setiap tiga kabupaten di atas,49 maka diperoleh jumlah responden untuk setiap kabupatennya adalah sebagai berikut: a. Kabupaten Aceh Tengah sebanyak 50 orang responden. b. Kabupaten Bener Meriah sebanyak 30 orang responden. c. Kabupaten Gayo Lues sebanyak 20 orang responden. Sehingga total respondent adalah 100 orang. 5.2.1.A. Berdasarkan Usia. CHART 1. Responden Berdasarkan Usia. Chart Title 25 Axis Title 20 15 10 5 0 ACEH TENGAH 17-25 THN (27%) 13 26-40 THN (42 %) 23 > 41 THN (31%) 14 BENER MERIAH 8 12 10 GAYO LUWES 6 7 7 Berdasarkan usia, mayoritas responden berusia berkisar 26 hingga 40 tahun yaitu sebanyak 42 %, selanjutnya 31 % responden berusia 41 tahun keatas, dan selebihnya 27 % berusia kisaran 17 hingga 25 tahun. 49 Populasi Kabupaten Aceh Tengah 250.000, Kabupaten Bener Meriah 150.000, Kabupaten Gayo Lues 100.000. 58 5.2.1.B. Berdasarkan Jenis Kelamin. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki mendominasi dari 100 responden yaitu sebanyak 65 % atau 65 orang, dan jumlah responden perempuan ialah 35 % atau 35 orang. CHART 2. Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. Chart Title 35 30 Axis Title 25 20 15 10 5 0 ACEH TENGAH LAKI-LAKI (65%) 33 PEREMPUAN (35 %) 17 BENER MERIAH 19 11 GAYO LUWES 13 7 5.2.1.C. Berdasarkan Pendidikan. CHART 3. Responden Berdasarkan Pendidikan. Chart Title 30 25 Axis Title 20 15 10 5 0 ACEH TENGAH SMP-SMA (58%) 26 D1-D3 (12 %) 5 S1-S3 (30%) 19 BENER MERIAH 19 4 7 GAYO LUWES 13 3 4 59 Berdasarkan pendidikan, sebanyak 58 % responden berpendidikan SMP dan SMA sederajat, akan tetapi jumlah responden tamatan S1 hingga S3 juga cukup lumayan yaitu sebanyak 30%, dan sisanya tamatan D1 hingga D3 yang berjumlah 12 %. 5.2.1.D. Berdasarkan Pekerjaan. CHART 4. Responden Berdasarkan Pekerjaan. Axis Title Chart Title 16 14 12 10 8 6 4 2 0 PNS (26 %) WIRASWAS PETANI/BU MAHASISW TA (29 %) RUH (18%) A/GURU/D OSEN (17%) 15 6 8 IRT/NON JOB (10%) ACEH TENGAH 16 BENER MERIAH 5 9 7 6 3 GAYO LUWES 5 5 5 3 2 5 Berdasarkan pekerjaan, tidak terlalu besar perbedaan diantara 5 kategori pekerjaan. 29 % responden bekerja sebagai wiraswasta, 26 % bekerja sebagai PNS pada pemerintah daerah setempat, 18 % bekerja sebagai petani/buruh, 17 % sebagai mahasiswa, guru atau dosen, dan sisanya 10% sebagai ibu rumah tangga atau juga pengangguran. 5.2.2. Pola Kesadaran Politik. Secara mayoritas masyarakat Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Gayo Lues mengakui bahwa pemerintah nasional memang memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan mereka yaitu sebanyak 51 %, sedangkan 31% menyatakan mendapat sedikit pengaruh dari pemerintah pusat, dan hanya 13 % yang menyatakan tidak mendapat pengaruh, yaitu 9 orang dari Kabupaten Aceh Tengah dan 4 orang dari Bener Meriah. 60 CHART 5. Derajat Perkiraan Tentang Pengaruh Pemerintahan Nasional Terhadap Kehidupan Sehari-hari. Chart Title 25 Axis Title 20 15 10 5 0 Berpengaruh Besar (51 %) ACEH TENGAH 24 Sedikit Berpengaruh (31 %) 15 Tidak Berpengaruh (13 %) 9 Tidak Tahu (5% ) BENER MERIAH 16 9 4 1 GAYO LUWES 11 7 0 2 2 CHART 6. Derajat Estimasi Pengaruh Pemerintahan Lokal Terhadap Kehidupan Sehari-hari. Chart Title 25 Axis Title 20 15 10 5 0 Berpengaruh Besar (44 %) ACEH TENGAH 19 Sedikit Berpengaruh (45%) 24 Tidak Berpengaruh (7%) 5 Tidak Tahu (4 %) BENER MERIAH 14 13 2 1 GAYO LUWES 11 8 0 1 2 Hal yang hampir sama dinyatakan masyarakat Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Gayo Lues bahwa pemerintah lokal juga sedikit pengaruh kepada mereka, yaitu sebesar 45%, berbeda 1 persen, yaitu 44% dengan yang menyatakan pemerintah lokal memiliki pengaruh besar pada kehidupan mereka. Dan hanya 7 persen yang 61 menyatakan tidak memiliki pengaruh, yaitu 5 orang dari Kabupaten Aceh Tengah dan 2 orang dari Bener Meriah. CHART 7: Sifat Pengaruh Pemerintah Nasional dan pemerintah Lokal. Chart Title 30 Axis Title 25 20 15 10 5 0 Memperbaiki Kondisi (29%) ACEH TENGAH 11 KadangKadang Memperbaiki Kondisi Kadangkadang Tidak (49%) 28 Lebih Baik Tanpa Pemerintah Nasional (4%) Pemerintah Nasional Menciptakan Keseragaman (18%) 3 8 BENER MERIAH 9 14 1 6 GAYO LUWES 9 7 0 4 Mengenai sifat pengaruh pemerintah nasional, masyarakat Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Gayo Lues, secara mayoritas bersikap skeptis dengan mengatakan bahwa pemerintah nasional dan lokal kadang-kadang memperbaiki kondisi dan kadang-kadang tidak, yaitu sebanyak 49%. Sedankan hanya 29% dari responden yang menyatakan pemerintah nasional dan lokal benar-benar memperbaiki kondisi mereka. Selain itu ada 18% masyarakat yang menyatakan pemerintah menciptakan keseragaman, dan juga ada 4% yang menyatakan mereka akan lebih baik tanpa adanya kegiatan-kegiatan pemerintah, yaitu 3 orang dari Aceh Tengah dan 1 orang dari Bener Meriah. 62 5.2.2.A. Kesadaran Politik. CHART 8: Mengikuti Segala Kegiatan Pemerintahan. Chart Title 35 30 Axis Title 25 20 15 10 5 0 ACEH TENGAH Secara Teratur (20%) 11 Kadangkadang (65%) 31 Tidak Pernah (11%) 6 Tidak Tahu (4%) 2 BENER MERIAH 6 20 3 1 GAYO LUWES 3 14 2 1 Untuk mengukur bagaimana kesadaran politik para responden, peneliti menanyakan apakah masyarakat mengikuti atau menaruh perhatian pada urusan-urusan pemerntah dan politik atau tidak (termasuk kampanye-kampanye politik). Terlihat pada chart.6 bahwa mayoritas responden jarang atau kadang-kadang mengikuti kegiatan pemerintah, yaitu sebanyak 65%, dan hanya 20% yang menyatakan secara teratur mengikuti kegiatan pemerintah, dan relative 11 orang atau 11% persen yang sama sekali tidak pernah mengikutinya. Sedangkan mengenai media yang digunakan para responden dalam mengikuti aktivitas pemerintahan, mayoritas menggunakan TV sebagai media yang paling sering digunakan, yaitu sebanyak 67 %, kemudian 21% menggunakan Koran, 6% menggunakan radio, 2% menggunakan majalah, dan hanya 4% responden yang sama sekali tidak menggunakan media apapun. Seperti yang terlihat pada chart.9. 