WT/DS592/R
30 November 2022
(22-8906)
Page: 1/103
Original: English
I N D ON ESI A – M EASURES RELATI N G TO RAW M ATERI ALS
REPORT OF THE PANEL
BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan
[[* * * ]]
Catatan atas terjemahan ini:
Dokumen ini berisi terjemahan bebas dari Laporan Panel dalam perkara INDONESIA – MEASURES RELATING TO RAW
MATERIALS (WT/DS592/R). Teksnya dalam Bahasa resmi WTO tersedia di situs web WTO. Dalam hal ada
keraguan mengenai teks dokumen ini, selalu berkonsultasi dengan teks dalam Bahasa resmi WTO (Inggris,
Perancis, dan Spanyol).
Kasus ini mengenai gugatan Uni Eropa terhadap tindakan Indonesia mengenai larangan ekspor Bijih Nikel (
Permendag No. 96/2019) dan kewajiban pengolahan dalam negeri (Domestic Processing Requirement (DPR)) atas
nikel untuk dapat diekspor (Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 dan amandemennya). Uni Eropa mengklaim bahwa
dua tindakan Indonesia tersebut bertentangan dengan kewajibannya dalam Pasal XI:1 GATT 1994. Indonesia gagal
memberikan sanggahan terhadap klaim-klaim Uni Eropa itu. Indonesia, pada 8 Desember 2022, sudah mengajukan
banding dalam perkara ini sesuai PEMBERITAHUAN BANDING OLEH INDONESIA BERDASARKAN PASAL 16.4 DAN
PASAL 17.1 DARI KESEPAHAMAN TENTANG ATURAN DAN PROSEDUR YANG MENGATUR PENYELESAIAN SENGKETA
(DSU), DAN BERDASARKAN PERATURAN 20 (1) TATA CARA KERJA UNTUK TINJAUAN BANDING ( WT/DS592/6).
Lampiran-lampiran Laporan Panel tidak diterjemahkan. Ringkasan perkara-perkara yang dirujuk dalam Laporan
Panel dapat ditemukan di http://www.inatrade.wordpress.com Terjemahan mulai halaman 14.
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaimana ditunjukkan dengan
[[***]]
DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN 14
1.1 Gugatan oleh Uni Eropa 14
1.2 Pembentukan dan komposisi Panel 14
1.3 Proses Panel 14
2 ASPEK-ASPEK FAKTUAL 15
2.1 Tindakan yang dipermasalahkan 15
2.1.1 Larangan ekspor bijih nikel 15
2.1.2 Persyaratan pengolahan dalam negeri untuk bijih nikel 19
2.2 Aspek faktual lainnya 22
2.2.1 Nikel 22
2.2.2 Pertambangan nikel di Indonesia 25
2.2.2.1 Kerangka hukum dan kebijakan kegiatan pertambangan 25
2.2.2.2 Jenis bijih dan cadangan nikel 26
2.2.2.3 Ekstraksi dan pemurnian bijih nikel 28
2.2.2.4 Dampak lingkungan pertambangan nikel 30
3. PERMINTAAN TEMUAN DAN REKOMENDASI 3 PIHAK 32
4 ARGUMEN PARA PIHAK 32
5 ARGUMEN PIHAK KETIGA 32
6 TINJAUAN INTERIM 32
6.1 Pendahuluan 32
6.2 Permintaan khusus Indonesia untuk peninjauan 33
6.2.1 Paragraf 7.17 33
6.2.2 Paragraf 7.48 33
6.2.3 Paragraf 7.70 34
6.2.4 Paragraf 7.87 34
6.2.5 Paragraf 7.111 34
6.2.6 Paragraf 7.228, 7.243, 7.277 dan 7.278 35
6.2.7 Catatan kaki 466 (sebelumnya 448) hingga paragraf 7.228 35
6.2.8 Isu-isu BCI yang diangkat oleh Panel 36
7 TEMUAN-TEMUAN 36
7.1 Masalah Pendahuluan 36
7.1.1 Argumentasi utama para pihak 38
7.1.2 Analisis oleh Panel 39
7.2 Pasal XI GATT 1994 40
7.2.1 Apakah tindakan Indonesia merupakan larangan atau pembatasan ekspor atau penjualan untuk ekspor
bijih nikel 41
7.2.1.1 Larangan ekspor 43
7.2.1.1.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 43
7.2.1.1.2 Analisis oleh Panel 45
7.2.1.2 Persyaratan pemrosesan dalam negeri 46
7.2.1.2.1 Apakah Pasal XI GATT 1994 berlaku untuk tindakan seperti DPR 46
7.2.1.2.2 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 46
7.2.1.2.3 Analisis oleh Panel 48
7.2.1.3 Apakah DPR memiliki efek membatasi ekspor 51
7.2.1.3.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 51
7.2.1.3.2 Analisis oleh Panel 52
7.2.1.4 Kesimpulan apakah DPR merupakan pembatasan dalam pengertian Pasal XI:1 GATT 1994 54
7.2.2 Apakah bijih nikel penting bagi Indonesia menurut pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994 54
7.2.2.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 54
7.2.2.2 Analisis oleh Panel 55
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaimana ditunjukkan dengan
[[***]]
7.2.3 Apakah larangan ekspor dan DPR diberlakukan sementara 58
7.2.3.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 58
7.2.3.2 Analisis oleh Panel 60
7.2.4 Apakah larangan ekspor dan DPR diterapkan untuk mencegah kekurangan bijih nikel yang kritis di
Indonesia 62
7.2.4.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 63
7.2.4.2 Analisis oleh Panel 64
7.2.4.2.1 Kekurangan kritis dalam pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994 65
7.2.4.2.2 Tingkat cadangan bijih nikel di Indonesia 66
7.2.4.2.3 Apakah Indonesia akan segera kekurangan bijih nikel kritis 67
7.2.5 Kesimpulan keseluruhan atas Pasal XI:2(a) GATT 1994 68
7.2.6 Apakah tindakan Indonesia bertentangan dengan Pasal XI:1 GATT 1994 69
7.2.6.1 Larangan ekspor 69
7.2.6.2 DPR 69
7.3 Apakah tindakan Indonesia dibenarkan berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 69
7.3.1 Apakah tindakan yang dipersoalkan diperlukan untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum atau
peraturan yang tidak bertentangan dengan ketentuan GATT 1994 70
7.3.1.1 Apakah langkah-langkah yang dipersoalkan menjamin kepatuhan terhadap undang-undang atau
peraturan yang tidak bertentangan dengan GATT 1994 71
7.3.1.1.1 Hukum dan peraturan 71
7.3.1.1.1.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 71
7.3.1.1.1.2 Analisis oleh Panel 72
7.3.1.1.2 Konsistensi peraturan perundang-undangan dengan GATT 1994 76
7.3.1.1.2.1 Argumentasi utama para pihak 77
7.3.1.1.2.2 Analisis oleh Panel 77
7.3.1.1.3 Menjamin kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang relevan 78
7.3.1.1.3.1 Larangan ekspor 78
7.3.1.1.3.2 DPR 82
7.3.1.2 Apakah tindakan yang dipermasalahkan diperlukan untuk memastikan kepatuhan tersebut 84
7.3.1.2.1 Kepentingan relatif kepentingan atau nilai bersama 85
7.3.1.2.1.1 Argumentasi utama para pihak 85
7.3.1.2.1.2 Analisis oleh Panel 85
7.3.1.2.2 Pembatasan perdagangan dari kebijakan yang dipersoalkan 86
7.3.1.2.2.1 Argumentasi utama para pihak 86
7.3.1.2.2.2 Analisis oleh Panel 86
7.3.1.2.3 Kontribusi tindakan yang dipermasalahkan 87
7.3.1.2.3.1 Larangan ekspor 88
7.3.1.2.3.2 DPR 93
7.3.1.2.4 Menimbang dan menyeimbangkan 95
7.3.1.2.4.1 Menimbang dan menyeimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan ukuran yang dicari untuk
dibenarkan sebagai "perlu" 95
7.3.1.2.4.2 Menimbang dan Menyeimbangkan Faktor-Faktor Yang Berkaitan Dengan Alternatif Tindakan Yang
Diusulkan 96
7.3.1.2.5 Kesimpulan tentang ke-perlu-an 102
7.3.2 Kesimpulan Pasal XX(d) GATT 1994 102
8 KESIMPULAN-KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 102
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaimana ditunjukkan dengan
[[***]]
LIST
OF
ANNEXES
ANNEX A
WORKING PROCEDURES OF THE PANEL
Contents
Working Procedures of the Panel
Additional Working Procedures Concerning Business Confidential
Information
Additional Working Procedures Concerning Substantive Meetings
withRemote Participation
Additional Working Procedures Concerning Substantive Meetings
withRemote Participation
Annex A-1
Annex A-2
Annex A-3
Annex A-4
Page
4
12
15
19
ANNEX B
ARGUMENTS OF THE PARTIES
Contents
Integrated executive summary of the arguments of the European Union
Integrated executive summary of the arguments of Indonesia
Annex B-1
Annex B-2
Page
24
34
ANNEX C
ARGUMENTS OF THE THIRD PARTIES
Annex C-1
Annex C-2
Annex C-3
Annex C-4
Annex C-5
Annex C-6
Annex C-7
Annex C-8
Contents
Integrated executive summary of the arguments of Brazil
Integrated executive summary of the arguments of Canada
Integrated executive summary of the arguments of India
Integrated executive summary of the arguments of Japan
Integrated executive summary of the arguments of the Republic of Korea
Integrated executive summary of the arguments of Ukraine
Integrated executive summary of the arguments of the United Kingdom
Integrated executive summary of the arguments of the United States
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
Page
49
52
56
59
66
69
71
73
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaimana ditunjukkan dengan
[[***]]
KASUS-KASUS YANG DIKUTIP DALAM LAPORAN INI
Short Title
Argentina
–
FinancialServices
Argentina – Hides and
Leather
Argentina – Import
Measures
Argentina – Textiles and
Apparel
Brazil – Desiccated Coconut
Brazil – Retreaded Tyres
Brazil – Retreaded Tyres
Canada – Periodicals
Canada – Wheat Exports
and Grain Imports
Chile – Price Band System
China – Auto Parts
Canada – FIRA
China – Publications and
Audiovisual Products
China – Publications and
Audiovisual Products
China – Raw Materials
China – Raw Materials
Colombia – Ports of Entry
Colombia – Textiles
Colombia – Textiles
Paustinus Siburian
|
Full Case Title and Citation
Appellate Body Report, Argentina – Measures Relating to Trade in Goods
and Services, WT/DS453/AB/R and Add.1, adopted 9 May 2016, DSR
2016:II, p. 431
Panel Report, Argentina – Measures Affecting the Export of Bovine Hides
andthe Import of Finished Leather, WT/DS155/R and Corr.1, adopted
16 February 2001, DSR 2001:V, p. 1779
Appellate Body Reports, Argentina – Measures Affecting the Importation
ofGoods, WT/DS438/AB/R / WT/DS444/AB/R / WT/DS445/AB/R, adopted
26 January 2015, DSR 2015:II, p. 579
Appellate Body Report, Argentina – Measures Affecting Imports of
Footwear, Textiles, Apparel and Other Items, WT/DS56/AB/R and Corr.1,
adopted
22 April 1998, DSR 1998:III, p. 1003
Appellate Body Report, Brazil – Measures Affecting Desiccated
Coconut,WT/DS22/AB/R, adopted 20 March 1997, DSR 1997:I, p. 167
Appellate Body Report, Brazil – Measures Affecting Imports of Retreaded Tyres,
WT/DS332/AB/R, adopted 17 December 2007, DSR 2007:IV, p. 1527
Panel Report, Brazil – Measures Affecting Imports of Retreaded Tyres,
WT/DS332/R, adopted 17 December 2007, as modified by Appellate Body
Report WT/DS332/AB/R, DSR 2007:V, p. 1649
Appellate Body Report, Canada – Certain Measures Concerning
Periodicals,WT/DS31/AB/R, adopted 30 July 1997, DSR 1997:I, p. 449
Panel Report, Canada – Measures Relating to Exports of Wheat and
Treatment of Imported Grain, WT/DS276/R, adopted 27 September 2004,
upheld by Appellate Body Report WT/DS276/AB/R, DSR 2004:VI, p. 2817
Panel Report, Chile – Price Band System and Safeguard Measures Relating to
Certain Agricultural Products, WT/DS207/R, adopted 23 October 2002, as
modified by Appellate Body Report WT/DS207AB/R, DSR 2002:VIII, p. 3127
Appellate Body Reports, China – Measures Affecting Imports of
Automobile Parts, WT/DS339/AB/R / WT/DS340/AB/R / WT/DS342/AB/R,
adopted
12 January 2009, DSR 2009:I, p. 3
GATT Panel Report, Canada – Administration of the Foreign Investment Review
Act, L/5504, adopted 7 February 1984, BISD 30S/140
Appellate Body Report, China – Measures Affecting Trading Rights and
Distribution Services for Certain Publications and Audiovisual Entertainment
Products, WT/DS363/AB/R, adopted 19 January 2010, DSR 2010:I, p. 3
Panel Report, China – Measures Affecting Trading Rights and Distribution
Services for Certain Publications and Audiovisual Entertainment Products,
WT/DS363/R and Corr.1, adopted 19 January 2010, as modified by
Appellate Body Report WT/DS363/AB/R, DSR 2010:II, p. 261
Appellate Body Reports, China – Measures Related to the Exportation of
Various Raw Materials, WT/DS394/AB/R / WT/DS395/AB/R / WT/DS398/AB/R,
adopted 22 February 2012, DSR 2012:VII, p. 3295
Panel Reports, China – Measures Related to the Exportation of Various Raw
Materials, WT/DS394/R, Add.1 and Corr.1 / WT/DS395/R, Add.1 and Corr.1 /
WT/DS398/R, Add.1 and Corr.1, adopted 22 February 2012, as modified by
Appellate Body Reports WT/DS394/AB/R / WT/DS395/AB/R /
WT/DS398/AB/R,DSR 2012:VII, p. 3501
Panel Report, Colombia – Indicative Prices and Restrictions on Ports of Entry,
WT/DS366/R and Corr.1, adopted 20 May 2009, DSR 2009:VI, p. 2535
Panel Report, Colombia – Measures Relating to the Importation of Textiles,
Apparel and Footwear, WT/DS461/R and Add.1, adopted 22 June 2016, as
modified by Appellate Body Report WT/DS461/AB/R, DSR 2016:III, p. 1227
Appellate Body Report, Colombia – Measures Relating to the Importation
ofTextiles, Apparel and Footwear, WT/DS461/AB/R and Add.1, adopted
22 June 2016, DSR 2016:III, p. 1131
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaimana ditunjukkan dengan
[[***]]
Appellate Body Report, Dominican Republic – Measures Affecting the
Importation and Internal Sale of Cigarettes, WT/DS302/AB/R, adopted
19 May 2005, DSR 2005:XV, p. 7367
Appellate Body Report, European Communities – Regime for the Importation,
Sale and Distribution of Bananas, WT/DS27/AB/R, adopted 25 September 1997,
DSR 1997:II, p. 591
Dominican Republic –
Import and Sale of
Cigarettes
EC – Bananas III
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Short Title
EC – Bananas III
(Article 21.5 – Ecuador II) /
EC – Bananas III
(Article 21.5 – US)
EC – Hormones
EC – IT Products
EC – Seal Products
EC – Seal Products
EC and certain member
States – Large Civil Aircraft
EU – Energy Package
India – Autos
India – Quantitative
Restrictions
India – Solar Cells
Indonesia – Chicken
Indonesia – Import
Licensing Regimes
Indonesia – Import
Licensing Regimes
Japan – Agricultural
Products II
Japan – Alcoholic Beverages
II
Japan – Apples
Japan – Film
Korea – Dairy
Korea – Various Measures
on Beef
Paustinus Siburian
|
Full Case Title and Citation
Appellate Body Reports, European Communities – Regime for the Importation,
Sale and Distribution of Bananas – Second Recourse to Article 21.5 of the DSU
by Ecuador, WT/DS27/AB/RW2/ECU, adopted 11 December 2008, and Corr.1 /
European Communities – Regime for the Importation, Sale and Distribution of
Bananas – Recourse to Article 21.5 of the DSU by the United States,
WT/DS27/AB/RW/USA and Corr.1, adopted 22 December 2008, DSR
2008:XVIII, p. 7165
Appellate Body Report, European Communities – Measures Concerning
Meat and Meat Products (Hormones), WT/DS26/AB/R, WT/DS48/AB/R,
adopted 13 February 1998, DSR 1998:I, p. 135
Panel Reports, European Communities and its member States – Tariff
Treatment of Certain Information Technology Products, WT/DS375/R /
WT/DS376/R / WT/DS377/R, adopted 21 September 2010, DSR 2010:III, p.
933
Appellate Body Reports, European Communities – Measures Prohibiting
the Importation and Marketing of Seal Products, WT/DS400/AB/R /
WT/DS401/AB/R, adopted 18 June 2014, DSR 2014:I, p. 7
Panel Reports, European Communities – Measures Prohibiting the
Importation and Marketing of Seal Products, WT/DS400/R and Add.1 /
WT/DS401/R and Add.1, adopted 18 June 2014, as modified by Appellate
Body Reports WT/DS400/AB/R / WT/DS401/AB/R, DSR 2014:II, p. 365
Appellate Body Report, European Communities and Certain Member States –
Measures Affecting Trade in Large Civil Aircraft, WT/DS316/AB/R,
adopted1 June 2011, DSR 2011:I, p. 7
Panel Report, European Union and its member States – Certain Measures
Relating to the Energy Sector, WT/DS476/R and Add.1, circulated to WTO
Members 10 August 2018, appealed on 21 September 2018
Panel Report, India – Measures Affecting the Automotive Sector, WT/DS146/R,
WT/DS175/R, and Corr.1, adopted 5 April 2002, DSR 2002:V, p. 1827
Panel Report, India – Quantitative Restrictions on Imports of Agricultural,
Textile and Industrial Products, WT/DS90/R, adopted 22 September 1999,
upheld by Appellate Body Report WT/DS90/AB/R, DSR 1999:V, p. 1799
Appellate Body Report, India – Certain Measures Relating to Solar Cells and
Solar Modules, WT/DS456/AB/R and Add.1, adopted 14 October 2016, DSR
2016:IV, p. 1827
Panel Report, Indonesia – Measures Concerning the Importation of Chicken
Meat and Chicken Products, WT/DS484/R and Add.1, adopted
22 November 2017, DSR 2017:VIII, p. 3769
Appellate Body Report, Indonesia – Importation of Horticultural Products,
Animals and Animal Products, WT/DS477/AB/R, WT/DS478/AB/R, and Add.1,
adopted 22 November 2017, DSR 2017:VII, p. 3037
Panel Report, Indonesia – Importation of Horticultural Products, Animals
andAnimal Products, WT/DS477/R, WT/DS478/R, Add.1 and Corr.1, adopted
22 November 2017, as modified by Appellate Body Report
WT/DS477/AB/R,WT/DS478/AB/R, DSR 2017:VII, p. 3131
Appellate Body Report, Japan – Measures Affecting Agricultural
Products,WT/DS76/AB/R, adopted 19 March 1999, DSR 1999:I, p. 277
Appellate Body Report, Japan – Taxes on Alcoholic Beverages, WT/DS8/AB/R,
WT/DS10/AB/R, WT/DS11/AB/R, adopted 1 November 1996, DSR 1996:I, p. 97
Appellate Body Report, Japan – Measures Affecting the Importation of
Apples,WT/DS245/AB/R, adopted 10 December 2003, DSR 2003:IX, p. 4391
Panel Report, Japan – Measures Affecting Consumer Photographic Film
andPaper, WT/DS44/R, adopted 22 April 1998, DSR 1998:IV, p. 1179
Appellate Body Report, Korea – Definitive Safeguard Measure on Imports of
Certain Dairy Products, WT/DS98/AB/R, adopted 12 January 2000, DSR 2000:I,
p. 3
Appellate Body Report, Korea – Measures Affecting Imports of Fresh, Chilled
and Frozen Beef, WT/DS161/AB/R, WT/DS169/AB/R, adopted 10 January 2001,
DSR 2001:I, p. 5
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Appellate Body Report, Mexico – Anti-Dumping Investigation of High
Fructose Corn Syrup (HFCS) from the United States – Recourse to Article 21.5
of the DSU by the United States, WT/DS132/AB/RW, adopted 21 November
2001, DSR 2001:XIII, p. 6675
Appellate Body Report, Mexico – Tax Measures on Soft Drinks and Other
Beverages, WT/DS308/AB/R, adopted 24 March 2006, DSR 2006:I, p. 3
Panel Report, Mexico – Tax Measures on Soft Drinks and Other Beverages,
WT/DS308/R, adopted 24 March 2006, as modified by Appellate Body
ReportWT/DS308/AB/R, DSR 2006:I, p. 43
Mexico – Corn Syrup
(Article 21.5 – US)
Mexico – Taxes on Soft
Drinks
Mexico – Taxes on Soft
Drinks
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Short Title
US – 1916 Act (EC)
US – Carbon Steel
US – Carbon Steel
US – Certain EC Products
US – Clove Cigarettes
US – Continued Zeroing
US – Corrosion-Resistant
Steel Sunset Review
US – Gambling
US – Gasoline
nd
US – Large Civil Aircraft (2
complaint)
US – Poultry (China)
US – Shrimp
US – Shrimp
US – Shrimp (Ecuador)
US – Softwood Lumber IV
(Article 21.5 – Canada)
US – Superfund
US – Wool Shirts and
Blouses
Paustinus Siburian
|
Full Case Title and Citation
Panel Report, United States – Anti-Dumping Act of 1916, Complaint by the
European Communities, WT/DS136/R and Corr.1, adopted 26 September 2000,
upheld by Appellate Body Report WT/DS136/AB/R, WT/DS162/AB/R, DSR
2000:X, p. 4593
Appellate Body Report, United States – Countervailing Duties on Certain
Corrosion-Resistant Carbon Steel Flat Products from Germany, WT/DS213/AB/R
and Corr.1, adopted 19 December 2002, DSR 2002:IX, p. 3779
Panel Report, United States – Countervailing Duties on Certain CorrosionResistant Carbon Steel Flat Products from Germany, WT/DS213/R and Corr.1,
adopted 19 December 2002, as modified by Appellate Body Report
WT/DS213/AB/R, DSR 2002:IX, p. 3833
Appellate Body Report, United States – Import Measures on Certain Products
from the European Communities, WT/DS165/AB/R, adopted 10 January 2001,
DSR 2001:I, p. 373
Appellate Body Report, United States – Measures Affecting the Production
and Sale of Clove Cigarettes, WT/DS406/AB/R, adopted 24 April 2012, DSR
2012:XI, p. 5751
Appellate Body Report, United States – Continued Existence and Application of
Zeroing Methodology, WT/DS350/AB/R, adopted 19 February 2009, DSR
2009:III, p. 1291
Appellate Body Report, United States – Sunset Review of Anti-Dumping Duties
on Corrosion-Resistant Carbon Steel Flat Products from Japan,
WT/DS244/AB/R, adopted 9 January 2004, DSR 2004:I, p. 3
Appellate Body Report, United States – Measures Affecting the Cross-Border
Supply of Gambling and Betting Services, WT/DS285/AB/R, adopted
20 April 2005, DSR 2005:XII, p. 5663 (and Corr.1, DSR 2006:XII, p. 5475)
Appellate Body Report, United States – Standards for Reformulated and
Conventional Gasoline, WT/DS2/AB/R, adopted 20 May 1996, DSR 1996:I, p. 3
Appellate Body Report, United States – Measures Affecting Trade in Large Civil
Aircraft (Second Complaint), WT/DS353/AB/R, adopted 23 March 2012, DSR
2012:I, p. 7
Panel Report, United States – Certain Measures Affecting Imports of Poultry
from China, WT/DS392/R, adopted 25 October 2010, DSR 2010:V, p. 1909
Appellate Body Report, United States – Import Prohibition of Certain Shrimp
and Shrimp Products, WT/DS58/AB/R, adopted 6 November 1998, DSR
1998:VII, p. 2755
Panel Report, United States – Import Prohibition of Certain Shrimp and Shrimp
Products, WT/DS58/R and Corr.1, adopted 6 November 1998, as modified by
Appellate Body Report WT/DS58/AB/R, DSR 1998:VII, p. 2821
Panel Report, United States – Anti-Dumping Measure on Shrimp from Ecuador,
WT/DS335/R, adopted on 20 February 2007, DSR 2007:II, p. 425
Appellate Body Report, United States – Final Countervailing Duty
Determination with Respect to Certain Softwood Lumber from Canada –
Recourse by Canada to Article 21.5 of the DSU, WT/DS257/AB/RW, adopted 20
December 2005, DSR 2005:XXIII, p. 11357
GATT Panel Report, United States – Taxes on Petroleum and Certain Imported
Substances, L/6175, adopted 17 June 1987, BISD 34S/136
Appellate Body Report, United States – Measure Affecting Imports of Woven
Wool Shirts and Blouses from India, WT/DS33/AB/R, adopted 23 May 1997, and
Corr.1, DSR 1997:I, p. 323
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
BUKTI-BUKTI YANG DIRUJUK DALAM LAPORAN INI
Exhibit
EU-1(b)
1
Short title
(if applicable)
Law No. 4/2009
Description/Long title
EU-2(b)
Law No. 3/2020
EU-3(b)
Government
RegulationNo. 23/2010
MEMR
Regulation No.
7/2012
MEMR
Regulation No.
11/2012
EU-4(b)
EU-5(b)
EU-6(b)
EU-7(b)
EU-8(b)
EU-9(b)
EU-10(b)
EU-11(b)
EU-12(b)
EU-16
(rev)
EU-17
(rev)
MEMR
Regulation
20/2013
No.
MEMR
Regulation
1/2014
No.
MOT
Regulation No.
1/2017
MEMR
Regulation No.
25/2018
MEMR
Regulation No.
11/2019
MOT
Regulation No.
96/2019
MEMR
Regulation No.
7/2020
Medium-Term
National Development
Plan (RPJMN) 2020–
2024
Government Regulation
No. 14 of 2015, Master
Plan of National Industry
Development 2015-2035
Republic of Indonesia Law on Mineral and Coal Mining, Law No. 4
of12 January 2009
Law of the Republic of Indonesia Number 3 of 2020 on
Amendmentof Law Number 4 of 2009 on Mineral and Coal Mining
Regulation of the Government No. 23/2010 of 1 February 2010
Minister of Energy and Mineral Resources of the Republic of
Indonesia Number 7 Year 2012 concerning increasing added value
of minerals through processing and refining of minerals activities
Minister of Energy and Mineral Resources of the Republic of
Indonesia Number 11 Year 2012 concerning amendment to
Minister of Energy and Mineral Resources Regulation Number 07
Year 2012 concerning increasing added value of minerals through
processing and refining of minerals activities
Minister of Energy and Mineral Resources of the Republic of
Indonesia Number 20 Year 2013 concerning second amendment
to Minister of Energy and Mineral Resources Regulation Number
07 Year 2012 concerning increasing added value of minerals
through
processing and refining of minerals activities
Minister of Energy and Mineral Resources of the Republic of
Indonesia Regulation Number 1 Year 2014 concerning increasing
added value of minerals through domestic processing and
refiningof mineral activities
Regulation of the Minister of Trade of the Republic of Indonesia
Number: 01/M-DAG/PER/1/2017 concerning export provisions
forprocessed and purified mining products
Regulation of Minister of Energy and Mineral Resources of the
Republic of Indonesia Number 25 Year 2018 regarding minerals and
coal mining business
Regulation of the Minister for Energy and Mineral Resources of the
Republic of Indonesia Number 11 Year 2019 regarding second
amendment of the Regulation of the Minister of Energy and
Mineral Resources Number 25 Year 2018 on mineral and coal
mining
Businesses
Regulation of the Minister of Trade of the Republic of Indonesia
Number 96 of 2019 on export provisions for processed and
purifiedmining products
Regulation of the Minister of Energy and Mineral Resources of the
Republic of Indonesia Number 7 of 2020 on procedures for the
granting of areas, licensing, and reporting in relation to mineral and
coal-mining business activities
Presidential Regulation No 18 of 2020 on Medium-Term National
Development Plan (RPJMN) 2020–2024, signed by President Joko
Widodo on 17 January 2020 and entered into force on
20 January 2020
Government Regulation No 14 of 2015 on Master Plan of National
Industry Development 2015 – 2035, signed by President Joko
Widodo and entered into force on 6 March 2015
1
Uni Eropa menyediakan dua versi bukti-bukti yang awalnya diterbitkan dalam Bahasa Indonesia: versi (a) dalam bahasa aslinya dan versi (b)
dalam bahasa Inggris. Bahasa Inggris adalah bahasa resmi WTO dan bahasa kerja Panel. Oleh karena itu, Panel secara sistematis mengacu pada
versi (b) dari bukti-bukti UE dalam Laporan.
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
EU-18
(rev)
EU-20
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Presidential Regulation
No. 2 of 2018, National
Industrial Policy (20152019)
The
Indonesian
Government's
Arguments to
WTO
Regarding the Ban on
Nickel Exports,
5 December 2019
Paustinus Siburian
|
Presidential Regulation No 2 of 2018 on National Industrial Policy
2015-2019, signed by President Joko Widodo on 2 February 2018
and entered into force on 6 February 2018
Larissa Huda, "The Indonesian Government's Arguments to WTO
Regarding the Ban on Nickel Exports", 5 December 2019, available
at
https://bisnis.tempo.co/read/1280152/ini-argumentasipemerintah-unt
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Exhibit
Short title
(if applicable)
Description/Long title
EU-21
EU-22
EU-23
EU-24
EU-27
President Joko Widodo
Inaugurates
Nickel
Smelter in SE Sulawesi,
27 December 2021
Bisnis
Indonesia
Interview
with
PresidentJoko Widodo,
10 January 2022
Macquarie, Commodities
Outlook, M. Garvey and J.
Lennon, March 2021
EU-28
IDN-1
MEMR,
Indonesian
MiningGuidance (2020)
IDN-4
IDN-5
IDN-7
IDN-11
Nickel
Institute,
"About nickel", (last
accessed 20 August
2021)
IDN-12
IDN-13
IDN-15
IDN-16
IDN-18
(BCI)
IDN-19
Sayoga Gautama Report
IEA, Special Report on
the Role of Critical
Minerals in Clean Energy
Transition (2021)
Maryono Report
Transcript of President Joko Widodoi's Speech (translated) at
the groundbreaking ceremony of PT Freeport Indonesia's (PTFI)
new copper smelter, at the Gresik Special Economic Zone, East
Java,12 October 2021
"Remarks of President of the Republic of Indonesia at the Opening
Inauguration of the 2021 National Coordination Meeting and
Investment Service Award, at Ballroom of the Ritz-Carlton Hotel at
Pacific Place, SCBD, 24 November 2021, Special Capital Region of
Jakarta"
President Jokowi Inaugurates Nickel Smelter in SE Sulawesi, Office
of Assistant to Deputy Cabinet Secretary for State Documents &
Translation, 27 December 2021
"SPECIAL INTERVIEW: President Joko Widodo openly talks about
coal exports and the next targets", Bisnis Indonesia Team –
Bisnis.com 10 January 2022
Macquarie, Commodities Outlook, Marcus Garvey & Jim
Lennon,March 2021
Ministry of Energy and Mineral resources, Government of
Indonesia, Press Release Number: 253.Pers./04/SJI/2020 "Pushing
Domestic Nickel Market Growth, Government Sets Reference Prices
of Minerals (RPM) Regulations"
Directorate General of Mineral and Coal MEMR, Indonesian Mining
Guidance (2020)
A. van der Ent, A.J.M. Baker, M.M.J. van Balgooy, A. Tjoa,
"Ultramafic nickel laterites in Indonesia (Sulawesi, Halmahera):
Mining, nickel hyperaccumulators and opportunities for
phytomining", Journal of Geochemical Exploration, Vol. 128 (2013)
72-79
B. Devi, D. Prayogo, "Mining and Development in Indonesia: An
Overview of the Regulatory Framework and Policies", International
Mining for Development Centre: Action Research Report, (March
2013)
PWC, "Mining in Indonesia", Investment and Taxation Guide, 11th
ed., (June 2019)
Nickel
Institute,
"About
nickel",
available
at:
https://nickelinstitute.org/about-nickel/ (last accessed 20
August2021)
Minerals UK, "Nickel", British Geological Survey,
Natural Environment Research Council, (September
2008)
INSG, Report on Nickel Production and Usage in Indonesia,
(February 2020)
Expert Report of R. Sayoga Gautama (3 September 2021)
IEA, "The Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition",
World Energy Outlook Special Report (2021)
Expert Report of A. Maryono (4 September 2021)
A. Dalvi, W. Bacon, R. Osborne, "The Past and the Future of Nickel
Laterites", PDAC 2004 International Convention, Trade Show &
Investor Exchange, 7-10 March 2004
USGS, Excel of "Nickel Reserves"
INSG, "Production, Usage and Price", available at
https://insg.org/index.php/about-nickel/production-usage/
(lastaccessed 20 August 2021)
IDN-20
IDN-21
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
IDN-22
IDN-23
UNCTAD, Lessons from
Indonesia's ban on nickel
exports,
Background
document
Paustinus Siburian
|
Fraser, Jake; Anderson, Jack; Lazuen, Jose; Lu, Ying; Heathman,
Oliver; Brewster, Neal; Bedder, Jack; Masson, Oliver, Study on
future demand and supply security of nickel for electric vehicle
batteries, Publications Office of the European Union,
Luxembourg,2021
K. Terauds, Using trade policy to drive value addition: Lessons from
Indonesia's ban on nickel exports. Background document to the
Commodities and Development Report, Special Unit on
Commodities UNCTAD, 2017
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Exhibit
Short title
(if applicable)
Description/Long title
IDN-24
MEMR, Excel of "Production and Sales of Nickel Ore from
2010-2020"
Sample of Nickel Ore Sales Contract 1
IDN-25
(BCI)
IDN-26
IDN-30
IDN-33
MOT
Regulation No.
96/2019
MEMR
Regulation No.
5/2017
IDN-37
IDN-42
JORC Code
IDN-48
IDN-50
IDN-51
IDN-53
IDN-56
IDN-58
(BCI)
IDN-62
MEMR
Regulation
26/2018
No.
Sample of Nickel Ore Sales Contract 2
UNESCAP, 1992
Environmental Impact
Assessment, Guidelines
for
Mining
Development
IDN-63
IDN-64
IDN-65
MEMR Regulation 5/2017
National Standardization Agency, Indonesian National
Standard(SNI), 2019 Ed.
Kode KCMI IAGI-PERHAPI, Indonesian Joint Committee for Mineral
Reserves KCMI- Code, 2017 Ed.
CRIRSCO, Standard Definitions and International Report Template,
October 2012
Australasian Code for Reporting of Exploration Results,
MineralResources and Ore Reserves (The JORC Code), 2012 Ed.
MEMR, Excel of "Nickel Data 2012 – 2020"
Bank Indonesia, "Gross Domestic Product by Industrial Origin at
Current Prices", Indonesian Economic and Financial Statistics
(2021), 226-227
NIKKEI Asia, "Indonesia teams with LG to build $1.2bn battery
plant"
(25
May
2021),
available
at:
https://asia.nikkei.com/Business/Automobiles/Indonesia-teams
–with-LG-to-build-1.2bn-battery-plant(last accessed
30 August 2021)
Law No. 32/2009
MEMR Regulation 26/2018
IDN-38
IDN-45
The White House, Building Resilient Supply Chains, Revitalizing
American Manufacturing, and Fostering Broad-Based Growth –
100- day Reviews under Executive Order 14017 (June 2021),
Washington
MOT Regulation 96/2019
NIWA, "Sediment and
Mining" (9 March
2021)
Paustinus Siburian
|
UNESCAP 1992. Environmental Impact Assessment, Guidelines for
Mining Development, p. 6. New York/Bangkok: UN Econ. Soc.
Comm. Asia Pacific
G. Bridge, "Contested Terrain: Mining and the Environment",
Annual Review of Environment and Resource (2004), Vol. 29, 205259
AEER, Supply of Nickel Battery Industry from Indonesia and
Ecological Social Issues, Action for Ecology and Emancipation of
People (December 2020)
NIWA, "Sediment and Mining" (9 March 2021), available at
https://niwa.co.nz/our-science/freshwater/tools/kaitiaki_
tools/land-use/mining/impacts/sedimentation-and-mining
(lastaccessed 20 August 2021)
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
IDN-66
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Clean Technica, Image of
Indonesia at "Electric
Vehicles:
The
Dirty
Nickel
Problem", (Exhibit IDN66),
available
at:
https://cleantechnica.co
m
/
2020/09/27/electric
vehicles-the-dirty-nickelproblem/ (last accessed
30 August 2021)
IDN-67
DigitalGlobe Earthstar Geographics, Image of Indonesia, available
at: Clean Technica, "Electric Vehicles: The Dirty Nickel Problem"
(27
September
2020),
available
at:
https://cleantechnica.com/2020/09/27/electric-vehicles-the-dirtynickel-problem/ (last accessed 30 August 2021)
Agricultural and Environmental Policy Minutes, Formulating
Policies in Addressing the Environmental Damage Due to Nickel
Mine Activities in Tinanggea Sub-District, South Konawe Regency,
Vol. 4No. 2, August 2017: 125-142
WALHI, Study Report on Environmental Conditions around Coastal
Sea near the Mining Area due to the Nickel Industry in Morowali
regency. Central Sulawesi, Kolaka and North Konawe Regencies,
Southeast Sulawesi (2021)
IDN-68
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Exhibit
IDN-69
IDN-70
Short title
(if applicable)
Description/Long title
Images of Environmental Destruction in Indonesia
World Bank, "The impact of a nickel mine in Tanjung Buli,
Indonesia"
(27
March,
2009),
available
at:
https://www.youtube.com/watch?v=ToiPA7RThSQ (last accessed
30 August 2021)
Sample of Nickel Ore Sales Contract 3
IDN-71
(BCI)
IDN-78
IDN-91
IDN-92
IDN-97
Financial Times, "Indonesia and Foxconn in talks over electric
vehicle investment" (01 November 2021), available at:
https://www.ft.com/content/f1a805aa-82ac-4f24-ad2258e43712091e (last accessed 11 November 2021)
Excel of "BPS Export Data Indonesia"
BPS Export Data
Indonesia
MEMR
Director
General Circular No.
741/2021
IDN-99
IDN-100
IDN-106
IDN-108
IDN-109
Sayoga
Gautama
Supplemental Expert
Report, 17 March 2022
IDN-110
(BCI)
IDN-111
(BCI)
IDN-113
(BCI)
IDN-114
(BCI)
IDN-115
(BCI)
IDN-116
(BCI)
IDN-123
(BCI)
IDN-127
(BCI)
Press Release from the MEMR, 2 September 2019
MEMR Director General Circular 741/2021 Regarding
Implementation of the Use of Competent Person in the
Estimation
of Mineral and Coal Resources and Reserves
Nikkei Asia, Automobiles "Indonesia's electric car dreams at odds
with
deforestation
pledge",
available
at:
https://asia.nikkei.com/Business/Automobiles/Indonesia-selectric- car-dreams-at-odds-with-deforestation-pledge
(last
accessed
21 January 2022)
BPS, Excel of "GRDP of South Sulawesi, Central Sulawesi and North
Maluku"
Reuters, "Update 1 – Indonesia Stays China's Second-Biggest
Nickel Ore Supplier Despite Export Ban (January 2021)", available
at
https://www.reuters.com/article/china-economy-tradenickel-idUSL1N2JV0FP (last accessed 20 January 2022)
The Pan-European Reserves and Resources Reporting
Committee (PERC asbl), Pan-European Standard for the Public
Reporting of Exploration Results, Mineral Resources and Mineral
Reserves
(1 October 2021)
Supplemental Expert Report of R. Sayoga Gautama
(17 March 2022)
Criminal Investigation Agency, Excel of "Recap of Nickel Criminal
Case handled by the Police"
Expert Affidavit of [[***]] (15 March 2022)
Expert Affidavit of [[***]] (17 March 2022)
Sample of Nickel Ore Sales Contract 4
Sample of Nickel Ore Sales Contract 5
Sample of Nickel Ore Sales Contract 6
MOT, Excel of "Approved Export Applications"
MEMR, Presentation on "The Role of Minerals in the Development
ofIndonesia's Battery Industry" (10 September 2021)
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
SINGKATAN-SINGKATAN YANG DIGUNAKAN DALAM LAPORAN INI
Abbreviation
AMDAL
BCI
CRIRSCO
Dmt
DPR
DSB
DSU
GATT 1994
GDP
GRDP
HGSO
HPAL
HS
IEA
IPR
IUP
IUPK
KK
LGSO
MEMR
MOT
RIPIN
RKAB
RKEF
SCM Agreement
USGS
WTO
Paustinus Siburian
Description
Environmental impact analysis
Business Confidential Information
Committee for Mineral Reserves International Reporting Standards
Dry metric tonne
Domestic Processing Requirement
Dispute Settlement Body
Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes
General Agreement on Tariffs and Trade 1994
Gross domestic product
Gross regional domestic product
High-grade saprolite ore
High Pressure Acid Leach
Harmonized system
International Energy Agency
Community Mining Licences
Mining Licences
Special Mining Licences
Contract of Work
Low-grade saprolite ore
Ministry of Energy and Mineral Resources of the Republic of Indonesia
Minister of Trade of the Republic of Indonesia
National Industry Development Master Plan 2015-2035
Work Plan and Budget
Rotary Kiln Electric Furnace
Agreement on Subsidies and Countervailing Measures
United States Geological Survey
World Trade Organization
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
1. PENDAHULUAN
1.1. Perkara ini menyangkut pengenaan dua tindakan yang oleh Uni Eropa diduga mencegah ekspor bijih nikel dari
Indonesia. Uni Eropa menggugat larangan ekspor bijih nikel serta tindakan lain yang mengharuskan semua bijih nikel
diproses di dalam negeri.
1.1 Gugatan oleh Uni Eropa
1.2. Pada 22 November 2019, Uni Eropa meminta konsultasi dengan Indonesia sesuai dengan Pasal 1 dan 4
Kesepahaman tentang Aturan dan Prosedur yang Mengatur Penyelesaian Sengketa (DSU) dan Pasal XXII:1
Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan 1994 (GATT 1994 ) dan Pasal 4.1 Perjanjian Subsidi dan Tindakan
2
Balasan (Perjanjian SCM) sehubungan dengan tindakan dan klaim yang ditetapkan di bawah ini.
1.3. Konsultasi diadakan pada 30 Januari 2020, tetapi tidak berhasil.
1.2 Pembentukan dan komposisi Panel
1.4. Pada 14 Januari 2021, Uni Eropa meminta pembentukan panel sesuai dengan Pasal 6 DSU dengan kerangka
3
acuan standar. Pada sidangnya pada 22 Februari 2021, Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) membentuk panel
4
berdasarkan permintaan Uni Eropa dalam dokumen WT/DS592/3, sesuai dengan Pasal 6 DSU.
1.5. Kerangka acuan Panel adalah sebagai berikut:
Untuk memeriksa, mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari perjanjian tercakup
yang disebutkan oleh para pihak yang bersengketa, masalah tersebut dirujuk kepada DSB
oleh Uni Eropa dalam dokumen WT/DS592/3 dan untuk membuat temuan-temuan yang
akan membantu DSB dalam membuat rekomendasi atau dalam memberikan keputusan
5
yang diatur dalam perjanjian tersebut.
1.6. Pada 19 April 2021, Uni Eropa meminta Direktur Jenderal untuk menentukan komposisi panel, berdasarkan
Pasal 8.7 DSU. Pada tanggal 29 April 2021, Direktur Jenderal menyusun Panel sebagai berikut:
Ketua : Ms Leora BLUMBERG
Anggota : Mr Gonzalo DE LAS CASAS SALINAS
Ms Sanji M. MONAGENG
6
1.7. Brasil, Kanada, Cina, India, Jepang, Korea, Federasi Rusia, Kerajaan Arab Saudi, Singapura, Cina Taipei, Türkiye ,
Ukraina, Uni Emirat Arab, Inggris Raya, dan Amerika Serikat berhak untuk berpartisipasi dalam proses Panel sebagai
7
pihak ketiga.
1.3 Proses panel
8
1.8. Setelah berkonsultasi dengan para pihak, Panel mengadopsi Prosedur Kerja , jadwal, dan Prosedur Kerja
9
Tambahan Mengenai Informasi Rahasia Bisnis (BCI) pada 28 Mei 2021. Panel mengubah jadwalnya pada 29 Juni dan
5 Oktober 2021 dan 17 Agustus 2022.
1.9. Mengingat situasi sanitasi yang berubah dengan cepat sehubungan dengan pandemi COVID-19, Panel
2
Lihat WT/DS592/1. Panel mencatat bahwa Uni Eropa tidak memajukan klaim berdasarkan Perjanjian SCM dalam permintaan panel atau dalam
pengajuannya di hadapan Panel.
3
Permintaan pembentukan panel oleh Uni Eropa, WT/DS592/3 (permintaan
4
Lihat WT/DSB/M/449.
5
WT/DS592/4.
6
Sebelumnya "Turki" (lihat WT/INF/43/Rev.23)
7
WT/DS592/4.
8
Prosedur Kerja Panel (Lampiran A-1).
9
Prosedur Kerja Tambahan Mengenai Informasi Rahasia Bisnis (Lampiran A-2).
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
berkomitmen dalam komunikasinya pada 28 Mei 2021 mentransmisikan Prosedur Kerja, jadwal, dan Prosedur BCI
untuk memberi tahu para pihak paling lambat 30 September 2021 apakah Panel akan mengadakan sidang substantif
pertama secara langsung atau jarak jauh.
1.10. Pada tanggal 23 September 2021, Panel menginformasikan kepada para pihak bahwa karena persyaratan
kesehatan bagi para pelancong yang keluar dan masuk di tempat tinggal para panelis, Panel tidak dapat menghadiri
sidang substantif pertama di Jenewa selama minggu tanggal 15 November 2021 Pada hari yang sama, Panel
mengirimkan kepada para pihak draf Prosedur Kerja Tambahan Mengenai Sidang Substantif dengan Partisipasi Jarak
10
Jauh untuk melengkapi Prosedur Kerja sehubungan dengan pelaksanaan sidang substantif, dan usulan jadwal yang
diubah yang mencerminkan kebutuhan untuk menyebarkan rapat ke lebih banyak hari karena perbedaan waktu
antara berbagai peserta.
1.11. Uni Eropa memberi tahu Panel bahwa mereka tidak memiliki komentar atas draf Prosedur Kerja Tambahan
Panel Mengenai Sidang Substantif dengan Partisipasi Jarak Jauh atau usulan jadwal yang diubah. Indonesia
keberatan dengan usulan Panel untuk melakukan sidang substantif pertama dengan para pihak dan pihak ketiga dari
jarak jauh dan meminta agar Panel mengadakan dengar pendapat secara langsung. Indonesia menyarankan agar
Panel mempertimbangkan untuk menunda sidang substantif pertama atau mengadakannya dalam format gabungan
jika persyaratan karantina yang berlaku mempersulit panelis individu untuk menghadiri sidang substantif secara
langsung. Pada tanggal 5 Oktober 2021, Panel memberi tahu para pihak bahwa Panel tidak dapat mengadakan
sidang substantif pertama secara langsung antara lain karena pembatasan perjalanan dan kapasitas ruang sidang di
WTO. Panel lebih lanjut mencatat bahwa keputusannya didasarkan pada mempertahankan hak proses hukum semua
pihak dan menunda sidang sampai tanggal yang tidak pasti di masa depan dapat mencegah Panel memastikan
penyelesaian perselisihan yang cepat sesuai dengan Pasal 3.3 DSU. Oleh karena itu, Panel menegaskan niatnya untuk
11
mengadakan sidang substantif pertama dari jarak jauh.
1.12. Panel mengadakan sidang substantif pertama dengan para pihak pada 15 dan 17-19 November 2021. Sesi
dengan pihak ketiga berlangsung pada 18 November 2021. Panel melakukan sidang substantif pertama dan sesi
pihak ketiga melalui konferensi video yang aman.
1.13. Panel mengadakan sidang substantif kedua secara langsung dengan para pihak pada 22-23 Maret 2022.
1.14. Pada tanggal 7 Juni 2022, Panel mengeluarkan bagian deskriptif dari Laporannya kepada para pihak. Panel
menerbitkan Laporan Interimnya kepada para pihak pada 29 Agustus 2022. Panel menerbitkan Laporan Akhir kepada
para pihak pada 17 Oktober 2022.
2 ASPEK-ASPEK FAKTUAL
2.1 Aturan-aturan yang dipermasalahkan
2.1. Tuntutan Uni Eropa menyangkut dua aturan, yakni larangan ekspor bijih nikel dan keharusan semua bijih nikel
diproses (dimurnikan atau diolah) di dalam negeri. Uni Eropa mengacu pada langkah terakhir sebagai Persyaratan
Pemrosesan Domestik (DPR).
2.1.1 Larangan ekspor bijih nikel
2.2. Uni Eropa menjelaskan larangan ekspor bijih nikel dalam permintaan konsultasinya sebagai berikut:
Sebagai bagian dari pelaksanaan rencana nasional untuk mengembangkan sektor industri hilir tertentu termasuk
produksi baja tahan karat, Indonesia memberlakukan sejumlah pembatasan ekspor bahan mentah. Secara khusus,
ekspor bijih nikel dilarang di Indonesia pada tahun 2014. Pada tahun 2017, Indonesia melonggarkan sebagian
larangan ekspor dengan mengizinkan sementara ekspor mineral tertentu, termasuk bijih nikel dengan konsentrasi di
bawah 1,7%, tunduk pada persyaratan tambahan tertentu (lihat di bawah). Diperkirakan bahwa persyaratan ini
bersifat sementara dan larangan ekspor penuh akan diberlakukan kembali pada 11 Januari 2022. Namun, pada
Agustus 2019, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia menetapkan bahwa validitas
dokumen tertentu diperlukan untuk mengekspor bijih nikel konsentrasi rendah habis masa berlakunya pada tanggal
10
11
Prosedur Kerja Tambahan Mengenai Sidang Substantif dengan Partisipasi Jarak Jauh (Lampiran A-3).
Komunikasi panel kepada para pihak, 5 Oktober 2021.
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
31 Desember 2019, sehingga efektif mengembalikan total larangan ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020.
Izin sementara ekspor bijih nikel konsentrasi rendah tersebut tidak mengurangi pelarangan lanjutan ekspor bijih
nikel dengan konsentrasi di atas 1,7%, yang tidak boleh diekspor meskipun larangan ekspor sementara dilonggarkan.
12
Ekspor bijih nikel juga tunduk pada persyaratan ekspor tambahan seperti dijelaskan di bawah ini.
2.3. Dalam permintaannya untuk membentuk sebuah panel, Uni Eropa menjelaskan tindakan yang dipermasalahkan
sebagai berikut:
Indonesia telah membatasi ekspor bijih nikel ke tingkat yang berbeda dan di bawah aturan yang berbeda setidaknya
sejak tahun 2014. Pada bulan Januari 2014, nikel dikeluarkan dari rezim tentang pemrosesan dan pemurnian
komoditas tambang yang diperlukan untuk ekspor, yang secara efektif melarang ekspor bijih nikel. Dari Januari 2017
hingga Desember 2019 ekspor bijih nikel dengan konsentrasi di bawah 1,7% diizinkan dengan syarat tertentu,
sedangkan bijih nikel dengan konsentrasi lebih tinggi tetap dilarang. Sejak Januari 2020 semua ekspor bijih nikel,
13
terlepas dari konsentrasinya, dilarang.
2.4. Dalam permintaannya untuk membentuk panel, Uni Eropa juga memberikan daftar ilustrasi instrumen hukum
14
berikut yang telah menerapkan larangan ini dari waktu ke waktu :
i. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara;
ii. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (Permen ESDM)
No. 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan
Dan Pemurnian Mineral tanggal 6 Februari 2012;
iii. Permen ESDM No. 11 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan
Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral
Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral tanggal 16 Mei 2012;
iv. Permen ESDM No. 20 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah
Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral tanggal 1 Agustus 2013;
v. Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui
Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral Di Dalam Negeri tanggal 11 Januari 2014;
vi. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Permendag) No. 1 Tahun 2017
tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan Dan Pemurnihan tanggal
9 Januari 2017;
vi. Peraturan Menteri ESDM No. 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan
Mineral dan Batubara tanggal 3 Mei 2018;
viii. Permen ESDM No. 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pengusahaan
Pertambangan Mineral Dan Batubara Tanggal 28 Agustus 2019;
ix. Permendag Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil
Pengolahan dan Pemurnian per 30 Desember 2019; dan
x. setiap lampirannya, pemberitahuan, temuan awal, tinjauan, amandemen, tambahan,
penggantian, pembaharuan, perpanjangan, tindakan penerapan atau tindakan terkait
12
WT/DS592/1.
WT/DS592/3.
14
Perlu dicatat bahwa empat instrumen hukum yang tercantum dalam Permintaan Uni Eropa untuk pembentukan panel (yaitu Peraturan ESDM
No. 7/2012, 11/2012, 20/2013, dan 1/2014) tidak secara tegas tercantum dalam permintaan konsultasi Uni Eropa meskipun permintaan tersebut
sudah ada sebelum tanggal permintaan tersebut. ).
13
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
lainnya.
2.5. Dalam pengajuan tertulis pertamanya, Uni Eropa mencatat bahwa sejak 1 Januari 2020 larangan ekspor secara
khusus telah dilaksanakan melalui Pasal 3 dan Lampiran IV Peraturan Menteri Perdagangan No. 96/2019 dan Pasal 1
15
ayat 2 Peraturan Menteri ESDM No. 11/2019.
2.6. Pasal 3 Permendag No. 96 Tahun 2019 menyatakan bahwa “Produk Pertambangan yang diolah dan/atau
dimurnikan serta Produk Pertambangan berupa bahan mentah atau bijih dengan kriteria tertentu yang dilarang
ekspornya sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
16
Menteri ini.” Lampiran IV pada bagian yang relevan tercantum di bawah ini:
LAMPIRAN IV Permendag No. 96/2019
17
PRODUK PERTAMBANGAN YANG DILARANG EKSPORNYA
A. ORE/RAW MATERIAL
No.
URAIAN BARANG
…
Bijih Nikel dan konsentratnya
…
…
8.
…
POS TARIF/HS
…
2604.00.00
…
2.7. Pasal 1 angka 2 Permen ESDM No. 11 Tahun 2019 mengatur penyisipan Pasal 62A ke dalam Permen ESDM No.
25 Tahun 2018. Berdasarkan Pasal 62A, ekspor bijih nikel dengan kandungan nikel <1,7% diperbolehkan hingga 31
Desember 2019. Sebelumnya, Pasal 46 Peraturan ESDM No. 25/2018 (sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
ESDM No. 50/2018) mengizinkan ekspor bijih nikel dengan kandungan nikel <1,7% (kurang dari satu koma tujuh
18
persen) sampai dengan 11 Januari 2022.
2.8. Dalam pengajuan tertulisnya yang pertama, Uni Eropa menegaskan kembali bahwa Indonesia telah
memberlakukan larangan ekspor sejak Januari 2014 dan secara khusus merujuk pada Peraturan ESDM
19
No.1/2014. Uni Eropa meminta Panel untuk membuat temuan tentang instrumen hukum yang menerapkan
20
21
larangan ekspor yang saat ini berlaku , yang menurut pandangannya, termasuk Peraturan ESDM No.1/2014.
Dalam peraturan tersebut, Indonesia melarang ekspor semua jenis bijih nikel mulai 12 Januari 2014 sampai dengan
15
Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 24-26 (mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan No. 96/2019, (Bukti EU-11(b)) dan Peraturan
ESDM No. 11/2019, (Bukti EU-10(b))). Uni Eropa, sebagai penggugat, menempatkan versi bahasa Inggris dari instrumen hukum Indonesia yang
relevan dalam catatan. Indonesia menempatkan versinya sendiri dari beberapa dokumen yang sama dalam catatan dengan pengajuannya sendiri.
Panel mengangkat masalah ini dengan para pihak, dan Indonesia telah menegaskan bahwa mereka tidak keberatan Panel mengandalkan versi Uni
Eropa dari instrumen hukum berikut: UU No. 4/2009 (Bukti EU-1(b)); UU No. 3/2020 (Bukti EU-2(b)); Peraturan Pemerintah No. 23/2010 (Bukti
EU-3(b)); Peraturan ESDM 7/2012 (Bukti EU-4(b)), 11/2012 (Bukti EU-5(b)), 20/2013 (Bukti EU-6(b)), 1/2014 (Bukti EU- 7( b)), 25/2018 (Bukti EU9(b)), 11/2019 (Bukti EU-10(b)) dan 7/2020 (Bukti EU-12(b)); dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 1/2017 (Bukti EU-8(b)) dan 96/2019 (Bukti
EU-11(b)). Indonesia mencatat bahwa Bukti EU-11(b) tidak mencantumkan Appendix IV dari regulasi tersebut. Lihat tanggapan Indonesia terhadap
pertanyaan Panel No. 15. Oleh karena itu, Panel akan menggunakan versi Indonesia dari Peraturan Menteri Perdagangan No. 96/2019 (Bukti IDN30) jika mengacu pada Lampiran.
16
Peraturan Menhub No. 96/2019, (Bukti EU-11(b)).
17
Permendag No. 96 Tahun 2019, (Bukti IDN-30).
18
Peraturan ESDM No. 11/2019, (Bukti EU-10(b)):
1.
Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 46
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi dapat melakukan Penjualan bauksit yang telah dilakukan pencucian
(washed bauxite) dengan kadar Al2O3 >42% (lebih dari atau sama dengan empat puluh dua persen) ke luar negeri dalam jumlah
tertentu dengan menggunakan Pos Tarif/HS (Harmonized System) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling
lama sampai dengan tanggal 11 Januari 2022.
(2) Penjualan bauksit yang telah dilakukan pencucian (washed bauxite) dengan kadar Al2O3 >42% (lebih dari atau sama dengan empat
puluh dua persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:…
19
Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 19, mengacu pada Peraturan ESDM No. 1/2014 (Bukti EU-7(b)).
20
Pernyataan pembukaan Uni Eropa pada sidang pertama Panel, para. 6.
21
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 20(b).
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
11 Januari 2017.
22
2.9. Sementara itu, Indonesia mencatat bahwa Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 telah dicabut oleh Permen ESDM
No. 5 Tahun 2017 yang bersama Permen ESDM No. 1 Tahun 2017 melanjutkan pelarangan ekspor bijih nikel tetapi
23
hanya terkait dengan kadar nikel lebih dari 1,7% dari 12 Januari 2017 hingga 11 Januari 2022. Kedua Permen ESDM
24
No. 5/2017 dan Permendag No. 1/2017 mengizinkan ekspor bijih nikel dengan kandungan nikel di bawah 1,7%.
Peraturan ini kemudian dicabut masing-masing oleh Permen ESDM No. 25/2018 dan Permendag No. 96/2019.
Permen ESDM No. 25/2018, sebagaimana diubah dengan Permen ESDM No. 11/2019, melarang ekspor semua jenis
25
bijih nikel sejak 1 Januari 2020. Permen ESDM No. 96/2019 melarang ekspor semua jenis bijih nikel sejak 2 Januari
2020 Berdasarkan peraturan tersebut, mulai 1 Januari 2020 ekspor semua bijih nikel, berapa pun kandungan
nikelnya, dilarang.
2.10. Dalam pengajuan tertulis pertamanya, Indonesia mencatat bahwa Uni Eropa telah memasukkan dalam
permintaan panelnya beberapa instrumen hukum yang belum dikonsultasikan dan yang konon menerapkan larangan
26
ekspor bijih nikel, yaitu Permen ESDM No. 7/2012, 11/2012, 20/2013, dan 1/2014, dan Permendag No. 96/2019.
