Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Perkara Nikel

2003, Academia.EDu

Catatan atas terjemahan ini: Dokumen ini berisi terjemahan bebas dari Laporan Panel dalam perkara INDONESIA-MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R). Teksnya dalam Bahasa resmi WTO tersedia di situs web WTO. Dalam hal ada keraguan mengenai teks dokumen ini, selalu berkonsultasi dengan teks dalam Bahasa resmi WTO (Inggris, Perancis, dan Spanyol). Kasus ini mengenai gugatan Uni Eropa terhadap tindakan Indonesia mengenai larangan ekspor Bijih Nikel (Permendag No. 96/2019) dan kewajiban pengolahan dalam negeri (Domestic Processing Requirement (DPR)) atas nikel untuk dapat diekspor (

WT/DS592/R 30 November 2022 (22-8906) Page: 1/103 Original: English I N D ON ESI A – M EASURES RELATI N G TO RAW M ATERI ALS REPORT OF THE PANEL BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [[* * * ]] Catatan atas terjemahan ini: Dokumen ini berisi terjemahan bebas dari Laporan Panel dalam perkara INDONESIA – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R). Teksnya dalam Bahasa resmi WTO tersedia di situs web WTO. Dalam hal ada keraguan mengenai teks dokumen ini, selalu berkonsultasi dengan teks dalam Bahasa resmi WTO (Inggris, Perancis, dan Spanyol). Kasus ini mengenai gugatan Uni Eropa terhadap tindakan Indonesia mengenai larangan ekspor Bijih Nikel ( Permendag No. 96/2019) dan kewajiban pengolahan dalam negeri (Domestic Processing Requirement (DPR)) atas nikel untuk dapat diekspor (Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 dan amandemennya). Uni Eropa mengklaim bahwa dua tindakan Indonesia tersebut bertentangan dengan kewajibannya dalam Pasal XI:1 GATT 1994. Indonesia gagal memberikan sanggahan terhadap klaim-klaim Uni Eropa itu. Indonesia, pada 8 Desember 2022, sudah mengajukan banding dalam perkara ini sesuai PEMBERITAHUAN BANDING OLEH INDONESIA BERDASARKAN PASAL 16.4 DAN PASAL 17.1 DARI KESEPAHAMAN TENTANG ATURAN DAN PROSEDUR YANG MENGATUR PENYELESAIAN SENGKETA (DSU), DAN BERDASARKAN PERATURAN 20 (1) TATA CARA KERJA UNTUK TINJAUAN BANDING ( WT/DS592/6). Lampiran-lampiran Laporan Panel tidak diterjemahkan. Ringkasan perkara-perkara yang dirujuk dalam Laporan Panel dapat ditemukan di http://www.inatrade.wordpress.com Terjemahan mulai halaman 14. Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaimana ditunjukkan dengan [[***]] DAFTAR ISI 1 PENDAHULUAN 14 1.1 Gugatan oleh Uni Eropa 14 1.2 Pembentukan dan komposisi Panel 14 1.3 Proses Panel 14 2 ASPEK-ASPEK FAKTUAL 15 2.1 Tindakan yang dipermasalahkan 15 2.1.1 Larangan ekspor bijih nikel 15 2.1.2 Persyaratan pengolahan dalam negeri untuk bijih nikel 19 2.2 Aspek faktual lainnya 22 2.2.1 Nikel 22 2.2.2 Pertambangan nikel di Indonesia 25 2.2.2.1 Kerangka hukum dan kebijakan kegiatan pertambangan 25 2.2.2.2 Jenis bijih dan cadangan nikel 26 2.2.2.3 Ekstraksi dan pemurnian bijih nikel 28 2.2.2.4 Dampak lingkungan pertambangan nikel 30 3. PERMINTAAN TEMUAN DAN REKOMENDASI 3 PIHAK 32 4 ARGUMEN PARA PIHAK 32 5 ARGUMEN PIHAK KETIGA 32 6 TINJAUAN INTERIM 32 6.1 Pendahuluan 32 6.2 Permintaan khusus Indonesia untuk peninjauan 33 6.2.1 Paragraf 7.17 33 6.2.2 Paragraf 7.48 33 6.2.3 Paragraf 7.70 34 6.2.4 Paragraf 7.87 34 6.2.5 Paragraf 7.111 34 6.2.6 Paragraf 7.228, 7.243, 7.277 dan 7.278 35 6.2.7 Catatan kaki 466 (sebelumnya 448) hingga paragraf 7.228 35 6.2.8 Isu-isu BCI yang diangkat oleh Panel 36 7 TEMUAN-TEMUAN 36 7.1 Masalah Pendahuluan 36 7.1.1 Argumentasi utama para pihak 38 7.1.2 Analisis oleh Panel 39 7.2 Pasal XI GATT 1994 40 7.2.1 Apakah tindakan Indonesia merupakan larangan atau pembatasan ekspor atau penjualan untuk ekspor bijih nikel 41 7.2.1.1 Larangan ekspor 43 7.2.1.1.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 43 7.2.1.1.2 Analisis oleh Panel 45 7.2.1.2 Persyaratan pemrosesan dalam negeri 46 7.2.1.2.1 Apakah Pasal XI GATT 1994 berlaku untuk tindakan seperti DPR 46 7.2.1.2.2 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 46 7.2.1.2.3 Analisis oleh Panel 48 7.2.1.3 Apakah DPR memiliki efek membatasi ekspor 51 7.2.1.3.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 51 7.2.1.3.2 Analisis oleh Panel 52 7.2.1.4 Kesimpulan apakah DPR merupakan pembatasan dalam pengertian Pasal XI:1 GATT 1994 54 7.2.2 Apakah bijih nikel penting bagi Indonesia menurut pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994 54 7.2.2.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 54 7.2.2.2 Analisis oleh Panel 55 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaimana ditunjukkan dengan [[***]] 7.2.3 Apakah larangan ekspor dan DPR diberlakukan sementara 58 7.2.3.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 58 7.2.3.2 Analisis oleh Panel 60 7.2.4 Apakah larangan ekspor dan DPR diterapkan untuk mencegah kekurangan bijih nikel yang kritis di Indonesia 62 7.2.4.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 63 7.2.4.2 Analisis oleh Panel 64 7.2.4.2.1 Kekurangan kritis dalam pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994 65 7.2.4.2.2 Tingkat cadangan bijih nikel di Indonesia 66 7.2.4.2.3 Apakah Indonesia akan segera kekurangan bijih nikel kritis 67 7.2.5 Kesimpulan keseluruhan atas Pasal XI:2(a) GATT 1994 68 7.2.6 Apakah tindakan Indonesia bertentangan dengan Pasal XI:1 GATT 1994 69 7.2.6.1 Larangan ekspor 69 7.2.6.2 DPR 69 7.3 Apakah tindakan Indonesia dibenarkan berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 69 7.3.1 Apakah tindakan yang dipersoalkan diperlukan untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum atau peraturan yang tidak bertentangan dengan ketentuan GATT 1994 70 7.3.1.1 Apakah langkah-langkah yang dipersoalkan menjamin kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang tidak bertentangan dengan GATT 1994 71 7.3.1.1.1 Hukum dan peraturan 71 7.3.1.1.1.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 71 7.3.1.1.1.2 Analisis oleh Panel 72 7.3.1.1.2 Konsistensi peraturan perundang-undangan dengan GATT 1994 76 7.3.1.1.2.1 Argumentasi utama para pihak 77 7.3.1.1.2.2 Analisis oleh Panel 77 7.3.1.1.3 Menjamin kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang relevan 78 7.3.1.1.3.1 Larangan ekspor 78 7.3.1.1.3.2 DPR 82 7.3.1.2 Apakah tindakan yang dipermasalahkan diperlukan untuk memastikan kepatuhan tersebut 84 7.3.1.2.1 Kepentingan relatif kepentingan atau nilai bersama 85 7.3.1.2.1.1 Argumentasi utama para pihak 85 7.3.1.2.1.2 Analisis oleh Panel 85 7.3.1.2.2 Pembatasan perdagangan dari kebijakan yang dipersoalkan 86 7.3.1.2.2.1 Argumentasi utama para pihak 86 7.3.1.2.2.2 Analisis oleh Panel 86 7.3.1.2.3 Kontribusi tindakan yang dipermasalahkan 87 7.3.1.2.3.1 Larangan ekspor 88 7.3.1.2.3.2 DPR 93 7.3.1.2.4 Menimbang dan menyeimbangkan 95 7.3.1.2.4.1 Menimbang dan menyeimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan ukuran yang dicari untuk dibenarkan sebagai "perlu" 95 7.3.1.2.4.2 Menimbang dan Menyeimbangkan Faktor-Faktor Yang Berkaitan Dengan Alternatif Tindakan Yang Diusulkan 96 7.3.1.2.5 Kesimpulan tentang ke-perlu-an 102 7.3.2 Kesimpulan Pasal XX(d) GATT 1994 102 8 KESIMPULAN-KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 102 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaimana ditunjukkan dengan [[***]] LIST OF ANNEXES ANNEX A WORKING PROCEDURES OF THE PANEL Contents Working Procedures of the Panel Additional Working Procedures Concerning Business Confidential Information Additional Working Procedures Concerning Substantive Meetings withRemote Participation Additional Working Procedures Concerning Substantive Meetings withRemote Participation Annex A-1 Annex A-2 Annex A-3 Annex A-4 Page 4 12 15 19 ANNEX B ARGUMENTS OF THE PARTIES Contents Integrated executive summary of the arguments of the European Union Integrated executive summary of the arguments of Indonesia Annex B-1 Annex B-2 Page 24 34 ANNEX C ARGUMENTS OF THE THIRD PARTIES Annex C-1 Annex C-2 Annex C-3 Annex C-4 Annex C-5 Annex C-6 Annex C-7 Annex C-8 Contents Integrated executive summary of the arguments of Brazil Integrated executive summary of the arguments of Canada Integrated executive summary of the arguments of India Integrated executive summary of the arguments of Japan Integrated executive summary of the arguments of the Republic of Korea Integrated executive summary of the arguments of Ukraine Integrated executive summary of the arguments of the United Kingdom Integrated executive summary of the arguments of the United States Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) Page 49 52 56 59 66 69 71 73 WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaimana ditunjukkan dengan [[***]] KASUS-KASUS YANG DIKUTIP DALAM LAPORAN INI Short Title Argentina – FinancialServices Argentina – Hides and Leather Argentina – Import Measures Argentina – Textiles and Apparel Brazil – Desiccated Coconut Brazil – Retreaded Tyres Brazil – Retreaded Tyres Canada – Periodicals Canada – Wheat Exports and Grain Imports Chile – Price Band System China – Auto Parts Canada – FIRA China – Publications and Audiovisual Products China – Publications and Audiovisual Products China – Raw Materials China – Raw Materials Colombia – Ports of Entry Colombia – Textiles Colombia – Textiles Paustinus Siburian | Full Case Title and Citation Appellate Body Report, Argentina – Measures Relating to Trade in Goods and Services, WT/DS453/AB/R and Add.1, adopted 9 May 2016, DSR 2016:II, p. 431 Panel Report, Argentina – Measures Affecting the Export of Bovine Hides andthe Import of Finished Leather, WT/DS155/R and Corr.1, adopted 16 February 2001, DSR 2001:V, p. 1779 Appellate Body Reports, Argentina – Measures Affecting the Importation ofGoods, WT/DS438/AB/R / WT/DS444/AB/R / WT/DS445/AB/R, adopted 26 January 2015, DSR 2015:II, p. 579 Appellate Body Report, Argentina – Measures Affecting Imports of Footwear, Textiles, Apparel and Other Items, WT/DS56/AB/R and Corr.1, adopted 22 April 1998, DSR 1998:III, p. 1003 Appellate Body Report, Brazil – Measures Affecting Desiccated Coconut,WT/DS22/AB/R, adopted 20 March 1997, DSR 1997:I, p. 167 Appellate Body Report, Brazil – Measures Affecting Imports of Retreaded Tyres, WT/DS332/AB/R, adopted 17 December 2007, DSR 2007:IV, p. 1527 Panel Report, Brazil – Measures Affecting Imports of Retreaded Tyres, WT/DS332/R, adopted 17 December 2007, as modified by Appellate Body Report WT/DS332/AB/R, DSR 2007:V, p. 1649 Appellate Body Report, Canada – Certain Measures Concerning Periodicals,WT/DS31/AB/R, adopted 30 July 1997, DSR 1997:I, p. 449 Panel Report, Canada – Measures Relating to Exports of Wheat and Treatment of Imported Grain, WT/DS276/R, adopted 27 September 2004, upheld by Appellate Body Report WT/DS276/AB/R, DSR 2004:VI, p. 2817 Panel Report, Chile – Price Band System and Safeguard Measures Relating to Certain Agricultural Products, WT/DS207/R, adopted 23 October 2002, as modified by Appellate Body Report WT/DS207AB/R, DSR 2002:VIII, p. 3127 Appellate Body Reports, China – Measures Affecting Imports of Automobile Parts, WT/DS339/AB/R / WT/DS340/AB/R / WT/DS342/AB/R, adopted 12 January 2009, DSR 2009:I, p. 3 GATT Panel Report, Canada – Administration of the Foreign Investment Review Act, L/5504, adopted 7 February 1984, BISD 30S/140 Appellate Body Report, China – Measures Affecting Trading Rights and Distribution Services for Certain Publications and Audiovisual Entertainment Products, WT/DS363/AB/R, adopted 19 January 2010, DSR 2010:I, p. 3 Panel Report, China – Measures Affecting Trading Rights and Distribution Services for Certain Publications and Audiovisual Entertainment Products, WT/DS363/R and Corr.1, adopted 19 January 2010, as modified by Appellate Body Report WT/DS363/AB/R, DSR 2010:II, p. 261 Appellate Body Reports, China – Measures Related to the Exportation of Various Raw Materials, WT/DS394/AB/R / WT/DS395/AB/R / WT/DS398/AB/R, adopted 22 February 2012, DSR 2012:VII, p. 3295 Panel Reports, China – Measures Related to the Exportation of Various Raw Materials, WT/DS394/R, Add.1 and Corr.1 / WT/DS395/R, Add.1 and Corr.1 / WT/DS398/R, Add.1 and Corr.1, adopted 22 February 2012, as modified by Appellate Body Reports WT/DS394/AB/R / WT/DS395/AB/R / WT/DS398/AB/R,DSR 2012:VII, p. 3501 Panel Report, Colombia – Indicative Prices and Restrictions on Ports of Entry, WT/DS366/R and Corr.1, adopted 20 May 2009, DSR 2009:VI, p. 2535 Panel Report, Colombia – Measures Relating to the Importation of Textiles, Apparel and Footwear, WT/DS461/R and Add.1, adopted 22 June 2016, as modified by Appellate Body Report WT/DS461/AB/R, DSR 2016:III, p. 1227 Appellate Body Report, Colombia – Measures Relating to the Importation ofTextiles, Apparel and Footwear, WT/DS461/AB/R and Add.1, adopted 22 June 2016, DSR 2016:III, p. 1131 Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaimana ditunjukkan dengan [[***]] Appellate Body Report, Dominican Republic – Measures Affecting the Importation and Internal Sale of Cigarettes, WT/DS302/AB/R, adopted 19 May 2005, DSR 2005:XV, p. 7367 Appellate Body Report, European Communities – Regime for the Importation, Sale and Distribution of Bananas, WT/DS27/AB/R, adopted 25 September 1997, DSR 1997:II, p. 591 Dominican Republic – Import and Sale of Cigarettes EC – Bananas III Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Short Title EC – Bananas III (Article 21.5 – Ecuador II) / EC – Bananas III (Article 21.5 – US) EC – Hormones EC – IT Products EC – Seal Products EC – Seal Products EC and certain member States – Large Civil Aircraft EU – Energy Package India – Autos India – Quantitative Restrictions India – Solar Cells Indonesia – Chicken Indonesia – Import Licensing Regimes Indonesia – Import Licensing Regimes Japan – Agricultural Products II Japan – Alcoholic Beverages II Japan – Apples Japan – Film Korea – Dairy Korea – Various Measures on Beef Paustinus Siburian | Full Case Title and Citation Appellate Body Reports, European Communities – Regime for the Importation, Sale and Distribution of Bananas – Second Recourse to Article 21.5 of the DSU by Ecuador, WT/DS27/AB/RW2/ECU, adopted 11 December 2008, and Corr.1 / European Communities – Regime for the Importation, Sale and Distribution of Bananas – Recourse to Article 21.5 of the DSU by the United States, WT/DS27/AB/RW/USA and Corr.1, adopted 22 December 2008, DSR 2008:XVIII, p. 7165 Appellate Body Report, European Communities – Measures Concerning Meat and Meat Products (Hormones), WT/DS26/AB/R, WT/DS48/AB/R, adopted 13 February 1998, DSR 1998:I, p. 135 Panel Reports, European Communities and its member States – Tariff Treatment of Certain Information Technology Products, WT/DS375/R / WT/DS376/R / WT/DS377/R, adopted 21 September 2010, DSR 2010:III, p. 933 Appellate Body Reports, European Communities – Measures Prohibiting the Importation and Marketing of Seal Products, WT/DS400/AB/R / WT/DS401/AB/R, adopted 18 June 2014, DSR 2014:I, p. 7 Panel Reports, European Communities – Measures Prohibiting the Importation and Marketing of Seal Products, WT/DS400/R and Add.1 / WT/DS401/R and Add.1, adopted 18 June 2014, as modified by Appellate Body Reports WT/DS400/AB/R / WT/DS401/AB/R, DSR 2014:II, p. 365 Appellate Body Report, European Communities and Certain Member States – Measures Affecting Trade in Large Civil Aircraft, WT/DS316/AB/R, adopted1 June 2011, DSR 2011:I, p. 7 Panel Report, European Union and its member States – Certain Measures Relating to the Energy Sector, WT/DS476/R and Add.1, circulated to WTO Members 10 August 2018, appealed on 21 September 2018 Panel Report, India – Measures Affecting the Automotive Sector, WT/DS146/R, WT/DS175/R, and Corr.1, adopted 5 April 2002, DSR 2002:V, p. 1827 Panel Report, India – Quantitative Restrictions on Imports of Agricultural, Textile and Industrial Products, WT/DS90/R, adopted 22 September 1999, upheld by Appellate Body Report WT/DS90/AB/R, DSR 1999:V, p. 1799 Appellate Body Report, India – Certain Measures Relating to Solar Cells and Solar Modules, WT/DS456/AB/R and Add.1, adopted 14 October 2016, DSR 2016:IV, p. 1827 Panel Report, Indonesia – Measures Concerning the Importation of Chicken Meat and Chicken Products, WT/DS484/R and Add.1, adopted 22 November 2017, DSR 2017:VIII, p. 3769 Appellate Body Report, Indonesia – Importation of Horticultural Products, Animals and Animal Products, WT/DS477/AB/R, WT/DS478/AB/R, and Add.1, adopted 22 November 2017, DSR 2017:VII, p. 3037 Panel Report, Indonesia – Importation of Horticultural Products, Animals andAnimal Products, WT/DS477/R, WT/DS478/R, Add.1 and Corr.1, adopted 22 November 2017, as modified by Appellate Body Report WT/DS477/AB/R,WT/DS478/AB/R, DSR 2017:VII, p. 3131 Appellate Body Report, Japan – Measures Affecting Agricultural Products,WT/DS76/AB/R, adopted 19 March 1999, DSR 1999:I, p. 277 Appellate Body Report, Japan – Taxes on Alcoholic Beverages, WT/DS8/AB/R, WT/DS10/AB/R, WT/DS11/AB/R, adopted 1 November 1996, DSR 1996:I, p. 97 Appellate Body Report, Japan – Measures Affecting the Importation of Apples,WT/DS245/AB/R, adopted 10 December 2003, DSR 2003:IX, p. 4391 Panel Report, Japan – Measures Affecting Consumer Photographic Film andPaper, WT/DS44/R, adopted 22 April 1998, DSR 1998:IV, p. 1179 Appellate Body Report, Korea – Definitive Safeguard Measure on Imports of Certain Dairy Products, WT/DS98/AB/R, adopted 12 January 2000, DSR 2000:I, p. 3 Appellate Body Report, Korea – Measures Affecting Imports of Fresh, Chilled and Frozen Beef, WT/DS161/AB/R, WT/DS169/AB/R, adopted 10 January 2001, DSR 2001:I, p. 5 Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Appellate Body Report, Mexico – Anti-Dumping Investigation of High Fructose Corn Syrup (HFCS) from the United States – Recourse to Article 21.5 of the DSU by the United States, WT/DS132/AB/RW, adopted 21 November 2001, DSR 2001:XIII, p. 6675 Appellate Body Report, Mexico – Tax Measures on Soft Drinks and Other Beverages, WT/DS308/AB/R, adopted 24 March 2006, DSR 2006:I, p. 3 Panel Report, Mexico – Tax Measures on Soft Drinks and Other Beverages, WT/DS308/R, adopted 24 March 2006, as modified by Appellate Body ReportWT/DS308/AB/R, DSR 2006:I, p. 43 Mexico – Corn Syrup (Article 21.5 – US) Mexico – Taxes on Soft Drinks Mexico – Taxes on Soft Drinks Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Short Title US – 1916 Act (EC) US – Carbon Steel US – Carbon Steel US – Certain EC Products US – Clove Cigarettes US – Continued Zeroing US – Corrosion-Resistant Steel Sunset Review US – Gambling US – Gasoline nd US – Large Civil Aircraft (2 complaint) US – Poultry (China) US – Shrimp US – Shrimp US – Shrimp (Ecuador) US – Softwood Lumber IV (Article 21.5 – Canada) US – Superfund US – Wool Shirts and Blouses Paustinus Siburian | Full Case Title and Citation Panel Report, United States – Anti-Dumping Act of 1916, Complaint by the European Communities, WT/DS136/R and Corr.1, adopted 26 September 