63 CHART 9: Mengikuti Laporan-laporan Mengenai Aktivitas Pemerintahan Melalui Berbagai Media. Chart Title 40 35 Axis Title 30 25 20 15 10 5 0 TV (67%) ACEH TENGAH Koran (21%) 8 36 Radio (6%) 3 Majalah (2%) 0 Tidak Ada (4%) 3 BENER MERIAH 7 19 2 1 1 GAYO LUWES 6 12 1 1 0 CHART 10: Derajat Frekuensi Mengikuti Laporan-laporan Mengenai Aktivitas Pemerintahan Melalui Berbagai Media. Chart Title 35 30 Axis Title 25 20 15 10 5 0 Setiah Hari (66%) Kadangkadang (28%) Tidak Pernah (4%) 14 sekali Seminggu (3 %) 1 ACEH TENGAH 32 BENER MERIAH 20 8 1 1 GAYO LUWES 14 5 1 0 64 3 Frekuensi para responden dalam mengikuti laporan-laporan mengenai aktivitas pemerintahan melalui berbagai media seperti yang terlihat pada chart.10, sangat tinggi yaitu sebesar 66%, sedangkan 28% menyatakan kadang-kadang menggunakan, dan hanya 4% yang sama sekali tidak menggunakan media apapun. 5.2.2.B. Penerimaan Informasi . Pada chart 11, 12 dan 13, peneliti mencoba memastikan sejauh mana informasi tentang pemerintahan dan politik yang biasanya dimiliki para responden. Dalam hal ini sejauh mana responden mengenal atau mengetahui para pemimpin mereka, baik itu pemimpin pemerintahan pusat dan daerah bahkan juga pemimpin partai-partai politik yang ada. Mayoritas responden memiliki informasi yang kuat, atau mengetahui nama pemimpinpemimpin mereka, 88 % mengetahui nama presiden dan wakil presiden, 76% mengetahui 4 nama ketua-ketua partai nasional Indonesia, dan 86% mengetahui nama gubernur dan bupati mereka. Sedangkan untuk yang salah mengebutkan nama, 3 % untuk presiden dan wakil presiden, 7 persen untuk nama 4 partai politik nasional dan 11% untuk nama gubernur dan bupati. Dan jumlah responden yang tidak tahu nama-nama tersebut ialah, 9% untuk nama presiden dan wakil presiden, 17% untuk 4 nama partai politik di Indonesia dan 3% untuk nama gubernur dan bupati. Lebih lengkapnya seperti terlihat pada chart 11,12 dan 13 berikut: CHART 11: Kemampuan Menyebutkan Nama Pemimpin Pemerintah Pusat.(Nama Presiden dan Wakil Presiden). Chart Title 45 40 35 Axis Title 30 25 20 15 10 5 0 ACEH TENGAH Benar (88%) 45 Salah (3%) 1 Tidak Tahu (9%) 4 BENER MERIAH 27 1 2 GAYO LUWES 16 1 3 65 CHART 12: Kemampuan Menyebutkan Nama Pemimpin Partai Nasional. (Nama 4 Ketua Partai-partai Nasional) Chart Title 35 30 Axis Title 25 20 15 10 5 0 ACEH TENGAH Benar (76%) 35 Salah (7%) 5 Tidak Tahu (17%) 10 BENER MERIAH 25 1 4 GAYO LUWES 16 1 4 CHART 13: Kemampuan Menyebutkan Nama Pemimpin Pemerintah Daerah/Lokal.(Nama Gubernur dan Bupati ). Chart Title 40 35 Axis Title 30 25 20 15 10 5 0 ACEH TENGAH Benar (86%) 39 Salah (11%) 9 Tidak Tahu (3%) 2 BENER MERIAH 28 1 1 GAYO LUWES 19 1 3 66 5.2.2.C. Rangkaian Pendapat Tentang Politik. CHART 14: Ringkasan Pola Kesadaran Politik. Axis Title Chart Title 35 30 25 20 15 10 5 0 Yang tidak dan tidak tahu pengaruh Pemerinah Lokal (b) 7 Yang tidak Mengikuti Kegiatan Pemerintah (c) 8 Yang tidak tahu para pemimpin (d) ACEH TENGAH Yang tidak dan tidak tahu pengaruh Pemerinah Nasional (a) 11 BENER MERIAH 5 3 4 10 GAYO LUWES 2 1 3 9 31 Dari chart 14 diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat Pola Kesadaran Politik masyarakat gayo di kabupaten Aceh Tengah, kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Gayo Lues cukup tinggi. Dan hanya relative kecil yang memiliki pola kesadar rendah. Untuk masyarakat yang terasing atau puritan dari output pemerintah, pada huruf a berjumlah 18, pada huruf b berjumlah 11. Dan untuk masyarakat yang terasing atau puritan dari input pemerintah, pada huruf c berjumlah 15 dan pada huruf d 50. Hal tersebut menandakan relative kecilnya responden masyarakat gayo yang terasing baik dari Input dan Output Politik Pemerintah. Itu juga menandakan mayoritas masyarakat responden aktif, sadar dan tahu Input dan Output Politik Pemerintah. 5.2.3. Perasaan Terhadap Pemerintahan dan Politik. 5.2.3.A. Pengaruh Sistem: Kebanggaan Nasional. Reaksi para responden terhadap pengaruh Sistem Politik Pemerintahan yang dengannya membentuk kebanggaan nasionalisnya sangat beragam, mayoritas menyatakan bangga dengan kebebasan Bergama yang ada di Indonesia, yaitu sebanyak 40%, kemudian sebanyak 27% menyatakan bangga dengan Bahasa Indonesia, dan 12% bangga dengan lembaga politik dan pemerintahan. Untuk lebih lengkapnya lihat chart 15 dibawah ini. 67 CHART 15: Aspek-aspek yang menjadi Kebanggaan para responden. Chart Title Axis Title 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 ACEH TENGAH Lemba ga Politik dan Pemeri ntahan (12% 3 Badan Kedud Sistem Kebeba Kekuat Bahasa Lamba Legislat ukan Ekono san an Indone ng Fisik if pusat Interna mi Beraga Tentar sia Negara maupu sional (11%) ma a dan (27%) (5%) n (2%) (40%) Alusist a (1%) daerah (1%) 1 1 5 19 0 16 3 Tidak Tahu (2%) BENER MERIAH 2 0 0 4 14 1 8 1 0 GAYO LUWES 6 0 1 2 7 0 3 1 0 2 5.2.3.B. Pengaruh Output: Harapan Terhadap Pemerintah dan Polisi. CHART 16: Harapan Terhadap Perlakuan Birokrasi Pemerintah dan Polisi. Axis Title Chart Title 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Mengharap Perlakuan yang Sama (89%) ACEH TENGAH 45 Tidak Mengharap Perlakuan yang Sama (6%) 2 Terserah Saja (2%) Tidak Tahu (3%) 1 2 BENER MERIAH 27 2 0 1 GAYO LUWES 17 2 1 0 Perasaan-perasaan yang dimiliki masyarakat terhadap kekuasaan pemerintah mungkin berakar dari harapan mereka akan diperlakukan oleh pemerintah. Bila mereka berharap diperlakukan secara jujur dan bijaksana, kita dapat menegaskan bahwa mereka lebih mudah 68 untuk dihadapkan dengan kekuasaan pemerintah. Pada kasus yang sebaliknya kita dapat menduga bahwa mereka tidak akan suka berhadapan dengan kekuasaan. Pada chart.16 terlihat mayoritas responden mengharapkan perlakuan yang sama atau adil ketika mereka berurusan dengan pemerintahan, baik itu birokrat dan juga polisi, yaitu sebanyak 89%. Selebihnya yang menyatakan tidak mengharapkan perlakuan yang sama sangat kecil yaitu 6%, yang menyatakan terserah saja 2%, dan yang menyatakan tidak tahu 3%. Data tersebut menjelaskan bahwa masyarakat gayo punya harapan yang besar terhadap pemerintah dan oleh itu juga mereka akan sangat mudah untuk dihadapkan dengan kekuaasaan pemerintah. Selanjutnya pada Chart 17 terlihat frekuensi harapan-harapan akan perlakuan yang sama dari para pejabat pemerintahan dan polisi yang dengannya dapat dilihat tingkat responsifitas masyarakat dalam hubungannya dengan pemerintah. Mayoritas responden menyatakan mengharapkan pertimbangan yang serius dari para birokrat dan polisi, yaitu sebesar 60%, yang lainnya menyatakan