Indonesia mempertimbangkan bahwa pemasukan Permen ESDM No. 7/2012, 11/2012, 20/2013dan 1/2014 dalam
27
permintaan Panel Uni Eropa “memperluas cakupan dan mengubah esensi sengketa”. Indonesia berpendapat
bahwa Panel harus menemukan bahwa Peraturan ESDM No. 7/2012, 11/2012, 20/2013 dan 1/2014 berada di luar
kerangka acuannya. Indonesia mengklarifikasi bahwa jika Uni Eropa tidak meminta Panel untuk membuat temuan
atas instrumen hukum yang disebutkan di atas, "hak proses hukum Indonesia [akan] tidak ... dirugikan jika Panel
28
menangani tantangan yurisdiksinya bersamaan dengan penerbitan keputusannya." laporan".
2.11. Uni Eropa berpendapat bahwa Peraturan ESDM No. 1/2014 berada dalam kerangka acuan Panel seperti yang
dijelaskan, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit, baik dalam permintaan konsultasi maupun permintaan
29
pembentukan panel. Pada saat yang sama, Peraturan Menteri ESDM No. Uni Eropa mengklarifikasi bahwa mereka
meminta agar Panel membuat temuan atas larangan ekspor yang dimulai dengan Peraturan ESDM No. 1/2014,
tetapi juga mengakui bahwa setiap temuan atau rekomendasi harus ditujukan kepada instrumen hukum yang
30
menerapkan larangan ekspor yang berlaku secara hukum. Uni Eropa juga mengakui dan menerima penjelasan
Indonesia bahwa Peraturan ESDM No. 1/2014 dicabut dan diganti dengan Peraturan ESDM No. 5/2017, yang
31
kemudian dicabut dan diganti sendiri.
2.12. Panel memahami bahwa tindakan yang dipermasalahkan adalah larangan ekspor yang telah diberlakukan sejak
Januari 2014 dan saat ini dilaksanakan melalui Peraturan ESDM No. 11/2019 dan Peraturan Menteri Perdagangan
32
No. 96/2019. Panel, karenanya, akan membuat temuan-temuannya atas dasar ini dan melihat tidak perlu untuk
suatu putusan sela tentang kerangka acuannya berkenaan dengan larangan ekspor bijih nikel.
2.1.2 Persyaratan pemrosesan dalam negeri untuk bijih nikel
2.13. Uni Eropa menggugat persyaratan dimana pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi, Izin
22
Peraturan ESDM No. 1/2014, (Bukti EU-7(b)), Pasal 12(4).
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 22, mengacu pada Pasal 22 Permen ESDM No. 5 Tahun 2017 (Bukti IDN-33).
24
Peraturan ESDM No. 5/2017 (Bukti IDN-33) dan Permendag No. 1/2017 (Bukti EU-8(b)).
25
Sebelum amandemen ini, Permen ESDM No. 25/2018 melarang ekspor bijih nikel dengan kandungan nikel di atas 1,7% dan mengizinkan ekspor
bijih nikel dengan kandungan nikel di bawah 1,7% dengan syarat pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi memiliki, antara
lain, fasilitas pemurnian atau sedang dalam proses membangunnya. Lihat Peraturan ESDM No. 25/2018, (Bukti EU-9(b)), Pasal. 17, 44, 46.
26
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 71.
27
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 72, mengacu pada Appellate Body Report, Argentina – ImportMeasures, para. 5.3.
28
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 76.
29
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 20 dan 72.
30
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 20(b).
31
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 72.
32
Panel mencatat bahwa larangan ekspor awalnya diberlakukan pada Januari 2014 melalui Peraturan ESDM No. 1/2014. Permen ESDM ini dicabut
oleh Permen ESDM No. 5 Tahun 2017 yang sebagian mencabut larangan ekspor bijih nikel terhitung sejak 12 Januari 2017 dengan mengizinkan
ekspor bijih nikel dengan kandungan nikel kurang dari 1,7%. Larangan bijih nikel dengan kandungan nikel di atas 1,7% tetap berlaku. Permendag
No. 1 Tahun 2017 yang mulai berlaku pada 1 Februari 2017 juga mengatur larangan ekspor bijih nikel dengan kandungan nikel kurang dari 1,7%.
Permen ESDM No.5/2017 dan Permendag No.1/2017 masing-masing dicabut oleh Permen ESDM No.25/2018 dan Permendag No.96/2019.
Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 menetapkan batas waktu ekspor bijih nikel dengan kandungan nikel kurang dari 1,7%,
yaitu 11 Januari 2022. Permen ESDM No. 11/2019 mengubah Permen ESDM No. 25/2018 dan menetapkan larangan ekspor semua jenis bijih nikel
mulai 1 Januari 2020. Permendag No. 96/2019 menegaskan larangan tersebut sebagai sejak 2 Januari 2020 dan mencabut persetujuan ekspor
bijih nikel.
23
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi, dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi khusus
33
untuk pengolahan dan/atau pemurnian logam mineral, mineral bukan logam, atau batuan yang diperlukan untuk
mengolah (memurnikan atau memurnikan) bijih nikel di Indonesia.
2.14. Dalam permintaan konsultasinya, Uni Eropa memberikan deskripsi naratif tentang tindakan tersebut sebagai:
Ekspor produk pertambangan tertentu tunduk kepada mereka yang menjalani peningkatan
nilai tambah melalui kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian tertentu di Indonesia yang
ditetapkan oleh Kementerian ESDM. Kewajiban ini ditujukan kepada pemegang izin produksi
dan berlaku antara lain untuk bijih nikel, bijih besi dan kromium, serta batubara dan produk
batubara. Oleh karena itu, mineral yang belum melalui proses pengolahan dan/atau
pemurnian tersebut, sebagaimana disyaratkan undang-undang, tidak dapat diekspor.
Kewajiban ini tidak berlaku dalam hal kepentingan dalam negeri atau penelitian dan
34
pengembangan.
2.15. Dalam permintaan pembentukan panel, Uni Eropa menggambarkan DPR sebagai:
Indonesia menerapkan persyaratan pengolahan dalam negeri untuk bahan baku tertentu,
terutama bijih nikel dan bijih besi, sebelum diekspor. Persyaratan pemrosesan dalam
negeri mewajibkan perusahaan pertambangan untuk meningkatkan nilai bahan mentah
yang relevan melalui pelaksanaan operasi pemrosesan dan/atau pemurnian tertentu di
35
Indonesia sebelum mengekspornya.
2.16. Menurut Uni Eropa, DPR memiliki "konsekuensi untuk mencegah ekspor bahan mentah yang bersangkutan
36
kecuali jika telah diproses dan/atau dimurnikan sebagaimana mestinya". Uni Eropa juga memberikan dalam
permintaannya untuk pembentukan panel daftar ilustrasi perangkat hukum yang menjalankan DPR. Instrumen ini
adalah:
i. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
ii. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (Permen ESDM)
No. 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara tanggal 3 Mei
2018.
iii. Permen ESDM No. 50 Tahun 2018 mengubah Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 tanggal 5
Desember 2018.
iv. Permen ESDM No. 11 Tahun 2019 mengubah Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 tanggal
28 Agustus 2019.
v. Permintaan ini juga mencakup setiap lampiran, pemberitahuan, temuan awal, tinjauan,
amandemen, tambahan, penggantian, pembaharuan, perpanjangan, tindakan penerapan
37
atau tindakan terkait lainnya.
2.17. Kewajiban mengolah atau memurnikan hasil tambang di dalam negeri diatur dalam Pasal 103(1) UU No. 4
Tahun 2009, yang menyatakan bahwa “pemegang IUP dan IUPK […] wajib melakukan pengolahan dan/atau
38
pemurnian mineral dari hasil tambang di dalam negeri.”
33
Nama-nama jenis izin pertambangan yang ada ditetapkan pada tahun 2009 dalam Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU
No. 4/2009). UU No 4 Tahun 2009 diubah pada tahun 2020 dengan UU No 3 Tahun 2020. Amandemen menggantikan kategorisasi ini. Teks
peraturan relevan yang diberikan para pihak kepada Panel tidak mencerminkan amandemen tahun 2020 dan sepanjang argumentasi mereka,
para pihak telah menggunakan nomenklatur pra-2020. Panel, oleh karena itu, akan terus mengacu pada lisensi yang relevan menggunakan
nomenklatur yang berlaku sebelum tahun 2020.
34
WT/DS592/1.
35
WT/DS592/3.
36
WT/DS592/3.
37
WT/DS592/3.
38
UU No. 4/2009, (Bukti EU-1(b)), Pasal 103(1).
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
2.18. Peraturan ESDM No. 25/2018 memuat pasal-pasal relevan yang digugat oleh Uni Eropa sehubungan dengan
39
persyaratan untuk mengolah atau memurnikan bijih nikel di dalam negeri. Pertama, Pasal 17, yang berjudul
“Penjualan Mineral Hasil Pengolahan dan/atau Pemurnian ke Luar Negeri ", menentukan dalam bagian yang relevan:
(1) Pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUP Operasi Produksi
khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian Mineral logam, Mineral bukan logam, atau
batuan sebelum melakukan kegiatan penjualan ke luar negeri wajib terlebih dahulu
melakukan Peningkatan Nilai Tambah melalui kegiatan Pengolahan dan/atau Pemurnian
sesuai batasan minimum Pengolahan dan/atau Pemurnian tercantum dalam Lampiran I,
Lampiran II, dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini
(2) Jenis komoditas tambang Mineral logam, Mineral bukan logam, atau batuan yang
belum tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III hanya dapat dijual ke
luar negeri setelah batasan minimum Pengolahan dan/atau Pemurniannya ditetapkan oleh
40
Menteri.
2.19. Kedua, Pasal 19(1) menyatakan bahwa pemegang IUP dan IUPK dapat melakukan penjualan ke luar negeri atas
mineral logam tertentu yang telah memenuhi batas minimal pemurnian dan/atau mineral bukan logam yang telah
memenuhi batas minimal pengolahan. Pasal 19(2) mengizinkan pihak lain yang mengolah dan/atau memurnikan
mineral untuk melakukan penjualan ke luar negeri apabila telah memenuhi batas minimal pemurnian (untuk mineral
logam) atau pengolahan (untuk mineral bukan logam). Pasal 19(3) membebaskan mineral yang digunakan untuk
kepentingan dalam negeri serta penelitian dan pengembangan melalui penyerahan contoh mineral ke luar negeri
41
dari batas pengolahan dan pemurnian.
2.20. Terakhir, dalam Bab XV Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 pada bagian berjudul “Ketentuan Peralihan”, Pasal
46 memperbolehkan pemegang IUP dan IUPK untuk melakukan penjualan nikel ke luar negeri dengan kadar <1,7%
(kurang dari satu koma tujuh persen). sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sampai dengan
tanggal 11 Januari 2022 apabila penjualan tersebut dilakukan oleh pemegang izin yang telah atau sedang
42
membangun fasilitas pemurnian dan membayar bea keluar yang bersangkutan. Sebagaimana disebutkan dalam
ayat 2.7 di atas, Pasal 1 ayat 2 Permen ESDM No. 11 Tahun 2019 menambahkan Pasal 62A Permen ESDM No. 25
Tahun 2018 yang menghapus izin untuk melakukan penjualan nikel ke luar negeri dengan kadar <1,7% (kurang dari
43
satu koma tujuh persen) per 1 Januari 2020.
2.21. Undang-undang dan peraturan Indonesia membedakan antara "pengolahan" dan "pemurnian" atau
44
"penyulingan”. Indonesia juga telah menjelaskan bahwa istilah "pengolahan" memiliki dua arti. Dapat merujuk
pada “segala kegiatan yang dilakukan untuk mengolah bijih” atau dapat dipahami sebagai “upaya peningkatan
45
kualitas Mineral yang menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang sama dengan Mineral asal”.
Pengertian yang terakhir inilah yang dimaksud dengan digunakan dalam Peraturan ESDM No. 25/2018. Indonesia
menegaskan bahwa meskipun beberapa mineral dapat diproses dan dimurnikan (seperti besi, mangan, atau
46
kromium) lainnya (seperti nikel atau bauksit) hanya dapat dimurnikan. Hal ini karena setiap perlakuan terhadap
nikel akan mengakibatkan perubahan pada sifat fisik atau kimia. Panel mencatat bahwa meskipun Permen ESDM No.
25/2018 menggunakan istilah "pemurnian", UU No. 4/2009, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2020,
mengacu pada "pemurnian". Indonesia telah mengklarifikasi bahwa perbedaan tersebut hanyalah masalah
terjemahan dan bahwa istilah 'pemurnian' Bahasa Indonesia yang sama digunakan dalam kedua instrumen hukum
39
Pasal 16 Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 juga mengatur kewajiban bagi pemegang IUP dan IUPK untuk meningkatkan nilai tambah
pertambangan mineral dan batubara termasuk melalui kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian mineral logam. Uni Eropa, bagaimanapun, tidak
secara khusus menggugat Pasal 16.
40
Permen ESDM No. 25/2018, (Bukti EU-9(b)).
41
Permen ESDM No. 25/2018, (Bukti EU-9(b)).
42
Permen ESDM No. 25/2018, (Bukti EU-9(b)), Pasal 46. Menurut Pasal 46, "telah atau sedang membangun fasilitas Pemurnian” dapat berupa: a.
membangun fasilitas Pemurnian sendiri; atau b. kerja sama untuk membangun fasilitas Pemurnian dalam bentuk: 1) kepemilikan saham secara
langsung pada Badan Usaha pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian; atau 2) kepemilikan saham secara
langsung pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian pada Badan Usaha pemegang IUP Operasi Produksi atau
IUPK Operasi Produksi
43
Permen ESDM No. 11/2019, (Bukti EU-10(b)).
44
Tanggapan Indonesia pada pertanyaan Panel No. 66(a).
Tanggapan Indonesia pada pertanyaan Panel No. 66(a) (mengacu pada Pasal 1(20) Permen ESDMNo. 25/2018).
46
Tanggapan Indonesia pada pertanyaan Panel No. 66(a).
45
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
tersebut. Panel, dengan demikian, memahami bahwa istilah penyulingan dan pemurnian dapat digunakan secara
bergantian. Saat merujuk pada bukti atau argumen para pihak, Panel akan, oleh karena itu, menggunakan istilah
yang muncul dalam bukti atau argumen.
2.22. Lampiran I Peraturan ESDM No. 25/2018 (direproduksi di bawah) menetapkan batas minimum pengolahan dan
pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 untuk setiap bijih atau mineral yang relevan. Ini berisi kolom
untuk pemrosesan dan kolom terpisah untuk pemurnian, mengakui bahwa ini adalah dua fase produksi yang
terpisah dan berbeda.
Lampiran I Permen ESDM No. 25 Tahun 2018
PEMBATASAN MINIMUM PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN KOMODITAS MINERAL LOGAM PERTAMBANGAN DI
NEGARA
Pengolahan
Bijih/Or
e
Produk
Kualitas
Nikel
dan/atau
kobalt
(proses
peleburan
)
Pemurnian
Produk
Nikel
mate,
logam
paduan,
logam
nikel, dan
logam
oksida
Saprolit;
b. Limonit.
a.
Logam,
logam
oksida,
logam
sulfida,
mix
hydroxide/
sulfide
precipitate
,
dan
hydroxide
nickel
carbonate
Nikel
dan/atau
kobalt
(proses
pelindian
)
Limonit
Paustinus Siburian
|
Kualitas
a.
Ni Mate, Ni ≥ 70%;
b.
Logam FeNi, Ni ≥ 8%;
c.
Nickel Pig Iron (NPI), 2%≤Ni<4%, dan Fe ≥
75%;
d.
Nickel Pig Iron (NPI), Ni ≥ 4%;
Logam Nikel, Ni ≥ 93%; dan/atau
f. Nikel Oksida (NiO), Ni ≥ 65%.
e.
a.
Logam Nikel, Ni ≥ 93%;
b.
Mix Hydroxide Precipitate (MHP), Ni ≥25%;
c.
Mix Sulfide Precipitate (MSP), Ni ≥
45%;
d.
Hydroxide Nickel Carbonate (HNC), Ni
≥ 40%;
Sulfat dan Nikel Sulfat Hidrat (NiSO4
dan NiSO4.xH2O), Ni ≥ 20%;
f. Kobalt Sulfat dan Kobalt Sulfat Hidrat
(CoSO4 dan CoSO4.xH2O), Co ≥ 19%;
e. Nikel
g.
Nikel Klorida dan Nikel Klorida Hidrat
(NiCl2 dan NiCl2.xH2O), Ni ≥ 20%;
h.
Kobalt Klorida dan Kobalt Klorida
Hidrat (CoCl2 dan dan CoCl2.xH2O), Co
≥ 19%;
i.
Nikel Karbonat (NiCO3), Ni ≥ 40%;
j.
Kobalt Karbonat (CoCO3), Co ≥ 40%Co;
k.
Nikel Oksida (NiO), Ni ≥ 65%;
l.
Kobalt Oksida (CoO), Co ≥ 65%;
m.
Nikel Hidroksida (Ni(OH)2), Ni ≥ 50%;
n.
Kobalt Hidroksida (Co(OH)2), Co ≥
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
50%;
Nikel Sulfida (NiS), Ni ≥ 40%;
p. Logam Kobalt, Co ≥ 93%;
o.
Kobalt Sulfida (CoS), Co ≥ 40%;
dan/atau
r. Logam Kromium, Cr ≥ 99%.
q.
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Pengolahan
Ore or
Mineral
Produk
Kualitas
b.
Produk
Kualitas
A a. FeNi spon (Sponge FeNi), 2%≤Ni<4%, dan
e ≥ 75%;
Nikel
dan/atau
kobalt
(proses
reduksi)
a.
Pemurnian
Logam
paduan
Saprolit;
Limonit.
.
b. FeNi spon (Sponge FeNi), Ni ≥ 4%;
.
c. Luppen FeNi, 2% ≤ Ni < 4% dan Fe ≥ 75%;
dan/atau
.
d. Luppen FeNi, Ni ≥ 4%;
e. Nugget FeNi, 2% ≤ Ni < 4%, dan Fe ≥75%;
dan/atau
. f. Nugget FeNi, Ni ≥ 4%.
.
2.23. Indonesia telah menegaskan bahwa kolom untuk "pengolahan" kosong karena nikel adalah mineral yang hanya
47
dapat dimurnikan atau dimurnikan. Indonesia lebih lanjut menegaskan bahwa produk hasil pemurnian atau
pemurnian bijih nikel tidak lagi menjadi bijih nikel dan menjadi produk yang berbeda, seperti nickel pig iron, ferro
48
nickel dan nickel matte, yang diklasifikasikan dalam kode yang berbeda dalam Sistem Harmonisasi. Dengan
demikian, setiap produk yang diekspor setelah mematuhi Permen ESDM No. 25/2018 bukanlah bijih nikel, melainkan
bijih produk lain.
2.24. Dalam pengajuan tertulis pertamanya, Uni Eropa juga mengidentifikasi dan meminta temuan Pasal 66
49
Peraturan ESDM No. 7 Tahun 2020 sebagai salah satu instrumen hukum pelaksanaan DPR. Pasal 66 Peraturan
ESDM No. 7 Tahun 2020 yang dalam subdivisi berjudul "Larangan" catatan bahwa pemegang IUP dan IUPK dilarang
"menjual produk hasil Pertambangan ke luar negeri sebelum melakukan pengolahan dan/atau pemurnian di dalam
50
negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan…".
2.25. Regulasi ini tidak disebutkan secara eksplisit baik dalam permintaan konsultasi Uni Eropa maupun permintaan
pembentukan panel. Indonesia menganggap bahwa "pencantuman Peraturan ESDM 7/2020 [dalam] proses ini akan
51
memperluas ruang lingkup dan mengubah esensi perselisihan ini". Panel akan menangani masalah ini di bagian 7.1
di bawah ini.
2.2 Aspek faktual lainnya
2.2.1 Nikel
2.26. Nikel adalah unsur logam alami. Nikel merupakan unsur paling umum kelima di bumi dan terdapat secara luas
52
53
dalam kerak dan inti bumi. Konsentrasi ekonomis nikel terdapat dalam endapan bijih jenis sulfida dan laterit.
Nikel terdapat secara alami, terutama sebagai oksida, sulfida, dan silikat. Ada banyak bijih nikel berbeda yang
47
Indonesia menegaskan bahwa istilah yang relevan dalam Bahasa Indonesia ("pemurnian") diterjemahkan sebagai "pemurnian" dan
"pemurnian". Lihat tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 66(a).
48
Nickel pig iron diproduksi dari bijih laterit tingkat rendah, dapat digunakan untuk memproduksi baja tahan karat seri 200-nikel rendah dan
hanya mengandung 3-5% nikel dan konsentrasi sulfur dan fosfor yang lebih tinggi daripada feronikel. Feronikel adalah paduan yang biasanya
diproduksi dengan peleburan langsung bijih laterit yang mengandung 20-38% nikel. Nikel matte adalah produk antara metalurgi nikel yang
mengandung sekitar 70% nikel dan digunakan dalam pembuatan logam halus. Ini diproduksi dalam peleburan dan terdiri dari campuran nikel dan
besi sulfida. Kode HS untuk bijih nikel, nikel pig iron, feronikel dan nikel matte masing-masing adalah 260400, 720150, 720260, dan 750110. Lihat
Mineral UK, "Nickel", British Geological Survey, Natural Environment Research Council, (September 2008), (Bukti IDN-12), hal. 10; dan tanggapan
Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 66(c).
49
Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 36. Lihat juga, tanggapan Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 22.
50
Permen ESDM No. 7/2020 (Bukti EU-12(b)).
51
Komentar Indonesia atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 72.
52
Nickel Institute, "About nickel", (diakses terakhir 20 Agustus 2021), (Bukti IDN-11).
53
Nickel Institute, "About nickel", (diakses terakhir 20 Agustus 2021), (Bukti IDN-11) mencatat bahwa Komite Standar Pelaporan Internasional
Cadangan Mineral mendefinisikan sumber daya mineral sebagai "konsentrasi atau kemunculan bahan padat yang memiliki kepentingan ekonomi
di atau di kerak bumi dalam bentuk, tingkat atau kualitas sedemikian rupa sehingga ada prospek yang masuk akal untuk ekstraksi ekonomi pada
akhirnya".
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
membutuhkan berbagai teknik untuk mengekstraksi nikel. Peningkatan teknologi dalam penambangan, peleburan,
dan pemurnian, serta peningkatan kapasitas memungkinkan pemanfaatan bijih nikel kadar rendah. Oleh karena itu,
penurunan kadar bijih tidak selalu merupakan tanda berkurangnya sumber daya, tetapi merupakan cerminan dari
54
inovasi dan peningkatan yang dilakukan dalam penambangan dan proses teknologi. Pada dasarnya, pengembangan
teknologi dapat membuat pengolahan nikel kadar rendah menjadi ekonomis, sehingga dapat memperluas cadangan
nikel yang layak secara ekonomi. Oleh karena itu, perubahan jenis teknologi pengolahan yang beroperasi di suatu
55
negara dapat mengakibatkan perubahan volume cadangan mineralnya.
2.27. Australia, Indonesia, Afrika Selatan, Federasi Rusia, dan Kanada menyumbang lebih dari 50% sumber daya nikel
56
57
global. Indonesia menyumbang seperempat dari keseluruhan cadangan global dan merupakan produsen nikel
terbesar di dunia, dengan kontribusi produksi terhadap dunia sebesar 800.000 ton, yaitu 29,6% dari produksi dunia,
58
pada tahun 2019. Filipina dan Federasi Rusia bergabung dengan Indonesia dalam tiga besar negara penghasil nikel
59
yang menyediakan sekitar setengah dari pasokan nikel dunia. Indonesia diperkirakan akan mendominasi produksi
bijih nikel hingga tahun 2040. Beberapa proyek pemurnian nikel dengan kapasitas gabungan sebesar 0,42 Mt per
60
tahun pada tahun 2020 sedang dibangun di Indonesia.
2.28. Produksi dan ekspor bijih nikel di Indonesia pada periode 2010-2020 ditunjukkan pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1: Produksi dan ekspor bijih nikel Indonesia (2010-2020)
Sumber: Laporan ESDM 2021 Sayoga Gautama, (Bukti IDN-15, Gambar 5, hlm. 5; dan Bukti IDN-24)
2.29. Selama dua dekade terakhir, pasar nikel telah meningkat total produksinya dari 1,1 juta ton pada tahun 2000
61
menjadi 2,4 juta ton pada tahun 2019. Pertumbuhan ini sebagian besar disebabkan oleh pesatnya peningkatan
permintaan baja tahan karat. Dari tahun 2010-2021 permintaan nikel untuk produksi baja nirkarat meningkat lebih
62
dari dua kali lipat. Pada tahun 2020, 73% konsumsi nikel global dengan penggunaan pertama adalah untuk
63
produksi baja nirkarat, sementara 8% digunakan untuk memproduksi baterai.
54
Nickel Institute, "About nickel", (diakses terakhir 20 Agustus 2021), (Bukti IDN-11).
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 9(b).
56
Nickel Institute, "About nickel", (diakses terakhir 20 Agustus 2021), (Bukti IDN-11).
57
The White House, Building Resilient Supply Chains, Revitalizing American Manufacturing, and Fostering Broad-Based Growth – 100-day Reviews
under Executive Order 14017 (June 2021), Washington, (Bukti IDN-26), hal. 99.
58
ESDM, Pedoman Pertambangan Indonesia (2020), (Bukti IDN-1), hal. 52.
59
IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 30.
60
The White House, Building Resilient Supply Chains, Revitalizing American Manufacturing, and Fostering Broad-Based Growth – 100-day Reviews
under Executive Order 14017 (June 2021), Washington, (Bukti IDN-26), hal.100.
61
INSG, "Production, Usage and Price", tersedia di https://insg.org/index.php/aboutnickel/production-useage/ (diakses terakhir pada 20 Agustus
2021), (Bukti IDN-21). Lihat juga, The White House, Building Resilient Supply Chains, Revitalizing American Manufacturing, and Fostering BroadBased Growth – 100-day Reviews under Executive Order 14017 (June 2021), Washington, (Bukti IDN-26), hal. 99.
62
J. Fraser, J. Anderson, J. Lazuen, et al., Study on future demand and supply security of nickel for electric vehicle battery, Publications Office of
the European Union, Luxembourg, 2021, (Bukti IDN-22), p .1.
55
63
Macquarie, Commodities Outlook, M. Garvey dan J. Lennon, Maret 2021, (Bukti EU-27), hal. 3. Lihat juga IEA, Special Report on the Role
of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 144; dan J. Fraser, J. Anderson, J. Lazuen, Y. Lu, O. Heathman, N.
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
2.30. Diperkirakan permintaan nikel dunia akan meningkat karena penggunaan nikel dalam produksi baterai lithium64
ion, yang merupakan komponen penting dalam kendaraan listrik dan penyimpanan stasioner. Dalam hal ini,
beberapa laporan memperkirakan konsumsi nikel global sebesar penggunaan pertama akan sangat meningkat di
65
tahun-tahun mendatang, sebagai akibat meningkatnya permintaan dari baja tahan karat dan produksi baterai EV.
Kombinasi permintaan dari produksi baja tahan karat dan kendaraan listrik dan penyimpanan baterai dapat
66
meningkatkan permintaan nikel antara 20-25 kali dengan 2040,
2.31. The increasing demand for nickel in recent years finds reflection in the nickel price, which increased from
11,526 USD per dry metric tonne (dmt) in 2017 to 13,558 USD/dmt in 2019.67 The drop in 2020 is probably due to
the impact of the COVID-19 pandemic on nickel demand (e.g. less need for stainless steel because of construction
projects in standby).68 Figure 2 below summarizes nickel price trends from 1991 to 2021:
2.31. Meningkatnya permintaan nikel dalam beberapa tahun terakhir tercermin dari harga nikel yang meningkat dari
67
USD11.526 per metrik ton kering (dmt) pada tahun 2017 menjadi USD13.558/dmt pada tahun 2019. Penurunan
pada tahun 2020 kemungkinan disebabkan oleh dampak COVID-19 pada permintaan nikel (misalnya kurangnya
68
kebutuhan akan stainless steel karena proyek-proyek komnstruksi standby). Bagan di bawah meringkas tren harga
nikel dari 1991 sampai 2021:
Gambar 2: Tren harga nikel (1991-2021)
Sumber: London Metal Exchange dan Shanghai Futures Exchange (Bukti IDN-21)
2.32. Secara global, rantai nilai nikel mendukung banyak pekerjaan, mulai dari penambangan hingga penggunaan
69
akhir dan daur ulang.
Brewster, J. Bedder, M. Oliver, Study on future demand and supply security of nickel for electric vehicle batteries, Publications Office of the
European Union, Luxembourg, 2021, (Bukti IDN-22), hal. 11 dan 56.
64
KESDM, Pedoman Pertambangan Indonesia (2020), (Bukti IDN-1), hal. 33. Lihat juga IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean
Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 26 dan 28; dan The White House, Building Resilient Supply Chains, Revitalizing American
Manufacturing, and Fostering Broad-Based Growth – 100-day Reviews under Executive Order 14017 (June 2021), Washington, (Bukti IDN-26),
hal.99-100.
65
Menurut Macquarie, konsumsi nikel global dengan penggunaan pertama akan meningkat sekitar 80%
(4,3 mt pada tahun 2030 versus 2,4 mt pada tahun 2020), dan 57% akan digunakan untuk produksi baja tahan karat dan 30% untuk produksi
baterai. Untuk bagiannya, IEA memperkirakan bahwa "EV dan penyimpanan baterai ... akan mengambil alih baja tahan karat sebagai pengguna
akhir nikel terbesar pada tahun 2040". Lihat Macquarie, Commodities Outlook, M. Garvey and J. Lennon, Maret 2021, (Bukti EU-27), hal. 3, dan
IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 5. Panel mencatat bahwa beberapa
pameran mengacu pada metrik ton sementara yang lain mengacu pada imperial ton. Ini bukan masalah perbedaan ejaan belaka. Satu metrik ton
adalah 1.000 kilogram sedangkan satu ton kekaisaran adalah 2.240 pound (sekitar 1.016 kilogram). Untuk alasan ini, Panel akan terus
menggunakan terminologi sebagaimana disajikan dalam pameran atau pengajuan dan tidak berusaha menyelaraskan terminologi.
66
IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 8.
67
Kementerian ESDM, Pedoman Pertambangan Indonesia (2020), (Bukti IDN-1), hal. 55.
68
INSG, "Production, Usage and Price", tersedia di https://insg.org/index.php/aboutnickel/production-usage/ (terakhir diakses pada 20 Agustus
2021), (Bukti IDN-21).
69
Nickel Institute, “About nickel”, (diakses terakhir 20 Agustus 2021), (Bukti IDN-11).
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
2.2.2 Pertambangan nikel di Indonesia
2.2.2.1 Kerangka hukum dan kebijakan kegiatan pertambangan
2.33. Pertambangan di Indonesia diatur oleh beberapa instrumen hukum tentang berbagai masalah mulai dari
perlindungan lingkungan, air dan kehutanan, kebijakan konservasi sumber daya, mekanisme pelaporan sumber daya
70
dan cadangan hingga sertifikasi bahan baku, reklamasi lahan, dan kegiatan pascatambang.
2.34. UU No. 4/2009 menetapkan kerangka peraturan mendasar untuk pertambangan mineral dan batubara di
71
Indonesia. Undang-undang ini menetapkan rezim pemberian izin dan izin untuk kegiatan pertambangan. Pada
tahun 2014, berdasarkan Undang-Undang Pemda No. 23/2014, kewenangan penerbitan izin pertambangan dialihkan
dari pemerintah pusat ke gubernur daerah. Pada tahun 2020, setelah disahkannya UU No. 3 Tahun 2020, yang
72
mengubah UU No. 4 Tahun 2009, kewenangan izin pertambangan dikembalikan lagi ke pemerintah pusat.
2.35. Dalam pembukaannya, UU No. 4 Tahun 2009 menekankan pentingnya peran industri pertambangan dalam
memberikan nilai tambah yang nyata bagi perekonomian nasional. Juga ditetapkan bahwa pengelolaan
pertambangan mineral akan dilakukan "berpihak pada kepentingan nasional" dan dari pendekatan "berkelanjutan
73
dan berwawasan lingkungan". Sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut, UU No. sumber daya mineral seperti
"menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan",
"memastikan ketersediaan bahan galian... sebagai bahan baku dan/atau sumber energi untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri", dan “mendukung dan mengembangkan kemampuan nasional agar mampu bersaing dengan negara
74
lain…”.
2.36. Indonesia juga mengatur kegiatan pertambangan terkait dengan dampaknya terhadap lingkungan melalui
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mulai berlaku
75
pada tanggal 3 Oktober 2009. Undang-undang ini mewajibkan bisnis yang dapat menimbulkan dampak lingkungan
76
yang signifikan, seperti perusahaan pertambangan, menyiapkan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
Beberapa tujuan UU No. 32/2009 menyangkut "penguasaan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana";
77
"realisasi[asi] ... pembangunan berkelanjutan"; dan "antisipasi[] setiap isu global tentang lingkungan".
2.37. Terakhir, selain perangkat hukum yang mengatur industri, kegiatan pertambangan pada umumnya dan
pertambangan nikel pada khususnya, menjadi fokus penting kebijakan industri Indonesia. Rencana Induk
Pengembangan Industri Nasional 2015-2035 (RIPIN) menetapkan 10 industri prioritas untuk periode 2015-2035.
Salah satu industri prioritas tersebut adalah industri dasar mineral logam dan bukan logam. RIPIN tersebut
menjabarkan 11 strategi untuk mencapai visi dan misi pembangunan industri nasional. Dua dari 11 strategi tersebut
menyangkut pengembangan industri hulu dan antara berbasis sumber daya alam; dan pengendalian ekspor bahan
78
mentah dan sumber daya energi. RIPIN menetapkan tahap pertama untuk periode 2015-2019. Pada fase pertama
ini peningkatan nilai tambah sumber daya alam di industri hulu berbasis pertanian, mineral, dan pengolahan minyak
79
mengambil peran penting. Meskipun tidak mengikat secara hukum, RIPIN menggambarkan tujuan industrialisasi
70
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 7 dan Gambar 10.
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 154.
72
72 Laporan Pakar Tambahan Sayoga Gautama, 17 Maret 2022, (Bukti IDN-109), hal. 1-2.
73
UU No. 4/2009, (Bukti EU-1(b)), Pasal 2(b) dan (d).
74
UU No. 4/2009, (Bukti EU-1(b)), Pasal 3(b), (c), dan (d). Preferensi yang diberikan pada kebutuhan dalam negeri juga tercermin dalam salah satu
langkah implementasi pertama UU No. 4/2009. Lihat Peraturan Pemerintah No. 23/2010 sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah No.
24/2012, (Bukti EU-3(b)), Pasal 84. Dalam pembelaannya berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994, Indonesia secara khusus mengacu pada Pasal 96(c)
dan (d) UU No. 4/2009.
75
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 161.
76
AMDAL terdiri dari analisis mengenai dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan. Dalam hal
AMDAL tidak diperlukan, dokumen lain seperti dokumen upaya pengelolaan lingkungan dan dokumen upaya pemantauan lingkungan umumnya
diperlukan. Lihat INSG, Laporan Produksi dan Penggunaan Nikel di Indonesia, Februari 2020, (Bukti IDN-13 (direvisi)), hal. 57; dan PWC, "Mining in
Indonesia", Investment and Taxation Guide, edisi ke-11, Juni 2019, (Bukti IDN-7), hal. 143.
77
UU No. 32/2009, (Bukti IDN-53), Pasal 3. Dalam pembelaannya berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994, Indonesia secara khusus mengacu pada
Pasal 57 UU No. 32/2009.
78
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035, (Bukti EU-17 (rev)), Bab I, hal. 18. Panel
mencatat bahwa Uni Eropa pada awalnya mengajukan pameran ini dalam bahasa non-resmi WTO dan memberikan ringkasan dalam bahasa
Inggris tentang ketentuan-ketentuan utama yang relevan dalam Bukti EU-19. Uni Eropa mengajukan versi revisi Bukti EU-17 dengan tanggapannya
terhadap pertanyaan Panel setelah sidang kedua. Versi revisi ini mencakup terjemahan ke dalam bahasa Inggris dari kutipan yang relevan dari
dokumen aslinya.
79
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035, (Bukti EU-17 (rev)), Bab II,
71
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
pemerintah Indonesia secara keseluruhan untuk periode yang relevan. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2018
tentang Kebijakan Industri Nasional (2015-2019) menjabarkan target pengamanan pasokan dan distribusi sumber
daya alam untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, barang setengah jadi, energi, dan sumber daya air bagi industri
80
nasional Indonesia.
2.38. RIPIN tersebut lebih lanjut menjabarkan program-program yang akan dilaksanakan Pemerintah Indonesia
untuk menjamin ketersediaan sumber daya alam bagi pembangunan industri, khususnya yang berbasis
pertambangan mineral, batubara, minyak dan gas, serta pertanian. Salah satu programnya berkaitan dengan
pelarangan atau pembatasan ekspor sumber daya alam yang diperlukan untuk rencana pemanfaatan dan kebutuhan
81
perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri.
2.2.2.2 Jenis bijih nikel dan cadangannya
2.39. Dua langkah yang dipersoalkan, yakni larangan ekspor dan DPR, menyangkut produk yang sama: bijih nikel.
Bijih didefinisikan sebagai "[a] bahan padat alami yang mengandung logam berharga atau berguna dalam jumlah
82
tertentu dan dalam kombinasi kimia sedemikian rupa sehingga ekstraksinya menguntungkan" atau "batuan atau
83
tanah dari mana logam dapat diperoleh". Pada tahun 2021 pertambangan nikel (termasuk kegiatan smelter) di
84
Indonesia mewakili [[***]] dari produk domestik bruto (PDB) dan [[***]] dari total lapangan kerja. Di daerah
tertentu di Indonesia di mana pertambangan nikel sebagian besar terjadi itu memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap produk domestik regional bruto (PDRB). Pada tahun 2020, pertambangan nikel (termasuk pemurnian dan
85
pemurnian) menyumbang 27% PDRB Sulawesi Tenggara, 41% PDRB Sulawesi Tengah, dan 23% PDRB Maluku Utara.
2.40. Bijih nikel berasal dari dua jenis endapan: endapan sulfida dan endapan laterit. Sumber daya nikel Indonesia
86
sebagian besar adalah jenis laterit karena “terbentuk melalui pelapukan pada suhu tinggi dan iklim lembab”. Bijih
laterit terbagi menjadi bijih limonit (tanah bagian atas lebih lapuk) dan saprolit (tanah bagian bawah kurang lapuk).
87
Bijih saprolit memiliki kadar nikel yang lebih tinggi dibandingkan limonit.
2.41. Berkenaan dengan cadangan nikel Indonesia, istilah "cadangan mineral" mengacu pada "bagian yang dapat
88
ditambang secara ekonomis dari sumber daya mineral terukur dan/atau tertunjuk". Cadangan mineral dibagi
menjadi cadangan yang mungkin atau terbukti tergantung pada tingkat kepercayaan yang lebih rendah atau lebih
89
tinggi faktor pengubah. Cadangan terduga adalah "bagian yang secara ekonomis dapat ditambang dari Sumber
90
Daya Mineral Tertunjuk, dan dalam beberapa keadaan, Sumber Daya Mineral Terukur. Keyakinan terhadap Faktor
bagian B, hal. 20. Lihat penjelasan di atas tentang pengajuan versi revisi Bukti EU-17 oleh Uni Eropa.
80
Perpres No. 2 Tahun 2018, Kebijakan Industri Nasional (2015-2019), (Bukti EU-18 (rev)), p. 21. Panel mencatat bahwa Uni Eropa pada awalnya
mengajukan bukti ini dalam bahasa non-resmi WTO dan memberikan ringkasan dalam bahasa Inggris tentang ketentuan-ketentuan utama yang
relevan dalam Bukti EU-19. Uni Eropa mengajukan versi revisi Bukti EU-18 dengan tanggapannya terhadap pertanyaan Panel setelah sidang
kedua. Versi revisi ini mencakup terjemahan ke dalam bahasa Inggris dari kutipan yang relevan dari dokumen aslinya.
81
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035, (Bukti EU-17 (rev)), hal. 53-54. Lihat
penjelasan di atas tentang pengajuan versi revisi Bukti EU-17 oleh Uni Eropa.
82
Oxford English Dictionary Online, di https://www.oed.com/search?searchType=dictionary&q=ore&_searchBtn=Search
83
Cambridge Dictionary Online, di https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/ore
84
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 101.
85
Lihat pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 109, mengacu pada BPS, Unggul “PDRB Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara”,
(Bukti IDN-100).
86
86 IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 144 dan 146; J. Fraser, J. Anderson,
J. Lazuen, Y. Lu, O. Heathman, N. Brewster, J. Bedder, M. Oliver, Study on future demand and supply security of nickel for electric vehicle batteries,
Publications Office of the European Union, Luxembourg, 2021, (Bukti IDN-22), hal. 23; dan WALHI, Study report on Environmental Conditions
around Coastal Sea near the Mining Area due to the Nickel Industry in Morowali regency. Central Sulawesi, Kolaka and North Konawe Regencies,
Southeast Sulawesi (2021), (Bukti IDN-68), hal. 15
87
IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 144
88
CRIRSCO, Standard Definitions and International Report Template, October 2012, (Bukti IDN-42), hlm. 3-5. "Sumber daya mineral" pada
gilirannya didefinisikan sebagai "konsentrasi atau kemunculan bahan padat yang memiliki kepentingan ekonomi di dalam atau di kerak bumi
dalam bentuk, kadar atau kualitas dan kuantitas sedemikian rupa sehingga terdapat prospek yang masuk akal untuk ekstraksi ekonomi pada
akhirnya". Suatu "Sumber Daya Mineral Tertunjuk" adalah "bagian dari Sumber Daya Mineral yang kuantitas, kadar atau kualitas, kerapatan,
bentuk dan karakteristik fisiknya diperkirakan dengan keyakinan yang cukup untuk memungkinkan penerapan Faktor Pengubah secara cukup rinci
untuk mendukung perencanaan tambang dan evaluasi kelayakan ekonomi dari deposit". Jenis sumber daya mineral ini "memiliki tingkat
kepercayaan yang lebih rendah daripada yang diterapkan pada Sumber Daya Mineral Terukur dan hanya dapat dikonversi menjadi Cadangan
Mineral Terkira". Sumber Daya Mineral Terukur adalah “bagian dari Sumber Daya Mineral yang kuantitas, kadar atau kualitasnya, Definisi serupa
dari "cadangan mineral" dan "sumber daya mineral" dapat ditemukan dalam Bukti IDN-37, p. 7; IDN-5, dan IDN-108.
89
Faktor pengubah adalah "pertimbangan yang digunakan untuk mengubah Sumber Daya Mineral menjadi Cadangan Mineral. Ini termasuk, tetapi
tidak terbatas pada, faktor pertambangan, pengolahan, metalurgi, infrastruktur, ekonomi, pemasaran, hukum, lingkungan, sosial dan
pemerintahan". Lihat CRIRSCO, Standard Definitions and International Report Template, October 2012, (Bukti IDN-42), hal. 3.
90
CRIRSCO, Standard Definitions and International Report Template, October 2012, (Bukti IDN-42), p. 5.
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Pengubah yang diterapkan pada Cadangan Mineral Terkira lebih rendah daripada yang diterapkan pada Cadangan
Mineral Terbukti ." Cadangan Terbukti adalah "bagian Sumber Daya Mineral Terukur yang dapat ditambang secara
91
ekonomis. Cadangan Mineral Terbukti menyiratkan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap Faktor Pengubah".
2.42. Panel mencatat bahwa bukti dalam catatan memberikan perkiraan yang berbeda mengenai tingkat cadangan
nikel di Indonesia. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan, antara lain, oleh nilai ekonomi yang dikaitkan dengan
92
limonit dan bijih nikel saprolit kadar rendah (LGSO). Dalam argumentasinya, Indonesia menegaskan bahwa hanya
cadangan bijih saprolit kadar tinggi (HGSO) yang dapat ditambang secara ekonomis dan, oleh karena itu, hanya bijih
93
yang relevan untuk perhitungan cadangan. Selain itu, sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Edisi 2019
94
dan Kode KCMI Indonesia Edisi 2017 oleh Kombers KCMI IAGI-PERHAPI dan CRIRSCO, Indonesia hanya termasuk
dalam cadangannya yang dilaporkan oleh pemegang IUP dan IUPK, sebagai bagian dari permohonan izin
95
pertambangan, yang diverifikasi oleh Orang yang Berkompeten. Seorang "Orang Yang Berkompeten" didefinisikan
sebagai profesional industri mineral dengan setidaknya lima tahun pengalaman yang relevan di gaya mineralisasi
96
atau jenis endapan yang dipertimbangkan dan dalam kegiatan yang dilakukan orang tersebut.
2.43. Tabel berikut merangkum perkiraan cadangan (dalam juta ton) yang diberikan kepada Panel:
Table 1: Estimates of Indonesian nickel ore reserves (in million tonnes) (2012-2020)
Year →
2012
2013
2014
2015
Source ↓
Mining
Guidance
3.19
of 2020
IDN-1
Maryono
Report
IDN[[***]] [[***]] [[***]] [[***]]
97
18(BCI)
(only HGSO
reserves)
USGS
3.9
3.9
4.5
4.5
98
IDN-20
MEMR /
2.5–
3.9
2.4
2.6
Indonesia's
prov. prov./ prov./ prov./
Geological
/ 18.9
46.9
18.9
Agency
19.1–
prob.
prob.
prob.
99
IDN-48
prob.
Prov.= proven reserves; Prob. = probable reserves
2016
2017
2018
2019
3.15
3.16
3.57
4.59
[[***]]
[[***]]
[[***]] [[***]]
[[***]]
4.5
4.5
21
21
21
37
prov./
39.7
prob
17
prov.
/54.2
prob
20.9
prov.
/
48.4
prob
4.2
prov./
44.2
prob.
22.5
prov.
/
39.7
prob.
2020
2.2.2.3 Ekstraksi dan pemurnian bijih nikel
91
CRIRSCO, Standard Definitions and International Report Template, October 2012, (Bukti IDN-42),
Panel mencatat bahwa para pihak mempersengketakan nilai ekonomi bijih nikel saprolit kadar rendah dan bijih nikel limonit. Indonesia tidak
memasukkan bijih saprolit kadar rendah dan bijih nikel limonit dalam perkiraan cadangannya karena menganggap hanya bijih saprolit kadar tinggi
yang memiliki nilai ekonomis sedangkan Uni Eropa mencatat bahwa bijih saprolit kadar rendah dan bijih nikel limonit dapat diproses
menggunakan proses hidrometalurgi. Lihat pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 118; dan pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 98.
93
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 118; Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 16 dan 38. Lihat juga Laporan Maryono,
(Bukti IDN-18 (BCI)), hlm. 18-19.
94
Badan Standardisasi Nasional, Standar Nasional Indonesia (SNI), 2019 edn. (Bukti IDN-37) dan Kode KCMI IAGI-PERHAPI, Komite Bersama
Indonesia untuk Cadangan Mineral KCMI – Kode, 2017 edn. (Bukti IDN-38).
95
Surat Edaran Dirjen ESDM No. 741 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Penggunaan Orang Berkompeten Dalam Pendugaan Sumberdaya dan
Cadangan Mineral dan Batubara, (Bukti IDN-97), hal. 3. Tidak menggunakan Competent Person mengakibatkan sanksi dan tidak disetujuinya
RKAP.
96
CRIRSCO, Definisi Standar dan Templat Laporan Internasional, Oktober 2012, (Bukti IDN-42), hlm. 2-3.
97
Estimasi cadangan ini hanya mencakup bijih saprolit kadar tinggi (HGSO). Lihat Laporan Maryono, (Bukti IDN-18 (BCI)), hal. 21.
98
Bukti ini adalah satu-satunya sumber yang berisi perkiraan untuk tahun 2010 dan 2011. Perkiraan tersebut – 3,9 juta ton – sama dengan
perkiraan untuk tahun 2012. Lihat USGS, Excel dari "Cadangan Nikel", (Bukti IDN-20), hal.1.
99
Perkiraan cadangan ini meliputi bijih limonit, bijih saprolit kadar rendah (LGSO), dan bijih saprolit kadar tinggi (HGSO) berdasarkan laporan
pemegang izin pertambangan. Lihat pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 117.
92
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
100
2.44. Ekstraksi bijih nikel dari endapan laterit biasanya dilakukan melalui teknik penambangan terbuka atau strip.
Pada dasarnya, ini adalah latihan pemindahan tanah yang membutuhkan lebih banyak pembukaan lahan daripada
penggalian vertikal. Hal ini membuat lahan pertambangan nikel menjadi intensif dan memfasilitasi pengembangan
tambang nikel kecil di mana operasi penambangan dilakukan dengan menggunakan teknik "relatif mentah", dengan
dampak selanjutnya yang lebih tinggi terhadap lingkungan, terutama dalam hal penggundulan hutan dan polusi
101
air.
2.45. Kegiatan penambangan nikel pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: (i) Pembukaan lahan;
(ii) Pengupasan dan penimbunan tanah pucuk (limonit merah) untuk digunakan nanti untuk reklamasi area bekas
tambang, (iii) Pengupasan lapisan penutup (limonit kuning) dan ditimbun di area penimbunan lapisan penutup; (iv)
Pengupasan bijih saprolit, sasaran utama tambang nikel, sebagai produk run-of-mine; dan (v) Reklamasi area bekas
102
tambang.
Gambar 3: Profil lengkap nikel laterit
Sumber: Laporan Maryono, (Bukti IDN-18(BCI)), hal. 13.
2.46. Karena endapan bijih nikel laterit tidak menghasilkan panas reaksi yang sama seperti endapan nikel sulfida,
teknik pemrosesan pirometalurgi seperti tanur listrik tanur putar (RKEF), yang intensif energi, biasanya digunakan,
khususnya terkait HGSO. Dalam proses pirometalurgi ini, "bijih kering dilebur dalam tanur listrik dengan karbon
sebagai zat pereduksi" dan panas diperlukan "untuk menghilangkan kelembapan bebas dan air gabungan selain
103
kalsinasi dan peleburan". Mengenai pemrosesan LGSO dan bijih limonit, metode hidrometalurgi seperti proses
104
Caron dan Pelindian Asam Tekanan Tinggi (HPAL) biasanya digunakan. Angka tersebut merangkum dua teknik
100
Clean Technica, Citra Indonesia di "Electric Vehicles: The Dirty Nickel Problem", (Bukti IDN-66), tersedia di:
https://cleantechnica.com/2020/09/27/electric-vehicles-the-dirty-nickel- problem/ (terakhir diakses 20 Agustus 2021), (Bukti IDN-65).
101
UNCTAD, Lessons from Indonesia's ban on nickel exports, Background document, (Bukti IDN-23), p. 12.
Laporan Sayoga Gautama, (Bukti IDN-15), hlm. 2-3
103
Minerals UK, "Nickel", British Geological Survey, Natural Environment Research Council, (September 2008), (Bukti IDN-12), hal. 8. Proses
pirometalurgi juga dapat melibatkan penggunaan belerang, jika diperlukan matte. Proses ini diselesaikan dengan pemurnian lebih lanjut untuk
menghasilkan feronikel atau matte.
104
Proses Caron melibatkan "reduksi selektif dari bijih dan pelindian amonia". Ini lebih intensif energi daripada HPAL "karena mencakup tahap
pengeringan, kalsinasi, dan reduksi". HPAL melibatkan "pemanasan awal bubur bijih dan pencucian dengan asam sulfat pekat pada suhu dan
tekanan tinggi". Nikel diubah menjadi "garam sulfat terlarut yang diperoleh kembali dari bubur dalam sirkuit dekantasi arus balik (CCD). CCD
melibatkan beberapa tahap pencucian residu dan pemulihan nikel terlarut ... dalam cairan. Asam yang tersisa dalam cairan ini adalah dinetralkan
menggunakan bubur batu kapur, menghasilkan endapan gipsum. Nikel dan sulfida lainnya diendapkan pada tahap berikutnya, melalui reaksi
dengan hidrogen sulfida yang disuntikkan. Logam sulfida campuran ini disempurnakan melalui pencucian ulang dengan oksigen pada tekanan
tinggi, kemudian menghilangkan besi dan tembaga menggunakan reaksi kimia dengan amonia dan udara, dan sulfida, berturut-turut. Amonia
anhidrat dan amonium sulfat ditambahkan ke dalam larutan nikel yang dipanaskan sebelumnya, hidrogen dimasukkan di bawah tekanan tinggi
dan nikel diendapkan. Lihat Minerals UK, "Nickel", British Geological Survey, Dewan Riset Lingkungan Hidup, (September 2008), (Bukti IDN-12),
hlm. 8-9.
102
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
pemrosesan ini.
Gambar 4: Proses smelter Caron dan HPAL
Sumber: Minerals UK, "Nickel", British Geological Survey, Natural Environment Research Council, (September 2008),
(Bukti IDN-12, p. 9)
2.47. Pada saat Panel dibentuk, seluruh fasilitas smelter di Indonesia menggunakan proses pyrometalurgi yaitu RKEF.
Indonesia telah memastikan bahwa pabrik HPAL pertama di Indonesia belum beroperasi pada saat analisis Panel ini.
Meskipun berbagai sumber memberikan perkiraan yang berbeda mengenai kapan pembangkit HPAL akan
105
beroperasi, Indonesia mengatakan kepada Panel bahwa [[***]] pembangkit akan beroperasi mulai [[***]].
Indonesia mengharapkan peningkatan yang signifikan dalam jumlah mengoperasikan fasilitas RKEF di tahun-tahun
106
Hal ini akan menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam jumlah fasilitas pemurnian dalam
mendatang.
107
beberapa tahun ke depan.
2.2.2.4 Dampak lingkungan dari pertambangan nikel
2.48. Kegiatan pertambangan pada umumnya dan pertambangan nikel pada khususnya berdampak pada lingkungan.
Sebagaimana disebutkan di atas, endapan nikel di Indonesia sebagian besar bersifat laterit, yang memerlukan
108
penambangan terbuka atau strip mining untuk mengekstraksi bijih nikel. Jenis penambangan ini memerlukan
pembukaan lahan yang ekstensif, pengupasan tanah lapisan atas dan tanah penutup (batuan atau lapisan tanah yang
menutupi sumber daya mineral yang harus ditimbun) dan pengupasan bijih saprolit yang merupakan objek utama
penambangan nikel. Hal ini menghasilkan dampak lingkungan yang negatif terhadap lanskap, sumber daya air,
kualitas udara, dan emisi. Pengelolaan limbah juga menjadi tantangan bagi semua pelaku bisnis pertambangan,
termasuk pemerintah.
105
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 100.
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 100 (peningkatan [[***]] oleh [[***]]).
107
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 42. Panel mencatat, bagaimanapun, bahwa beberapa bukti dalam berkas menunjukkan bahwa
mungkin ada 30 smelter pada tahun 2024 atau [[***]] smelter pada tahun 2023. Lihat KESDM, I Pedoman Pertambangan Indonesia (2020), (Bukti
IDN-1), hal. 143; dan Laporan Maryono, (Bukti IDN-18(BCI)), hal. 30, masing-masing.
108
Lihat para. 2.40 di atas. Lihat juga A. van der Ent, A.J.M. Baker, M.M.J. van Balgooy, A. Tjoa, "Ultramafic nickel laterites in Indonesia
(Sulawesi, Halmahera): Mining, nickel hyperaccumulators and opportunities for phytomining", Journal of Geochemical Exploration, Vol. 128
(2013), (Bukti IDN-4); dan Clean Technica, Image of Indonesia at "Electric Vehicles: The Dirty Nickel Problem", (Bukti IDN-66), tersedia di:
https://cleantechnica.com/2020/09/27/electric-vehicles-the-dirty-nickel-problem/ (terakhir diakses pada 30 August 2021).
106
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
2.49. Dampak lingkungan utama dari penambangan nikel laterit adalah gangguan lahan karena ekstraksi nikel jenis
ini memerlukan pembersihan pohon, tanaman, dan tanah lapisan atas dari area penambangan. Ini mengakibatkan
penggundulan hutan, hilangnya keanekaragaman hayati, erosi dan kontaminasi tanah, perusakan lahan pertanian
109
dan polusi air melalui sedimen yang tersapu dari tanah lapisan atas yang lepas saat hujan.
2.50. Sumber daya air juga sangat terpengaruh oleh kegiatan penambangan nikel, baik dari segi penggunaan intensif
maupun risiko pencemaran. Pengolahan mineral memerlukan volume air yang besar dari eksplorasi hingga
110
pengolahan, yang mengurangi ketersediaan air untuk keperluan lain. Selanjutnya, penambangan nikel juga dapat
111
112
menjadi sumber pencemaran air, misalnya. melalui drainase asam tambang atau pembuangan air limbah.
Pencemaran air sangat relevan pada tahap pemrosesan, di mana metode penggilingan, penggilingan, dan
113
pemekatan menghasilkan limbah beracun yang kaya akan logam berat dan bahan kimia. Lingkungan laut juga
terkena dampak negatif dari aktivitas pertambangan karena sedimentasi , pembuangan air limbah, dan fasilitas laut
114
dalam untuk menyimpan tailing.
2.51. Pengelolaan limbah masih menjadi tantangan di bidang pertambangan. Limbah meliputi overburden, batuan
sisa (material tidak ekonomis yang dihilangkan dalam ekstraksi bijih) dan tailing (material berbutir halus yang
115
tertinggal setelah memisahkan fraksi berharga dari bijih). Menurunnya kualitas bijih menyebabkan peningkatan
116
yang cukup besar pada limbah penambangan. Karena kadar bijih nikel rendah, hampir 700 ton batuan sisa dan
117
tailing dihasilkan untuk menghasilkan satu ton nikel pada tahun 2017, yang 30% lebih banyak dari tahun 2010.
Fasilitas penyimpanan tailing dapat mencemari tanah dan badan air karena, mis. untuk pencucian tumpukan
118
sampah.
2.52. Kualitas udara juga dipengaruhi secara negatif oleh partikel yang dimobilisasi selama penggalian, peledakan,
dan penghancuran bijih dan oleh emisi gas dari pembakaran bahan bakar di mis. operasi pengeringan dan
119
peleburan. Emisi belerang dioksida yang dihasilkan dari operasi peleburan bereaksi dengan uap air di atmosfer
120
untuk membentuk asam sulfat atau "hujan asam", yang dapat membahayakan vegetasi.
2.53. Kekhawatiran lingkungan lain yang berkembang terkait dengan penambangan nikel adalah peningkatan emisi
109
Clean Technica, Image of Indonesia at "Electric Vehicles: The Dirty Nickel Problem", (Bukti IDN-66), tersedia di:
https://cleantechnica.com/2020/09/27/electric-vehicles-the-dirty-nickel-problem/ (terakhir diakses pada 30 August 2021); Laporan Sayoga
Gautama, (Bukti IDN-15), hal. 3; IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 209 dan
211; UNESCAP, 1992 1992 Environmental Impact Assessment, Guidelines for Mining Development, (Bukti IDN-62); G. Bridge, "Medan Kontes:
Pertambangan dan Lingkungan", Tinjauan Tahunan Lingkungan dan Sumber Daya (2004), Vol. 29, (Bukti IDN-63), hal. 5; NIWA, “Sedimen dan
Penambangan” (9 Maret 2021), (Bukti IDN-65); Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan, Perumusan Kebijakan Dalam Penanganan Kerusakan
Lingkungan Akibat Kegiatan Tambang Nikel di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Vol. 4 No. 2, Agustus 2017, (Bukti IDN-67), hal. 67 dan 21; dan Laporan Pakar Tambahan Sayoga Gautama (17 Maret 2022), (Bukti IDN-109), hal. 4.
110
Tingkat konsumsi air untuk produksi nikel lebih dari dua kali lipat dalam hidrometalurgi daripada menggunakan metode pirometalurgi. Lihat
IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 215.