2000, upheld by Appellate Body Report WT/DS136/AB/R, WT/DS162/AB/R, DSR 2000:X, p. 4593 Appellate Body Report, United States – Countervailing Duties on Certain Corrosion-Resistant Carbon Steel Flat Products from Germany, WT/DS213/AB/R and Corr.1, adopted 19 December 2002, DSR 2002:IX, p. 3779 Panel Report, United States – Countervailing Duties on Certain CorrosionResistant Carbon Steel Flat Products from Germany, WT/DS213/R and Corr.1, adopted 19 December 2002, as modified by Appellate Body Report WT/DS213/AB/R, DSR 2002:IX, p. 3833 Appellate Body Report, United States – Import Measures on Certain Products from the European Communities, WT/DS165/AB/R, adopted 10 January 2001, DSR 2001:I, p. 373 Appellate Body Report, United States – Measures Affecting the Production and Sale of Clove Cigarettes, WT/DS406/AB/R, adopted 24 April 2012, DSR 2012:XI, p. 5751 Appellate Body Report, United States – Continued Existence and Application of Zeroing Methodology, WT/DS350/AB/R, adopted 19 February 2009, DSR 2009:III, p. 1291 Appellate Body Report, United States – Sunset Review of Anti-Dumping Duties on Corrosion-Resistant Carbon Steel Flat Products from Japan, WT/DS244/AB/R, adopted 9 January 2004, DSR 2004:I, p. 3 Appellate Body Report, United States – Measures Affecting the Cross-Border Supply of Gambling and Betting Services, WT/DS285/AB/R, adopted 20 April 2005, DSR 2005:XII, p. 5663 (and Corr.1, DSR 2006:XII, p. 5475) Appellate Body Report, United States – Standards for Reformulated and Conventional Gasoline, WT/DS2/AB/R, adopted 20 May 1996, DSR 1996:I, p. 3 Appellate Body Report, United States – Measures Affecting Trade in Large Civil Aircraft (Second Complaint), WT/DS353/AB/R, adopted 23 March 2012, DSR 2012:I, p. 7 Panel Report, United States – Certain Measures Affecting Imports of Poultry from China, WT/DS392/R, adopted 25 October 2010, DSR 2010:V, p. 1909 Appellate Body Report, United States – Import Prohibition of Certain Shrimp and Shrimp Products, WT/DS58/AB/R, adopted 6 November 1998, DSR 1998:VII, p. 2755 Panel Report, United States – Import Prohibition of Certain Shrimp and Shrimp Products, WT/DS58/R and Corr.1, adopted 6 November 1998, as modified by Appellate Body Report WT/DS58/AB/R, DSR 1998:VII, p. 2821 Panel Report, United States – Anti-Dumping Measure on Shrimp from Ecuador, WT/DS335/R, adopted on 20 February 2007, DSR 2007:II, p. 425 Appellate Body Report, United States – Final Countervailing Duty Determination with Respect to Certain Softwood Lumber from Canada – Recourse by Canada to Article 21.5 of the DSU, WT/DS257/AB/RW, adopted 20 December 2005, DSR 2005:XXIII, p. 11357 GATT Panel Report, United States – Taxes on Petroleum and Certain Imported Substances, L/6175, adopted 17 June 1987, BISD 34S/136 Appellate Body Report, United States – Measure Affecting Imports of Woven Wool Shirts and Blouses from India, WT/DS33/AB/R, adopted 23 May 1997, and Corr.1, DSR 1997:I, p. 323 Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] BUKTI-BUKTI YANG DIRUJUK DALAM LAPORAN INI Exhibit EU-1(b) 1 Short title (if applicable) Law No. 4/2009 Description/Long title EU-2(b) Law No. 3/2020 EU-3(b) Government RegulationNo. 23/2010 MEMR Regulation No. 7/2012 MEMR Regulation No. 11/2012 EU-4(b) EU-5(b) EU-6(b) EU-7(b) EU-8(b) EU-9(b) EU-10(b) EU-11(b) EU-12(b) EU-16 (rev) EU-17 (rev) MEMR Regulation 20/2013 No. MEMR Regulation 1/2014 No. MOT Regulation No. 1/2017 MEMR Regulation No. 25/2018 MEMR Regulation No. 11/2019 MOT Regulation No. 96/2019 MEMR Regulation No. 7/2020 Medium-Term National Development Plan (RPJMN) 2020– 2024 Government Regulation No. 14 of 2015, Master Plan of National Industry Development 2015-2035 Republic of Indonesia Law on Mineral and Coal Mining, Law No. 4 of12 January 2009 Law of the Republic of Indonesia Number 3 of 2020 on Amendmentof Law Number 4 of 2009 on Mineral and Coal Mining Regulation of the Government No. 23/2010 of 1 February 2010 Minister of Energy and Mineral Resources of the Republic of Indonesia Number 7 Year 2012 concerning increasing added value of minerals through processing and refining of minerals activities Minister of Energy and Mineral Resources of the Republic of Indonesia Number 11 Year 2012 concerning amendment to Minister of Energy and Mineral Resources Regulation Number 07 Year 2012 concerning increasing added value of minerals through processing and refining of minerals activities Minister of Energy and Mineral Resources of the Republic of Indonesia Number 20 Year 2013 concerning second amendment to Minister of Energy and Mineral Resources Regulation Number 07 Year 2012 concerning increasing added value of minerals through processing and refining of minerals activities Minister of Energy and Mineral Resources of the Republic of Indonesia Regulation Number 1 Year 2014 concerning increasing added value of minerals through domestic processing and refiningof mineral activities Regulation of the Minister of Trade of the Republic of Indonesia Number: 01/M-DAG/PER/1/2017 concerning export provisions forprocessed and purified mining products Regulation of Minister of Energy and Mineral Resources of the Republic of Indonesia Number 25 Year 2018 regarding minerals and coal mining business Regulation of the Minister for Energy and Mineral Resources of the Republic of Indonesia Number 11 Year 2019 regarding second amendment of the Regulation of the Minister of Energy and Mineral Resources Number 25 Year 2018 on mineral and coal mining Businesses Regulation of the Minister of Trade of the Republic of Indonesia Number 96 of 2019 on export provisions for processed and purifiedmining products Regulation of the Minister of Energy and Mineral Resources of the Republic of Indonesia Number 7 of 2020 on procedures for the granting of areas, licensing, and reporting in relation to mineral and coal-mining business activities Presidential Regulation No 18 of 2020 on Medium-Term National Development Plan (RPJMN) 2020–2024, signed by President Joko Widodo on 17 January 2020 and entered into force on 20 January 2020 Government Regulation No 14 of 2015 on Master Plan of National Industry Development 2015 – 2035, signed by President Joko Widodo and entered into force on 6 March 2015 1 Uni Eropa menyediakan dua versi bukti-bukti yang awalnya diterbitkan dalam Bahasa Indonesia: versi (a) dalam bahasa aslinya dan versi (b) dalam bahasa Inggris. Bahasa Inggris adalah bahasa resmi WTO dan bahasa kerja Panel. Oleh karena itu, Panel secara sistematis mengacu pada versi (b) dari bukti-bukti UE dalam Laporan. Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) EU-18 (rev) EU-20 WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Presidential Regulation No. 2 of 2018, National Industrial Policy (20152019) The Indonesian Government's Arguments to WTO Regarding the Ban on Nickel Exports, 5 December 2019 Paustinus Siburian | Presidential Regulation No 2 of 2018 on National Industrial Policy 2015-2019, signed by President Joko Widodo on 2 February 2018 and entered into force on 6 February 2018 Larissa Huda, "The Indonesian Government's Arguments to WTO Regarding the Ban on Nickel Exports", 5 December 2019, available at https://bisnis.tempo.co/read/1280152/ini-argumentasipemerintah-unt Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Exhibit Short title (if applicable) Description/Long title EU-21 EU-22 EU-23 EU-24 EU-27 President Joko Widodo Inaugurates Nickel Smelter in SE Sulawesi, 27 December 2021 Bisnis Indonesia Interview with PresidentJoko Widodo, 10 January 2022 Macquarie, Commodities Outlook, M. Garvey and J. Lennon, March 2021 EU-28 IDN-1 MEMR, Indonesian MiningGuidance (2020) IDN-4 IDN-5 IDN-7 IDN-11 Nickel Institute, "About nickel", (last accessed 20 August 2021) IDN-12 IDN-13 IDN-15 IDN-16 IDN-18 (BCI) IDN-19 Sayoga Gautama Report IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021) Maryono Report Transcript of President Joko Widodoi's Speech (translated) at the groundbreaking ceremony of PT Freeport Indonesia's (PTFI) new copper smelter, at the Gresik Special Economic Zone, East Java,12 October 2021 "Remarks of President of the Republic of Indonesia at the Opening Inauguration of the 2021 National Coordination Meeting and Investment Service Award, at Ballroom of the Ritz-Carlton Hotel at Pacific Place, SCBD, 24 November 2021, Special Capital Region of Jakarta" President Jokowi Inaugurates Nickel Smelter in SE Sulawesi, Office of Assistant to Deputy Cabinet Secretary for State Documents & Translation, 27 December 2021 "SPECIAL INTERVIEW: President Joko Widodo openly talks about coal exports and the next targets", Bisnis Indonesia Team – Bisnis.com 10 January 2022 Macquarie, Commodities Outlook, Marcus Garvey & Jim Lennon,March 2021 Ministry of Energy and Mineral resources, Government of Indonesia, Press Release Number: 253.Pers./04/SJI/2020 "Pushing Domestic Nickel Market Growth, Government Sets Reference Prices of Minerals (RPM) Regulations" Directorate General of Mineral and Coal MEMR, Indonesian Mining Guidance (2020) A. van der Ent, A.J.M. Baker, M.M.J. van Balgooy, A. Tjoa, "Ultramafic nickel laterites in Indonesia (Sulawesi, Halmahera): Mining, nickel hyperaccumulators and opportunities for phytomining", Journal of Geochemical Exploration, Vol. 128 (2013) 72-79 B. Devi, D. Prayogo, "Mining and Development in Indonesia: An Overview of the Regulatory Framework and Policies", International Mining for Development Centre: Action Research Report, (March 2013) PWC, "Mining in Indonesia", Investment and Taxation Guide, 11th ed., (June 2019) Nickel Institute, "About nickel", available at: https://nickelinstitute.org/about-nickel/ (last accessed 20 August2021) Minerals UK, "Nickel", British Geological Survey, Natural Environment Research Council, (September 2008) INSG, Report on Nickel Production and Usage in Indonesia, (February 2020) Expert Report of R. Sayoga Gautama (3 September 2021) IEA, "The Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition", World Energy Outlook Special Report (2021) Expert Report of A. Maryono (4 September 2021) A. Dalvi, W. Bacon, R. Osborne, "The Past and the Future of Nickel Laterites", PDAC 2004 International Convention, Trade Show & Investor Exchange, 7-10 March 2004 USGS, Excel of "Nickel Reserves" INSG, "Production, Usage and Price", available at https://insg.org/index.php/about-nickel/production-usage/ (lastaccessed 20 August 2021) IDN-20 IDN-21 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] IDN-22 IDN-23 UNCTAD, Lessons from Indonesia's ban on nickel exports, Background document Paustinus Siburian | Fraser, Jake; Anderson, Jack; Lazuen, Jose; Lu, Ying; Heathman, Oliver; Brewster, Neal; Bedder, Jack; Masson, Oliver, Study on future demand and supply security of nickel for electric vehicle batteries, Publications Office of the European Union, Luxembourg,2021 K. Terauds, Using trade policy to drive value addition: Lessons from Indonesia's ban on nickel exports. Background document to the Commodities and Development Report, Special Unit on Commodities UNCTAD, 2017 Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Exhibit Short title (if applicable) Description/Long title IDN-24 MEMR, Excel of "Production and Sales of Nickel Ore from 2010-2020" Sample of Nickel Ore Sales Contract 1 IDN-25 (BCI) IDN-26 IDN-30 IDN-33 MOT Regulation No. 96/2019 MEMR Regulation No. 5/2017 IDN-37 IDN-42 JORC Code IDN-48 IDN-50 IDN-51 IDN-53 IDN-56 IDN-58 (BCI) IDN-62 MEMR Regulation 26/2018 No. Sample of Nickel Ore Sales Contract 2 UNESCAP, 1992 Environmental Impact Assessment, Guidelines for Mining Development IDN-63 IDN-64 IDN-65 MEMR Regulation 5/2017 National Standardization Agency, Indonesian National Standard(SNI), 2019 Ed. Kode KCMI IAGI-PERHAPI, Indonesian Joint Committee for Mineral Reserves KCMI- Code, 2017 Ed. CRIRSCO, Standard Definitions and International Report Template, October 2012 Australasian Code for Reporting of Exploration Results, MineralResources and Ore Reserves (The JORC Code), 2012 Ed. MEMR, Excel of "Nickel Data 2012 – 2020" Bank Indonesia, "Gross Domestic Product by Industrial Origin at Current Prices", Indonesian Economic and Financial Statistics (2021), 226-227 NIKKEI Asia, "Indonesia teams with LG to build $1.2bn battery plant" (25 May 2021), available at: https://asia.nikkei.com/Business/Automobiles/Indonesia-teams –with-LG-to-build-1.2bn-battery-plant(last accessed 30 August 2021) Law No. 32/2009 MEMR Regulation 26/2018 IDN-38 IDN-45 The White House, Building Resilient Supply Chains, Revitalizing American Manufacturing, and Fostering Broad-Based Growth – 100- day Reviews under Executive Order 14017 (June 2021), Washington MOT Regulation 96/2019 NIWA, "Sediment and Mining" (9 March 2021) Paustinus Siburian | UNESCAP 1992. Environmental Impact Assessment, Guidelines for Mining Development, p. 6. New York/Bangkok: UN Econ. Soc. Comm. Asia Pacific G. Bridge, "Contested Terrain: Mining and the Environment", Annual Review of Environment and Resource (2004), Vol. 29, 205259 AEER, Supply of Nickel Battery Industry from Indonesia and Ecological Social Issues, Action for Ecology and Emancipation of People (December 2020) NIWA, "Sediment and Mining" (9 March 2021), available at https://niwa.co.nz/our-science/freshwater/tools/kaitiaki_ tools/land-use/mining/impacts/sedimentation-and-mining (lastaccessed 20 August 2021) Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) IDN-66 WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Clean Technica, Image of Indonesia at "Electric Vehicles: The Dirty Nickel Problem", (Exhibit IDN66), available at: https://cleantechnica.co m / 2020/09/27/electric vehicles-the-dirty-nickelproblem/ (last accessed 30 August 2021) IDN-67 DigitalGlobe Earthstar Geographics, Image of Indonesia, available at: Clean Technica, "Electric Vehicles: The Dirty Nickel Problem" (27 September 2020), available at: https://cleantechnica.com/2020/09/27/electric-vehicles-the-dirtynickel-problem/ (last accessed 30 August 2021) Agricultural and Environmental Policy Minutes, Formulating Policies in Addressing the Environmental Damage Due to Nickel Mine Activities in Tinanggea Sub-District, South Konawe Regency, Vol. 4No. 2, August 2017: 125-142 WALHI, Study Report on Environmental Conditions around Coastal Sea near the Mining Area due to the Nickel Industry in Morowali regency. Central Sulawesi, Kolaka and North Konawe Regencies, Southeast Sulawesi (2021) IDN-68 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Exhibit IDN-69 IDN-70 Short title (if applicable) Description/Long title Images of Environmental Destruction in Indonesia World Bank, "The impact of a nickel mine in Tanjung Buli, Indonesia" (27 March, 2009), available at: https://www.youtube.com/watch?v=ToiPA7RThSQ (last accessed 30 August 2021) Sample of Nickel Ore Sales Contract 3 IDN-71 (BCI) IDN-78 IDN-91 IDN-92 IDN-97 Financial Times, "Indonesia and Foxconn in talks over electric vehicle investment" (01 November 2021), available at: https://www.ft.com/content/f1a805aa-82ac-4f24-ad2258e43712091e (last accessed 11 November 2021) Excel of "BPS Export Data Indonesia" BPS Export Data Indonesia MEMR Director General Circular No. 741/2021 IDN-99 IDN-100 IDN-106 IDN-108 IDN-109 Sayoga Gautama Supplemental Expert Report, 17 March 2022 IDN-110 (BCI) IDN-111 (BCI) IDN-113 (BCI) IDN-114 (BCI) IDN-115 (BCI) IDN-116 (BCI) IDN-123 (BCI) IDN-127 (BCI) Press Release from the MEMR, 2 September 2019 MEMR Director General Circular 741/2021 Regarding Implementation of the Use of Competent Person in the Estimation of Mineral and Coal Resources and Reserves Nikkei Asia, Automobiles "Indonesia's electric car dreams at odds with deforestation pledge", available at: https://asia.nikkei.com/Business/Automobiles/Indonesia-selectric- car-dreams-at-odds-with-deforestation-pledge (last accessed 21 January 2022) BPS, Excel of "GRDP of South Sulawesi, Central Sulawesi and North Maluku" Reuters, "Update 1 – Indonesia Stays China's Second-Biggest Nickel Ore Supplier Despite Export Ban (January 2021)", available at https://www.reuters.com/article/china-economy-tradenickel-idUSL1N2JV0FP (last accessed 20 January 2022) The Pan-European Reserves and Resources Reporting Committee (PERC asbl), Pan-European Standard for the Public Reporting of Exploration Results, Mineral Resources and Mineral Reserves (1 October 2021) Supplemental Expert Report of R. Sayoga Gautama (17 March 2022) Criminal Investigation Agency, Excel of "Recap of Nickel Criminal Case handled by the Police" Expert Affidavit of [[***]] (15 March 2022) Expert Affidavit of [[***]] (17 March 2022) Sample of Nickel Ore Sales Contract 4 Sample of Nickel Ore Sales Contract 5 Sample of Nickel Ore Sales Contract 6 MOT, Excel of "Approved Export Applications" MEMR, Presentation on "The Role of Minerals in the Development ofIndonesia's Battery Industry" (10 September 2021) Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] SINGKATAN-SINGKATAN YANG DIGUNAKAN DALAM LAPORAN INI Abbreviation AMDAL BCI CRIRSCO Dmt DPR DSB DSU GATT 1994 GDP GRDP HGSO HPAL HS IEA IPR IUP IUPK KK LGSO MEMR MOT RIPIN RKAB RKEF SCM Agreement USGS WTO Paustinus Siburian Description Environmental impact analysis Business Confidential Information Committee for Mineral Reserves International Reporting Standards Dry metric tonne Domestic Processing Requirement Dispute Settlement Body Understanding on Rules and Procedures Governing the Settlement of Disputes General Agreement on Tariffs and Trade 1994 Gross domestic product Gross regional domestic product High-grade saprolite ore High Pressure Acid Leach Harmonized system International Energy Agency Community Mining Licences Mining Licences Special Mining Licences Contract of Work Low-grade saprolite ore Ministry of Energy and Mineral Resources of the Republic of Indonesia Minister of Trade of the Republic of Indonesia National Industry Development Master Plan 2015-2035 Work Plan and Budget Rotary Kiln Electric Furnace Agreement on Subsidies and Countervailing Measures United States Geological Survey World Trade Organization | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 1. PENDAHULUAN 1.1. Perkara ini menyangkut pengenaan dua tindakan yang oleh Uni Eropa diduga mencegah ekspor bijih nikel dari Indonesia. Uni Eropa menggugat larangan ekspor bijih nikel serta tindakan lain yang mengharuskan semua bijih nikel diproses di dalam negeri. 1.1 Gugatan oleh Uni Eropa 1.2. Pada 22 November 2019, Uni Eropa meminta konsultasi dengan Indonesia sesuai dengan Pasal 1 dan 4 Kesepahaman tentang Aturan dan Prosedur yang Mengatur Penyelesaian Sengketa (DSU) dan Pasal XXII:1 Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan 1994 (GATT 1994 ) dan Pasal 4.1 Perjanjian Subsidi dan Tindakan 2 Balasan (Perjanjian SCM) sehubungan dengan tindakan dan klaim yang ditetapkan di bawah ini. 1.3. Konsultasi diadakan pada 30 Januari 2020, tetapi tidak berhasil. 