menharap sedikit perhatian, berjumlah 15%, dan 12% menyatakan tidak diindahkan, dan hanya 10% yang apatis atau tidak memiliki harapan apapun tatkala berhubungan dengan birokrat dan polisi. Untuk lebih lengkapnya lihat chart 17 dibawah ini: CHART 17: Sejumlah Pertimbangan yang diharapkan dari pihak Birokrasi dan Polisi. Chart Title 30 Axis Title 25 20 15 10 5 0 Sedikit Perhatian (15) 8 Tidak Diindahkan (12%) 6 Terserah (10%) Tidak Tahun (3%) ACEH TENGAH Pertimbang an Serius (60%) 28 7 1 BENER MERIAH 19 4 4 2 1 GAYO LUWES 13 3 2 1 1 5.2.3.C. Pola Komunikasi Politik. Bagi masyarakat, baik laki-laki dan perempuan yang ingin berpartisipasi dalam proses demokrasi politik, mereka harus merasakan adanya jaminan keamanan untuk melakukannya, mereka tidak mengharapkan resiko yang besar jika mereka menyatakan pandapat politiknya, dan mereka secara bebas dapat bertukar pikiran 69 dengan orang lain. Sejauh harapan itu tidak tersedia, dorongan untuk melakukan komunikasi politik akan tertekan atau dibatasi, tertutup, terbats dalam keluarga, atau secara ideologi terbatas dalam linkungan yang dapat dipercaya. Dalam hal ini, para responden masyarakat suku gayo sangat terbuka dalam bekomunikasi tentang politik, mereka terbuka dalam frekuensi pembicaraan politik, penggunaan hak pilih pada pemilu dan pengecualian dalam menyatakan pilihan partai mereka pada pemilu nasional maupun lokal. Pada chart 18. Mayoritas responden menyatakan kadang-kadang atau memiliki frekuensi yang jarang dalam membicarakan politik dengan orang lain, sedangkan 21% menyatakan sering membicarakan politik, dan hanya 13% yang menyatakan tidak pernah sama sekali membicarakan politik dengan orang lain. Pada chart 19. Secara mayoritas responden manyatakan memiliki kebebasan dalam berdiskusi dan membicarakan politik dan masalah-masalah pemerintahan. Sejumlah 27% menyatakan merasa bebas berdiskusi politik dengan siapapun juga, dan 50% menyatakan bebas tetapi tidak dengan semua orang. Dan hanya 17% responden yang menyatakan merasa tidak bebas berdiskusi politik. CHART 18: Frekuensi Pembicaraan Politik dengan orang lain. Chart Title 30 Axis Title 25 20 15 10 5 0 Sering (21%) ACEH TENGAH 14 Kadang-kadang (66%) 30 BENER MERIAH 5 21 4 0 GAYO LUWES 2 15 3 0 70 Tidak Pernah (13%) 6 Tidak Tahu (0%) 0 CHART 19: Perasaan Dibatasi dalam Mendiskusikan Politik dan masalahmasalah Pemerintahan. Chart Title 30 Axis Title 25 20 15 10 5 0 Tidak Merasa Bebas (17%) Merasa Bebas (27%) Tidak Tahu (6%) 13 Bebas Tapi Tidak Dengan Semua Orang (50%) 26 ACEH TENGAH 7 BENER MERIAH 6 8 15 1 GAYO LUWES 4 6 9 1 4 5.2.3.D. Penggunaan Hak Pilih. Masyarakat suku gayo juga sangat terbuka dalam menyatakan penggunaan hak pilih mereka. Pada chart 20. Mayoritas responden menyatakan telah menggunakan hak pilihnya pada pemilu nasional atau pemilu lokal terakhir, yaitu sebesar 89%, dan hanya 11% yang menyatakan tidak menggunakan hak pilihnya. Dari 89 orang responden yang menyatakan menggunakan hak pilihnya, mayoritas mereka berkomunikasi tertutup untuk menyebutkan pilihan partai mereka, yaitu sebanyak 59 % menyatakan tidak bersedia memberi tahu pilihan mereka, sedangkan 11% menyatakan pilihannya pada partai lokal aceh, dan sisanya tersebar relatif dalam persentase yang kecil pada ke 7 partai nasional. Lebih jelasnya lihat chart 21. Sedangkan untuk 11 orang responden yang menyatakan tidak menggunakan hak pilihnya, juga memiliki komunikasi tertutup, yaitu sebanyak 7% menyatakan tidak bersedia memberi tahu kenapa mereka tidak menggunakan hak pilihnya, dan 4% sisanya menyatakan karena mereka belum atau tidak menemukan kejujuran pada para calon di pemilu, yang mana mereka hanya obral janji saja. Lihat chart 22. 71 CHART 20: Penggunaan Hak Pilih pada Pemilu Nasional dan Lokal Terakhir. Axis Title Chart Title 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 ACEH TENGAH Iya (89%) 44 Tidak (11%) 6 BENER MERIAH 27 3 GAYO LUWES 18 2 CHART 21: Partai Pilihan Responden pada Pemilu Nasional dan Lokal terakhir. Chart Title 30 Axis Title 25 20 15 10 5 0 GOLK DEM Partai PBB AR OKRA Lokal (2%) (5%) T Aceh (4%) (11%) PKS (2%) PDIP (3%) PAN GERI Tidak Tidak (2%) NDRA Berse Tahu (1%) dia (0%) Mem beri Tahu (59%) 1 1 27 0 ACEH TENGAH 3 2 5 1 1 3 BENER MERIAH 1 1 4 0 1 0 1 0 19 0 GAYO LUWES 1 1 2 1 0 0 0 0 13 0 72 CHART 22: Alasan Tidak menggunakan Hak Pilih pada Pemilu Nasional dan Lokal Terakhir. Axis Title Chart Title 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 ACEH TENGAH Tidak Bersedia Memberi Tahu (7%) 4 Para Calon hanya Obral Janji dan tidak Jujur (4%) 2 BENER MERIAH 2 1 GAYO LUWES 1 1 5.2.4. Bentuk-Bentuk Partisanship. 5.2.4.A. Perasaan Masyarakat Terhadap Aktivitas Politik. Salah satu bentuk partisan masyarakat terhadap aktivitas politik ialah dalam kampanye, bila masyarakat menganggap kampanye itu perlu maka besar kemumkinannya mereka ikut atau berpartisipasi dalam kampanye atau paling minimum mau mendengarkan isi kampanye melalui media cetak maupun elektronik atau juga spanduk dan baliho. Pada chart 23, terlihat mayoritas masyaraat suku gayo menyatakan kampanye itu penting, diantaranya untuk mengenal profil beserta visi mis para calon, yaitu sebanyak 67 %, sedangkan 21 % nya menganggap kampanye itu tidak penting dengan menyatakan kampanye itu hanya obral janjijanji saja dan tidak dapat dipercaya, apalagi juga hanya menghambur-hamburkan dana saja, ditambah lagi adanya money politik. Tingginya frekuensinya masyarakat yang menganggap kampanye itu penting terbukti pada juga tingginya masyarakat yang menggunakan hak pilihnya pada pemilu/pilkada terakhir (chart.20). walaupun ketika ditanya bagaimana frekuensi masyarakat menggunakan hak suaranya semenjak mereka berhak untuk memilih/memberikan suaranya. Pada chart.24 terlihat lebih dari setengah dari respondent yang menyatakan selalu memilih semenjak ia berhak untuk memilih, yaitu sebesar 53%, dan 39% dari responden menyatakan bahwa mereka pernak sekali tidak memberikan suaranya, sisanya 7% menyatakan pernah lebih dari sekali untuk tidak memilih dan hanya 1% yang tidak pernah memilih sama sekali. 