111
Air asam tambang dihasilkan dari kontak antara oksigen dan air dengan bahan yang kaya sulfida. Bahan-bahan tersebut mengalami reaksi kimia
yang disebut “oksidasi” yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman di permukaan tumpukan sampah. Jika air meresap ke dalam batuan sisa
yang mengandung sulfida, air menjadi diasamkan dan merupakan sumber pencemaran sungai. Masih lama setelah tambang ditutup. Lihat IEA,
Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 215; UNESCAP, 1992 Environmental Impact
Assessment, Guidelines for Mining Development. (Bukti IDN-62); dan G. Bridge, "Medan Kontes: Pertambangan dan Lingkungan", Tinjauan
Tahunan Lingkungan dan Sumber Daya (2004), Vol. 29, (Bukti IDN-63), hal. 213.
112
IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 209.
113
IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 215.
114
IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 40, 146, 215-216.
Penempatan tailing laut dalam telah dianggap sebagai pilihan bagi Indonesia karena tingginya curah hujan dan aktivitas seismik.;
dan Clean Technica, Image of Indonesia at "Electric Vehicles: The Dirty Nickel Problem", (Bukti IDN-66), tersedia di:
https://cleantechnica.com/2020/09/27/electric-vehicles-the-dirty-nickel-problem/ (terakhir diakses pada 30 August 2021).). Lihat
juga AEER, Supply of Nickel Battery Industry from Indonesia and Ecological Social Issues, Action for Ecology and Emancipation of
People (December 2020), (Bukti IDN-64) untuk informasi lebih lanjut mengenai dampak lingkungan potensial untuk pembuangan
limbah pada laut dalam.
115
IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 220.
116
IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 40. Lihat juga A. Dalvi, W. Bacon, R.
Osborne, "The Past and the Future of Nickel Laterites", Konvensi Internasional PDAC 2004, Pameran Dagang & Pertukaran Investor, 7-10 Maret
2004, (Bukti IDN-19) , p. 17; dan 101 UNCTAD, Lessons from Indonesia's ban on nickel exports, Background document, (Bukti IDN-23), hal. 28-29.
117
IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 220.
118
IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 215 dan 220.
119
IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 224. Lihat juga UNCTAD, Lessons from
Indonesia's ban on nickel exports, Background document,p. 12. (Bukti IDN-23), hal. 28-29.
120
UNESCAP, 1992 Environmental Impact Assessment, Guidelines for Mining Development, (Bukti-IDN-62). Perlu dicatat bahwa smelter modern
telah secara drastis mengurangi emisi partikulat dan sulfur dioksida.
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
121
karbon dioksida (CO2). Bijih nikel laterit memiliki konsentrasi nikel yang lebih rendah daripada bijih sulfida. Bijih
kadar rendah membutuhkan lebih banyak energi untuk mengekstrak fraksi berharga, dan untuk memindahkan serta
122
mengolah fraksi limbah. Energi ini terutama berasal dari pembakaran batu bara. Peleburan dan pemurnian bijih
123
nikel laterit melepaskan hampir 90 ton CO2 untuk setiap ton nikel yang dihasilkan.
3. PERMINTAAN TEMUAN DAN REKOMENDASI PARA PIHAK
3.1. Uni Eropa meminta Panel untuk menemukan bahwa larangan ekspor bijih nikel dan DPR tidak sejalan dengan
kewajiban Indonesia berdasarkan Pasal XI:1 GATT 1994. Uni Eropa selanjutnya meminta, berdasarkan Pasal 19.1
124
DSU, agar Panel merekomendasikan agar Indonesia menyelaraskan langkah-langkahnya dengan GATT 1994.
3.2. Indonesia meminta Panel untuk menemukan bahwa (i) Uni Eropa telah gagal untuk menetapkan kasus prima
facie bahwa DPR tidak sejalan dengan Pasal XI:1 GATT 1994, (ii) tindakan yang dipermasalahkan merupakan larangan
atau pembatasan ekspor yang diterapkan sementara untuk mencegah atau meringankan kekurangan kritis suatu
produk yang esensial bagi Indonesia, dalam pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994, dan (iii) alternatifnya, jika Panel
menemukan bahwa tindakan yang dipermasalahkan tidak termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a) dan tidak
125
sejalan dengan Pasal XI:1 GATT 1994, langkah-langkah ini dibenarkan berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994.
4 ARGUMEN PARA PIHAK
4.1. Argumen para pihak tercermin dalam ringkasan eksekutif mereka, yang diberikan kepada Panel sesuai dengan
paragraf 25 Prosedur Kerja Panel (lihat Lampiran B-1 dan B-2).
5 ARGUMEN PIHAK KETIGA
5.1. Argumen Brasil, Kanada, India, Jepang, Korea, Ukraina, Inggris Raya, dan Amerika Serikat tercermin dalam
ringkasan eksekutif mereka, sesuai dengan paragraf 27 Prosedur Kerja Panel (lihat Lampiran C-1, C-2, C-3, C-4, C-5, C6, C-7, dan C-8). Tiongkok, Federasi Rusia, Kerajaan Arab Saudi, Singapura, Tionghoa Taipei, Türkiye, dan Uni Emirat
Arab tidak mengajukan argumen tertulis atau lisan kepada Panel.
6 TINJAUAN INTERIM
6.1 Pendahuluan
6.1. Panel mengeluarkan Laporan Interim kepada para pihak pada 29 Agustus 2022. Indonesia mengajukan
permintaan tertulisnya untuk meninjau aspek-aspek yang tepat dari Laporan Interim pada 12 September 2022. Uni
Eropa memberi tahu Panel bahwa mereka tidak memiliki komentar atas Laporan Interim. Pada 26 September 2022,
Uni Eropa menyampaikan tanggapan atas permohonan peninjauan kembali Indonesia.
6.2. Selain permintaan tertulisnya untuk meninjau aspek-aspek yang tepat dari Laporan Interim, Indonesia membuat
komentar umum yang mengungkapkan kekecewaan terhadap analisis dan pendekatan panel terhadap bukti dalam
surat pengantar yang ditujukan kepada Panel. Panel menolak untuk membahas komentar-komentar ini dalam
tinjauan sementara karena tidak berkaitan dengan aspek-aspek tertentu dari Laporan Interim sebagaimana
disyaratkan dalam Pasal 15.2 DSU, melainkan pandangan Indonesia tentang konteks geopolitik yang lebih luas di
mana perselisihan itu terjadi. Panel mengingatkan bahwa tugasnya berdasarkan Pasal 11 DSU adalah untuk
membuat penilaian obyektif atas masalah dihadapannya, dan membantu DSB dalam membuat rekomendasi dan
126
keputusan yang diatur dalam perjanjian tercakup. Penilaian Panel didasarkan pada fakta dan argumen hukum yang
disampaikan kepada Panel serta penafsiran dari perjanjian tercakup konsisten dengan aturan kebiasaan penafsiran
hukum internasional publik, juga mengingat peran penyelesaian sengketa WTO sebagai elemen sentral dalam
121
IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 133.
IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 197.
123
Clean Technica, Image of Indonesia at "Electric Vehicles: The Dirty Nickel Problem", (Bukti IDN-66), tersedia di:
https://cleantechnica.com/2020/09/27/electric-vehicles-the-dirty-nickel-problem/ (terakhir diakses pada 30 August 2021).
124
Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 53.
125
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 230-232; pengajuan tertulis kedua para. 202-204.
126
Secara khusus, Pasal 11 DSU menetapkan bahwa panel harus "membuat penilaian objektif atas masalah di hadapannya, termasuk penilaian
objektif atas fakta kasus dan penerapan serta kesesuaian dengan perjanjian tercakup yang relevan, dan membuat temuan lain semacam itu.
sebagaimana akan membantu DSB dalam membuat rekomendasi atau dalam memberikan keputusan yang diatur dalam perjanjian yang
tercakup".
122
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
127
"memberikan keamanan dan prediktabilitas untuk perdagangan multilateral sistem". Panel juga menyadari bahwa
setiap rekomendasi Panel yang dapat diadopsi oleh DSB "tidak dapat menambah atau mengurangi hak dan
128
kewajiban yang diberikan dalam perjanjian tercakup". Sejauh pemahaman Panel tentang peraturan WTO yang
relevan , yang dicapai sesuai dengan kewajibannya di bawah DSU, perlu direvisi untuk mempertimbangkan
kekhawatiran yang diajukan Indonesia, kendaraan yang sesuai untuk mengejar itu adalah negosiasi. Oleh karena itu,
merevisi Laporan Sementara untuk menanggapi komentar umum Indonesia tidak akan sesuai dengan tugas Panel di
129
bawah DSU.
6.3. Sesuai dengan Pasal 15.3 DSU, bagian Laporan ini menetapkan tanggapan Panel terhadap permintaan para pihak
yang diajukan pada tahap peninjauan sementara. Selain permintaan para pihak untuk modifikasi substantif, Panel
juga melakukan sedikit perubahan editorial pada paragraf berikut: 7.6, 7.10, 7.11, 7.12, 7.14, 7.22, 7.28, 7.31, 7.52,
7.54, 7.58, 7.59, 7.60, 7.62 , 7.63, 7.65, 7.67, 7.74, 7.81, 7.85, 7.88, 7.89, 7.90, 7.97, 7.99, 7.101, 7.106, 7.108, 7.109,
7.118, 7.124, 7.125, 7.137, 7.138, 7.153, 7.158, 7.125, 7.137, 7.138, 7.125, 7.138, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125,
7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.10.10 , 7.231, 7.262
dan Gambar 5 dan 6. Penomoran beberapa paragraf dan catatan kaki pada Laporan Akhir mengalami perubahan dari
penomoran pada Laporan Interim. Jika salah satu paragraf atau catatan kaki yang disebutkan dalam bagian 6.2 di
bawah telah berubah, Panel menunjukkan nomor paragraf atau catatan kaki dalam Laporan Akhir serta penomoran
asli dalam Laporan Interim.
6.1 Permintaan khusus Indonesia untuk peninjauan
6.1.1 Paragraf 7.17
6.4. Indonesia meminta agar Panel merevisi paragraf 7.17 untuk mencerminkan posisinya sebagaimana dirangkum
dalam paragraf 3.2 Laporan Panel, yang dianggapnya sebagai representasi posisinya yang lebih akurat dan
130
lengkap.
6.5. Panel mencatat bahwa paragraf 7.17 dimaksudkan untuk memberikan ringkasan singkat tentang posisi para
pihak sehubungan dengan Pasal XI GATT. Namun demikian, Panel menerima permintaan Indonesia dan telah
merumuskan ulang paragraf tersebut sesuai dengan itu.
6.1.2 Paragraf 7.48
6.6. Indonesia berargumen bahwa penggunaan istilah "oleh karena itu" dalam kalimat ketiga paragraf 7.48 dapat
menimbulkan kesalahpahaman bahwa dua argumennya yang terpisah tentang sifat internal DPR dan apakah ia
memiliki efek membatasi ekspor saling bergantung satu sama lain. Indonesia meminta Panel untuk merevisi paragraf
7.48 untuk mencerminkan sifat terpisah dari kedua argumen tersebut.
6.7. Menanggapi permintaan Indonesia, Panel telah mengatur ulang kalimat dalam paragraf 7.48 untuk memulai
dengan argumen Indonesia bahwa DPR adalah tindakan internal dan kemudian untuk mencatat argumen Indonesia
bahwa DPR dibuat tidak dapat bekerja sehubungan dengan ekspor karena larangan ekspor.
6.1.3 Paragraf 7.70
6.8. Indonesia meminta Panel untuk merevisi paragraf 7.70 untuk mencatat bahwa data ekspor sebagaimana
dimaksud dalam paragraf 7.69 menegaskan argumennya bahwa DPR tidak mengatur apakah bijih nikel dapat
131
diekspor daripada dianggap sebagai argumen terpisah.
6.9. Panel mencatat bahwa Indonesia mengacu pada data ekspor untuk menjawab pertanyaan Panel No. 13, yang
menanyakan Indonesia apa yang akan terjadi jika larangan ekspor dicabut dan DPR tetap berlaku. Oleh karena itu,
Panel memperlakukan data ekspor tersebut terpisah dari argumentasi utama Indonesia tentang status DPR dalam
sistem hukum Indonesia. Indonesia meminta perhatian Panel atas tanggapannya atas tanggapan Uni Eropa terhadap
127
Pasal 3.2 DSU.
Pasal 3.2 DSU.
129 Lihat
Panel Report, Korea – Stainless Steel Bars, Annex A-3, para. 1.3
130
Komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 3-5.
131
Komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 10.
128
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
pertanyaan Panel No. 77 yang berpendapat bahwa ekspor terjadi karena instrumen hukum tertentu, yang bersifat
lex specialis, mengizinkan ekspor terlepas dari DPR. Sehubungan dengan hal tersebut, Panel telah menghapus frasa
"terpisah dari data ekspor" dari kalimat pertama paragraf 7.70 dan menambahkan rujukan pada komentar Indonesia
terhadap tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 77.
6.1.4 Paragraf 7.87
6.10. Indonesia meminta Panel untuk lebih mencerminkan argumennya tentang mengapa nikel penting bagi
Indonesia dalam paragraf 7.87 sambil mengakui bahwa paragraf tersebut dimaksudkan untuk memberikan ringkasan
132
Dalam hal ini, Indonesia mengacu pada paragraf 109-115 dari paragraf kedua.
singkat dari argumennya.
pengajuan tertulis yang menyajikan data dan argumennya tentang mengapa nikel "penting" bagi Indonesia dalam
133
pengertian Pasal XI:2(a) GATT.
6.11. Panel menerima permintaan Indonesia dan telah memodifikasi paragraf 7.87 untuk mengelaborasi argumen
Indonesia dan memasukkan referensi pada paragraf 109-115 dari pengajuan tertulis keduanya, selain paragraf 136
dari pengajuan tertulis pertamanya. Karena argumen-argumen ini berulang dari yang dirangkum dalam paragraf
7.89, Panel telah menghapus referensi dari paragraf tersebut.
6.1.5 Paragraf 7.111
6.12 Dalam paragraf 7.111 Panel menyimpulkan bahwa Indonesia tidak mengutip teks apa pun dalam peraturan saat
ini yang menunjukkan sifat sementara atau jangka waktu tertentu dari penerapan tindakan tersebut. Indonesia
berargumen bahwa ini adalah gambaran yang tidak akurat dari argumen Indonesia dan meminta Panel untuk
mengubah paragraf tersebut. Indonesia menyatakan bahwa pihaknya berargumen bahwa terlihat jelas dari
peraturannya bahwa Indonesia hanya menerapkan larangan ekspor bijih nikel untuk jangka waktu yang terbatas.
Sehubungan dengan DPR, Indonesia berkomentar bahwa Indonesia telah menunjuk ketentuan khusus yang
menunjukkan bahwa DPR telah diterapkan untuk membatasi ekspor bijih nikel hanya untuk jangka waktu
134
terbatas.
6.13. Panel mencatat bahwa paragraf yang diminta oleh Indonesia untuk diubah muncul di bagian analisis Panel dan
bukan ringkasan argumen Indonesia. Dalam paragraf ini, Panel tidak memaparkan argumen-argumen Indonesia
tetapi mencapai suatu kesimpulan. Panel telah meninjau paragraf 100 dan 102 dari pengajuan tertulis pertama
Indonesia, yang dirujuk oleh Indonesia dalam permintaannya. Panel tidak menemukan dalam paragraf ini rujukan ke
dasar tekstual tertentu dalam peraturan saat ini yang secara eksplisit menyatakan bahwa peraturan tersebut
dimaksudkan untuk bersifat sementara, atau menetapkan kerangka waktu tertentu di mana peraturan tersebut akan
dicabut, atau kriteria pemicu untuk pencabutannya. Oleh karena itu, Panel tidak melihat alasan untuk membuat
perubahan yang diminta oleh Indonesia.
6.2.6 Paragraf 7.228, 7.243, 7.277 dan 7.278
6.14. Sehubungan dengan referensi Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional 2015-2035 (RIPIN), Indonesia
meminta Panel untuk tidak mendasarkan temuannya pada RIPIN karena tidak tepat di hadapan Panel. Indonesia
berargumen bahwa penyerahan bukti oleh Uni Eropa tidak sesuai dengan Prosedur Kerja Panel dan mencerminkan
parafrase ekstensif dari teks aslinya. Sebagai alternatif, Indonesia meminta agar Panel mengklarifikasi status RIPIN
tidak menjadi bagian dari kerangka hukum dan kebijakan kegiatan pertambangan di Indonesia, tetapi hanya
135
bertindak sebagai pedoman untuk pembangunan ekonomi jangka panjang.
6.15. Dalam pandangan Uni Eropa, argumen Indonesia bahwa tidak ada alasan untuk menggugat keakuratan
terjemahan atas dasar bahwa Uni Eropa tidak menyerahkan terjemahan lengkap adalah "sepenuhnya melingkar".
Uni Eropa meminta Panel untuk menolak argumen Indonesia karena akurasi faktual pernyataan dalam paragraf
136
7.228 maupun akurasi terjemahannya tidak ditentang.
6.16. Sebagaimana disebutkan dalam catatan kaki 78, Uni Eropa awalnya menyampaikan bukti ini (Buktit EU-17(rev))
132
Komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 15.
Komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 14.
134
Komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 16-17.
135
Komentar Indonesia pada Laporan Interim, para. 20-21.
136
Komentar Uni Eropa atas komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 4-7.
133
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
serta Bukti EU-16 dan EU-18 dalam bahasa non-resmi WTO disertai dengan bukti terpisah, EU-19, yang berisi
ringkasan dalam bahasa Inggris dari ketentuan yang relevan dari ketiga dokumen tersebut. Menanggapi pertanyaan
Panel setelah sidang kedua, Uni Eropa mengajukan versi revisi dari bukti yang menyoroti bagian teks yang relevan
137
dan termasuk terjemahan bahasa Inggris yang sesuai. Paragraf 6(1) dari Prosedur Kerja, mempertimbangkan
penyerahan terjemahan hanya bagian yang relevan dari suatu bukti, bukan seluruh dokumen, ke dalam bahasa kerja
resmi WTO jika bahasa asli bukti tersebut bukan bahasa kerja resmi WTO. Oleh karena itu, Panel menganggap
masalah yang diangkat Uni Eropa pada bukti ini diselesaikan dengan penyerahan bukti yang telah direvisi. Selain itu,
Indonesia memiliki akses dan kemampuan untuk membaca seluruh dokumen asli Indonesia dan memutuskan apakah
bagian yang diterjemahkan, dalam pandangannya, tidak akurat atau tidak lengkap (dalam hal ini bagian lain
seharusnya juga diterjemahkan). Oleh karena itu, menurut Prosedur Kerja, Indonesia diharuskan untuk mengajukan
138
keberatannya bersamaan dengan penyerahan terjemahan alternatif. Indonesia tidak melakukannya. Oleh karena
itu, Panel menyatakan bahwa RIPIN yang terkandung dalam Bukti EU-17(rev) benar-benar ada sebelumnya.
6.17. Mengenai status RIPIN, Panel menerima permintaan Indonesia untuk mengklarifikasi bahwa RIPIN bertindak
sebagai pernyataan tujuan umum pemerintah Indonesia dan bukan merupakan instrumen yang mengikat secara
hukum. Panel telah mengubah uraian RIPIN dalam paragraf 2.37 untuk mencerminkan hal ini.
6.18. Panel mencatat bahwa Panel tidak bergantung pada RIPIN untuk temuannya pada masalah apa pun. Dalam
paragraf 7.228 Panel mengacu pada prediksi RIPIN bahwa peningkatan permintaan dalam negeri akan
membutuhkan perluasan dalam ekstraksi bijih nikel sebagai bagian dari analisis keseluruhannya tentang apakah
larangan ekspor dan kepatuhan DPR terhadap Pasal 96(c). Dalam paragraf 7.243, Panel mengacu pada RIPIN untuk
mencari dukungan tambahan atas pengamatannya bahwa instrumen hukum yang melaksanakan DPR lebih
memprioritaskan pengembangan industri berbasis sumber daya alam dan menghasilkan nilai tambah di Indonesia
daripada tujuan Pasal 96(c) .
6.19. Dalam paragraf 7.277 dan 7.278, dalam konteks menganalisis kontribusi langkah-langkah yang dipersoalkan
untuk mencapai tujuan dalam arti Pasal XX(d), Panel mengacu pada RIPIN untuk menyoroti proyeksi sumber daya
alam yang dibutuhkan untuk industri Indonesia. dan perkiraan peningkatan permintaan nikel setiap lima tahun dari
2015 hingga 2035. Dalam hal ini, Panel mencatat bahwa RIPIN tidak dirujuk sebagai satu-satunya dasar untuk
mendukung analisisnya tetapi hanya untuk memberikan konteks tambahan. Oleh karena itu Panel menolak
permintaan Indonesia dalam hal ini.
6.2.7 Catatan kaki 466 (sebelumnya 448) pada paragraf 7.228
6.20. Indonesia meminta Panel untuk menghapus catatan kaki 466 (sebelumnya 448) paragraf 7.228 dimana Panel
mengacu pada tanggapan Indonesia atas pertanyaan Panel pada sidang kedua. Indonesia menyampaikan bahwa
argumentasinya adalah untuk menanggapi argumentasi Uni Eropa yang menuntut untuk stainless steel dan baterai
EV dapat dipenuhi melalui impor. Selanjutnya, Indonesia berpendapat bahwa komentarnya dibuat sebagai
tanggapan atas pertanyaan Panel tentang pembelaan afirmatif Indonesia berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994.
Indonesia mencatat bahwa pembelaannya berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 diajukan dalam alternatif untuk
pembenarannya berdasarkan Pasal XI:2(a) dan, oleh karena itu, didasarkan pada asumsi bahwa Panel telah menolak
139
argumennya bahwa akan segera terjadi kekurangan nikel yang kritis di Indonesia. Mengandalkan laporan panel
dalam Dominican Republic – Import and Sale of Cigarettes, Indonesia berpendapat bahwa argumen hukum yang
diajukan oleh suatu pihak untuk mendukung klaim atau pembelaan tertentu tidak boleh digunakan untuk
melawannya dalam penilaian klaim atau pembelaan alternatif.
6.21. Sebagai tanggapan, Uni Eropa mengamati bahwa kutipan Panel atas tanggapan Indonesia dalam catatan kaki
466 merupakan bagian dari analisis berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 dan bahwa Indonesia sendiri mengakui
bahwa tanggapannya berada dalam konteks ketentuan yang sama. Oleh karena itu Uni Eropa meminta Panel untuk
140
menolak permintaan Indonesia untuk menghapus catatan kaki tersebut.
6.22. Panel telah meninjau pernyataan yang dibuat pada siding kedua. Tanggapan Indonesia tersebut disampaikan
dalam konteks pertanyaan mengenai Pasal XI:2(a) dan bukan Pasal XX(d) GATT 1994. Apalagi, pernyataan tersebut
137
Tanggapan Uni Eropa terhadap Pertanyaan Panel No. 125; Bukti EU-17(rev).
Prosedur Kerja Panel, para. 6(2).
139
Komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 23-26 (mengacu Panel Report, Dominican Republic – Import and Sale of Cigarettes, paragraf
7.275 dan 7.277).
140
Komentar Uni Eropa atas komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 9.
138
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
berkaitan dengan hal yang bersifat faktual bukan argumentasi hukum. Oleh karena itu, Panel berpendapat bahwa
pertimbangan panel dalam Dominican Republic – Import and Sale of Cigarettes, tidak tepat. Masalah faktual yang
dipermasalahkan adalah apakah Indonesia mengimpor bijih nikel atau berusaha memenuhi permintaan yang
meningkat melalui perluasan ekstraksi nikel dalam negeri. Untuk menghindari kebingungan, Panel telah
memodifikasi catatan kaki untuk merujuk pada INSG, Laporan Produksi dan Penggunaan Nikel di Indonesia, Februari
2020 (Bukti IDN-13) sehubungan dengan masalah faktual impor produk nikel Indonesia. Panel telah menghapus
kutipan tersebut tetapi menyatakan bahwa Indonesia telah mengkonfirmasi kurangnya impor pada sidang kedua.
6.2.8 Isu-isu BCI yang diangkat oleh Panel
6.23. Pada saat yang sama dikeluarkan Laporan Interim, Panel mencatat bahwa ringkasan eksekutif para pihak dari
pengajuan mereka berisi BCI dan meminta para pihak untuk menyerahkan versi non-rahasia yang sama. Kedua belah
pihak menyerahkan ringkasan eksekutif versi non-rahasia yang diminta (lihat Lampiran B-1 dan B-2).
6.24. Sehubungan dengan judul bukti, Panel mencatat bahwa Indonesia tidak secara khusus menunjukkan bahwa
judul bukti mengandung BCI dan, oleh karena itu, Panel tidak bermaksud untuk menyunting salah satu judul bukti
bahkan jika isi dari sebuah bukti kemungkinan akan disunting. Indonesia menanggapi dengan meminta Panel untuk
memperlakukan judul dua bukti sebagai BCI: Bukti IDN-111 dan IDN-113. Kedua bukti ini memuat keterangan tertulis
dari orang-orang yang mengetahui langsung kegiatan pertambangan di Indonesia. Indonesia telah meminta Panel
untuk melindungi nama-nama individu tersebut dan menyatakan bahwa hak milik memenuhi definisi BCI
141
sebagaimana diatur dalam Prosedur Kerja Tambahan mengenai BCI. Panel akan memperlakukan sebagai BCI
nama-nama affiant dalam judul Bukti IDN -111 dan IDN-113 dalam daftar bukti. Panel juga akan menyunting namanama dan karakteristik pengidentifikasian para pihak yang terkait di mana pun dirujuk dalam Laporan Panel (lihat
paragraf 7.246, 7.282, 7.284).
6.25. Indonesia setuju dengan Panel bahwa meskipun Gambar 3 Laporan Interim diambil dari Laporan Maryono
142
(Bukti IDN-18 (BCI)), namun tidak memuat BCI dan dapat dimasukkan dalam Laporan Akhir tanpa redaksi. Oleh
karena itu, Panel , tidak mengubah Laporan Interim sehubungan dengan Gambar 3.
7 TEMUAN-TEMUAN
7.1 Persoalan pendahuluan
7.1. Dalam pengajuan tertulisnya yang pertama, Indonesia mengajukan keberatan pendahuluan terhadap
pencantuman permintaan Uni Eropa untuk pembentukan panel peraturan berikut: Permen ESDM No. 7/2012,
143
11/2012, 20/2013, dan 1/2014, dan Permendag No. 96/2019.
Indonesia berargumen bahwa Panel harus
menemukan bahwa Permen ESDM No. 7/2012, 11/2012, 20/2013 dan 1/2014 berada di luar kerangka acuannya
144
karena tidak menjadi subyek konsultasi dan memperluas ruang lingkup dan mengubah esensi sengketa. Indonesia
145
meminta agar Panel membahas sanggahan yurisdiksinya, baik sebagai putusan sela atau dalam laporannya. Selain
itu, sebagaimana disebutkan dalam paragraf 2.24 di atas, Panel mengamati bahwa Uni Eropa menyebutkan dalam
pengajuan tertulis pertamanya dua aturan yang diadopsi pada tahun 2020 – UU No. 3/2020 yang mengubah UU No.
4/2009 dan Permen ESDM No. 7/2020. Tak satu pun dari aturan-aturan ini muncul dalam permintaan konsultasi,
146
yang berasal dari tahun 2019 maupun dalam permintaan pembentukan panel, yang berasal dari awal tahun
147
2021.
7.2. Pasal 7.1 DSU menetapkan parameter kerangka acuan (atau yurisdiksi) Panel terbatas pada masalah yang
148
disebutkan dalam permintaan pembentukan panel. Kerangka acuan memiliki dua tujuan penting: pertama, untuk
141
142
Komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 29.
Komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 30.
143
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 71.
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 72. Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 21. Sehubungan dengan Permendag No.
96/2019, Indonesia mengakui bahwa itu termasuk dalam kerangka acuan Panel berdasarkan Pasal 6.2 dan 7.1 DSU.
145
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 76
146
WT/DS592/1.
147
WT/DS592/3.
148
Secara khusus, Pasal 7.1 DSU menyatakan bahwa kerangka acuan standar panel adalah: Untuk memeriksa, berdasarkan ketentuan yang
relevan dalam (nama persetujuan(-persetujuan) tercakup yang dikutip oleh para pihak yang bersengketa), masalah dirujuk ke DSB oleh (nama
pihak) dalam dokumen …
144
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
memberikan pihak dan pihak ketiga informasi yang cukup tentang klaim yang dipermasalahkan dalam sengketa
untuk memberi mereka kesempatan untuk menanggapi kasus penggugat; dan kedua, untuk menetapkan yurisdiksi
149
panel dengan menentukan klaim yang tepat yang dipermasalahkan dalam sengketa.
7.3. Persyaratan untuk permintaan pembentukan panel diatur dalam Pasal 6.2 DSU, yang mensyaratkan bahwa
Anggota yang mengajukan keberatan mencatat apakah konsultasi diadakan dan, di bagian yang relevan,
mengidentifikasi langkah-langkah khusus yang dipermasalahkan. Pasal 4.4 DSU menetapkan ketentuan yang
berkaitan dengan permintaan konsultasi, dan juga mensyaratkan Anggota yang mengajukan gugatan untuk
mengidentifikasi aturan-aturan yang dipermasalahkan. Sebuah panel menganalisis permintaan pembentukan panel
untuk konsistensi dengan Pasal 6 DSU berdasarkan kasus per kasus dengan melihat permintaan secara langsung dan
150
mengingat keadaan yang menyertainya. Meskipun peristiwa selanjutnya dalam persidangan panel, termasuk
pengajuan oleh salah satu pihak, dapat membantu panel dalam mengkonfirmasikan arti kata-kata dalam permintaan
151
panel, peristiwa tersebut tidak memiliki efek menyembuhkan kekurangan permintaan panel.
7.4. Badan Banding telah mengklarifikasi, dan Panel ini setuju, "bahwa pemberian yurisdiksi dalam sebuah panel
152
merupakan prasyarat mendasar bagi proses panel yang sah" . pembentukan panel untuk memastikan kepatuhan
153
terhadap surat dan semangat DSU. Mengingat persyaratan mendasar bahwa panel tidak melebihi mandatnya,
Badan Banding telah menegaskan bahwa:
[P]anel tidak bisa begitu saja mengabaikan masalah yang menjadi akar dari yurisdiksi
mereka – yaitu, otoritas mereka untuk menangani dan menyelesaikan masalah.
Sebaliknya, panel harus menangani isu-isu tersebut – jika perlu, atas mosi mereka sendiri –
154
untuk meyakinkan diri sendiri bahwa mereka memiliki wewenang untuk melanjutkan.
7.5. Oleh karena itu, Panel, selain menanyakan kepada Uni Eropa tentang peraturan yang diajukan Indonesia dalam
keberatan pendahuluannya, menyampaikan kepada para pihak bahwa Uni Eropa telah mengacu pada Permen ESDM
155
No. 7/2020 sebagai aturan yang menerapkan DPR dan meminta Uni Eropa untuk mengklarifikasi apakah mereka
156
mencari temuan-temuan sehubungan dengan peraturan ini dalam tuntutannya terhadap DPR. Peraturan tersebut
melewati permintaan konsultasi (2019), tetapi bukan permintaan pembentukan panel (2021).
7.1.1 Argumentasi utama para pihak
7.6. Uni Eropa mengklarifikasi bahwa permintaannya untuk temuan-temuan tentang larangan ekspor terbatas pada
157
instrument-instrumen hukum yang saat ini menerapkan tindakan tersebut.
Uni Eropa menyatakan hanya
menyebutkan instrumen Indonesia yang sebelumnya berlaku melalui mana larangan ekspor diterapkan "untuk
158
memberikan kerangka yang tepat dari instrumen yang saat ini berlaku". Uni Eropa mengacu pada Pasal 66 Permen
ESDM No. 7/2020 dalam pengajuan tertulis pertamanya sebagai salah satu instrumen hukum yang digunakan DPR
159
untuk dilaksanakan. Menanggapi sebuah permintaan klarifikasi dari Panel, Uni Eropa menjelaskan bahwa ia
dan untuk membuat temuan yang akan membantu DSB dalam membuat rekomendasi atau dalam memberikan keputusan yang diatur dalam
persetujuan(-persetujuan) tersebut.
149
Panel Report, China – Publications and Audiovisual Products, para. 7.27 (merujuk pada Appellate Body Report, Brazil – Desiccated Coconut, p.
22, DSR 1997:I, 167 at 186).
150
Appellate Body Report, US – Carbon Steel, para. 127. Lihat juga Appellate Body Report, Korea – Dairy,paras. 124-127.
151
Appellate Body Report, EC and certain member States – Large Civil Aircraft, para. 642 (merujuk pada Appellate Body Reports, EC –
Bananas III, para. 143; dan US – Carbon Steel, para. 127).
152
Appellate Body Report, Mexico – Corn Syrup (Article 21.5 – US), para. 36 (mengutip Appellate Body Report, United States – 1916 Act,
fn 32, para. 54).
153
Appellate Body Report, EC – Bananas III, para. 142.
154
Appellate Body Report, Mexico – Corn Syrup (Article 21.5 – US), para. 36. Lihat juga para. 53.
155
Sehubungan dengan UU No. 3/2020, Panel mencatat bahwa undang-undang tersebut secara tegas mengubah UU No. 4/2009. Baik
permintaan Uni Eropa untuk konsultasi dan pembentukan panel menyatakan bahwa permintaan tersebut mencakup instrumen hukum yang
terdaftar serta "setiap lampirannya, pemberitahuan, temuan awal, tinjauan, amandemen, tambahan, penggantian, pembaharuan,
perpanjangan, tindakan penerapan atau tindakan apa pun tindakan terkait lainnya”. Badan Banding dan panel sebelumnya telah menerima
penggunaan bahasa tersebut sebagai mekanisme yang tepat untuk memasukkan instrumen hukum yang tidak secara tegas tercantum dalam
kerangka acuan panel. Lihat Appellate Body Report, European Communities – Bananas III, para. 140. Lihat juga, Panel Reports, EC – IT
Products, para. 7.140; Japan – Film, para. 10.8; dan China – Publications and Audiovisual Products, para. 7.20. Oleh karena itu, Panel tidak
melihat alasan untuk meragukan bahwa UU No. 3/2020 termasuk dalam kerangka acuan Panel.
156
Pertanyaan panel No. 20 dan 22.
157
Pernyataan pembukaan Uni Eropa pada pertemuan pertama Panel, para. 6.
158
Pernyataan pembukaan Uni Eropa pada pertemuan pertama Panel, para. 8.
159
Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 36.
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
meminta Panel untuk membuat temuan-temuan atas peraturan ini.
160
7.7. Panel selanjutnya meminta Uni Eropa untuk secara khusus membahas masalah apakah Permen ESDM No.
161
7/2020 berada dalam kerangka acuan Panel meskipun tidak tercantum dalam konsultasi atau permintaan panel.
162
Sebagai tanggapan, Uni Eropa mencatat bahwa peraturan tersebut tidak berlaku pada saat permintaan konsultasi.
Uni Eropa berpendapat bahwa DPR dijelaskan dengan jelas baik dalam permintaan konsultasi maupun permintaan
pembentukan panel dan bahwa daftar perangkat hukum yang melaksanakan DPR berisi dalam permintaan tersebut
163
menjelaskan bahwa itu tidak lengkap.
7.8. Uni Eropa mencatat bahwa resital dalam Permen ESDM No. 7/2020 menunjukkan bahwa hal itu dimaksudkan
untuk menyesuaikan Permen ESDM No. 11/2018 dan berfungsi untuk mengimplementasikan UU No. 4/2009.
Permen ESDM No. 11 Tahun 2018 dan UU No. 4 Tahun 2009 keduanya tercantum dalam permintaan konsultasi
sementara UU No. 4 Tahun 2009 tercantum dalam permintaan pembentukan panel. Uni Eropa menjelaskan, dalam
hal ini, bahwa permintaannya untuk pembentukan panel mencakup amandemen dan langkah-langkah implementasi
atau langkah-langkah terkait lainnya yang terkandung dalam permintaan tersebut. Uni Eropa juga mencatat bahwa
164
bahasa tegas Pasal 66 Permen ESDM No. 7/2020 terkait langsung dan memperkuat DPR.
7.9. Indonesia berpendapat bahwa Permen ESDM 7/2012, 11/2012, dan 20/2013 jelas tidak termasuk dalam
kerangka acuan Panel karena peraturan tersebut memperluas ruang lingkup perselisihan untuk memasukkan
tindakan yang mendahului yang dirujuk dalam permintaan konsultasi dan mengubah esensi sengketa untuk
165
memasukkan langkah-langkah yang mengizinkan ekspor bijih nikel. Indonesia berpendapat bahwa tujuan Permen
ESDM No. 7/2020 bukan untuk menerapkan instrumen hukum apa pun yang diidentifikasi oleh Uni Eropa sebagai
tindakan yang dipermasalahkan dalam permintaannya untuk pembentukan panel. Menurut Indonesia, Permen
ESDM No. 7 Tahun 2020 tidak bertujuan untuk menyesuaikan DPR, melainkan mengatur ketentuan tentang tata cara
pemberian wilayah, perizinan, dan pelaporan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara dan secara
tegas terkait pada Pasal 124-126 UU No. 4 Tahun 2009, terkait usaha jasa pertambangan. Indonesia juga mencatat
bahwa Permen ESDM No. 11/2018, yang diubah oleh Permen ESDM No. 7/2020, tidak diidentifikasi oleh Uni Eropa
dalam permintaannya untuk pembentukan panel sebagai salah satu tindakan khusus yang konon menerapkan
166
Dalam pandangan Indonesia, pencantuman Permen ESDM No. 7/2020 dalam persidangan ini akan
DPR.
167
memperluas ruang lingkup dan mengubah esensi perselisihan ini.
7.1.2 Analisis oleh Panel
7.10. Pasal 4 dan 6 DSU mensyaratkan bahwa Anggota yang mengajukan gugatan mengidentifikasi aturan-aturan
yang dipermasalahkan baik dalam permintaan konsultasi maupun permintaan pembentukan panel dan bahwa
aturan-aturan tersebut menjadi subjek konsultasi sebelum dapat dimasukkan dalam kerangka acuan panel. Jika Uni
Eropa meminta temuan tentang tindakan yang tidak dikonsultasikan atau disebutkan dalam permintaannya untuk
pembentukan panel, tindakan tersebut dapat berada di luar kerangka acuan Panel. Pada saat yang sama, panel dan
Badan Banding telah mengakui bahwa situasi perselisihan dapat berubah dari waktu ke waktu karena Anggota yang
mengajukan gugatan belajar lebih banyak melalui konsultasi atau sebagai Anggota yang merespons memperbarui
atau mengubah aturan-aturannya. Oleh karena itu, penggugat diberikan fleksibilitas sehubungan dengan cara
mereka memenuhi kewajiban dalam Pasal 4 dan 6 DSU selama hak proses hukum tergugat tidak dirugikan. Panel dan
Badan Banding telah mengakui bahwa tergugat harus menerima pemberitahuan yang memadai tentang kasus
tersebut di hadapan mereka dan bahwa penambahan instrumen hukum yang dipertimbangkan di bawah yurisdiksi
168
panel tidak boleh mengubah esensi sifat sengketa atau memperluas cakupannya.
7.11. Meskipun identifikasi tindakan dengan merujuk pada nama dan nomor instrumen hukum tertentu adalah cara
termudah bagi Anggota untuk mematuhi Pasal 4 dan 6 DSU, hal itu tidak diperlukan. Penggugat dapat secara
substantif mengidentifikasi tindakan, mis. dengan memberikan deskripsi naratif tentang sifat tindakan sehingga
160
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 22.
Pertanyaan panel No. 72.
162
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 72.
163
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 72.
164
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 72.
165
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 21 (mengacu pada Appellate Body Report, Argentina – Import Measures, para. 5.3).
166
Komentar Indonesia atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 72.
167
Komentar Indonesia atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 72.
168
Panel Report, China – Publications and Audiovisual Products, para. 7.20 (merujuk pada Panel Report,
EC – Bananas III, para. 7.27; juga Panel Report, US – Carbon Steel, para. 8.41).
161
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
169
panel dan pihak yang menanggapi dapat membedakan tindakan tersebut dari konsultasi atau permintaan panel.
Hal ini sangat penting karena konsep tindakan sebagaimana tercantum dalam Pasal 3.3 DSU adalah tidak disamakan
dengan konsep instrumen hukum tertentu (misalnya undang-undang atau peraturan). Tindakan untuk tujuan
penyelesaian sengketa WTO mencakup setiap tindakan atau kelalaian yang disebabkan oleh Anggota dan,
karenanya, dapat mencakup tidak hanya instrumen hukum individual tetapi juga tindakan, praktik tidak tertulis, atau
170
beberapa instrumen atau tindakan yang beroperasi bersama.
7.12. Sehubungan dengan tambahan peraturan yang dirujuk oleh Indonesia, Panel mencatat klarifikasi Uni Eropa
bahwa mereka hanya mencari temuan dan rekomendasi sehubungan dengan larangan ekspor yang diberlakukan
pada Januari 2014 seperti yang saat ini diberlakukan secara hukum – yaitu melalui Permendag No. 96/2019 dan
Permen ESDM No. 11/2019. Tidak ada perdebatan bahwa instrumen-instrumen ini berada dalam kerangka acuan
Panel. Panel mencatat klarifikasi Uni Eropa bahwa setiap rujukan pada instrumen di hadapannya, termasuk yang
sebelum tahun 2014, adalah untuk memberikan konteks untuk memahami situasi saat ini dan tidak mencari temuan
atau rekomendasi atas instrumen hukum tersebut. Klarifikasi ini cukup untuk memastikan bahwa klaim Uni Eropa
tidak merugikan hak proses hukum Indonesia, juga tidak melampaui kerangka acuan Panel. Pencantuman perangkat
hukum dalam permohonan pembentukan panel atau dalam pengajuan tertulis yang tidak muncul dalam
permohonan konsultasi tidaklah ideal. Uni Eropa, bagaimanapun, tidak mencari temuan tentang peraturan ini. Panel,
oleh karena itu, melihat tidak perlu membuat keputusan khusus sehubungan dengan apakah mereka dapat
dimasukkan dalam kerangka acuannya di bawah standar yang dibahas di atas.
7.13. Beralih pada Permen ESDM No. 7/2020, mengingat panduan dari Badan Banding dan panel-panel sebelumnya,
Panel berpandangan bahwa itu akan berada dalam kerangka acuan Panel jika isinya dicakup oleh deskripsi naratif
dari DPR dalam permintaan konsultasi dan pembentukan panel.
7.14. Dalam hal ini, Uni Eropa mengidentifikasi tindakan khusus yang dipersoalkan sebagai DPR dan memberikan
gambaran naratif tentang DPR baik dalam permintaan konsultasi maupun pembentukan panel. Dalam permintaan
konsultasinya, Uni Eropa mencatat bahwa ekspor produk pertambangan tertentu, termasuk nikel harus menjalani
kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian di Indonesia sebagaimana ditentukan oleh Kementerian ESDM dan bahwa
171
mineral yang belum menjalani operasi pengolahan dan/atau pemurnian tersebut tidak boleh untuk diekspor.
Dalam permohonan pembentukan panel, Uni Eropa mencatat bahwa DPR mewajibkan perusahaan pertambangan
untuk meningkatkan nilai bahan mentah yang relevan melalui pelaksanaan operasi pengolahan dan/atau pemurnian
tertentu di Indonesia sebelum mengekspornya, yang memiliki "konsekuensi mencegah ekspor bahan mentah yang
172
bersangkutan kecuali bahan tersebut telah diproses dan/atau dimurnikan dengan semestinya". Meskipun Uni
Eropa memberikan daftar ilustratif instrumen hukum yang menerapkan langkah-langkah yang digugat baik dalam
permintaan konsultasi maupun pembentukan panel, deskripsi naratif dari tindakan tersebut berfungsi untuk
memberi tahu Indonesia tentang esensi dan ruang lingkup perselisihan terlepas dari instrumen hukum apa dalam
sistem Indonesia yang menciptakan situasi yang teridentifikasi. Indonesia cukup diberitahu bahwa Uni Eropa prihatin
dengan upaya pemerintah Indonesia untuk melarang ekspor bijih nikel dan sebaliknya, mengharuskan bijih tersebut
diproses atau dimurnikan di dalam negeri dengan hanya produk hilir berikutnya yang diizinkan untuk diekspor.
7.15. Panel membandingkan deskripsi DPR Uni Eropa dengan kata-kata dalam Pasal 66 Permen ESDM No. 7/2020.
Pasal 66 melarang pemegang IUP dan IUPK untuk "menjual produk hasil Pertambangan ke luar negeri sebelum
melakukan pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang173
undangan…". Panel menemukan identitas yang mencolok di antara susunan kata Pasal 66 dan gambaran DPR Uni
Eropa. Pasal 66 beroperasi persis seperti yang dituduhkan oleh Uni Eropa tentang tindakan yang dirujuknya
sebagaimana DPR beroperasi. Dalam pandangan Panel, permintaan Uni Eropa untuk konsultasi dan pembentukan
panel cukup menggambarkan sifat substantif Pasal 66 Permen ESDM No. 7/2020 sedemikian rupa sehingga Uni
Eropa telah mematuhi Pasal 4 dan 6 DSU.
7.16. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Panel menemukan bahwa Pasal 66 Permen ESDM No. 7/2020, oleh
karena itu, dalam kerangka acuannya.
169
Appellate Body Report, US – Continued Zeroing, para. 168.
Appellate Body Report, US – Corrosion-Resistant Steel Sunset Review, para. 81. Lihat juga Appellate Body Report, US –
Softwood Lumber IV (Article 21.5 – Canada), para. 67.
170
171
WT/DS592/1.
WT/DS592/3.
173
Permen ESDM No. 7/2020 (Bukti EU-12(b)).
172
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.2 Pasal XI GATT 1994
7.17. Uni Eropa menggugat baik larangan ekspor maupun DPR karena tidak sejalan dengan Pasal XI:1 GATT 1994.
Indonesia, pada bagiannya, meminta Panel untuk menemukan bahwa (i) Uni Eropa gagal menetapkan kasus prima
facie bahwa DPR tidak sejalan dengan Pasal XI:1 GATT 1994, (ii) langkah-langkah yang dipersoalkan merupakan
larangan atau pembatasan ekspor yang diterapkan sementara untuk mencegah atau mengurangi kekurangan kritis
suatu produk esensial bagi Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal XI:2 (a) GATT 1994, dan (iii) sebagai
alternatif, seandainya Panel menemukan bahwa tindakan yang dipermasalahkan tidak termasuk dalam ruang lingkup
Pasal XI:2(a) dan tidak konsisten dengan Pasal XI:1 GATT 1994, langkah-langkah ini dibenarkan berdasarkan Pasal
XX(d) GATT 1994.
7.18. Pasal XI:1 GATT 1994 menyatakan:
Tidak ada larangan atau pembatasan selain bea, pajak atau pungutan lain, baik yang
diberlakukan melalui kuota, izin impor atau ekspor atau tindakan lain, yang akan
diberlakukan atau dipertahankan oleh pihak penandatangan persetujuan pada impor
produk apa pun dari wilayah pihak penandatangan persetujuan lainnya atau atas ekspor
atau penjualan untuk ekspor produk apa pun yang ditujukan ke wilayah pihak
penandatangan persetujuan yang lain.
7.19. Pasal XI: 1 tidak mengizinkan pemeliharaan atau pengenaan larangan atau pembatasan selain bea, pajak atau
pungutan lain, baik yang diberlakukan melalui kuota, izin ekspor atau tindakan lain, atas ekspor atau penjualan untuk
ekspor produk apa pun yang ditujukan ke wilayah tersebut dari Anggota lainnya. Dengan demikian, untuk
membuktikan ketidakkonsistenan dengan Pasal XI:1, Uni Eropa harus menunjukkan dua unsur: (i) bahwa tindakan
Indonesia merupakan larangan atau pembatasan ekspor atau penjualan untuk ekspor produk dari Indonesia, dan (ii)
174
bahwa larangan tersebut diberlakukan melalui "kuota, lisensi impor atau ekspor atau tindakan lain".
7.20. Pasal XI:2 GATT 1994 mengecualikan beberapa jenis pembatasan atau larangan impor dan ekspor dari
kewajiban umum untuk menghilangkan pembatasan kuantitatif berdasarkan Pasal XI:1. Secara khusus, sub-ayat (a)
Pasal XI:2 menetapkan bahwa ketentuan-ketentuan ayat 1 tidak akan diperluas pada:
Larangan atau pembatasan ekspor diberlakukan sementara untuk mencegah atau
mengurangi kekurangan kritis bahan makanan atau produk lain yang penting bagi pihak
pengekspor;
…
7.21. Berbeda dengan pembelaan afirmatif, tergugat yang mengajukan Pasal XI:2(a) tidak mengakui adanya
ketidakkonsistenan dengan Pasal XI:1 yang bagaimanapun dibenarkan, melainkan mempertahankan bahwa tidak ada
175
Meskipun Pasal XI:2(a) bukanlah pembelaan afirmatif, panel
kewajiban berdasarkan Pasal XI:1 GATT 1994.
sebelumnya telah menemukan bahwa beban pembuktian masih berada pada tergugat untuk menunjukkan bahwa
176
syarat-syarat Pasal XI:2(a) dipenuhi.
7.22. Untuk menunjukkan bahwa suatu tindakan memenuhi ketentuan Pasal XI:2(a), Indonesia harus menunjukkan
bahwa tindakannya merupakan larangan atau pembatasan ekspor bahan makanan atau produk yang penting
baginya dan yang diterapkan sementara untuk mencegah atau mengurangi kekurangan yang kritis. Persyaratan ini
bersifat kumulatif. Jika tergugat gagal menunjukkan salah satunya maka pengecualian dari kewajiban dalam Pasal
177
XI:1 GATT 1994 tidak berlaku.
7.23. Badan Banding telah menjelaskan bahwa Pasal XI:2(a) GATT 1994 “harus ditafsirkan sedemikian rupa untuk
memberi arti pada setiap konsep yang terkandung dalam ketentuan itu. Pada saat yang sama, Panel harus
174
Panel Report, EU – Energy Package, para. 7.243; dan India – Quantitative Restrictions, para. 5.129.
Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 334.
176
Panel Reports, China – Raw Materials, para. 7.213.
177
Appellate Body Report, Japan – Apples, para. 176, merujuk pada Appellate Body Report,
Japan – Agricultural Products II, para. 89 ((menjelaskan bahwa ketika persyaratan jelas bersifat kumulatif setiap kali salah satu dari
persyaratan tersebut tidak terpenuhi, tindakan yang dipermasalahkan tidak memenuhi ketentuan tersebut).
175
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
178
mempertimbangkan bahwa perbedaan konsep ini memberi arti satu sama lain". "Misalnya, apakah kekurangan itu
'kritis' dapat diinformasikan oleh seberapa 'penting' suatu produk tertentu. Selain itu, karakteristik produk serta
faktor-faktor yang berkaitan dengan situasi kritis, dapat menginformasikan durasi suatu tindakan dapat
179
dipertahankan."
7.24. Panel mencatat bahwa Indonesia merumuskan argumennya dengan cara memperlakukan Pasal XI:2(a) GATT
1994 lebih sebagai pembelaan afirmatif daripada pengecualian dari penerapan Pasal XI:1 GATT 1994. Secara khusus,
Indonesia hanya berpendapat bahwa tindakan tersebut termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a) GATT 1994
180
dalam hal Panel menemukan bahwa tindakan yang dipermasalahkan tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994.
7.25. Pasal 12.7 DSU mensyaratkan bahwa laporan panel "menetapkan temuan fakta, penerapan ketentuan yang
181
relevan dan alasan dasar di balik setiap temuan dan rekomendasi yang dibuatnya". Mengingat sifat Pasal XI:2(a )
GATT 1994 sebagai pengecualian dari pemberlakuan kewajiban dalam Pasal XI:1 GATT 1994, Panel pertama-tama
akan menentukan apakah tindakan Indonesia memenuhi semua unsur Pasal XI:2(a) GATT 1994. Jika Panel
menemukan bahwa Pasal XI:1 berlaku untuk langkah-langkah yang dipermasalahkan, Panel akan beralih ke analisis
klaim Uni Eropa berdasarkan Pasal XI:1 GATT 1994.
7.2.1 Apakah tindakan Indonesia merupakan larangan atau pembatasan ekspor atau penjualan untuk ekspor bijih
nikel
7.26. Appellate Body menjelaskan dalam China – Raw Materials bahwa pengecualian dari penerapan Pasal XI:1 GATT
1994 yang dimuat dalam Pasal XI:2(a) GATT 1994 harus berlaku untuk jenis tindakan yang sama seperti Pasal XI:1
182
GATT 1994 yaitu setiap tindakan yang melarang atau membatasi ekspor barang-barang tertentu.
7.27. Istilah "larangan" dalam pengertian Pasal XI GATT 1994 adalah "larangan yang sah atas perdagangan atau
183
impor komoditas tertentu", sedangkan istilah "pembatasan", yang lebih luas dari larangan , diartikan sebagai "hal
184
yang membatasi seseorang atau sesuatu, pembatasan tindakan, keadaan atau peraturan yang membatasi”. Badan
Banding mempertimbangkan bahwa istilah-istilah ini diinformasikan oleh pengertian "kuantitatif" dalam judul Pasal
185
XI:1 GATT 1994. Dengan demikian, ketentuan ini "mencakup larangan dan pembatasan yang berdampak terbatas
186
pada jumlah atau jumlah suatu produk yang diimpor atau diekspor". Dengan demikian, hanya larangan atau
pembatasan yang membatasi impor atau ekspor yang termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:1 GATT 1994. Anggota
pengadu harus menentukan bagaimana ia yakin suatu tindakan yang digugat tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT
1994 dan dengan demikian harus menjelaskan apakah ia percaya bahwa tindakan itu membatasi atau melarang
eksportasi dan bagaimana melakukannya.
7.28. Suatu pihak menunjukkan apakah ada pembatasan atau larangan melalui desain, arsitektur, dan struktur
pengungkapan tindakan yang dipertimbangkan dalam konteksnya yang relevan, dan bukan dengan mengukur
187
Sementara data numerik atau statistik tentang dampak
dampaknya melalui pemeriksaan arus perdagangan.
aktual suatu tindakan terhadap arus perdagangan tidak penting untuk menetapkan ketidakkonsistenan, dapat
digunakan sebagai bukti untuk menginformasikan pemeriksaan keseluruhan tentang apakah suatu tindakan memiliki
188
efek pembatasan dalam arti Pasal XI:1 GATT 1994. Meskipun niat bukan merupakan elemen yang secara khusus
dirujuk atau disyaratkan dalam penyelesaian sengketa WTO, bukti dari hasil yang diinginkan dari suatu kebijakan,
189
juga dapat menjadi bagian dari konteks yang relevan yang diperiksa panel ketika mengevaluasi suatu tindakan.
7.29. Ungkapan "diberlakukan melalui", yang mendahului istilah "kuota, izin impor atau ekspor atau tindakan lain"
dalam ketentuan dipahami berarti bahwa "ruang lingkup Pasal XI: 1 meliputi tindakan melalui mana larangan atau
178
Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 328.
Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 328.
180
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 231
181
Pasal 12.7 DSU (penekanan ditambahkan).
182
Lihat Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 319-321.
183
Panel Report, India – Autos, para. 7.270.
184
Appellate Body Reports, Argentina – Import Measures, para. 5.217 (mengutip Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 319).
185
Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 320.
186
Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 320.
187
Appellate Body Reports, Argentina – Import Measures, para. 5.217.
188
Panel Report, Indonesia – Import Licensing Regimes, para. 7.50.
189 189
Panel Report, Mexico – Taxes on Soft Drinks, para. 8.91. Lihat juga Appellate Body Report, Japan – Alcoholic Beverages II,
pp. 27-28, DSR 1996:I, p. 97, at pp. 119 dan Appellate Body Report, Canada – Periodicals, pp. 30-32, DSR 1997:1, p. 449, at pp.
475-476.
179
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
190
pembatasan diproduksi atau menjadi berlaku". Badan Banding juga mengacu pada konsep keefektifan ketika
berkaitan dengan instrumen hukum atau tindakan pemerintah, sebagai "beroperasi pada waktu tertentu" atau
191
"menjadi 'beroperasi', 'berlaku', atau telah 'berlaku'".
7.30. Sehubungan dengan jenis tindakan larangan atau pembatasan harus diberlakukan, dalam perselisihan ini Uni
Eropa telah merujuk larangan ekspor dan persyaratan untuk memproses atau memurnikan bijih sebelum produk
192
yang dihasilkan dapat diekspor. Kedua tindakan ini termasuk dalam kategori luas "tindakan lain". Meskipun
konsep "tindakan lain" itu luas, ruang lingkup Pasal XI:1 bukannya tidak terbatas. Pasal XI:2 membatasi ruang lingkup
penerapan Pasal XI:1 dengan menetapkan bahwa ketentuan Pasal XI:1 tidak akan mencakup bidang-bidang yang
193
tercantum di dalamnya. Demikian pula, beberapa ketentuan GATT 1994, seperti Pasal XII, XIV, XV, XVIII, XX, dan
XXI, mengizinkan Anggota, untuk membenarkan ketidaksesuaian dengan kewajiban berdasarkan Pasal XI:1 jika
194
semua persyaratan untuk pembenaran itu dipenuhi.
7.31. Indonesia berargumen bahwa larangan ekspor dan DPR termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a) GATT 1994
195
karena "[] istilah tegasnya, Pasal XI:2(a) berlaku sehubungan dengan 'larangan ekspor atau pembatasan'" , yaitu,
196
ini berlaku untuk "tindakan yang 'melarang secara hukum' atau memiliki 'efek pembatas' pada ekspor". Indonesia
menyatakan bahwa karena kedua belah pihak setuju bahwa tindakan yang dipermasalahkan membatasi atau
197
membatasi ekspor sehingga tidak dapat disangkal bahwa mereka termasuk dalam lingkup Pasal XI:2(a). Pada saat
yang sama, Indonesia juga berpendapat bahwa sejauh DPR tetap ada sementara ekspor sepenuhnya dilarang, itu
akan menjadi tindakan yang mempengaruhi penjualan internal nikel yang akan dinilai berdasarkan Pasal III:4
198
daripada Pasal XI:1. Indonesia menjelaskan bahwa pemberlakuan Pasal XI:2(a) GATT 1994 sehubungan dengan
DPR bergantung pada Panel ini yang menyimpulkan bahwa DPR memerlukan pembatasan ekspor berdasarkan Pasal
XI:1 GATT 1994. Jika Panel harus setuju dengan Uni Eropa bahwa DPR mensyaratkan "pembatasan" ekspor bijih
nikel, maka Indonesia berpendapat bahwa tindakan tersebut termasuk dalam ruang lingkup dan memenuhi
199
persyaratan Pasal XI:2(a) GATT 1994.
7.32. Oleh karena itu, Panel akan memulai analisisnya berdasarkan Pasal XI GATT 1994 dengan unsur kesamaan
antara Pasal XI:1 dan Pasal XI:2(a) – apakah tindakan-tindakan yang menjadi permasalahan adalah laranganlarangan atau pembatasan-pembatasan. Pada gilirannya Panel akan membahas masing-masing tindakan.
7.2.1.1 Larangan ekspor
7.2.1.1.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga
7.33. Uni Eropa berargumen bahwa Indonesia telah melarang atau membatasi ekspor bijih nikel secara intermiten
sejak Januari 2014 dan menyajikan pilihan berbagai peraturan Indonesia dalam urutan kronologis sejak 2014 yang
diakhiri dengan Permen ESDM No. 11/2019 dan Permendag No. 96/2019 yang diundangkan pada tahun 2019 dan
mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020. Sebagaimana disebutkan dalam bagian 2.1.1 di atas, Uni Eropa telah
mengklarifikasi bahwa rujukannya pada berbagai peraturan sebelum tahun 2019 memberikan konteks larangan
ekspor yang saat ini diterapkan melalui Permen ESDM No. 11/2019 dan Permendag No.96/2019, namun tidak
mencari temuan atau rekomendasi khusus atas instrumen hukum yang memang menerapkan larangan ekspor,
namun tidak berlaku lagi.