1.2 Pembentukan dan komposisi Panel 1.4. Pada 14 Januari 2021, Uni Eropa meminta pembentukan panel sesuai dengan Pasal 6 DSU dengan kerangka 3 acuan standar. Pada sidangnya pada 22 Februari 2021, Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) membentuk panel 4 berdasarkan permintaan Uni Eropa dalam dokumen WT/DS592/3, sesuai dengan Pasal 6 DSU. 1.5. Kerangka acuan Panel adalah sebagai berikut: Untuk memeriksa, mengingat ketentuan-ketentuan yang relevan dari perjanjian tercakup yang disebutkan oleh para pihak yang bersengketa, masalah tersebut dirujuk kepada DSB oleh Uni Eropa dalam dokumen WT/DS592/3 dan untuk membuat temuan-temuan yang akan membantu DSB dalam membuat rekomendasi atau dalam memberikan keputusan 5 yang diatur dalam perjanjian tersebut. 1.6. Pada 19 April 2021, Uni Eropa meminta Direktur Jenderal untuk menentukan komposisi panel, berdasarkan Pasal 8.7 DSU. Pada tanggal 29 April 2021, Direktur Jenderal menyusun Panel sebagai berikut: Ketua : Ms Leora BLUMBERG Anggota : Mr Gonzalo DE LAS CASAS SALINAS Ms Sanji M. MONAGENG 6 1.7. Brasil, Kanada, Cina, India, Jepang, Korea, Federasi Rusia, Kerajaan Arab Saudi, Singapura, Cina Taipei, Türkiye , Ukraina, Uni Emirat Arab, Inggris Raya, dan Amerika Serikat berhak untuk berpartisipasi dalam proses Panel sebagai 7 pihak ketiga. 1.3 Proses panel 8 1.8. Setelah berkonsultasi dengan para pihak, Panel mengadopsi Prosedur Kerja , jadwal, dan Prosedur Kerja 9 Tambahan Mengenai Informasi Rahasia Bisnis (BCI) pada 28 Mei 2021. Panel mengubah jadwalnya pada 29 Juni dan 5 Oktober 2021 dan 17 Agustus 2022. 1.9. Mengingat situasi sanitasi yang berubah dengan cepat sehubungan dengan pandemi COVID-19, Panel 2 Lihat WT/DS592/1. Panel mencatat bahwa Uni Eropa tidak memajukan klaim berdasarkan Perjanjian SCM dalam permintaan panel atau dalam pengajuannya di hadapan Panel. 3 Permintaan pembentukan panel oleh Uni Eropa, WT/DS592/3 (permintaan 4 Lihat WT/DSB/M/449. 5 WT/DS592/4. 6 Sebelumnya "Turki" (lihat WT/INF/43/Rev.23) 7 WT/DS592/4. 8 Prosedur Kerja Panel (Lampiran A-1). 9 Prosedur Kerja Tambahan Mengenai Informasi Rahasia Bisnis (Lampiran A-2). Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] berkomitmen dalam komunikasinya pada 28 Mei 2021 mentransmisikan Prosedur Kerja, jadwal, dan Prosedur BCI untuk memberi tahu para pihak paling lambat 30 September 2021 apakah Panel akan mengadakan sidang substantif pertama secara langsung atau jarak jauh. 1.10. Pada tanggal 23 September 2021, Panel menginformasikan kepada para pihak bahwa karena persyaratan kesehatan bagi para pelancong yang keluar dan masuk di tempat tinggal para panelis, Panel tidak dapat menghadiri sidang substantif pertama di Jenewa selama minggu tanggal 15 November 2021 Pada hari yang sama, Panel mengirimkan kepada para pihak draf Prosedur Kerja Tambahan Mengenai Sidang Substantif dengan Partisipasi Jarak 10 Jauh untuk melengkapi Prosedur Kerja sehubungan dengan pelaksanaan sidang substantif, dan usulan jadwal yang diubah yang mencerminkan kebutuhan untuk menyebarkan rapat ke lebih banyak hari karena perbedaan waktu antara berbagai peserta. 1.11. Uni Eropa memberi tahu Panel bahwa mereka tidak memiliki komentar atas draf Prosedur Kerja Tambahan Panel Mengenai Sidang Substantif dengan Partisipasi Jarak Jauh atau usulan jadwal yang diubah. Indonesia keberatan dengan usulan Panel untuk melakukan sidang substantif pertama dengan para pihak dan pihak ketiga dari jarak jauh dan meminta agar Panel mengadakan dengar pendapat secara langsung. Indonesia menyarankan agar Panel mempertimbangkan untuk menunda sidang substantif pertama atau mengadakannya dalam format gabungan jika persyaratan karantina yang berlaku mempersulit panelis individu untuk menghadiri sidang substantif secara langsung. Pada tanggal 5 Oktober 2021, Panel memberi tahu para pihak bahwa Panel tidak dapat mengadakan sidang substantif pertama secara langsung antara lain karena pembatasan perjalanan dan kapasitas ruang sidang di WTO. Panel lebih lanjut mencatat bahwa keputusannya didasarkan pada mempertahankan hak proses hukum semua pihak dan menunda sidang sampai tanggal yang tidak pasti di masa depan dapat mencegah Panel memastikan penyelesaian perselisihan yang cepat sesuai dengan Pasal 3.3 DSU. Oleh karena itu, Panel menegaskan niatnya untuk 11 mengadakan sidang substantif pertama dari jarak jauh. 1.12. Panel mengadakan sidang substantif pertama dengan para pihak pada 15 dan 17-19 November 2021. Sesi dengan pihak ketiga berlangsung pada 18 November 2021. Panel melakukan sidang substantif pertama dan sesi pihak ketiga melalui konferensi video yang aman. 1.13. Panel mengadakan sidang substantif kedua secara langsung dengan para pihak pada 22-23 Maret 2022. 1.14. Pada tanggal 7 Juni 2022, Panel mengeluarkan bagian deskriptif dari Laporannya kepada para pihak. Panel menerbitkan Laporan Interimnya kepada para pihak pada 29 Agustus 2022. Panel menerbitkan Laporan Akhir kepada para pihak pada 17 Oktober 2022. 2 ASPEK-ASPEK FAKTUAL 2.1 Aturan-aturan yang dipermasalahkan 2.1. Tuntutan Uni Eropa menyangkut dua aturan, yakni larangan ekspor bijih nikel dan keharusan semua bijih nikel diproses (dimurnikan atau diolah) di dalam negeri. Uni Eropa mengacu pada langkah terakhir sebagai Persyaratan Pemrosesan Domestik (DPR). 2.1.1 Larangan ekspor bijih nikel 2.2. Uni Eropa menjelaskan larangan ekspor bijih nikel dalam permintaan konsultasinya sebagai berikut: Sebagai bagian dari pelaksanaan rencana nasional untuk mengembangkan sektor industri hilir tertentu termasuk produksi baja tahan karat, Indonesia memberlakukan sejumlah pembatasan ekspor bahan mentah. Secara khusus, ekspor bijih nikel dilarang di Indonesia pada tahun 2014. Pada tahun 2017, Indonesia melonggarkan sebagian larangan ekspor dengan mengizinkan sementara ekspor mineral tertentu, termasuk bijih nikel dengan konsentrasi di bawah 1,7%, tunduk pada persyaratan tambahan tertentu (lihat di bawah). Diperkirakan bahwa persyaratan ini bersifat sementara dan larangan ekspor penuh akan diberlakukan kembali pada 11 Januari 2022. Namun, pada Agustus 2019, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia menetapkan bahwa validitas dokumen tertentu diperlukan untuk mengekspor bijih nikel konsentrasi rendah habis masa berlakunya pada tanggal 10 11 Prosedur Kerja Tambahan Mengenai Sidang Substantif dengan Partisipasi Jarak Jauh (Lampiran A-3). Komunikasi panel kepada para pihak, 5 Oktober 2021. Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 31 Desember 2019, sehingga efektif mengembalikan total larangan ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020. Izin sementara ekspor bijih nikel konsentrasi rendah tersebut tidak mengurangi pelarangan lanjutan ekspor bijih nikel dengan konsentrasi di atas 1,7%, yang tidak boleh diekspor meskipun larangan ekspor sementara dilonggarkan. 12 Ekspor bijih nikel juga tunduk pada persyaratan ekspor tambahan seperti dijelaskan di bawah ini. 2.3. Dalam permintaannya untuk membentuk sebuah panel, Uni Eropa menjelaskan tindakan yang dipermasalahkan sebagai berikut: Indonesia telah membatasi ekspor bijih nikel ke tingkat yang berbeda dan di bawah aturan yang berbeda setidaknya sejak tahun 2014. Pada bulan Januari 2014, nikel dikeluarkan dari rezim tentang pemrosesan dan pemurnian komoditas tambang yang diperlukan untuk ekspor, yang secara efektif melarang ekspor bijih nikel. Dari Januari 2017 hingga Desember 2019 ekspor bijih nikel dengan konsentrasi di bawah 1,7% diizinkan dengan syarat tertentu, sedangkan bijih nikel dengan konsentrasi lebih tinggi tetap dilarang. Sejak Januari 2020 semua ekspor bijih nikel, 13 terlepas dari konsentrasinya, dilarang. 2.4. Dalam permintaannya untuk membentuk panel, Uni Eropa juga memberikan daftar ilustrasi instrumen hukum 14 berikut yang telah menerapkan larangan ini dari waktu ke waktu : i. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara; ii. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (Permen ESDM) No. 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral tanggal 6 Februari 2012; iii. Permen ESDM No. 11 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral tanggal 16 Mei 2012; iv. Permen ESDM No. 20 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral tanggal 1 Agustus 2013; v. Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral Di Dalam Negeri tanggal 11 Januari 2014; vi. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Permendag) No. 1 Tahun 2017 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan Dan Pemurnihan tanggal 9 Januari 2017; vi. Peraturan Menteri ESDM No. 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara tanggal 3 Mei 2018; viii. Permen ESDM No. 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral Dan Batubara Tanggal 28 Agustus 2019; ix. Permendag Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian per 30 Desember 2019; dan x. setiap lampirannya, pemberitahuan, temuan awal, tinjauan, amandemen, tambahan, penggantian, pembaharuan, perpanjangan, tindakan penerapan atau tindakan terkait 12 WT/DS592/1. WT/DS592/3. 14 Perlu dicatat bahwa empat instrumen hukum yang tercantum dalam Permintaan Uni Eropa untuk pembentukan panel (yaitu Peraturan ESDM No. 7/2012, 11/2012, 20/2013, dan 1/2014) tidak secara tegas tercantum dalam permintaan konsultasi Uni Eropa meskipun permintaan tersebut sudah ada sebelum tanggal permintaan tersebut. ). 13 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] lainnya. 2.5. Dalam pengajuan tertulis pertamanya, Uni Eropa mencatat bahwa sejak 1 Januari 2020 larangan ekspor secara khusus telah dilaksanakan melalui Pasal 3 dan Lampiran IV Peraturan Menteri Perdagangan No. 96/2019 dan Pasal 1 15 ayat 2 Peraturan Menteri ESDM No. 11/2019. 2.6. Pasal 3 Permendag No. 96 Tahun 2019 menyatakan bahwa “Produk Pertambangan yang diolah dan/atau dimurnikan serta Produk Pertambangan berupa bahan mentah atau bijih dengan kriteria tertentu yang dilarang ekspornya sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan 16 Menteri ini.” Lampiran IV pada bagian yang relevan tercantum di bawah ini: LAMPIRAN IV Permendag No. 96/2019 17 PRODUK PERTAMBANGAN YANG DILARANG EKSPORNYA A. ORE/RAW MATERIAL No. URAIAN BARANG … Bijih Nikel dan konsentratnya … … 8. … POS TARIF/HS … 2604.00.00 … 2.7. Pasal 1 angka 2 Permen ESDM No. 11 Tahun 2019 mengatur penyisipan Pasal 62A ke dalam Permen ESDM No. 25 Tahun 2018. Berdasarkan Pasal 62A, ekspor bijih nikel dengan kandungan nikel <1,7% diperbolehkan hingga 31 Desember 2019. Sebelumnya, Pasal 46 Peraturan ESDM No. 25/2018 (sebagaimana telah diubah dengan Peraturan ESDM No. 50/2018) mengizinkan ekspor bijih nikel dengan kandungan nikel <1,7% (kurang dari satu koma tujuh 18 persen) sampai dengan 11 Januari 2022. 2.8. Dalam pengajuan tertulisnya yang pertama, Uni Eropa menegaskan kembali bahwa Indonesia telah memberlakukan larangan ekspor sejak Januari 2014 dan secara khusus merujuk pada Peraturan ESDM 19 No.1/2014. Uni Eropa meminta Panel untuk membuat temuan tentang instrumen hukum yang menerapkan 20 21 larangan ekspor yang saat ini berlaku , yang menurut pandangannya, termasuk Peraturan ESDM No.1/2014. Dalam peraturan tersebut, Indonesia melarang ekspor semua jenis bijih nikel mulai 12 Januari 2014 sampai dengan 15 Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 24-26 (mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan No. 96/2019, (Bukti EU-11(b)) dan Peraturan ESDM No. 11/2019, (Bukti EU-10(b))). Uni Eropa, sebagai penggugat, menempatkan versi bahasa Inggris dari instrumen hukum Indonesia yang relevan dalam catatan. Indonesia menempatkan versinya sendiri dari beberapa dokumen yang sama dalam catatan dengan pengajuannya sendiri. Panel mengangkat masalah ini dengan para pihak, dan Indonesia telah menegaskan bahwa mereka tidak keberatan Panel mengandalkan versi Uni Eropa dari instrumen hukum berikut: UU No. 4/2009 (Bukti EU-1(b)); UU No. 3/2020 (Bukti EU-2(b)); Peraturan Pemerintah No. 23/2010 (Bukti EU-3(b)); Peraturan ESDM 7/2012 (Bukti EU-4(b)), 11/2012 (Bukti EU-5(b)), 20/2013 (Bukti EU-6(b)), 1/2014 (Bukti EU- 7( b)), 25/2018 (Bukti EU9(b)), 11/2019 (Bukti EU-10(b)) dan 7/2020 (Bukti EU-12(b)); dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 1/2017 (Bukti EU-8(b)) dan 96/2019 (Bukti EU-11(b)). Indonesia mencatat bahwa Bukti EU-11(b) tidak mencantumkan Appendix IV dari regulasi tersebut. Lihat tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 15. Oleh karena itu, Panel akan menggunakan versi Indonesia dari Peraturan Menteri Perdagangan No. 96/2019 (Bukti IDN30) jika mengacu pada Lampiran. 16 Peraturan Menhub No. 96/2019, (Bukti EU-11(b)). 17 Permendag No. 96 Tahun 2019, (Bukti IDN-30). 18 Peraturan ESDM No. 11/2019, (Bukti EU-10(b)): 1. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 46 (1) Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi dapat melakukan Penjualan bauksit yang telah dilakukan pencucian (washed bauxite) dengan kadar Al2O3 >42% (lebih dari atau sama dengan empat puluh dua persen) ke luar negeri dalam jumlah tertentu dengan menggunakan Pos Tarif/HS (Harmonized System) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama sampai dengan tanggal 11 Januari 2022. (2) Penjualan bauksit yang telah dilakukan pencucian (washed bauxite) dengan kadar Al2O3 >42% (lebih dari atau sama dengan empat puluh dua persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:… 19 Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 19, mengacu pada Peraturan ESDM No. 1/2014 (Bukti EU-7(b)). 20 Pernyataan pembukaan Uni Eropa pada sidang pertama Panel, para. 6. 21 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 20(b). Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 11 Januari 2017. 22 2.9. Sementara itu, Indonesia mencatat bahwa Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 telah dicabut oleh Permen ESDM No. 5 Tahun 2017 yang bersama Permen ESDM No. 1 Tahun 2017 melanjutkan pelarangan ekspor bijih nikel tetapi 23 hanya terkait dengan kadar nikel lebih dari 1,7% dari 12 Januari 2017 hingga 11 Januari 2022. Kedua Permen ESDM 24 No. 5/2017 dan Permendag No. 1/2017 mengizinkan ekspor bijih nikel dengan kandungan nikel di bawah 1,7%. Peraturan ini kemudian dicabut masing-masing oleh Permen ESDM No. 25/2018 dan Permendag No. 96/2019. Permen ESDM No. 25/2018, sebagaimana diubah dengan Permen ESDM No. 11/2019, melarang ekspor semua jenis 25 bijih nikel sejak 1 Januari 2020. Permen ESDM No. 96/2019 melarang ekspor semua jenis bijih nikel sejak 2 Januari 2020 Berdasarkan peraturan tersebut, mulai 1 Januari 2020 ekspor semua bijih nikel, berapa pun kandungan nikelnya, dilarang. 2.10. Dalam pengajuan tertulis pertamanya, Indonesia mencatat bahwa Uni Eropa telah memasukkan dalam permintaan panelnya beberapa instrumen hukum yang belum dikonsultasikan dan yang konon menerapkan larangan 26 ekspor bijih nikel, yaitu Permen ESDM No. 7/2012, 11/2012, 20/2013, dan 1/2014, dan Permendag No. 96/2019. Indonesia mempertimbangkan bahwa pemasukan Permen ESDM No. 7/2012, 11/2012, 20/2013dan 1/2014 dalam 27 permintaan Panel Uni Eropa “memperluas cakupan dan mengubah esensi sengketa”. Indonesia berpendapat bahwa Panel harus menemukan bahwa Peraturan ESDM No. 7/2012, 11/2012, 20/2013 dan 1/2014 berada di luar kerangka acuannya. Indonesia mengklarifikasi bahwa jika Uni Eropa tidak meminta Panel untuk membuat temuan atas instrumen hukum yang disebutkan di atas, "hak proses hukum Indonesia [akan] tidak ... dirugikan jika Panel 28 menangani tantangan yurisdiksinya bersamaan dengan penerbitan keputusannya." laporan". 2.11. Uni Eropa berpendapat bahwa Peraturan ESDM No. 1/2014 berada dalam kerangka acuan Panel seperti yang dijelaskan, meskipun tidak disebutkan secara eksplisit, baik dalam permintaan konsultasi maupun permintaan 29 pembentukan panel. Pada saat yang sama, Peraturan Menteri ESDM No. Uni Eropa mengklarifikasi bahwa mereka meminta agar Panel membuat temuan atas larangan ekspor yang dimulai dengan Peraturan ESDM No. 1/2014, tetapi juga mengakui bahwa setiap temuan atau rekomendasi harus ditujukan kepada instrumen hukum yang 30 menerapkan larangan ekspor yang berlaku secara hukum. Uni Eropa juga mengakui dan menerima penjelasan Indonesia bahwa Peraturan ESDM No. 1/2014 dicabut dan diganti dengan Peraturan ESDM No. 5/2017, yang 31 kemudian dicabut dan diganti sendiri. 2.12. Panel memahami bahwa tindakan yang dipermasalahkan adalah larangan ekspor yang telah diberlakukan sejak Januari 2014 dan saat ini dilaksanakan melalui Peraturan ESDM No. 11/2019 dan Peraturan Menteri Perdagangan 32 No. 96/2019. Panel, karenanya, akan membuat temuan-temuannya atas dasar ini dan melihat tidak perlu untuk suatu putusan sela tentang kerangka acuannya berkenaan dengan larangan ekspor bijih nikel. 2.1.2 Persyaratan pemrosesan dalam negeri untuk bijih nikel 2.13. Uni Eropa menggugat persyaratan dimana pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi, Izin 22 Peraturan ESDM No. 1/2014, (Bukti EU-7(b)), Pasal 12(4). Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 22, mengacu pada Pasal 22 Permen ESDM No. 5 Tahun 2017 (Bukti IDN-33). 24 Peraturan ESDM No. 5/2017 (Bukti IDN-33) dan Permendag No. 1/2017 (Bukti EU-8(b)). 25 Sebelum amandemen ini, Permen ESDM No. 25/2018 melarang ekspor bijih nikel dengan kandungan nikel di atas 1,7% dan mengizinkan ekspor bijih nikel dengan kandungan nikel di bawah 1,7% dengan syarat pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi memiliki, antara lain, fasilitas pemurnian atau sedang dalam proses membangunnya. Lihat Peraturan ESDM No. 25/2018, (Bukti EU-9(b)), Pasal. 17, 44, 46. 26 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 71. 27 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 72, mengacu pada Appellate Body Report, Argentina – ImportMeasures, para. 5.3. 28 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 76. 29 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 20 dan 72. 30 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 20(b). 31 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 72. 32 Panel mencatat bahwa larangan ekspor awalnya diberlakukan pada Januari 2014 melalui Peraturan ESDM No. 1/2014. Permen ESDM ini dicabut oleh Permen ESDM No. 5 Tahun 2017 yang sebagian mencabut larangan ekspor bijih nikel terhitung sejak 12 Januari 2017 dengan mengizinkan ekspor bijih nikel dengan kandungan nikel kurang dari 1,7%. Larangan bijih nikel dengan kandungan nikel di atas 1,7% tetap berlaku. Permendag No. 1 Tahun 2017 yang mulai berlaku pada 1 Februari 2017 juga mengatur larangan ekspor bijih nikel dengan kandungan nikel kurang dari 1,7%. Permen ESDM No.5/2017 dan Permendag No.1/2017 masing-masing dicabut oleh Permen ESDM No.25/2018 dan Permendag No.96/2019. Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 menetapkan batas waktu ekspor bijih nikel dengan kandungan nikel kurang dari 1,7%, yaitu 11 Januari 2022. Permen ESDM No. 11/2019 mengubah Permen ESDM No. 25/2018 dan menetapkan larangan ekspor semua jenis bijih nikel mulai 1 Januari 2020. Permendag No. 96/2019 menegaskan larangan tersebut sebagai sejak 2 Januari 2020 dan mencabut persetujuan ekspor bijih nikel. 23 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi, dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi khusus 33 untuk pengolahan dan/atau pemurnian logam mineral, mineral bukan logam, atau batuan yang diperlukan untuk mengolah (memurnikan atau memurnikan) bijih nikel di Indonesia. 2.14. Dalam permintaan konsultasinya, Uni Eropa memberikan deskripsi naratif tentang tindakan tersebut sebagai: Ekspor produk pertambangan tertentu tunduk kepada mereka yang menjalani peningkatan nilai tambah melalui kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian tertentu di Indonesia yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM. Kewajiban ini ditujukan kepada pemegang izin produksi dan berlaku antara lain untuk bijih nikel, bijih besi dan kromium, serta batubara dan produk batubara. Oleh karena itu, mineral yang belum melalui proses pengolahan dan/atau pemurnian tersebut, sebagaimana disyaratkan undang-undang, tidak dapat diekspor. Kewajiban ini tidak berlaku dalam hal kepentingan dalam negeri atau penelitian dan 34 pengembangan. 2.15. Dalam permintaan pembentukan panel, Uni Eropa menggambarkan DPR sebagai: Indonesia menerapkan persyaratan pengolahan dalam negeri untuk bahan baku tertentu, terutama bijih nikel dan bijih besi, sebelum diekspor. Persyaratan pemrosesan dalam negeri mewajibkan perusahaan pertambangan untuk meningkatkan nilai bahan mentah yang relevan melalui pelaksanaan operasi pemrosesan dan/atau pemurnian tertentu di 35 Indonesia sebelum mengekspornya. 2.16. Menurut Uni Eropa, DPR memiliki "konsekuensi untuk mencegah ekspor bahan mentah yang bersangkutan 36 kecuali jika telah diproses dan/atau dimurnikan sebagaimana mestinya". Uni Eropa juga memberikan dalam permintaannya untuk pembentukan panel daftar ilustrasi perangkat hukum yang menjalankan DPR. Instrumen ini adalah: i. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. ii. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (Permen ESDM) No. 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara tanggal 3 Mei 2018. iii. Permen ESDM No. 50 Tahun 2018 mengubah Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 tanggal 5 Desember 2018. iv. Permen ESDM No. 11 Tahun 2019 mengubah Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 tanggal 28 Agustus 2019. v. Permintaan ini juga mencakup setiap lampiran, pemberitahuan, temuan awal, tinjauan, amandemen, tambahan, penggantian, pembaharuan, perpanjangan, tindakan penerapan 37 atau tindakan terkait lainnya. 2.17. Kewajiban mengolah atau memurnikan hasil tambang di dalam negeri diatur dalam Pasal 103(1) UU No. 4 Tahun 2009, yang menyatakan bahwa “pemegang IUP dan IUPK […] wajib melakukan pengolahan dan/atau 38 pemurnian mineral dari hasil tambang di dalam negeri.” 33 Nama-nama jenis izin pertambangan yang ada ditetapkan pada tahun 2009 dalam Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU No. 4/2009). UU No 4 Tahun 2009 diubah pada tahun 2020 dengan UU No 3 Tahun 2020. Amandemen menggantikan kategorisasi ini. Teks peraturan relevan yang diberikan para pihak kepada Panel tidak mencerminkan amandemen tahun 2020 dan sepanjang argumentasi mereka, para pihak telah menggunakan nomenklatur pra-2020. Panel, oleh karena itu, akan terus mengacu pada lisensi yang relevan menggunakan nomenklatur yang berlaku sebelum tahun 2020. 34 WT/DS592/1. 35 WT/DS592/3. 36 WT/DS592/3. 37 WT/DS592/3. 38 UU No. 4/2009, (Bukti EU-1(b)), Pasal 103(1). Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 2.18. Peraturan ESDM No. 25/2018 memuat pasal-pasal relevan yang digugat oleh Uni Eropa sehubungan dengan 39 persyaratan untuk mengolah atau memurnikan bijih nikel di dalam negeri. Pertama, Pasal 17, yang berjudul “Penjualan Mineral Hasil Pengolahan dan/atau Pemurnian ke Luar Negeri ", menentukan dalam bagian yang relevan: (1) Pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian Mineral logam, Mineral bukan logam, atau batuan sebelum melakukan kegiatan penjualan ke luar negeri wajib terlebih dahulu melakukan Peningkatan Nilai Tambah melalui kegiatan Pengolahan dan/atau Pemurnian sesuai batasan minimum Pengolahan dan/atau Pemurnian tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini (2) Jenis komoditas tambang Mineral logam, Mineral bukan logam, atau batuan yang belum tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III hanya dapat dijual ke luar negeri setelah batasan minimum Pengolahan dan/atau Pemurniannya ditetapkan oleh 40 Menteri. 2.19. Kedua, Pasal 19(1) menyatakan bahwa pemegang IUP dan IUPK dapat melakukan penjualan ke luar negeri atas mineral logam tertentu yang telah memenuhi batas minimal pemurnian dan/atau mineral bukan logam yang telah memenuhi batas minimal pengolahan. Pasal 19(2) mengizinkan pihak lain yang mengolah dan/atau memurnikan mineral untuk melakukan penjualan ke luar negeri apabila telah memenuhi batas minimal pemurnian (untuk mineral logam) atau pengolahan (untuk mineral bukan logam). Pasal 19(3) membebaskan mineral yang digunakan untuk kepentingan dalam negeri serta penelitian dan pengembangan melalui penyerahan contoh mineral ke luar negeri 41 dari batas pengolahan dan pemurnian. 2.20. Terakhir, dalam Bab XV Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 pada bagian berjudul “Ketentuan Peralihan”, Pasal 46 memperbolehkan pemegang IUP dan IUPK untuk melakukan penjualan nikel ke luar negeri dengan kadar <1,7% (kurang dari satu koma tujuh persen). sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sampai dengan tanggal 11 Januari 2022 apabila penjualan tersebut dilakukan oleh pemegang izin yang telah atau sedang 42 membangun fasilitas pemurnian dan membayar bea keluar yang bersangkutan. Sebagaimana disebutkan dalam ayat 2.7 di atas, Pasal 1 ayat 2 Permen ESDM No. 11 Tahun 2019 menambahkan Pasal 62A Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 yang menghapus izin untuk melakukan penjualan nikel ke luar negeri dengan kadar <1,7% (kurang dari 43 satu koma tujuh persen) per 1 Januari 2020. 2.21. Undang-undang dan peraturan Indonesia membedakan antara "pengolahan" dan "pemurnian" atau 44 "penyulingan”. Indonesia juga telah menjelaskan bahwa istilah "pengolahan" memiliki dua arti. Dapat merujuk pada “segala kegiatan yang dilakukan untuk mengolah bijih” atau dapat dipahami sebagai “upaya peningkatan 45 kualitas Mineral yang menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang sama dengan Mineral asal”. Pengertian yang terakhir inilah yang dimaksud dengan digunakan dalam Peraturan ESDM No. 25/2018. Indonesia menegaskan bahwa meskipun beberapa mineral dapat diproses dan dimurnikan (seperti besi, mangan, atau 46 kromium) lainnya (seperti nikel atau bauksit) hanya dapat dimurnikan. Hal ini karena setiap perlakuan terhadap nikel akan mengakibatkan perubahan pada sifat fisik atau kimia. Panel mencatat bahwa meskipun Permen ESDM No. 25/2018 menggunakan istilah "pemurnian", UU No. 4/2009, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2020, mengacu pada "pemurnian". Indonesia telah mengklarifikasi bahwa perbedaan tersebut hanyalah masalah terjemahan dan bahwa istilah 'pemurnian' Bahasa Indonesia yang sama digunakan dalam kedua instrumen hukum 39 Pasal 16 Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 juga mengatur kewajiban bagi pemegang IUP dan IUPK untuk meningkatkan nilai tambah pertambangan mineral dan batubara termasuk melalui kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian mineral logam. Uni Eropa, bagaimanapun, tidak secara khusus menggugat Pasal 16. 40 Permen ESDM No. 25/2018, (Bukti EU-9(b)). 41 Permen ESDM No. 25/2018, (Bukti EU-9(b)). 42 Permen ESDM No. 25/2018, (Bukti EU-9(b)), Pasal 46. Menurut Pasal 46, "telah atau sedang membangun fasilitas Pemurnian” dapat berupa: a. membangun fasilitas Pemurnian sendiri; atau b. kerja sama untuk membangun fasilitas Pemurnian dalam bentuk: 1) kepemilikan saham secara langsung pada Badan Usaha pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian; atau 2) kepemilikan saham secara langsung pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian pada Badan Usaha pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi 43 Permen ESDM No. 11/2019, (Bukti EU-10(b)). 44 Tanggapan Indonesia pada pertanyaan Panel No. 66(a). Tanggapan Indonesia pada pertanyaan Panel No. 66(a) (mengacu pada Pasal 1(20) Permen ESDMNo. 25/2018). 46 Tanggapan Indonesia pada pertanyaan Panel No. 66(a). 45 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] tersebut. Panel, dengan demikian, memahami bahwa istilah penyulingan dan pemurnian dapat digunakan secara bergantian. Saat merujuk pada bukti atau argumen para pihak, Panel akan, oleh karena itu, menggunakan istilah yang muncul dalam bukti atau argumen. 2.22. Lampiran I Peraturan ESDM No. 25/2018 (direproduksi di bawah) menetapkan batas minimum pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 untuk setiap bijih atau mineral yang relevan. Ini berisi kolom untuk pemrosesan dan kolom terpisah untuk pemurnian, mengakui bahwa ini adalah dua fase produksi yang terpisah dan berbeda. Lampiran I Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 PEMBATASAN MINIMUM PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN KOMODITAS MINERAL LOGAM PERTAMBANGAN DI NEGARA Pengolahan Bijih/Or e Produk Kualitas Nikel dan/atau kobalt (proses peleburan ) Pemurnian Produk Nikel mate, logam paduan, logam nikel, dan logam oksida Saprolit; b. Limonit. a. Logam, logam oksida, logam sulfida, mix hydroxide/ sulfide precipitate , dan hydroxide nickel carbonate Nikel dan/atau kobalt (proses pelindian ) Limonit Paustinus Siburian | Kualitas a. Ni Mate, Ni ≥ 70%; b. Logam FeNi, Ni ≥ 8%; c. Nickel Pig Iron (NPI), 2%≤Ni<4%, dan Fe ≥ 75%; d. Nickel Pig Iron (NPI), Ni ≥ 4%; Logam Nikel, Ni ≥ 93%; dan/atau f. Nikel Oksida (NiO), Ni ≥ 65%. e. a. Logam Nikel, Ni ≥ 93%; b. Mix Hydroxide Precipitate (MHP), Ni ≥25%; c. Mix Sulfide Precipitate (MSP), Ni ≥ 45%; d. Hydroxide Nickel Carbonate (HNC), Ni ≥ 40%; Sulfat dan Nikel Sulfat Hidrat (NiSO4 dan NiSO4.xH2O), Ni ≥ 20%; f. Kobalt Sulfat dan Kobalt Sulfat Hidrat (CoSO4 dan CoSO4.xH2O), Co ≥ 19%; e. Nikel g. Nikel Klorida dan Nikel Klorida Hidrat (NiCl2 dan NiCl2.xH2O), Ni ≥ 20%; h. Kobalt Klorida dan Kobalt Klorida Hidrat (CoCl2 dan dan CoCl2.xH2O), Co ≥ 19%; i. Nikel Karbonat (NiCO3), Ni ≥ 40%; j. Kobalt Karbonat (CoCO3), Co ≥ 40%Co; k. Nikel Oksida (NiO), Ni ≥ 65%; l. Kobalt Oksida (CoO), Co ≥ 65%; m. Nikel Hidroksida (Ni(OH)2), Ni ≥ 50%; n. Kobalt Hidroksida (Co(OH)2), Co ≥ Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 50%; Nikel Sulfida (NiS), Ni ≥ 40%; p. Logam Kobalt, Co ≥ 93%; o. Kobalt Sulfida (CoS), Co ≥ 40%; dan/atau r. Logam Kromium, Cr ≥ 99%. q. Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Pengolahan Ore or Mineral Produk Kualitas b. Produk Kualitas A a. FeNi spon (Sponge FeNi), 2%≤Ni<4%, dan e ≥ 75%; Nikel dan/atau kobalt (proses reduksi) a. Pemurnian Logam paduan Saprolit; Limonit. . b. FeNi spon (Sponge FeNi), Ni ≥ 4%; . c. Luppen FeNi, 2% ≤ Ni < 4% dan Fe ≥ 75%; dan/atau . d. Luppen FeNi, Ni ≥ 4%; e. Nugget FeNi, 2% ≤ Ni < 4%, dan Fe ≥75%; dan/atau . f. Nugget FeNi, Ni ≥ 4%. . 2.23. Indonesia telah menegaskan bahwa kolom untuk "pengolahan" kosong karena nikel adalah mineral yang hanya 47 dapat dimurnikan atau dimurnikan. Indonesia lebih lanjut menegaskan bahwa produk hasil pemurnian atau pemurnian bijih nikel tidak lagi menjadi bijih nikel dan menjadi produk yang berbeda, seperti nickel pig iron, ferro 48 nickel dan nickel matte, yang diklasifikasikan dalam kode yang berbeda dalam Sistem Harmonisasi. Dengan demikian, setiap produk yang diekspor setelah mematuhi Permen ESDM No. 25/2018 bukanlah bijih nikel, melainkan bijih produk lain. 2.24. Dalam pengajuan tertulis pertamanya, Uni Eropa juga mengidentifikasi dan meminta temuan Pasal 66 49 Peraturan ESDM No. 7 Tahun 2020 sebagai salah satu instrumen hukum pelaksanaan DPR. Pasal 66 Peraturan ESDM No. 7 Tahun 2020 yang dalam subdivisi berjudul "Larangan" catatan bahwa pemegang IUP dan IUPK dilarang "menjual produk hasil Pertambangan ke luar negeri sebelum melakukan pengolahan dan/atau pemurnian di dalam 50 negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan…". 2.25. Regulasi ini tidak disebutkan secara eksplisit baik dalam permintaan konsultasi Uni Eropa maupun permintaan pembentukan panel. Indonesia menganggap bahwa "pencantuman Peraturan ESDM 7/2020 [dalam] proses ini akan 51 memperluas ruang lingkup dan mengubah esensi perselisihan ini". Panel akan menangani masalah ini di bagian 7.1 di bawah ini. 2.2 Aspek faktual lainnya 2.2.1 Nikel 2.26. Nikel adalah unsur logam alami. Nikel merupakan unsur paling umum kelima di bumi dan terdapat secara luas 52 53 dalam kerak dan inti bumi. Konsentrasi ekonomis nikel terdapat dalam endapan bijih jenis sulfida dan laterit. Nikel terdapat secara alami, terutama sebagai oksida, sulfida, dan silikat. Ada banyak bijih nikel berbeda yang 47 Indonesia menegaskan bahwa istilah yang relevan dalam Bahasa Indonesia ("pemurnian") diterjemahkan sebagai "pemurnian" dan "pemurnian". Lihat tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 66(a). 48 Nickel pig iron diproduksi dari bijih laterit tingkat rendah, dapat digunakan untuk memproduksi baja tahan karat seri 200-nikel rendah dan hanya mengandung 3-5% nikel dan konsentrasi sulfur dan fosfor yang lebih tinggi daripada feronikel. Feronikel adalah paduan yang biasanya diproduksi dengan peleburan langsung bijih laterit yang mengandung 20-38% nikel. Nikel matte adalah produk antara metalurgi nikel yang mengandung sekitar 70% nikel dan digunakan dalam pembuatan logam halus. Ini diproduksi dalam peleburan dan terdiri dari campuran nikel dan besi sulfida. Kode HS untuk bijih nikel, nikel pig iron, feronikel dan nikel matte masing-masing adalah 260400, 720150, 720260, dan 750110. Lihat Mineral UK, "Nickel", British Geological Survey, Natural Environment Research Council, (September 2008), (Bukti IDN-12), hal. 10; dan tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 66(c). 49 Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 36. Lihat juga, tanggapan Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 22. 50 Permen ESDM No. 7/2020 (Bukti EU-12(b)). 51 Komentar Indonesia atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 72. 52 Nickel Institute, "About nickel", (diakses terakhir 20 Agustus 2021), (Bukti IDN-11). 53 Nickel Institute, "About nickel", (diakses terakhir 20 Agustus 2021), (Bukti IDN-11) mencatat bahwa Komite Standar Pelaporan Internasional Cadangan Mineral mendefinisikan sumber daya mineral sebagai "konsentrasi atau kemunculan bahan padat yang memiliki kepentingan ekonomi di atau di kerak bumi dalam bentuk, tingkat atau kualitas sedemikian rupa sehingga ada prospek yang masuk akal untuk ekstraksi ekonomi pada akhirnya". Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] membutuhkan berbagai teknik untuk mengekstraksi nikel. Peningkatan teknologi dalam penambangan, peleburan, dan pemurnian, serta peningkatan kapasitas memungkinkan pemanfaatan bijih nikel kadar rendah. Oleh karena itu, penurunan kadar bijih tidak selalu merupakan tanda berkurangnya sumber daya, tetapi merupakan cerminan dari 54 inovasi dan peningkatan yang dilakukan dalam penambangan dan proses teknologi. Pada dasarnya, pengembangan teknologi dapat membuat pengolahan nikel kadar rendah menjadi ekonomis, sehingga dapat memperluas cadangan nikel yang layak secara ekonomi. Oleh karena itu, perubahan jenis teknologi pengolahan yang beroperasi di suatu 55 negara dapat mengakibatkan perubahan volume cadangan mineralnya. 2.27. Australia, Indonesia, Afrika Selatan, Federasi Rusia, dan Kanada menyumbang lebih dari 50% sumber daya nikel 56 57 global. Indonesia menyumbang seperempat dari keseluruhan cadangan global dan merupakan produsen nikel terbesar di dunia, dengan kontribusi produksi terhadap dunia sebesar 800.000 ton, yaitu 29,6% dari produksi dunia, 58 pada tahun 2019. Filipina dan Federasi Rusia bergabung dengan Indonesia dalam tiga besar negara penghasil nikel 59 yang menyediakan sekitar setengah dari pasokan nikel dunia. Indonesia diperkirakan akan mendominasi produksi bijih nikel hingga tahun 2040. Beberapa proyek pemurnian nikel dengan kapasitas gabungan sebesar 0,42 Mt per 60 tahun pada tahun 2020 sedang dibangun di Indonesia. 2.28. Produksi dan ekspor bijih nikel di Indonesia pada periode 2010-2020 ditunjukkan pada Gambar 1 di bawah ini. Gambar 1: Produksi dan ekspor bijih nikel Indonesia (2010-2020) Sumber: Laporan ESDM 2021 Sayoga Gautama, (Bukti IDN-15, Gambar 5, hlm. 5; dan Bukti IDN-24) 2.29. Selama dua dekade terakhir, pasar nikel telah meningkat total produksinya dari 1,1 juta ton pada tahun 2000 61 menjadi 2,4 juta ton pada tahun 2019. Pertumbuhan ini sebagian besar disebabkan oleh pesatnya peningkatan permintaan baja tahan karat. Dari tahun 2010-2021 permintaan nikel untuk produksi baja nirkarat meningkat lebih 62 dari dua kali lipat. Pada tahun 2020, 73% konsumsi nikel global dengan penggunaan pertama adalah untuk 63 produksi baja nirkarat, sementara 8% digunakan untuk memproduksi baterai. 54 Nickel Institute, "About nickel", (diakses terakhir 20 Agustus 2021), (Bukti IDN-11). Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 9(b). 56 Nickel Institute, "About nickel", (diakses terakhir 20 Agustus 2021), (Bukti IDN-11). 57 The White House, Building Resilient Supply Chains, Revitalizing American Manufacturing, and Fostering Broad-Based Growth – 100-day Reviews under Executive Order 14017 (June 2021), Washington, (Bukti IDN-26), hal. 99. 58 ESDM, Pedoman Pertambangan Indonesia (2020), (Bukti IDN-1), hal. 52. 59 IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 30. 60 The White House, Building Resilient Supply Chains, Revitalizing American Manufacturing, and Fostering Broad-Based Growth – 100-day Reviews under Executive Order 14017 (June 2021), Washington, (Bukti IDN-26), hal.100. 61 INSG, "Production, Usage and Price", tersedia di https://insg.org/index.php/aboutnickel/production-useage/ (diakses terakhir pada 20 Agustus 2021), (Bukti IDN-21). Lihat juga, The White House, Building Resilient Supply Chains, Revitalizing American Manufacturing, and Fostering BroadBased Growth – 100-day Reviews under Executive Order 14017 (June 2021), Washington, (Bukti IDN-26), hal. 99. 62 J. Fraser, J. Anderson, J. Lazuen, et al., Study on future demand and supply security of nickel for electric vehicle battery, Publications Office of the European Union, Luxembourg, 2021, (Bukti IDN-22), p .1. 