73 CHART 23: Perasaan Masyarakat akan Perlu atau Tidaknya Kampanye. Chart Title Axis Title 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Perlu (67%) ACEH TENGAH 36 Tidak Perlu (21%) 8 Ragu-ragu (6%) 2 Tidak Tahu (6%) 4 BENER MERIAH 20 7 2 1 GAYO LUWES 11 6 2 1 CHART 24: Frekuensi Memilih/Memberikan Suara Masyarakat dalam Pemilu/Pilkada Semenjak Berhak Untuk Memberikan Suaranya. Chart Title 25 Axis Title 20 15 10 5 0 Tidak Pernah Memilih (1%) Pernah Sekali Tidak Memilih (39%) Selalu Memilih (53%) 21 Pernah Lebih dari Sekali Tidak Memilih (7%) 4 ACEH TENGAH 1 BENER MERIAH 0 12 2 16 GAYO LUWES 0 6 1 13 74 24 5.2.4.B. Perasaan dan Alasan Masyarakat Terhadap Voting dan Anggota Partai Politik. Selain persentase pemilih pada pemilu/pilkada terakhir yang tinggi, para responden masyarakat suku Gayo juga memiliki perasaan positif terhadap voting (pemberian hak suara) itu sendiri, yang mana 59% dari mereka menyatakan merasa puasa setelah memberikan suara, 19 % nya tidak merasakan apa-apa, dan hanya 17% responden yang menyatakan tidak merasa puas. (lihat chart.25. Kemudian perasaan positif itu juga tergambar pada alasan responden dalam memberikan suara mereka, yaitu hamper sempurna, sebesar 92% menyatakan mereka memili/memberikan suara mereka karena sadar akan hak sebagai warga Negara, dan hanya 8% dari mereka yang menyatakan tidak memiliki asalan apapun untuk mem-vote. Kemudian yang cukup menakjubkan adalah tidak adanya masyarakat atau 0 % masyarakat yang memiliki alasan memperoleh imbalan (money politik) atau juga karena ajakan keluargan, teman atau yang lainnya. Lihat chart.26. CHART 25. Perasaan Terhadap Voting (Pemberian Hak Suara). Chart Title 30 Axis Title 25 20 15 10 5 0 Tidak Merasa Puas (17%) Tidak Merasa apa-apa (19%) Tidak Tahu (5%) ACEH TENGAH Merasa Puas Setelah Memberikan Suara (59%) 28 11 10 1 BENER MERIAH 18 5 5 2 GAYO LUWES 13 1 4 2 75 CHART 26. Alasan Masyarakat Memberikan Hak Suaranya. Chart Title 45 40 35 Axis Title 30 25 20 15 10 5 0 Karena Memperoleh Imbalan (0%) 0 Ajakan Keluarga, Teman dll (0%) Tidak Ada Alasan (8%) ACEH TENGAH Sadar Akan Hak Sebagai Warga Negara (92%) 45 0 5 BENER MERIAH 28 0 0 2 GAYO LUWES 19 0 0 1 Mengenai perasaan masyarakat terhadap anggota partai politik tertentu yang telah berpindah keanggotaan partainya kepada partai lain (contohnya si A awalnya adalah anggota Partai B, kemudian ia pindah ke partai C, bahkan beberapa ada lebih dari sekali berpindah partai.). Secara mayoritas, yaitu 41 % respondent menyatakan tidak senang terhadap anggota partai yang berperilaku seperti itu, dan hanya 11 % menyatakan sebaliknya, yaitu senang. Sisanya, yaitu mereka yang bersikap skeptic dan tidak mau tau dan juga yang tidak tahu akan isu tersebut, yaitu sebanyak 23% yang menyatakan masa bodoh, dan 25 % yang menyatakan tidak tahu. CHART 27: Penilaian Terhadap Anggota Partai yang telah berindah Partai. Axis Title Chart Title 20 15 10 5 0 ACEH TENGAH Senang (11%) Tidak Senang (41%) 4 19 Masa Bodoh (23%) 15 Tidak Tahu (25%) 12 BENER MERIAH 3 14 5 8 GAYO LUWES 4 8 3 5 76 5.2.4.C. Perasaan Masyarakat Terhadap Otonomi Daerah, Pilkada dan Kebebasan Pers. Mayoritas masyarakat suku Gayo memandang makna otonomi daerah sebagai peluang untuk daerah untuk lebih mandiri dan tidak bergantung banyak terhadap provinsi maupun pemerintah pusat, 20% menyatakan dengan adanya otonomi daerah masyarakat akan lebih berpartisipasi minimal untuk pembangunan daerahnya sendiri, 18% responden menyatakan dengan otonomi daerah Bupati atau Walikota akan lebih memiliki kekuasaan, 11% responden menyatakan KKN akan semakin merajalela dengan diterapkannya otonomi daerah dan 7% lainnya menyatakan akan tumbuhnya etnisitas atau kesukuan di daerah, lihat chart 28. Sedangkan mengenai makna pilkada, mayoritas masyarakat menyatakan pilkada akan memunculkan tokoh dari daerah sendiri, yaitu sebanyak 41%, 25% responden menyatakan pilkada akan meningkatkan daya serap terhadap aspirasi masyarakat, 14% menyatakan pilkada dapata mengangkat isu lokal, 12% menyatakan pilkada hanya membuat perebutan terhadap sumber-sumber politik termasuk oleh tokoh daerah, dan 8% menyatakan pilkada hanya menghamburkan dana masyarakat/kampanye, lihat chart 29. Masyarakat suku Gayo juga menilai masih adanya kebebasan pers di daerah mereka, yaitu sebanyak 47%, sedangkan 18% menyatakan adanya sensor terhadap media. Mengenai aksesibilitas masyarakat terhadap media, masyarakat memiliki penilaian yang hampir sama, yaitu 18% menyatakan publik mudah mengakses media, sedangkan 17% menyatakan publik sulit mengakses media, lihat chart 30. CHART 28: Makna Otonomi Daerah Bagi Masyarakat. Axis Title Chart Title 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Deerah Lebih Mandri (44%) ACEH TENGAH 20 Bupati/wali kota Lebih Memiliki Kekuasaan (18%) 9 BENER MERIAH 12 5 3 8 2 GAYO LUWES 12 4 1 2 1 77 KKN akan Merajalela di Daerah (11%) 7 Masyarakat Menumbuh Lebih kan Berpartisip etnisitas/K asi (20%) esukuan (7%) 10 4 CHART 29: Makna Pilkada Bagi Masyarakat. Axis Title Chart Title 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Dapat Mengangka t Isu Lokal (14%) ACEH TENGAH Memuncul kan Tokoh Dari Daerah sendiri (41%) 20 Perebutan Sumbersumber Politik Penghamb uran Dana Kampanye (8%) 9 Daya Serap Aspirasi Rakyat Semakin Tinggi (25%) 12 4 5 BENER MERIAH GAYO LUWES 12 3 8 5 2 9 2 5 3 1 CHART 30: Kebebasan Pers di Daerah Menurut Masyarakat. Axis Title Chart Title 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Ada Sensor Terhadap Media (18%) ACEH TENGAH 10 Ada Kebebasan bagi Pers (47%) 20 Publik sulit mengakses Media (17%) Publik mudah Mengakses Media (18%) 10 10 BENER MERIAH 5 15 4 6 GAYO LUWES 3 12 3 2 5.2.4.D. Peranan masyarakat awam. Berbeda dengan peranan masyarakat yang mengerti atau melek politik dimana jumlah persentase yang aktif cukup tinggi. Untuk masyarakat awam, atau yang kurang atau juga tidak memahami politik (lihat chart.31), persentase yang dominan adalah yang mengambil 78 peranan pasif, baik itu masyarakat yang mencoba mendapatkan dan memahami informasi yaitu sebesar 48 %, dan masyarakat yang mengambil peran untuk memberikan suara saja, yaitu 31 %. Sedangkan mayarakat yang menyatakan perlunya berpartisipasi di partai politik atau organisasi sosial hanya berjumlah 13 %, sisanya masyarakat yang ingin aktif pada aktivitas keagamaan, berjumlah 8 %. CHART 