190
Appellate Body Reports, Argentina – Import Measures, para. 5.218.
Appellate Body Report, US – Gasoline, p. 20, DSR 1996:I, p. 19 (mengutip The New Shorter Oxford English Dictionary on Historical
Principles, L. Brown (ed.) (Clarendon Press, 1993), Vol. I, p. 786). Lihat juga Appellate Body Reports, Argentina – Import Measures, para.
5.218.
192
Panel Report, Argentina – Hides and Leather, para. 11.17 (mencatat bahwa kategori ini mencakup tindakan de facto); dan Panel Report, Japan
– Film, para. 10.56; dan China – Raw Materials, paras. 7.1005, 7.1026, and 7.1036. (langkah-langkah lain termasuk yang diterapkan atau
ditegakkan oleh aktor non-pemerintah jika ada keterlibatan pemerintah yang memadai).
193
Appellate Body Reports, Argentina – Import Measures, para. 5.219.
194
Appellate Body Reports, , Argentina – Import Measures, para. 5.220-5.221 (mengacu pada Appellate Body Report, Argentina – Textiles and
Apparel, para. 73). Panel mencatat bahwa Indonesia telah mengajukan pembelaan berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 jika Panel menemukan
tindakan Indonesia tidak dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a) dan tidak konsisten dengan Pasal XI:1. Panel akan membahas hal ini di bagian 7.3 di
bawah ini.
195
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 89.
196
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 90.
197
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 91.
198
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 102-103.
199
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 14.
191
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.34. Uni Eropa menjelaskan garis waktu dan ruang lingkup dari berbagai pembatasan dan larangan tersebut
200
:
Tabel 2: Garis waktu pembatasan dan larangan di Indonesia oleh Uni Eropa
Regulasi
Permen ESDM
No. 7/2012
Ketentuan
Pasal 1 No. 6, dan
Pasal 21
Permen ESDM
No. 11/2012
Pasal 1 No. 1, mengubah memungkinkan ekspor bijih mineral tunduk
pada "rekomendasi" menteri
Peraturan ESDM
No.
7/2012
dengan
memasukkan Pasal 21A
baru ke dalam Permen
ESDM No. 7/2012
Pasal I, mengubah
memperbolehkan ekspor bijih mineral sampai
Pasal 21A Permen
12 Januari 2014, dengan syarat mendapat persetujuan
ESDM No. 7 Tahun
Menteri Perdagangan. Persetujuan diberikan apabila
2012
pemegang izin pertambangan mengajukan rencana
pengolahan dan/atau pemurnian mineral di dalam
negeri.
Larangan lengkap ekspor bijih mineral per 13 Januari
2014.
Permen ESDM
No. 20/2013
Permen ESDM
No. 1/2014
Pasal 12(1), (3) dan (4)
Permendag No.
1/2017
Pasal 3, 4(a)(2), dan
Lampiran III dan IV
Lingkup Pembatasan
Larangan ekspor mineral yang belum diolah dan
dimurnikan.
201
Pasal 12(1), (3) dan (4)201 Mengizinkan
ekspor mineral tertentu dengan tunduk
pada DPR dan persetujuan menteri.
Namun, setiap ekspor nikel secara khusus dikecualikan
dari kemungkinan ini.
Produk pertambangan yang belum diolah dan tidak
dimurnikan tunduk pada larangan ekspor, kecuali
disebutkan dalam Lampiran III Permendag tersebut.
Bijih dengan kandungan nikel di atas 1,7% (bijih
bernilai tinggi) tidak dapat diekspor.
200
201
Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 23-26.
Pasal 13 mencabut Peraturan ESDM No.7/2012 sebagaimana diubah dengan Peraturan ESDM No.20/2013.
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Permen ESDM
No. 25/2018
Permen ESDM
No. 11/2019
Permendag
Regulation No.
96/2019
Pasal 46(1), (2) dan 50(1)
Ekspor bijih dengan kandungan nikel kurang dari 1,7 %
hanya dapat terjadi hingga 11 Januari 2022. Ekspor
tersebut selanjutnya tunduk pada syarat bahwa
eksportir
telah
membangun
(atau
sedang
membangun) fasilitas pemurnian dan persetujuan
menteri.
Pasal
I(1),
mengubah Mencabut kemungkinan untuk mengekspor bijih
Peraturan ESDM No. 25/2018 berkualitas rendah (dengan kandungan nikel kurang
dengan menghapus acuan dari 1,7%)
yang relevan dalam Pasal 46(1) Sejak berlakunya peraturan ini, persetujuan menteri
Peraturan ESDM
sebelumnya untuk ekspor bijih dengan kandungan
No. 25/2018, dan Pasal
nikel kurang dari 1,7% menjadi tidak berlaku.
I(2) dan II
Hal itu mengakibatkan pelarangan total ekspor bijih
nikel per 1 Januari 2020.
Pasal 3 dan 27(1)
Ekspor bahan mentah atau bijih yang disebutkan
dalam Lampiran IV Peraturan dilarang. Bijih nikel
secara khusus disebutkan dalam lampiran ini.
Persetujuan ekspor yang diterbitkan berdasarkan
Peraturan 1/2017 menjadi tidak berlaku.
7.35. Dalam argumen substantifnya, Uni Eropa berfokus pada makna yang jelas dari Peraturan ESDM No. 11/2019
dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 96/2019 dan berpendapat bahwa kedua tindakan tersebut secara tegas
melarang ekspor bijih nikel.
7.36. Permen ESDM No. 11/2019 sendiri tidak secara tegas melarang semua ekspor nikel, melainkan
mengamandemen peraturan sebelumnya untuk menghapus pengecualian dari larangan sebelumnya yang
memungkinkan kemungkinan terbatas untuk mengekspor bijih nikel berkualitas rendah (dengan kandungan kurang
dari 1,7%) dan membatalkan persetujuan ekspor yang sudah ada sebelumnya per 1 Januari 2020. Uni Eropa
berpendapat bahwa ini dulu dicapai dengan Pasal 1 Permen ESDM No. 11/2019 menghapus referensi yang relevan
dalam Pasal 46(1) Permen ESDM No. 25/2018. Oleh karena itu, Uni Eropa berpendapat bahwa Peraturan ESDM No.
202
11/2019 mengakibatkan pelarangan total ekspor bijih nikel mulai 1 Januari 2020.
7.37. Oleh karena itu, peraturan sebelumnya yang dijelaskan oleh Uni Eropa sebagai penerapan larangan ekspor
tidak sepenuhnya relevan untuk memahami situasi saat ini. Peraturan 2019 tidak dapat dibaca secara terpisah dari
peraturan 2017 dan 2018 karena peraturan 2019 hanya menghapus pengecualian yang telah diberikan dan dengan
demikian kembali ke status quo ante pelarangan total. Peraturan tersebut juga terkait dengan larangan awal pada
bulan Januari 2014. Sebagaimana disebutkan dalam paragraf 2.12, Panel oleh karenanya berpendapat bahwa
tindakan sebelum itu adalah larangan ekspor. Larangan tersebut saat ini sedang dilaksanakan melalui Permendag
203
Oleh karena itu, Panel akan mempertimbangkan dalam
No. 96/2019 dan Peraturan ESDM No. 11/2019.
204
analisisnya tentang larangan ekspor instrumen hukum sebelumnya yang menerapkannya , tetapi akan membatasi
205
rekomendasi Panel membuat instrumen hukum yang saat ini berlaku.
7.38. Indonesia tidak membantah bahwa saat ini melarang ekspor bijih nikel
206
atau telah melakukannya dalam
202
Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 24 mengacu pada Permen ESDM No. 11/2019 (Bukti EU-10(b)).
Sebagaimana disebutkan di atas, jika langkah-langkah itu akan diubah atau diganti dengan yang baru, mereka mungkin termasuk dalam
kerangka acuan Panel tanpa memperluas esensi atau ruang lingkup sengketa mengingat bagaimana Uni Eropa telah mengidentifikasi langkah yang
ditentang dan merumuskan klaim-klaimnya.
204
Panel mencatat, dalam hal ini, bahwa Indonesia sendiri berpendapat bahwa contoh sebelumnya dari pengenaan larangan ekspor relevan untuk
mengevaluasi situasi saat ini dalam pembelaannya berdasarkan Pasal XI:2(a) sehubungan dengan sifat sementara dari larangan. Lihat pengajuan
tertulis pertama Indonesia, para. 58-59.
205
Panel Report, Chile – Price Band System, para. 7.112. Lihat juga Appellate Body Report, US – Certain EC Products, para. 81 ("panel keliru
dalam merekomendasikan bahwa DSB meminta AS untuk menyesuaikan … ukuran yang ditemukan oleh panel sudah tidak ada lagi").
206
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 56-57.
203
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
207
beberapa bentuk atau lainnya sejak Januari 2014.
Memang, Indonesia mengakui bahwa tindakan tersebut
merupakan larangan atau pembatasan dalam arti Pasal XI GATT 1994 adalah elemen yang diperlukan dari kasusnya
bahwa tindakan tersebut dikecualikan dari penerapan Pasal XI:1 karena termasuk dalam ruang lingkup Pasal
208
XI:2(a).
7.2.1.1.2 Analisis oleh Panel
7.39. Uni Eropa berpendapat bahwa kata-kata spesifik dari peraturan yang relevan dengan jelas dan tegas
menyebutkan larangan ekspor bijih nikel. Kedua peraturan tersebut, Permen ESDM No. 11/2019 dan Permendag No.
96/2019, menurut ketentuan Uni Eropa, mengandung larangan ekspor. Uni Eropa berpendapat bahwa dengan
membuat ekspor ilegal, kedua peraturan tersebut memiliki efek inheren membatasi ekspor dan karena itu
209
merupakan larangan ekspor dalam pengertian Pasal XI:1 GATT 1994. Sebagaimana disebutkan di atas, Indonesia
tidak mempermasalahkan hal ini.
7.40. Bahasa eksplisit dari kedua peraturan tersebut menunjukkan desain, arsitektur, dan struktur pengungkapannya
sebagai larangan ekspor bijih nikel. Panel menemukan konteks yang relevan dalam UU No. 4/2009 yang menciptakan
kerangka bagi Kementerian ESDM dan Kementerian Perdagangan untuk mengatur pertambangan di Indonesia,
termasuk bijih nikel. Panel juga mempertimbangkan suksesi peraturan yang membatasi atau melarang ekspor bijih
nikel, semuanya diadopsi berdasarkan UU No. 4/2009, setidaknya sejak Januari 2014 sebagai konteks yang relevan
untuk memahami dampak dari kedua peraturan tersebut (Permen ESDM No. .11/2019 dan Permendag No. 96/2019)
yang berlaku saat ini.
7.41. Mempertimbangkan semua elemen ini, Panel menemukan bahwa Uni Eropa telah menunjukkan, dan Indonesia
telah mengakui, bahwa Indonesia memberlakukan larangan ekspor bijih nikel yang saat ini dilaksanakan melalui
berlakunya Permen ESDM No. 11/2019 dan Permendag No. 96/2019.
7.2.1.2 Persyaratan pengolahan dalam negeri
7.42. Berbeda dengan larangan ekspor, Indonesia membantah pernyataan Uni Eropa bahwa DPR adalah pembatasan
dalam arti Pasal XI GATT 1994. Indonesia berpendapat bahwa DPR tidak termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI GATT
210
1994. Indonesia berpendapat pertama bahwa ruang lingkup Pasal XI hanya sebatas tindakan perbatasan dan
bahwa DPR merupakan tindakan internal. Indonesia selanjutnya berargumen bahwa DPR tidak memiliki efek
pembatas sehingga tidak dapat menjadi pembatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal XI GATT 1994.
7.2.1.2.1 Apakah Pasal XI GATT 1994 berlaku untuk tindakan seperti DPR
7.2.1.2.2 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga
7.43. Uni Eropa berpendapat bahwa DPR, yang diberlakukan melalui UU No. 4/2009 bersama dengan peraturan
pelaksanaannya, yaitu Permen ESDM No. 25/2018 (dan perubahannya dalam Permen ESDM No. 50/2018 dan
11/2019) juga sebagaimana Permen ESDM No. 7 Tahun 2020, merupakan pembatasan ekspor bijih nikel dari
211
Indonesia dalam pengertian Pasal XI:1 GATT 1994.
7.44. Uni Eropa mengidentifikasi, khususnya, Pasal 102 dan 103 yang mewajibkan pemegang izin IUP dan IUPK untuk
meningkatkan nilai tambah mineral dalam kegiatan usaha pertambangan melalui pengolahan dan pemurnian
212
komoditas tambang mineral logam (Pasal 102) dan melakukan pengolahan mineral dan/atau pemurnian hasil
213
tambang di dalam negeri (Pasal 103).
7.45. Sehubungan dengan Peraturan ESDM No. 25/2018, Uni Eropa menunjuk ketentuan berikut sebagai
207
Lihat mis. Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 13 ("Ini menguatkan posisi Indonesia bahwa larangan ekspor yang
diperkenalkan oleh Permen ESDM 1/2014 memiliki efek membatasi perdagangan internasional bijih nikel.").
208
Pengajuan tertulis pertama di Indonesia
209
Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 47.
210
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 12. Lihat juga pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 80 dan 84.
211
Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 50-51.
212
Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 28, mengutip UU No. 4/2009, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2020 (Bukti EU-2(b)).
213
Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 29, mengutip UU No. 4/2009 (Bukti EU-1(b)).
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
pembatasan ekspor bijih nikel dari Indonesia.
214
Tabel 3: Ketentuan Peraturan ESDM No. 25/2018 yang Diidentifikasi oleh Uni Eropa
Ketentuan
Substasi
19. Pengolahan dan/atau Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk
Pasal 1
(paras. 19- meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara, memanfaatkan dan memperoleh mineral
turunannya.
21)
20. Pengolahan mineral adalah upaya peningkatan mutu mineral yang menghasilkan produk
dengan sifat fisik dan kimia yang sama dengan mineral asal.
21. Pemurnian mineral adalah upaya untuk meningkatkan mutu mineral logam melalui proses
ekstraksi dan proses peningkatan kemurnian tambahan yang menghasilkan produk dengan
sifat fisik dan kimia yang berbeda dari mineral asal.
Pasal 16
Kewajiban bagi pemegang izin usaha pertambangan untuk melakukan pengolahan dan
pemurnian batubara dan mineral yang ditambangnya.
Pasal 17
Mewajibkan pemegang IUP dan IUPK bagi pemegang operasi dan pemegang IUP pengolah
untuk terlebih dahulu melakukan peningkatan nilai tambah melalui kegiatan pengolahan
dan/atau pemurnian sesuai dengan batasan minimum pengolahan dan/atau pemurnian
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III sebelum
melakukan kegiatan ekspor. Mineral yang tidak tercantum dalam Lampiran hanya dapat
dijual ke luar negeri setelah Menteri menetapkan ambang batas minimum untuk
pengolahan dan/atau pemurnian
Lampiran I,
Berisi uraian rinci tentang jenis pengolahan atau pemurnian yang diperlukan untuk berbagai
II, III
jenis mineral.
Pasal 19
Menegaskan bahwa mineral hanya dapat dijual ke luar negeri setelah tunduk pada "batas
minimum pemrosesan/pemurnian" yang ditetapkan oleh Peraturan. Kewajiban ini ada
untuk pemegang izin usaha pertambangan (Pasal 19(1)) maupun untuk "pihak lain" (Pasal
19(3)).
BAB XV
Memuat lebih banyak kewajiban tentang pemurnian dan/atau pengolahan sebelum mineral
atau batubara dapat diekspor.
Sumber: Permen ESDM No. 25/2018 (Bukti EU-9(b)).
7.46. Sehubungan dengan Peraturan ESDM No. 7 Tahun 2020 Uni Eropa berpendapat bahwa Pasal 66 Peraturan
tersebut melarang pemegang IUP dan IUPK untuk “menjual produk hasil Pertambangan ke luar negeri sebelum
melakukan pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang215
undangan. ".
7.47. Uni Eropa mencatat, hanya pemegang izin yang dikenai kewajiban pengolahan yang dapat melakukan kegiatan
usaha pertambangan di Indonesia. Sepanjang perusahaan-perusahaan ini memiliki kewajiban hukum untuk
memurnikan atau mengolah produk tambang mentah di Indonesia sebelum mengekspor barang yang bersangkutan,
kewajiban hukum ini, menurut Uni Eropa, dirancang dan dijalankan untuk membatasi kemungkinan mengekspor
bahan mentah yang belum dimurnikan dan belum diproses. produk mineral dan, oleh karena itu, memiliki efek
216
pembatas langsung yang melekat pada ekspor.
7.48. Indonesia berpendapat bahwa DPR adalah persyaratan internal yang mengatur penjualan dan pengolahan bijih
nikel, bukan tindakan perbatasan yang mengatur "ekspor ... produk [a]", dalam pengertian Pasal XI:1. Indonesia
mengajukan bahwa, jika ditafsirkan dengan benar, Pasal XI:1 berlaku ketat untuk tindakan perbatasan yang memiliki
217
Selain itu,
efek pembatasan langsung pada impor atau ekspor, dan tidak berlaku untuk tindakan internal.
Indonesia berpendapat bahwa sejak penerapan larangan ekspor pada 1 Januari 2020, persyaratan DPR dalam
214
Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 30-35, mengacu pada Permen ESDM No. 25/2018 (Bukti EU-9(b)).
Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 36, mengutip Peraturan ESDM No. 7/2020 (Bukti EU-12(b)).
216
Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 50.
217
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 26 dan 35.
215
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Peraturan ESDM No. 25/2018 tidak berfungsi sebagai prasyarat untuk ekspor bijih nikel atau membatasi ekspor ini
218
karena ekspor bijih nikel, terlepas dari konsentrasinya, secara hukum dilarang sejak awal. Menurut Indonesia,
219
larangan ekspor membuat DPR sepenuhnya tidak dapat bekerja sehubungan dengan ekspor.
7.49. Indonesia mencatat bahwa langkah-langkah dalam daftar ilustrasi dalam Pasal XI: 1 GATT 1994 – kuota, izin
impor atau ekspor – adalah semua tindakan perbatasan yang dipicu oleh, atau diterapkan berdasarkan, impor atau
ekspor daripada tindakan internal. faktor di belakang perbatasan – seperti pertambangan, pemrosesan, penjualan,
220
atau distribusi. Indonesia berpendapat bahwa penggambaran ini tidak asing dan telah disahkan oleh Badan
221
Banding ketika berusaha untuk menentukan ruang lingkup penerapan disiplin hukum di bawah GATT 1994. Dalam
pandangan Indonesia, tindakan perbatasan berlaku berdasarkan peristiwa impor (atau ekspor), sedangkan tindakan
internal berlaku karena faktor internal. Posisi Indonesia adalah bahwa karena Pasal XI:1 GATT 1994 hanya berlaku
untuk tindakan perbatasan, DPR, sebagai tindakan internal, tidak tunduk pada kewajiban dalam Pasal XI:1 GATT
222
1994.
7.50. Indonesia berargumen bahwa DPR membebankan kewajiban pengolahan pada semua perusahaan
223
pertambangan terlepas dari apakah penjualan dilakukan di pasar domestik atau luar negeri. Indonesia mengakui
bahwa Pasal 17 Peraturan ESDM No. 25/2018 melarang ekspor bijih nikel yang belum mengalami diproses sesuai
dengan DPR. Namun, Indonesia mengambil posisi bahwa ini hanya memaksa DPR dalam hal ekspor dan tidak
mengubah DPR – peraturan internal yang mengatur penjualan dan pengolahan bijih nikel – menjadi tindakan
224
perbatasan.
7.51. Indonesia mengandalkan alasan Badan Banding di Cina – Suku Cadang Mobil untuk berpendapat bahwa Panel
harus meneliti dengan cermat desain, arsitektur, dan struktur pengungkapan tindakan secara keseluruhan untuk
225
menentukan apakah itu berlaku berdasarkan ekspor atau, sebaliknya, berdasarkan suatu faktor internal. Indonesia
berpendapat bahwa analisis DPR yang tepat akan menunjukkan bahwa pusat gravitasinya bukan ekspor, tetapi itu
226
adalah tindakan internal yang dipicu oleh faktor internal, yaitu produksi, penjualan dan penggunaan bijih nikel.
Dalam pandangan Indonesia, Uni Eropa berusaha untuk secara radikal memperluas Pasal XI:1 GATT 1994 untuk
melarang non- tindakan internal yang diskriminatif yang sepenuhnya konsisten dengan Pasal III:4 GATT 1994, yang
227
jelas tidak masuk akal dan tidak masuk akal.
7.52. Uni Eropa menanggapi argumentasi Indonesia tentang ruang lingkup Pasal XI:1 GATT 1994 dengan mencatat
tiga aspek yang relevan dari Pasal XI:1 GATT 1994. Pertama, bahwa kata-kata ketentuan itu luas tanpa batasan yang
jelas untuk tindakan perbatasan. Uni Eropa membandingkan ini dengan ketentuan lain dari GATT 1994 yang
membuat referensi khusus ke mana mereka berlaku – mencatat sebagai contoh, bahwa Pasal III:2 mengacu pada
pajak internal atau pungutan internal. Kedua, bahwa ketentuan tersebut mengacu pada "penjualan untuk ekspor",
yang dalam pandangan Uni Eropa menurut definisinya sendiri merupakan kegiatan bisnis yang secara teratur akan
terjadi bukan pada saat penyeberangan perbatasan, tetapi sebelum penyeberangan perbatasan tersebut, yaitu
secara internal. Ketiga, bahwa Pasal XI:1 GATT 1994 tidak secara khusus mengecualikan pajak atau pungutan lain
(yang dapat diterapkan secara internal) dari ruang lingkupnya jika secara eksklusif menangani tindakan
228
perbatasan.
7.53. Jepang tidak sependapat dengan Indonesia bahwa DPR tunduk pada Pasal III:4 GATT 1994 yang mencatat
bahwa Uni Eropa tidak memberlakukan perlakuan yang berbeda antara produk yang diimpor ke Indonesia dan yang
218
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 83.
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 51.
220
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 34.
221
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 37 (mengacu pada Appellate Body Reports, China – Auto Parts, paragraf 158 dan 167.
222
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 38-39.
223
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 41-42 (merujuk pada Pasal 102 UU No. 4 Tahun 2009 dan Pasal 16 Permen ESDM No. 25 Tahun
2018). Lihat juga pernyataan pembukaan Indonesia pada pertemuan kedua panel, para. 17.
224
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 43.
225
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 43 dan 44 (mengutip Appellate Body Reports, China –
Auto Parts, para. 171 – dimana Badan Banding menyatakan bahwa:
Panel [A] harus mengidentifikasi semua karakteristik yang relevan dari tindakan tersebut, dan mengenali fitur
mana yang paling penting untuk tindakan itu sendiri, dan mana yang harus disesuaikan dengan signifikansinya,
untuk tujuan … menentukan disiplin(-disiplin) yang menjadi tujuannya tunduk pada perjanjian yang tercakup.
(penekanan asli))
226
Pernyataan pembukaan Indonesia pada pertemuan kedua panel, para. 19.
227
Pernyataan pembukaan Indonesia pada pertemuan kedua panel, para. 3.
228
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 78.
219
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
berasal dari negara asal. Selain itu, teks undang-undang dasar menjelaskan bahwa DPR menerapkan ekspor bijih
229
nikel yang belum diolah daripada penjualan internal produk tersebut.
7.54. Kanada berkomentar bahwa Panel harus fokus pada "sifat tindakan" daripada pada apakah tindakan tersebut
merupakan tindakan internal atau yang diterapkan di perbatasan. Dalam pandangan Kanada, DPR beroperasi untuk
membatasi kuantitas atau jumlah produk yang dapat diekspor dan oleh karena itu termasuk dalam Pasal XI:1 GATT
230
1994 daripada kasus yang tercakup dalam Pasal III:4 GATT 1994. Demikian pula, Inggris Raya menyatakan bahwa
analisis harus berfokus pada apakah terdapat hubungan yang memadai antara tindakan yang relevan dan tindakan
mengimpor dan mengekspor produk yang relevan dan bahwa persyaratan ini tidak berarti bahwa suatu tindakan
231
harus diterapkan pada saat impor (atau ekspor).
7.2.1.2.3 Analisis oleh Panel
7.55. Argumen Indonesia dalam hal ini menimbulkan pertanyaan interpretatif tentang ruang lingkup Pasal XI:1 GATT
1994 dan kemudian pertentangan faktual sehubungan dengan operasi DPR itu sendiri. Pertentangan faktual
Indonesia hanya relevan jika Panel menerima interpretasi Indonesia bahwa ada garis batas yang ketat dalam GATT
1994 sehubungan dengan ruang lingkup kewajiban dimana beberapa berlaku untuk tindakan internal dan yang
lainnya untuk tindakan perbatasan.
7.56. Dalam pandangan Indonesia, Pasal XI:1 GATT 1994 hanya berlaku untuk apa yang disebut perbatasan dan DPR
bukanlah perbatasan. Dalam pandangan Indonesia berarti DPR berada di luar ruang lingkup Pasal XI:1 GATT 1994.
7.57. Panel mencatat bahwa istilah "tindakan perbatasan" tidak muncul di mana pun dalam GATT 1994. Anggota,
panel, dan Badan Banding telah menggunakan istilah tindakan internal dan perbatasan sebagai teknik untuk
membedakan antara jenis tindakan yang dicakup oleh tindakan dasar. kewajiban dalam GATT 1994 – most favoured
nation (MFN), pengikatan tarif, pembatasan kuantitatif, dan perlakuan nasional. Di masa lalu, garis batas antara apa
itu tindakan perbatasan dan apa tindakan internal telah digunakan untuk menentukan kewajiban mana dalam GATT
232
1994 yang dapat diterapkan pada tindakan tertentu.
7.58. Meskipun teknik seperti itu berguna ketika ada potensi lebih dari satu kewajiban untuk diterapkan pada
tindakan tertentu, hal ini lebih mungkin menjadi situasi tindakan yang mempengaruhi impor seperti Pasal I, II, III, dan
XI GATT 1994. semuanya mengatur perlakuan terhadap impor dari berbagai perspektif. Namun, GATT 1994 tidak
mensyaratkan pemisahan konsep yang tegas sehingga tidak ada tumpang tindih. Pasal I menyatakan bahwa
kewajiban MFN berlaku tidak hanya di perbatasan, tetapi juga untuk tindakan-tindakan yang tercakup dalam Pasal III
GATT 1994. Selain itu, Ad Note untuk Pasal III GATT 1994 mengklarifikasi bahwa tindakan-tindakan dapat termasuk
dalam lingkup Pasal III , yang biasanya terlihat dipicu oleh peristiwa internal, meskipun diterapkan di perbatasan.
7.59. Berkaitan dengan Pasal XI sendiri, ada beberapa unsur penting yang perlu diperhatikan. Pertama, Pasal XI:1
merupakan kewajiban untuk tidak memberlakukan pembatasan kuantitatif, bukan merupakan ketentuan nondiskriminasi, seperti Pasal III:4. Cakupannya tidak terbatas pada impor, tetapi juga berlaku untuk tindakan ekspor
atau penjualan untuk ekspor. Panel juga mencatat bahwa ketentuan tersebut membedakan antara caranya mengacu
pada kewajiban sehubungan dengan impor dan ekspor. Pasal XI:1 GATT 1994 mengacu pada langkah-langkah impor
produk apa pun ketika mengacu pada impor. Ketika mengacu pada ekspor, ketentuan menggunakan frase yang
serupa: "pada ekspor" tetapi juga menambahkan klausa tambahan "atau penjualan untuk ekspor". Ini harus diberi
makna. Penggunaan disjungtif "atau" menunjukkan bahwa dua konsep ekspor dan penjualan untuk ekspor tidak
digabungkan satu sama lain. Kemiripan istilah "pada ekspor" dengan "pada impor" menunjukkan bahwa frasa inilah
yang mengacu pada tindakan perbatasan, sedangkan penjualan untuk ekspor mengacu pada hal lain. Sebagaimana
dicatat oleh Uni Eropa, penjualan untuk ekspor seringkali akan dilakukan seluruhnya di dalam wilayah Anggota
pengekspor. Menerima pembacaan Indonesia bahwa Pasal XI:1 GATT 1994 hanya berlaku untuk tindakan yang
mengatur tindakan di perbatasan, oleh karena itu, akan membuat istilah "atau penjualan untuk ekspor" tidak dapat
233
digunakan.
229
Pengajuan pihak ketiga Jepang, para. 13-14.
Tanggapan pihak ketiga Kanada terhadap pertanyaan Panel No. 1 (mengacu pada Panel Report, Brazil – RetreadedTyres, para. 7.372).
231
Tanggapan pihak ketiga Britania Raya terhadap pertanyaan Panel No. 1.
232
Lihat Panel Report, India – Autos, paras. 7.217-7.224 (mengutip GATT Panel Report, Canada – FIRA, para. 5.14).
233
Panel Report, India – Autos, para. 7.222 (mencatat bahwa prinsip penafsiran perjanjian yang efektif berlaku untuk mencegah pengurangan
ketentuan apa pun menjadi tidak berguna).
230
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.60. Panel sependapat dengan Indonesia bahwa laporan panel dan Appellate Body dalam China – Auto Parts
memberikan panduan yang berguna dalam hal ini. Panel itu memeriksa tujuan yang mendasari dan pusat gravitasi
dari tindakan tersebut daripada bagaimana tergugat mengklasifikasikan atau membentuk ukuran yang digugat.
Dalam hal itu, panel dan Badan Banding menemukan bahwa suatu tindakan yang dianggap sebagai pabean benarbenar merupakan tindakan internal yang tunduk pada Pasal III:4 GATT 1994 (dan bukan Pasal II:1) karena bea
tambahan yang dibebankan dipicu. oleh penggunaan internal suku cadang mobil yang diimpor. Dalam kasus instan
Panel memiliki situasi sebaliknya – langkah tersebut berlaku untuk pelaku domestik tetapi beroperasi untuk
mencegah penjualan bijih nikel untuk ekspor.
7.61. Sesuai sifatnya, tindakan yang mengatur ekspor akan ditujukan kepada pelaku dalam negeri dan bukan kepada
pelaku atau produk asing. Memang, Indonesia telah menyebutkan ketidakmampuannya untuk menjalankan
yurisdiksi atas pembeli asing sebagai salah satu alasan mengapa larangan ekspor diperlukan untuk memastikan
kepatuhan terhadap persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral Indonesia yang
234
berkelanjutan. Langkah-langkah ekspor atau penjualan untuk ekspor dapat ditujukan kepada produsen produk
235
yang hanya diproduksi oleh Anggota atau yang tidak menghadapi persaingan impor. Argumen Indonesia bahwa
kebijakan tersebut berlaku untuk semua produsen dalam negeri terlepas dari apakah mereka bermaksud untuk
menjual di pasar domestik atau luar negeri, bagaimanapun, bersifat tautologis sebagaimana kebijakan tersebut
memang membutuhkan penjualan di pasar domestik. Oleh karena itu, fakta bahwa tindakan tersebut ditujukan
kepada pelaku domestik tidak menghilangkannya dari ruang lingkup Pasal XI:1 GATT 1994. Jika ini saja sudah cukup
untuk membuat suatu tindakan berada di luar ruang lingkup Pasal XI:1 GATT 1994 seluruh kewajiban untuk
menghindari pembatasan ekspor dapat dianggap tidak berguna. Hal ini demikian, khususnya dalam kasus produk di
mana suatu negara mengekspor tetapi tidak mengimpor, yang sering terjadi pada sumber daya alam.
236
7.62. Indonesia mengakui bahwa DPR “dipicu” oleh produksi dan penjualan bijih nikel. Indonesia juga mengakui
bahwa penambang bijih nikel mentah yang belum diolah tidak diizinkan untuk menjual bijih mereka untuk diekspor,
237
mengubah kilang dalam negeri menjadi satu-satunya pembeli potensial. Indonesia juga mengakui bahwa proses
pemurnian, yang harus dilakukan di dalam negeri, mengubah bijih nikel menjadi produk lain dan hanya produk ini
238
yang dapat diekspor. Artinya bahwa, jika penambang dan produsen sepenuhnya mematuhi DPR, tidak ada bijih
nikel di Indonesia yang dapat diekspor. DPR dengan demikian mencegah penjualan untuk ekspor bijih nikel mentah
yang tidak dimurnikan. Pusat gravitasi dari ukuran tersebut justru kepada siapa bijih tersebut dapat dijual. Hal ini
diperkuat dengan jawaban Indonesia atas pertanyaan Panel tentang bagaimana kontribusi DPR untuk mencegah
penipisan cadangan bijih nikel. Indonesia menjelaskan bahwa salah satu cara DPR mencegah penipisan cadangan
bijih nikel adalah dengan membatasi ekstraksi pada kapasitas terpasang smelter dalam negeri dan "meniadakan
seluruhnya dari ekstraksi pasar yang tidak sesuai dengan persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya
239
mineral Indonesia yang berkelanjutan" . Indonesia selanjutnya menjelaskan bahwa tambang yang tidak dapat
memenuhi persyaratan untuk dijual ke smelter dalam negeri dan sebelumnya berorientasi ekspor, akan dicabut
240
izinnya.
7.63. Indonesia mendesak Panel untuk menemukan bahwa larangan ekspor membuat DPR tidak relevan sehubungan
dengan ekspor. Jika Panel sependapat dengan Indonesia dalam hal ini dan, pada saat yang sama, juga menemukan
bahwa larangan ekspor tersebut (a) tidak tercakup dalam Pasal XI:2(a) GATT 1994, (b) tidak sejalan dengan Pasal XI:1
GATT 1994, dan (c) tidak dibenarkan berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994, Panel akan merekomendasikan agar
Indonesia mencabut larangan ekspor. Indonesia dapat memenuhinya. Dalam skenario seperti itu, DPR kemudian
akan berlaku kembali. Uni Eropa akan melakukan proses penyelesaian perselisihan yang panjang namun masih harus
menunggu DPR dan perlu sekali lagi mengejar penyelesaian perselisihan untuk mendapatkan temuan sehubungan
dengan konsistensi tindakan yang telah dikonsultasikan pada tahun 2019. Panel tidak percaya situasi seperti itu akan
234
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 174-175.
Panel mengingatkan bahwa Indonesia pada awalnya berpendapat bahwa DPR akan dinilai berdasarkan Pasal III:4 GATT 1994. Namun, hal ini
tidak mungkin karena Pasal III:4 berlaku untuk situasi persaingan antara impor dan produk sejenis dalam negeri. Seperti yang dicatat oleh
Indonesia sendiri selama pertemuan kedua Panel, tidak masuk akal untuk berharap bahwa Indonesia akan mengimpor bijih nikel. Intinya, oleh
karena itu, kasus saat ini tidak seperti dalam India – Autos atau China – Auto Parts di mana panel dihadapkan pada pertanyaan apakah salah satu
ketentuan GATT 1994 mengatur suatu tindakan. Pertanyaannya, apakah tindakan tersebut tercakup dalam Pasal XI:1 GATT 1994 atau tidak sama
sekali.
236
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 78.
237
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, paragraf, 174-175 dan tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 45(c). Lihat juga tanggapan
Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 79 ("Persyaratan pemrosesan dalam negeri hanya membebankan kewajiban pemrosesan pada semua
perusahaan pertambangan di Indonesia, terlepas dari apakah penjualan dilakukan di pasar domestik atau luar negeri.").
238
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 66(c).
239
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 75(b).
240
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 75(b).
235
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
merupakan penyelesaian perselisihan yang cepat. Panel setuju, oleh karena itu, dengan Amerika Serikat dan Inggris
bahwa untuk Uni Eropa untuk mencari keputusan DPR, DPR saat ini tidak harus menciptakan efek yang membatasi.
7.64. Panel mencatat bahwa DPR pertama kali dirujuk dalam UU No. 4/2009 dan Uni Eropa meminta konsultasi
tentang langkah ini pada tahun 2019 sebelum larangan ekspor baru berlaku pada 1 Januari 2020. Namun demikian,
sehubungan dengan argumen Indonesia, penting untuk mengingat bahwa Anggota dapat membawa ke WTO
langkah-langkah penyelesaian sengketa yang belum dilaksanakan serta yang telah kedaluwarsa atau tidak berlaku
241
lagi. Argumen Indonesia bahwa DPR tidak berfungsi sebagai prasyarat untuk ekspor bijih nikel atau membatasi
ekspor karena ekspor bijih nikel dilarang bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum WTO yang dipahami dengan
baik ini. Menerima argumen Indonesia akan berarti bahwa Anggota dapat menghindari temuan ketidakpatuhan
sehubungan dengan satu tindakan dengan mengadopsi tindakan lain yang secara bebas diakuinya tidak sesuai
dengan Pasal XI:1, untuk mencegah efek dari tindakan pertama. Pendekatan semacam itu dapat menggagalkan
prinsip penyelesaian perselisihan yang cepat antara Anggota yang diatur dalam Pasal 3.3 DSU.
7.65. Sebagaimana dicatat dalam bagian 2.1.2 di atas, DPR mewajibkan pemegang ijin IUP dan IUPK untuk
memurnikan (dalamhal ini menyuling) bijih nikel secara domestic. Indonesia telah menjelaskan bahwa Lampiran I
pada Permen ESDM No. 25/2018 hanya berisi informasi berkenaan dengan pemurnian bijih nikel, selain dari
242
pengolahan, karena bijih nikel tidak dapat mengalami pengolahan minimal dan harus dimurnikan atau disuling.
Indonesia juga mengklarifikasi bahwa produk yang dihasilkan setelah pemurnian atau pemurnian yang diperlukan
bukan lagi bijih nikel, tetapi akan menjadi produk seperti nikel mate, ferro nikel, nickel pig iron, atau campuran
243
endapan hidroksida , atau endapan campuran sulfida, yang termasuk dalam kode HS yang berbeda dari bijih nikel.
Meskipun DPR tidak secara tegas melarang ekspor bijih nikel dengan cara yang sama seperti peraturan yang
menerapkan larangan ekspor, hal itu menciptakan situasi di mana hanya produk nikel olahan yang akan tersedia
untuk ekspor. Pada dasarnya, tindakan seperti itu membatasi ekspor bijih nikel.
.
7.66. DPR mengatur penjualan bijih nikel dan beroperasi untuk menciptakan situasi di mana tidak ada bijih nikel yang
tersedia bagi eksportir untuk dijual ke luar negeri. Satu-satunya produk yang tersedia untuk ekspor adalah produk
244
hilir seperti ferro nikel, nikel pig iron, dan nikel matte. Oleh karena itu, Panel menyimpulkan bahwa DPR adalah
ukuran penjualan untuk ekspor dalam pengertian Pasal XI:1 GATT 1994 dan tunduk pada kewajiban di dalamnya.
7.2.1.3 Apakah DPR memiliki efek membatasi ekspor
7.2.1.3.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga
7.67. Seperti disebutkan di atas, Uni Eropa berargumen bahwa DPR dirancang dan beroperasi sedemikian rupa untuk
membatasi kemungkinan mengekspor produk mineral mentah yang tidak dimurnikan dan belum diproses dan, oleh
245
karena itu, memiliki efek pembatas langsung yang melekat pada ekspor.
7.68. Indonesia berargumen bahwa meskipun Panel mempertimbangkan bahwa DPR termasuk dalam ruang lingkup
Pasal XI:1 GATT 1994, Uni Eropa gagal membuat kasus inkonsistensi prima facie dengan Pasal XI:1 GATT 1994 karena
tidak menunjukkan bahwa DPR memiliki efek pembatasan pada perdagangan bijih nikel yang sepenuhnya
241
Jika Panel menemukan bahwa DPR tidak lagi berlaku, rekomendasi dapat dibuat berdasarkan Pasal 19 DSU sehubungan dengan kepatuhan,
tetapi tidak dikecualikan untuk membuat temuan mengenai konsistensi DPR dengan kewajiban WTO Indonesia. Lihat mis. Panel Report, Chile –
Price Band System, paras. 7.112 and 7.124 di mana panel menahan diri untuk tidak membuat rekomendasi kepada responden berdasarkan Pasal
19 DSU untuk menyelaraskan tindakan yang sudah tidak ada lagi tetapi menyimpulkan bahwa tidak ada yang menghalanginya untuk membuat
temuan tentang tindakan tersebut. Lihat juga GATT Panel Report, US — Superfund, para. 5.2.2; Panel Report, US — Poultry (China), para. 7.56;
dan Appellate Body Reports, EC – Bananas III (Article 21.5 – Ecuador II) / EC – Bananas III (Article 21.5 – US), para. 270. Dalam US — Superfund,
panel GATT menemukan bahwa Pasal III dan XI GATT 1947 juga dimaksudkan untuk menciptakan prediktabilitas yang diperlukan untuk
merencanakan perdagangan di masa depan. Panel mencatat bahwa pemberlakuan pajak yang dipersoalkan pada awal tahun kedua setelah
perselisihan adalah jangka waktu di mana keputusan perdagangan dan investasi yang dapat dipengaruhi oleh pajak akan diambil. Panel dalam US
— Poultry (Chna) melanjutkan untuk membuat temuan tentang konsistensi WTO atas tindakan yang telah kadaluwarsa sementara juga mengakui
bahwa tidak tepat untuk membuat rekomendasi sehubungan dengan tindakan tersebut. Dalam EC – Bananas III (Article 21.5 – Ecuador II) / EC –
Bananas III (Article 21.5 – US), Badan Banding mempertimbangkan bahwa bahwa "dalam kebijaksanaan panel untuk memutuskan bagaimana
mempertimbangkan modifikasi selanjutnya atau pencabutan tindakan yang dipermasalahkan ... tergantung pada kekhasan perselisihan di
hadapan mereka".
242
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 66(a).
243
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 12 dan 66.
244
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 66.
245
Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 50. (catatan kaki dihilangkan)
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
246
disebabkan oleh tindakan tersebut terpisah dan terlepas dari efek pembatasan larangan ekspor.
Indonesia
berpendapat bahwa karena larangan ekspor dalam Peraturan ESDM No. 11/2019 sama sekali melarang ekspor bijih
nikel per 1 Januari 2020, tidak ada keadaan di mana DPR saat ini dapat memiliki efek pembatasan pada ekspor bijih
247
nikel.
7.69. Indonesia berargumen bahwa fakta menunjukkan bahwa bahkan tanpa larangan ekspor, DPR tidak akan
248
memiliki efek yang membatasi ekspor bijih nikel. Indonesia mendukung argumennya dengan menunjukkan bukti
sejak larangan ekspor tidak diberlakukan (pertama dari 12 Januari 2009 hingga 12 Januari 2014 dan kedua dari 11
249
Menurut Indonesia, pada periode pertama penangguhan larangan
Januari 2017 hingga 31 Desember 2019).
ekspor, ekspor bijih nikel yang belum diolah meningkat lima kali lipat dari 10 juta metrik ton basah pada tahun 2009
menjadi 52 juta ton pada tahun 2013, dan pada periode kedua lebih dari enam kali lipat dari 4,9 juta metrik ton
250
basah pada tahun 2017 menjadi 30,2 juta metrik ton basah pada tahun 2019. Dalam pandangan Indonesia,
meskipun pengaruh perdagangan tidak diharuskan untuk menunjukkan pengaruh yang membatasi, pengaruh
tersebut tidak dapat diabaikan ketika mereka menyangkal satu. Menurut Indonesia, Uni Eropa secara efektif
meminta Panel "untuk menyisihkan data ekspor empiris demi dugaan untuk menyimpulkan bahwa peraturan
251
internal yang tidak diskriminatif adalah pembatasan kuantitatif yang dilarang berdasarkan Pasal XI:1".
7.70. Indonesia berpendapat DPR tidak bisa langsung membatasi ekspor, karena tidak mengatur apakah bijih nikel
bisa diekspor. Berdasarkan hukum Indonesia, otorisasi atau larangan untuk mengekspor bijih nikel atau mineral
mentah lainnya dilaksanakan melalui ketentuan hukum tertentu yang berbeda dari, dan berlaku terlepas dari, DPR
mana pun. Indonesia berargumen bahwa ketentuan hukum yang secara khusus mengatur ekspor bijih nikel bersifat
252
lex specialis terhadap persyaratan umum untuk melakukan kegiatan pengolahan minimum di Indonesia. Indonesia
menunjuk data ekspor tersebut sebagai penegasan bahwa rezim hukum Indonesia mengizinkan ekspor terpisah dari
253
DPR. Uni Eropa, pada bagiannya, berpendapat bahwa "[i]i tidak penting untuk penerapan Pasal XI: 1 GATT 1994
bagaimana hukum nasional yang bersangkutan memanggil dan mengkategorikan tindakan nasional yang
bersangkutan" yang penting adalah apakah suatu penilaian yang objektif mengungkapkan bahwa tindakan tersebut
254
melarang atau membatasi ekspor. Uni Eropa membandingkan ketentuan yang relevan dalam Permen ESDM No.
25/2018 (Pasal 16, 17, dan 46) dan menyimpulkan bahwa argumen Indonesia bahwa DPR tidak mengatur ekspor
255
sama sekali tidak dapat dipertahankan.
7.71. Jepang, Korea, Inggris Raya, dan Amerika Serikat berpendapat bahwa penggugat tidak perlu menunjukkan
bahwa pembatasan atau larangan ekspor memiliki efek perdagangan yang sebenarnya. Panel dapat menemukan
pelanggaran Pasal XI:1 jika DPR membuat pembatasan tindakan atau ekspor tanpa perlu menunjukkan bahwa hal itu
256
Ukraina, pada bagiannya, berpendapat bahwa
telah menyebabkan penurunan ekspor yang sebenarnya.
penggugat tidak dapat cukup nyatakan klaimnya; ia harus menunjukkan apa yang dilakukan tindakan dalam hal
257
pengaruhnya terhadap perdagangan.
7.72. Amerika Serikat mencatat bahwa Panel tidak dicegah untuk menemukan bahwa suatu tindakan melanggar
Pasal XI:1 hanya karena ada tindakan lain yang juga dapat melarang atau membatasi ekspor dan menyatakan bahwa
larangan ekspor Indonesia tidak mencegah Panel untuk mengevaluasi persyaratan pemrosesan dalam negeri
258
berdasarkan Pasal XI:1. Kerajaan Inggris mencatat bahwa, meskipun larangan ekspor menghilangkan efek praktis
DPR, hal itu tampaknya tidak mengubah sifat DPR atau hubungannya dengan ekspor produk yang
259
dipermasalahkan.
246
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 12. Lihat juga pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 80 dan 84 dan pengajuan tertulis kedua
Indonesia, para. 27.
247
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 52.
248
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 13.
249
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 52-54; dan jawaban atas pertanyaan Panel No. 13.
250
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 13 mengacu pada KESDM, Excel tentang "Produksi dan Penjualan Bijih Nikel dari 20102020", (Bukti IDN-24).
251
Pernyataan pembukaan Indonesia pada sidang kedua Panel, para. 4.
252
Pernyataan pembukaan Indonesia pada pertemuan kedua Panel, para. 29; dan jawaban atas pertanyaan Panel No. 73; No.74(c).
253
Komentar Indonesia atas jawaban Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 77.
254
Komentar Uni Eropa atas jawaban Indonesia atas pertanyaan Panel No. 74.
255
Komentar Uni Eropa atas jawaban Indonesia atas pertanyaan Panel No. 74.
256
Pengajuan pihak ketiga Jepang, para. 10; Pengajuan pihak ketiga Korea, para. 12; Pengajuan pihak ketiga Britania Raya, para. 4-6; Pengajuan
pihak ketiga Amerika Serikat, para. 12-13.
257
Pengajuan pihak ketiga Ukraina, para. 9.
258
Tanggapan pihak ketiga Amerika Serikat terhadap pertanyaan Panel No. 1.
259
Tanggapan pihak ketiga Britania Raya terhadap pertanyaan Panel No. 1.
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.73. Kanada dan Inggris berpendapat bahwa masalahnya adalah hubungan antara tindakan yang relevan dan
pengaruhnya terhadap jumlah ekspor produk tertentu. Pada saat ekspor diizinkan, namun tidak dapat dilakukan
kecuali DPR telah puas. Artinya, tindakan ekspor bergantung pada kepatuhan DPR.
7.2.1.3.2 Analisis oleh Panel
260
7.74. Sebagaimana disebutkan di atas , tidak semua pembatasan ekspor atau penjualan untuk ekspor akan
bertentangan dengan Pasal XI:1 GATT 1994. Sebaliknya, hanya pembatasan yang berdampak terbatas pada jumlah
ekspor. Panel menentukan konsistensi dengan Pasal XI:1 berdasarkan desain, arsitektur, dan struktur pengungkapan
261
tindakan yang dipertimbangkan dalam konteksnya yang relevan. Data tentang arus perdagangan dapat berfungsi
untuk mengilustrasikan atau mengkonfirmasi kesimpulan tentang efek pembatasan atau ketiadaan tindakan
262
tertentu tetapi tidak menentukan apakah suatu tindakan merupakan pembatasan ekspor atau penjualan untuk
ekspor dalam pengertian Pasal XI:1 GATT 1994. Dalam konteks ini, penting untuk diingat bahwa suatu tindakan
dapat ditentang berdasarkan de jure-nya. alam dan masa lalunya atau pengaruh potensial yang membatasi,
meskipun saat ini tidak berpengaruh.
7.75. DPR pada dasarnya mensyaratkan bijih nikel dijual ke pengolah di dalam negeri yang kemudian mengubahnya
menjadi selain bijih nikel. Artinya, jika tambang dan kilang memenuhi DPR, tidak akan ada bijih nikel yang tersedia
untuk dijual untuk diekspor. Uni Eropa telah mengajukan kasus prima facie bahwa DPR membuat pembatasan
ekspor bijih nikel secara de jure bahkan pada saat tidak ada larangan ekspor yang berlaku.
7.76. Dalam upaya untuk membantah kasus prima facie Uni Eropa, Indonesia berpendapat bahwa keseluruhan efek
pembatasan disebabkan oleh larangan ekspor dan bukan oleh DPR. Untuk mendukung argumennya, Indonesia
menunjukkan data ekspor untuk periode ketika Indonesia mengklaim ekspor diizinkan, tetapi DPR tetap berlaku.
Indonesia juga berargumen bahwa DPR tidak dapat membatasi ekspor karena dalam sistem hukum Indonesia,
Kementerian Perhubungan, bukan Kementerian ESDM, yang dapat mengizinkan atau melarang ekspor.
7.77. Indonesia memberikan data yang menunjukkan peningkatan ekspor bijih nikel pada periode ketika klaim
larangan ekspor "dicabut" dan DPR tetap memaksa untuk berpendapat bahwa DPR tidak memiliki efek pembatasan
ekspor terpisah dan terlepas dari larangan ekspor itu sendiri. Panel mencatat, bagaimanapun, bahwa pelonggaran
263
larangan dalam periode yang relevan hanya terkait dengan bijih berkadar rendah. Larangan ekspor bijih berkadar
tinggi tetap berlaku. Data, oleh karena itu, tidak menunjukkan apa yang akan terjadi jika kedua tindakan – larangan
ekspor dan DPR – tidak dilakukan secara bersamaan.
7.78. Sehubungan dengan data itu sendiri, Panel mencatat bahwa data tersebut disajikan sebagai volume absolut
dari data ekspor. Efek pembatas dapat ditunjukkan tidak hanya dengan pengurangan jumlah absolut, tetapi juga
264
melalui penekanan peningkatan atau pengurangan pangsa pasar. Panel juga mencatat bahwa Indonesia sendiri
melaporkan ketidakseimbangan saat ini antara penawaran dan permintaan serta memprediksi ledakan permintaan
265
untuk bijih nikel.
7.79. Panel mencatat bahwa ekspor ini akan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan yang terpisah (Peraturan
ESDM No. 20/2013, kemudian 1/2014, kemudian 25/2018 dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 1/2017), yang
memungkinkan ekspor produk rendah menambang bijih dengan persetujuan Menteri Perdagangan jika persyaratan
266
tertentu dipenuhi – terutama pembangunan fasilitas pemurnian. Penciptaan peluang terbatas untuk mengekspor
melalui permohonan khusus kepada Menteri Perdagangan tidak meniadakan keseluruhan desain, arsitektur,
260
Lihat para. 7.27 di atas.
Appellate Body Reports, Argentina – Tindakan Impor, para. 5.217.
262
Panel Report, Indonesia – Import Licensing Regimes, para. 7.132.
263
Panel meminta Indonesia untuk menyediakan data ekspor bijih berkadar rendah dan berkadar tinggi (lihat pertanyaan Panel No. 17(a)).
Jawaban Indonesia tidak membuat perbedaan seperti itu. Ketika ditanya apakah data tersebut hanya mewakili bijih berkadar rendah, Indonesia
mengindikasikan bahwa tidak semua ekspor adalah bijih berkadar rendah, tetapi juga mencatat bahwa "setelah pelonggaran larangan ekspor,
sejumlah besar bijih berkadar rendah bijih diekspor." Lihat tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 76. Indonesia juga mencatat
dalam pengajuan tertulis pertamanya bahwa kemurnian nikel yang diekspor oleh salah satu perusahaan besar Indonesia ke China pada tahun
2019 rata-rata [[***]]. Lihat pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 48.
264
Appellate Body Report, US – Large Civil Aircraft (2nd complaint) para. 1006.
265
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 88.
266
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 74(c), mengacu pada MOT, Excel tentang "Permohonan Ekspor yang Disetujui", Bukti
IDN-123 (BCI). [[***]] "Antara 2017-2019, Kementerian Perhubungan tidak menolak permohonan persetujuan ekspor, yang memenuhi semua
persyaratan undang-undang".
261
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
pengungkapan struktur, dan efek DPR.
7.80. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Panel menyimpulkan bahwa data ekspor Indonesia belum
membantahnya prima facie bahwa DPR pada dasarnya memiliki efek yang membatasi.
7.81. Indonesia juga berargumen bahwa DPR tidak dapat membatasi ekspor karena posisinya dalam rezim hukum
domestik Indonesia. Indonesia menjelaskan bahwa DPR dikeluarkan oleh Kementerian ESDM dan hanya
Kementerian Perhubungan yang berwenang untuk mengizinkan atau melarang ekspor. Panel mencatat bahwa
bagaimana suatu tindakan dicirikan oleh responden dalam rezim hukumnya sendiri tidak menentukan bagaimana
267
tindakan itu akan dipertimbangkan oleh panel atau Badan Banding. Panel juga mencatat bahwa tindakan dapat
berdampak membatasi ekspor tanpa berupa larangan ekspor secara tegas. Tidak ada dalam perjanjian WTO yang
menyatakan bahwa tindakan pemerintah yang membatasi ekspor hanya terbatas pada mereka yang melakukannya
secara eksplisit dan sesuai dengan otoritas pemerintah tertentu.
7.82. DPR tertuang dalam Pasal 103 UU No. 4/2009 dan telah diimplementasikan dari waktu ke waktu melalui
berbagai peraturan, terakhir Peraturan ESDM No. 25/2018, yang secara tegas membatasi kemampuan pemegang
IUP/IUPK untuk Produksi Operasi dan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian Mineral
268
Permen ESDM lainnya
logam, Mineral bukan logam, atau batuan untuk menjual bijih nikel ke luar negeri.
menyatakan mengizinkan atau melarang ekspor atau memberikan pengecualian terhadap larangan yang ada jika
eksportir mendapat izin dari menteri perdagangan dan menunjukkan bahwa mereka sedang membangun fasilitas
269
pemurnian. Kementerian ESDM telah menerbitkan berbagai peraturan yang merujuk dan mengatur penjualan
bijih nikel ke luar negeri, oleh karena itu Panel harus menganggap mereka memiliki kompetensi untuk
melakukannya. Panel juga mencatat bahwa, dalam konteks larangan ekspor, Indonesia tidak berpendapat bahwa
Peraturan ESDM No. 11/2019 tidak dapat dijadikan dasar gugatan pelanggaran Pasal XI:1 karena dikeluarkan oleh
ESDM dan bukan Kemendag.
7.83. Oleh karena itu, Panel menemukan bahwa fakta bahwa DPR dikelola oleh Kementerian ESDM dan bukan
Kementerian Perdagangan dan ditujukan kepada perusahaan pertambangan dan kilang dan bukan kepada eksportir
tidak cukup untuk menyimpulkan bahwa hal itu tidak memiliki efek yang membatasi ekspor.
7.84. Singkatnya, Uni Eropa telah menunjukkan bahwa rancangan, arsitektur, dan struktur DPR yang terbuka
menunjukkan bahwa pada dasarnya DPR memiliki efek yang membatasi ekspor. Dengan demikian, Uni Eropa telah
menetapkan kasus prima facie bahwa DPR tidak konsisten dengan Pasal XI:1 GATT 1994, yang belum dibantah oleh
Indonesia.
7.2.1.4 Kesimpulan apakah DPR merupakan pembatasan dalam pengertian Pasal XI:1 GATT 1994
7.85. Panel menemukan bahwa teks Pasal XI:1 GATT 1994 dengan jelas mencakup tindakan-tindakan yang berkaitan
dengan "penjualan untuk ekspor". Panel menemukan bahwa DPR termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:1 GATT
1994 karena merupakan pembatasan penjualan untuk ekspor bijih nikel, yang pada hakikatnya berdampak terbatas
pada ekspor. Oleh karena itu, Panel berpendapat bahwa DPR tunduk pada kewajiban dalam Pasal XI:1 GATT 1994
dan berhak untuk dikecualikan dari kewajiban yang terkandung dalam Pasal XI:2(a) GATT 1994 jika unsur-unsur lain
dari itu ketentuan terpenuhi.
7.2.2 Apakah bijih nikel penting bagi Indonesia menurut pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994
7.86. Sebagaimana disebutkan di atas, agar termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a) dan dengan demikian tidak
termasuk dalam kewajiban dalam Pasal XI:1 larangan atau pembatasan harus pada bahan makanan atau produk
penting lainnya kepada Anggota yang menanggapi. Oleh karena itu, Panel akan beralih pada penentuan apakah bijih
270
nikel penting bagi Indonesia.
267
Appellate Body Report, US – Large Civil Aircraft (2nd complaint) para. 593.
Pasal 19 Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 juga mengacu kepada pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan.
269
Permen ESDM No. 20/2013, 1/2014, dan 11/2019. Panel tidak menemukan bahwa peraturan-peraturan ini merupakan bagian dari iterasi DPR
saat ini dan juga tidak menemukan konsistensi mereka dengan kewajiban Indonesia berdasarkan GATT 1994, Panel hanya mencatat pola faktual
dalam peraturan Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM dan mengatur bijih nikel (di antara mineral lainnya).
270
Panel mencatat bahwa panel dalam China – Raw Materials, mengikuti urutan analisis yang sama, pertama-tama menentukan apakah tindakan
tersebut merupakan larangan atau pembatasan, kemudian apakah terkait dengan produk penting, dan kemudian beralih ke elemen lain dari Pasal
XI: 2(a). Lihat Panel Report, China – Raw Materials, bagian D.1.b.
268
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.2.2.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga
7.87. Indonesia mengidentifikasi tiga alasan utama mengapa nikel sangat penting untuknya. Pertama, pentingnya
pertambangan bagi perekonomian Indonesia, yang menyumbang sebagian besar dari PDB-nya. Dalam hal ini,
Indonesia mencatat bahwa Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia yang menyumbang 7% dari output
global, dan pertambangan nikel memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan pemerintah dan
271
lapangan kerja sekaligus menjadi signifikansi ekonomi dan strategis tertentu di daerah miskin di mana ia berada.