55 63 Macquarie, Commodities Outlook, M. Garvey dan J. Lennon, Maret 2021, (Bukti EU-27), hal. 3. Lihat juga IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 144; dan J. Fraser, J. Anderson, J. Lazuen, Y. Lu, O. Heathman, N. Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 2.30. Diperkirakan permintaan nikel dunia akan meningkat karena penggunaan nikel dalam produksi baterai lithium64 ion, yang merupakan komponen penting dalam kendaraan listrik dan penyimpanan stasioner. Dalam hal ini, beberapa laporan memperkirakan konsumsi nikel global sebesar penggunaan pertama akan sangat meningkat di 65 tahun-tahun mendatang, sebagai akibat meningkatnya permintaan dari baja tahan karat dan produksi baterai EV. Kombinasi permintaan dari produksi baja tahan karat dan kendaraan listrik dan penyimpanan baterai dapat 66 meningkatkan permintaan nikel antara 20-25 kali dengan 2040, 2.31. The increasing demand for nickel in recent years finds reflection in the nickel price, which increased from 11,526 USD per dry metric tonne (dmt) in 2017 to 13,558 USD/dmt in 2019.67 The drop in 2020 is probably due to the impact of the COVID-19 pandemic on nickel demand (e.g. less need for stainless steel because of construction projects in standby).68 Figure 2 below summarizes nickel price trends from 1991 to 2021: 2.31. Meningkatnya permintaan nikel dalam beberapa tahun terakhir tercermin dari harga nikel yang meningkat dari 67 USD11.526 per metrik ton kering (dmt) pada tahun 2017 menjadi USD13.558/dmt pada tahun 2019. Penurunan pada tahun 2020 kemungkinan disebabkan oleh dampak COVID-19 pada permintaan nikel (misalnya kurangnya 68 kebutuhan akan stainless steel karena proyek-proyek komnstruksi standby). Bagan di bawah meringkas tren harga nikel dari 1991 sampai 2021: Gambar 2: Tren harga nikel (1991-2021) Sumber: London Metal Exchange dan Shanghai Futures Exchange (Bukti IDN-21) 2.32. Secara global, rantai nilai nikel mendukung banyak pekerjaan, mulai dari penambangan hingga penggunaan 69 akhir dan daur ulang. Brewster, J. Bedder, M. Oliver, Study on future demand and supply security of nickel for electric vehicle batteries, Publications Office of the European Union, Luxembourg, 2021, (Bukti IDN-22), hal. 11 dan 56. 64 KESDM, Pedoman Pertambangan Indonesia (2020), (Bukti IDN-1), hal. 33. Lihat juga IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 26 dan 28; dan The White House, Building Resilient Supply Chains, Revitalizing American Manufacturing, and Fostering Broad-Based Growth – 100-day Reviews under Executive Order 14017 (June 2021), Washington, (Bukti IDN-26), hal.99-100. 65 Menurut Macquarie, konsumsi nikel global dengan penggunaan pertama akan meningkat sekitar 80% (4,3 mt pada tahun 2030 versus 2,4 mt pada tahun 2020), dan 57% akan digunakan untuk produksi baja tahan karat dan 30% untuk produksi baterai. Untuk bagiannya, IEA memperkirakan bahwa "EV dan penyimpanan baterai ... akan mengambil alih baja tahan karat sebagai pengguna akhir nikel terbesar pada tahun 2040". Lihat Macquarie, Commodities Outlook, M. Garvey and J. Lennon, Maret 2021, (Bukti EU-27), hal. 3, dan IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 5. Panel mencatat bahwa beberapa pameran mengacu pada metrik ton sementara yang lain mengacu pada imperial ton. Ini bukan masalah perbedaan ejaan belaka. Satu metrik ton adalah 1.000 kilogram sedangkan satu ton kekaisaran adalah 2.240 pound (sekitar 1.016 kilogram). Untuk alasan ini, Panel akan terus menggunakan terminologi sebagaimana disajikan dalam pameran atau pengajuan dan tidak berusaha menyelaraskan terminologi. 66 IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 8. 67 Kementerian ESDM, Pedoman Pertambangan Indonesia (2020), (Bukti IDN-1), hal. 55. 68 INSG, "Production, Usage and Price", tersedia di https://insg.org/index.php/aboutnickel/production-usage/ (terakhir diakses pada 20 Agustus 2021), (Bukti IDN-21). 69 Nickel Institute, “About nickel”, (diakses terakhir 20 Agustus 2021), (Bukti IDN-11). Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 2.2.2 Pertambangan nikel di Indonesia 2.2.2.1 Kerangka hukum dan kebijakan kegiatan pertambangan 2.33. Pertambangan di Indonesia diatur oleh beberapa instrumen hukum tentang berbagai masalah mulai dari perlindungan lingkungan, air dan kehutanan, kebijakan konservasi sumber daya, mekanisme pelaporan sumber daya 70 dan cadangan hingga sertifikasi bahan baku, reklamasi lahan, dan kegiatan pascatambang. 2.34. UU No. 4/2009 menetapkan kerangka peraturan mendasar untuk pertambangan mineral dan batubara di 71 Indonesia. Undang-undang ini menetapkan rezim pemberian izin dan izin untuk kegiatan pertambangan. Pada tahun 2014, berdasarkan Undang-Undang Pemda No. 23/2014, kewenangan penerbitan izin pertambangan dialihkan dari pemerintah pusat ke gubernur daerah. Pada tahun 2020, setelah disahkannya UU No. 3 Tahun 2020, yang 72 mengubah UU No. 4 Tahun 2009, kewenangan izin pertambangan dikembalikan lagi ke pemerintah pusat. 2.35. Dalam pembukaannya, UU No. 4 Tahun 2009 menekankan pentingnya peran industri pertambangan dalam memberikan nilai tambah yang nyata bagi perekonomian nasional. Juga ditetapkan bahwa pengelolaan pertambangan mineral akan dilakukan "berpihak pada kepentingan nasional" dan dari pendekatan "berkelanjutan 73 dan berwawasan lingkungan". Sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut, UU No. sumber daya mineral seperti "menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan", "memastikan ketersediaan bahan galian... sebagai bahan baku dan/atau sumber energi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri", dan “mendukung dan mengembangkan kemampuan nasional agar mampu bersaing dengan negara 74 lain…”. 2.36. Indonesia juga mengatur kegiatan pertambangan terkait dengan dampaknya terhadap lingkungan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mulai berlaku 75 pada tanggal 3 Oktober 2009. Undang-undang ini mewajibkan bisnis yang dapat menimbulkan dampak lingkungan 76 yang signifikan, seperti perusahaan pertambangan, menyiapkan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Beberapa tujuan UU No. 32/2009 menyangkut "penguasaan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana"; 77 "realisasi[asi] ... pembangunan berkelanjutan"; dan "antisipasi[] setiap isu global tentang lingkungan". 2.37. Terakhir, selain perangkat hukum yang mengatur industri, kegiatan pertambangan pada umumnya dan pertambangan nikel pada khususnya, menjadi fokus penting kebijakan industri Indonesia. Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional 2015-2035 (RIPIN) menetapkan 10 industri prioritas untuk periode 2015-2035. Salah satu industri prioritas tersebut adalah industri dasar mineral logam dan bukan logam. RIPIN tersebut menjabarkan 11 strategi untuk mencapai visi dan misi pembangunan industri nasional. Dua dari 11 strategi tersebut menyangkut pengembangan industri hulu dan antara berbasis sumber daya alam; dan pengendalian ekspor bahan 78 mentah dan sumber daya energi. RIPIN menetapkan tahap pertama untuk periode 2015-2019. Pada fase pertama ini peningkatan nilai tambah sumber daya alam di industri hulu berbasis pertanian, mineral, dan pengolahan minyak 79 mengambil peran penting. Meskipun tidak mengikat secara hukum, RIPIN menggambarkan tujuan industrialisasi 70 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 7 dan Gambar 10. Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 154. 72 72 Laporan Pakar Tambahan Sayoga Gautama, 17 Maret 2022, (Bukti IDN-109), hal. 1-2. 73 UU No. 4/2009, (Bukti EU-1(b)), Pasal 2(b) dan (d). 74 UU No. 4/2009, (Bukti EU-1(b)), Pasal 3(b), (c), dan (d). Preferensi yang diberikan pada kebutuhan dalam negeri juga tercermin dalam salah satu langkah implementasi pertama UU No. 4/2009. Lihat Peraturan Pemerintah No. 23/2010 sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 24/2012, (Bukti EU-3(b)), Pasal 84. Dalam pembelaannya berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994, Indonesia secara khusus mengacu pada Pasal 96(c) dan (d) UU No. 4/2009. 75 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 161. 76 AMDAL terdiri dari analisis mengenai dampak lingkungan, rencana pengelolaan lingkungan, dan rencana pemantauan lingkungan. Dalam hal AMDAL tidak diperlukan, dokumen lain seperti dokumen upaya pengelolaan lingkungan dan dokumen upaya pemantauan lingkungan umumnya diperlukan. Lihat INSG, Laporan Produksi dan Penggunaan Nikel di Indonesia, Februari 2020, (Bukti IDN-13 (direvisi)), hal. 57; dan PWC, "Mining in Indonesia", Investment and Taxation Guide, edisi ke-11, Juni 2019, (Bukti IDN-7), hal. 143. 77 UU No. 32/2009, (Bukti IDN-53), Pasal 3. Dalam pembelaannya berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994, Indonesia secara khusus mengacu pada Pasal 57 UU No. 32/2009. 78 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035, (Bukti EU-17 (rev)), Bab I, hal. 18. Panel mencatat bahwa Uni Eropa pada awalnya mengajukan pameran ini dalam bahasa non-resmi WTO dan memberikan ringkasan dalam bahasa Inggris tentang ketentuan-ketentuan utama yang relevan dalam Bukti EU-19. Uni Eropa mengajukan versi revisi Bukti EU-17 dengan tanggapannya terhadap pertanyaan Panel setelah sidang kedua. Versi revisi ini mencakup terjemahan ke dalam bahasa Inggris dari kutipan yang relevan dari dokumen aslinya. 79 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035, (Bukti EU-17 (rev)), Bab II, 71 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] pemerintah Indonesia secara keseluruhan untuk periode yang relevan. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2018 tentang Kebijakan Industri Nasional (2015-2019) menjabarkan target pengamanan pasokan dan distribusi sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, barang setengah jadi, energi, dan sumber daya air bagi industri 80 nasional Indonesia. 2.38. RIPIN tersebut lebih lanjut menjabarkan program-program yang akan dilaksanakan Pemerintah Indonesia untuk menjamin ketersediaan sumber daya alam bagi pembangunan industri, khususnya yang berbasis pertambangan mineral, batubara, minyak dan gas, serta pertanian. Salah satu programnya berkaitan dengan pelarangan atau pembatasan ekspor sumber daya alam yang diperlukan untuk rencana pemanfaatan dan kebutuhan 81 perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri. 2.2.2.2 Jenis bijih nikel dan cadangannya 2.39. Dua langkah yang dipersoalkan, yakni larangan ekspor dan DPR, menyangkut produk yang sama: bijih nikel. Bijih didefinisikan sebagai "[a] bahan padat alami yang mengandung logam berharga atau berguna dalam jumlah 82 tertentu dan dalam kombinasi kimia sedemikian rupa sehingga ekstraksinya menguntungkan" atau "batuan atau 83 tanah dari mana logam dapat diperoleh". Pada tahun 2021 pertambangan nikel (termasuk kegiatan smelter) di 84 Indonesia mewakili [[***]] dari produk domestik bruto (PDB) dan [[***]] dari total lapangan kerja. Di daerah tertentu di Indonesia di mana pertambangan nikel sebagian besar terjadi itu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap produk domestik regional bruto (PDRB). Pada tahun 2020, pertambangan nikel (termasuk pemurnian dan 85 pemurnian) menyumbang 27% PDRB Sulawesi Tenggara, 41% PDRB Sulawesi Tengah, dan 23% PDRB Maluku Utara. 2.40. Bijih nikel berasal dari dua jenis endapan: endapan sulfida dan endapan laterit. Sumber daya nikel Indonesia 86 sebagian besar adalah jenis laterit karena “terbentuk melalui pelapukan pada suhu tinggi dan iklim lembab”. Bijih laterit terbagi menjadi bijih limonit (tanah bagian atas lebih lapuk) dan saprolit (tanah bagian bawah kurang lapuk). 87 Bijih saprolit memiliki kadar nikel yang lebih tinggi dibandingkan limonit. 2.41. Berkenaan dengan cadangan nikel Indonesia, istilah "cadangan mineral" mengacu pada "bagian yang dapat 88 ditambang secara ekonomis dari sumber daya mineral terukur dan/atau tertunjuk". Cadangan mineral dibagi menjadi cadangan yang mungkin atau terbukti tergantung pada tingkat kepercayaan yang lebih rendah atau lebih 89 tinggi faktor pengubah. Cadangan terduga adalah "bagian yang secara ekonomis dapat ditambang dari Sumber 90 Daya Mineral Tertunjuk, dan dalam beberapa keadaan, Sumber Daya Mineral Terukur. Keyakinan terhadap Faktor bagian B, hal. 20. Lihat penjelasan di atas tentang pengajuan versi revisi Bukti EU-17 oleh Uni Eropa. 80 Perpres No. 2 Tahun 2018, Kebijakan Industri Nasional (2015-2019), (Bukti EU-18 (rev)), p. 21. Panel mencatat bahwa Uni Eropa pada awalnya mengajukan bukti ini dalam bahasa non-resmi WTO dan memberikan ringkasan dalam bahasa Inggris tentang ketentuan-ketentuan utama yang relevan dalam Bukti EU-19. Uni Eropa mengajukan versi revisi Bukti EU-18 dengan tanggapannya terhadap pertanyaan Panel setelah sidang kedua. Versi revisi ini mencakup terjemahan ke dalam bahasa Inggris dari kutipan yang relevan dari dokumen aslinya. 81 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035, (Bukti EU-17 (rev)), hal. 53-54. Lihat penjelasan di atas tentang pengajuan versi revisi Bukti EU-17 oleh Uni Eropa. 82 Oxford English Dictionary Online, di https://www.oed.com/search?searchType=dictionary&q=ore&_searchBtn=Search 83 Cambridge Dictionary Online, di https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/ore 84 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 101. 85 Lihat pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 109, mengacu pada BPS, Unggul “PDRB Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara”, (Bukti IDN-100). 86 86 IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 144 dan 146; J. Fraser, J. Anderson, J. Lazuen, Y. Lu, O. Heathman, N. Brewster, J. Bedder, M. Oliver, Study on future demand and supply security of nickel for electric vehicle batteries, Publications Office of the European Union, Luxembourg, 2021, (Bukti IDN-22), hal. 23; dan WALHI, Study report on Environmental Conditions around Coastal Sea near the Mining Area due to the Nickel Industry in Morowali regency. Central Sulawesi, Kolaka and North Konawe Regencies, Southeast Sulawesi (2021), (Bukti IDN-68), hal. 15 87 IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 144 88 CRIRSCO, Standard Definitions and International Report Template, October 2012, (Bukti IDN-42), hlm. 3-5. "Sumber daya mineral" pada gilirannya didefinisikan sebagai "konsentrasi atau kemunculan bahan padat yang memiliki kepentingan ekonomi di dalam atau di kerak bumi dalam bentuk, kadar atau kualitas dan kuantitas sedemikian rupa sehingga terdapat prospek yang masuk akal untuk ekstraksi ekonomi pada akhirnya". Suatu "Sumber Daya Mineral Tertunjuk" adalah "bagian dari Sumber Daya Mineral yang kuantitas, kadar atau kualitas, kerapatan, bentuk dan karakteristik fisiknya diperkirakan dengan keyakinan yang cukup untuk memungkinkan penerapan Faktor Pengubah secara cukup rinci untuk mendukung perencanaan tambang dan evaluasi kelayakan ekonomi dari deposit". Jenis sumber daya mineral ini "memiliki tingkat kepercayaan yang lebih rendah daripada yang diterapkan pada Sumber Daya Mineral Terukur dan hanya dapat dikonversi menjadi Cadangan Mineral Terkira". Sumber Daya Mineral Terukur adalah “bagian dari Sumber Daya Mineral yang kuantitas, kadar atau kualitasnya, Definisi serupa dari "cadangan mineral" dan "sumber daya mineral" dapat ditemukan dalam Bukti IDN-37, p. 7; IDN-5, dan IDN-108. 89 Faktor pengubah adalah "pertimbangan yang digunakan untuk mengubah Sumber Daya Mineral menjadi Cadangan Mineral. Ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada, faktor pertambangan, pengolahan, metalurgi, infrastruktur, ekonomi, pemasaran, hukum, lingkungan, sosial dan pemerintahan". Lihat CRIRSCO, Standard Definitions and International Report Template, October 2012, (Bukti IDN-42), hal. 3. 90 CRIRSCO, Standard Definitions and International Report Template, October 2012, (Bukti IDN-42), p. 5. Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Pengubah yang diterapkan pada Cadangan Mineral Terkira lebih rendah daripada yang diterapkan pada Cadangan Mineral Terbukti ." Cadangan Terbukti adalah "bagian Sumber Daya Mineral Terukur yang dapat ditambang secara 91 ekonomis. Cadangan Mineral Terbukti menyiratkan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap Faktor Pengubah". 2.42. Panel mencatat bahwa bukti dalam catatan memberikan perkiraan yang berbeda mengenai tingkat cadangan nikel di Indonesia. Perbedaan tersebut mungkin disebabkan, antara lain, oleh nilai ekonomi yang dikaitkan dengan 92 limonit dan bijih nikel saprolit kadar rendah (LGSO). Dalam argumentasinya, Indonesia menegaskan bahwa hanya cadangan bijih saprolit kadar tinggi (HGSO) yang dapat ditambang secara ekonomis dan, oleh karena itu, hanya bijih 93 yang relevan untuk perhitungan cadangan. Selain itu, sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) Edisi 2019 94 dan Kode KCMI Indonesia Edisi 2017 oleh Kombers KCMI IAGI-PERHAPI dan CRIRSCO, Indonesia hanya termasuk dalam cadangannya yang dilaporkan oleh pemegang IUP dan IUPK, sebagai bagian dari permohonan izin 95 pertambangan, yang diverifikasi oleh Orang yang Berkompeten. Seorang "Orang Yang Berkompeten" didefinisikan sebagai profesional industri mineral dengan setidaknya lima tahun pengalaman yang relevan di gaya mineralisasi 96 atau jenis endapan yang dipertimbangkan dan dalam kegiatan yang dilakukan orang tersebut. 2.43. Tabel berikut merangkum perkiraan cadangan (dalam juta ton) yang diberikan kepada Panel: Table 1: Estimates of Indonesian nickel ore reserves (in million tonnes) (2012-2020) Year → 2012 2013 2014 2015 Source ↓ Mining Guidance 3.19 of 2020 IDN-1 Maryono Report IDN[[***]] [[***]] [[***]] [[***]] 97 18(BCI) (only HGSO reserves) USGS 3.9 3.9 4.5 4.5 98 IDN-20 MEMR / 2.5– 3.9 2.4 2.6 Indonesia's prov. prov./ prov./ prov./ Geological / 18.9 46.9 18.9 Agency 19.1– prob. prob. prob. 99 IDN-48 prob. Prov.= proven reserves; Prob. = probable reserves 2016 2017 2018 2019 3.15 3.16 3.57 4.59 [[***]] [[***]] [[***]] [[***]] [[***]] 4.5 4.5 21 21 21 37 prov./ 39.7 prob 17 prov. /54.2 prob 20.9 prov. / 48.4 prob 4.2 prov./ 44.2 prob. 22.5 prov. / 39.7 prob. 2020 2.2.2.3 Ekstraksi dan pemurnian bijih nikel 91 CRIRSCO, Standard Definitions and International Report Template, October 2012, (Bukti IDN-42), Panel mencatat bahwa para pihak mempersengketakan nilai ekonomi bijih nikel saprolit kadar rendah dan bijih nikel limonit. Indonesia tidak memasukkan bijih saprolit kadar rendah dan bijih nikel limonit dalam perkiraan cadangannya karena menganggap hanya bijih saprolit kadar tinggi yang memiliki nilai ekonomis sedangkan Uni Eropa mencatat bahwa bijih saprolit kadar rendah dan bijih nikel limonit dapat diproses menggunakan proses hidrometalurgi. Lihat pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 118; dan pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 98. 93 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 118; Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 16 dan 38. Lihat juga Laporan Maryono, (Bukti IDN-18 (BCI)), hlm. 18-19. 