31: Peranan apa yang harus dilakukan orang awam dalam masyarakat lokalnya. Axis Title Chart Title 30 25 20 15 10 5 0 Berpartisipasi di Partai Politik/Oragan isasi Sosial (13%) Aktif pada Aktifitas Keagamaan (8%) ACEH TENGAH 3 2 Mencoba Mendapatkan dan Memahami Informasi (48%) 28 Memberikan Hak Suara (31%) BENER MERIAH 4 4 13 9 GAYO LUWES 6 2 7 5 17 5.2.5. Wewenang Politik Masyarakat. Demokrasi adalah suatu sistem politik dimana warga negara biasa dapat melakukan kontrol terhadap para elit- dan kondisi seperti itu bersifat sah,-yang didukung oleh norma-norma yang diterima baik oleh elit dan massa. Di dalam semua masyarakat proses pembuatan keputusan dipusatkan ditangan sedikit orang. Baik masyarakat biasa maupun pendapat umum tidak dapat merumuskan kebijaksanaan. Akan tetapi setiap individu masyarakat juga tetap bisa untuk menyatakan pendapatnya atau tuntutannya terhadap kebijakan atau keputusan yang diambil pemerintah. 5.2.5.A. Hak Menyampaikan pendapat. Masyarakat responden suku gayo termasuk yang memiliki kesadaran tinggi terhadap hak mereka untuk berpendapat. Terlihat pada chart 32, dimana mayoritas masyarakat telah melaksanakan hak mereka, yaitu sebanyak 51 % menyatakan pernah menyampaikan pendapat, saran, kritik kepada kebijakan pemerintah pusat, daerah atau tempat dimana mereka tinggal, bahkan 10 % responden menyatakan mereka sering melakukannya. Dan 79 sebanyak 39 % masyarakat menyatakan mereka tidak pernah menyampaikan pendapat, saran ataupun kritik. Walaupun jumlah yang aktif cukup besar, akan tetapi jumlah 39 orang yang tidak aktif juga cukup lumayan tinggi, sedangkan 10 orang yang menyatakan sering, oleh itu diperlukan pendidikan politik dan pembukaan peluang/wahan untuk meningkat peran politik masyarakt, minimal mereka dapat menyampaikan pendapatnya, dengan tanpa ketakukan apalagi keengganan ketidakacuhan, karena itu malah akan memperburuk iklim politik yang ada. CHART 32: Pernah atau Tidak pernahnya masyarakat menyampaikan Pendapat, Saran atau Kritik Terhadap Kebijakan Pusat, Daerah atau Tempat Domisilinya. Chart Title 25 Axis Title 20 15 10 5 0 Pernah (51%) Sering (10%) 5 Tidak Pernah (39%) 21 Tidak Tahu (0%) 0 ACEH TENGAH 24 BENER MERIAH 15 3 12 0 GAYO LUWES 12 2 6 0 5.2.5.B. Stategi Pengaruh. Dalam usaha mereka untuk menyampaikan pendapat, atau mempengaruhi kebijakan/keputusan yang diambil pemerintah, bilamana mereka menemukan peraturanperaturan yang tidak berkeadilan, 59% responden secara mayoritas menyatakan mereka akan mencoba mendapatkan bantuan orang lain, baik dengan kelompok formal atau informal. Kelompok informal seperti teman, keluarga atau juga tetangga, kelompok formal seperti organisasi masyarakat, profesi, politik dan lain-lain. Hal tersebut menandakan tingkah laku politik kooperatif masyarakat cukup tinggi, karena hanya 12 % responden yang menyatakan mereka akan bertindak sendiri, baik dengan protes, menghubungi pihek terkait atau media. Akan tetapi jumlah masyarakat yang skeptic dan apatis juga lumayan besar, yaitu 17 % untuk yang menyatakan tidak melakukan apa-apa, dan 12 % yang menyatakan tidak mau tahu. Lebih jelasnya lihat chart 33, berikut: 80 CHART 33: Jika ada peraturan-peraturan yang tidak berkeadilan, apa yang akan anda lakukan untuk mencoba mempengaruhi pemerintah lokal maupun pusat. Axis Title Chart Title 35 30 25 20 15 10 5 0 Bertindah Sendiri (12%) Tidak Melakukan apa-apa (17%) Tidak Mau Tahu (12%) ACEH TENGAH Mencoba Mendapatkan bantuan Orang Lain (59%) 33 5 6 6 BENER MERIAH 17 4 5 4 GAYO LUWES 9 3 6 2 5.2.6. Hubungan Sosial dan Kerjasama Masyarakat. 5.2.6.A. Waktu Senggang dan Sosiabilitas. Untuk mengukur interaksi sosial masyarakat, peneliti melihat bagaimana para responden masyarakat suku gayo menggunakan/menghabiskan waktu luang mereka. Pada chart 34, tergambar tidak ada suatu kegiatan yang dominan yang dilakukan para responden, akan tetapi bila dijumlahkan antara kegiatan individu dan kelompok maka yang dominan adalah kegiatan kelompok (seperti terlihat pada chart 31 dibawah), karena kegiatan yang murni individu, yakni kegiatan kulturan, seperti membaca, menonton tv dan mendengarkan radio, memiliki persentase sebanyak 23 persen. Sedangkan kegiatan perjalanan, hobbi/olahraga, dan keagamaan, bisa dilakukan secara individual ataupun kelompok (berjumlah keseluruhan 38%), dan kegiatan yang murni kelompok keselurahannya juga berjumlah 38 %. 81 CHART 34: Kegiatan Yang Lebih Disukai di Waktu Luang. Axis Title Chart Title 14 12 10 8 6 4 2 0 Kegiata n Politik Masyar akat (6%) ACEH TENGAH 2 Kelom pok Kepent ingan Ekono mi (10%) 4 BENER MERIAH 1 2 GAYO LUWES 1 4 Kegiata n Sosial Keseja hteraa n (22%) 13 Kegiata Hobbi, Kegiata Perjala n Olahra n nan Keaga ga Kultura (6%) maan (13%) n (19%) (23%) Lainlain (3%) 7 7 11 4 2 6 7 3 9 2 0 3 5 3 3 0 1 5.2.6.B. Perasaan Aman dan Kepekaan. Frekuensi dengan siapa masyarakat saling berinteraksi dan jenis kualitas pribadi yang mereka puja sebaliknya berkaitn dengan kualitas yang mereka hubungkan dengan lingkungan social mereka. Peneliti menduga bahwa orang-orang yang sering terlibat dalam kegiatan dalam kegiatan kelompok dan memberikan penilaian tinggi terhadap kualitas kepribadian juga atau memandang lingkungan manusia aman dan responsif. Pada chart 35, terlihat bahwa masyarakat suku Gayo secara mayoritas memiliki karakteristik saling mempercayain sesama, sehingga mereka marasa aman dan responsive dalam bersosial dan bermasyarakat, dengan jumlah pernyataan percaya 1,2 dan 3 yaitu 60%. Akan tetapi jumlah pernyataan curiga 1 dan 2 juga tidak kecil, yaitu berjumlah 40%, yang mengartikan tingkat kecurigaan dan perasaan tidak aman lumayan banyak. 82 CHART 35: Kepercayaan dan Kecurigaan Sosial. Axis Title Chart Title 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Pernyataan Curiga 2 (19%) 11 Pernyataan Percaya 1 (11%) 5 Pernyataan Percaya 2 (14%) 5 Pernyataan 3 (35%) ACEH TENGAH Pernyataan Curiga 1 (21%) 9 BENER MERIAH 6 5 3 6 10 GAYO LUWES 6 3 3 3 5 20 Catatan: - Pernyataan Curiga 1: ―Tak seorang pun akan banyak memperhatikan apa yang Terjadi terhadap anda‖. - - Pernyataan Curiga 2: ―Jika anda tak menjaga diri sendiri, orang akan mengambil keuntungan dari anda‖. Pernyataan Percaya 1: ―Orang kebanyakan dapat dipercaya‖. Pernyataan Percaya 2: ―Orang kebanyakan cenderung menolong orang lain dari pada Memikirkan dirinya sendiri‖. Pernyataan Percaya 3: ―Sifat Manusia pada dasarnya ingin bekerja sama‖. 