272
dihasilkan, seperti Sulawesi dan Maluku. Kedua, Indonesia berpendapat bahwa nikel merupakan input yang
sangat diperlukan untuk industri baja yang menyumbang 3,94% dari total PDB industri. Indonesia mencatat bahwa
industri baja dalam negeri tidak mampu memenuhi permintaan dan hampir setengah dari kebutuhan baja Indonesia
273
Ketiga, Indonesia menunjuk pada penerapan rencana strategis untuk memperluas
dipasok dari luar negeri.
produksi baterai EV di Indonesia dalam jangka pendek, yang menghasilkan kebutuhan untuk mengamankan input
274
penting untuk produksi tersebut, yaitu nikel.
7.88. Untuk mendukung argumennya, Indonesia mencatat bahwa panel di China – Raw Materials mengakui bauksit
kelas refraktori sebagai "penting" bagi China karena merupakan masukan dalam pembuatan baja dan pentingnya
275
relevan sektor tersebut bagi perekonomian China.
7.89. Indonesia berargumen bahwa kasusnya bahwa nikel "penting" bagi Indonesia dalam pengertian Pasal XI:2(a)
GATT 1994 belum berhasil dibantah oleh Uni Eropa.
7.90. Uni Eropa berpendapat bahwa hanya menjadi sumber kegiatan ekonomi utama di suatu wilayah atau Anggota
tidak cukup untuk memenuhi syarat suatu produk sebagai esensial dalam arti Pasal XI:2(a) GATT 1994. Uni Eropa
berpendapat bahwa salah satu harus menginterpretasikan jenis produk yang dicakup oleh ketentuan dengan
mengacu pada penyertaan tegas "bahan makanan" dalam Pasal XI:2(a). Dalam pandangan Uni Eropa, yang
menurutnya disetujui oleh Appellate Body, "produk lain yang penting bagi pihak yang mengadakan kontrak" harus
276
serupa dengan bahan makanan dan dengan demikian harus memenuhi kebutuhan penting penduduk. Menurut
Uni Eropa, sebuah produk yang memiliki kepentingan ekonomi yang besar dalam hal menyediakan lapangan kerja
atau pendapatan pemerintah mungkin tidak "penting" jika tidak menjawab kebutuhan vital tertentu dari
277
penduduk. Dalam pandangan Uni Eropa, jenis produk ini akan kurang lebih sama di semua Anggota, dengan
278
beberapa diferensiasi untuk kebiasaan diet lokal atau perbedaan iklim. Uni Eropa berpendapat bahwa menerima
interpretasi Indonesia akan mengarah pada interpretasi yang terlalu luas dari Pasal XI:2(a) GATT 1994, yang akan
memiliki konsekuensi menghapuskan kewajiban dalam Pasal XI :1 dari GATT 1994.
7.91. Kanada menyarankan agar pertimbangan Panel tentang apakah produksi nikel penting mengharuskannya
untuk memeriksa data mengenai kapasitas produksi nikel dalam beberapa tahun terakhir dan membandingkan data
tersebut dengan data mengenai permintaan domestik pada periode yang sama, serta menilai kontribusi bijih nikel
279
sebagai sektor. produksi bagi perekonomian Indonesia.
7.92. Sehubungan dengan apakah Pasal XI:2(a) GATT 1994 tersedia untuk pengenaan langkah-langkah untuk
memastikan pasokan untuk industri dalam negeri, Korea, mengacu pada laporan Partai Kerja GATT di mana Partai
Kerja menegaskan bahwa GATT 1994 " tidak mengizinkan pemberlakuan pembatasan atas ekspor bahan mentah
280
Kerajaan Inggris berkomentar bahwa "akses ke
untuk melindungi atau memajukan industri dalam negeri".
pasokan produk input dalam negeri bukanlah, dengan sendirinya, 'penting' untuk pengembangan industri dalam
281
negeri" dan kita harus melihat apakah input yang diimpor dapat memenuhi kebutuhan industri dalam negeri
271
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 136; Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 109- 115.
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 100.
273
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 137 mengacu pada (Bank Indonesia, “Produk Domestik Bruto berdasarkan Asal Industri dengan
Harga Berlaku", Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2021), 226-227, Exhibit IDN-50.) Panel mencatat bahwa Indonesia di sini mengacu
pada bagian dari PDB industri dan bukan total PDB yang diwakili oleh industri baja.
274
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 138; Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 100.
275
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 135.
276
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 129-131; Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 29.
277
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 132.
278
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan panel Nos. 29 dan 31.
279
Tanggapan pihak ketiga Kanada terhadap pertanyaan Panel No. 4.
280
Tanggapan pihak ketiga Korea terhadap pertanyaan Panel, No. 4.
281
Tanggapan pihak ketiga Britania Raya terhadap pertanyaan Panel No. 4.
272
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
tanpa memerlukan pembatasan ekspor. Jepang dan Amerika Serikat menerima kemungkinan bahwa mengamankan
input untuk industri dalam negeri dapat diizinkan berdasarkan Pasal XI:2(a). Jepang, berpendapat bahwa Anggota
yang menggunakan argumen ini akan diminta untuk menjelaskan mengapa pengembangan industri tertentu itu
mutlak diperlukan atau sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar populasi Anggota tersebut, dan dengan
282
demikian mengapa produk input dalam industri tertentu itu adalah "penting" bagi Anggota. Untuk bagiannya,
Amerika Serikat berpendapat bahwa suatu produk yang merupakan produk input untuk industri yang ingin
283
dikembangkan oleh Anggota "dapat menjadi faktor pendukung untuk 'kepentingan' produk bagi Anggota" .
7.2.2.2 Analisis oleh Panel
284
7.93. Istilah "esensial" didefinisikan sebagai "[a]sangat diperlukan atau diperlukan". Oleh karena itu, Pasal XI:2(a)
mengacu pada kekurangan kritis bahan makanan atau produk yang mutlak diperlukan atau diperlukan. Dengan
memasukkan, khususnya, kata "bahan makanan", Pasal XI:2(a) menentukan aturan dari apa yang mungkin dianggap
sebagai produk esensial bagi pihak yang mengontrak, tetapi tidak membatasi ruang lingkup produk esensial lainnya
hanya untuk bahan makanan.
7.94. Panel ini sependapat dengan panel dalam China – Raw Materials bahwa "[t] frase 'kepada Anggota
pengekspor' tampaknya telah ditambahkan ke draf awal Pasal XI:2(a) untuk mengklarifikasi bahwa 'pentingnya
285
setiap produk harus dinilai dalam kaitannya dengan negara tertentu yang bersangkutan'". Ini tidak berarti bahwa
286
Anggota dapat dengan mudah menyatakan bahwa suatu produk penting untuknya. Namun, ini berarti bahwa jenis
produk yang penting dapat berbeda dari Anggota ke Anggota. Penentuan apakah suatu produk itu penting harus
difokuskan pada keadaan khusus yang dihadapi oleh Anggota yang menanggapi pada saat Anggota tersebut
287
menerapkan pembatasan atau pelarangan berdasarkan Pasal XI:2(a) GATT 1994.
7.95. Panel juga setuju dengan panel dalam China – Raw Materials bahwa definisi produk esensial dalam pengertian
Pasal XI:2(a) GATT 1994 "dapat mencakup produk yang merupakan 'masukan' untuk produk atau industri penting
288
". Seperti Badan Banding, Panel tidak mengecualikan bahwa tindakan yang termasuk dalam lingkup Pasal XI:2(a)
289
dapat berhubungan dengan sumber daya alam yang dapat habis.
7.96. Menerapkan pemahaman ini pada fakta-fakta kasus ini, Panel mengingat bahwa Indonesia telah
menggambarkan bijih nikel kadar rendah sebagai limbah dan beban berlebih serta tidak layak secara ekonomi. Oleh
karena itu, Panel menyimpulkan bahwa Indonesia belum menunjukkan bahwa bijih nikel kadar rendah saat ini
merupakan produk penting bagi Indonesia.
7.97. Sehubungan dengan bijih kadar tinggi, Indonesia mendasarkan argumentasinya pada fakta bahwa produk
tersebut penting bagi perekonomian dua wilayah – Maluku dan Sulawesi – dan di tiga industri: pertambangan nikel,
290
Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2020, pertambangan nikel
baja tahan karat, dan baterai EV.
menyumbang 27% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Sulawesi Tenggara, 41% dari PDRB di Sulawesi
291
Tengah, dan 23% dari PDRB di Maluku Utara.
7.98. Panel meminta Indonesia untuk memberikan informasi tentang lapangan kerja dan pendapatan di tiga wilayah
yang menurut Indonesia sangat penting bagi bijih nikel: pertambangan nikel, baja tahan karat, dan baterai EV.
292
Indonesia menyerahkan data berikut sehubungan dengan pertambangan nikel dan industri baja tahan karat :
282
Tanggapan pihak ketiga Jepang terhadap pertanyaan Panel No. 4.
Tanggapan pihak ketiga Amerika Serikat terhadap pertanyaan Panel No. 4.
284
Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 326.
285
Panel Reports, China – Raw Materials, para. 7.275 (mengutip Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, Sesi Kedua Komite Persiapan Konferensi PBB
tentang Perdagangan dan Ketenagakerjaan. Komisi A: Laporan Sub-Komite Pasal 25 dan 27 E/PC/T/141 (1 Agustus 1947) ).
286
Panel Reports, China – Raw Materials, para. 7.345.
287
Panel Reports, China – Raw Materials, para. 7.276.
288
Panel Reports, China – Raw Materials, para. 7.282.
289
Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 337.
290
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 100, mengacu pada tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 39(a); Mining and
Development in Indonesia: An Overview of the Regulatory Framework and Policies", International Mining for Development Centre: Action
Research Report, (March 2013), (Bukti IDN-5), p. 11; dan Nikkei Asia, Automobiles "Indonesia's electric car dreams at odds with deforestation
pledge", available at: https://asia.nikkei.com/Business/Automobiles/Indonesia-s-electric- car-dreams-at-odds-with-deforestation-pledge (diakses
terakhir 21 Januari 2022), (Bukti IDN-99).
291
BPS, Excel "PDRB Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara" (Bukti IDN-100).
292
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 101 (berisi BCI). Panel mencatat bahwa Indonesia memberikan data mengenai
pertambangan nikel dalam persentase sedangkan Indonesia menyajikan data industri baja nirkarat dalam bentuk desimal. Panel telah
283
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Year
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
NICKEL MINING INDUSTRY (NICKEL MINING + SMELTER)
%
of
of
Total # of
% of total %
Indonesia's
government
employees
employment
GDP
revenue
[[***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***]]
Year
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
STAINLESS STEEL INDUSTRY
%
of
Total # of
% of total
Indonesia's
employees
employment
GDP
[[***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***
%
of
government
revenue
***
***
***
***
***
***
***
***
***
***]]
7.99. Data menunjukkan bahwa pertambangan nikel telah mewakili bagian yang signifikan dari PDB Indonesia (di
atas 10%) pada tingkat yang stabil dari tahun 2012-2021. Demikian juga pertambangan nikel merupakan bagian
penting dari pendapatan pemerintah pada tahun 2012/2013 dan menurun setelahnya meskipun masih signifikan.
Jumlah karyawan di pertambangan nikel kecil pada tahun 2012-2105 dan meningkat secara signifikan dari tahun
2016 hingga 2017 dan terus bertambah hingga mulai menurun pada tahun 2021. Sebagai bagian dari total lapangan
kerja, pertambangan nikel telah mewakili bagian yang substansial dari total lapangan kerja sejak 2017. Sebaliknya,
baja tahan karat mewakili persentase kecil dari PDB Indonesia dan mewakili persentase yang sangat kecil dari total
lapangan kerja dan pendapatan pemerintah. Mengenai industri baterai EV, Indonesia mengakui bahwa ketika
langkah-langkah tersebut diadopsi, tidak ada lapangan kerja di industri baterai EV, tetapi ada perkiraan bahwa
membangun ekosistem EV akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDB dan menciptakan ribuan
lapangan kerja langsung. , menghasilkan pendapatan negara, serta menciptakan ribuan lapangan kerja hilir
293
tambahan, dan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia.
7.100. Panel mengingat pedoman dari Appellate Body bahwa berbagai unsur Pasal XI:2(a) saling menginformasikan,
dan satu unsur dapat memberikan makna kepada unsur lainnya. Panel akan membahas lebih lanjut di bagian 7.2.3 di
bawah elemen penerapan tindakan sementara berdasarkan Pasal XI:2(a) bahwa tindakan tersebut harus
menjembatani kebutuhan yang berlalu dan tidak permanen atau dipertahankan sampai sumber daya alam benarbenar habis. . Seperti yang akan dibahas lebih lanjut di bagian 7.2.4 di bawah sehubungan dengan kekurangan kritis,
Panel juga memahami bahwa fleksibilitas dalam Pasal XI:2(a) tidak dimaksudkan untuk memungkinkan Anggota
memberlakukan pembatasan atas ekspor bahan mentah untuk untuk melindungi atau memajukan industri dalam
294
negeri. Mengingat hal itu, Panel berpendapat bahwa suatu produk masukan industri dapat menjadi penting dan
berada dalam kategori "sangat diperlukan atau diperlukan" jika diperlukan untuk mempertahankan suatu industri
melalui kebutuhan sesaat, tetapi tidak untuk melindunginya dari keanehan persaingan atau kondisi pasar biasa
dengan hormat. untuk mengakses input, atau untuk menciptakan industri yang belum ada. Dalam hal ini, Panel
berpandangan bahwa mungkin sulit untuk membuktikan bahwa suatu produk masukan penting dalam pengertian
menyesuaikan data industri baja tahan karat agar sebanding dengan data pertambangan nikel.
293
Tanggapan Indonesia terhadap Pertanyaan Panel No. 101, mengacu pada KESDM, Presentasi “Peran Mineral dalam Pengembangan Industri Aki
Indonesia” (10 September 2021), (Bukti IDN-127 (BCI)).
294
GATT/CP.4/33, Laporan Kelompok Kerja "D" tentang Pembatasan Kuantitatif tanggal 28 Maret 1950 diterbitkan ulang sebagai "Penggunaan
Pembatasan Kuantitatif untuk Tujuan Protektif dan Komersial," Penjualan No. GATT/1950-3, para. 12.
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Pasal XI:2(a) GATT 1994 jika belum benar-benar digunakan oleh industri dalam negeri. pada Anggota yang
menanggapi. Implikasi dari argumentasi Indonesia adalah jika panel dalam China – Raw Materials benar maka
bauksit itu benar "penting" bagi perekonomian yang beragam seperti Cina, maka Panel ini harus menyimpulkan
bahwa bijih nikel penting bagi Indonesia. Panel, bagaimanapun, tidak melihat kesejajaran yang tepat antara situasi
bauksit di Cina dan nikel di Indonesia. Dalam hal ini, Panel mengingat faktor-faktor yang dianggap relevan oleh panel
di China – Bahan Mentah ketika menentukan bahwa bauksit merupakan produk penting bagi China. Panel itu
mencatat bahwa bauksit tahan api digunakan dalam produksi besi, baja, dan produk penting lainnya untuk pasar
domestik dan ekspor China. Bahwa Cina adalah produsen utama baja – produk hilir – di dunia dan bahwa industri
bajanya adalah konsumen utama dari produk input (bauksit tahan api) dan merupakan sumber lapangan kerja yang
signifikan. Produk hilir juga merupakan produk penting dalam industri manufaktur dan konstruksi, dua sektor
295
fundamental yang menggerakkan industri dan pembangunan China.
7.101. Pertambangan nikel merupakan sumber penting lapangan kerja dan pendapatan pemerintah bagi Indonesia,
terutama jika dilihat dari wilayah Maluku dan Sulawesi. Namun, langkah-langkah tersebut tidak dirancang untuk
mengatasi kekurangan bijih nikel yang kritis bagi industri pertambangan. Sebaliknya, seperti yang dijelaskan
Indonesia, langkah-langkah tersebut ditujukan untuk ketersediaan bijih nikel sebagai produk masukan bagi industri
296
hilir. Berbeda dengan situasi bauksit di Cina, bijih nikel belum menjadi masukan bagi industri hilir penting di
Indonesia. Indonesia mengakui bahwa pada saat pembentukan Panel, produksi baterai kendaraan listrik belum
dimulai di Indonesia dan hanya diproyeksikan menjadi sumber lapangan kerja dan pendapatan pemerintah di masa
297
mendatang. Demikian pula, produksi baja nirkarat saat ini merupakan bagian kecil ekonomi Indonesia, mewakili
pangsa pekerjaan dan pendapatan pemerintah yang rendah selama periode 2012-2020. Terlebih lagi, Indonesia
belum menunjukkan bukti betapa baja tahan karat dan baterai EV merupakan produk penting bagi industri
manufaktur lain di Indonesia.
7.102. Oleh karena itu, Panel menemukan bahwa berdasarkan argumentasi dan bukti yang diberikan Indonesia,
Indonesia belum memenuhi kewajibannya untuk menunjukkan bahwa bijih nikel penting bagi Indonesia dalam
pengertian Pasal XI:2(a).
7.103. Seperti yang akan dibahas Panel lebih lanjut dalam paragraf 7.137 di bawah, prinsip kedaulatan permanen
atas sumber daya alam relevan dengan interpretasi kewajiban GATT. Temuan Panel di sini tidak bertentangan
dengan pemahaman tersebut.
7.2.3 Apakah larangan ekspor dan DPR diterapkan sementara
7.2.3.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga
7.104. Indonesia mengandalkan penerapan larangan dan pembatasan ekspor bijih nikel di masa lalu untuk apa yang
298
disebutnya "hanya untuk jangka waktu terbatas" sebagai bukti bahwa peraturan pelaksanaan saat ini juga hanya
berlaku sementara. Secara khusus, Indonesia mengacu pada dua larangan ekspor yang dilaksanakan melalui
299
Peraturan ESDM No. 7/2012 (yang berlaku selama 15 hari) dan No. 1/2014 (yang menurut Indonesia berlaku mulai
300
11 Januari 2014 hingga dicabut pada Januari 2017).
7.105. Demikian pula, sehubungan dengan DPR, Indonesia berargumen bahwa persyaratan ini "hanya berlaku untuk
301
membatasi ekspor nikel yang belum diolah atau belum dimurnikan untuk jangka waktu terbatas". Selanjutnya,
Indonesia menyampaikan bahwa sejauh produsen dalam negeri tunduk pada persyaratan ini, mereka mempengaruhi
302
penjualan internal nikel dan, karenanya, termasuk dalam Pasal III:4 GATT 1994.
7.106. Indonesia menegaskan bahwa mereka memiliki praktik yang konsisten dalam menerapkan larangan dan
303
pembatasan ekspor bijih nikel secara eksklusif untuk sementara. Indonesia juga berpendapat bahwa mereka telah
295
Panel Reports, China – Raw Materials, para. 7.340.
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 137-138; dan pengajuan tertulis kedua, para. 116.
297
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 39(c) dan 101.
298
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 94.
299
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 95-96.
300
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 99.
301
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 103.
302
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 103.
303
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 78 mengacu pada pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 94-103.
296
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
menghasilkan bukti kontemporer bahwa alasan penerapan larangan ekspor bijih nikel adalah untuk mengamankan
kebutuhan pasokan segera dari industri pengolahan dalam negeri dan bahwa penerapannya, oleh karena itu, untuk
304
menjembatani kebutuhan yang lewat. Akhirnya, Indonesia berpendapat bahwa Eropa Union tampaknya setuju
bahwa, di masa lalu, larangan ekspor bijih nikel kadar rendah diberlakukan hanya untuk waktu yang terbatas,
sehingga satu-satunya ketidaksepakatan yang tersisa di antara para pihak tampaknya hanya terkait dengan kadar
305
bijih nikel di atas 1,7%. Indonesia mencatat bahwa pada saat Uni Eropa meminta konsultasi pada tahun 2019,
Peraturan ESDM 25/2018 telah berlaku kurang dari 1 tahun 7 bulan, sedangkan larangan ekspor dalam Peraturan
ESDM 11/2019 dan Permendag 96/2019 adalah tidak berpengaruh sama sekali. Indonesia mencatat bahwa selama
proses Panel berlangsung, Permen ESDM 25/2018 telah berlaku selama 3 tahun 8 bulan, sedangkan Permen ESDM
306
11/2019 dan Permen ESDM 96/2019 telah berlaku selama 2 tahun. Dalam pandangan Indonesia , mengingat
jadwal eksplorasi hingga produksi bijih nikel, penerapan kurang dari empat tahun adalah waktu yang sangat singkat
307
dalam industri pertambangan.
7.107. Uni Eropa menyatakan bahwa tidak persuasif untuk merujuk pada cara penerapan larangan ekspor di masa
308
lalu untuk berargumen bahwa larangan ekspor saat ini juga hanya diterapkan sementara. Uni Eropa juga mencatat
bahwa argumen penerapan sementara historis hanya dapat dikatakan berlaku untuk bijih kadar rendah karena
309
ekspor bijih kadar tinggi terus dilarang sejak Januari 2014. Uni Eropa berpendapat bahwa lamanya waktu
peraturan 2019 berlaku sebelum konsultasi diminta tidak dapat dispositif karena berarti bahwa Anggota harus
menunggu untuk jangka waktu yang lama sebelum mengajukan klaim dan oleh karena itu menerima pembatalan
310
atau penurunan manfaat berdasarkan perjanjian WTO.
7.108. Brasil dan Jepang mempertanyakan apakah motivasi di balik penerapan tindakan tersebut – yang tampaknya,
311
dalam pandangan mereka, penipisan cadangan bijih nikel – dapat dianggap sebagai kebutuhan sesaat. Amerika
Serikat berkomentar bahwa ketika Indonesia mempertimbangkan kapasitas pemrosesannya akan terus berkembang,
yang akan menghasilkan peningkatan permintaan, tidak jelas dan tidak mungkin bahwa pembatasan ekspor akan
312
diterapkan untuk waktu yang terbatas. Inggris mengacu pada temuan Appellate Body dalam China – Raw Materials
bahwa pembatasan ekspor diterapkan pada sumber daya yang dimaksudkan untuk dipertahankan sampai cadangan
yang tersisa habis, atau sampai teknologi atau kondisi baru mengurangi permintaan akan produk tersebut, tidak
313
dapat dikatakan "digunakan untuk sementara".
7.109. Kanada berpandangan bahwa meskipun larangan ekspor Indonesia belum diterapkan secara konsisten, Panel
harus mempertimbangkan apakah larangan tersebut lebih bersifat tindakan konservasi jangka panjang yang
diterapkan pada sumber daya mineral yang dapat habis dan apakah mungkin kekurangan yang diharapkan tidak
akan pernah ada lagi. Kanada mengajukan bahwa "pembatasan yang diterapkan hampir sepanjang waktu sampai
314
cadangan habis tidak akan memenuhi persyaratan 'diterapkan sementara'". Selanjutnya, Kanada menyampaikan
bahwa Panel juga harus mempertimbangkan apakah ada indikasi bahwa larangan tersebut akan diterapkan secara
315
Korea
efektif. secara permanen, atau apakah akan dicabut, pada saat kekurangan kritis telah diselesaikan.
menganggap bahwa suatu tindakan mungkin tidak bersifat sementara jika seseorang tidak dapat mengantisipasi
secara wajar bahwa tindakan tersebut akan dicabut pada waktunya atau di bawah kondisi tertentu. -kondisi
316
sementara.
7.110. Jepang, Korea, Amerika Serikat, dan Inggris semuanya menyatakan keprihatinan bahwa serangkaian tindakan
dengan beberapa jeda dalam penerapan atau satu tindakan yang sering dihentikan sementara dan dimulai kembali,
dapat mengindikasikan bahwa tindakan tersebut sebenarnya dimaksudkan untuk bersifat permanen, tunduk pada
pengecualian-pengecualian periodik. Mempertimbangkan tindakan(-tindakan) tersebut untuk diterapkan sementara
dalam arti Pasal XI:2(a) dapat menciptakan kemungkinan bagi Anggota untuk mengelak dari pengecualian sempit
304
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 75-76 mengacu pada Siaran Pers ESDM, 2 September 2019 (Bukti IDN-92), hal.2.
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 79.
306
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 81.
307
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 82.
308
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 149.
309
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 151.
310
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 156.
311
Pengajuan pihak ketiga Brasil, para. 16; dan pengajuan pihak ketiga Jepang, para. 25-26.
Amerika Serikat terhadap pertanyaan Panel No. 5
312
Pengajuan pihak ketiga Amerika Serikat, para. 22 dan tanggapan pihak ketiga Amerika Serikat terhadap pertanyaan Panel No. 2.
313
Pengajuan pihak ketiga Britania Raya, para. 12 (mengacu pada Appellate Body Reports, China – Raw Materials, paragraf 340).
314
Pernyataan pihak ketiga Kanada, paragraf 11, dan tanggapan pihak ketiga terhadap pertanyaan Panel No. 2.
315
Tanggapan pihak ketiga Kanada terhadap pertanyaan Panel No. 5.
316
Tanggapan pihak ketiga Korea terhadap pertanyaan Panel No. 2; Tanggapan pihak ketiga Amerika Serikat terhadap pertanyaan Panel No. 5.
305
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
tersebut sehingga membuat kewajiban substantif menjadi tidak berarti.
317
7.2.3.2 Analisis oleh Panel
7.111. Indonesia tidak mengutip teks apa pun dalam peraturan saat ini yang menunjukkan secara eksplisit bahwa
peraturan tersebut dimaksudkan untuk sementara atau jika ada kerangka waktu tertentu yang diperkirakan akan
dicabut atau memicu kriteria untuk mencabutnya.
7.112. Appellate Body telah mencatat bahwa penetapan jangka waktu tertentu sebelumnya tidak diperlukan untuk
tindakan yang dianggap "diterapkan sementara" dalam arti Pasal XI: 2 (a). Pada saat yang sama, Appellate Body
setuju dengan panel di China – Raw Materials bahwa tindakan "yang diterapkan 'sementara' dalam pengertian Pasal
XI:2(a) adalah tindakan yang diterapkan untuk sementara, untuk memberikan keringanan dalam kondisi luar biasa
untuk menjembatani kebutuhan yang lewat. Itu harus terbatas, yaitu, diterapkan untuk waktu yang terbatas" dan
318
tidak terbatas.
7.113. Sehubungan dengan argumen Indonesia tentang periode waktu yang terbatas di mana tindakan itu berlaku,
Panel menyajikan tabel di bawah ini untuk mencerminkan pemahamannya tentang penerapan dua tindakan –
larangan ekspor dan DPR – dari waktu ke waktu.
Gambar 5: Garis waktu penerapan larangan ekspor
Gambar 6: Timeline aplikasi DPR
317
Tanggapan pihak ketiga Jepang terhadap pertanyaan Panel No. 2; Tanggapan pihak ketiga Korea terhadap pertanyaan Panel No. 5; Tanggapan
pihak ketiga Amerika Serikat untuk pertanyaan Panel No. 5, dan tanggapan pihak ketiga Inggris Raya untuk pertanyaan Panel No. 2.
318
Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 330
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.114. Meskipun lamanya waktu serangkaian tindakan serupa telah diberlakukan dapat menunjukkan pola tindakan
jangka pendek, hal itu juga dapat menunjukkan tindakan jangka panjang yang hanya diperbarui oleh instrumen
hukum yang berbeda. Panel mencatat dalam hal ini tidak ada jeda dalam penerapan DPR dan setiap jeda dalam
penerapan larangan ekspor terbatas pada bijih kadar rendah.
7.115. Indonesia berargumen bahwa karena larangan awal pada tahun 2012 hanya berlangsung selama 15 hari dan
peraturan tahun 2019 baru diberlakukan selama dua minggu ketika Uni Eropa meminta konsultasi, maka larangan
319
terhadap bijih berkadar tinggi juga memiliki sejarah yang hanya diterapkan sementara. Indonesia mengabaikan
fakta bahwa ekspor bijih kadar tinggi terus dilarang sejak 1 Januari 2014 dan bahwa Indonesia sendiri telah
320
mengakuinya ketika menyatakan bahwa larangan ekspor memiliki efek yang membatasi. Panel mencatat bahwa
pada saat pembentukan panel, ekspor bijih nikel kadar tinggi terus menerus dilarang selama tujuh tahun dan DPR
321
telah berdiri selama sembilan tahun.
7.116. Oleh karena itu, Panel tidak menemukan sejarah berbagai tindakan berurutan yang mengatur bijih nikel untuk
mendukung argumen Indonesia bahwa larangan ekspor dan penerapan DPR untuk sementara.
7.117. Panel selanjutnya melihat apakah ada indikasi kapan Indonesia akan mencabut tindakan tersebut, seperti
kriteria pencabutan tindakan baik dalam peraturan itu sendiri atau dalam dokumen pemerintah yang bersamaan.
7.118. Indonesia mengutip siaran pers yang mengumumkan peraturan tahun 2019 yang mencabut izin ekspor bijih
nikel kadar rendah dan mengembalikan Indonesia ke keadaan larangan ekspor total. Dalam siaran pers tersebut
meskipun terdapat indikasi jangka waktu cadangan terbukti (7,3 tahun) dan harapan cadangan dapat memenuhi
permintaan selama 42,67 tahun, tidak ada indikasi bahwa tindakan tersebut dimaksudkan untuk dicabut sebelum
322
cadangan menipis. Ada acuan dalam siaran pers tersebut untuk pengembangan teknologi bijih nikel kadar rendah
agar cadangan yang ada dapat diolah dalam negeri tanpa perlu ekspor. Namun belum ada indikasi kapan teknologi
323
itu akan tersedia.
319
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 25(b).
Lihat tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 13.
321
Panel mencatat dalam hal ini bahwa Indonesia berulang kali membandingkan situasinya dengan Cina dalam China – Raw Materials, di mana
larangan ekspor bauksit Cina, yang menurut panel tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994, telah diterapkan tanpa gangguan selama hampir 11
tahun. Panel tidak percaya bahwa panel dalam China – Raw Materials, membuat segala jenis pernyataan bahwa jangka waktu yang lama dari
aplikasi berkelanjutan diperlukan untuk tindakan yang tidak dianggap diterapkan sementara dalam arti Pasal XI: 2 (a) GATT 1994. Itu kebetulan
saja situasi faktual yang disajikan panel.
322
Siaran Pers dari KESDM, 2 September 2019 (Bukti IDN-92).
323
Siaran Pers dari KESDM, 2 September 2019 (Bukti IDN-92). Siaran pers tersebut juga menyebutkan bahwa kebijakan tersebut “semata-mata
untuk meningkatkan nilai tambah nikel untuk mengolah mineral di seluruh Indonesia”.
320
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.119. Indonesia telah mengatakan kepada Panel bahwa saat ini tidak dapat memproses bijih berkadar rendah. Ia
juga mengatakan kepada Panel bahwa Indonesia mengharapkan untuk menggandakan kapasitas penyulingannya
dalam lima tahun ke depan. Itu bermaksud, bagaimanapun, untuk sebagian besar bergantung pada metode
penyulingan utama yang ada – pirometalurgi – dengan kurang dari 20% smelter diperkirakan akan menggunakan
324
Oleh karena itu, tidak terbukti bahwa perkembangan teknologi ini diharapkan akan segera
teknologi HPAL.
tersedia untuk mempertimbangkan bahwa langkah-langkah tersebut menjembatani kebutuhan yang akan berlalu.
7.120. Indonesia berargumen bahwa mereka tidak bermaksud untuk mempertahankan langkah-langkah tersebut
sampai cadangan bijih nikel habis, melainkan terus-menerus menilai kembali langkah-langkah tersebut serta tingkat
325
Indonesia sedang dalam proses meningkatkan kapasitas penyulingan dalam negeri serta hilir
cadangannya.
industri yang akan menggunakan produk nikel. Indonesia mengatakan kepada Panel bahwa peningkatan kapasitas
pemrosesan dalam negeri tidak setara dengan keadaan kekurangan kritis yang berlangsung terus-menerus yang akan
326
memerlukan pengenaan tindakan-tindakan secara permanen. Pada saat yang sama Indonesia menyatakan bahwa
tindakan-tindakan tersebut akan tetap dilakukan sampai "cadangan nikel yang bermanfaat secara ekonomi tersedia.
cukup untuk memenuhi permintaan industri pengolahan dalam negeri, diperkirakan mencapai 292,4 juta wmt pada
327
tahun 2026".
7.121. Panel menemukan bahwa langkah-langkah tersebut telah dilakukan, meskipun dengan jeda singkat yang
328
memungkinkan ekspor bijih berkadar rendah , selama tujuh (larangan ekspor) dan sembilan (DPR) tahun ketika
Panel didirikan dan tetap berlaku hingga saat ini. Indonesia tidak menunjukkan bukti langsung dan kontemporer
dalam tindakan itu sendiri atau keadaan di sekitar pengadopsiannya untuk menunjukkan kerangka waktu atau
bahkan kriteria spesifik yang dapat dicapai untuk kapan tindakan tersebut akan dicabut.
7.122. Panel tidak menemukan bahwa Indonesia bermaksud untuk mempertahankan langkah-langkah tersebut
sampai semua cadangan habis. Indonesia sendiri menginformasikan kepada Panel bahwa mereka bermaksud untuk
mempertahankan langkah-langkah tersebut sampai pasokan memenuhi permintaan atau teknologi baru
329
Mengingat tingkat proyeksi peningkatan permintaan yang dicatat Indonesia serta potensi
memungkinkan.
kapasitas HPAL yang terbatas dalam waktu dekat, Panel menemukan bahwa langkah-langkah tersebut diperkirakan
330
akan berlangsung untuk waktu yang tidak terbatas. Panel mencatat bahwa panel dalam China – Raw Materials
mencapai kesimpulan yang sama ketika menemukan bahwa pembatasan ekspor bauksit China tidak diterapkan
sementara meskipun China berargumen bahwa hal itu akan dipertahankan "sampai teknologi atau kondisi baru
331
mengurangi permintaan".
7.123. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Panel menemukan bahwa baik larangan ekspor maupun DPR untuk
sementara tidak diterapkan dalam pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994.
7.2.4 Apakah larangan ekspor dan DPR diterapkan untuk mencegah kekurangan kritis bijih nikel di Indonesia
7.124. Pasal XI:2(a) memperbolehkan Anggota untuk menerapkan larangan atau pembatasan sementara untuk
mencegah atau mengurangi kekurangan kritis. Appellate Body telah menyimpulkan bahwa Pasal XI:2(a) memberikan
dasar untuk langkah-langkah "yang diambil untuk meringankan atau mengurangi kekurangan kritis yang ada, serta
untuk langkah-langkah pencegahan atau antisipatif yang diambil untuk mencegah kekurangan kritis yang akan
332
segera terjadi". Sebagaimana itu
Appellate Body menyatakan, "yang melekat dalam gagasan kekritisan adalah harapan untuk mencapai titik waktu di
mana kondisi tidak lagi 'kritis', sehingga tindakan tidak lagi memenuhi persyaratan untuk mengatasi kekurangan
324
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 9(c). Lihat juga, Laporan Maryono (Bukti IDN-18 (BCI)), p. 30.
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 26.
326
Pernyataan pembukaan Indonesia pada sidang pertama Panel, para. 53.
327
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 26.
328
Sebagaimana akan dibahas lebih lanjut di bagian 7.2.4.2.2, Indonesia belum memberikan bukti tingkat cadangan bijih kadar rendah.
329
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 77 ("… Siaran pers KESDM juga mendukung sifat sementara dari langkah-langkah tersebut dengan
membuktikan niat KESDM untuk menghapus langkah-langkah tersebut setelah perkembangan teknologi memungkinkan perluasan cadangan
terbukti dan pengolahan nikel kadar rendah, sehingga mengurangi kekurangan pasokan yang membenarkan Pengukuran."). Lihat juga tanggapan
Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 25(a).
330
Indonesia berpendapat bahwa permintaan nikel diperkirakan akan tumbuh 20-25 kali lipat pada tahun 2040. Lihat IEA, Laporan Khusus tentang
Peran Mineral Kritis dalam Transisi Energi Bersih (2021), (Bukti IDN-16), hal. 8.
331
Lihat, misalnya, Panel Reports, China – Raw Materials, paras. 7.348 and 7.350.
332
Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 326.
325
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
kritis".
333
7.2.4.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga
7.125. Indonesia menjelaskan bahwa peningkatan permintaan bijih nikel mengakibatkan tingkat ekstraksi dan
produksi yang lebih tinggi (dan tidak berkelanjutan) di Indonesia. Indonesia berpandangan bahwa kegagalan untuk
bertindak secara preventif akan mengakibatkan kekurangan bijih nikel yang krusial. Indonesia berpendapat bahwa
pembatasan sementara yang diberlakukan antara tahun 2014 dan 2017 berhasil karena produksi berkurang ke
tingkat yang berkelanjutan. Lebih lanjut disebutkan bahwa permintaan bijih nikel di Indonesia saat ini dan tingkat
ekstraksi dan produksi yang sesuai dapat menunjukkan bahwa "kekurangan penting dalam jumlah HGSO
334
kemungkinan akan terjadi jika pembatasan ekspor bijih nikel tidak lagi diberlakukan".
7.126. Indonesia berpendapat bahwa langkah-langkah tersebut diterapkan untuk mencegah kekurangan bijih nikel
yang kritis di wilayahnya. Indonesia menyampaikan bahwa "[menghadapi] lonjakan produksi dan konsumsi bijih nikel
dan mengantisipasi permintaan yang lebih besar untuk nikelnya dalam jangka pendek sebagai masukan penting ke
dalam baterai EV, Indonesia bertindak secara preventif untuk memitigasi risiko berkurangnya cadangan nikelnya
335
habis pada tingkat yang tidak berkelanjutan" dengan mengadopsi pembatasan ekspor sementara.
7.127. Indonesia menyajikan tiga jenis bukti utama untuk mendukung argumennya bahwa terdapat risiko
kekurangan bijih nikel yang kritis yang perlu dicegah. Indonesia berfokus pada estimasi cadangan nikel, produksi
bijih, dan proyeksi untuk konsumsi yang menurutnya menunjukkan risiko defisiensi krusial.
7.128. Berdasarkan berbagai metodologi, termasuk pelaporan dari pemegang izin pertambangan, Indonesia
memberikan perkiraan evolusi cadangannya dari tahun 2012-2020 sebagai berikut:
Tabel 4: Perkembangan cadangan bijih nikel Indonesia
2012
2013
2014
2015
2016
Probabl 19,154,66 18,916,36 18,915,26 46,931,45 44,287,59
2
7
2
9
6
e
Reserv
esof
Nick
el
meta
l
(tons
)
Proved 2,548,956 2,631,146 2,463,051 3,940,845 4,277,095
Reserve
sof
Nick
el
meta
l
(tons
)
Sumber: KESDM, Excel "Data Nikel 2012-2020", (Bukti IDN-48).
2017
2018
2019
2020
39,786,14 39,700,09 54,273,60 48,444,79
5
0
0
1
22,563,73 37,021,66 17,716,02 20,949,29
8
7
3
0
7.129. Sebagaimana dibahas dalam paragraf 2.41 di atas, Indonesia berargumen bahwa hanya cadangan "terbukti"
dan bukan "kemungkinan" yang dapat dipertimbangkan saat memperkirakan cadangan bijih nikel Indonesia untuk
tujuan menentukan apakah akan terjadi kekurangan kritis. Selain itu, Indonesia berargumen bahwa hanya proporsi
336
cadangan "terbukti" yang dapat ditambang secara ekonomis yang dapat dianggap sebagai "cadangan".
333
Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 328.
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 130-131.
335
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 107. (penekanan ditambahkan)
336
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 118 (mengacu pada CRIRSCO, Definisi Standar, Oktober 2012, (Bukti IDN-42)).
334
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Bergantung pada definisi ini, Indonesia berpendapat bahwa cadangan aktualnya lebih rendah dari perkiraan dari
berbagai sumber seperti USGS dan ESDM, karena hanya HGSO yang layak secara ekonomi mengingat metodologi
yang digunakan di smelter Indonesia. Indonesia mencatat bahwa "[a]rata-rata biaya produksi untuk smelter
Indonesia membuatnya tidak ekonomis untuk memproses bijih nikel dengan kadar rendah, termasuk bijih saprolit
kadar rendah dan semua jenis bijih limonit. Oleh karena itu, sementara HGSO digunakan sebagai input untuk
pengolahan lebih lanjut ke hilir, timbunan bijih nikel kadar rendah di bawah kemurnian 1,7% dianggap sebagai
337
limbah dan kelebihan beban, atau inventaris yang mungkin memiliki nilai ekonomi di masa mendatang.
7.130. Menurut Indonesia, bukti dalam catatan menunjukkan bahwa tingkat cadangan HGSO saat ini memiliki "umur
338
total hanya 6 tahun pada tingkat produksi dan konsumsi saat ini" , bahkan tanpa mempertimbangkan lonjakan
permintaan di masa depan akibat produksi baterai kendaraan listrik. Indonesia menganggap bahwa "potensi
penghapusan langkah-langkah yang dipermasalahkan akan memperburuk kekurangan kritis bijih nikel Indonesia
lebih jauh lagi dengan menambahkan permintaan luar negeri untuk HGSO, terutama dari China, ke permintaan
339
domestik untuk HGSO di Indonesia saat ini."
7.131. Terkait produksi nikel, Indonesia menyediakan beberapa titik data yang mengacu pada produksi, jumlah
fasilitas pengolahan, konsumsi dalam negeri, dan kapasitas pengolahan dalam negeri. Sekali lagi, argumen Indonesia
340
berfokus terutama pada bijih nikel yang dikonsumsi di dalam negeri untuk produksi baja nirkarat. Memang,
341
perkiraan konsumsi bijih nikelnya berdasarkan data historis adalah "menurut kapasitas input pengolahan nikel”.
7.132. Uni Eropa berusaha untuk membantah anggapan Indonesia bahwa langkah-langkah tersebut dirancang untuk
mencegah kelangkaan kritis dengan alasan bahwa mereka dirancang untuk mempromosikan industri pengolahan
342
hilir dalam negeri Indonesia. Uni Eropa juga memberikan tantangan terperinci terhadap data Indonesia yang
343
Secara khusus, Uni Eropa
digunakan untuk mendukung argumennya bahwa kekurangan kritis sudah dekat.
344
345
menyatakan bahwa dugaan risiko kekurangan terlalu jauh , bukan sementara , diciptakan sendiri oleh Indonesia
346
347
melalui penerapan tindakan , dan bahwa dugaan kekurangan kuantitas tidak mungkin atau serius.
7.133. Kanada mengajukan bahwa jika langkah-langkah Indonesia dirancang untuk mencegah penipisan cadangan
nikel jangka panjang, dan karena itu tidak menanggapi "kekurangan kritis" maka persyaratan Pasal XI:2(a)
348
kemungkinan besar tidak akan dipenuhi. Korea, berpendapat demikian juga bahwa karena bijih nikel bukanlah
sumber daya regenerasi yang dapat pulih dari waktu ke waktu, tampaknya hanya "tindakan dengan efek terusmenerus, alih-alih 'tindakan sementara', yang cenderung untuk mengurangi kekurangan yang sedang
349
berlangsung". Jepang dan Inggris Raya mempertimbangkan bahwa penipisan cadangan bijih disebabkan atau
diperparah oleh penambangan yang berkelanjutan, akan sulit untuk menunjukkan bahwa ini adalah kekurangan
350
kritis dalam arti ketentuan. Jepang juga mencatat bahwa jika kekurangan bersifat permanen, maka tindakan tidak
351
dapat dilakukan. diterapkan untuk mencegah kekurangan kritis.
7.2.4.2 Analisis oleh Panel
7.134. Panel dihadapkan pada beberapa pertanyaan dalam menentukan apakah langkah-langkah Indonesia
memenuhi unsur Pasal XI:2(a) GATT 1994 ini. Yang pertama adalah pertanyaan interpretatif sehubungan dengan
jenis situasi apa yang dapat dianggap sebagai kekurangan kritis dalam arti Pasal XI:2(a) yang dapat dicegah atau
dibebaskan. Secara khusus, para pihak berbeda pendapat tentang apakah tindakan tersebut dapat diambil untuk
mengatasi penipisan sumber daya alam yang normal dan juga apakah tindakan tersebut dapat digunakan untuk
memenuhi permintaan domestik yang meningkat terkait dengan pengembangan industri pengolahan hilir untuk
337
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 118.
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 131.
339
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 131.
340
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 124-127.
341
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 126, Tabel 3 (mengacu pada Laporan Maryono, (Bukti IDN-18 (BCI)), hal. 19).
342
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 26-62.
343
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 73-127.
344
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 73-80.
345
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 81-87.
346
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 88-90.
347
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 91-127.
348
Tanggapan pihak ketiga Kanada terhadap pertanyaan Panel No. 3.
349
Pernyataan pihak ketiga Korea, para. 7.
350
Tanggapan pihak ketiga Jepang terhadap pertanyaan Panel No. 3; dan tanggapan pihak ketiga Inggris Raya terhadap pertanyaan Panel No. 3.
351
Pengajuan pihak ketiga Jepang, para. 29.
338
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
produk input. Pertanyaan kedua berkaitan dengan penentuan secara faktual tingkat cadangan bijih nikel di
Indonesia. Panel kemudian harus menerapkan hukum pada fakta-fakta dan menentukan apakah ada kelangkaan
kritis bijih nikel di Indonesia yang dapat dicegah.
7.2.4.2.1 Kekurangan kritis dalam pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994
7.135. Istilah "kekurangan kritis" pertama kali ditafsirkan oleh Badan Banding dalam sengketa China – Raw Materials.
Dalam hal itu, Badan Banding melihat definisi kamus tentang kekurangan dan kritis serta konteks yang diberikan oleh
ketentuan-ketentuan lain GATT 1994 yang merujuk pada kekurangan – terutama referensi untuk "kekurangan
pasokan" dalam Pasal XX(j) – untuk menentukan bahwa "kekurangan kritis" dalam pengertian Pasal XI:2(a) mengacu
pada "kekurangan dalam jumlah yang krusial, yang mencapai situasi yang sangat penting, atau yang mencapai tahap
sangat penting atau menentukan, atau titik balik”, yang lebih sempit daripada jenis kekurangan yang termasuk
352
dalam ruang lingkup Pasal XX(j). Mengatasi kekurangan atau situasi kekurangan pasokan saja tidak akan cukup
untuk membawa tindakan dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a), kekurangan itu harus kritis.
7.136. Demikian pula, Pasal XI:2(a) dan Pasal XX(i) harus membahas keadaan yang terpisah. Kuantitas esensial bahan
yang diperlukan untuk industri dalam negeri harus memiliki arti yang berbeda dari kekurangan kritis produk
353
esensial. Kebutuhan untuk mengamankan kuantitas esensial untuk industri dalam negeri tidak dapat dianggap
setara dengan kekurangan kritis. Sebagaimana disebutkan di atas, kekurangan kritis harus menjadi hal yang sangat
penting dan mampu mencapai titik balik. Panel berpandangan, oleh karena itu, mengamankan cukup masukan
tertentu untuk memenuhi potensi peningkatan permintaan yang dibawa oleh kekuatan pasar normal yang
diharapkan untuk melanjutkan untuk beberapa waktu tidak menanggapi kekurangan kritis.
7.137. Panel memahami bahwa GATT 1994 harus ditafsirkan dengan cara yang konsisten dengan prinsip-prinsip
354
umum hukum kebiasaan internasional, termasuk prinsip kedaulatan permanen atas sumber daya alam. Panel
setuju dengan panel dalam China – Raw Materials bahwa kemampuan untuk masuk ke dalam perjanjian
internasional seperti Perjanjian WTO adalah contoh klasik dari pelaksanaan kedaulatan. Panel juga mencatat bahwa
prinsip interpretasi yang harmonis mensyaratkan bahwa Anggota harus menjalankan kedaulatan mereka atas
355
sumber daya alam secara konsisten dengan kewajiban WTO mereka. Pada saat yang sama, fleksibilitas yang
dibangun dalam GATT 1994 dan perjanjian tercakup lainnya harus ditafsirkan dengan cara yang sama. yang
menghormati prinsip ini serta tujuan Pembukaan Perjanjian WTO sehubungan dengan pembangunan berkelanjutan.
Karena alasan ini, seperti Badan Banding, Panel tidak mengecualikan kemungkinan bahwa tindakan yang termasuk
dalam lingkup Pasal XI:2(a) GATT 1994 dapat berhubungan dengan sumber daya alam yang dapat habis. Namun
demikian, Indonesia masih harus menunjukkan bahwa semua unsur komponen Pasal XI:2(a) terpenuhi.
7.138. Sehubungan dengan tersedianya Pasal XI:2(a) langkah-langkah untuk mengatasi kekurangan kritis sumber
daya alam yang dapat habis, Badan Banding telah menjelaskan bahwa tindakan tersebut dapat diberlakukan,
"misalnya, jika bencana alam menyebabkan 'kekurangan kritis' suatu sumber daya alam yang dapat habis, yang, pada
356
saat yang sama, merupakan bahan makanan atau produk penting lainnya". Panel tidak membaca pernyataan
Badan Banding sebagai membatasi jenis kekurangan kritis dari sumber daya alam yang dapat habis untuk bencana
alam. Panel tidak menemukan dukungan dalam pernyataan Badan Banding, bagaimanapun, untuk gagasan bahwa
konsep kekurangan kritis dari sumber daya alam yang dapat habis dapat dengan mudah bahwa dalam kondisi pasar
biasa pasokan saat ini tidak dapat memenuhi permintaan atau diproyeksikan tidak dapat memenuhi permintaan.
untuk memenuhi permintaan di masa mendatang.
7.139. Singkatnya, Panel berpandangan bahwa, Pasal XI:2(a) dapat digunakan oleh Anggota untuk mengatasi
352
Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 324-325.
Perbedaan tersebut tercermin dalam kriteria penerapan Pasal XX(i), yang mensyaratkan Anggota untuk mempertahankan harga domestik dari
bahan-bahan tersebut di bawah harga dunia sebagai bagian dari rencana stabilisasi pemerintah dan bahwa setiap pembatasan yang diterapkan
tidak boleh meningkatkan ekspor atau perlindungan yang diberikan kepada industri dalam negeri tersebut dan tidak boleh menyimpang dari
ketentuan-ketentuan persetujuan ini yang berkaitan dengan non-diskriminasi. Panel mencatat bahwa ada bukti dalam catatan bahwa sehubungan
dengan larangan ekspor dan DPR, Indonesia menerapkan harga referensi untuk bijih nikel, yang diadakan di bawah harga pasar dunia untuk
"menciptakan keseimbangan atau harga yang adil antara keuntungan bagi para pelebur. sekaligus memastikan kegiatan penambangan nikel dapat
memberikan margin yang cukup bagi para penambang”. Lihat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemerintah Indonesia, Siaran Pers
No 253.Pers./04/SJI/2020 "Mendorong Pertumbuhan Pasar Nikel Dalam Negeri, Pemerintah Tetapkan Peraturan Harga Rujukan Mineral (RPM)",
(Bukti EU–28) .
353
354
Pasal 3.2 DSU. Lihat juga Panel Reports, China – Raw Materials para. 7.377–7.383.
Panel Reports, China – Raw Materials, paras. 7.381-7.382.
356
Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 337.
355
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
kekurangan input industri yang kritis, termasuk sumber daya alam yang dapat habis, tetapi kekurangan tersebut
357
harus kritis dan mampu diselesaikan.
7.2.4.2.2 Tingkat cadangan bijih nikel di Indonesia
7.140. Untuk menunjukkan bahwa akan terjadi kekurangan bijih nikel yang kritis, Indonesia harus memberikan bukti
kepada Panel tentang tingkat cadangan. Dalam hal ini, Indonesia menyediakan laporan pakar – Laporan Maryono –
serta data relevan lainnya tentang tingkat cadangan nikel Indonesia. Uni Eropa mengangkat dua isu besar terkait
perhitungan cadangan yang diajukan Indonesia. Secara khusus, Uni Eropa mempersoalkan fakta bahwa Indonesia
mengeluarkan bijih berkadar rendah dari perhitungan cadangan dan bahwa Indonesia juga mengecualikan setiap
358
data tentang cadangan nikel yang tidak diverifikasi oleh "orang yang kompeten".
7.141. Terkait bijih berkadar rendah, Indonesia mengakui telah mengeluarkan bijih berkadar rendah dari
perhitungannya. Indonesia mengandalkan definisi cadangan standar industri untuk memasukkan hanya produk yang
layak secara ekonomi. Dalam pandangan Indonesia, bijih berkadar rendah tidak dimasukkan dalam perhitungan
cadangan karena smelternya saat ini tidak dapat mengolahnya dan, oleh karena itu, bijih ini tidak layak secara
359
ekonomi.
7.142. Peraturan Indonesia (khususnya dua dari tahun 2017) secara khusus mensyaratkan penggunaan bijih berkadar
360
rendah di fasilitas dalam negeri (dan konstruksi dari fasilitas tersebut) sebelum produk dapat diekspor. Indonesia
telah mengakui kepada Panel bahwa beberapa fasilitasnya menggunakan bijih berkadar rendah untuk
361
"pencampuran". Selain itu, Indonesia tidak memperhitungkan bahwa para penambang dapat mengeksploitasi
362
Hal ini tampaknya tidak sejalan dengan argumen
bijih kadar rendah dengan menjualnya ke pembeli asing.
Indonesia tentang mengapa bijih nikel penting bagi Indonesia, yang menekankan pentingnya industri bijih nikel di
363
beberapa wilayah Indonesia seperti Sulawesi dan Maluku.
7.143. Sehubungan dengan bijih kadar tinggi ada beberapa perkiraan dalam catatan. Estimasi dari Laporan Maryono,
364
tertanggal September 2021, menunjukkan antara [[***-***]] tahun sisa cadangan. Perhitungan ini didasarkan
pada cadangan terbukti yang dihitung sehubungan dengan bijih berkadar tinggi yang dilaporkan oleh orang yang
365
kompeten serta data produksi dan kapasitas terkini dari smelter yang ada. Pada saat yang sama, Pedoman
Pertambangan Indonesia yang diberikan kepada calon investor untuk mendorong mereka membangun fasilitas
pemurnian dan fasilitas manufaktur hilir (stainless steel dan baterai EV) di Indonesia menunjukkan bahwa “produksi
366
pertambangan mineral sangat tinggi dan ketersediaan cadangan masih berlimpah untuk jangka panjang".
7.144. Indonesia juga mencatat bahwa cadangan dapat dihitung ke atas jika kilang HPAL baru yang dapat
367
memurnikan bijih nikel kadar rendah mulai beroperasi. Indonesia mencatat bahwa kilang pertama akan mulai
368
berproduksi pada tahun 2026 dan akan segera menyusul. Potensi peningkatan ini Tren ini juga dibahas dalam
Pedoman Pertambangan Indonesia yang menunjukkan bahwa ketahanan cadangan terbukti nikel – hidrometalurgi
dari tahun 2020 harus bertahan hingga tahun 2030, atau 2029 untuk komoditas nikel – pirometalurgi. Menurut
Pedoman Pertambangan, periode waktu ini secara signifikan lebih lama jika mengacu pada total cadangan dan
bukan cadangan terbukti: total jaminan cadangan nikel akan mencakup hingga tahun 2052 untuk nikel –
357
Oleh karena itu persyaratan bahwa tindakan berdasarkan Pasal XI:2(a) GATT 1994 diterapkan sementara.
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 95 – 104.
359
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 27(b).
360
Lihat mis. Peraturan Menhub No. 1/2017, (Bukti EU-8(b)), Pasal 4.
361
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 76(b).
362
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 9(a).
363
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 100, 109, dan 112. Lihat juga, tanggapan Indonesia atas pertanyaan Panel No. 97 (“Antara tahun
2017 dan 2019, Indonesia telah memutuskan untuk mengizinkan ekspor bijih nikel kadar rendah. Saat itu, Indonesia berusaha menanggapi
permohonan dengan perusahaan pertambangan bahwa mereka tidak akan bertahan secara ekonomi jika kehilangan kesempatan untuk
mengekspor bijih nikel, sementara pada saat yang sama memastikan kesinambungan pasokan bijih nikel dengan kadar yang lebih tinggi untuk
kapasitas pemrosesan yang berkembang di Indonesia.")
364
Laporan Maryono, (Bukti IDN-18 (BCI)), hal. 31.
365
Uni Eropa berkeberatan dengan pengecualian data cadangan potensial yang tidak dilaporkan oleh orang yang berkompeten – menunjukkan
bahwa mengabaikan informasi ini akan menekan perhitungan keseluruhan cadangan. Panel mencatat bahwa ketergantungan pada orang-orang
yang berkompeten adalah standar industri (Lihat Bukti IDN-37, IDN-42, dan IDN-45) dan bahwa total volume sisa bijih nikel yang diestimasi dalam
Laporan Maryono lebih besar daripada estimasi yang dihasilkan dengan menggunakan metodologi alternatif. yang tidak membutuhkan orang
yang berkompeten.
366
KESDM, Pedoman Pertambangan Indonesia (2020), (Bukti IDN-1), hal. 142.
367
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 9(b).
368
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 100(a).
358
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
369
pirometalurgi dan 2091 untuk nikel – hidrometalurgi. Harus diingat bahwa Indonesia saat ini hanya memiliki
smelter yang dimurnikan melalui proses pirometalurgi, tetapi diharapkan dapat menghadirkan smelter
hidrometalurgi (HPAL) on-line di tahun-tahun mendatang. Pedoman Pertambangan mengakui bahwa menambahkan
penggunaan fasilitas HPAL akan memperpanjang umur cadangan karena akan memasukkan cadangan yang mungkin
daripada yang terbukti dalam perkiraan.
7.2.4.2.3 Apakah Indonesia akan segera mengalami kekurangan bijih nikel yang kritis
7.145. Dalam menganalisis pertanyaan ini, Panel akan menerapkan pemahamannya tentang jenis situasi yang
memenuhi syarat sebagai kekurangan kritis untuk tujuan Pasal XI:2(a) GATT 1994 pada situasi faktual di Indonesia.
Dalam hal ini, Panel mengingatkan bahwa Indonesia telah membedakan dalam penghitungan cadangannya antara
bijih kadar rendah (dengan kandungan nikel <1,7%) dan bijih kadar tinggi (dengan kandungan nikel >1,7%).
7.146. Panel mencatat bahwa, terlepas dari posisi Indonesia mengenai nilai bijih berkadar rendah, langkah-langkah
tersebut juga berlaku untuk bijih berkadar rendah. Indonesia telah secara berkala mencabut larangan ekspor bijih
berkadar rendah. Sehubungan dengan DPR, Panel mencatat bahwa itu berlaku untuk bijih berkadar rendah dan
berkadar tinggi. Izin untuk mengekspor bijih mentah hanya berlaku untuk bijih kadar rendah dan secara khusus
370
dikondisikan pada komitmen untuk penyulingan dalam negeri.
7.147. Tanpa data tentang tingkat cadangan bijih berkadar rendah di Indonesia, Panel tidak melihat bagaimana
Indonesia dapat menunjukkan bahwa langkah-langkahnya sementara diterapkan untuk mencegah kekurangan yang
kritis dari produk tersebut. Indonesia sendiri mengakui bahwa larangan ekspor bijih nikel kadar rendah tidak terkait
dengan pencegahan kelangkaan kritis produk tersebut, melainkan untuk mencegah degradasi lingkungan seperti
deforestasi, gangguan lahan, dan pencemaran air yang biasanya terkait dengan tambang terbuka dangkal yang
371
berorientasi ekspor. . Indonesia juga berargumen bahwa larangan bijih kadar rendah diperlukan untuk mencegah
eksportir menggunakan kemampuan untuk mengekspor bijih kadar rendah untuk menunjukkan deklarasi pabean
palsu dan benar-benar mengekspor bijih kadar tinggi dan bahwa lonjakan ekspor bijih nikel antara Tahun 2017 dan
2019 berdampak pada berkurangnya cadangan ekonomi bijih nikel kadar tinggi Indonesia, meskipun ekspor bijih
372
kadar tinggi tidak diizinkan secara hukum. Namun pada saat yang sama Indonesia telah berulang kali mencatat
373
bahwa pada tahun 2018 jumlah cadangan direvisi ke atas secara signifikan. Bagaimanapun juga, hal ini tidak
menunjukkan bahwa tindakan tersebut diterapkan untuk mencegah kekurangan pasokan nikel kadar rendah yang
kritis.