94 Badan Standardisasi Nasional, Standar Nasional Indonesia (SNI), 2019 edn. (Bukti IDN-37) dan Kode KCMI IAGI-PERHAPI, Komite Bersama Indonesia untuk Cadangan Mineral KCMI – Kode, 2017 edn. (Bukti IDN-38). 95 Surat Edaran Dirjen ESDM No. 741 Tahun 2021 Tentang Pelaksanaan Penggunaan Orang Berkompeten Dalam Pendugaan Sumberdaya dan Cadangan Mineral dan Batubara, (Bukti IDN-97), hal. 3. Tidak menggunakan Competent Person mengakibatkan sanksi dan tidak disetujuinya RKAP. 96 CRIRSCO, Definisi Standar dan Templat Laporan Internasional, Oktober 2012, (Bukti IDN-42), hlm. 2-3. 97 Estimasi cadangan ini hanya mencakup bijih saprolit kadar tinggi (HGSO). Lihat Laporan Maryono, (Bukti IDN-18 (BCI)), hal. 21. 98 Bukti ini adalah satu-satunya sumber yang berisi perkiraan untuk tahun 2010 dan 2011. Perkiraan tersebut – 3,9 juta ton – sama dengan perkiraan untuk tahun 2012. Lihat USGS, Excel dari "Cadangan Nikel", (Bukti IDN-20), hal.1. 99 Perkiraan cadangan ini meliputi bijih limonit, bijih saprolit kadar rendah (LGSO), dan bijih saprolit kadar tinggi (HGSO) berdasarkan laporan pemegang izin pertambangan. Lihat pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 117. 92 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 100 2.44. Ekstraksi bijih nikel dari endapan laterit biasanya dilakukan melalui teknik penambangan terbuka atau strip. Pada dasarnya, ini adalah latihan pemindahan tanah yang membutuhkan lebih banyak pembukaan lahan daripada penggalian vertikal. Hal ini membuat lahan pertambangan nikel menjadi intensif dan memfasilitasi pengembangan tambang nikel kecil di mana operasi penambangan dilakukan dengan menggunakan teknik "relatif mentah", dengan dampak selanjutnya yang lebih tinggi terhadap lingkungan, terutama dalam hal penggundulan hutan dan polusi 101 air. 2.45. Kegiatan penambangan nikel pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut: (i) Pembukaan lahan; (ii) Pengupasan dan penimbunan tanah pucuk (limonit merah) untuk digunakan nanti untuk reklamasi area bekas tambang, (iii) Pengupasan lapisan penutup (limonit kuning) dan ditimbun di area penimbunan lapisan penutup; (iv) Pengupasan bijih saprolit, sasaran utama tambang nikel, sebagai produk run-of-mine; dan (v) Reklamasi area bekas 102 tambang. Gambar 3: Profil lengkap nikel laterit Sumber: Laporan Maryono, (Bukti IDN-18(BCI)), hal. 13. 2.46. Karena endapan bijih nikel laterit tidak menghasilkan panas reaksi yang sama seperti endapan nikel sulfida, teknik pemrosesan pirometalurgi seperti tanur listrik tanur putar (RKEF), yang intensif energi, biasanya digunakan, khususnya terkait HGSO. Dalam proses pirometalurgi ini, "bijih kering dilebur dalam tanur listrik dengan karbon sebagai zat pereduksi" dan panas diperlukan "untuk menghilangkan kelembapan bebas dan air gabungan selain 103 kalsinasi dan peleburan". Mengenai pemrosesan LGSO dan bijih limonit, metode hidrometalurgi seperti proses 104 Caron dan Pelindian Asam Tekanan Tinggi (HPAL) biasanya digunakan. Angka tersebut merangkum dua teknik 100 Clean Technica, Citra Indonesia di "Electric Vehicles: The Dirty Nickel Problem", (Bukti IDN-66), tersedia di: https://cleantechnica.com/2020/09/27/electric-vehicles-the-dirty-nickel- problem/ (terakhir diakses 20 Agustus 2021), (Bukti IDN-65). 101 UNCTAD, Lessons from Indonesia's ban on nickel exports, Background document, (Bukti IDN-23), p. 12. Laporan Sayoga Gautama, (Bukti IDN-15), hlm. 2-3 103 Minerals UK, "Nickel", British Geological Survey, Natural Environment Research Council, (September 2008), (Bukti IDN-12), hal. 8. Proses pirometalurgi juga dapat melibatkan penggunaan belerang, jika diperlukan matte. Proses ini diselesaikan dengan pemurnian lebih lanjut untuk menghasilkan feronikel atau matte. 104 Proses Caron melibatkan "reduksi selektif dari bijih dan pelindian amonia". Ini lebih intensif energi daripada HPAL "karena mencakup tahap pengeringan, kalsinasi, dan reduksi". HPAL melibatkan "pemanasan awal bubur bijih dan pencucian dengan asam sulfat pekat pada suhu dan tekanan tinggi". Nikel diubah menjadi "garam sulfat terlarut yang diperoleh kembali dari bubur dalam sirkuit dekantasi arus balik (CCD). CCD melibatkan beberapa tahap pencucian residu dan pemulihan nikel terlarut ... dalam cairan. Asam yang tersisa dalam cairan ini adalah dinetralkan menggunakan bubur batu kapur, menghasilkan endapan gipsum. Nikel dan sulfida lainnya diendapkan pada tahap berikutnya, melalui reaksi dengan hidrogen sulfida yang disuntikkan. Logam sulfida campuran ini disempurnakan melalui pencucian ulang dengan oksigen pada tekanan tinggi, kemudian menghilangkan besi dan tembaga menggunakan reaksi kimia dengan amonia dan udara, dan sulfida, berturut-turut. Amonia anhidrat dan amonium sulfat ditambahkan ke dalam larutan nikel yang dipanaskan sebelumnya, hidrogen dimasukkan di bawah tekanan tinggi dan nikel diendapkan. Lihat Minerals UK, "Nickel", British Geological Survey, Dewan Riset Lingkungan Hidup, (September 2008), (Bukti IDN-12), hlm. 8-9. 102 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] pemrosesan ini. Gambar 4: Proses smelter Caron dan HPAL Sumber: Minerals UK, "Nickel", British Geological Survey, Natural Environment Research Council, (September 2008), (Bukti IDN-12, p. 9) 2.47. Pada saat Panel dibentuk, seluruh fasilitas smelter di Indonesia menggunakan proses pyrometalurgi yaitu RKEF. Indonesia telah memastikan bahwa pabrik HPAL pertama di Indonesia belum beroperasi pada saat analisis Panel ini. Meskipun berbagai sumber memberikan perkiraan yang berbeda mengenai kapan pembangkit HPAL akan 105 beroperasi, Indonesia mengatakan kepada Panel bahwa [[***]] pembangkit akan beroperasi mulai [[***]]. Indonesia mengharapkan peningkatan yang signifikan dalam jumlah mengoperasikan fasilitas RKEF di tahun-tahun 106 Hal ini akan menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam jumlah fasilitas pemurnian dalam mendatang. 107 beberapa tahun ke depan. 2.2.2.4 Dampak lingkungan dari pertambangan nikel 2.48. Kegiatan pertambangan pada umumnya dan pertambangan nikel pada khususnya berdampak pada lingkungan. Sebagaimana disebutkan di atas, endapan nikel di Indonesia sebagian besar bersifat laterit, yang memerlukan 108 penambangan terbuka atau strip mining untuk mengekstraksi bijih nikel. Jenis penambangan ini memerlukan pembukaan lahan yang ekstensif, pengupasan tanah lapisan atas dan tanah penutup (batuan atau lapisan tanah yang menutupi sumber daya mineral yang harus ditimbun) dan pengupasan bijih saprolit yang merupakan objek utama penambangan nikel. Hal ini menghasilkan dampak lingkungan yang negatif terhadap lanskap, sumber daya air, kualitas udara, dan emisi. Pengelolaan limbah juga menjadi tantangan bagi semua pelaku bisnis pertambangan, termasuk pemerintah. 105 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 100. Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 100 (peningkatan [[***]] oleh [[***]]). 107 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 42. Panel mencatat, bagaimanapun, bahwa beberapa bukti dalam berkas menunjukkan bahwa mungkin ada 30 smelter pada tahun 2024 atau [[***]] smelter pada tahun 2023. Lihat KESDM, I Pedoman Pertambangan Indonesia (2020), (Bukti IDN-1), hal. 143; dan Laporan Maryono, (Bukti IDN-18(BCI)), hal. 30, masing-masing. 108 Lihat para. 2.40 di atas. Lihat juga A. van der Ent, A.J.M. Baker, M.M.J. van Balgooy, A. Tjoa, "Ultramafic nickel laterites in Indonesia (Sulawesi, Halmahera): Mining, nickel hyperaccumulators and opportunities for phytomining", Journal of Geochemical Exploration, Vol. 128 (2013), (Bukti IDN-4); dan Clean Technica, Image of Indonesia at "Electric Vehicles: The Dirty Nickel Problem", (Bukti IDN-66), tersedia di: https://cleantechnica.com/2020/09/27/electric-vehicles-the-dirty-nickel-problem/ (terakhir diakses pada 30 August 2021). 106 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 2.49. Dampak lingkungan utama dari penambangan nikel laterit adalah gangguan lahan karena ekstraksi nikel jenis ini memerlukan pembersihan pohon, tanaman, dan tanah lapisan atas dari area penambangan. Ini mengakibatkan penggundulan hutan, hilangnya keanekaragaman hayati, erosi dan kontaminasi tanah, perusakan lahan pertanian 109 dan polusi air melalui sedimen yang tersapu dari tanah lapisan atas yang lepas saat hujan. 2.50. Sumber daya air juga sangat terpengaruh oleh kegiatan penambangan nikel, baik dari segi penggunaan intensif maupun risiko pencemaran. Pengolahan mineral memerlukan volume air yang besar dari eksplorasi hingga 110 pengolahan, yang mengurangi ketersediaan air untuk keperluan lain. Selanjutnya, penambangan nikel juga dapat 111 112 menjadi sumber pencemaran air, misalnya. melalui drainase asam tambang atau pembuangan air limbah. Pencemaran air sangat relevan pada tahap pemrosesan, di mana metode penggilingan, penggilingan, dan 113 pemekatan menghasilkan limbah beracun yang kaya akan logam berat dan bahan kimia. Lingkungan laut juga terkena dampak negatif dari aktivitas pertambangan karena sedimentasi , pembuangan air limbah, dan fasilitas laut 114 dalam untuk menyimpan tailing. 2.51. Pengelolaan limbah masih menjadi tantangan di bidang pertambangan. Limbah meliputi overburden, batuan sisa (material tidak ekonomis yang dihilangkan dalam ekstraksi bijih) dan tailing (material berbutir halus yang 115 tertinggal setelah memisahkan fraksi berharga dari bijih). Menurunnya kualitas bijih menyebabkan peningkatan 116 yang cukup besar pada limbah penambangan. Karena kadar bijih nikel rendah, hampir 700 ton batuan sisa dan 117 tailing dihasilkan untuk menghasilkan satu ton nikel pada tahun 2017, yang 30% lebih banyak dari tahun 2010. Fasilitas penyimpanan tailing dapat mencemari tanah dan badan air karena, mis. untuk pencucian tumpukan 118 sampah. 2.52. Kualitas udara juga dipengaruhi secara negatif oleh partikel yang dimobilisasi selama penggalian, peledakan, dan penghancuran bijih dan oleh emisi gas dari pembakaran bahan bakar di mis. operasi pengeringan dan 119 peleburan. Emisi belerang dioksida yang dihasilkan dari operasi peleburan bereaksi dengan uap air di atmosfer 120 untuk membentuk asam sulfat atau "hujan asam", yang dapat membahayakan vegetasi. 2.53. Kekhawatiran lingkungan lain yang berkembang terkait dengan penambangan nikel adalah peningkatan emisi 109 Clean Technica, Image of Indonesia at "Electric Vehicles: The Dirty Nickel Problem", (Bukti IDN-66), tersedia di: https://cleantechnica.com/2020/09/27/electric-vehicles-the-dirty-nickel-problem/ (terakhir diakses pada 30 August 2021); Laporan Sayoga Gautama, (Bukti IDN-15), hal. 3; IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 209 dan 211; UNESCAP, 1992 1992 Environmental Impact Assessment, Guidelines for Mining Development, (Bukti IDN-62); G. Bridge, "Medan Kontes: Pertambangan dan Lingkungan", Tinjauan Tahunan Lingkungan dan Sumber Daya (2004), Vol. 29, (Bukti IDN-63), hal. 5; NIWA, “Sedimen dan Penambangan” (9 Maret 2021), (Bukti IDN-65); Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan, Perumusan Kebijakan Dalam Penanganan Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Tambang Nikel di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan, Vol. 4 No. 2, Agustus 2017, (Bukti IDN-67), hal. 67 dan 21; dan Laporan Pakar Tambahan Sayoga Gautama (17 Maret 2022), (Bukti IDN-109), hal. 4. 110 Tingkat konsumsi air untuk produksi nikel lebih dari dua kali lipat dalam hidrometalurgi daripada menggunakan metode pirometalurgi. Lihat IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 215. 111 Air asam tambang dihasilkan dari kontak antara oksigen dan air dengan bahan yang kaya sulfida. Bahan-bahan tersebut mengalami reaksi kimia yang disebut “oksidasi” yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman di permukaan tumpukan sampah. Jika air meresap ke dalam batuan sisa yang mengandung sulfida, air menjadi diasamkan dan merupakan sumber pencemaran sungai. Masih lama setelah tambang ditutup. Lihat IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 215; UNESCAP, 1992 Environmental Impact Assessment, Guidelines for Mining Development. (Bukti IDN-62); dan G. Bridge, "Medan Kontes: Pertambangan dan Lingkungan", Tinjauan Tahunan Lingkungan dan Sumber Daya (2004), Vol. 29, (Bukti IDN-63), hal. 213. 112 IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 209. 113 IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 215. 114 IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 40, 146, 215-216. Penempatan tailing laut dalam telah dianggap sebagai pilihan bagi Indonesia karena tingginya curah hujan dan aktivitas seismik.; dan Clean Technica, Image of Indonesia at "Electric Vehicles: The Dirty Nickel Problem", (Bukti IDN-66), tersedia di: https://cleantechnica.com/2020/09/27/electric-vehicles-the-dirty-nickel-problem/ (terakhir diakses pada 30 August 2021).). Lihat juga AEER, Supply of Nickel Battery Industry from Indonesia and Ecological Social Issues, Action for Ecology and Emancipation of People (December 2020), (Bukti IDN-64) untuk informasi lebih lanjut mengenai dampak lingkungan potensial untuk pembuangan limbah pada laut dalam. 115 IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 220. 116 IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 40. Lihat juga A. Dalvi, W. Bacon, R. Osborne, "The Past and the Future of Nickel Laterites", Konvensi Internasional PDAC 2004, Pameran Dagang & Pertukaran Investor, 7-10 Maret 2004, (Bukti IDN-19) , p. 17; dan 101 UNCTAD, Lessons from Indonesia's ban on nickel exports, Background document, (Bukti IDN-23), hal. 28-29. 117 IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 220. 118 IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 215 dan 220. 119 IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 224. Lihat juga UNCTAD, Lessons from Indonesia's ban on nickel exports, Background document,p. 12. (Bukti IDN-23), hal. 28-29. 120 UNESCAP, 1992 Environmental Impact Assessment, Guidelines for Mining Development, (Bukti-IDN-62). Perlu dicatat bahwa smelter modern telah secara drastis mengurangi emisi partikulat dan sulfur dioksida. Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 121 karbon dioksida (CO2). Bijih nikel laterit memiliki konsentrasi nikel yang lebih rendah daripada bijih sulfida. Bijih kadar rendah membutuhkan lebih banyak energi untuk mengekstrak fraksi berharga, dan untuk memindahkan serta 122 mengolah fraksi limbah. Energi ini terutama berasal dari pembakaran batu bara. Peleburan dan pemurnian bijih 123 nikel laterit melepaskan hampir 90 ton CO2 untuk setiap ton nikel yang dihasilkan. 3. PERMINTAAN TEMUAN DAN REKOMENDASI PARA PIHAK 3.1. Uni Eropa meminta Panel untuk menemukan bahwa larangan ekspor bijih nikel dan DPR tidak sejalan dengan kewajiban Indonesia berdasarkan Pasal XI:1 GATT 1994. Uni Eropa selanjutnya meminta, berdasarkan Pasal 19.1 124 DSU, agar Panel merekomendasikan agar Indonesia menyelaraskan langkah-langkahnya dengan GATT 1994. 3.2. Indonesia meminta Panel untuk menemukan bahwa (i) Uni Eropa telah gagal untuk menetapkan kasus prima facie bahwa DPR tidak sejalan dengan Pasal XI:1 GATT 1994, (ii) tindakan yang dipermasalahkan merupakan larangan atau pembatasan ekspor yang diterapkan sementara untuk mencegah atau meringankan kekurangan kritis suatu produk yang esensial bagi Indonesia, dalam pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994, dan (iii) alternatifnya, jika Panel menemukan bahwa tindakan yang dipermasalahkan tidak termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a) dan tidak 125 sejalan dengan Pasal XI:1 GATT 1994, langkah-langkah ini dibenarkan berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994. 4 ARGUMEN PARA PIHAK 4.1. Argumen para pihak tercermin dalam ringkasan eksekutif mereka, yang diberikan kepada Panel sesuai dengan paragraf 25 Prosedur Kerja Panel (lihat Lampiran B-1 dan B-2). 5 ARGUMEN PIHAK KETIGA 5.1. Argumen Brasil, Kanada, India, Jepang, Korea, Ukraina, Inggris Raya, dan Amerika Serikat tercermin dalam ringkasan eksekutif mereka, sesuai dengan paragraf 27 Prosedur Kerja Panel (lihat Lampiran C-1, C-2, C-3, C-4, C-5, C6, C-7, dan C-8). Tiongkok, Federasi Rusia, Kerajaan Arab Saudi, Singapura, Tionghoa Taipei, Türkiye, dan Uni Emirat Arab tidak mengajukan argumen tertulis atau lisan kepada Panel. 6 TINJAUAN INTERIM 6.1 Pendahuluan 6.1. Panel mengeluarkan Laporan Interim kepada para pihak pada 29 Agustus 2022. Indonesia mengajukan permintaan tertulisnya untuk meninjau aspek-aspek yang tepat dari Laporan Interim pada 12 September 2022. Uni Eropa memberi tahu Panel bahwa mereka tidak memiliki komentar atas Laporan Interim. Pada 26 September 2022, Uni Eropa menyampaikan tanggapan atas permohonan peninjauan kembali Indonesia. 6.2. Selain permintaan tertulisnya untuk meninjau aspek-aspek yang tepat dari Laporan Interim, Indonesia membuat komentar umum yang mengungkapkan kekecewaan terhadap analisis dan pendekatan panel terhadap bukti dalam surat pengantar yang ditujukan kepada Panel. Panel menolak untuk membahas komentar-komentar ini dalam tinjauan sementara karena tidak berkaitan dengan aspek-aspek tertentu dari Laporan Interim sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 15.2 DSU, melainkan pandangan Indonesia tentang konteks geopolitik yang lebih luas di mana perselisihan itu terjadi. Panel mengingatkan bahwa tugasnya berdasarkan Pasal 11 DSU adalah untuk membuat penilaian obyektif atas masalah dihadapannya, dan membantu DSB dalam membuat rekomendasi dan 126 keputusan yang diatur dalam perjanjian tercakup. Penilaian Panel didasarkan pada fakta dan argumen hukum yang disampaikan kepada Panel serta penafsiran dari perjanjian tercakup konsisten dengan aturan kebiasaan penafsiran hukum internasional publik, juga mengingat peran penyelesaian sengketa WTO sebagai elemen sentral dalam 121 IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 133. IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021), (Bukti IDN-16), hal. 197. 123 Clean Technica, Image of Indonesia at "Electric Vehicles: The Dirty Nickel Problem", (Bukti IDN-66), tersedia di: https://cleantechnica.com/2020/09/27/electric-vehicles-the-dirty-nickel-problem/ (terakhir diakses pada 30 August 2021). 124 Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 53. 125 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 230-232; pengajuan tertulis kedua para. 202-204. 126 Secara khusus, Pasal 11 DSU menetapkan bahwa panel harus "membuat penilaian objektif atas masalah di hadapannya, termasuk penilaian objektif atas fakta kasus dan penerapan serta kesesuaian dengan perjanjian tercakup yang relevan, dan membuat temuan lain semacam itu. sebagaimana akan membantu DSB dalam membuat rekomendasi atau dalam memberikan keputusan yang diatur dalam perjanjian yang tercakup". 