5.3. Keanggotaan Organisasi. Organisasi menjadi sarana prima yang menjadi fungsi penengah antara individu dan Negara diperlihatkan. Melalui organisasi individu dapat berhubungan sendiri secara efektif dan penuh arti dengan sistem politik. Organisasi juga membantu individu menghindar dari dilemma tersingkir dari pengaruh politik, atau menjadi individu yang terisolir dan tak berdaya, diperlakukan dengan tak jujur dan dimobilisir oleh lembaga politik massal dan pemerintah. Sayangnya berbanding terbalik dengan peranan masyarakat Gayo pada Pemilu, hanya 28 % reponden yang mengikuti atau menjadi anggota organisasi sosial atau keagamaan, dan mayoritasnya tidak memiliki organisasi, yaitu 72 %, lihat chart 36. Dengannya dapat dikatakan hubungan masyarakat dengan sistem politik belum efektif. Hal tersebut juga ditambah dengan 10 % dari 28 % responden yang memiliki organisasi tidak mau memberi 83 tahu organisasi yang diikutinya, dan sisa 18% lagi terbagi kepada beberapa organisasi seperti, HMI, PERMATA, GMNI, PPTG,BEM, MUHAMMADIYA,HTI, dan REMAJA MASJID, lihat chart 38. Sedangkan untuk 72 orang responden yang tidak mengikuti organisasi, 33% dari mereka tidak mempunyai alasan, 17% menyatakan tidak mengikuti organisasi karena sebagai PNS, 13% menyatakan karena hanya mau fokus kepada satu profes/kegiatan saja, seperti berdagan atau belajar, dan sisanya 9% beralasan karena tidak mau membuka diri, lihat chart 37. Maka makin jalaslah bahwa iklim sosial politik di masyarakat Gayo masih sangat tertutup dan tidak efektif, sehingga besarnya kemungkinan mereka terisolir dari sistem politik atau juga dimobilisir oleh lembaga politik massal dan pemerintah. CHART 36: Keanggotaan Responden pada Organisasi Sosial atau Keagamaan. Axis Title Chart Title 35 30 25 20 15 10 5 0 ACEH TENGAH Iya (28 %) 18 Tidak (72%) 32 BENER MERIAH 7 23 GAYO LUWES 3 17 84 CHART 37: Alasan Responden yang Tidak Menjadi Anggota Organisasi Sosial atau Keagamaan. (dari 72 Responden). Axis Title Chart Title 12 10 8 6 4 2 0 Tidak Ada Alasan(33 %) Tidak Mau Membuka Diri (9%) Karena Sebagai PNS (17%) 4 Fokus pada Satu Profes/Kegiata n (13%) 7 ACEH TENGAH 11 BENER MERIAH 10 3 5 5 GAYO LUWES 12 2 1 2 10 CHART 38: Nama Organisasi Sosial atau Keagamaan Responden. (dari 28 Responden). Axis Title Chart Title 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Tidak Memb eri Tahu (10%) ACEH TENGAH 5 HTI (1%) HMI (4%) PERM REMA ATA JA (2%) MASJ ED (3%) 2 2 BEM (3%) PPTG MUHA GMNI (1%) MMA (1%) DIYAH (3%) 0 4 2 1 1 1 BENER MERIAH 3 0 0 0 1 1 0 2 0 GAYO LUWES 2 1 0 0 0 0 0 0 0 Kemudian mengenai apakah masyarakat yang mengikuti organisasi pernah menjadi pengurus pada organisasi tersebut, dari 28 orang responden, 24 orang menyataka pernah, dan 4 orang menyatakan tidak pernah, lihata chart 39. Dan dari organisasi yang mereka ikuti, 19% menyatakan bahwa organisasi mereka tidak terlibat dalam 85 hal politik, hanya 4 % yang menyatakan organisasinya terlibat, dan 4 % menyatakan kadan-kadang terlibat, lihat chart 40. CHART 39: Pernahkah Anda menjadi Pengurus pada Organisasi Anda? (dari 28 responden). Chart Title Axis Title 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 ACEH TENGAH Pernah (24%) 17 Tidak Pernah (4%) 1 Tidak Tahu (0%) 0 BENER MERIAH 5 2 0 GAYO LUWES 2 1 0 CHART 40: Apakah Organisasi Anda Terliat dalam Hal Politik? (dari 28 responden). Axis Title Chart Title 12 10 8 6 4 2 0 Iya (4%) Tidak (19%) 12 Kadangkadang (4%) 3 Tidak Tahu (1%) 0 ACEH TENGAH 3 BENER MERIAH 1 5 1 0 GAYO LUWES 0 2 0 1 5.2.8. Sosialisasi Politik. Pendekatan psikokultural terhadap responden berhubungan dengan sosialisasi politik sebagai proses yang agak sederhana. Ada tiga anggapan yang biasanya dibuat: (1) pengalaman sosialisasi yang akan mempengaruhi tingkah laku politik di kemudian hari 86 yang terjadi sebelumnya dalam kehidupan (2) pengalaman ini bukan pengalaman yang bersifat politik, tetapi memiliki berbagai konsekuensi politik laten yaitu yang tidak dimaksudkan melahirkan impak politik sedang impak tersebut tidak terorganisir adanya, dan (3) proses sosialisasi selau bersifat unidereksional: dimana pengalaman-pengalaman mendasar di dalam keluarga mempunyai pangaruh penting terhadap struktur sekunder politik tetapi sebaliknya tidak dipengaruhi oleh politik. Pada chart 41, terlihat bahwa para responden masyarakat suku Gayo memiliki pengalaman-pangalaman dasar yang besar dan kuat di dalam keluarga, yaitu 44 % menyatakan bahwa mereka mempunyai sedikit pengaruh terhadap keputus di dalam keluarga, berbeda 3 persen dengan yang menyatakan mereka memiliki banyak pengaruh, dan hanya 12% yang menyatakan tidak memiliki pengaruh. Hal tersebut juga didukung oleh frekuensi responden yang dimintai nasehat atau pendapat dalam pengambilan keputusan di tempat mereka bekerja, belajar atau tinggal, dimana mayoritas menyatakan kadang-kadang dimintai nasehat, yaitu sebanyak 53 %, dan 27% menyatakan sering dimintai nasehat, dan hanya 20 % menyatakan tidak pernah dimintai nasehat, lihat chart 43. Dalam hal berpartisipasi pada pembicaraan atau debat di sekolah, 59% responden menyatakan mendapatkan kesempatan dan bepartisipasi dalam pembicaraan atau debat di sekolah, sedangkan 26% responden menyatakan mendapatkannya tetapi tidak berpartisipasi, dan hanya 11% yang menyatakan tidak mendapatkan kesempatan dan tidak juga berpartisipasi, lihat chart 42. Dengan persentase yang aktif yang lebih dominan, maka dapat diasumsikan masyarakat suku Gayo memiliki peluang yang cukup besar dalam mempengaruhi struktur atau kebijakan politiknya. CHART 41: Pengaruh dalam Keputusan Keluarga. Chart Title 25 Axis Title 20 15 10 5 0 Sedikit Pengaruh (44%) 18 Tidak ada Pengaruh (12%) 5 Tidak Tahu (3%) ACEH TENGAH Banyak Pengaruh (41%) 24 BENER MERIAH 10 16 4 0 GAYO LUWES 7 10 3 0 87 3 CHART 42: Kebebasa Turut Serta di dalam Pembicaraan dan Debat di Sekolah. Chart Title 30 Axis Title 25 20 15 10 5 0 Dapat tetapi tidak Berpartisipasi (26%) 12 Tidak Dapat dan Tidak Berpartisipasi (11%) 6 Tidak Tahu (4%) ACEH TENGAH Dapat dan Benar-benar Berpartisipasi (59%) 28 BENER MERIAH 18 9 3 0 GAYO LUWES 13 5 2 0 4 CHART 43: Frekuensi Responden Apakah Dimintai Nasehat/Pendapat dalam Pengambilan Keputusan di Tempat Mereka Bekerja/Belajar/Tinggal. Chart Title 25 Axis Title 20 15 10 5 0 Sering (27%) ACEH TENGAH 14 KadangKadang (53%) 25 BENER MERIAH 8 16 6 0 GAYO LUWES 5 12 3 0 88 Tidak Pernah (20%) 11 Tidak Tahu (0%) 0 5.2.9. Kesadaran Politik Lokal. 