7.148. Indonesia juga mengacu pada potensi penggunaan bijih kadar rendah setelah kapasitas HPAL beroperasi
tetapi tidak dapat menunjukkan kekurangan bijih kadar rendah pada saat langkah-langkah tersebut diadopsi.
7.149. Sehubungan dengan bijih berkadar tinggi, Panel pertama-tama mencatat bahwa, sebagaimana dibahas di
atas, kekurangan kritis dalam arti Pasal XI:2(a) tidak bisa sekadar menjadi situasi kekurangan pasokan. Ini juga tidak
bisa hanya menjadi situasi kebutuhan untuk mengamankan jumlah esensial bagi industri dalam negeri untuk
memenuhi permintaan. Kekurangan kritis harus sangat penting atau pada titik balik dan mampu diselesaikan.
7.150. Data yang diberikan oleh Indonesia mengacu pada proyeksi permintaan di wilayah produksi yang saat ini
374
belum berkembang sepenuhnya di Indonesia. Estimasi Indonesia tentang kemampuan teknologi HPAL untuk
memungkinkan penggunaan bijih kadar rendah yang lebih luas dan dengan demikian meniadakan kebutuhan ekspor
375
pengekangan juga telah terus direvisi menjadi lebih jauh di masa mendatang (dari [[***]] hingga sekarang [[***]]).
Berkaitan dengan produksi baterai EV, Indonesia telah mengakui bahwa saat ini belum ada produksi baterai EV
369
KESDM, Pedoman Pertambangan Indonesia (2020), (Bukti IDN-1), hal. 142, Tabel 9.3.
Permen ESDM No. 25/2018, Pasal 46 (Bukti EU-9(b)). Lihat Permen ESDM No. 5/2017, Pasal 10 (Bukti IDN-33), Permendag No. 1/2017, Pasal 4
(Bukti EU-8(b)) dan Permen ESDM No. 11/2012, Pasal 21A (Bukti EU-5(b)) untuk formulasi sebelumnya dari persyaratan ini.
371
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 27(c).
372
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 97. Alasan ini terdengar lebih mirip dengan alasan yang digunakan Indonesia berdasarkan
Pasal XX(d) GATT 1994 daripada menunjukkan bahwa ada kekurangan bijih nikel kadar rendah dalam pengertian Pasal XI:2 (a) GATT 1994.
373
Lihat misalnya, tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 33 ("Cadangan nikel Indonesia telah direvisi lebih dari lima kali lipat pada
tahun 2018 sebagai hasil dari peningkatan kepatuhan pelaporan oleh pemegang izin nikel.")
374
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 101.
375
Tanggapan Indonesia terhadap Pertanyaan Panel No. 100 (mencatat bahwa teknologi HPAL masih eksperimental di Indonesia dan berbagai
sumber memiliki perkiraan yang berbeda mengenai kapan pembangkit HPAL akan beroperasi. Indonesia sekarang dalam posisi untuk memastikan
bahwa pembangkit HPAL pertama di Indonesia mulai beroperasi, dengan delapan pabrik mulai hingga 2026.).
370
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
376
pabrik yang beroperasi di Indonesia dan pabrik pertama diperkirakan tidak akan beroperasi hingga tahun 2024. Ini
akan menjadi lima tahun setelah penerapan peraturan terbaru yang menerapkan larangan ekspor pada tahun 2019,
10 tahun sejak pengenaan larangan ekspor -grade bijih nikel pada tahun 2014, dan 12 tahun sejak penetapan DPR
377
pada tahun 2012. Indonesia juga telah mengindikasikan bahwa lapangan kerja di industri baja tahan karat saat ini
378
hanya menyumbang sebagian kecil [[***]] dari total tenaga kerjanya.
7.151. Panel menemukan bahwa prospek permintaan di masa depan ini terlalu dilemahkan untuk dapat diandalkan
secara wajar sebagai bukti kekurangan kritis yang dapat dicegah melalui langkah-langkah yang dipermasalahkan.
7.152. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Panel menemukan bahwa Indonesia belum menunjukkan adanya
kekurangan bijih nikel yang kritis, baik kadar rendah maupun kadar tinggi, dalam pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994.
7.2.5 Kesimpulan keseluruhan atas Pasal XI:2(a) GATT 1994
7.153. Perlu diingatkan bahwa analisis berdasarkan Pasal XI:2(a) GATT 1994 bersifat kumulatif. Semua elemen harus
ditunjukkan agar tergugat dapat memanfaatkan pengecualian dari kewajiban dalam Pasal XI:1 GATT 1994. Dalam hal
ini Panel telah menemukan bahwa:
a.
Larangan ekspor adalah larangan dan DPR adalah pembatasan dalam pengertian Pasal XI:1 GATT 1994. Oleh
karena itu, kedua tindakan tersebut dapat dikecualikan dari penerapan Pasal XI:1 yang dimuat dalam Pasal
XI:2(a ) dari GATT 1994;
b.
Indonesia belum menunjukkan bahwa bijih nikel merupakan produk penting dalam pengertian Pasal XI:2(a)
GATT 1994;
c.
Baik larangan ekspor maupun DPR untuk sementara tidak diterapkan dalam pengertian Pasal XI:2(a) GATT
1994; dan
d.
Indonesia belum memenuhi beban pembuktian untuk menunjukkan bahwa akan terjadi kekurangan kritis
bijih nikel (baik kadar rendah atau kadar tinggi) yang dapat dicegah oleh tindakan tersebut.
7.154. Setelah menemukan bahwa Indonesia belum menunjukkan bahwa semua elemen komponen Pasal XI:2(a)
GATT 1994 hadir, Panel menemukan bahwa baik larangan ekspor maupun DPR tidak dikecualikan dari kewajiban
dalam Pasal XI:1 dari GATT tahun 1994.
7.155. Oleh karena itu, Panel bergerak untuk menangani klaim Uni Eropa bahwa larangan ekspor dan DPR tidak
sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994.
7.2.6 Apakah tindakan Indonesia tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994
7.2.6.1 Larangan ekspor
7.156. Sebagaimana disebutkan di atas, Indonesia tidak mempersoalkan bahwa larangan ekspor adalah larangan
ekspor dalam pengertian Pasal XI:1 GATT 1994. Juga tidak membantah bahwa larangan itu memiliki efek
pembatasan.
376
Lihat KESDM, Presentasi tentang "Peran Mineral dalam Pengembangan Industri Aki Indonesia" (10 September 2021), (Bukti IDN-127 (BCI))
memberikan perkiraan dampak proyeksi PDB dari produksi baterai EV pada [[** *]]. Lihat juga, Media melaporkan bahwa pada September 2021
Hyundai Motor Group dan LG Energy Solution memulai pembangunan pabrik baterai senilai 1,1 miliar dolar AS di dekat Jakarta, yang dijadwalkan
mulai berproduksi pada tahun 2024. Lihat pernyataan pembukaan Indonesia pada sidang pertama dengan Panel, mengacu pada Financial Times,
"Indonesia and Foxconn in talking over electric vehicle investment" (1 November 2021), tersedia di: https://www.ft.com/content/f1a805aa-82ac4f24-ad22-58e43712091e, (Bukti IDN -78). Lihat juga NIKKEI Asia, "Indonesia teams with LG to build $1.2bn battery plant" (25 May 2021),
tersedia di: https://asia.nikkei.com/Business/Automobiles/Indonesia-teams-with-LG-to- build-1.2bn-battery-plant, (Bukti IDN-51).
377
Meskipun isi DPR tertuang dalam Pasal 103 UU No. 4/2009, namun pertama kali dilaksanakan melalui peraturan pada tahun 2012 (lihat
Permen ESDM No. 7/2012).
378
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 101.
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
379
7.157. Terlepas dari pengakuan Indonesia, beban tetap ada pada Uni Eropa untuk membuat kasus prima facie
yang menjadi tantangan – dalam hal ini, dugaan larangan ekspor bijih nikel seperti yang saat ini diterapkan melalui
Peraturan ESDM No. 11/2019 dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 96 /2019 – adalah larangan dalam
380
pengertian Pasal XI GATT 1994.
7.158. Panel telah menemukan dalam paragraf 7.84 di atas bahwa rancangan, arsitektur, dan struktur pengungkapan
larangan ekspor, sebagaimana dijelaskan oleh Uni Eropa dan dikonfirmasi oleh Indonesia, menunjukkan bahwa
larangan ekspor adalah larangan. Oleh karena itu, Panel berpendapat bahwa larangan ekspor tidak sesuai dengan
kewajiban dalam Pasal XI:1 GATT 1994.
7.2.6.2 DPR
7.159. Panel menemukan bahwa DPR masuk dalam ruang lingkup Pasal XI:1 GATT 1994 karena merupakan
pembatasan penjualan untuk ekspor bijih nikel.
7.160. Panel juga menemukan bahwa DPR pada dasarnya memiliki efek membatasi ekspor.
7.161. Oleh karena itu, Panel menemukan bahwa DPR sebagaimana diatur dalam UU No. 4/2009 dan dilaksanakan
melalui Permen ESDM No. 25/2018 dan 7/2020, bertentangan dengan Pasal XI:1 GATT 1994.
7.162. Indonesia juga telah mengajukan pembelaan afirmatif bahwa tindakannya dibenarkan berdasarkan Pasal
XX(d) GATT 1994. Panel sekarang menganalisis pembelaan ini.
7.3 Apakah tindakan Indonesia dibenarkan menurut Pasal XX(d) GATT 1994
7.163 Indonesia mengajukan pembelaan afirmatif alternatif berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 jika Panel
menyimpulkan bahwa tindakan yang dipermasalahkan tidak termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a) GATT 1994
381
dan tidak sesuai dengan Pasal XI: 1 GATT 1994.
7.164 Panel telah menemukan dalam bagian 7.2 di atas bahwa langkah-langkah yang dipersoalkan tidak sesuai
dengan Pasal XI:1 GATT 1994 dan tidak termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a) GATT 1994. Oleh karena itu Panel
akan membahas alternatif pembelaan afirmatif Indonesia berdasarkan sub-ayat (d) Pasal XX GATT 1994.
7.165. Pasal XX(d) GATT 1994 mengatur sebagai berikut:
Tunduk pada persyaratan bahwa tindakan-tindakan tersebut tidak diterapkan dengan
cara yang merupakan sarana diskriminasi yang sewenang-wenang atau tidak dapat
dibenarkan antara negara-negara di mana kondisi yang sama berlaku, atau pembatasan
terselubung pada perdagangan internasional, tidak ada dalam Persetujuan ini harus
ditafsirkan untuk mencegah adopsi atau penegakan tindakan-tiondakan oleh pihak
penandatangan persetujuan mana pun:
…
(d) yang perlu untuk memastikan kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan
yang tidak bertentangan dengan ketentuan Persetujuan ini, termasuk yang berkaitan
dengan penegakan kepabeanan, penegakan monopoli yang dioperasikan berdasarkan
379
Kasus prima facie secara umum dipahami dalam hokum WTO sebagai kasus yang, dalam ketiadaan sanggahan yang efektif oleh pihak
pembela, membutuhkan panel, sebagai masalah hukum, untuk memenangkan pihak penggugat. Se misalnya Appellate Body Report, EC –
Hormones, para. 104, dan US – Wool Shirts and Blouses, hal. 14, DSR 1997:I, hal. 335. Badan Banding menjelaskan dalam US – Gambling bahwa
kasus prima facie seperti itu harus mencakup bukti dan argumen hukum yang “harus cukup untuk mengidentifikasi tindakan yang ditentang dan
impor dasarnya, mengidentifikasi ketentuan dan kewajiban WTO yang relevan yang terkandung di dalamnya, dan menjelaskan dasar untuk
ketidakkonsistenan tindakan yang diklaim dengan ketentuan tersebut" (Appellate Body Report, US – Gambling , para. 141).
380
Lihat Panel Report, US – Shrimp (Ecuador), para. 7.9 menemukan bahwa meskipun Amerika Serikat tidak menggugat klaim Ekuador, Panel
diwajibkan menurut Pasal 11 DSU untuk menentukan apakah Ekuador telah mengajukan kasus prima facie untuk menemukan Ekuador. Lihat juga
Appellate Body Report,
US – Gambling, para. 139 ("[a] panel keliru ketika memutus pada klaim-klaim yang gagal diajukan oleh pihak penggugat untuk membuat kasus
prima facie").
381
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 14. Lihat juga pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 232.
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
ayat 4 Pasal II dan Pasal XVII, perlindungan paten, merek dagang dan hak cipta , dan
pencegahan praktik penipuan;
7.166. Badan Banding menjelaskan dalam US – Gasoline bahwa analisis dua tingkat adalah cara yang tepat untuk
mempertimbangkan pembelaan berdasarkan Pasal XX GATT 1994: satu panel pertama-tama harus menentukan
apakah tindakan tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam sub-ayat yang diminta, dan kedua untuk
382
Panel-panel berikutnya yang
menentukan apakah tindakan tersebut sesuai dengan pendahuluan Pasal XX.
383
berurusan dengan pembelaan berdasarkan Pasal XX GATT 1994 telah secara konsisten mengikuti pendekatan ini.
Di Indonesia – Rezim Perizinan Impor, Badan Banding menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu sebuah panel
dapat memutuskan untuk melanjutkan analisis di bawah pendahuluan tanpa melakukan kesalahan yang dapat
384
385
dibatalkan. Dalam pengajuan pihak ketiganya, Amerika Serikat menyampaikan bahwa ini mungkin terjadi. Uni
Eropa, pada bagiannya, tidak secara khusus minta Panel untuk memulai analisisnya dengan pendahuluan, tetapi
386
perhatikan bahwa ini mungkin merupakan kasus yang tepat untuk memulai analisis dengan pendahuluan.
7.167. Panel mencatat bahwa Rejim Perizinan Impor Indonesia melibatkan pemanggilan beberapa sub-ayat Pasal XX.
Oleh karena itu, Panel dalam kasus tersebut memiliki alasan khusus untuk memulai analisisnya dengan
387
pendahuluan. Tidak ada keadaan memaksa yang serupa dalam kasus ini dan Panel, oleh karena itu, tidak melihat
alasan untuk menyimpang dari praktik yang sudah mapan dalam melakukan analisis dua tingkat dimulai dengan
apakah tindakan Indonesia memenuhi sub-ayat yang diminta, dalam hal ini sub-ayat (d) Pasal XX GATT 1994.
7.168. Indonesia, sebagai pihak yang mengajukan pembelaan ini, memikul beban pembuktian dalam hal ini. Oleh
karena itu, Panel akan menentukan apakah Indonesia telah menunjukkan bahwa (i) langkah-langkahnya termasuk
dalam sub-ayat (d) Pasal XX; dan jika mereka melakukannya, (ii) apakah mereka konsisten dengan pendahuluan Pasal
XX.
7.3.1 Apakah langkah-langkah yang dipersoalkan diperlukan untuk memastikan kepatuhan terhadap undangundang atau peraturan yang tidak bertentangan dengan ketentuan GATT 1994
7.169. Agar langkah-langkah yang digugat – yaitu larangan ekspor dan DPR – untuk sementara dibenarkan
berdasarkan sub-ayat (d) Pasal XX Indonesia harus menunjukkan bahwa (i) larangan ekspor dan DPR dirancang untuk
memastikan kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang tidak bertentangan dengan GATT 1994; dan
388
(ii) larangan ekspor dan DPR diperlukan untuk menjamin kepatuhan tersebut.
7.3.1.1 Apakah langkah-langkah yang dipersoalkan menjamin kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan
yang tidak bertentangan dengan GATT 1994
7.170. Appellate Body menjelaskan dalam India – Solar Cells bahwa untuk menunjukkan bahwa suatu tindakan
termasuk dalam ruang lingkup sub-ayat (d) Pasal XX GATT 1994, Anggota yang menanggapi harus membuat tiga
bukti yang berlaku secara kumulatif: (i) bahwa ada undang-undang atau peraturan yang ingin dijamin kepatuhannya;
(ii) bahwa undang-undang dan peraturan tersebut sendiri tidak bertentangan dengan GATT 1994; dan (iii) bahwa
langkah-langkah yang digugat dirancang untuk memastikan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan
389
tersebut.
382
Appellate Body Report, US – Gasoline, p. 22, DSR 1996:I, p. 20.
Appellate Body Reports, US – Shrimp, para. 118; Dominican Republic – Import and Sale of Cigarettes, para. 64 (keduanya
mengutip Appellate Body Report, US – Gasoline, p. 22, DSR 1996:I, p. 20); Brazil – Retreated Tyres, para. 139 (referring to
Appellate Body Reports, US – Gasoline, p. 22, DSR 1996:I, p. 20; Dominican Republic – Import and Sales of Cigarettes, para. 64;
US – Shrimp, para. 149); EC – Seal Products, para. 5.169 (merujuk pada Appellate Body Reports, US – Gasoline, p. 22; US –
Shrimp, paras. 119 and 120; US – Gambling, para. 292); Colombia – Textiles, para. 5.67 (merujuk pada Appellate Body Reports,
US – Gasoline, p. 22; Dominican Republic – Import and Sale of Cigarettes, para. 64; US – Shrimp, paras. 118-120; Brazil –
Retreaded Tyres, para. 139).
384
Appellate Body Report, Indonesia – Import Licensing Regimes, para. 5.100.
385
Pengajuan pihak ketiga Amerika Serikat, para. 27 di mana Amerika Serikat menyatakan bahwa "[tidak] ada dalam teks Pasal XX yang
menunjukkan bahwa tidak mungkin untuk melakukan analisis hukum yang tepat dimulai dengan pendahuluan" karena pendahuluan dan
subparagraf adalah persyaratan independen.
386
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 291; dan jawaban atas pertanyaan Panel No. 120.
387
Badan Banding menyatakan bahwa "tergantung pada keadaan khusus dari kasus yang dihadapi, termasuk cara pembelaan disajikan",
penyimpangan dari urutan analisis berdasarkan Pasal XX dapat dibenarkan. Lihat Appellate Body Report, Indonesia – Import Licensing Regimes,
para. 5.100.
383
388
389
Appellate Body Report, Korea – Various Measures on Beef, para. 157.
Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.58.
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.3.1.1.1 Undang-undang dan peraturan
7.171. Istilah "undang-undang dan peraturan" luas dan dapat merujuk pada berbagai tindakan pemerintah. Namun,
istilah tersebut harus dibaca dalam konteks sub-ayat (d) Pasal XX. Oleh karena itu, panel dan Badan Banding
beralasan bahwa tidak semua peraturan perundang-undangan termasuk dalam ruang lingkup sub-ayat (d).
Mengingat kewajiban bahwa langkah-langkah yang ingin dibenarkan oleh responden harus memastikan kepatuhan
terhadap undang-undang dan peraturan tersebut, panel sebelumnya dan Badan Banding, dalam pandangan Panel,
beralasan dengan benar bahwa jenis undang-undang dan peraturan yang dapat dibenarkan di bawah sub-ayat (d)
390
haruslah yang "sehubungan dengan perilaku mana yang akan, atau tidak akan, berada dalam 'kepatuhan'".
7.172. Badan Banding telah mengidentifikasi sejumlah faktor untuk dipertimbangkan panel ketika menilai apakah
instrumen hukum yang diajukan oleh termohon termasuk dalam ruang lingkup peraturan perundang-undangan
dalam pengertian Pasal XX(d). Faktor-faktor ini termasuk "(i) tingkat normativitas instrumen dan sejauh mana
instrumen beroperasi untuk menetapkan aturan perilaku atau tindakan yang harus dipatuhi dalam sistem hukum
domestik Anggota; (ii) tingkat kekhususan aturan yang relevan; (iii) apakah aturan tersebut dapat ditegakkan secara
hukum, termasuk, misalnya di hadapan pengadilan; (iv) apakah aturan tersebut telah diadopsi atau diakui oleh
otoritas yang kompeten yang memiliki kekuatan yang diperlukan di bawah hukum domestik. sistem hukum suatu
Anggota; (v) bentuk dan gelar yang diberikan kepada setiap instrumen atau instrumen yang mengandung aturan di
bawah sistem hukum domestik Anggota; dan (vi) hukuman atau sanksi yang mungkin menyertai aturan yang
391
relevan". Selanjutnya, penilaian terhadap perangkat hukum atau ketentuan yang diidentifikasi oleh termohon
harus dilakukan “dengan mempertimbangkan sifat dan ciri khusus dari perangkat yang dipersoalkan, aturan yang
392
diduga ada, serta sistem hukum domestik dari Anggota yang bersangkutan". Panel menemukan pedoman yang
berharga dalam pendekatan ini.
7.3.1.1.1.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga
7.173. Posisi Indonesia tentang undang-undang dan peraturan yang relevan untuk tujuan Pasal XX(d) GATT 1994
393
telah berkembang selama proses berlangsung. Pada akhirnya, Indonesia
menyampaikan bahwa larangan ekspor dan DPR menjamin kepatuhan terhadap Pasal 96(c) dan (d) UU No. 4/2009
394
dan Pasal 57 UU No. 32/2009. Indonesia selanjutnya menyampaikan bahwa ketentuan ini merupakan bagian dari
dua pilar kerangka kebijakan yang komprehensif untuk mengatur kegiatan pertambangan, yaitu perlindungan
lingkungan Indonesia melalui penerapan persyaratan pertambangan berkelanjutan, dan konservasi sumber daya
395
alam melalui penerapan persyaratan pengelolaan sumber daya mineral.
7.174. Uni Eropa berargumen bahwa ketentuan yang diidentifikasi oleh Indonesia bukan merupakan undang-undang
396
atau peraturan untuk tujuan Pasal XX(d) karena bersifat aspirasional dan memberikan tujuan umum.
7.175. Pihak ketiga cenderung mendukung pandangan Uni Eropa dengan Kanada, Korea, Inggris Raya, dan Amerika
Serikat semuanya berargumen bahwa tujuan kebijakan luas tidak dapat berfungsi sebagai undang-undang dan
397
peraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal XX(d). Jepang, untuk bagiannya, menyatakan bahwa "undang390
Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.108.
Appellate Body Report, India – Solar Cells, paras. 5.150 and 6.6.
392
Appellate Body Report, India – Solar Cells, paras. 5.114 and 6.6.
393
Indonesia awalnya mengidentifikasi dalam pengajuan tertulis pertamanya Pasal 2, 3, 96-98 UU No. 4/2009, Pasal 3, 10, 23(1)(b) dan 57 UU No.
32/2009 dan peraturan pelaksanaan lainnya sebagai "undang-undang dan peraturan" dalam arti Pasal XX(d) GATT 1994. Indonesia kemudian
menyatakan dalam pernyataan pembukaannya pada sidang pertama dengan Panel bahwa ketentuan yang relevan adalah Pasal 2(d), 3(b) , dan 96
UU No. 4 Tahun 2009, Pasal 3 dan 57 UU No. 32 Tahun 2009 beserta peraturan pelaksanaannya masing-masing. Kemudian Indonesia lebih lanjut
mempersempit ruang lingkup "undang-undang dan peraturan" yang relevan dalam tanggapannya terhadap pertanyaan Panel setelah sidang
pertama dengan Panel dengan menghapus referensi peraturan pelaksana. Dalam pengajuan tertulis keduanya, Indonesia pertama kali
mengidentifikasi Pasal 2 dan 96 UU No. 4/2009 dan Pasal 3 dan 57 UU No. 32/2009 dan tiga paragraf kemudian mengacu pada Pasal 2(d), 3(b) dan
96 UU 4/2009, Pasal 3 dan 57 UU No. 32/2009 dan peraturan pelaksanaannya masing-masing. Lihat pengajuan tertulis pertama Indonesia, para.
153-169; pernyataan pembukaan pada sidang pertama dengan Panel, para. 63; jawaban atas pertanyaan Panel No. 10(c); dan pengajuan tertulis
kedua, para. 121 dan 124. Lihat juga pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 174, 189-192, dan 217.
394
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 105.
395
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 142-143.
396
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 200-201 dan 210-211; dan pernyataan pembukaan pada pertemuan pertama Panel, para. 68.
397
Tanggapan pihak ketiga Kanada terhadap pertanyaan Panel No. 7 dan 9; Tanggapan Korea terhadap pertanyaan Panel No. 7 (mencatat bahwa
meskipun tujuan kebijakan yang luas dapat digunakan sebagai alat penafsiran untuk mengklarifikasi arti dari ketentuan lain, undang-undang dan
peraturan yang sebenarnya harus memunculkan aturan atau norma khusus); Tanggapan Britania Raya terhadap pertanyaan Panel No. 7 dan 9
(berargumen bahwa interpretasi hukum dan peraturan yang terlalu ekspansif akan memungkinkan tindakan yang tidak konsisten GATT
391
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
undang atau peraturan yang menjabarkan tujuan kebijakan yang luas tanpa memerlukan tindakan khusus tidak serta
398
Lebih lanjut dijelaskan bahwa meskipun undang-undang dan
merta dikecualikan dari cakupan Pasal XX(d)".
peraturan "dengan tujuan umum dan muatan normatif tidak dikecualikan dari cakupan Pasal XX(d), penilaian
399
kontribusi suatu tindakan yang dipersoalkan perlu memiliki tingkat kekhususan minimum".
7.3.1.1.1.2 Analisis oleh Panel
Pasal 96(c) UU No. 4/2009
7.176. Pasal 96(c) UU No. 4/2009 (Pasal 96(c)) adalah salah satu dari 18 ketentuan yang termasuk dalam Bagian
Kedua (Kewajiban) Bab XIII (Hak dan Kewajiban), dan berbunyi sebagai berikut:
Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP dan IUPK wajib
melaksanakan:
(c) pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi
400
dan pascatambang;; …
7.177. Indonesia menjelaskan bahwa ketentuan ini, yang merupakan bagian dari kerangka komprehensif Indonesia
tentang pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan, menetapkan persyaratan
401
pengikatan pertambangan berkelanjutan yang memberlakukan aturan perilaku khusus yang ditentukan secara
402
hukum pada operator pasar Indonesia.
7.178. Uni Eropa berpendapat bahwa Pasal 96 mengidentifikasi kategori umum aturan yang harus diterapkan oleh
403
pemegang izin usaha pertambangan. Dalam pandangan Uni Eropa, ketentuan ini tidak cukup spesifik untuk tujuan
Pasal XX(d) karena "dibingkai dalam istilah-istilah umum dan mendefinisikan tugas yang luas sebagai lawan dari
404
aturan atau tindakan khusus".
7.179. Kewajiban yang dibebankan kepada pemegang IUP dan IUPK dalam Pasal 96(c) untuk mengelola dan
mengawasi lingkungan pertambangan, termasuk reklamasi dan pascatambang, berlangsung dalam rangka
penerapan prinsip-prinsip teknik pertambangan yang baik. Peraturan ESDM No. 26/2018 tentang Penerapan Prinsip
405
Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara memberikan panduan untuk
penerapan praktik teknis pertambangan yang baik. Prinsip-prinsip penambangan yang baik dibagi menjadi prinsipprinsip yang berhubungan dengan masalah teknis dan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan manajemen
perusahaan, seperti yang ditunjukkan di bawah ini:
Tabel 5: Prinsip pertambangan yang baik dalam Permen ESDM No. 26/2018
Prinsip-prinsip
pertambangan yang baik
Prinsip-prinsip teknis pertambangan
yang
Manajemen perusahaan 407pertambangan
406
baik (pelaksanaan aspek-aspek berikut) ↓
(pelaksanaan aspek-aspek berikut) ↓
(a) masalah teknis pertambangan;
(a) pemasaran;
(b) konservasi mineral dan batubara;
(b) keuangan;
(c) kesehatan dan keselamatan kerja pertambangan; (c) pengelolaan data;
(d) keselamatan operasi pertambangan;
(d) penggunaan barang, jasa, dan teknologi;
dibenarkan dengan mengacu pada "tujuan aspirasional atau tujuan kebijakan luas, yang akan mengganggu keseimbangan antara liberalisasi
perdagangan dan hak untuk mengatur yang diabadikan dalam Pasal XX"); dan tanggapan Amerika Serikat terhadap pertanyaan Panel No. 7.
398
Tanggapan pihak ketiga Jepang terhadap pertanyaan Panel No. 7.
399
Tanggapan pihak ketiga Jepang terhadap pertanyaan Panel No. 7.
400
UU No. 4 Tahun 2009, (Bukti EU-1(b)), Pasal 96(c). Panel mencatat bahwa UU No. 3/2020 mengubah UU 4/2009 sehingga yang tadinya Pasal
96(c) sekarang menjadi Pasal 96(b); bahkan naskahnya sedikit dimodifikasi sebagai berikut: “Dalam penerapan kaidah teknik Pertambangan yang
baik, pemegang IUP atau IUPK wajib melaksanakan: …”. Panel tidak menganggap perubahan ini sebagai bahan analisis dan akan tetap mengacu
pada Pasal 96(c) UU No. 4/2009 sebagaimana para pihak melakukannya selama argumentasi mereka.
401
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 105.
402
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 146.
403
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 205.
404
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 208.
405
Permen ESDM No. 26/2018, (Bukti IDN-56).
406
Permen ESDM No. 26/2018, (Bukti IDN-56), Pasal 3(3).
407
Permen ESDM No. 26/2018, (Bukti IDN-56), Pasal 3(4).
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
(e) pengelolaan lingkungan pertambangan,
reklamasi, pascatambang, dan pascaoperasi; dan
(f) penggunaan teknologi, kemampuan rekayasa,
desain, pengembangan, dan penerapan teknologi
pertambangan.
(e) pengembangan tenaga teknis pertambangan;
(f) pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
setempat;
(g) kegiatan lain di bidang usaha pertambangan
yang berkaitan dengan kepentingan umum;
(h) pelaksanaan kegiatan berdasarkan IUP atau
IUPK; dan
(i) jumlah/jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha
pertambangan.
7.180. Baik Pasal 96(c) UU No. 4/2009 maupun prinsip teknis pertambangan yang baik yang diatur dalam Pasal
3(3)(e) Permen ESDM No. 26/2018 mengatur tentang pengelolaan lingkungan pertambangan, termasuk reklamasi
dan pasca -pertambangan.
7.181. Faktor pertama yang relevan adalah tingkat kenormatifan ketentuan yang relevan dan sejauh mana ketentuan
tersebut menetapkan aturan tindakan yang harus dipatuhi dalam sistem hukum domestik. Sebagaimana disebutkan
di atas, ini telah ditafsirkan sebagai "[] 'undang-undang atau peraturan' ... sehubungan dengan perilaku mana yang
408
akan, atau tidak akan, berada dalam 'kepatuhan'." Badan Banding membuat perbedaan antara instrumen hukum
yang "meletakkan aturan perilaku atau tindakan tertentu dalam sistem hukum domestik Anggota" dan instrumen
hukum yang "hanya memberikan [] dasar hukum untuk tindakan yang mungkin konsisten dengan tujuan
409
tertentu". Penggunaan pemaksaan atau kepastian mutlak dalam pencapaian tujuan yang dinyatakan dari suatu
tindakan tidak diperlukan untuk menemukan bahwa suatu ketentuan atau perangkat hukum merupakan suatu
410
“undang-undang atau peraturan”. Pasal 96(c) menetapkan kewajiban bagi pemegang IUP dan IUPK, sebagaimana
dilambangkan dengan penggunaan istilah "wajib" diikuti dengan kata kerja "mengelola dan memantau". Kewajiban
untuk mengelola dan memantau lingkungan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam huruf (c) memerlukan
tindakan atau kelalaian tertentu bagi pemegang IUP dan IUPK, yang dapat berupa, misalnya, melakukan kegiatan
pemantauan tertentu atau tidak bersikap pasif dalam situasi tertentu seperti lingkungan hidup. degradasi melebihi
apa yang dapat diterima menurut undang-undang dan peraturan lingkungan di Indonesia. Oleh karena itu, Panel
menilai bahwa tindakan pemegang IUP dan IUPK dapat ditentukan apakah memenuhi kewajiban yang diatur dalam
Pasal 96(c) UU No. 4/2009.
7.182. Faktor kedua yang relevan adalah tingkat kekhususan Pasal 96(c). Appellate Body mempertimbangkan bahwa
"[]" 'semakin akurat' satu tergugat dapat mengidentifikasi aturan, kewajiban, atau persyaratan yang terkandung
dalam 'undang-undang atau peraturan' yang relevan, 'kemungkinan besar' akan dapat menjelaskan bagaimana dan
411
mengapa tindakan yang tidak konsisten menjamin kepatuhan dengan 'undang-undang atau peraturan' tersebut".
Panel mencatat bahwa Pasal 96(c) menyentuh bidang kegiatan pertambangan seperti pengelolaan dan pemantauan
lingkungan pertambangan.
7.183. Faktor ketiga yang relevan menyangkut keberlakuan Pasal 96(c). Meskipun undang-undang atau peraturan
dalam arti Pasal XX(d) tidak diperlukan untuk dapat ditegakkan secara hukum, Badan Banding telah
mempertimbangkan bahwa keberlakuan hukum "dapat menunjukkan sejauh mana [undang-undang atau peraturan]
412
menetapkan aturan tentang perilaku atau tindakan yang harus diamati dalam sistem hukum domestik Anggota".
Panel menganggap Pasal 96(c) sebagai ketentuan yang dapat dilaksanakan karena sifat mengikat dari kewajiban yang
dikandungnya, yaitu "harus mengatur dan memantau lingkungan pertambangan”. Lebih lanjut, Panel mencatat
bahwa Pasal 151 UU No. 4/2009 memberikan sanksi administratif atas ketidakpatuhan terhadap Pasal 96 yang dapat
berupa teguran tertulis, penangguhan sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasional produksi, atau
pencabutan IUP/IPR/IUPK. Panel ingat bahwa pengenaan hukuman dan sanksi tidak diperlukan untuk suatu
ketentuan atau instrumen hukum untuk memenuhi syarat sebagai undang-undang atau peraturan tetapi tetap
408
Lihat para. 7.171 di atas mengacu pada Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.108.
Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.110.
410
Appellate Body Report, Mexico – Taxes on Soft Drinks, para. 74. Lihat jugaa Appellate Body Report,
India – Solar Cells, para. 5.108.
409
411
Appellate Body Report, Argentina – Financial Services, para. 6.203. Lihat juga Appellate Body Report,
India – Solar Cells, para. 5.110.
412
Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.109.
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
relevan dengan analisis Panel.
413
7.184. Dua faktor terakhir yang relevan berkaitan dengan otoritas yang mengadopsi atau mengakui Pasal 96(c) dan
bentuk serta judul instrumen yang memuat Pasal 96(c), yang "dapat menjelaskan status hukum dan isinya" tetapi
414
tidak menentukan apakah memenuhi syarat sebagai "undang-undang atau peraturan". Pasal 96(c) adalah salah
satu dari 18 ketentuan yang termasuk dalam Bagian Kedua Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara
415
Indonesia, yaitu Undang-Undang No. ". Pemerintah Indonesia memberlakukan Undang-Undang ini.
7.185. Analisis yang cermat terhadap faktor-faktor tersebut di atas membuat kami menyimpulkan bahwa Pasal 96(c)
adalah undang-undang atau peraturan dalam arti Pasal XX(d) GATT 1994 karena mengatur kewajiban untuk dipatuhi
oleh IUP dan IUPK dalam sistem hukum Indonesia yang dapat ditegakkan, dan derajat kenormatifannya cukup untuk
maksud Pasal XX(d) GATT 1994.
Pasal 96(d) UU No. 4/2009
7.186. Pasal 96(d) UU No. 4/2009 (Pasal 96(d)) adalah salah satu dari 18 ketentuan yang termasuk dalam Bagian
416
Kedua (Kewajiban) Bab XIII (Hak dan Kewajiban). Pemerintah Indonesia membuat Undang-Undang ini. Ketentuan
tersebut berbunyi sebagai berikut:
Dalam menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP dan IUPK wajib:
… (d) melakukan upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara; …
7.187. Indonesia menjelaskan bahwa ketentuan ini, yang merupakan bagian dari kerangka komprehensif Indonesia
tentang pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan, menetapkan persyaratan
417
pengelolaan sumber daya yang membebankan "aturan perilaku khusus yang ditetapkan secara hukum" kepada
418
pelaku pasar Indonesia.
7.188. Uni Eropa berargumen bahwa Pasal 96(d) dibingkai secara umum dan tidak cukup spesifik karena menetapkan
419
tugas yang luas, dan bukan aturan khusus atau tindakan seperti yang disyaratkan oleh Pasal XX GATT 1994.
7.189. Pasal 96(d) mengacu pada kewajiban pemegang IUP dan IUPK untuk “melakukan upaya konservasi sumber
daya mineral dan batubara”. (penekanan ditambahkan) Bahasa yang tidak jelas tentang isi kewajiban tersebut
membuat ketentuan ini lebih dekat dengan dasar hukum untuk tindakan yang konsisten dengan prinsip
pertambangan yang baik daripada aturan perilaku atau tindakan yang ditetapkan. Apalagi upaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 96(d) menyangkut bidang kegiatan pertambangan yang sangat luas, yaitu konservasi sumber
daya mineral dan batubara. Panel mengacu pada analisisnya di atas mengenai kewenangan yang mengadopsi Pasal
96(d) dan bentuk serta judul dari perangkat hukum di mana ia ditemukan karena kedua ketentuan tersebut
merupakan bagian dari perangkat hukum yang sama, yaitu UU No. 4/2009.
7.190. Sama halnya dengan huruf (c), huruf (d) juga sangat mirip dengan kaidah teknis pertambangan yang baik yang
diatur dalam Pasal 3(3)(b) Permen ESDM No. 26 Tahun 2018 tentang Konservasi Mineral dan Batubara.
7.191. Panel mengakui bahwa Pasal 151 UU No. 4/2009 menetapkan kemampuan untuk mengenakan sanksi atas
ketidakpatuhan terhadap Pasal 96. Namun, Panel tidak yakin bahwa hal ini akan mengganggu pemahamannya
terhadap Pasal 96(d). Karena sifat "upaya terbaik" dari ketentuan tersebut, sulit untuk melihat bagaimana sanksi
berdasarkan Pasal 151 dapat ditegakkan.
7.192. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Panel menilai bahwa Pasal 96(d) UU No. 4/2009 tidak memenuhi
syarat sebagai undang-undang atau peraturan untuk tujuan Pasal XX(d) GATT 1994 karena bukan merupakan
kewajiban yang dapat dilaksanakan. yang kepatuhannya dapat dijamin.
413
Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.109.
Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.112.
415
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 154.
416
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 154.
417
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 105.
418
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 105. Lihat lebih umum pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 146.
419
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 208.
414
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Pasal 57 UU No. 32/2009
7.193. Terakhir, Panel beralih ke ketentuan ketiga yang diidentifikasi oleh Indonesia, yaitu Pasal 57 UU No. 32/2009
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Pasal 57). Ketentuan yang merupakan satu-satunya
ketentuan dalam Bab VI UU No 32 Tahun 2009 berjudul “Pemeliharaan” tersebut berbunyi sebagai berikut:
(1) Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya: a. konservasi sumber daya alam; b.
pencadangan sumber daya alam; dan/atau c. pelestarian fungsi atmosfer.
(2) Konservasi sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kegiatan: a.
perlindungan sumber daya alam; b. pengawetan sumber daya alam; dan c. pemanfaatan secara lestari
sumber daya alam.
(3) Pencadangan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan sumber
daya alam yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu.
(4) Pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. upaya mitigasi
dan adaptasi perubahan iklim; b. upaya perlindungan lapisan ozon; dan c. upaya perlindungan terhadap
hujan asam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai konservasi dan pencadangan sumber daya alam serta pelestarian
420
fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
7.194. Indonesia menjelaskan bahwa ketentuan ini merupakan bagian dari kerangka komprehensif Indonesia
tentang pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan dan menetapkan persyaratan
pengelolaan pertambangan dan sumber daya yang berkelanjutan. Indonesia berargumen bahwa Pasal 57
421
memberlakukan "aturan perilaku khusus yang ditentukan secara hukum" yang tidak hortatory atau samar-samar ,
422
sebagaimana dapat dilihat dari bahasanya ("harus dilakukan").
7.195. Uni Eropa menyatakan bahwa Pasal 57 dirumuskan secara umum dan, oleh karena itu, tidak memiliki tingkat
konten atau kekhususan normatif yang disyaratkan. Secara khusus, Uni Eropa berpendapat bahwa tidak jelas
bagaimana kewajiban untuk memastikan pelestarian fungsi atmosfer dapat menjadi syarat pertambangan yang
423
berkelanjutan.
7.196. Indonesia mengacu pada keseluruhan Pasal 57 dan bukan pada salah satu sub-ayat tertentu. Ayat (1)
ketentuan ini hanya memuat kewajiban, yaitu pemegang IUP dan IUPK melestarikan lingkungan hidup dengan tiga
cara, yaitu (i) konservasi sumber daya alam; (ii) cadangan sumber daya alam; dan/atau (iii) pelestarian fungsi
atmosfer. Ayat (2) sampai dengan ayat (4) menentukan ruang lingkup masing-masing cara tersebut, dan ayat (5)
mengatur pengaturan lebih lanjut ketentuan ini melalui peraturan pemerintah.
7.197. Ruang lingkup penerapan ketentuan ini luas, memayungi beberapa isu yang terkait dengan pelestarian
lingkungan. Ayat (5) menunjukkan bahwa Pasal 57 tidak dengan sendirinya mengatur secara khusus bagaimana
pemegang IUP dan IUPK dapat memenuhi kewajiban dalam ayat (1), melainkan ketentuan khusus tersebut
dimaksudkan untuk dituangkan dalam peraturan pelaksanaan. Peraturan pelaksanaan tersebut seharusnya sudah
424
diundangkan atau diterbitkan dalam jangka waktu tidak lebih dari satu tahun setelah berlakunya UU No. 32/2009.
Indonesia tidak mendalilkan bahwa Pasal 57 perlu dibaca bersama dengan regulasi pelaksanaan khusus dalam arti
pembelaan affirmatifnya Pasal XX(d) GATT 1994. Selain itu, tidak ada dalam Undang-Undang No. 32/2009 yang
mengatur hukuman atau sanksi jika tidak dipatuhi. Oleh karena itu, Panel menyimpulkan bahwa Pasal 57 dengan
sendirinya tidak memuat kewajiban yang dapat ditegakkan secara hukum.
7.198. Pasal 57 merupakan satu-satunya ketentuan dalam Bab VI UU No 32 Tahun 2009 tentang “Pemeliharaan”.
425
Pemerintah Indonesia memberlakukan Undang-Undang ini.
7.199. Panel mempertimbangkan bahwa perbedaan yang ditarik oleh Badan Banding antara instrumen hukum yang
"meletakkan aturan perilaku atau tindakan tertentu dalam sistem hukum domestik Anggota" dan instrumen hukum
420
UU No. 32 Tahun 2009, (Bukti IDN-53).
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 105.
422
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 146.
423
Komentar Uni Eropa atas tanggapan Indonesia atas pertanyaan Panel No. 106.
424
UU No. 32 Tahun 2009, (Bukti IDN-53), Pasal 126.
425
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 154 dan 161.
421
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
426
yang "hanya memberikan [] dasar hukum tindakan yang mungkin konsisten dengan tujuan tertentu" sangat
relevan ketika menilai ketentuan ini. Panel mempertimbangkan bahwa Pasal 57 termasuk dalam kategori ketentuan
yang memberikan dasar hukum untuk bertindak; itu tidak memberikan spesifikasi yang cukup aturan perilaku atau
tindakan yang dapat ditegakkan melainkan beberapa pedoman umum yang harus diterjemahkan ke dalam tindakan
khusus yang bertujuan untuk melestarikan lingkungan di bidang konservasi dan cadangan sumber daya alam dan
pelestarian fungsi atmosfer.
7.200. Berdasarkan pertimbangan di atas, Panel menyimpulkan bahwa Pasal 57 UU No. 32/2009 tidak memenuhi
syarat sebagai peraturan perundang-undangan untuk kepentingan Pasal XX(d) GATT 1994 karena muatan normatif
dan kekhususannya tidak cukup untuk menganggap bahwa itu adalah kewajiban yang dapat ditegakkan yang
kepatuhannya dapat dijamin.
Kesimpulan
7.201. Singkatnya, Panel menemukan bahwa Indonesia telah membuktikan bahwa Pasal 96(c) UU No. 4/2009 adalah
undang-undang atau peraturan dalam pengertian Pasal XX(d) GATT 1994, tetapi Indonesia gagal membuktikan Pasal
tersebut 96(d) UU No. 4/2009 dan Pasal 57 UU No. 32/2009 termasuk dalam ruang lingkup sub-ayat.
7.202. Oleh karena itu, Panel akan melanjutkan analisisnya terhadap Pasal 96(c) UU No. 4/2009 saja. Panel sekarang
memeriksa apakah ketentuan ini "tidak bertentangan" dengan ketentuan GATT 1994.
7.3.1.1.2 Konsistensi peraturan perundang-undangan dengan GATT 1994
7.203. Panel sebelumnya yang berurusan dengan pertahanan berdasarkan Pasal XX(d) seperti Colombia – Ports of
Entry dan Colombia – Textiles menemukan bahwa undang-undang Anggota yang menanggapi harus diperlakukan
sebagai WTO secara konsisten sampai dibuktikan sebaliknya berdasarkan pernyataan Badan Banding dalam US –
427
Carbon Steel . Bahkan jika ini
Pernyataan Badan Banding berkaitan dengan konsistensi tindakan yang digugat, dan bukan konsistensi instrumen
hukum yang diusahakan agar tindakan yang dipermasalahkan dapat dipatuhi, Panel menganggapnya juga relevan
untuk elemen standar hukum ini karena mencerminkan prinsip umum bahwa pihak yang berpendapat bahwa suatu
tindakan WTO tidak konsisten harus membuktikannya.
7.3.1.1.2.1 Argumentasi utama para pihak
7.204. Indonesia berpendapat bahwa persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang
berkelanjutan dari kerangka kebijakan komprehensif Indonesia tentang kegiatan pertambangan konsisten dengan
428
kewajiban WTO serta dengan komitmen internasional lainnya. Secara khusus, Indonesia menyatakan bahwa
"persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan mengejar , dan sepenuhnya
sejalan dengan, tujuan inti dari persetujuan-persetujuan yang tercakup dalam WTO, yaitu, pemanfaatan sumber
daya alam secara berkelanjutan dan pelestarian lingkungan, yang diungkapkan secara eksplisit dalam Mukadimah
429
Perjanjian WTO". Selanjutnya, Indonesia berpendapat bahwa "undang-undang pengelolaan pertambangan dan
sumber daya mineral yang berkelanjutan ... tidak diskriminatif, tidak memerlukan batasan kuantitatif, sepenuhnya
430
transparan dan dikelola dengan cara yang seragam, masuk akal dan tidak memihak".
7.205. Indonesia selanjutnya menyampaikan bahwa "secara umum, dan jika tidak ada indikasi sebaliknya, undangundang dan peraturan yang konsisten dengan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dan pelestarian
lingkungan dapat dengan tepat dicirikan sebagai 'undang-undang atau peraturan' yang konsisten dengan GATT untuk
431
tujuan Pasal XX(d)".
426
Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.110.
427 Panel Reports, Colombia – Ports of Entry, para. 7.531; dan Colombia – Textiles, para. 7.511 (merujuk pada Appellate Body Report, US –
Carbon Steel, para. 157).
428
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 143. Lihat juga pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 152; dan pengajuan tertulis kedua,
para. 125. Misalnya, Indonesia mengklaim bahwa "undang-undang dan peraturannya secara langsung sesuai dengan paragraf 46 Lampiran
Johannesburg Declaration on Sustainable Development, Plan of Implementation of the World Summit on Sustainable Development". Lihat
pengajuan tertulis pertama Indonesia, paragraf 173.
429
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 125.
430
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 172.
431
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 125.
427
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.206. Uni Eropa pada awalnya tidak mengungkapkan pandangannya tentang konsistensi peraturan perundangundangan Indonesia dengan GATT 1994 karena dianggap Indonesia tidak mengkhususkan kasusnya. Meskipun
demikian, Uni Eropa menyatakan bahwa, secara umum, tidak berarti bahwa undang-undang atau peraturan yang
dirancang untuk memastikan perlindungan lingkungan atau pertambangan yang berkelanjutan adalah inkonsistensi
432
WTO. Setelah klarifikasi oleh Indonesia pada sidang substantif kedua mengenai ketentuan yang bergantung pada
tujuan pembelaannya berdasarkan Pasal XX, Uni Eropa menunjukkan bahwa ia tidak membantah bahwa ketentuan
433
khusus tersebut konsisten dengan WTO.
7.3.1.1.2.2 Analisis oleh Panel
7.207. Panel-panel sebelumnya menganggap konsistensi hukum dan peraturan yang relevan berdasarkan Pasal XX(d)
434
GATT 1994 ketika pengadu tidak menggugatnya.
7.208. Pasal 96(c) UU No. 4/2009 berbunyi sebagai berikut:
Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP dan IUPK wajib
melaksanakan:
…..
c. pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan,
435
termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang; …
7.209. Panel tidak menemukan apa pun dalam teks Pasal 96(c) UU No 4/2009 yang menunjukkan bahwa ketentuan
ini bertentangan dengan GATT 1994.
7.210. Karena Uni Eropa tidak mempersoalkan konsistensi GATT Pasal 96(c) dan jika tidak ada bukti sebaliknya, Panel
melihat tidak ada dasar untuk menemukan Pasal 96(c) UU 4/2009 tersebut tidak sejalan dengan GATT 1994. Oleh
karena itu, Panel akan melanjutkan analisisnya berdasarkan Pasal 96(c) UU 4/2009 tidak bertentangan dengan GATT
1994.
7.3.1.1.3 Menjamin kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang relevan
7.211. Elemen analisis berikutnya berdasarkan Pasal XX(d) adalah apakah langkah-langkah yang digugat – larangan
ekspor dan DPR – memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c). Panel akan memeriksa setiap tindakan secara
terpisah.
7.212. Untuk menentukan apakah tindakan yang dipermasalahkan menjamin kepatuhan terhadap undang-undang
atau peraturan yang relevan, panel harus menilai apakah tindakan tersebut dirancang untuk memastikan kepatuhan
436
terhadapnya , yaitu, apakah ada hubungan antara tindakan yang dipermasalahkan dan memastikan kepatuhan
terhadap undang-undang tersebut atau peraturan. Penilaian awal ini secara tradisional dianggap "tidak... terlalu
437
menuntut" karena mensyaratkan pemeriksaan desain tindakan yang dipermasalahkan, termasuk konten, struktur,
dan operasi yang diharapkan, mengungkapkan bahwa tindakan tersebut bukannya tidak mampu memastikan
438
kepatuhan terhadap hukum atau peraturan yang relevan.
7.213. Jadi, jika Panel menemukan bahwa larangan ekspor atau DPR mampu, bahkan dari jarak jauh atau secara
hipotetis, untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c), itu akan cukup untuk menyimpulkan bahwa tindakan(langkah) yang dipersoalkan mengamankan kepatuhan dengan ketentuan ini dalam pengertian Pasal XX(d) GATT
1994.
432
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 40.
433
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 104.
Lihat mis. Panel Report, Indonesia – Chicken, para. 7.124 (mengacu pada Appellate Body Report, US – Carbon Steel, para. 157).
435
UU No. 4/2009, (Bukti EU-1(b)), Pasal 96(c).
436
Appellate Body Report, Korea – Various Measures on Beef, para. 157.
437
Appellate Body Report, Colombia – Textiles, para. 5.70.
438
Appellate Body Report, Argentina – Financial Services, para. 6.203. Badan Banding telah memperingatkan tentang "analisis langkah ["desain"]
sedemikian rupa untuk mengarahkan [Panel] untuk memotong analisisnya sebelum waktunya dan dengan demikian menutup pertimbangan
aspek-aspek penting dari pembelaan responden yang berkaitan dengan 'keharusan' analisis". Lihat Appellate Body Report, Argentina – Financial
Services, para. 6.203.
434
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.3.1.1.3.1 Larangan ekspor
Argumen utama para pihak
7.214. Indonesia menyatakan bahwa larangan ekspor "sama sekali tidak 'tidak mampu' menjamin kepatuhan
439
terhadap persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral Indonesia yang berkelanjutan".
Indonesia berpendapat bahwa larangan ekspor adalah "tindakan pencegahan[] untuk menjamin kepatuhan terhadap
kerangka kebijakan komprehensif untuk kegiatan pertambangan, khususnya persyaratan pengelolaan pertambangan
440
Dalam hal ini, Indonesia mencatat bahwa permintaan asing
dan sumber daya mineral yang berkelanjutan".
menghadirkan risiko ketidakpatuhan yang lebih besar karena pembeli bijih nikel asing tidak termasuk dalam
441
yurisdiksi Indonesia. Indonesia lebih lanjut berpendapat bahwa langkah-langkah perbaikan untuk mengatasi risiko
442
ini tidak berhasil di masa lalu.
7.215. Indonesia berargumen bahwa larangan ekspor "mengurangi total produksi dan ekstraksi bijih nikel
443
Indonesia". Dalam hal ini Indonesia mencatat bahwa "permintaan ekspor dipenuhi hampir secara eksklusif oleh
444
kegiatan pertambangan ilegal atau diatur dengan buruk" dan, oleh karena itu, larangan ekspor akan mengurangi
praktik penambangan seperti itu dan dampak buruk lingkungan dan konservasi sumber daya yang terkait erat
445
dengannya.
7.216. Indonesia berpendapat bahwa fakta bahwa larangan ekspor memiliki tujuan ekonomi yang terkait dengan
peningkatan nilai tambah di Indonesia tidak mengurangi fakta bahwa larangan tersebut juga memiliki tujuan
446
konservasi sumber daya, yaitu untuk menurunkan tingkat ekstraksi.
7.217. Indonesia lebih jauh menekankan hubungan erat antara larangan ekspor dan persyaratan pengelolaan
pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan di Indonesia mengingat referensi eksplisit ke UU No.
4/2009 dan 32/2009 dalam Peraturan ESDM No. 11/2019 dan Peraturan Menteri Perdagangan hubungan No. No.
447
96/2019.
7.218. Uni Eropa berpendapat bahwa larangan ekspor tidak dirancang untuk menjamin kepatuhan terhadap undangundang dan peraturan terkait yang diidentifikasi oleh Indonesia, melainkan untuk meningkatkan nilai tambah ekspor
448
Indonesia. Uni Eropa berpendapat bahwa Indonesia tidak menunjukkan hubungan antara larangan ekspor dan
tujuan untuk mengamankan penegakan aturan yang mewajibkan pemegang izin secara umum untuk mematuhi
standar lingkungan karena alasan berikut.
7.219. Pertama, Uni Eropa berpendapat bahwa larangan ekspor tidak mencegah atau membatasi ekstraksi bijih dan
bahwa Indonesia tidak mengidentifikasi pembatasan konsumsi atau ekstraksi dalam negeri. Sebaliknya, Uni Eropa
menjelaskan bahwa bukti pada berkas menunjukkan bahwa ekstraksi dan konsumsi domestik secara keseluruhan
akan meningkat di tahun-tahun mendatang. Dalam pandangan Uni Eropa, ini berarti bahwa larangan ekspor “jelas
tidak dirancang untuk mengurangi produksi dan ekstraksi bijih nikel tetapi semata-mata untuk mengubah tujuan
449
bijih setelah diekstraksi”. Dalam hal ini, Uni Eropa menganggap bahwa pendekatannya menemukan dukungan
dalam Laporan UNCTAD yang sama yang diandalkan Indonesia, yang "menunjukkan bahwa tujuan utama sebenarnya
450
adalah untuk menambah nilai" dan tidak memastikan kepatuhan terhadap standar lingkungan.
7.220. Kedua, Uni Eropa berpandangan bahwa Indonesia belum menunjukkan bagaimana larangan ekspor bijih nikel
mendorong produsen dalam negeri untuk mematuhi persyaratan peraturan dalam negeri yang relevan atau
439
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 176.
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 145. Lihat juga pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 144.
441
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 173.
442
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 171-172; dan pernyataan pembukaan pada sidang kedua Panel, para. 84.
443
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 177.
444
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 64.
445
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 177. Lihat juga pengajuan tertulis Indonesia yang kedua, para. 128.
446
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 143 (mengacu pada UNCTAD, Pelajaran dari larangan ekspor nikel Indonesia, Dokumen latar
belakang, (Bukti IDN-23), hal. 3).
447
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 179.
448
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 175. Lihat juga pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 219.
449
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 225-226.
450
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 230.
440
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
memperbaiki masalah penegakan hukum yang dihadapi Indonesia.
451
7.221. Menanggapi argumentasi Indonesia bahwa ada hubungan antara larangan ekspor dengan UU No. 4/2009
karena instrumen hukum yang menerapkan larangan ekspor mengacu pada UU No. 4/2009, Uni Eropa mencatat
bahwa referensi yang dibuat dalam Permen ESDM No. 11/2019 dan Permendag No. 96/2019 pada UU No. 4/2009
tidak menunjukkan bahwa larangan ekspor berusaha untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c). Dalam hal
ini, Uni Eropa mencatat bahwa Permen ESDM No. 11/2019 mengacu pada 11 instrumen hukum yang berbeda dan
452
tidak merinci hubungan antara Peraturan ini dan UU No.4/2009. Uni Eropa mencatat bahwa Permen ESDM No.11/
2019 menjelaskan dalam mukadimahnya bahwa perubahan yang diperkenalkan bertujuan untuk "memastikan
kesinambungan pasokan fasilitas pengolahan dan pemurnian nikel seperti yang diarahkan oleh Presiden Republik
Indonesia pada tanggal 24 Juli 2019 dan 26 Agustus 2019" sehubungan dengan fasilitas pengolahan dan pemurnian
453
nikel dalam negeri yang telah dibangun.
451
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 233-234.
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 245.
453
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 245.
452
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.221. Menanggapi argumentasi Indonesia bahwa ada hubungan antara larangan ekspor dengan UU No. 4/2009
karena instrumen hukum yang menerapkan larangan ekspor mengacu pada UU No. 4/2009, Uni Eropa mencatat
bahwa referensi yang dibuat dalam Permen ESDM No. 11/2019 dan Permendag No. 96/2019 pada UU No. 4/2009
tidak menunjukkan bahwa larangan ekspor berusaha untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c). Dalam hal
ini, Uni Eropa mencatat bahwa Permen ESDM No. 11/2019 mengacu pada 11 instrumen hukum yang berbeda dan
454
tidak merinci hubungan antara Peraturan ini dan UU No.4/2009. Uni Eropa mencatat bahwa Permen ESDM No.11/
2019 menjelaskan dalam mukadimahnya bahwa perubahan yang diperkenalkan bertujuan untuk "memastikan
kesinambungan pasokan fasilitas pengolahan dan pemurnian nikel seperti yang diarahkan oleh Presiden Republik
Indonesia pada tanggal 24 Juli 2019 dan 26 Agustus 2019" sehubungan dengan fasilitas pengolahan dan pemurnian
455
nikel dalam negeri yang telah dibangun.
7.222. Terkait Peraturan Menteri Perdagangan No. 96 Tahun 2019, Uni Eropa mencatat bahwa hal itu diundangkan
untuk “memberikan kepastian berusaha, meningkatkan nilai tambah Ekspor komoditas Pertambangan, dan
mendukung efektivitas pelaksanaan Ekspor komoditas Pertambangan sebagai Pengolahan dan pemurnian produk
456
melalui sistem layanan lisensi tunggal online". Uni Eropa menekankan bahwa Permendag No. 96/2019 hanya
mengacu pada Pasal 102 UU No. 4/2009 dalam konteks perlunya pemegang IUP dan IUPK meningkatkan nilai
tambah sumber daya mineral. Bagi Uni Eropa, hal ini menunjukkan bahwa tujuan dari Permendag No. 96/2019
"adalah tentang mengamankan nilai tambah dan tidak memastikan adanya standar tinggi perlindungan lingkungan
457
atau konservasi sumber daya alam".