122 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 127 "memberikan keamanan dan prediktabilitas untuk perdagangan multilateral sistem". Panel juga menyadari bahwa setiap rekomendasi Panel yang dapat diadopsi oleh DSB "tidak dapat menambah atau mengurangi hak dan 128 kewajiban yang diberikan dalam perjanjian tercakup". Sejauh pemahaman Panel tentang peraturan WTO yang relevan , yang dicapai sesuai dengan kewajibannya di bawah DSU, perlu direvisi untuk mempertimbangkan kekhawatiran yang diajukan Indonesia, kendaraan yang sesuai untuk mengejar itu adalah negosiasi. Oleh karena itu, merevisi Laporan Sementara untuk menanggapi komentar umum Indonesia tidak akan sesuai dengan tugas Panel di 129 bawah DSU. 6.3. Sesuai dengan Pasal 15.3 DSU, bagian Laporan ini menetapkan tanggapan Panel terhadap permintaan para pihak yang diajukan pada tahap peninjauan sementara. Selain permintaan para pihak untuk modifikasi substantif, Panel juga melakukan sedikit perubahan editorial pada paragraf berikut: 7.6, 7.10, 7.11, 7.12, 7.14, 7.22, 7.28, 7.31, 7.52, 7.54, 7.58, 7.59, 7.60, 7.62 , 7.63, 7.65, 7.67, 7.74, 7.81, 7.85, 7.88, 7.89, 7.90, 7.97, 7.99, 7.101, 7.106, 7.108, 7.109, 7.118, 7.124, 7.125, 7.137, 7.138, 7.153, 7.158, 7.125, 7.137, 7.138, 7.125, 7.138, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.125, 7.10.10 , 7.231, 7.262 dan Gambar 5 dan 6. Penomoran beberapa paragraf dan catatan kaki pada Laporan Akhir mengalami perubahan dari penomoran pada Laporan Interim. Jika salah satu paragraf atau catatan kaki yang disebutkan dalam bagian 6.2 di bawah telah berubah, Panel menunjukkan nomor paragraf atau catatan kaki dalam Laporan Akhir serta penomoran asli dalam Laporan Interim. 6.1 Permintaan khusus Indonesia untuk peninjauan 6.1.1 Paragraf 7.17 6.4. Indonesia meminta agar Panel merevisi paragraf 7.17 untuk mencerminkan posisinya sebagaimana dirangkum dalam paragraf 3.2 Laporan Panel, yang dianggapnya sebagai representasi posisinya yang lebih akurat dan 130 lengkap. 6.5. Panel mencatat bahwa paragraf 7.17 dimaksudkan untuk memberikan ringkasan singkat tentang posisi para pihak sehubungan dengan Pasal XI GATT. Namun demikian, Panel menerima permintaan Indonesia dan telah merumuskan ulang paragraf tersebut sesuai dengan itu. 6.1.2 Paragraf 7.48 6.6. Indonesia berargumen bahwa penggunaan istilah "oleh karena itu" dalam kalimat ketiga paragraf 7.48 dapat menimbulkan kesalahpahaman bahwa dua argumennya yang terpisah tentang sifat internal DPR dan apakah ia memiliki efek membatasi ekspor saling bergantung satu sama lain. Indonesia meminta Panel untuk merevisi paragraf 7.48 untuk mencerminkan sifat terpisah dari kedua argumen tersebut. 6.7. Menanggapi permintaan Indonesia, Panel telah mengatur ulang kalimat dalam paragraf 7.48 untuk memulai dengan argumen Indonesia bahwa DPR adalah tindakan internal dan kemudian untuk mencatat argumen Indonesia bahwa DPR dibuat tidak dapat bekerja sehubungan dengan ekspor karena larangan ekspor. 6.1.3 Paragraf 7.70 6.8. Indonesia meminta Panel untuk merevisi paragraf 7.70 untuk mencatat bahwa data ekspor sebagaimana dimaksud dalam paragraf 7.69 menegaskan argumennya bahwa DPR tidak mengatur apakah bijih nikel dapat 131 diekspor daripada dianggap sebagai argumen terpisah. 6.9. Panel mencatat bahwa Indonesia mengacu pada data ekspor untuk menjawab pertanyaan Panel No. 13, yang menanyakan Indonesia apa yang akan terjadi jika larangan ekspor dicabut dan DPR tetap berlaku. Oleh karena itu, Panel memperlakukan data ekspor tersebut terpisah dari argumentasi utama Indonesia tentang status DPR dalam sistem hukum Indonesia. Indonesia meminta perhatian Panel atas tanggapannya atas tanggapan Uni Eropa terhadap 127 Pasal 3.2 DSU. Pasal 3.2 DSU. 129 Lihat Panel Report, Korea – Stainless Steel Bars, Annex A-3, para. 1.3 130 Komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 3-5. 131 Komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 10. 128 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] pertanyaan Panel No. 77 yang berpendapat bahwa ekspor terjadi karena instrumen hukum tertentu, yang bersifat lex specialis, mengizinkan ekspor terlepas dari DPR. Sehubungan dengan hal tersebut, Panel telah menghapus frasa "terpisah dari data ekspor" dari kalimat pertama paragraf 7.70 dan menambahkan rujukan pada komentar Indonesia terhadap tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 77. 6.1.4 Paragraf 7.87 6.10. Indonesia meminta Panel untuk lebih mencerminkan argumennya tentang mengapa nikel penting bagi Indonesia dalam paragraf 7.87 sambil mengakui bahwa paragraf tersebut dimaksudkan untuk memberikan ringkasan 132 Dalam hal ini, Indonesia mengacu pada paragraf 109-115 dari paragraf kedua. singkat dari argumennya. pengajuan tertulis yang menyajikan data dan argumennya tentang mengapa nikel "penting" bagi Indonesia dalam 133 pengertian Pasal XI:2(a) GATT. 6.11. Panel menerima permintaan Indonesia dan telah memodifikasi paragraf 7.87 untuk mengelaborasi argumen Indonesia dan memasukkan referensi pada paragraf 109-115 dari pengajuan tertulis keduanya, selain paragraf 136 dari pengajuan tertulis pertamanya. Karena argumen-argumen ini berulang dari yang dirangkum dalam paragraf 7.89, Panel telah menghapus referensi dari paragraf tersebut. 6.1.5 Paragraf 7.111 6.12 Dalam paragraf 7.111 Panel menyimpulkan bahwa Indonesia tidak mengutip teks apa pun dalam peraturan saat ini yang menunjukkan sifat sementara atau jangka waktu tertentu dari penerapan tindakan tersebut. Indonesia berargumen bahwa ini adalah gambaran yang tidak akurat dari argumen Indonesia dan meminta Panel untuk mengubah paragraf tersebut. Indonesia menyatakan bahwa pihaknya berargumen bahwa terlihat jelas dari peraturannya bahwa Indonesia hanya menerapkan larangan ekspor bijih nikel untuk jangka waktu yang terbatas. Sehubungan dengan DPR, Indonesia berkomentar bahwa Indonesia telah menunjuk ketentuan khusus yang menunjukkan bahwa DPR telah diterapkan untuk membatasi ekspor bijih nikel hanya untuk jangka waktu 134 terbatas. 6.13. Panel mencatat bahwa paragraf yang diminta oleh Indonesia untuk diubah muncul di bagian analisis Panel dan bukan ringkasan argumen Indonesia. Dalam paragraf ini, Panel tidak memaparkan argumen-argumen Indonesia tetapi mencapai suatu kesimpulan. Panel telah meninjau paragraf 100 dan 102 dari pengajuan tertulis pertama Indonesia, yang dirujuk oleh Indonesia dalam permintaannya. Panel tidak menemukan dalam paragraf ini rujukan ke dasar tekstual tertentu dalam peraturan saat ini yang secara eksplisit menyatakan bahwa peraturan tersebut dimaksudkan untuk bersifat sementara, atau menetapkan kerangka waktu tertentu di mana peraturan tersebut akan dicabut, atau kriteria pemicu untuk pencabutannya. Oleh karena itu, Panel tidak melihat alasan untuk membuat perubahan yang diminta oleh Indonesia. 6.2.6 Paragraf 7.228, 7.243, 7.277 dan 7.278 6.14. Sehubungan dengan referensi Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional 2015-2035 (RIPIN), Indonesia meminta Panel untuk tidak mendasarkan temuannya pada RIPIN karena tidak tepat di hadapan Panel. Indonesia berargumen bahwa penyerahan bukti oleh Uni Eropa tidak sesuai dengan Prosedur Kerja Panel dan mencerminkan parafrase ekstensif dari teks aslinya. Sebagai alternatif, Indonesia meminta agar Panel mengklarifikasi status RIPIN tidak menjadi bagian dari kerangka hukum dan kebijakan kegiatan pertambangan di Indonesia, tetapi hanya 135 bertindak sebagai pedoman untuk pembangunan ekonomi jangka panjang. 6.15. Dalam pandangan Uni Eropa, argumen Indonesia bahwa tidak ada alasan untuk menggugat keakuratan terjemahan atas dasar bahwa Uni Eropa tidak menyerahkan terjemahan lengkap adalah "sepenuhnya melingkar". Uni Eropa meminta Panel untuk menolak argumen Indonesia karena akurasi faktual pernyataan dalam paragraf 136 7.228 maupun akurasi terjemahannya tidak ditentang. 6.16. Sebagaimana disebutkan dalam catatan kaki 78, Uni Eropa awalnya menyampaikan bukti ini (Buktit EU-17(rev)) 132 Komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 15. Komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 14. 134 Komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 16-17. 135 Komentar Indonesia pada Laporan Interim, para. 20-21. 136 Komentar Uni Eropa atas komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 4-7. 133 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] serta Bukti EU-16 dan EU-18 dalam bahasa non-resmi WTO disertai dengan bukti terpisah, EU-19, yang berisi ringkasan dalam bahasa Inggris dari ketentuan yang relevan dari ketiga dokumen tersebut. Menanggapi pertanyaan Panel setelah sidang kedua, Uni Eropa mengajukan versi revisi dari bukti yang menyoroti bagian teks yang relevan 137 dan termasuk terjemahan bahasa Inggris yang sesuai. Paragraf 6(1) dari Prosedur Kerja, mempertimbangkan penyerahan terjemahan hanya bagian yang relevan dari suatu bukti, bukan seluruh dokumen, ke dalam bahasa kerja resmi WTO jika bahasa asli bukti tersebut bukan bahasa kerja resmi WTO. Oleh karena itu, Panel menganggap masalah yang diangkat Uni Eropa pada bukti ini diselesaikan dengan penyerahan bukti yang telah direvisi. Selain itu, Indonesia memiliki akses dan kemampuan untuk membaca seluruh dokumen asli Indonesia dan memutuskan apakah bagian yang diterjemahkan, dalam pandangannya, tidak akurat atau tidak lengkap (dalam hal ini bagian lain seharusnya juga diterjemahkan). Oleh karena itu, menurut Prosedur Kerja, Indonesia diharuskan untuk mengajukan 138 keberatannya bersamaan dengan penyerahan terjemahan alternatif. Indonesia tidak melakukannya. Oleh karena itu, Panel menyatakan bahwa RIPIN yang terkandung dalam Bukti EU-17(rev) benar-benar ada sebelumnya. 6.17. Mengenai status RIPIN, Panel menerima permintaan Indonesia untuk mengklarifikasi bahwa RIPIN bertindak sebagai pernyataan tujuan umum pemerintah Indonesia dan bukan merupakan instrumen yang mengikat secara hukum. Panel telah mengubah uraian RIPIN dalam paragraf 2.37 untuk mencerminkan hal ini. 6.18. Panel mencatat bahwa Panel tidak bergantung pada RIPIN untuk temuannya pada masalah apa pun. Dalam paragraf 7.228 Panel mengacu pada prediksi RIPIN bahwa peningkatan permintaan dalam negeri akan membutuhkan perluasan dalam ekstraksi bijih nikel sebagai bagian dari analisis keseluruhannya tentang apakah larangan ekspor dan kepatuhan DPR terhadap Pasal 96(c). Dalam paragraf 7.243, Panel mengacu pada RIPIN untuk mencari dukungan tambahan atas pengamatannya bahwa instrumen hukum yang melaksanakan DPR lebih memprioritaskan pengembangan industri berbasis sumber daya alam dan menghasilkan nilai tambah di Indonesia daripada tujuan Pasal 96(c) . 6.19. Dalam paragraf 7.277 dan 7.278, dalam konteks menganalisis kontribusi langkah-langkah yang dipersoalkan untuk mencapai tujuan dalam arti Pasal XX(d), Panel mengacu pada RIPIN untuk menyoroti proyeksi sumber daya alam yang dibutuhkan untuk industri Indonesia. dan perkiraan peningkatan permintaan nikel setiap lima tahun dari 2015 hingga 2035. Dalam hal ini, Panel mencatat bahwa RIPIN tidak dirujuk sebagai satu-satunya dasar untuk mendukung analisisnya tetapi hanya untuk memberikan konteks tambahan. Oleh karena itu Panel menolak permintaan Indonesia dalam hal ini. 6.2.7 Catatan kaki 466 (sebelumnya 448) pada paragraf 7.228 6.20. Indonesia meminta Panel untuk menghapus catatan kaki 466 (sebelumnya 448) paragraf 7.228 dimana Panel mengacu pada tanggapan Indonesia atas pertanyaan Panel pada sidang kedua. Indonesia menyampaikan bahwa argumentasinya adalah untuk menanggapi argumentasi Uni Eropa yang menuntut untuk stainless steel dan baterai EV dapat dipenuhi melalui impor. Selanjutnya, Indonesia berpendapat bahwa komentarnya dibuat sebagai tanggapan atas pertanyaan Panel tentang pembelaan afirmatif Indonesia berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994. Indonesia mencatat bahwa pembelaannya berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 diajukan dalam alternatif untuk pembenarannya berdasarkan Pasal XI:2(a) dan, oleh karena itu, didasarkan pada asumsi bahwa Panel telah menolak 139 argumennya bahwa akan segera terjadi kekurangan nikel yang kritis di Indonesia. Mengandalkan laporan panel dalam Dominican Republic – Import and Sale of Cigarettes, Indonesia berpendapat bahwa argumen hukum yang diajukan oleh suatu pihak untuk mendukung klaim atau pembelaan tertentu tidak boleh digunakan untuk melawannya dalam penilaian klaim atau pembelaan alternatif. 6.21. Sebagai tanggapan, Uni Eropa mengamati bahwa kutipan Panel atas tanggapan Indonesia dalam catatan kaki 466 merupakan bagian dari analisis berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 dan bahwa Indonesia sendiri mengakui bahwa tanggapannya berada dalam konteks ketentuan yang sama. Oleh karena itu Uni Eropa meminta Panel untuk 140 menolak permintaan Indonesia untuk menghapus catatan kaki tersebut. 6.22. Panel telah meninjau pernyataan yang dibuat pada siding kedua. Tanggapan Indonesia tersebut disampaikan dalam konteks pertanyaan mengenai Pasal XI:2(a) dan bukan Pasal XX(d) GATT 1994. Apalagi, pernyataan tersebut 137 Tanggapan Uni Eropa terhadap Pertanyaan Panel No. 125; Bukti EU-17(rev). Prosedur Kerja Panel, para. 6(2). 139 Komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 23-26 (mengacu Panel Report, Dominican Republic – Import and Sale of Cigarettes, paragraf 7.275 dan 7.277). 140 Komentar Uni Eropa atas komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 9. 138 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] berkaitan dengan hal yang bersifat faktual bukan argumentasi hukum. Oleh karena itu, Panel berpendapat bahwa pertimbangan panel dalam Dominican Republic – Import and Sale of Cigarettes, tidak tepat. Masalah faktual yang dipermasalahkan adalah apakah Indonesia mengimpor bijih nikel atau berusaha memenuhi permintaan yang meningkat melalui perluasan ekstraksi nikel dalam negeri. Untuk menghindari kebingungan, Panel telah memodifikasi catatan kaki untuk merujuk pada INSG, Laporan Produksi dan Penggunaan Nikel di Indonesia, Februari 2020 (Bukti IDN-13) sehubungan dengan masalah faktual impor produk nikel Indonesia. Panel telah menghapus kutipan tersebut tetapi menyatakan bahwa Indonesia telah mengkonfirmasi kurangnya impor pada sidang kedua. 6.2.8 Isu-isu BCI yang diangkat oleh Panel 6.23. Pada saat yang sama dikeluarkan Laporan Interim, Panel mencatat bahwa ringkasan eksekutif para pihak dari pengajuan mereka berisi BCI dan meminta para pihak untuk menyerahkan versi non-rahasia yang sama. Kedua belah pihak menyerahkan ringkasan eksekutif versi non-rahasia yang diminta (lihat Lampiran B-1 dan B-2). 6.24. Sehubungan dengan judul bukti, Panel mencatat bahwa Indonesia tidak secara khusus menunjukkan bahwa judul bukti mengandung BCI dan, oleh karena itu, Panel tidak bermaksud untuk menyunting salah satu judul bukti bahkan jika isi dari sebuah bukti kemungkinan akan disunting. Indonesia menanggapi dengan meminta Panel untuk memperlakukan judul dua bukti sebagai BCI: Bukti IDN-111 dan IDN-113. Kedua bukti ini memuat keterangan tertulis dari orang-orang yang mengetahui langsung kegiatan pertambangan di Indonesia. Indonesia telah meminta Panel untuk melindungi nama-nama individu tersebut dan menyatakan bahwa hak milik memenuhi definisi BCI 141 sebagaimana diatur dalam Prosedur Kerja Tambahan mengenai BCI. Panel akan memperlakukan sebagai BCI nama-nama affiant dalam judul Bukti IDN -111 dan IDN-113 dalam daftar bukti. Panel juga akan menyunting namanama dan karakteristik pengidentifikasian para pihak yang terkait di mana pun dirujuk dalam Laporan Panel (lihat paragraf 7.246, 7.282, 7.284). 6.25. Indonesia setuju dengan Panel bahwa meskipun Gambar 3 Laporan Interim diambil dari Laporan Maryono 142 (Bukti IDN-18 (BCI)), namun tidak memuat BCI dan dapat dimasukkan dalam Laporan Akhir tanpa redaksi. Oleh karena itu, Panel , tidak mengubah Laporan Interim sehubungan dengan Gambar 3. 7 TEMUAN-TEMUAN 7.1 Persoalan pendahuluan 7.1. Dalam pengajuan tertulisnya yang pertama, Indonesia mengajukan keberatan pendahuluan terhadap pencantuman permintaan Uni Eropa untuk pembentukan panel peraturan berikut: Permen ESDM No. 7/2012, 143 11/2012, 20/2013, dan 1/2014, dan Permendag No. 96/2019. Indonesia berargumen bahwa Panel harus menemukan bahwa Permen ESDM No. 7/2012, 11/2012, 20/2013 dan 1/2014 berada di luar kerangka acuannya 144 karena tidak menjadi subyek konsultasi dan memperluas ruang lingkup dan mengubah esensi sengketa. Indonesia 145 meminta agar Panel membahas sanggahan yurisdiksinya, baik sebagai putusan sela atau dalam laporannya. Selain itu, sebagaimana disebutkan dalam paragraf 2.24 di atas, Panel mengamati bahwa Uni Eropa menyebutkan dalam pengajuan tertulis pertamanya dua aturan yang diadopsi pada tahun 2020 – UU No. 3/2020 yang mengubah UU No. 4/2009 dan Permen ESDM No. 7/2020. Tak satu pun dari aturan-aturan ini muncul dalam permintaan konsultasi, 146 yang berasal dari tahun 2019 maupun dalam permintaan pembentukan panel, yang berasal dari awal tahun 147 2021. 7.2. Pasal 7.1 DSU menetapkan parameter kerangka acuan (atau yurisdiksi) Panel terbatas pada masalah yang 148 disebutkan dalam permintaan pembentukan panel. Kerangka acuan memiliki dua tujuan penting: pertama, untuk 141 142 Komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 29. Komentar Indonesia atas Laporan Interim, para. 30. 143 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 71. Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 72. Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 21. Sehubungan dengan Permendag No. 96/2019, Indonesia mengakui bahwa itu termasuk dalam kerangka acuan Panel berdasarkan Pasal 6.2 dan 7.1 DSU. 145 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 76 146 WT/DS592/1. 147 WT/DS592/3. 148 Secara khusus, Pasal 7.1 DSU menyatakan bahwa kerangka acuan standar panel adalah: Untuk memeriksa, berdasarkan ketentuan yang relevan dalam (nama persetujuan(-persetujuan) tercakup yang dikutip oleh para pihak yang bersengketa), masalah dirujuk ke DSB oleh (nama pihak) dalam dokumen … 144 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] memberikan pihak dan pihak ketiga informasi yang cukup tentang klaim yang dipermasalahkan dalam sengketa untuk memberi mereka kesempatan untuk menanggapi kasus penggugat; dan kedua, untuk menetapkan yurisdiksi 149 panel dengan menentukan klaim yang tepat yang dipermasalahkan dalam sengketa. 7.3. Persyaratan untuk permintaan pembentukan panel diatur dalam Pasal 6.2 DSU, yang mensyaratkan bahwa Anggota yang mengajukan keberatan mencatat apakah konsultasi diadakan dan, di bagian yang relevan, mengidentifikasi langkah-langkah khusus yang dipermasalahkan. Pasal 4.4 DSU menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan permintaan konsultasi, dan juga mensyaratkan Anggota yang mengajukan gugatan untuk mengidentifikasi aturan-aturan yang dipermasalahkan. Sebuah panel menganalisis permintaan pembentukan panel untuk konsistensi dengan Pasal 6 DSU berdasarkan kasus per kasus dengan melihat permintaan secara langsung dan 150 mengingat keadaan yang menyertainya. Meskipun peristiwa selanjutnya dalam persidangan panel, termasuk pengajuan oleh salah satu pihak, dapat membantu panel dalam mengkonfirmasikan arti kata-kata dalam permintaan 151 panel, peristiwa tersebut tidak memiliki efek menyembuhkan kekurangan permintaan panel. 