5.2.9.A. Pengetahuan Tentang Sistem Pemerintahan Terendah. Masyarakat Indonesia kaya dengan budaya lokalnya , tidak terkecuali budaya pemerintahan lokal, di sumatera Barat dikenal dengan Nagari, di Simalungun-Sumatera Utara dikenal dengan Nagori, di Aceh Pesisir dikenal dengan Gampong, dan tak ketiggalan masyarakat Gayo memiliki Sistem pemerintahan lokal yang sudah ada semenjak pemerintahan Raja Lingga, sistem tersebut dikenal dengan Sarat Opat. Sayangnya, seperti hal nya budaya pemerintahan lokal di daerah indonesia lainnya, sarat opat juga tersingkirkan dalam prakteknya, terutama semenjak pemerintahan Orde Baru mengeluarkan UU Desa tahun 1979. Walaupun demikian ketika ditanya apakah mereka mangetahui sistem sarat opat, mayoritas responden menyatakan Mengetahui, yaitu berjumlah 61%, dan sisanya 39% lagi mennyatakan tidak mengetahui, lihat chart 44. Akan tetapi, ketika ditanya apakah sistem sarat opat masih dipraktekkan atau diterapkan dalam kehidupan masyarakat Gayo, persentase yang menyatakan iya turun menjadi 58%, jumlah masyarakat yang menyatakan tidak tahu juga lumayan besar, yaitu berjumlah 32 %, dan hanya 11% yang menyatakan sarat opat tidak lagi diperaktekkan sekarang ini, lihat chart 45. CHART 44: Pengetahuan Masyarakat tentang Sistem Sart Opat. Axis Title Chart Title 40 35 30 25 20 15 10 5 0 ACEH TENGAH Tahu (61%) 36 Tidak Tahu (39%) 14 BENER MERIAH 17 13 GAYO LUWES 8 12 89 CHART 45: Apakah Sistem Sarat Opat Masih Diperaktekkan dalam Kehidupan Masyarakat Gayo. Chart Title 35 30 Axis Title 25 20 15 10 5 0 ACEH TENGAH Iya (58%) 33 Tidak (11%) 4 Tidak Tahu (32%) 13 BENER MERIAH 16 6 8 GAYO LUWES 9 1 10 Kemudian masyarakat juga ditanya preferensi mereka apakah terhadap sarat opat atau sistem kelurahan/desa, lihat chart 46. Dari 58 orang yang menyatakan sistem sarat opat masih diperaktekkan, 27% menyatakan bahwa sistem sarat opat dan sistem pemerintah RI keduaduanya bagus, anehnya ada 1 responden yang menyatakan kedua sistem tersebut tidak bagus. Sedangkan 16% dari 58 responden menyatakan preferensinya kepada Sistem Pemerintah RI, dan 14% menyatakan preferensinya kepada Sistem Sarat Opat. Terhadap 11 orang responden yang menyatakan sistem sarat opat tidak lagi dipraktekkan, mereka memiliki beragam jawaban yang relatif tidak ada yang dominan, 4 orang menyatakan sistem sarat opat kalah dengan sistem pemerintah RI, 3 orang menyatakan masyarakat tidak peduli lagi degnan budaya lokalnya, 2 orang menyatakan sistem sarat opat sudah habis masa jayanya, dan 2 orang lagi tidak memiliki alasan, lihat chart 47. 90 CHART 46: Mana yang Lebih Bagus, Sistem Sarat Opat atau Sistem Yang Dibuat Pemerintah RI (Kelurahan/Desa. (dari 58 responden yang menjawab Iya pada chart 45). Chart Title Axis Title 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Sarat Opat (14%) ACEH TENGAH 6 Sistem Pemerintah RI (16%) 11 Keduanya Bagus (27%) 15 Keduanya Tidak Bagus (1%) 1 BENER MERIAH 5 3 8 0 GAYO LUWES 3 2 4 0 CHART 47: Kenapa Sarat Opat Tidak Lagi Dipraktekkan. (bagi yang menjawab Tidak pada Chart:45). Axis Title Chart Title 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Kalah dengan Sistem Pemerintah RI(4%) ACEH TENGAH 2 Masyarakat Tidak lagi Peduli dengan Budayanya (3%) 0 BENER MERIAH 1 3 1 1 GAYO LUWES 1 0 0 0 91 Sucah Habis Masa Jayanya (2%) Tidak Tahu (2%) 1 1 5.2.10. Pengetahuan Tentang Perubahan Politik Lokal. Mayoritas responden menyatakan adanya perubahan politik lokal, yaitu sebanyak 51%, dan hanya 13% yang menyatakan tidak adanya perubahan politik lokal. Sayangnya persentase masyarakat yang tidak tahu adanya perubahan politik atau tidak lumayan tinggi, yaitu 36 %, itu menandakan masih besarnya masyarakat yang bersifat pasif dan apatis, lihat chart 48. Dari 51 orang responden yang menyatakan ada perubahan politik lokal, mereka memilki beragam jawaban akan bentuk perubahan tersebut yang paling banyak menjawab adalah adalah sistem pemilihan langsung, yaitu dengan 13%, sisanya masyarakat menyatakan dengan bentuk perubahan politik sebagai berikut: lebih bebas berpendapat dan berpolitik (9%), kemajuan ekonomi (8%), Pemimpin daerah yang membela rakyat (5%), pemekaran daerah (3%), otonomi daerah (4%), dan ada satu bentuk perubahan negatif yaitu demokrasi tidak berjalan (5%) serta 4 persen sisanya tidak memiliki alasan/jawaban, lihat chart 49. Dan untuk 12 responden yang menjawab tidak ada perubaha politik setelah reformasi, 6 orang tidak memiliki alasannya, 5 orang menyatakan karena masih adanya yang mementingkan kepentingan kelompok, dan 2 orang menyatakan sistem setelah reformasi 1998 tidak jelas, lihat chart 50. CHART 48: Apakah ada perubahan politik di Daerah Anda setelah Reformasi tahun 1998. Chart Title 25 Axis Title 20 15 10 5 0 ACEH TENGAH Ada (51%) 23 Tidak Ada (13%) 5 Tidak Tahu (36%) 22 BENER MERIAH 16 5 9 GAYO LUWES 12 3 5 92 CHART 49: Bentuk Perubahan seteleh Reformasi tahun 1998. (dari 51 responden yang menjawab Iya pada chart 48). Chart Title Axis Title 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Peme Kemaj Sistem Demok Lebih Pemek Otono Tidak mi ada mimpi uan Pemilih rasi Bebas, aran Ekono an Tidak berpen Daerah Daerah alasan n Daerah mi Langsu Berjala dapat (3%) (4%) (4%) yang (8%) ng n (5%) dan Memb (13%) berpoli ela tik (9%) Raky… ACEH TENGAH 2 3 4 4 3 1 2 4 BENER MERIAH 2 2 4 1 3 2 2 0 GAYO LUWES 1 3 5 0 3 0 0 0 CHART 50: Alasan kenapa Tidak Ada Perubahan Setelah Reformasi Tahun 1998.(dari 13 responden yang menjawab tidak pada chart 48). Axis Title Chart Title 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Tidak Ada Alasan (6%) ACEH TENGAH 2 Masih Mementingkan Kepentingan Kelompok (5%) 2 BENER MERIAH 2 2 1 GAYO LUWES 2 1 3 93 Sistem Tidak Jelas (2%) 1 5.2.11. Harapan Masyarakat Kepada Pemerintah Pusat dan Lokal. 