Analisis oleh Panel
7.223. Pertanyaan di hadapan Panel adalah apakah larangan ekspor tidak mampu memenuhi Pasal 96(c) UU No.
4/2009. Panel setuju dengan panel-panel sebelumnya dan Badan Banding bahwa pemeriksaan desain larangan
ekspor, termasuk isi, struktur, dan operasi yang diharapkan dapat mengungkapkan apakah memang demikian.
7.224. Larangan ekspor dilaksanakan melalui Pasal 3 dan Lampiran IV Permendag No. 96/2019 dan Pasal 1 ayat 2
458
Permen ESDM No. 11/2019. Ekspor bijih nikel dilarang mulai 1 Januari 2020, tanpa indikasi tanggal ketika larangan
akan berakhir.
7.225. Permen ESDM No. 11 Tahun 2019 merupakan perubahan kedua dari Permen ESDM No. 25 Tahun 2018
tentang pengusahaan mineral dan batubara. Pembukaan Permen ESDM No. 11 Tahun 2019 mengacu pada
kebutuhan untuk mengubah Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 untuk “menjamin kesinambungan pasokan fasilitas
pemurnian dan pengolahan nikel” dan menyebutkan pendirian beberapa fasilitas pemurnian dan pengolahan nikel di
459
Indonesia. Permendag No. 96/2019 mengatur ekspor produk pertambangan olahan dan pemurnian. Mukadimah
Permendag No. 96 Tahun 2019 merujuk pada perlunya menyempurnakan regulasi ekspor produk pertambangan
olahan dan pemurnian untuk “memberikan kepastian usaha” dan “meningkatkan nilai tambah Produk
460
Pertambangan”. Ini juga mengacu pada kewajiban IUP dan pemegang IUPK untuk “meningkatkan nilai tambah
461
sumber daya mineral dalam penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral”.
7.226. Instrumen hukum yang menerapkan larangan ekspor tidak secara eksplisit mengejar tujuan lingkungan yang
menurut Indonesia merupakan tujuan Pasal 96(c), melainkan tujuan ekonomi. Namun Panel tidak dapat
mengesampingkan bahwa larangan ekspor dapat berdampak positif terhadap lingkungan, seperti yang dituduhkan
oleh Indonesia, yang menganggap bahwa larangan ekspor memenuhi tujuan konservasi sumber daya dengan
menurunkan tingkat ekstraksi.
7.227. Dalam hal ini, Panel mengamati bahwa telah terjadi penurunan total produksi bijih nikel sejak berlakunya
462
larangan ekspor, yaitu 61 juta ton pada tahun 2019 vs 52,7 juta ton pada tahun 2020. Pengurangan produksi (8,3
454
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 245.
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 245.
456
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 245.
457
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 245.
458
Lihat pasal 2.1.1 di atas dan pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 24-26.
459
Peraturan ESDM No. 11/2019, (Bukti EU-10(b)), pembukaan, para. (a).
460
458 Peraturan Menteri Perhubungan No. 96/2019, (Bukti EU-11(b)), mukadimah, para. (a).
461
Peraturan Menteri Perdagangan No. 96/2019, (Bukti EU-11(b)), mukadimah, para. (b).
462
KESDM, Excel "Produksi dan Penjualan Bijih Nikel 2010-2020", (Bukti IDN-24).
455
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
juta ton ) lebih rendah dari penurunan ekspor (dari 30,2 juta ton pada 2019 menjadi nol pada 2020). Panel
selanjutnya mencatat bahwa konsumsi domestik bijih nikel meningkat dua kali lipat dari tahun 2019 (21,6 juta ton)
463
hingga tahun 2020 (43,5 juta ton ). Konsumsi dalam negeri diperkirakan akan meningkat lebih signifikan dengan
464
diperkenalkannya sejumlah besar smelter baru yang diperkirakan akan beroperasi pada tahun 2026 , yang akan
465
memungkinkan pengembangan industri baterai EV di Indonesia di masa depan. Pergeseran ini selaras dengan
tujuan yang dinyatakan dalam pembukaan Peraturan ESDM No. 11/2019 tentang "memastikan kesinambungan
466
pasokan untuk fasilitas pemurnian dan pengolahan nikel ... didirikan di dalam negeri".
7.228. Mengingat bukti ini, Panel tidak dapat mengecualikan kemungkinan bahwa larangan ekspor telah
memberikan tekanan pada tingkat ekstraksi. Panel mencatat, bagaimanapun, bahwa Indonesia sendiri
467
memperkirakan bahwa permintaan dalam negeri yang meningkat akan memerlukan perluasan ekstraksi bijih nikel
468
karena Indonesia tidak dapat memenuhi permintaan bijih nikel dalam negeri melalui impor.
7.229. Indonesia berargumen bahwa tingkat ekstraksi bukan satu-satunya faktor yang relevan untuk
dipertimbangkan ketika melihat dampak larangan ekspor karena tambang yang berorientasi ekspor beroperasi
secara ilegal atau di bawah peraturan yang buruk dan menyebabkan lebih banyak degradasi lingkungan daripada
469
Panel tidak menemukan bukti dalam catatan yang
tambang yang dijual ke pabrik peleburan dalam negeri.
menetapkan hubungan kausal antara larangan ekspor dan peningkatan praktik pertambangan yang berkelanjutan di
470
Indonesia. Namun, Panel tidak dapat sepenuhnya menepis kemungkinan bahwa larangan ekspor, dengan pembeli
dari pasar, juga mengurangi aktivitas penambangan ilegal dan tidak diatur dengan baik dan, akibatnya, berkontribusi
pada keberlanjutan penambangan nikel di Indonesia.
7.230. Panel berpandangan bahwa langkah-langkah dapat memiliki banyak tujuan dan
471
efek. Meskipun tujuan pelarangan ekspor adalah untuk memastikan pasokan bagi industri dalam negeri, hal ini
tidak menutup kemungkinan bahwa hal itu juga dimaksudkan untuk mengatasi masalah yang terkait dengan
keberlanjutan tambang nikel yang berorientasi ekspor. Panel juga tidak dapat mengecualikan bahwa penurunan
ekspor yang dihasilkan dapat berdampak positif terhadap keberlanjutan pertambangan nikel di Indonesia.
7.231. Uni Eropa benar bahwa larangan ekspor bijih nikel tidak dilakukan bersamaan dengan pembatasan konsumsi
bijih nikel dalam negeri. Panel setuju dengan Indonesia, bagaimanapun, bahwa pembatasan konsumsi dalam negeri
tersebut tidak merupakan bagian integral dari standar hukum berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 seperti yang akan
dilakukan jika Indonesia menggunakan Pasal XX(g). Ada atau tidak adanya pembatasan tersebut, bagaimanapun,
merupakan faktor yang relevan dalam menilai argumen Indonesia bahwa larangan ekspor mengejar tujuan
472
konservasi untuk menurunkan tingkat ekstraksi bijih nikel.
463
Laporan Maryono mengindikasikan bahwa [[***]] (Bukti IDN-18(BCI)), hal. 24.
Laporan Maryono, (Bukti IDN-18(BCI)), hal. 24 [[***]].
465
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 100; KESDM, Presentasi “Peran Mineral Dalam Pengembangan Industri Aki Indonesia”, 10
September 2021, (Bukti IDN-127 (BCI)); NIKKEI Asia, "Indonesia teams with LG to build $1.2bn battery plant", 25 May 2021, (Bukti IDN-51);
Financial Times, "Indonesia and Foxconn in talks over electric vehicle investment", 1 November 2021, (Bukti IDN-78); The Indonesian
Government's Arguments to WTO Regarding the Ban on Nickel Exports, 5 December 2019 (Bukti EU-20), hal. 1; dan Remarks of President of the
Republic of Indonesia at the Opening Inauguration of the 2021 National Coordination Meeting and Investment Service Award, 24 November 2021,
(Bukti EU-22), hal. 5.
466
Permen ESDM No. 11/2019, (Bukti 10(b)), pembukaan, para. (a).
467
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 tentang RIPIN, (Bukti EU-17(rev)), Tabel 4.1.
468
INSG, , Report on Nickel Production and Usage in Indonesia, February 2020 2020 (Bukti IDN-13) menunjukkan bahwa untuk periode 2015-2018
Indonesia tidak mengimpor bijih nikel, konsentrat nikel, ferro nikel, atau nikel matte dalam jumlah yang signifikan. Indonesia memang mengimpor
nikel hidroksida, nikel sulfat, nikel klorida, dan katoda nikel. Indonesia menegaskan pemahaman Panel bahwa tidak memenuhi permintaan
dengan impor, pada sidang kedua dengan Panel.
469
UNCTAD, Lessons from Indonesia's ban on nickel exports, Background document, (Exhibit IDN-23),
p. 12. Panel mencatat bahwa Bukti-bukti IDN-68, IDN-69, dan IDN-70 juga melaporkan praktik pertambangan ilegal atau diatur dengan buruk,
tetapi tidak menentukan apakah bijih nikel dari tambang tersebut diekspor.
470
Dapat dikatakan juga bahwa larangan ekspor tidak akan berdampak pada penambangan ilegal karena mereka yang ingin beroperasi di luar
kerangka hukum domestik akan bersedia untuk terus melakukannya. Panel mencatat, dalam hal ini, meskipun ada larangan ekspor, Indonesia
tetap menjadi pemasok bijih nikel terbesar kedua di China pada tahun 2020 menurut data bea cukai China, ketika larangan ekspor sudah
diberlakukan. Lihat Reuters, , "Update 1 – Indonesia Stays China's Second-Biggest Nickel Ore Supplier Despite Export Ban (January 2021)", tersedia
di https://www.reuters.com/article/china-economy-trade-nickel-idUSL1N2JV0FP, ( Bukti IDN-106). Panel lebih lanjut mencatat, bagaimanapun,
bahwa data ekspor Indonesia menunjukkan tidak ada ekspor bijih nikel ke China pada tahun 2020 dan mendekati nol pada tahun 2021. Lihat Data
Ekspor BPS Indonesia, (Bukti IDN-91), hal. 1.
471
Lihat mis. Appellate Body Report, US – Clove Cigarettes, paras. 113 and 115.
472
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 177; pengajuan tertulis kedua, para. 128. Lihat juga UNCTAD, Pelajaran dari larangan ekspor nikel
Indonesia, Dokumen latar belakang, (Bukti IDN-23), hal. 10.
464
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.232. Mengenai hubungan antara larangan ekspor dengan Pasal 96(c) UU No. 4/2009, Panel tidak menemukan
apapun dalam perangkat hukum yang menerapkan larangan ekspor yang secara eksplisit mengacu pada Pasal 96(c).
Pasal 3 dan Lampiran IV Permendag No. 96/2019 dan Pasal 1 ayat 2 Permen ESDM No. 11/2019 dimana larangan
ekspor diterapkan, tidak mengacu pada Pasal 96(c) atau masalah apapun yang terkait dengan pertambangan
berkelanjutan dan konservasi sumber daya. Panel menemukan, bagaimanapun, suatu tingkat hubungan tertentu
dalam arti bahwa larangan ekspor dan Pasal 96(c) sebenarnya berkaitan dengan pengelolaan kegiatan
pertambangan di Indonesia. Dalam hal ini, Panel mencatat bahwa Peraturan ESDM No. 11/2019 dan Permendag No.
96/2019 mengacu pada UU No. 4/2009, yang merupakan landasan kerangka hukum Indonesia yang mengatur
pertambangan.
7.233. Hal tersebut di atas tidak mengurangi fakta bahwa larangan ekspor, sampai batas tertentu, dapat berdampak
pada pemenuhan Pasal 96(c) dengan mengurangi total produksi dan ekstraksi bijih nikel. Fakta bahwa tidak ada
kepastian yang mutlak mengenai dampak larangan ekspor saat ini atau yang akan terjadi tidak menghalangi Panel
untuk menyimpulkan bahwa larangan ekspor tidak mampu memenuhi Pasal 96(c). Fakta bahwa ada kemungkinan,
bahkan kecil sekali, untuk larangan ekspor untuk mengamankan kepatuhan terhadap Pasal 96(c), oleh karena itu,
membuat Panel menyimpulkan bahwa Indonesia telah menunjukkan bahwa pelarangan ekspor merupakan suatu
upaya untuk menjamin pemenuhan Pasal 96(c) dalam pengertian Pasal XX(d) GATT 1994.
7.3.1.1.3.2 DPR
Argumen utama para pihak
7.234. Indonesia berpendapat bahwa DPR "mampu berkontribusi untuk mengamankan kepatuhan terhadap
persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral Indonesia yang berkelanjutan dengan
mempromosikan integrasi vertikal dalam rantai pasokan", yang pada gilirannya "sangat penting untuk
473
mempromosikan praktik pertambangan yang berkelanjutan". Menurut Indonesia, "[] persyaratan pemrosesan
domestic berusaha untuk mendorong perubahan jangka panjang dalam perilaku operator pasar dengan mendorong
474
Indonesia
pengaturan pasokan jangka panjang antara perusahaan pertambangan dan pabrik peleburan".
menjelaskan bahwa "persyaratan pemrosesan dalam negeri mengekang praktik penambangan predator dan
memastikan bahwa semua kegiatan pertambangan diatur dengan baik baik dari sisi penawaran maupun dari sisi
permintaan" karena "smelter domestik mensyaratkan agar bijih nikel yang mereka beli ditambang sesuai dengan
475
persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan di Indonesia".
7.235. Indonesia lebih lanjut berpendapat bahwa DPR adalah tindakan pencegahan yang diambil setelah tindakan
perbaikan sebelumnya, mis. persyaratan perizinan, langkah-langkah pengelolaan dan pemantauan lingkungan,
peningkatan penegakan melalui denda dan sanksi, dan sertifikasi clear and clean (CnC), tidak berhasil mencapai
tujuannya untuk mengamankan kepatuhan terhadap kerangka kebijakan komprehensif Indonesia untuk kegiatan
476
pertambangan.
7.236. Indonesia menunjuk pada rujukan eksplisit pada UU No. 4/2009 dan 32/2009 dalam Permen ESDM No.
25/2018 dan Permen ESDM No. 50/2018 untuk menunjukkan hubungan erat antara DPR dengan persyaratan
477
pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan.
7.237. Uni Eropa berargumen bahwa Indonesia telah gagal menunjukkan kaitan antara rancangan DPR dan
478
mengamankan kepatuhan terhadap Pasal 96(c). Dalam pandangan Uni Eropa, DPR dirancang untuk meningkatkan
479
nilai tambah ekspor Indonesia. Uni Eropa lebih lanjut berpendapat bahwa referensi yang dibuat dalam Permen
ESDM No. 25/2018 pada UU No. 4/2009 dan 32/2009 tidak menunjukkan bahwa langkah-langkah yang dipersoalkan
berusaha untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan lingkungan dalam undang-undang dan peraturan
tersebut. Dalam hal ini, Uni Eropa mencatat bahwa Pembukaan Permen ESDM No. 25/2018 menyatakan bahwa
peraturan tersebut diundangkan “untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian usaha serta untuk meningkatkan
473
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 178.
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 178.
475
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 178.
476
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 145. Lihat juga pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 144; dan penyerahan tertulis kedua,
para. 171-172.
477
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 179.
478
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 243.
479
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 175. Lihat juga pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 219.
474
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pertambangan kegiatan usaha serta mendorong
pengembangan usaha mineral dan batubara”. Uni Eropa selanjutnya mencatat bahwa sub-paragraf (b) dari
pembukaan mengacu pada Pasal 127 UU No. 4/2009, yang bukan merupakan salah satu ketentuan yang diandalkan
480
oleh Indonesia dalam konteks pembelaannya berdasarkan Pasal XX(d).
Analisis oleh Panel
7.238. Panel sekarang memeriksa rancangan DPR, termasuk isi, struktur, dan operasi yang diharapkan untuk
menentukan apakah DPR mampu memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c).
7.239. DPR diatur dalam Pasal 103(1) UU No.4/2009, dan dilaksanakan melalui Pasal 17 Permen ESDM No.25/2018,
dan Pasal 66 Permen ESDM No.7/2020. Pasal 103(1) UU No. 4/2009 mengatur prinsip umum bahwa pemegang IUP
dan IUPK harus melakukan pengolahan dan pemurnian mineral di Indonesia. Prinsip yang sama tertuang dalam Pasal
17 Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 dan Pasal 66 Permen ESDM No. 7 Tahun 2020 dalam rangka penjualan luar
negeri. Pasal 17 menetapkan bahwa pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUP Operasi
Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian Mineral logam, Mineral bukan logam, atau batuan wajib
"melakukan Peningkatan Nilai Tambah melalui kegiatan Pengolahan dan/atau Pemurnian sesuai dengan batasan
minimum Pengolahan dan/atau Pemurnian sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III”
sebelum diekspor. Demikian pula Pasal 66 Permen ESDM No. 7 Tahun 2020 melarang pemegang IUP dan IUPK
menjual hasil tambang ke luar negeri tanpa terlebih dahulu melakukan pengolahan dan pemurnian di Indonesia.
7.240. Peraturan ESDM No. 25/2018 menetapkan dua tujuan dalam pembukaannya: (i) “menjamin kepastian hukum
dan kepastian usaha serta meningkatkan efektifitas, efisiensi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan kegiatan
481
usaha pertambangan serta mendorong pengembangan usaha minerba" , dan (ii) menerapkan beberapa ketentuan
482
yang terdaftar, tidak ada satupun yang merupakan Pasal 96(c). Baik pembukaan maupun teks Pasal 17 maupun
Lampiran I Peraturan ESDM No. 25/2018 tidak ada kaitannya dengan prinsip pertambangan berkelanjutan atau
konservasi sumber daya.
7.241. Pembukaan UU No. 4/2009 memang mengacu pada kelestarian lingkungan hidup pertambangan dengan
menyatakan bahwa pembentukan usaha untuk mengelola dan memanfaatkan potensi mineral dan batubara harus
dilakukan secara “mandiri, andal, transparan, efektif, efisien, dan berwawasan lingkungan” untuk “ menjamin
pembangunan nasional yang berkelanjutan”. Hal ini juga mengacu pada tujuan pengelolaan sumber daya mineral
483
untuk memberikan “nilai tambah yang nyata” bagi perekonomian nasional.
7.242. Terkait Permen ESDM No.7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan
Sehubungan dengan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, sejalan dengan Permen ESDM No.25
Tahun 2018 yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian berusaha. serta meningkatkan
efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan serta mendorong
pengembangan usaha mineral dan batubara. Peraturan ini mengubah Peraturan ESDM No. 11 Tahun 2018 dan
menerapkan beberapa ketentuan dalam UU No. 4 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2010, dan
484
Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010.
7.243. Baik Pasal 103 UU No. 4/2009 maupun ketentuan yang relevan dalam Peraturan ESDM No. 25/2018 dan
Peraturan ESDM No. 7/2020 tidak menunjukkan hubungan yang relevan dengan Pasal 96(c) atau, secara lebih
umum, dengan keberlanjutan pertambangan kegiatan. Sebaliknya, perangkat hukum ini mengejar tujuan ekonomi,
sebagaimana disebutkan dalam pembukaannya masing-masing, seperti mengembangkan bisnis mineral dan
menghasilkan nilai tambah di Indonesia. Hal ini mendapat dukungan dalam pernyataan publik oleh Presiden
485
Indonesia dan pejabat tinggi pemerintah , dan dalam rencana industri nasional seperti Rencana Pembangunan
480
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 245
Peraturan ESDM No. 25/2018, (Bukti EU-9(b)), pembukaan, para. a).
482
Ketentuan tersebut adalah Pasal 127 UU No. 4/2009, Pasal 43, 84(4), 85(4), 88, 91, 92(3), 96, 99, 109, 112C poin 5, dan 112 Peraturan
Pemerintah PP No. 23 Tahun 2010, dan Pasal 15 PP No. 9 Tahun 2012. Lihat Peraturan ESDM No. 25/2018, (Bukti EU-9(b)), mukadimah, para. b).
483
UU No. 4/2009, (Bukti EU-1(b)), mukadimah, paragraf. b) dan c).
484
Ketentuan tersebut adalah Pasal 127 UU No. 4/2009, Pasal 21(4) dan 38(4) PP No. 22/2010, dan Pasal 19, 27(2), 41, 44(5), 61 , 68, 83, dan 105
PP No. 23 Tahun 2010.
485
Lihat mis. Argumen Pemerintah Indonesia kepada WTO Terkait Larangan Ekspor Nikel, 5 Desember 2019, (Bukti EU-20); Transkrip Pidato
Presiden Joko Widodo (terjemahan) pada acara peletakan batu pertama pabrik peleburan tembaga baru PT Freeport Indonesia (PTFI), di Kawasan
Istimewa Gresik
Zona Ekonomi, Jawa Timur, 12 Oktober 2021 (Bukti EU-21); Sambutan Presiden Republik Indonesia pada Pembukaan Rakornas dan Penghargaan
Dinas Penanaman Modal Tahun 2021,
481
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035 (RIPIN ),
dan Kebijakan Industri Nasional 2015-2019, yang mengutamakan pengembangan industri hulu dan antara berbasis
sumber daya alam dan peningkatan nilai tambah sumber daya alam pada industri hulu berbasis pengolahan
486
mineral.
7.244. Dimensi ekonomi ini juga dapat dilihat dari teks ketentuan yang menjadi landasan pembangunan DPR,
khususnya Pasal 16(4) dan (5) Permen ESDM No. 25 Tahun 2018. Ketentuan tersebut menetapkan bahwa pemegang
IUP dan IUPK Operasi Produksi dapat memenuhi persyaratan untuk mengolah dan memurnikan nikel dan mineral
lainnya di dalam negeri dengan bekerja sama dengan pemegang izin pertambangan lainnya. Dalam hal ini, Panel
setuju dengan Indonesia bahwa DPR dapat mendorong integrasi vertikal dalam rantai pasokan, sebagaimana
ditunjukkan oleh fakta bahwa, per September 2021, "smelter terintegrasi dengan tambang bijih nikel telah dibangun
487
di [[***] ] izin IUP-KK". Masalahnya adalah apakah integrasi antara perusahaan tambang dan smelter seperti itu
488
"mendukung praktik pertambangan berkelanjutan", seperti yang dituduhkan Indonesia dan, lebih khusus lagi,
apakah hal ini mengakibatkan DPR tidak mampu memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96( c).
7.245. Panel mencatat di atas bahwa langkah-langkah dapat memiliki banyak tujuan dan efek. Fakta bahwa
perangkat hukum yang menjalankan DPR tidak secara tegas mengacu pada unsur lingkungan hidup, bukan menjadi
alasan untuk menepis kemungkinan bahwa DPR dapat berdampak positif bagi keberlangsungan kegiatan
pertambangan di Indonesia. Dalam hal ini, Panel mengacu pada argument Indonesia bahwa DPR, dengan
menghasilkan kemitraan antara berbagai pelaku rantai pasokan pertambangan, yaitu bisnis pertambangan dan
peleburan, sehingga menciptakan integrasi vertikal, meningkatkan praktik pertambangan dan memfasilitasi
489
penegakan peraturan lingkungan. Panel berpandangan bahwa integrasi vertikal dapat memang memfasilitasi
verifikasi dan penegakan peraturan pertambangan, termasuk yang berkaitan dengan keberlanjutan dan lingkungan,
karena otoritas Indonesia dapat lebih mudah melacak perilaku operator yang terlibat dalam rantai pasokan.
7.246. Bukti berkas seperti statistik Badan Reserse Kriminal (Bukti IDN-110(BCI)), dan kesaksian ahli tersumpah
[[***]] (Bukti IDN-111(BCI)) dan seorang petugas pertambangan di pertambangan besar Indonesia yang
bersangkutan (Bukti IDN-113(BCI)) menunjukkan bahwa penegakan peraturan oleh otoritas Indonesia telah
meningkat sejak berlakunya DPR. Namun, tidak jelas apakah perbaikan tersebut dapat dikaitkan dengan DPR atau
faktor lain yang terjadi secara bersamaan, seperti pengalihan tanggung jawab mekanisme pelaporan bahan galian
490
dari pemerintah daerah dan provinsi ke pemerintah pusat berdasarkan UU No. 3/2020. Fakta bahwa hal itu dapat
dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk DPR, membuat Panel menyimpulkan bahwa tidak dapat dikesampingkan
bahwa DPR, karena integrasi vertikal yang didorongnya, memfasilitasi penegakan peraturan lingkungan dan,
akibatnya, mempromosikan praktik penambangan berkelanjutan sejalan dengan prinsip teknik penambangan yang
baik.
7.247. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Panel berpendapat bahwa DPR bukannya tidak mampu mendorong
integrasi antara perusahaan tambang dan smelter yang dapat meningkatkan kemampuan penegakan peraturan
pertambangan lingkungan. Oleh karena itu, Indonesia telah menunjukkan bahwa DPR adalah tindakan yang
dirancang untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) dalam pengertian Pasal XX(d) GATT 1994.
7.3.1.2 Apakah tindakan yang dipermasalahkan diperlukan untuk memastikan kepatuhan tersebut
7.248. Panel telah menemukan bahwa larangan ekspor dan DPR merupakan langkah-langkah yang dirancang untuk
memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) UU No. 4/2009. Panel sekarang akan melanjutkan analisis berdasarkan
Pasal XX(d) dengan menilai apakah langkah-langkah yang dipermasalahkan diperlukan untuk memastikan kepatuhan
tersebut.
24 November 2021, (Bukti EU-22); Presiden Joko Widodo Resmikan Smelter Nikel di Sulawesi Tenggara,
27 Desember 2021, (Bukti EU-23); dan Presiden Joko Widodo secara terbuka membicarakan ekspor batu bara dan target selanjutnya, 10 Januari
2022, (Bukti EU-24).
486
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, (Bukti EU-16(rev)); Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional
2015-2035, (Bukti EU-17(rev)); dan Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2018 tentang Kebijakan Industri Nasional 2015-2019, (Bukti EU-18(rev)).
487
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 178, dan Laporan Maryono, (Bukti IDN-18 (BCI)), hal. 26.
488
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 178.
489
Lihat para. 7.234. di atas.
490
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 109. Panel mencatat bahwa Indonesia menyatakan "pembelian bijih nikel yang ditambang sesuai
dengan persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral Indonesia yang berkelanjutan bukanlah sesuatu yang dilakukan pabrik
peleburan dalam negeri atas dasar itikad baik. Kepatuhan bukanlah pilihan. Hal itu diwajibkan berdasarkan sanksi hukum". Lihat tanggapan
Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 70(a).
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.249. Penilaian ke-perlu-an berdasarkan Pasal XX GATT 1994 "melibatkan 'menimbang dan menyeimbangkan'
sejumlah faktor berbeda yang berkaitan dengan tindakan yang diupayakani untuk dibenarkan sebagai 'perlu' dan
kemungkinan tindakan alternatif yang mungkin tersedia secara wajar untuk Anggota yang menanggapi. untuk
491
mencapai tujuan yang diinginkan". Panel harus memulai dengan menilai kepentingan relatif dari kepentingan atau
nilai yang dilanjutkan dengan tindakan yang digugat. Kemudian Panel akan memeriksa faktor-faktor lain yang
relevan, yang biasanya mencakup pembatasan perdagangan dari tindakan yang digugat dan kontribusi yang dibuat
oleh tindakan yang digugat untuk realisasi tujuan yang dikejar (yaitu memastikan kepatuhan terhadap peraturan,
kewajiban, atau persyaratan khusus di bawah ketentuan yang relevan).
7.3.1.2.1 Kepentingan relatif kepentingan atau nilai bersama
7.250. Panel akan mulai dengan melihat nilai-nilai yang ingin dilindungi oleh Pasal 96(c). Panel mengingatkan bahwa
panel dan Appellate Body telah menemukan dalam beberapa perselisihan bahwa semakin vital atau pentingnya nilainilai itu, semakin mudah untuk menerima sebagaimana diperlukan tindakan yang dirancang untuk memastikan
492
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang dimaksudkan untuk melindungi nilai-nilai itu.
7.3.1.2.1.1 Argumentasi utama para pihak
7.251. Indonesia menyatakan bahwa "perlindungan lingkungan dan konservasi sumber daya mineral Indonesia
493
adalah kepentingan atau nilai yang paling penting". Indonesia mengajukan bahwa persyaratan pertambangan
berkelanjutan seperti Pasal 96(c) memastikan bahwa "kegiatan pertambangan di Indonesia dilakukan di cara yang
melestarikan dan melindungi lingkungan karena mereka dirancang untuk mengurangi dampak lingkungan di
Hal ini terlihat dalam kegiatan pertambangan, seperti penggundulan hutan, gangguan tanah, pencemaran air dan
494
Indonesia menyatakan bahwa persyaratan ini "tidak hanya melindungi hutan asli dan
pengelolaan limbah".
495
lingkungan, tetapi juga mata pencaharian masyarakat adat yang tinggal di wilayah pertambangan".
7.252. Uni Eropa tidak membahas kepentingan relatif dari nilai-nilai ini; ia malah mempertanyakan apakah langkahlangkah yang digugat mengejar tujuan untuk mengamankan kepatuhan terhadap aturan tentang perlindungan
lingkungan dan konservasi sumber daya alam. Uni Eropa menilai Indonesia telah gagal menunjukkan bahwa larangan
ekspor dan DPR mengejar tujuan untuk mengamankan kepatuhan terhadap aturan tentang perlindungan lingkungan
496
dan konservasi sumber daya alam.
7.3.1.2.1.2 Analisis oleh Panel
7.253. Indonesia telah membahas secara rinci dalam penyampaiannya mengenai dampak lingkungan dari kegiatan
pertambangan secara umum maupun di Indonesia berdasarkan kekhususannya, yaitu wilayahnya yang rawan gempa
497
dan curah hujan yang tinggi. Sebagaimana dimaksud pada bagian deskriptif laporan ini, Panel menemukan bukti
498
pada laporan rekaman, antara lain, hilangnya hutan dan keanekaragaman hayati akibat penambangan terbuka ;
499
500
501
gangguan tanah ; dampak terhadap kualitas udara, getaran dan kebisingan ; polusi pantai ; dan tantangan
502
terkait pengelolaan sampah.
491
Appellate Body Report, China – Publications and Audiovisual Products, para. 239.
Appellate Body Report, Korea – Berbagai Tindakan Terhadap Daging Sapi, para. 162. Lihat Laporan Panel, EC – Produk Segel, para. 7.632, dan
Appellate Body Reports, EC – Seal Products, para. 5.203.
493
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 187.
494
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 185.
495
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 185.
496
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 248.
497
AEER, Supply of Nickel Battery Industry from Indonesia and Ecological Social Issues, Action for Ecology and Emancipation of People, December
2020, (Exhibit IDN-64), p. 54; dan Clean Technica, Image ofIndonesia at "Electric Vehicles: The Dirty Nickel Problem", (Exhibit IDN-66), available at:
https://cleantechnica.com/2020/09/27/electric-vehicles-the-dirty-nickel-problem/ (terakhir diakses 30 Agustus 2021). Lihat juga bukti-bukti
berikut yang diajukan Indonesia tentang dampak lingkungan dari pertambangan: IDN-19, IDN-23, IDN-62, IDN-63, IDN-65, IDN-67, IDN-69, dan
IDN-70.
498
A. van der Ent, A.J.M. Baker, M.M.J. van Balgooy, A. Tjoa, "Ultramafic nickel laterites in Indonesia (Sulawesi, Halmahera): Mining, nickel
hyperaccumulators and opportunities for phytomining", Journal of Geochemical Exploration, Vol. 128 (2013) hlm. 72-79, (Bukti IDN-4), hlm. 6.
499
Laporan Pakar Tambahan Sayoga Gautama, 17 Maret 2022, (Bukti IDN-109).
500
Laporan Sayoga Gautama, (Bukti IDN-15), hal. 3.
501
WALHI, Study report on Environmental Conditions around Coastal Sea near the Mining Area due to the Nickel Industry in Morowali regency.
Central Sulawesi, Kolaka and North Konawe Regencies, Southeast Sulawesi (2021), (Bukti IDN-68).
502
IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021),(Bukti IDN-16), hlm. 40.
492
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
503
7.254. Mengingat pemahaman menyeluruh di antara Anggota WTO akan pentingnya perlindungan lingkungan
dan, lebih khusus lagi, dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan di Indonesia, Panel menyimpulkan bahwa
perlindungan lingkungan merupakan nilai yang sangat penting bagi Indonesia.
7.3.1.2.2 Pembatasan perdagangan dari tindakan yang dipermasalahkan
7.255. Sebelum Panel beralih ke argumen para pihak tentang pembatasan perdagangan dari langkah-langkah yang
dipermasalahkan, Panel mengingatkan bahwa "[] tindakan dengan dampak yang relatif kecil terhadap produk impor
mungkin lebih mudah dianggap sebagai 'perlu' daripada tindakan dengan intensitas tinggi." atau efek restriktif yang
504
lebih luas".
7.3.1.2.2.1 Argumentasi utama para pihak
7.256. Indonesia mengakui bahwa larangan ekspor sangat membatasi perdagangan sejauh melarang ekspor bijih
505
nikel.
Akan tetapi, dicatat bahwa panel-panel sebelumnya dan Badan Banding menganggap perlu tindakantindakan yang sangat membatasi perdagangan "di mana mereka [seharusnya] 'cenderung memberikan kontribusi
506
material' untuk pencapaian tujuan mereka". Sehubungan dengan DPR, Indonesia menyatakan bahwa "masih ada
pertanyaan apakah persyaratan pemrosesan domestik menimbulkan efek pembatasan pada perdagangan yang
507
terpisah dan berbeda dari larangan ekspor itu sendiri" .
7.257. Uni Eropa menyampaikan bahwa larangan ekspor mencerminkan tingkat pembatasan perdagangan terbesar,
yang mengakibatkan beban yang lebih besar bagi Indonesia untuk menunjukkan bahwa tindakan tersebut
508
berkontribusi untuk memastikan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan yang relevan. Lebih lanjut
509
dinyatakan bahwa DPR "memiliki efek pembatas" pada pameran bijih nikel.
7.3.1.2.2.2 Analisis oleh Panel
7.258. Panel telah menemukan di atas bahwa Uni Eropa telah menunjukkan, dan Indonesia telah mengakui, bahwa
Indonesia memberlakukan larangan ekspor bijih nikel yang tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994 yang saat ini
dilaksanakan melalui berlakunya Permen ESDM No. 11 /2019 dan Permendag No. 96/2019. Panel mencatat bahwa
larangan total terhadap perdagangan (baik ekspor maupun impor) adalah tindakan pembatasan perdagangan yang
510
paling dapat diterapkan.
7.259. Panel juga menemukan bahwa Uni Eropa telah menunjukkan, dan Indonesia belum berhasil membantah,
bahwa DPR adalah larangan penjualan untuk ekspor bijih nikel yang desain, arsitektur, dan strukturnya yang terbuka
menunjukkan bahwa sifatnya memiliki efek pembatasan terhadap ekspor yang tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT
1994. Jika DPR dipatuhi maka tidak akan ada bijih nikel untuk diekspor. Panel, bagaimanapun, tidak menemukan
bahwa DPR seketat larangan total ekspor karena, ada periode waktu tertentu di mana tambang dapat mengekspor
kadar rendah bijih dengan persetujuan Menteri Perdagangan jika kondisi tertentu terpenuhi. Oleh karena itu, Panel
menemukan bahwa DPR sangat membatasi perdagangan.
503
Nilai ini telah diterima secara eksplisit oleh Anggota WTO di dalam teks Persetujuan WTO. Pembukaan Persetujuan WTO mencatat tujuan
perlindungan dan pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Pasal XX(g) GATT 1994 memberikan pembenaran untuk tindakan yang
tidak konsisten GATT terkait dengan konservasi sumber daya alam yang dapat habis. Pasal 8.2(c) Persetujuan SCM memberikan pengecualian
untuk subsidi lingkungan. Selain itu, dalam salah satu perselisihan pertamanya, Badan Banding menyatakan sebagai berikut: "Kami belum
memutuskan [dalam banding ini] bahwa perlindungan dan pelestarian lingkungan tidak penting bagi Anggota WTO. Jelas, demikian. … Dan kami
belum memutuskan [dalam banding ini] bahwa negara berdaulat tidak boleh bertindak bersama secara bilateral, plurilateral, atau multilateral,
baik di dalam WTO atau forum internasional lainnya, untuk melindungi spesies yang terancam punah atau untuk melindungi lingkungan. Jelas,
mereka harus dan melakukan ." Appellate Body Report, US – Shrimp, para. 185.
504
Appellate Body Report, Korea – Various Measures on Beef, para. 163.
505
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 188.
506
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 188.
507
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 222.
508
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 253.
509
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 254.
510
Lihat mis. Appellate Body Report, US – Shrimp, para. 171 ("larangan impor, biasanya, adalah 'senjata' terberat dalam gudang tindakan
perdagangan Anggota".). Lihat juga Laporan Panel, , Brazil – Retreaded Tyres, para. 7.114 (menemukan bahwa "Tindakan Brasil sangat membatasi
perdagangan, sejauh menyangkut ban vulkanisir dari negara-negara non-MERCOSUR, karena bertujuan untuk menghentikan sepenuhnya
masuknya mereka ke Brasil".)
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.3.1.2.3 Kontribusi tindakan yang dipermasalahkan
7.260. Konsep ke-perlu-an berdasarkan Pasal XX GATT 1994 telah berkembang dari waktu ke waktu. Dalam
perselisihan Pasal XX yang pertama, konsep ke-perlu-an "terletak secara signifikan lebih dekat ke ... 'sangat
511
diperlukan' daripada ... hanya 'berkontribusi pada'". Namun, standar yang diterapkan dalam perselisihan yang
lebih baru telah berkembang untuk mempertimbangkan bahwa suatu tindakan dapat dianggap perlu jika "cenderung
512
memberikan kontribusi material untuk mencapai tujuannya". Badan Banding juga telah menyatakan bahwa,
513
"semakin besar kontribusi, semakin mudah suatu tindakan dapat dipertimbangkan untuk menjadi 'perlu'".
7.261. Suatu tindakan berkontribusi untuk mencapai tujuan Anggota "ketika ada hubungan sejati antara tujuan dan
514
cara antara tujuan yang dikejar dan tindakan yang dipermasalahkan". Badan Banding, telah menjelaskan bahwa
kontribusi tindakan yang dipermasalahkan untuk memastikan kepatuhan dengan undang-undang atau peraturan
515
yang relevan harus bersifat "materi". Definisi "materi" adalah "[]mempunyai signifikansi atau relevansi" , "penting
516 517
atau memiliki efek penting" , Dengan demikian, tidak ada kontribusi relevan minimal atau marginal yang
memenuhi syarat untuk membuat tindakan pada masalah yang perlu dalam arti Pasal XX(d). Apakah sumbangan
tersebut cukup untuk dianggap material dalam pengertian Pasal XX hanya dapat ditentukan berdasarkan kasus per
kasus, mengingat keadaan khusus dari setiap perselisihan. Metodologi yang digunakan untuk menilai kontribusi
suatu tindakan dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif, tergantung pada "sifat, kuantitas, dan kualitas bukti yang
518
ada pada saat analisis dilakukan".
7.262. Suatu pihak dapat melakukan demonstrasi yang diperlukan dengan menggunakan bukti yang berkaitan
dengan masa lalu atau masa kini, yang menetapkan bahwa tindakan yang dipermasalahkan memberikan kontribusi
519
material pada tujuan yang ingin dicapai.
Badan Banding mengklarifikasi, bagaimanapun, bahwa panel tidak terikat untuk menemukan bahwa tindakan tidak
memberikan kontribusi untuk tujuan yang dicapai hanya karena kontribusi tersebut tidak "segera dapat diamati"
atau karena, "dalam jangka pendek , mungkin terbukti sulit untuk memisahkan kontribusi [yang dibuat oleh] satu
520
tindakan spesifik dari tindakan lain yang merupakan bagian dari kebijakan komprehensif yang sama". Oleh karena
itu, Badan Banding mencatat bahwa panel dapat menyimpulkan bahwa suatu tindakan adalah perlu jika Anggota
yang menanggapi menunjukkan bahwa ia "cenderung memberikan kontribusi material untuk mencapai
521
tujuannya". Meskipun ini mungkin tampak sebagai standar yang lebih santai daripada yang telah diterapkan di
masa lalu, ini bukannya tanpa ketelitian dan demonstrasi tidak dapat dibuat dengan pernyataan sederhana. Badan
Banding mengklarifikasi bahwa demonstrasi bahwa suatu tindakan cenderung memberikan kontribusi material
"dapat terdiri dari proyeksi kuantitatif di masa depan, atau penalaran kualitatif berdasarkan serangkaian hipotesis
522
yang diuji dan didukung oleh bukti yang cukup". Hal ini mensyaratkan bahwa satu tergugat memberikan bukti
yang cukup yang membuktikan kontribusi yang dibuat atau mungkin dapat dibuat oleh tindakan tersebut. Sekedar
spekulasi atau praduga logis tidak akan cukup.
7.263. Pemahaman Panel tentang kemampuan tindakan untuk memberikan kontribusi material menyiratkan bahwa
tindakan yang dipermasalahkan harus berada dalam posisi untuk berkontribusi pada realisasi tujuan; kontribusi
tindakan tidak boleh direduksi menjadi kontribusi hipotetis dalam skenario faktual yang tidak masuk akal atau tidak
mungkin. Harus ada kepastian dalam kemampuan tindakan tersebut untuk memberikan kontribusi dalam
memastikan kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang relevan.
511
Appellate Body Report, Korea – Various Measures on Beef, para. 161.
Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 151.
513
Appellate Body Report, Korea – Various Measures on Beef, para. 163.
514
Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 145.
515
Online Oxford English Dictionary, Material tersedia di
https://www.oed.com/view/Entry/114923?rskey=NmRYAB&result=1#eid (terakhir diakses pada 26 Agustus 2022).
516
Online Cambridge English Dictionary, Material tersedia di
https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/material (terakhir diakses pada 26 Agustus 2022).
517
Sebagaimana dicatat oleh panel in Colombia – Textiles, "[t]ekpresi 'cenderung menghasilkan kontribusi material' dalam teks bahasa Inggris asli
dari laporan Appellate Body diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol sebagai 'adecuada para hacer una contribución importante'" , in Colombia –
Textiles, catatan kaki 485. Terjemahan ke dalam bahasa Prancis juga mengacu pada "à même d'apporter une contribution importante". Lihat
Laporan Panel.
518
Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 145.
519
Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 151. Lihat juga, Appellate Body Report,
China – Publications and Audiovisual Products, para. 252.
520
Appellate Body Report, China – Publications and Audiovisual Products, paras. 252-253 (merujuk pada Appellate Body Report, Brazil –
Retreaded Tyres, para. 151).
521
Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 151.
522
Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 151.
512
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.264. Panel selanjutnya mengingatkan bahwa suatu tindakan berkontribusi pada pencapaian tujuan ketika ada
hubungan yang tulus antara tujuan dan cara antara tujuan yang dikejar dan tindakan yang dipermasalahkan. Panelpanel sebelumnya dan Badan Banding telah menekankan "kebebasan" yang dinikmati oleh panel-panel "dalam
merancang metodologi yang tepat untuk digunakan dan memutuskan bagaimana menyusun atau mengatur analisis
523
kontribusi tindakan yang dipermasalahkan untuk realisasi tujuan yang dikejar olehnya" .
7.265. Panel berpandangan bahwa analisis rancangan tindakan yang dipersoalkan, termasuk struktur dan
operasinya, dapat menjelaskan ada atau tidaknya hubungan sejati antara tujuan dan sarana. Untuk tujuan itu, Panel
akan mengacu pada analisisnya di atas tentang apakah langkah-langkah yang dipermasalahkan dirancang untuk
menjamin kepatuhan terhadap ketentuan relevan yang telah diidentifikasi oleh Indonesia. Meskipun demikian, Panel
mencatat bahwa meskipun bagian dari analisis tersebut terbukti berguna saat menilai kontribusi tindakan yang
dipermasalahkan di bawah uji ke-perlu-an, elemen "dirancang untuk memastikan kepatuhan" dan elemen kontribusi
secara konseptual berbeda; jika tidak, tidak akan ada dua langkah terpisah untuk analisis. Elemen pertama
melibatkan penilaian apakah tindakan tersebut tidak mampu memastikan kepatuhan terhadap undang-undang atau
peraturan yang relevan sedangkan elemen terakhir mensyaratkan bahwa panel menentukan apakah tindakan yang
dipermasalahkan "cenderung menghasilkan kontribusi material untuk pencapaian tujuannya. ", yaitu mengamankan
524
kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang relevan. Sebagaimana dicatat oleh Badan Banding,
elemen pengujian yang berfokus pada apakah tindakan tersebut dirancang untuk memastikan kepatuhan kurang
menuntut daripada
unsur kontribusi. Hal ini terjadi karena dalam pandangan Badan Banding "[a panel tidak boleh ... menyusun
analisisnya tentang [langkah 'desain'] sedemikian rupa sehingga mengarahkannya untuk memotong analisisnya
sebelum waktunya dan dengan demikian menutup pertimbangan aspek-aspek penting dari pembelaan tergugat
525
berkaitan dengan analisis 'keharusan'."
7.266. Setelah membuat klarifikasi tentang pemahamannya tentang kontribusi di bawah uji ke-perlu-an, Panel
sekarang menilai kontribusi dari setiap tindakan yang dipersoalkan untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal
96(c) UU No. 4/2009.
7.3.1.2.3.1 Larangan ekspor
Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga
7.267. Indonesia berargumen bahwa larangan ekspor "cenderung memberikan kontribusi material untuk
mengamankan kepatuhan terhadap" persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang
526
berkelanjutan karena mengurangi jumlah nikel yang diekstraksi. Lebih khusus lagi, ini menghilangkan ekstraksi
nikel yang digerakkan oleh ekspor dan, sebagai hasilnya, mengurangi dampak negatif lingkungan dan risiko penipisan
527
sumber daya nikel.
7.268. Indonesia berpendapat bahwa tidak ada persyaratan di bawah Pasal XX(d) untuk menunjukkan bahwa
tindakan yang digugat adalah "satu-satunya' atau penyebab 'paling substansial' dari setiap efek positif yang diamati
dalam kaitannya dengan tujuan tindakan yang digugat". Terlebih lagi dalam kasus ini mengingat bahwa langkahlangkah yang digugat merupakan bagian dari kerangka kebijakan yang komprehensif "dengan berbagai elemen yang
528
berinteraksi secara sinergis untuk mencapai tujuan kebijakan".
7.269. Uni Eropa menyatakan bahwa Indonesia telah gagal menunjukkan bahwa larangan ekspor bijih nikel
529
berkontribusi untuk mengamankan penegakan standar lingkungan dan aturan konservasi sumber daya alam.
7.270. Uni Eropa berargumen bahwa Indonesia belum menunjukkan bahwa dampak lingkungan yang merugikan
hanya diakibatkan oleh penambangan nikel. Oleh karena itu, efek samping ini pada Lingkungan Indonesia tidak
"relevan untuk menentukan kontribusi potensial dari langkah-langkah yang dipermasalahkan" mengingat bahwa
523
Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 145. .
Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 151.
525
Appellate Body Report, Argentina – Financial Services, para. 6.203
526
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 194.
527
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 212-213.
528
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 122.
529
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 256-257.
524
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Indonesia telah mengajukan pembelaan alternatif di bawah sub-ayat (d), dan bukan di bawah sub-ayat (b) atau (g),
530
Pasal XX.
7.271. Uni Eropa lebih lanjut berargumen bahwa Indonesia belum membuktikan klaimnya bahwa ekstraksi bijih nikel
untuk ekspor, dan bukan ekstraksi bijih nikel itu sendiri, mengakibatkan dampak lingkungan yang merugikan di
Indonesia. Menurut Uni Eropa, Indonesia belum menunjukkan bahwa peralihan dari ekspor bijih nikel dan nikel
531
olahan ke hanya ekspor nikel olahan telah "meningkatkan standar lingkungan".
7.272. Dalam pandangan Uni Eropa, bukti yang diajukan Indonesia memperjelas bahwa langkah-langkah yang
dipermasalahkan tidak cenderung memberikan kontribusi material untuk "menjamin penerapan standar lingkungan
532
yang lebih tinggi atau konservasi cadangan nikel".
Secara khusus, Uni Eropa mencatat bahwa Indonesia
mengajukan bukti tentang dampak lingkungan laut yang merugikan yang melewati tanggal penerapan tindakan yang
533
dipermasalahkan dan menunjukkan bahwa masalah lingkungan terus ada setelah penerapan tindakan tersebut.
Uni Eropa juga mencatat bahwa Indonesia tidak menyerahkan bukti tentang sejumlah proses penegakan hukum
yang dimulai sebelum dan sesudah penerapan langkah-langkah yang dipermasalahkan untuk mendukung
argumennya bahwa langkah-langkah tersebut berkontribusi untuk memastikan kepatuhan karena pembeli akhir bijih
534
harus berada dalam yurisdiksi Indonesia.
7.273. Kanada dan Jepang mencatat bahwa demonstrasi empiris dari kontribusi aktual tidak selalu diperlukan untuk
menetapkan pembenaran berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994. Namun, keduanya mencatat bahwa jika bukti
semacam itu ada, hal ini lebih memungkinkan bahwa tindakan tersebut akan memuaskan faktor kontribusi analisis
kebutuhan. Jepang berkomentar bahwa membutuhkan tingkat kekhususan minimum tertentu dalam
mendeskripsikan kontribusi diperlukan untuk menghindari pengelakan. Baik Jepang maupun Kanada mengacu pada
melihat rancangan, struktur, dan pelaksanaan tindakan tersebut dan apakah tindakan tersebut mampu menjamin
535
kepatuhan. Untuk bagiannya, Amerika Serikat menyatakan bahwa Panel harus memeriksa apakah Indonesia telah
menunjukkan bahwa tindakan yang digugat sangat diperlukan, vital, esensial, dan diperlukan untuk tujuan
536
memastikan kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang mendasarinya.
Analisis oleh Panel
7.274. Panel akan melakukan penilaian atas kontribusi larangan ekspor untuk mengamankan kepatuhan pada Pasal
96(c) UU No. 4/2009 dengan melihat desain larangan ekspor, termasuk struktur dan operasi yang diharapkan. Panel
melakukan penilaian serupa di bawah elemen "dirancang untuk mengamankan kepatuhan" yang akan dirujuk oleh
Panel di bagian ini. Sebagaimana disebutkan di atas, kedua bagian analisis ini berbeda dan oleh karena itu harus
dilakukan dengan cara yang terkait tetapi independen.
7.275. Panel menemukan di atas bahwa instrumen hukum yang menerapkan larangan ekspor, yaitu Pasal 3 dan
Lampiran IV Peraturan ESDM No. 96/2019 dan Pasal 1(2) Peraturan ESDM No. 11/2019, tidak secara tegas
menyebutkan Pasal 96(c) atau untuk pencapaian tujuan pertambangan yang berkelanjutan. Panel selanjutnya
mengakui bahwa langkah-langkah dapat memiliki banyak tujuan dan bahwa ada hubungan tertentu antara larangan
ekspor dan Pasal 96(c). Oleh karena itu, Panel menemukan bahwa tidak dapat dikesampingkan bahwa larangan
ekspor tersebut berdampak positif terhadap keberlangsungan kegiatan pertambangan di Indonesia karena dapat
mengakibatkan penurunan ekstraksi bijih nikel, termasuk bijih dari tambang ilegal dan miskin. sumber yang diatur.
Panel mencatat, bagaimanapun, bahwa bukti dalam catatan menunjukkan bahwa penurunan tingkat ekstraksi tidak
sesuai dengan tingkat ekspor sebelum pelarangan, dan bahwa permintaan bijih nikel dalam negeri diperkirakan akan
meningkat sebagai akibat dari pengembangan industri smelter di Indonesia. Dalam hal ini Panel mengamati bahwa
kepedulian konservasi sumber daya yang diungkapkan oleh Indonesia memang demikian tampaknya tidak selaras
dengan rencananya untuk memperluas industri smelter dan mengembangkan industri baterai kendaraan listrik
537
dalam waktu dekat.
530
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 262-263.
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 269.
532
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 270.
533
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 271 (mengacu pada Bukti IDN-68).
534
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 272.
535
Tanggapan pihak ketiga Kanada dan Jepang terhadap pertanyaan Panel No. 8.
536
Tanggapan pihak ketiga Amerika Serikat terhadap pertanyaan Panel No. 8.
537
Lihat paragraf. 7.223-7.233 di atas.
531
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.276. Panel tidak melihat alasan untuk tidak setuju dengan Indonesia bahwa Pasal 96(c) menetapkan persyaratan
pertambangan yang berkelanjutan. Namun ini tidak berarti bahwa Panel akan memeriksa kontribusi larangan ekspor
untuk meningkatkan tujuan lingkungan yang ditetapkan dalam UU No. 4/2009. Karena Panel sedang memeriksa
pembelaan alternatif berdasarkan sub-paragraf (d) Pasal XX dan bukan sub-paragraf lainnya, apa yang harus
diputuskan oleh Panel adalah apakah larangan ekspor cenderung memberikan kontribusi material untuk memastikan
pemenuhan Pasal 96(c), dan bukan apakah itu tepat untuk menghasilkan kontribusi material untuk mencapai tujuan
yang dikejar oleh Pasal 96(c).
7.277. Indonesia berargumen bahwa larangan ekspor berkontribusi untuk mengamankan kepatuhan terhadap Pasal
96(c) dengan mengurangi ekstraksi nikel, khususnya ekstraksi yang didorong oleh ekspor dari sumber ilegal atau
diatur dengan buruk, yang pada gilirannya menghasilkan lebih sedikit kerusakan lingkungan dan laju penipisan
sumber daya yang lebih lambat . Sebagaimana dijelaskan di atas, Panel menemukan data dalam catatan yang
menunjukkan bahwa total produksi nikel pada tahun 2020 menurun sebesar 13,6% sedangkan ekspor bijih nikel
538
mewakili hampir 50% dari total produksi Indonesia. Dengan demikian, Panel mengamati bahwa sumber daya nikel
yang ada di yang seharusnya diekspor dialihkan untuk konsumsi dalam negeri yang membutuhkan lebih banyak
539
sumber daya nikel karena bertambahnya jumlah smelter nikel yang beroperasi. Tabel 4.1 Peraturan Pemerintah
No. 14 Tahun 2015 tentang RIPIN memuat proyeksi kebutuhan sumber daya alam bagi industri Indonesia.
Permintaan nikel diperkirakan meningkat lebih dari 20% setiap lima tahun dari tahun 2015 hingga 2035 (11 juta
ton/tahun pada periode 2015-2019, 14 juta ton/tahun pada periode 2020-2024; dan 17 juta ton/tahun pada periode
540
2025-2035).
7.278. RIPIN menetapkan strategi yang jelas untuk mengembangkan industri smelter Indonesia sebagai langkah awal
untuk membangun industri baterai EV di negara ini. Strategi Indonesia didasarkan pada peningkatan produksi nikel
untuk memberi makan smelter dalam negeri, yang diperkirakan akan meningkat secara eksponensial dalam waktu
dekat. Tabel 4.1 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang RIPIN memuat proyeksi kebutuhan sumber
daya alam bagi industri Indonesia. Kebutuhan bahan baku nikel diperkirakan meningkat lebih dari 20% setiap lima
tahun dari tahun 2015 hingga 2035 (11 juta ton/tahun pada periode 2015-2019, 14 juta ton/tahun pada periode
541
2020-2024, dan 17 juta ton /tahun pada periode 2025-2035).
7.279. This context of an increase in the use of nickel resources domestically to satisfy the increasing needs of
Indonesian smelters does not support Indonesia's argument that the export ban will contribute to securing
compliance with Article 96(c) by reducing nickel extraction. This is so because, based on the evidence before us, such
a reduction will not take place in the near future if the Indonesian authorities' plan to expand the smelter industry
develops as expected. Furthermore, the Panel notes that Indonesia relies on the introduction of HPAL processing
technology to increase its nickel reserves by taking into account low-grade nickel ore in its reserve estimates. Lowgrade nickel ore is currently considered waste or overburden given the lack of adequate processing technology.542
7.279. Konteks peningkatan penggunaan sumber daya nikel di dalam negeri untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan pabrik peleburan Indonesia tidak mendukung argumen Indonesia bahwa larangan ekspor akan
berkontribusi untuk menjamin kepatuhan terhadap Pasal 96(c) dengan mengurangi ekstraksi nikel. Hal ini karena,
berdasarkan bukti-bukti yang ada di hadapan kami, pengurangan tersebut tidak akan terjadi dalam waktu dekat jika
rencana otoritas Indonesia untuk memperluas industri smelter berkembang seperti yang diharapkan. Selanjutnya,
Panel mencatat bahwa Indonesia mengandalkan pengenalan teknologi pemrosesan HPAL untuk meningkatkan
cadangan nikelnya dengan memperhitungkan bijih nikel kadar rendah dalam perkiraan cadangannya. Bijih nikel
542
kadar rendah saat ini dianggap limbah atau overburden karena kurangnya teknologi pengolahan yang memadai.
7.280. Selain itu, Indonesia berpendapat bahwa telah terjadi pengurangan gangguan lahan di Sulawesi akibat
larangan ekspor, yang telah memperbaiki situasi lingkungan di sana. Indonesia memberikan kepada Panel Laporan
Pakar Tambahan Gautama (Bukti IDN-109). Menurut ahli Bapak Gautama gangguan tanah menurun antara 2017 dan
2018 meskipun produksi nikel meningkat selama periode tersebut. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa larangan
ekspor antara tahun 2014 dan 2017 “berkontribusi secara signifikan untuk mengurangi penambang yang tidak patuh
543
dan mempromosikan praktik penambangan yang lebih berkelanjutan”. Panel mengakui bahwa laporan tersebut
538
Lihat para. 7.227 di atas.
539 ESDM, Indonesian Mining Guidance (2020), (Bukti IDN-1), Gambar 9.6: Pertumbuhan dan Proyeksi Smelter di Indonesia.
540
540 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035, (Bukti EU-17 (rev)), hlm. 52-53.
541
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 tentang RIPIN, (Bukti EU-17(rev)).
542
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 118 mengacu pada Laporan Maryono, (Bukti IDN-18(BCI)), p. 25. Lihat juga pengajuan tertulis
pertama Indonesia, para. 129, pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 97, dan tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 38.
543
Laporan Pakar Tambahan Sayoga Gautama, 17 Maret 2022, (Bukti IDN-109), hal. 3.
539
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
menunjukkan adanya penurunan gangguan lahan di Sulawesi setelah pemberlakuan larangan ekspor pada tahun
2014. Ini tidak harus diterjemahkan ke dalam hubungan kausal antara yang pertama dan yang terakhir. Memang,
laporan tersebut menyimpulkan bahwa data menunjukkan bahwa larangan ekspor mengakibatkan praktik
penambangan predator digantikan oleh praktik penambangan yang berkelanjutan tetapi tidak memberikan analisis
tentang akar penyebab pergeseran perilaku tersebut. Misalnya, laporan tersebut tidak memberikan analisis tahun
antara 2014 dan 2017. Laporan tersebut juga tidak menyertakan data untuk tahun 2019 dan 2020, yang akan
menunjukkan dampak potensial dari pengenaan kembali larangan ekspor total melalui peraturan atau proyeksi
2019. dari apa yang diharapkan terjadi jika larangan ekspor tetap berlaku. Panel mengakui bahwa hubungan sebab
akibat mungkin tidak selalu mudah untuk dibuktikan, khususnya sehubungan dengan akibat yang memerlukan waktu
untuk terwujud. Meskipun jenis informasi ini dapat menjadi indikator yang berguna, Panel menilai bahwa korelasi
belaka tanpa analisis lebih lanjut tentang akar permasalahan tidak cukup bagi Indonesia untuk memenuhi bebannya.