5.2.11.A. Harapan Kepada Pemerintah Lokal. Masyarakat suku Gayo juga memiliki harapan yang mereka idamkan kepada pemerintah mereka baik yang di daerah maupun di pusat, dimana mereka menginginkan perubahan dalam kehidupan sehari-hari, menyangkut ekonomi, sosial dan politik. Dari chart 51 dan chart 52 dapat dilihat tidak jauhnya perbedaan masyarakat baik kepada yang di daerah maupun pusat, sayangnya mayoritas dari mereka tidak memberikan harapan itu ketika ditanyakan, yaitu sebesar 37%, harapan yang positif yang dinyatakan masyarakat adalah agar pemerintah baik di daerah dan pusat lebih memperhatikan dan meningkatkan kesejahteraan dan pendidikan masyarakat, 29% untuk yang lokal dan 23 % untuk pusat. Yang menarik juga masyarakat juga memiliki harapan agar pemerintah lebih jujur dan menepati janji, 15% di daerah dan 7 % di pusat. Dan anehnya ada satu orang responden yang menginginkan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk membubarkan partai politik.untuk lebih lengkapkan lihat chart 51 dan 52 dibawah: CHART 51: Harapan Masyarakat kepada Pemerintah Lokal. Axis Title Chart Title 25 20 15 10 5 0 Tidak Menja wab (37%) Mensej Memp Lebih Tingkat Tingkat Bubaar Masa ahtera erbaiki Jujur, kan kanPe kan Bodoh kan,M Ekono Menep Kinerja mbang Partai (0%) encerd mi ati (3%) unan Politik askan (9%) Janji (6%) (1%) Masyar (15%) akat (29%) 14 3 7 0 2 1 0 ACEH TENGAH 23 BENER MERIAH 9 10 4 3 1 3 0 0 GAYO LUWES 5 5 2 5 2 1 0 0 94 CHART 52: Harapan Masyarakat kepada Pemerintah Pusat. Chart Title Axis Title 25 20 15 10 5 0 ACEH TENGAH Tidak Mempe Lebih Mempe Tingkat Tingkat Tingkat Bubarka Jujur, rhatikan kan kan kan n Partai Menjaw rbaiki ab Ekonom Menepa Kesejah Demokr Koordin Pemban Politik (37%) i (7%) ti Janji teraan asi (8%) asi gunan (1%) (7%) dan Dengan (11%) Pendidi Daerah kan (6%) Rakyat 23%) 23 3 4 12 2 1 4 1 BENER MERIAH 9 2 1 6 5 3 4 0 GAYO LUWES 5 2 2 5 1 2 3 0 BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA. Untuk hasil yang lebih maksimal dan menyeluruh bagi penelitian ini, maka peneliti merencanakan tahapan berikutnya dalam penelitian sebagai berikut : 1. Menentukan model awal budaya politik suku gayo 2. Mensosialisasikan/menseminarkan hasil penelitian kepada masyarakat, mahasiswa dan akademisi. 3. Membuat draft jurnal dan mempublikasikan hasil penelitian. BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN. 7.1. Kesimpulan. Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan benegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki 95 kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. Budaya Politik masyarakat suku Gayo dengan budaya sarat opatnya tergolong pada model Budaya Politik Aktif, hal tersebut bersandar pada sistem pranat sosial yang telah lama ada dan berakar bahkan lama sebelum kemerdekaan indonesia dan sebelum sistem sosial ‗demokrasi‘ yang kita kenal sekarang diperkenalkan di dunia. Oleh karen itu, apabila pemerintahan di ketiga kabupaten tersebut, baik dari pemerintahan terendah-pemerintahan desa/lurah- hingga pemerintahan pusat menggunakan pendekatan kearifan lokal-dengan budaya sarat opat- maka keadilan dan kesejahteraan sosial seperti yang diamanhkan pancasila sangat mudah untuk terealisasi bagi masyarakat Gayo. 7.2. Saran. 1. Kepada pemerintah lokal dan terkhusus kepada pemerintah provinsi Aceh, agar dengan seksama menggunakan dan mendasarkan kebijakan pemerintahannya terhadap suku Gayo dengan pendekatan budaya politik lokal mereka. Sehingga konflik dan kerusuhan yang menjadi sering terjadi di Aceh tidak terjadi lagi kedepannya. 2. Kepada pemerintah pusat juga agar ikut mendukung dan menguatkan pelaksanaan dan penerapan budaya Gayo sendiri di daerahnya, karena hal itu akan juga membantu pemerintah dalam melancarkan program kesejahteraaan bagi masyarakat. 3. Kepada masyarakat Gayo terkhusus, agar terus menerapkan budaya sarat opat dalam pemerintahan terendahnya, dan menguatkan akar, nilai dan prinsip-prinsip sarat opat, terkhusus pada generasi muda yang pemehaman mereka telah tercampur dengan budayabudaya lainnya. 96 DAFTAR PUSTAKA Afadlal dkk. 2008. Runtuhnya Gampong di Aceh: Studi Masyarakat Desa yang bergejolak. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Agarwal. 2002. Political Theory:Principles of Political Sciences. New Delhi: S.Chand & Company Ltc. Almond, Gabriel A. & Sidney Verba. 1990. Budaya Politik : Tingkah laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Barth, Frederik. 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: UI Press. Budaya Politik Lokal di Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan bali. Yogyakarta: Ombak. Bungin, Burhan. 2005. Metode Penelitian kuantitatif. Jakarata: Prenada Media. Das, Hari Hara dan B C Choudhury. 1997. Introduction to Political Sociology. New Delhi: Vikas Publishing House Pvt Ltc Gaffar, Afan.1999. Politik Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Johari, J.C. 2002. Comparative Politics. New Delhi: Sterling Publishers Pvt. Koentjaraningrat. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 1980. Lareau, A. and Shultz, J. Journey Throught Etnography : Realistic account of Fieldwork. Boulder, Colo: Westview Press. Liddle, R. William. 1997, Islam, Politik dan Modernisasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Marsh, David & Gerry Stoker. 2010. Teori dan Metode dalam Ilmu Politik. Bandung : Nusa Media. Mattulada. 1995. Latoa: satu lukisan analitis terhadap Antropologi politik orang Bugis. Ujungpandang: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. Mukhi, H.R. 2005. Contemporary Political Analysis. Delhi: Surjeet Book Depot. Sahid, Komarudin. 2011. Sosiologi Politik. Bogor: Ghalia Indonesia. Setiadi, Elly dkk. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Prenada Media Group. Tantawi, Isma dan Buniyamin. 2011. Pilar-pilar kebudayaan Gayo Lues. Medan: Usu Press. Winarto, Budi. 2008. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Yogyakarta: Media Pressindo. Zuhro, R. Siti dkk. 2009. Demokrasi Lokal: Perubahan dan Kesinambungan nilai-nilai Sumber Internet. http://atjehlink.com/lembaga-wali-nanggroe-atau-gayo-merdeka/. http://bappeda.acehprov.go.id/v2/file/StatistikDaerahAceh/StatistikDaerahAceh2011.pdf. http://kip-acehprov.go.id/hasil/terkinilist.php. 97