7.281. Argumen Indonesia berkisar pada hubungan antara ekspor nikel dan praktik pertambangan predator.
Indonesia berargumen bahwa penambangan liar yang diatur dengan buruk dan ilegal berorientasi ekspor karena
smelter dalam negeri hanya membeli bijih nikel yang telah diekstraksi sesuai dengan hukum dan peraturan yang
544
berlaku. Indonesia menyatakan bahwa "keseluruhan ekspor bijih nikel antara tahun 2006 dan 2013 bersumber
dari perusahaan pertambangan yang tunduk pada pengawasan terbatas atau tidak ada pengawasan sehubungan
dengan kepatuhan terhadap peraturan (… perusahaan pertambangan yang 'diregulasi dengan buruk'), atau
mengekspor bijih nikel yang tidak sesuai dengan persyaratan peraturan yang relevan (yaitu pertambangan
545
'ilegal')". Ketika memeriksa apakah larangan ekspor dirancang untuk menjamin kepatuhan terhadap Pasal 96(c),
Panel tidak mengesampingkan bahwa larangan ekspor dapat mengakibatkan pengurangan produksi nikel yang pada
gilirannya dapat mengakibatkan pengurangan penambangan kegiatan, termasuk kegiatan yang tidak diatur dengan
baik dan ilegal. Namun, Indonesia gagal memberikan Panel bukti yang berkaitan dengan besarnya praktik
penambangan predator tersebut dan bagiannya dari total ekspor sebelum dan sesudah pemberlakuan larangan
546
ekspor. Oleh karena itu, Panel tidak dalam posisi untuk menyimpulkan, dipertimbangkan bersama dengan bukti
dan argumen tambahan, bahwa larangan ekspor cenderung memberikan kontribusi material untuk mengamankan
kepatuhan terhadap Pasal 96(c) dengan mengurangi praktik penambangan predator.
7.282. Mengenai peningkatan penegakan peraturan, Indonesia berpendapat bahwa Bukti IDN-110(BCI), IDN111(BCI), dan IDN-113(BCI) menunjukkan bahwa larangan ekspor berkontribusi pada peningkatan penegakan
peraturan. Ketiga bukti ini masing-masing menyajikan informasi tentang penegakan hukum terkait pertambangan
nikel dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia menegaskan bahwa Bukti IDN-110(BCI) merupakan ringkasan kasus
tindak pidana nikel yang ditangani oleh Polda Sulawesi dan Maluku antara tahun 2017 dan 2022. Ringkasan ini
menunjukkan signifikansi peningkatan kasus pidana yang dibawa oleh pemerintah setelah pemberlakuan larangan
547
ekspor. Indonesia juga memberikan keterangan ahli dari [[***]] tertanggal 15 Maret 2022 yang menurutnya
menguatkan data dari Sulawesi dan Maluku. Dalam keterangan tertulis ini [[***]], seorang pejabat penegak hukum
di bidang sumber daya alam, membuktikan adanya peningkatan penindakan pidana terhadap penambangan nikel
548
ilegal. [[***]] juga bersaksi bahwa menurut pendapat pribadinya pelarangan ekspor bijih nikel berdampak positif
549
terhadap upaya penegakan hukum sepanjang pertambangan diatur baik hulu maupun hilir. Bukti IDN-113(BCI)
adalah pernyataan tertulis dari [[***]], seorang petugas pertambangan di sebuah perusahaan pertambangan besar
di Indonesia antara tahun 2011 dan 2015. Dalam pernyataan tertulis ini, [[***]] melaporkan tentang upayanya dan
perusahaan pertambangan lainnya untuk menertibkan kegiatan pertambangan ilegal yang berorientasi ekspor di
[[***]] wilayah konsesi. Secara khusus, dia bersaksi dalam satu investigasi lapangan internal di mana perusahaannya
550
menemukan kegiatan penambangan liar di salah satu wilayah izinnya.
7.283. Bukti memang menunjukkan peningkatan kasus yang diprakarsai polisi dan kerja sama antara perusahaan
tambang dan pihak berwenang Indonesia untuk mengatasi praktik penambangan ilegal. Meskipun ini menunjukkan
peningkatan dalam hal kekuatan peraturan, tidak ada dalam bukti yang menunjukkan bahwa kemampuan untuk
544
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 64.
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 64. (penekanan asli).
546
Indonesia mengirimkan gambar kerusakan lingkungan di Indonesia akibat aktivitas pertambangan. Lihat mis. WALHI, Laporan Kajian Kondisi
Lingkungan di Sekitar Laut Pesisir Dekat Wilayah Pertambangan Akibat Industri Nikel di Kabupaten Morowali. Sulawesi Tengah, Kabupaten Kolaka
dan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (2021), (Bukti IDN-68); Gambar Kerusakan Lingkungan di Indonesia, (Bukti IDN-69); dan Bank Dunia,
"Dampak tambang nikel di Tanjung Buli, Indonesia" (27 Maret 2009), (Bukti IDN-70). Namun, tidak selalu jelas apakah itu menyangkut tambang
yang berorientasi ekspor.
547
Pernyataan pembukaan Indonesia pada sidang kedua Panel, para. 79 (merujuk pada Bukti IDN-110 (BCI), yang menunjukkan peningkatan dari
[[***]]).
548
[[***]] Affidavit Ahli [[***]] (15 Maret 2022), (Bukti IDN-111(BCI)), hal. 3.
549
Pernyataan pembukaan Indonesia pada sidang kedua Panel, para. 82 (mengacu pada Bukti IDN-111(BCI)), hal. 3.
550
Pernyataan pembukaan Indonesia pada sidang kedua Panel, para. 83 (merujuk pada Affidavit Ahli [[***]] (17 Maret 2022), Bukti IDN-113 (BCI))
545
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
mengambil tindakan penegakan hukum atau kepatuhan yang ketat terhadap hukum dan peraturan oleh perusahaan
pertambangan adalah hasil dari larangan ekspor – bahkan sebagian. Panel mengamati bahwa peningkatan kasus
pidana pertambangan nikel bertepatan dengan pengalihan tanggung jawab atas mekanisme pelaporan mineral dari
551
Indonesia
pemerintah daerah dan provinsi kepada pemerintah pusat berdasarkan Undang-Undang No. 3/2020.
tidak membahas relevansi perubahan regulatoris ini, yang sangat penting, ketika menjelaskan peningkatan dalam
proses pidana.
7.284. Bukti IDN-111(BCI), pada bagiannya, mencerminkan pandangan pribadi seorang petugas penegak hukum di
bidang sumber daya alam yang mengambil posisinya setelah tindakan tersebut diberlakukan. Di dalamnya juga
terdapat Lampiran B, yang memuat daftar kasus-kasus penegakan yang baru-baru ini terjadi terkait pelanggaran
552
undang-undang yang mengatur lingkungan hidup dan pertambangan. Bahkan menerima [[***]] pendapat pribadi
bahwa pengaturan pertambangan baik di hulu maupun di hilir berdampak positif terhadap upaya penegakan hukum,
ia tidak memberikan bukti langsung bahwa larangan ekspor berkontribusi pada tindakan penegakan sebagaimana
dimaksud dalam Bukti IDN-111 (BCI) atau dalam pernyataannya sendiri. Lebih penting lagi, Panel tidak menemukan
dalam bukti ini apapun yang menunjukkan bahwa larangan ekspor berkontribusi secara material untuk
553
mengamankan kepatuhan terhadap Pasal 96(c). Terakhir, sehubungan dengan Bukti IDN-113(BCI), Panel mencatat
bahwa situasi yang dijelaskan terjadi pada tahun 2012 dan 2013, sebelum berlakunya larangan ekspor. Oleh karena
itu, dalam pandangan Panel, bukti tersebut tidak menunjukkan hubungan kausal – bahkan sebagian – antara
meningkatnya penegakan hukum dan larangan ekspor yang digugat oleh Uni Eropa.
7.285. Indonesia meminta Panel untuk mempertimbangkan kerangka kebijakan Indonesia yang komprehensif
tentang pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan ketika menilai kontribusi dari
554
langkah-langkah yang dipermasalahkan. Panel setuju dengan Indonesia bahwa, sebagaimana dinyatakan oleh
555
Badan Banding, dalam keadaan tertentu "sebuah panel mungkin diminta untuk memeriksa bersama unsur-unsur
yang berbeda dari satu atau lebih instrumen yang diidentifikasi oleh tergugat" untuk "memahami dengan benar isi,
556
substansi, dan normativitas dari aturan yang diberikan". Indonesia menyampaikan bahwa Pasal 96(c) adalah
bagian dari salah satu pilar utama dari kerangka kebijakan komprehensif untuk mengatur kegiatan pertambangan,
557
yaitu perlindungan lingkungan Indonesia melalui pengenaan persyaratan pertambangan yang berkelanjutan.
Namun, Indonesia gagal menjelaskan bagaimana instrumen hukum yang menjadi bagian dari kerangka kebijakan
tersebut beroperasi bersama dan, khususnya, bagaimana mereka beroperasi vis-à-vis Pasal 96(c) UU No. 4/2009.
Selain itu, Indonesia belum melengkapi Panel dengan sebagian besar instrumen hukum yang terdiri dari kerangka
kebijakan. Panel tidak menemukan catatan apa pun yang menjelaskan, atau bahkan mengacu pada, kerangka
558
kebijakan komprehensif ini, selain angka yang termasuk dalam pengajuan tertulis pertama Indonesia. Oleh karena
itu, Panel tidak dalam posisi untuk menilai kontribusi larangan ekspor untuk menjamin kepatuhan terhadap Pasal
96(c) mengingat kerangka kebijakan Indonesia yang komprehensif.
7.286. Berdasarkan hal tersebut di atas, Panel tidak menganggap bahwa Indonesia telah menunjukkan bahwa ada
hubungan yang nyata antara tujuan yang ingin dicapai, yaitu memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c), dan
larangan ekspor. Meskipun Panel telah menemukan bahwa larangan ekspor tidak mampu mengakibatkan
penurunan tingkat ekstraksi bijih nikel, Indonesia belum memberikan bukti yang cukup untuk menunjukkan bahwa
perubahan perilaku tambang (yaitu, kurang predator dan lebih berkelanjutan) akan disebabkan oleh larangan
ekspor. Dengan demikian, Panel menemukan bahwa Indonesia telah gagal untuk menunjukkan bahwa larangan
ekspor cenderung memberikan kontribusi material untuk menjamin kepatuhan terhadap Pasal 96(c).
7.3.1.2.3.2 DPR
Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga
551
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 109.
Bukti IDN-111 (BCI) [[***]]
553
Panel mencatat bahwa tindakan kriminal yang disebutkan dalam Bukti IDN-111 (BCI) dilakukan sehubungan dengan [[***]] dan bukan untuk
menegakkan Pasal 96(c).
554
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 122 dan tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 115.
555
Badan Banding menemukan bahwa keadaan seperti itu berkaitan dengan pilihan responden "untuk menunjukkan bahwa tindakan tersebut
dirancang dan diperlukan untuk menjamin kepatuhan terhadap suatu kewajiban atau kewajiban yang timbul dari beberapa undang-undang atau
peraturan yang bekerja bersama sebagai bagian dari kerangka kerja yang komprehensif". Lihat Appellate Body Report, Argentina – Financial
Services, fn 505 to para. 6.208. Lihat juga Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.111.
556
Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.111.
557
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 142-143; dan jawaban atas pertanyaan Panel No. 105.
558
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, Gambar 10.
552
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.287. Indonesia berargumen bahwa DPR "cenderung memberikan kontribusi material untuk memastikan kepatuhan
559
terhadap" persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan karena DPR
560
"mendorong integrasi vertikal dan pengaturan pasokan jangka panjang dalam rantai pasokan nikel". Indonesia
berpendapat bahwa persyaratan ini mengarah pada perjanjian pasokan jangka panjang, usaha patungan, dan bentuk
asosiasi lain dengan pabrik peleburan dalam negeri yang "memastikan[] bahwa kegiatan pemurnian nikel diatur
561
dengan benar di Indonesia" dan "memaksa[] perubahan perilaku pelaku pasar".
7.288. Indonesia berargumen bahwa "beban memverifikasi kesesuaian …menjadi jauh lebih mudah setelah semua
562
pelaku pasar dibawa ke dalam yurisdiksi penegakan Indonesia". Dalam hal ini, Indonesia berpendapat bahwa Pasal
XX(d) tidak mensyaratkan bahwa perubahan dalam penegakan disebabkan oleh eksklusif untuk aturan yang
dipermasalahkan, terutama dalam kasus seperti ini di mana aturan yang digugat merupakan bagian dari "kerangka
kebijakan komprehensif dengan banyak elemen yang berinteraksi secara sinergis untuk mencapai tujuan
563
kebijakan".
7.289. Uni Eropa menyatakan bahwa Indonesia telah gagal menunjukkan bahwa DPR berkontribusi untuk
564
mengamankan penegakan standar lingkungan dan aturan tentang konservasi sumber daya alam karena Indonesia
tidak menunjukkan bahwa pertambangan nikel semata-mata bertanggung jawab atas dampak buruk lingkungan
yang dijelaskan oleh Indonesia. Uni Eropa berpendapat bahwa efek buruk terhadap lingkungan Indonesia ini tidak
"relevan untuk menentukan kontribusi potensial dari aturan-aturan yang dipermasalahkan" karena Indonesia telah
mengajukan pembelaan alternatif berdasarkan sub-ayat (d), dan bukan berdasarkan sub-ayat (b) atau (g ), Pasal
565
XX.
7.290. Uni Eropa selanjutnya berpendapat bahwa bukti yang diajukan Indonesia menunjukkan bahwa DPR tidak
cenderung memberikan kontribusi material untuk "menjamin penerapan standar lingkungan yang lebih tinggi atau
566
konservasi cadangan nikel". Secara khusus, Uni Eropa mencatat bahwa Indonesia mengajukan bukti tentang
dampak lingkungan laut yang merugikan yang terjadi setelah penerapan aturan yang dipermasalahkan dan
567
menunjukkan bahwa masalah lingkungan terus ada setelah adopsi aturan. Uni Eropa lebih lanjut mencatat bahwa
Indonesia belum menunjukkan bahwa aturan tersebut berkontribusi untuk memastikan kepatuhan karena pembeli
568
akhir bijih harus berada dalam yurisdiksi Indonesia. Terakhir, Uni Eropa menyampaikan bahwa Indonesia juga
telah gagal menunjukkan bahwa pengolahan bijih nikel di dalam negeri "memastikan bahwa tambang terbuka ilegal
569
dikonversi menjadi tambang berkelanjutan yang diatur dalam undang-undang Indonesia".
7.291. Untuk argumen utama pihak ketiga, Panel mengacu pada paragraf 7.273 di atas.
Analisis oleh Panel
7.292. Sebagaimana dijelaskan di atas sehubungan dengan larangan ekspor, Panel akan melakukan penilaian
terhadap kontribusi DPR untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) UU No. 4/2009 dengan melihat
rancangannya, termasuk strukturnya dan operasi yang diharapkan. . Panel sebagian akan mengandalkan temuan di
bawah elemen "dirancang untuk memastikan kepatuhan" karena argumen Indonesia secara substansial sama dan
kedua bagian analisis Panel ini terkait, meskipun berbeda.
7.293. Panel menemukan di atas bahwa perangkat hukum yang menjalankan DPR, yaitu Pasal 103(1) UU No.4/2009,
Pasal 17 Peraturan ESDM No.25/2018, dan Pasal 66 Permen ESDM No. 7/2020, tidak menyebutkan secara eksplisit
Pasal 96(c) atau pencapaian tujuan pertambangan berkelanjutan. Panel lebih lanjut mengakui bahwa meskipun DPR
memiliki tujuan ekonomi yang dominan, tidak dapat dipungkiri bahwa DPR memiliki dampak positif terhadap
keberlangsungan kegiatan pertambangan di Indonesia dalam arti integrasi vertikal akibat penerapan DPR dapat
559
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 194.
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 215-216.
561
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 215-216.
562
Komentar Indonesia atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 111.
563
Komentar Indonesia atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 115.
564
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 256-257.
565
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 262-263.
566
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 270.
567
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 271 (mengacu pada Bukti IDN-68).
568
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 272.
569
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 273.
560
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
dipertimbangkan untuk memfasilitasi penegakan peraturan. Panel mencatat, bagaimanapun, bahwa Indonesia
570
belum menunjukkan bahwa peningkatan dalam penegakan peraturan tersebut dapat dikaitkan dengan DPR.
7.294. Argumen utama Indonesia tentang kontribusi DPR untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) adalah
sama dengan analisis "dirancang untuk memastikan kepatuhan", yaitu DPR mengarah pada perjanjian pasokan
jangka panjang, usaha patungan, dan bentuk lain dari asosiasi dengan smelter dalam negeri yang "memastikan[]
571
bahwa kegiatan pemurnian nikel diatur dengan benar di Indonesia". Panel sependapat dengan Indonesia bahwa
DPR dapat mendorong integrasi vertikal antara penambang dan smelter karena, sebagaimana dijelaskan di atas,
Pasal 16(4) dan (5) Permen ESDM No. 25/2018 menetapkan bahwa pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi dapat
memenuhi kewajibannya untuk mengolah dan memurnikan nikel dan mineral lainnya di dalam negeri dengan
572
bekerja sama dengan pemegang izin pertambangan lainnya.
573
7.295. Indonesia memberikan beberapa sampel kontrak penjualan bijih nikel untuk mendukung pendapatnya.
Panel telah meninjau kontrak penjualan ini dengan hati-hati dan mengamati bahwa kontrak tersebut menangani halhal yang biasa tercakup dalam jenis kontrak seperti jenis komoditas, harga dan kualitasnya, pengambilan sampel ,
force majeure atau pemutusan hubungan kerja. Indonesia belum menjelaskan kaitan antara kontrak-kontrak ini dan
kemampuan DPR untuk memberikan kontribusi material untuk mengamankan kepatuhan terhadap Pasal 96(c).
Panel juga tidak dapat membedakan tautan itu dari teks kontrak penjualan. Dengan demikian, Panel tidak
menganggap bahwa kontrak penjualan ini menggambarkan bagaimana DPR cenderung memberikan kontribusi
material untuk mengamankan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) dengan mendorong integrasi vertikal.
7.296. Indonesia tidak membedakan argumentasi antara kontribusi material larangan ekspor dengan kontribusi DPR.
Oleh karena itu, bergantung pada peningkatan yang sama dalam aturan penegakan dalam beberapa tahun terakhir
(Bukti IDN-110, 111, dan 113) yang dikatakan menunjukkan larangan ekspor cenderung memberikan kontribusi
material untuk mengamankan kepatuhan terhadap Pasal 96(c), sebagai bukti bahwa DPR cenderung memberikan
574
Panel mengamati bahwa peningkatan terbesar dalam aturan
kontribusi material untuk tujuan yang sama.
penegakan hukum, pada tahun 2020, juga bertepatan dengan pengalihan kewenangan pengaturan dari pemerintah
daerah dan provinsi ke pemerintah pusat. Panel sebelumnya telah mengakui bahwa integrasi vertikal yang
meningkat dapat memfasilitasi pelaksanaan otoritas pengaturan oleh pemerintah. Meskipun bukti yang disajikan
oleh Indonesia tidak menunjukkan bahwa peningkatan jumlah investigasi secara pasti disebabkan oleh pelaksanaan
575
DPR, mungkin demikian. Oleh karena itu, Panel menemukan bahwa DPR mungkin memberikan kontribusi untuk
peningkatan penegakan peraturan. Panel, bagaimanapun, tidak melihat bukti kontribusi material.
7.297. Panel selanjutnya mengacu pada temuannya di atas pada pernyataan publik oleh Presiden Indonesia dan
pejabat tinggi pemerintah, dan dalam rencana industri nasional di mana pengembangan industri [hilir] dan
menengah berbasis sumber daya alam dan peningkatan nilai tambah sumber daya alam muncul sebagai prioritas.
Panel tidak menemukan penyebutan dalam pernyataan ini tentang peran DPR dalam meningkatkan kepatuhan
576
terhadap peraturan.
7.298. Sehubungan dengan permintaan Indonesia agar Panel menilai kontribusi DPR sehubungan dengan kerangka
kebijakan komprehensif Indonesia tentang pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang
berkelanjutan, Panel mengacu pada pandangannya yang dinyatakan dalam paragraf 7.285 di atas.
7.299. Berdasarkan pertimbangan di atas, Panel tidak menutup kemungkinan DPR dapat meningkatkan penegakan
regulasi dengan mendorong integrasi vertikal. Apapun tingkat kontribusi yang tepat yang diberikan DPR, Indonesia
belum menunjukkan bahwa cukup penting untuk dianggap sebagai "kontribusi material", yaitu, kontribusi penting
577
atau relevan untuk menjamin kepatuhan terhadap Pasal 96(c).
570
570 Lihat paragraf. 7.238-7.247 di atas.
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 215-216.
572
Per September 2021, "smelter terintegrasi dengan tambang bijih nikel telah dibangun di [[***]] Lisensi IUP-KK". Lihat pengajuan tertulis
pertama Indonesia, paragraf 178, dan Laporan Maryono, (Bukti IDN-18 (BCI)), hal. 26.
573
Lihat Bukti IDN-25(BCI), IDN-58(BCI), IDN-71(BCI), IDN-114(BCI), IDN-115(BCI), dan IDN-116(BCI).
574
Tanggapan Indonesia terhadap Pertanyaan Panel No. 123 ("Bukti IDN-110, IDN-111 dan IDN-113 merupakan bukti pada berkas panel bahwa
aturan-aturan yang digugat memberikan kontribusi untuk tujuan penegakannya").
575
Laporan Ahli Tambahan Sayoga Gautama, 17 Maret 2022, (Bukti IDN-109), hal.5.
576
Lihat para. 7.243 di atas.
577
Lihat definisi "materi" dalam paragraf. 7.261 di atas.
571
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.300. Oleh karena itu, Panel berpendapat bahwa Indonesia telah gagal menunjukkan bahwa DPR cenderung
memberikan kontribusi material untuk menjamin kepatuhan terhadap Pasal 96(c).
7.3.1.2.4 Menimbang dan menyeimbangkan
578
7.301. Sebagaimana disebutkan di atas , proses penimbangan dan penyeimbangan menyangkut beberapa faktor
berbeda yang berkaitan dengan aturan yang ingin dibenarkan sebagaimana diperlukan dan untuk kemungkinan
aturan-aturan alternatif yang mungkin tersedia secara wajar bagi Anggota yang menanggapi untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Faktor-faktor ini termasuk kepentingan relatif dari kepentingan atau nilai yang didorong oleh
aturan-aturan yang digugat serta pembatasan perdagangan dan tingkat kontribusi yang dicapai oleh aturan-aturan
yang digugat dan alternatif yang diusulkan.
7.302. Sebagaimana disebutkan dalam paragraf 7.249 di atas, setelah mengidentifikasi faktor-faktor yang akan
ditimbang dan diseimbangkan, Panel sekarang akan menganalisisnya sehubungan dengan aturan-aturan yang
digugat dan aturan-aturan alternatif yang diusulkan. Panel akan memeriksa faktor-faktor ini pada gilirannya.
7.3.1.2.4.1 Menimbang dan menyeimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan aturan yang dicari untuk
dibenarkan sebagai "perlu"
Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga
7.303. Indonesia menganggapnya "telah menunjukkan bahwa pengelolaan pertambangan dan sumber daya
579
mineralnya yang berkelanjutan mensyaratkan kepentingan lebih lanjut atau nilai-nilai yang paling penting".
580
Indonesia mengakui bahwa aturan-aturan yang digugat adalah pembatasan perdagangan tetapi menekankan
bahwa aturan tersebut memberikan "kontribusi material untuk memastikan kepatuhan terhadap kebijakan
581
berkelanjutan Indonesia. persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral". Oleh karena itu,
Indonesia menyatakan bahwa "pembatasan perdagangan dari aturan-aturan yang dipersoalkan lebih berat daripada
kontribusi yang mereka berikan untuk memastikan kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang
konsisten dengan GATT, mengingat kepentingan relatif dari kepentingan atau nilai yang dilindungi oleh undang582
undang atau peraturan tersebut".
7.304. Uni Eropa berargumen bahwa Indonesia telah gagal menunjukkan bahwa aturan-aturan yang
dipermasalahkan, yang khususnya pembatasan perdagangan, "perlu untuk mencapai tujuan yang diklaim dalam arti
bahwa aturan tersebut cukup berkontribusi pada pencapaiannya". Lebih lanjut, Uni Eropa berpendapat bahwa
terdapat lebih sedikit alternatif restriksi perdagangan yang tersedia secara wajar bagi Indonesia yang akan
583
memberikan kontribusi yang setara dengan tujuan yang diduga ingin dicapai.
7.305. Korea mengajukan bahwa aturan dengan efek kontribusi nyata harus dianggap lebih perlu daripada aturan
584
yang hanya memiliki potensi untuk berkontribusi.
Analisis oleh Panel
7.306. Panel telah menemukan di atas bahwa perlindungan lingkungan merupakan nilai yang sangat penting bagi
Indonesia. Uni Eropa tidak mempermasalahkan hal ini tetapi berpendapat bahwa kelanjutan tujuan dari aturanaturan yang digugat ini minimal dan sebanding dengan pembatasan perdagangan mereka.
578
578 Lihat para. 7.249 di atas.
579
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 222.
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 222. Indonesia mencatat bahwa "masih ada pertanyaan apakah persyaratan pemrosesan dalam
negeri membawa efek pembatas pada perdagangan yang terpisah dan berbeda dari larangan ekspor itu sendiri". Lihat pengajuan tertulis pertama
Indonesia, para. 222.
581
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 222.
582
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 223. Lihat juga pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 14.
583
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 248.
584
Tanggapan pihak ketiga Korea terhadap pertanyaan Panel No. 17.
580
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.307. Panel juga menemukan bahwa larangan ekspor adalah aturan yang paling membatasi perdagangan yang
dapat diterapkan dan bahwa DPR sangat membatasi perdagangan. Panel juga menyimpulkan bahwa tidak ada
aturan yang tepat untuk memberikan kontribusi material untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) UU No.
4/2009 dalam pengertian sub-ayat (d) Pasal XX GATT 1994.
7.308. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, Panel menyimpulkan bahwa faktor-faktor ini membebani
temuan kebutuhan meskipun pentingnya nilai yang dikejar oleh Pasal 96(c).
7.3.1.2.4.2 Menimbang dan menyeimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan alternatif aturan yang
diusulkan
7.309. Sebagaimana disebutkan dalam paragraf 7.249 di atas, Panel sekarang akan membandingkan faktor-faktor
yang relevan untuk ditimbang dengan aturan alternatif yang diusulkan. Uni Eropa mengajukan langkah alternatif
yang sama untuk larangan ekspor dan DPR, yang menurutnya cukup tersedia untuk Indonesia dan tidak terlalu
585
membatasi perdagangan dibandingkan dengan aturan yang digugat.
7.310. Pihak penggugat memikul beban untuk mengidentifikasi setiap aturan alternatif yang dianggapnya telah
586
diambil oleh pihak tergugat. Jika penggugat mengajukan sebuah aturan alternatif, maka pihak tergugat diminta
untuk menunjukkan "mengapa aturan yang digugat tetap 'diperlukan' dalam mengingat alternatif itu atau, dengan
kata lain, mengapa alternatif yang diusulkan bukanlah alternatif asli atau tidak 'tersedia secara wajar'". Jika pihak
yang menanggapi menunjukkan bahwa alternatif tidak tersedia secara wajar, panel akan memutuskan bahwa aturan
587
yang digugat perlu.
7.311. Untuk menentukan apakah aturan alternatif cukup tersedia, panel telah memeriksa serangkaian faktor seperti
"(i) sejauh mana aturan alternatif 'berkontribusi pada realisasi akhir yang dikejar'; (ii) kesulitan implementasi; dan
(iii) dampak perdagangan dari aturan alternatif dibandingkan dengan aturan yang pembenarannya diklaim
588
berdasarkan Pasal XX". Faktor lain yang dipertimbangkan adalah apakah aturan alternatif tersebut mencapai
589
tingkat kepatuhan yang diupayakan. Dalam hal ini, Badan Banding telah mengakui bahwa "Anggota WTO memiliki
590
hak untuk menentukan sendiri tingkat penegakan hukum dan peraturan yang konsisten dengan WTO".
membebani, atau menghalangi Anggota untuk mencapai tingkat perlindungan yang diinginkan tidak ditemukan
591
"tersedia secara wajar".
Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga
7.312. Uni Eropa mengajukan langkah alternatif yang terdiri dari "sistem otorisasi ekspor, dimana ekspor bijih nikel
akan diizinkan setelah produksi oleh pengekspor dokumen yang membuktikan bahwa bijih nikel telah ditambang
592
sesuai dengan semua persyaratan lingkungan yang diakui Indonesia. untuk ditegakkan". Uni Eropa mengajukan
aturan alternatif yang sama untuk larangan ekspor dan DPR karena "menangani kepentingan bersama dan tujuan
tunggal (menjamin kepatuhan terhadap standar lingkungan), yang diklaim oleh Indonesia ditempuh oleh kedua
593
aturan yang dipermasalahkan".
7.313. Uni Eropa menyatakan bahwa, meskipun sistem otorisasi ekspor yang disarankannya berbeda dari sertifikasi
CnC yang ada, sistem tersebut dapat dibangun di atas sertifikasi tersebut. Dalam hal ini, Uni Eropa menekankan
594
bahwa aturan alternatif yang disarankannya saat ini tidak diterapkan di Indonesia.
7.314. Uni Eropa berargumen bahwa aturan alternatifnya kurang membatasi perdagangan karena tidak memerlukan
585
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 108.
Appellate Body Reports, EC – Seal Products, para. 5.169.
587
Appellate Body Reports, China – Publications and Audiovisual Products, para. 319 (merujuk pada Appellate Body Report, US –
Gambling, paras. 309-311).
588
Panel Report, Canada – Wheat Exports and Grain Imports, para. 6.226.
589
Panel Report, Canada – Wheat Exports and Grain Imports, para. 6.226. Lihat juga Appellate Body Report, Dominican Republic –
Import and Sale of Cigarettes, para. 70.
590
Appellate Body Report, Korea – Various Measures on Beef, para. 176
591
Appellate Body Report, Dominican Republic – Import and Sale of Cigarettes, para. 70.
592
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 279.
592
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 279.
593
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 108.
594
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 280.
586
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
595
larangan ekspor secara total , dan mencapai tingkat perlindungan yang sama dengan larangan ekspor karena "akan
memastikan bahwa hanya bijih nikel yang ditambang sesuai dengan semua peraturan lingkungan. persyaratan yang
596
Uni Eropa berkomentar bahwa risiko ketidakpatuhan yang
ingin ditegakkan oleh Indonesia dapat diekspor".
diajukan Indonesia juga dapat diatasi dengan aturan alternatif karena sertifikasi kepatuhan terhadap semua standar
597
lingkungan yang relevan akan menjadi prasyarat untuk ekspor bijih nikel.
7.315. Indonesia berpendapat bahwa aturan alternatif yang diusulkan Uni Eropa telah berkembang selama proses
berlangsung. Pada sidang pertama dengan Panel, Uni Eropa berpendapat bahwa langkah alternatif adalah proses
sertifikasi CnC Indonesia, sedangkan dalam pengajuan tertulis kedua Uni Eropa menyampaikan bahwa langkah
598
alternatif adalah sistem otorisasi ekspor.
7.316. Mengenai proses sertifikasi CnC Indonesia yang diterapkan pada ekspor bijih nikel, Indonesia menyatakan
bahwa itu bukanlah alternatif yang nyata karena merupakan "elemen yang ada dari kebijakan komprehensif
599
Indonesia".
Indonesia mengacu pada temuan Badan Banding bahwa "elemen yang tidak berubah dari WTO
600
Kebijakan komprehensif Anggota tidak dapat dianggap sebagai alternatif yang tersedia secara wajar".
7.317. Mengenai sistem otorisasi ekspor yang disarankan oleh Uni Eropa, Indonesia berpendapat bahwa Uni Eropa
telah gagal untuk menjelaskan bagaimana langkah ini akan berbeda dari sertifikasi CnC dan, oleh karena itu, Uni
Eropa belum melepaskan beban pembuktiannya untuk mengajukan persetujuan yang wajar. aturan alternatif yang
601
Indonesia berpendapat bahwa sistem otorisasi ekspor "tidak berbeda, dalam hal apapun secara
tersedia.
602
material" dari proses sertifikasi CnC. Lebih lanjut dikatakan bahwa aturan alternatif yang disarankan oleh Uni
Eropa telah diterapkan dan telah gagal untuk menjamin kepatuhan dengan persyaratan pengelolaan pertambangan
dan sumber daya mineral Indonesia yang berkelanjutan dan, oleh karena itu, bukan merupakan aturan alternatif
603
yang kurang membatasi perdagangan, tersedia secara wajar untuk tujuan Pasal XX(d) GATT 1994.
7.318. Indonesia menyatakan bahwa Uni Eropa telah gagal untuk mengajukan aturan alternatif yang tersedia secara
wajar karena proposal Uni Eropa bersifat "remedial in character" dan, oleh karena itu, tidak dapat menjamin tingkat
kepatuhan yang setara dengan keberlanjutan Indonesia.
Persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral dari yang dicapai Indonesia dengan DPR.
604
7.319. Indonesia lebih lanjut berpendapat bahwa langkah alternatif yang diusulkan oleh Uni Eropa "akan
menimbulkan hambatan teknis, keuangan dan sumber daya yang signifikan bagi Indonesia, bahkan jika itumungkin
605
sama sekali". Dalam pandangan Indonesia, aturan alternatif itu "bersifat teoretis dan jauh dari fakta dan keadaan
606
kasus ini".
7.320. Brasil berkomentar bahwa data yang diajukan Indonesia tampaknya menunjukkan kemampuannya untuk
mengontrol ekspor nikel secara keseluruhan. Sehubungan dengan hal ini, Brasil menyarankan bahwa alih-alih
melarang ekspor bijih nikel sama sekali, langkah yang tidak terlalu membatasi perdagangan adalah dengan
menetapkan bahwa hanya bijih nikel yang telah diekstraksi secara berkelanjutan yang dapat diekspor atau diproses
607
Jepang mengajukan bahwa Panel harus mempertimbangkan apakah keprihatinan legislatif
di dalam negeri.
mendasar Indonesia yang berpusat pada penipisan cadangan bijihnya atau penambangan liar, dapat ditangani secara
608
lebih langsung dan efektif melalui aturan-aturan non-diskriminatif, daripada pembatasan ekspor.
Analisis oleh Panel
595
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 281.
Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 282.
597
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 108.
598
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 184-186.
599
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 184-185, mengacu pada pernyataan pembukaan Uni Eropa pada sidang pertama Panel, para. 75.
(penekanan asli)
600
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 185 (mengacu pada Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 172).
601
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 187.
602
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 188. (penekanan asli)
603
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 189.
604
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 220; dan komentar atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 108.
605
Komentar Indonesia atas tanggapan Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 111.
606
Komentar Indonesia atas tanggapan Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 111.
607
Pengajuan Pihak ketiga Brasil, para. 28.
608
Pengajuan pihak ketiga Jepang, para. 42.
596
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
7.321. Seperti disebutkan di atas, Panel sekarang akan menimbang dan menyeimbangkan faktor yang sama
sehubungan dengan aturan alternatif yang diusulkan. Secara khusus, Panel akan menentukan apakah aturan
alternatif yang diusulkan oleh Uni Eropa: (i) memberikan kontribusi yang setara dengan tujuan untuk memastikan
kepatuhan terhadap Pasal 96(c); (ii) tersedia secara wajar untuk Indonesia, dan (iii) kurang membatasi perdagangan
dibandingkan larangan ekspor dan DPR.
7.322. Sebelum beralih ke ketiga elemen ini, Panel terlebih dahulu membahas argumen Indonesia bahwa aturan
alternatif Uni Eropa telah berkembang selama proses berlangsung. Menurut Indonesia, Uni Eropa telah mengajukan
tiga langkah alternatif yang berbeda: (i) sertifikasi CnC; (ii) sistem otorisasi ekspor; dan (iii) penunjukan perwakilan
609
yang bertanggung jawab di Indonesia oleh pembeli asing.
7.323. Panel tidak sependapat dengan Indonesia bahwa Uni Eropa telah mengajukan tiga langkah alternatif dalam
proses ini. Sejak pernyataan pembukaannya pada sidang pertama dengan Panel, Uni Eropa telah secara konsisten
mengadvokasi sistem otorisasi ekspor yang memungkinkan ekspor bijih nikel setelah verifikasi kepatuhan terhadap
610
persyaratan lingkungan yang relevan. Uni Eropa telah mengindikasikan bahwa hal ini sistem otorisasi ekspor dapat
611
dibangun berdasarkan sertifikasi CnC Indonesia. Dalam pandangan Panel, fakta bahwa sistem otorisasi ekspor
dapat dibangun berdasarkan sertifikasi ini tidak berarti bahwa aturan alternatif Uni Eropa adalah sertifikasi CnC itu
sendiri. Sejauh menyangkut penunjukan seorang perwakilan, Panel mencatat bahwa Uni Eropa menyarankan bahwa
penunjukan semacam itu dapat menjadi elemen tambahan bagi aturan alternatifnya untuk mengatasi masalah
612
yurisdiksi Indonesia. Dalam pandangan Panel, hal ini tidak akan mengubah sifat aturan alternatif Uni Eropa, yang
613
akan terus menjadi "pemeriksaan dokumentasi ekspor". Dengan demikian, Panel berpendapat bahwa Uni Eropa
telah mengajukan satu aturan alternatif, yaitu sistem otorisasi ekspor.
7.324. Indonesia berargumen bahwa Uni Eropa belum melepaskan beban pembuktiannya karena belum menjelaskan
614
bagaimana langkah alternatif yang diusulkan berbeda dari sertifikasi CnC yang ada atau dibangun di atas sertifikasi
615
CnC. Panel mengamati bahwa kedua belah pihak telah membahas kesamaan dan perbedaan antara kedua aturan
tersebut. Panel memulai dengan mengingatkan kembali bahwa Indonesia telah memastikan bahwa sertifikasi CnC
616
saat ini tidak diperlukan untuk mendapatkan lisensi pertambangan nikel. Panel selanjutnya mengamati bahwa
617
sertifikasi CnC merupakan prasyarat untuk diberikan izin pertambangan sedangkan sistem otorisasi ekspor yang
diusulkan akan berlaku pada titik ekspor bagi pemegang IUP dan IUPK yang mengekspor bijih nikel. Panel juga
mengamati perbedaan dalam cakupan substantifnya: sertifikasi CnC mencakup persyaratan administratif, teritorial,
618
teknis, lingkungan, dan keuangan sedangkan sistem otorisasi ekspor yang diusulkan akan mencakup "standar
619
lingkungan yang menurut klaim Indonesia ingin dipatuhi". Oleh karena itu, Panel tidak setuju dengan Indonesia
bahwa sistem otorisasi ekspor "tidak berbeda, secara material, dari proses sertifikasi 'clear and clean' yang
620
merupakan elemen yang ada dari kebijakan komprehensif Indonesia".
7.325. Setelah menyimpulkan bahwa Uni Eropa telah mengajukan satu aturan alternatif yang tidak sama dengan
aturan yang sudah diterapkan, Panel sekarang beralih ke tiga elemen analisis.
Kontribusi aturan alternatif
7.326. Panel telah menemukan di atas bahwa larangan ekspor dan DPR tidak cenderung memberikan kontribusi
609
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 184-186; dan komentar atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 111.
Pernyataan pembukaan Uni Eropa pada pertemuan pertama Panel, para. 75; jawaban atas pertanyaan Panel No. 49; dan pengajuan tertulis
kedua, para. 279.
611
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 49; dan pengajuan tertulis kedua, para. 279.
612
Uni Eropa menyatakan bahwa "ada cara lain yang tidak terlalu membatasi perdagangan untuk mengatasi apa yang disebut masalah yurisdiksi
dan yang dapat diterapkan sehubungan dengan pemeriksaan dokumentasi ekspor yang diusulkan. Misalnya, Indonesia dapat meminta
penunjukan perwakilan yang bertanggung jawab di Indonesia oleh pembeli asing.” Lihat tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 111.
613
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 111.
614
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 187.
615
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 110.
616
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 107.
617
Panel mencatat bahwa Indonesia telah menyatakan bahwa "[sebelum] pemberlakuan Permen ESDM No. 11/2012, ekstraksi nikel tidak tunduk
pada sertifikasi CnC". Lihat tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 107.
618
Komentar Uni Eropa tentang tanggapan terhadap pertanyaan Panel No. 114 (mengacu pada Pasal 1 Permen ESDM No. 43/2015).
619
Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 111.
620
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 188. (penekanan asli)
610
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
material untuk mengamankan kepatuhan terhadap Pasal 96(c).
621
7.327. Indonesia menggugat kemampuan aturan alternatif untuk memberikan kontribusi yang setara karena empat
alasan: (i) sifat perbaikannya; (ii) kemiripannya dengan sertifikasi CnC; (iii) fakta bahwa hal itu menimbulkan masalah
penegakan hukum tambahan karena ujung rantai pasokan dan permintaan tidak berada di bawah yurisdiksi
Indonesia; dan (iv) fakta bahwa hal itu tidak menghilangkan ex ante semua permintaan luar negeri untuk bijih nikel,
tidak seperti larangan ekspor. Panel akan membahas masing-masing pendapat Indonesia secara bergiliran.
7.328. Dalam hal sifat perbaikan dari alternatif yang diusulkan dibandingkan dengan sifat pencegahan dari aturanaturan yang dipersoalkan, Indonesia menyatakan bahwa aturan-aturan perbaikan tidak dapat memberikan
kontribusi yang setara dengan penegakan persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral
622
Indonesia lebih lanjut berpendapat bahwa ini “jenis mekanisme penegakan
Indonesia yang berkelanjutan.
perbaikan pada titik ekspor telah dicoba, diuji dan gagal untuk mencapai tingkat perlindungan penegakan hukum
623
yang diinginkan Indonesia”. Lebih khusus lagi, Indonesia mengacu pada sistem sertifikasi CnC sebagai langkah
624
penegakan perbaikan.
7.329. Panel telah menjelaskan di atas perbedaan antara sistem otorisasi ekspor yang diusulkan oleh Uni Eropa dan
sistem sertifikasi CnC. Oleh karena itu, Panel tidak setuju dengan Indonesia bahwa mekanisme penegakan remedial
semacam ini telah dicoba, diuji, dan gagal hanya karena sertifikasi CnC diterapkan. Panel tidak melihat alasan untuk
mengecualikan aturan alternatif tanpa evaluasi dengan menggunakan pendekatan remedial. Aturan seperti itu
hanya akan dikecualikan jika responden menunjukkan bahwa ia tidak dapat memberikan kontribusi yang setara
dengan tujuan yang dikejar. Dalam hal ini, Badan Banding telah menemukan bahwa panel harus mempertimbangkan
kemampuan Anggota untuk melaksanakan aturan-aturan perbaikan, terutama jika melibatkan biaya yang mahal atau
625
kesulitan teknis yang substansial.
7.330. Panel tidak setuju dengan argumen Indonesia bahwa sistem otorisasi ekspor bukanlah alternatif yang valid
karena CnC "telah menjadi bagian dari kebijakan pertambangan berkelanjutan komprehensif Indonesia yang berlaku
626
saat ini". Panel telah menjelaskan bahwa sistem otorisasi ekspor yang diusulkan Uni Eropa bukanlah sama dengan
sertifikasi CnC. Lebih jauh, Panel mencatat bahwa sertifikasi CnC tidak lagi menjadi bagian dari kebijakan
pertambangan berkelanjutan komprehensif yang berlaku saat ini karena sertifikasi ini tidak lagi diperlukan untuk
627
mendapatkan izin pertambangan nikel. Selain itu, sertifikasi CnC yang masih berlaku, yaitu, yang diterbitkan
628
sebelum diundangkannya Peraturan ESDM No. 7/2020, adalah sisa-sisa dari rezim hukum sebelumnya. Akhirnya,
tidak adanya ekspor bijih nikel karena larangan yang berlaku saat ini berarti tidak ada aturan – baik itu CnC atau
lainnya – diterapkan untuk memeriksa kesesuaian ekspor (yang tidak terjadi) dengan peraturan lingkungan yang
relevan. Panel di Brazil – temuan Ban Vulkanisir bahwa alternatif untuk aturan yang dipermasalahkan yang sudah
629
menjadi bagian dari kebijakan komprehensif Anggota yang menanggapi harus ditolak, akibatnya tidak sesuai
dengan kasus ini.
7.331. Selanjutnya, Indonesia menyatakan keprihatinannya bahwa CnC tidak akan mencapai tingkat kontribusi yang
sama dengan aturan-aturan yang dipermasalahkan, karena pembeli asing berada di luar yurisdiksinya. Indonesia
berargumen bahwa verifikasi kepatuhan terhadap peraturan yang relevan akan menjadi lebih mudah "setelah semua
operator pasar dibawa ke dalam yurisdiksi penegakan Indonesia" karena regulator dapat memeriksa silang volume
630
produksi perusahaan pertambangan berdasarkan RKAB mereka dengan data konsumsi perusahaan pengolah.
Indonesia menyatakan bahwa "mekanisme penegakan hukum yang ditingkatkan seperti itu tidak tersedia dalam hal
631
penjualan antara perusahaan pertambangan domestik dan pembeli bijih nikel asing".
7.332. Uni Eropa berargumen bahwa Indonesia belum menjelaskan "mengapa kepatuhan tidak dapat diperiksa
621
Lihat paragraf. 7.286 dan 7.300 ke atas.
Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 220.
623
Pernyataan pembukaan Indonesia pada sidang kedua Panel, para. 84.
624
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 114.
625
Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 171
626
Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 185.
627
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 107(a) (mengacu pada Pasal 113(c) Permen ESDM No. 7/2020).
628
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 107(a).
629
Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 172. Badan Banding beralasan bahwa "[s]menggantikan satu elemen dari kebijakan
komprehensif ini dengan yang lain akan melemahkan kebijakan dengan mengurangi sinergi antara komponen, serta efek totalnya."
630
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 113; dan komentar atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 111.
631
Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 113. (penekanan asli)
622
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
dengan baik dalam hal barang ekspor, terutama karena kewajiban hukum yang relevan adalah kewajiban pemegang
632
izin pertambangan yang berada dalam yurisdiksi". Lebih lanjut disebutkan bahwa Pasal 96 (c) memuat kewajiban
yang ditujukan kepada pemegang IUP dan IUPK Indonesia, bukan pembeli bijih nikel dan, akibatnya, perbedaan
antara permintaan dalam dan luar negeri dalam hal kemampuan mereka untuk melaksanakan kewajiban tersebut
633
tidak relevan. Uni Eropa menyarankan bahwa, sebagaimana bagian dari sistem otorisasi ekspor, Indonesia dapat
634
meminta pembeli asing menunjuk perwakilan yang bertanggung jawab di Indonesia.
7.333. Panel setuju dengan Uni Eropa bahwa kewajiban yang terkandung dalam Pasal 96(c) adalah pada pemegang
IUP dan IUPK dan, oleh karena itu, pihak berwenang Indonesia harus fokus pada mereka ketika memverifikasi
kepatuhan mereka. Pada saat yang sama, Panel memahami posisi Indonesia bahwa memiliki pembeli dan penjual
bijih nikel dalam yurisdiksinya memfasilitasi kemampuan otoritas terkait untuk memverifikasi kepatuhan. Panel
selanjutnya mencatat bahwa, kadang-kadang, untuk memverifikasi kepatuhan oleh pelaku ekonomi, perilaku pelaku
ekonomi lainnya mungkin juga relevan. Dalam pandangan Panel, fokusnya harus pada apakah sistem otorisasi ekspor
dapat memberikan kontribusi yang setara untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) dengan mengizinkan
pihak berwenang Indonesia untuk memverifikasi kepatuhan. Panel berpandangan bahwa pembeli tidak perlu berada
dalam yurisdiksi Indonesia untuk memverifikasi kepatuhan. Indonesia mengacu pada kemungkinan untuk memeriksa
silang volume produksi perusahaan pertambangan berdasarkan RKAB mereka dengan data konsumsi perusahaan
pengolah. Namun, itu bukan satu-satunya pemeriksaan silang data yang memungkinkan pihak berwenang Indonesia
memverifikasi kepatuhan. Tidak ada yang menghalangi Indonesia untuk melakukan pemeriksaan silang antara
volume produksi perusahaan pertambangan yang tercantum dalam RKAB dengan deklarasi ekspornya serta data
konsumsi perusahaan pengolahan di Indonesia. Jika jumlah bijih nikel yang dijual di dalam dan luar negeri oleh
perusahaan pertambangan melebihi volume produksi yang diizinkan dalam RKAB, hal ini dapat menunjukkan bahwa
perusahaan pertambangan tersebut tidak bertindak sesuai dengan persyaratan penambangan berkelanjutan dan
konservasi sumber daya yang relevan.
7.334. Sehubungan dengan klaim Indonesia bahwa aturan perbaikan tidak efektif dan memiliki kesulitan tambahan
635
untuk memverifikasi kesesuaian setelah transaksi telah terjadi , Panel mengacu pada pembahasan di atas bahwa
aturan perbaikan dapat menjadi aturan alternatif untuk pencegahan, jika itu tersedia secara wajar bagi Anggota yang
636
menanggapi. Panel telah menemukan bahwa alternatif mencapai setidaknya tingkat kontribusi yang sama dengan
aturan-aturan yang digugat. Indonesia memilih langkah preventif karena dianggap lebih mudah untuk ditegakkan.
Masalah ini ditangani dengan lebih tepat di bawah ketersediaan aturan alternatif yang wajar dan akan dibahas lebih
lanjut di bawah ini.
7.335. Berdasarkan hal tersebut di atas, Panel berpandangan bahwa aturan alternatif yang diusulkan mencapai
paling tidak tingkat kontribusi yang sama dalam hal mengamankan kepatuhan terhadap persyaratan pertambangan
berkelanjutan dalam Pasal 96(c) dengan meminta bukti kepatuhan terhadap ketentuan yang relevan. peraturan
lingkungan yang akan diajukan oleh individu dalam yurisdiksi Indonesia sebelum ekspor bijih nikel.
Pembatasan perdagangan dari aturan alternatif
7.336. Panel telah menemukan di atas bahwa larangan ekspor adalah aturan yang paling membatasi perdagangan
yang dapat diterapkan dan bahwa DPR sangat membatasi perdagangan. Larangan ekspor secara langsung melarang
ekspor bijih nikel, padahal DPR jika dipatuhi berarti semua bijih nikel dikonsumsi di dalam negeri dan tidak ada bijih
nikel yang diekspor. Seperti dijelaskan di atas, pemurnian tersebut harus mengubah bijih nikel menjadi produk yang
637
berbeda, yang diklasifikasikan dalam kode HS yang berbeda.
7.337. Aturan alternatif yang diusulkan oleh Uni Eropa akan memungkinkan ekspor bijih nikel sesuai dengan standar
lingkungan yang relevan.
7.338. Oleh karena itu, Panel setuju dengan Uni Eropa bahwa aturan alternatifnya kurang membatasi perdagangan
daripada larangan ekspor dan DPR karena akan mengizinkan lebih banyak ekspor daripada aturan yang ditantang.
632
Tanggapan Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 111.
Tanggapan uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 118.
634
Tanggapan uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 111
635
Tanggapan Indonesia atas komentar Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 111.
636
Lihat paragraf. 7.328-7.329 di atas.
637
Lihat para. 2.23 di atas.
633
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
Kelayakan teknis dan ekonomi dari aturan alternatif
7.339. Panel mencatat bahwa Indonesia berargumen bahwa hal itu "akan menimbulkan hambatan teknis, keuangan
638
dan sumber daya yang signifikan bagi Indonesia, jika memang memungkinkan". Indonesia menjelaskan bahwa
pejabat perbatasan tidak akan dapat menentukan apakah bijih nikel yang akan diekspor memenuhi persyaratan
pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan di Indonesia hanya dengan memeriksa
konsinyasi bijih nikel. Sebab, pemeriksaan ini tidak menyangkut karakteristik produk yang dapat dibuktikan di titik
ekspor, melainkan proses dan cara produksi yang terjadi sebelum produk tersebut tiba di titik ekspor. Indonesia
berpandangan bahwa hal ini akan membuat alternatif yang diajukan "bersifat teoretis dan jauh dari fakta dan
639
Indonesia juga menyatakan bahwa memverifikasi
keadaan kasus ini, dan realitas peraturan di Indonesia".
640
kesesuaian setiap pengiriman bijih nikel tidak masuk akal.
7.340. Panel mencatat bahwa pelaksanaan aturan alternatif yang diusulkan mungkin memerlukan biaya dan
beberapa kesulitan teknis, seperti yang biasanya terjadi ketika aturan baru diterapkan. Dalam hal ini, Panel
mengingat bahwa Badan Banding telah menemukan bahwa aturan alternatif tidak tersedia secara wajar "di mana
Anggota yang menanggapi tidak mampu mengambilnya, atau di mana aturan tersebut membebankan beban yang
641
tidak semestinya pada Anggota tersebut, seperti biaya larangan atau kesulitan teknis yang substansial". Indonesia
menyatakan bahwa pejabat perbatasan Indonesia tidak dapat menentukan di titik ekspor dari pemeriksaan fisik bijih
nikel apakah telah ditambang sesuai dengan persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang
642
berkelanjutan. Dalam hal ini, Panel mencatat bahwa alternatif yang diajukan oleh Uni Eropa tidak mengacu pada
pemeriksaan fisik setiap kiriman pada saat ekspor, melainkan sebuah sistem di mana eksportir membuat
dokumentasi yang relevan, sebelum ekspor , untuk menyatakan kepatuhan dengan persyaratan yang relevan.
Dokumen-dokumen ini kemudian dapat diverifikasi terhadap RKAB tambang yang relevan. Oleh karena itu Panel
menganggap bahwa Indonesia telah gagal untuk menjelaskan mengapa tidak dapat melaksanakan aturan-aturan
alternatif yang diusulkan atau mengapa biaya atau kesulitan teknis yang terkait dengan pelaksanaannya menjadi
penghalang atau substansial. Indonesia mencatat bahwa tidak berurusan dengan ekspor membuat penegakan
menjadi lebih mudah. Hanya karena alternatif tersebut mungkin tidak semudah penerapan aturan-aturan yang
digugat tidak berarti bahwa alternatif tersebut tidak layak secara teknis atau ekonomis.
Kesimpulan tentang ketersediaan aturan-aturan alternatif yang masuk akal
7.341. Panel telah menemukan bahwa aturan-aturan alternatif yang diusulkan membuat setidaknya tingkat
kontribusi yang sama dengan aturan-aturan yang digugat, tidak terlalu membatasi perdagangan, dan layak secara
teknis dan ekonomi untuk Indonesia bahkan jika implementasi awalnya mungkin memerlukan beberapa biaya dan
kesulitan teknis. Oleh karena itu, Panel menyimpulkan bahwa Uni Eropa telah mengajukan langkah alternatif yang
masuk akal dan Indonesia telah gagal membantahnya.
7.3.1.2.5 Kesimpulan tentang ke-perlu-an
7.342. Panel menemukan bahwa pembatasan perdagangan dan kontribusi terbatas dari aturan-aturan terhadap
tujuan Pasal 96(c) membebani temuan bahwa aturan-aturan yang digugat tidak perlu. Selain itu, Panel menemukan
bahwa ada aturan-aturan alternatif yang cukup tersedia untuk Indonesia. Oleh karena itu, Panel menyimpulkan
bahwa hasil dari pelaksanaan penimbangan dan penyeimbangan adalah bahwa aturan-aturan yang digugat tidak
diperlukan dalam arti sub-ayat d Pasal XX GATT 1994.
7.3.2 Kesimpulan Pasal XX(d) GATT 1994
7.343. Panel mengingatkan bahwa Pasal XX GATT 1994 menetapkan tes dua tingkat yang melibatkan, pertama,
penilaian apakah aturan-aturan tersebut termasuk dalam setidaknya salah satu sub-paragrafnya dan, kedua,
638
Komentar Indonesia atas jawaban Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 111.
Komentar Indonesia atas jawaban Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 111.
640
Komentar Indonesia atas jawaban Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 111.
641
Appellate Body Report, US – Gambling, para. 308. (penekanan ditambahkan) Lihat juga Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para.
156 dan Appellate Body Report, China – Publications and Audiovisual Products, paras. 327-328 (mencatat bahwa tergugat "tidak memberikan
bukti kepada Panel yang mendukung kemungkinan sifat atau besarnya biaya yang akan dikaitkan dengan alternatif yang diusulkan, sebagaimana
dibandingkan dengan sistem saat ini.
642
Komentar Indonesia atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 111.
639
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)
WT/ DS592/ R
BCI dihapus, sebagaim ana
dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ]
penilaian apakah aturan-aturan tersebut memenuhi persyaratan dari chapeau dari ketentuan itu.
7.344. Panel telah menemukan bahwa Indonesia telah gagal untuk menunjukkan bahwa larangan ekspor dan DPR
termasuk dalam ruang lingkup sub-ayat (d) Pasal XX GATT 1994.
7.345. Berdasarkan hal tersebut di atas, Panel tidak merasa perlu untuk melanjutkan analisis larangan ekspor dan
DPR berdasarkan pasal XX GATT 1994.
8 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
8.1. Untuk alasan-alasan yang ditetapkan dalam Laporan ini, Panel menyimpulkan sebagai berikut:
8.2. Larangan ekspor bijih nikel yang dimulai pada Januari 2014 dan saat ini dilaksanakan melalui UU No. 4/2009
(sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2020), Permendag 96/2019 dan Permen ESDM 11/2019 tidak
dikecualikan dari berlakunya Pasal XI:1 karena bukan merupakan larangan atau pembatasan yang diberlakukan
sementara untuk mencegah atau meringankan kekurangan kritis bahan makanan atau produk lain yang penting bagi
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal XI:2(a) GATT 1994. Larangan ekspor tersebut tidak sesuai dengan
Pasal XI:1 GATT 1994. Panel juga telah menyimpulkan bahwa larangan ekspor tidak dibenarkan berdasarkan Pasal
XX(d) GATT 1994 karena tidak perlu untuk menjamin kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang pada
dirinya sendiri bukan tidak bertentangan dengan GATT 1994.
8.3. Persyaratan pemrosesan dalam negeri (DPR) yang dimulai pada tahun 2012 dan saat ini dilaksanakan melalui UU
No. 4/2009 (sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2020), Peraturan ESDM No. 25/2018 dan 7/2020 tidak
dikecualikan dari berlakunya Pasal XI:1 karena bukan merupakan larangan atau pembatasan yang diberlakukan
sementara untuk mencegah atau meringankan kekurangan bahan makanan atau produk lain yang sangat penting
bagi Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal XI:2(a) GATT 1994. DPR adalah bertentangan dengan Pasal XI:1
GATT 1994. Panel juga menyimpulkan bahwa DPR tidak dibenarkan berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 karena tidak
perlu menjamin kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang tidak bertentangan dengan GATT tahun
1994.
8.4. Berdasarkan Pasal 3.8 DSU, dalam hal terjadi pelanggaran terhadap kewajiban yang diberikan berdasarkan
perjanjian yang tercakup, aturan-aturan tersebut dianggap prima facie sebagai kasus pembatalan atau pengurangan.
Panel menyimpulkan bahwa aturan-aturan yang dipersoalkan tidak dikecualikan dari kewajiban dalam Pasal XI:1
GATT 1994 oleh Pasal XI:2(a) GATT 1994, tidak konsisten dengan Pasal XI:1 GATT 1994, dan tidak dibenarkan
menurut Pasal XX(d) GATT 1994. Dengan demikian, mereka telah meniadakan atau mengurangi manfaat-manfaat
yang diperoleh Uni Eropa berdasarkan perjanjian itu.
8.5. Berdasarkan Pasal 19.1 DSU, Panel merekomendasikan agar Indonesia menyelaraskan aturan-aturannya dengan
kewajiban-kewajiban berdasarkan GATT 1994.
Paustinus Siburian
|
Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS
(WT/DS592/R)