7.4. Badan Banding telah mengklarifikasi, dan Panel ini setuju, "bahwa pemberian yurisdiksi dalam sebuah panel 152 merupakan prasyarat mendasar bagi proses panel yang sah" . pembentukan panel untuk memastikan kepatuhan 153 terhadap surat dan semangat DSU. Mengingat persyaratan mendasar bahwa panel tidak melebihi mandatnya, Badan Banding telah menegaskan bahwa: [P]anel tidak bisa begitu saja mengabaikan masalah yang menjadi akar dari yurisdiksi mereka – yaitu, otoritas mereka untuk menangani dan menyelesaikan masalah. Sebaliknya, panel harus menangani isu-isu tersebut – jika perlu, atas mosi mereka sendiri – 154 untuk meyakinkan diri sendiri bahwa mereka memiliki wewenang untuk melanjutkan. 7.5. Oleh karena itu, Panel, selain menanyakan kepada Uni Eropa tentang peraturan yang diajukan Indonesia dalam keberatan pendahuluannya, menyampaikan kepada para pihak bahwa Uni Eropa telah mengacu pada Permen ESDM 155 No. 7/2020 sebagai aturan yang menerapkan DPR dan meminta Uni Eropa untuk mengklarifikasi apakah mereka 156 mencari temuan-temuan sehubungan dengan peraturan ini dalam tuntutannya terhadap DPR. Peraturan tersebut melewati permintaan konsultasi (2019), tetapi bukan permintaan pembentukan panel (2021). 7.1.1 Argumentasi utama para pihak 7.6. Uni Eropa mengklarifikasi bahwa permintaannya untuk temuan-temuan tentang larangan ekspor terbatas pada 157 instrument-instrumen hukum yang saat ini menerapkan tindakan tersebut. Uni Eropa menyatakan hanya menyebutkan instrumen Indonesia yang sebelumnya berlaku melalui mana larangan ekspor diterapkan "untuk 158 memberikan kerangka yang tepat dari instrumen yang saat ini berlaku". Uni Eropa mengacu pada Pasal 66 Permen ESDM No. 7/2020 dalam pengajuan tertulis pertamanya sebagai salah satu instrumen hukum yang digunakan DPR 159 untuk dilaksanakan. Menanggapi sebuah permintaan klarifikasi dari Panel, Uni Eropa menjelaskan bahwa ia dan untuk membuat temuan yang akan membantu DSB dalam membuat rekomendasi atau dalam memberikan keputusan yang diatur dalam persetujuan(-persetujuan) tersebut. 149 Panel Report, China – Publications and Audiovisual Products, para. 7.27 (merujuk pada Appellate Body Report, Brazil – Desiccated Coconut, p. 22, DSR 1997:I, 167 at 186). 150 Appellate Body Report, US – Carbon Steel, para. 127. Lihat juga Appellate Body Report, Korea – Dairy,paras. 124-127. 151 Appellate Body Report, EC and certain member States – Large Civil Aircraft, para. 642 (merujuk pada Appellate Body Reports, EC – Bananas III, para. 143; dan US – Carbon Steel, para. 127). 152 Appellate Body Report, Mexico – Corn Syrup (Article 21.5 – US), para. 36 (mengutip Appellate Body Report, United States – 1916 Act, fn 32, para. 54). 153 Appellate Body Report, EC – Bananas III, para. 142. 154 Appellate Body Report, Mexico – Corn Syrup (Article 21.5 – US), para. 36. Lihat juga para. 53. 155 Sehubungan dengan UU No. 3/2020, Panel mencatat bahwa undang-undang tersebut secara tegas mengubah UU No. 4/2009. Baik permintaan Uni Eropa untuk konsultasi dan pembentukan panel menyatakan bahwa permintaan tersebut mencakup instrumen hukum yang terdaftar serta "setiap lampirannya, pemberitahuan, temuan awal, tinjauan, amandemen, tambahan, penggantian, pembaharuan, perpanjangan, tindakan penerapan atau tindakan apa pun tindakan terkait lainnya”. Badan Banding dan panel sebelumnya telah menerima penggunaan bahasa tersebut sebagai mekanisme yang tepat untuk memasukkan instrumen hukum yang tidak secara tegas tercantum dalam kerangka acuan panel. Lihat Appellate Body Report, European Communities – Bananas III, para. 140. Lihat juga, Panel Reports, EC – IT Products, para. 7.140; Japan – Film, para. 10.8; dan China – Publications and Audiovisual Products, para. 7.20. Oleh karena itu, Panel tidak melihat alasan untuk meragukan bahwa UU No. 3/2020 termasuk dalam kerangka acuan Panel. 156 Pertanyaan panel No. 20 dan 22. 157 Pernyataan pembukaan Uni Eropa pada pertemuan pertama Panel, para. 6. 158 Pernyataan pembukaan Uni Eropa pada pertemuan pertama Panel, para. 8. 159 Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 36. Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] meminta Panel untuk membuat temuan-temuan atas peraturan ini. 160 7.7. Panel selanjutnya meminta Uni Eropa untuk secara khusus membahas masalah apakah Permen ESDM No. 161 7/2020 berada dalam kerangka acuan Panel meskipun tidak tercantum dalam konsultasi atau permintaan panel. 162 Sebagai tanggapan, Uni Eropa mencatat bahwa peraturan tersebut tidak berlaku pada saat permintaan konsultasi. Uni Eropa berpendapat bahwa DPR dijelaskan dengan jelas baik dalam permintaan konsultasi maupun permintaan pembentukan panel dan bahwa daftar perangkat hukum yang melaksanakan DPR berisi dalam permintaan tersebut 163 menjelaskan bahwa itu tidak lengkap. 7.8. Uni Eropa mencatat bahwa resital dalam Permen ESDM No. 7/2020 menunjukkan bahwa hal itu dimaksudkan untuk menyesuaikan Permen ESDM No. 11/2018 dan berfungsi untuk mengimplementasikan UU No. 4/2009. Permen ESDM No. 11 Tahun 2018 dan UU No. 4 Tahun 2009 keduanya tercantum dalam permintaan konsultasi sementara UU No. 4 Tahun 2009 tercantum dalam permintaan pembentukan panel. Uni Eropa menjelaskan, dalam hal ini, bahwa permintaannya untuk pembentukan panel mencakup amandemen dan langkah-langkah implementasi atau langkah-langkah terkait lainnya yang terkandung dalam permintaan tersebut. Uni Eropa juga mencatat bahwa 164 bahasa tegas Pasal 66 Permen ESDM No. 7/2020 terkait langsung dan memperkuat DPR. 7.9. Indonesia berpendapat bahwa Permen ESDM 7/2012, 11/2012, dan 20/2013 jelas tidak termasuk dalam kerangka acuan Panel karena peraturan tersebut memperluas ruang lingkup perselisihan untuk memasukkan tindakan yang mendahului yang dirujuk dalam permintaan konsultasi dan mengubah esensi sengketa untuk 165 memasukkan langkah-langkah yang mengizinkan ekspor bijih nikel. Indonesia berpendapat bahwa tujuan Permen ESDM No. 7/2020 bukan untuk menerapkan instrumen hukum apa pun yang diidentifikasi oleh Uni Eropa sebagai tindakan yang dipermasalahkan dalam permintaannya untuk pembentukan panel. Menurut Indonesia, Permen ESDM No. 7 Tahun 2020 tidak bertujuan untuk menyesuaikan DPR, melainkan mengatur ketentuan tentang tata cara pemberian wilayah, perizinan, dan pelaporan untuk kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara dan secara tegas terkait pada Pasal 124-126 UU No. 4 Tahun 2009, terkait usaha jasa pertambangan. Indonesia juga mencatat bahwa Permen ESDM No. 11/2018, yang diubah oleh Permen ESDM No. 7/2020, tidak diidentifikasi oleh Uni Eropa dalam permintaannya untuk pembentukan panel sebagai salah satu tindakan khusus yang konon menerapkan 166 Dalam pandangan Indonesia, pencantuman Permen ESDM No. 7/2020 dalam persidangan ini akan DPR. 167 memperluas ruang lingkup dan mengubah esensi perselisihan ini. 7.1.2 Analisis oleh Panel 7.10. Pasal 4 dan 6 DSU mensyaratkan bahwa Anggota yang mengajukan gugatan mengidentifikasi aturan-aturan yang dipermasalahkan baik dalam permintaan konsultasi maupun permintaan pembentukan panel dan bahwa aturan-aturan tersebut menjadi subjek konsultasi sebelum dapat dimasukkan dalam kerangka acuan panel. Jika Uni Eropa meminta temuan tentang tindakan yang tidak dikonsultasikan atau disebutkan dalam permintaannya untuk pembentukan panel, tindakan tersebut dapat berada di luar kerangka acuan Panel. Pada saat yang sama, panel dan Badan Banding telah mengakui bahwa situasi perselisihan dapat berubah dari waktu ke waktu karena Anggota yang mengajukan gugatan belajar lebih banyak melalui konsultasi atau sebagai Anggota yang merespons memperbarui atau mengubah aturan-aturannya. Oleh karena itu, penggugat diberikan fleksibilitas sehubungan dengan cara mereka memenuhi kewajiban dalam Pasal 4 dan 6 DSU selama hak proses hukum tergugat tidak dirugikan. Panel dan Badan Banding telah mengakui bahwa tergugat harus menerima pemberitahuan yang memadai tentang kasus tersebut di hadapan mereka dan bahwa penambahan instrumen hukum yang dipertimbangkan di bawah yurisdiksi 168 panel tidak boleh mengubah esensi sifat sengketa atau memperluas cakupannya. 7.11. Meskipun identifikasi tindakan dengan merujuk pada nama dan nomor instrumen hukum tertentu adalah cara termudah bagi Anggota untuk mematuhi Pasal 4 dan 6 DSU, hal itu tidak diperlukan. Penggugat dapat secara substantif mengidentifikasi tindakan, mis. dengan memberikan deskripsi naratif tentang sifat tindakan sehingga 160 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 22. Pertanyaan panel No. 72. 162 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 72. 163 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 72. 164 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 72. 165 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 21 (mengacu pada Appellate Body Report, Argentina – Import Measures, para. 5.3). 166 Komentar Indonesia atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 72. 167 Komentar Indonesia atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 72. 168 Panel Report, China – Publications and Audiovisual Products, para. 7.20 (merujuk pada Panel Report, EC – Bananas III, para. 7.27; juga Panel Report, US – Carbon Steel, para. 8.41). 161 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 169 panel dan pihak yang menanggapi dapat membedakan tindakan tersebut dari konsultasi atau permintaan panel. Hal ini sangat penting karena konsep tindakan sebagaimana tercantum dalam Pasal 3.3 DSU adalah tidak disamakan dengan konsep instrumen hukum tertentu (misalnya undang-undang atau peraturan). Tindakan untuk tujuan penyelesaian sengketa WTO mencakup setiap tindakan atau kelalaian yang disebabkan oleh Anggota dan, karenanya, dapat mencakup tidak hanya instrumen hukum individual tetapi juga tindakan, praktik tidak tertulis, atau 170 beberapa instrumen atau tindakan yang beroperasi bersama. 7.12. Sehubungan dengan tambahan peraturan yang dirujuk oleh Indonesia, Panel mencatat klarifikasi Uni Eropa bahwa mereka hanya mencari temuan dan rekomendasi sehubungan dengan larangan ekspor yang diberlakukan pada Januari 2014 seperti yang saat ini diberlakukan secara hukum – yaitu melalui Permendag No. 96/2019 dan Permen ESDM No. 11/2019. Tidak ada perdebatan bahwa instrumen-instrumen ini berada dalam kerangka acuan Panel. Panel mencatat klarifikasi Uni Eropa bahwa setiap rujukan pada instrumen di hadapannya, termasuk yang sebelum tahun 2014, adalah untuk memberikan konteks untuk memahami situasi saat ini dan tidak mencari temuan atau rekomendasi atas instrumen hukum tersebut. Klarifikasi ini cukup untuk memastikan bahwa klaim Uni Eropa tidak merugikan hak proses hukum Indonesia, juga tidak melampaui kerangka acuan Panel. Pencantuman perangkat hukum dalam permohonan pembentukan panel atau dalam pengajuan tertulis yang tidak muncul dalam permohonan konsultasi tidaklah ideal. Uni Eropa, bagaimanapun, tidak mencari temuan tentang peraturan ini. Panel, oleh karena itu, melihat tidak perlu membuat keputusan khusus sehubungan dengan apakah mereka dapat dimasukkan dalam kerangka acuannya di bawah standar yang dibahas di atas. 7.13. Beralih pada Permen ESDM No. 7/2020, mengingat panduan dari Badan Banding dan panel-panel sebelumnya, Panel berpandangan bahwa itu akan berada dalam kerangka acuan Panel jika isinya dicakup oleh deskripsi naratif dari DPR dalam permintaan konsultasi dan pembentukan panel. 7.14. Dalam hal ini, Uni Eropa mengidentifikasi tindakan khusus yang dipersoalkan sebagai DPR dan memberikan gambaran naratif tentang DPR baik dalam permintaan konsultasi maupun pembentukan panel. Dalam permintaan konsultasinya, Uni Eropa mencatat bahwa ekspor produk pertambangan tertentu, termasuk nikel harus menjalani kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian di Indonesia sebagaimana ditentukan oleh Kementerian ESDM dan bahwa 171 mineral yang belum menjalani operasi pengolahan dan/atau pemurnian tersebut tidak boleh untuk diekspor. Dalam permohonan pembentukan panel, Uni Eropa mencatat bahwa DPR mewajibkan perusahaan pertambangan untuk meningkatkan nilai bahan mentah yang relevan melalui pelaksanaan operasi pengolahan dan/atau pemurnian tertentu di Indonesia sebelum mengekspornya, yang memiliki "konsekuensi mencegah ekspor bahan mentah yang 172 bersangkutan kecuali bahan tersebut telah diproses dan/atau dimurnikan dengan semestinya". Meskipun Uni Eropa memberikan daftar ilustratif instrumen hukum yang menerapkan langkah-langkah yang digugat baik dalam permintaan konsultasi maupun pembentukan panel, deskripsi naratif dari tindakan tersebut berfungsi untuk memberi tahu Indonesia tentang esensi dan ruang lingkup perselisihan terlepas dari instrumen hukum apa dalam sistem Indonesia yang menciptakan situasi yang teridentifikasi. Indonesia cukup diberitahu bahwa Uni Eropa prihatin dengan upaya pemerintah Indonesia untuk melarang ekspor bijih nikel dan sebaliknya, mengharuskan bijih tersebut diproses atau dimurnikan di dalam negeri dengan hanya produk hilir berikutnya yang diizinkan untuk diekspor. 7.15. Panel membandingkan deskripsi DPR Uni Eropa dengan kata-kata dalam Pasal 66 Permen ESDM No. 7/2020. Pasal 66 melarang pemegang IUP dan IUPK untuk "menjual produk hasil Pertambangan ke luar negeri sebelum melakukan pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang173 undangan…". Panel menemukan identitas yang mencolok di antara susunan kata Pasal 66 dan gambaran DPR Uni Eropa. Pasal 66 beroperasi persis seperti yang dituduhkan oleh Uni Eropa tentang tindakan yang dirujuknya sebagaimana DPR beroperasi. Dalam pandangan Panel, permintaan Uni Eropa untuk konsultasi dan pembentukan panel cukup menggambarkan sifat substantif Pasal 66 Permen ESDM No. 7/2020 sedemikian rupa sehingga Uni Eropa telah mematuhi Pasal 4 dan 6 DSU. 7.16. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Panel menemukan bahwa Pasal 66 Permen ESDM No. 7/2020, oleh karena itu, dalam kerangka acuannya. 169 Appellate Body Report, US – Continued Zeroing, para. 168. Appellate Body Report, US – Corrosion-Resistant Steel Sunset Review, para. 81. Lihat juga Appellate Body Report, US – Softwood Lumber IV (Article 21.5 – Canada), para. 67. 170 171 WT/DS592/1. WT/DS592/3. 173 Permen ESDM No. 7/2020 (Bukti EU-12(b)). 172 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.2 Pasal XI GATT 1994 7.17. Uni Eropa menggugat baik larangan ekspor maupun DPR karena tidak sejalan dengan Pasal XI:1 GATT 1994. Indonesia, pada bagiannya, meminta Panel untuk menemukan bahwa (i) Uni Eropa gagal menetapkan kasus prima facie bahwa DPR tidak sejalan dengan Pasal XI:1 GATT 1994, (ii) langkah-langkah yang dipersoalkan merupakan larangan atau pembatasan ekspor yang diterapkan sementara untuk mencegah atau mengurangi kekurangan kritis suatu produk esensial bagi Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal XI:2 (a) GATT 1994, dan (iii) sebagai alternatif, seandainya Panel menemukan bahwa tindakan yang dipermasalahkan tidak termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a) dan tidak konsisten dengan Pasal XI:1 GATT 1994, langkah-langkah ini dibenarkan berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994. 7.18. Pasal XI:1 GATT 1994 menyatakan: Tidak ada larangan atau pembatasan selain bea, pajak atau pungutan lain, baik yang diberlakukan melalui kuota, izin impor atau ekspor atau tindakan lain, yang akan diberlakukan atau dipertahankan oleh pihak penandatangan persetujuan pada impor produk apa pun dari wilayah pihak penandatangan persetujuan lainnya atau atas ekspor atau penjualan untuk ekspor produk apa pun yang ditujukan ke wilayah pihak penandatangan persetujuan yang lain. 7.19. Pasal XI: 1 tidak mengizinkan pemeliharaan atau pengenaan larangan atau pembatasan selain bea, pajak atau pungutan lain, baik yang diberlakukan melalui kuota, izin ekspor atau tindakan lain, atas ekspor atau penjualan untuk ekspor produk apa pun yang ditujukan ke wilayah tersebut dari Anggota lainnya. Dengan demikian, untuk membuktikan ketidakkonsistenan dengan Pasal XI:1, Uni Eropa harus menunjukkan dua unsur: (i) bahwa tindakan Indonesia merupakan larangan atau pembatasan ekspor atau penjualan untuk ekspor produk dari Indonesia, dan (ii) 174 bahwa larangan tersebut diberlakukan melalui "kuota, lisensi impor atau ekspor atau tindakan lain". 7.20. Pasal XI:2 GATT 1994 mengecualikan beberapa jenis pembatasan atau larangan impor dan ekspor dari kewajiban umum untuk menghilangkan pembatasan kuantitatif berdasarkan Pasal XI:1. Secara khusus, sub-ayat (a) Pasal XI:2 menetapkan bahwa ketentuan-ketentuan ayat 1 tidak akan diperluas pada: Larangan atau pembatasan ekspor diberlakukan sementara untuk mencegah atau mengurangi kekurangan kritis bahan makanan atau produk lain yang penting bagi pihak pengekspor; … 7.21. Berbeda dengan pembelaan afirmatif, tergugat yang mengajukan Pasal XI:2(a) tidak mengakui adanya ketidakkonsistenan dengan Pasal XI:1 yang bagaimanapun dibenarkan, melainkan mempertahankan bahwa tidak ada 175 Meskipun Pasal XI:2(a) bukanlah pembelaan afirmatif, panel kewajiban berdasarkan Pasal XI:1 GATT 1994. sebelumnya telah menemukan bahwa beban pembuktian masih berada pada tergugat untuk menunjukkan bahwa 176 syarat-syarat Pasal XI:2(a) dipenuhi. 7.22. Untuk menunjukkan bahwa suatu tindakan memenuhi ketentuan Pasal XI:2(a), Indonesia harus menunjukkan bahwa tindakannya merupakan larangan atau pembatasan ekspor bahan makanan atau produk yang penting baginya dan yang diterapkan sementara untuk mencegah atau mengurangi kekurangan yang kritis. Persyaratan ini bersifat kumulatif. Jika tergugat gagal menunjukkan salah satunya maka pengecualian dari kewajiban dalam Pasal 177 XI:1 GATT 1994 tidak berlaku. 7.23. Badan Banding telah menjelaskan bahwa Pasal XI:2(a) GATT 1994 “harus ditafsirkan sedemikian rupa untuk memberi arti pada setiap konsep yang terkandung dalam ketentuan itu. Pada saat yang sama, Panel harus 174 Panel Report, EU – Energy Package, para. 7.243; dan India – Quantitative Restrictions, para. 5.129. Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 334. 176 Panel Reports, China – Raw Materials, para. 7.213. 177 Appellate Body Report, Japan – Apples, para. 176, merujuk pada Appellate Body Report, Japan – Agricultural Products II, para. 89 ((menjelaskan bahwa ketika persyaratan jelas bersifat kumulatif setiap kali salah satu dari persyaratan tersebut tidak terpenuhi, tindakan yang dipermasalahkan tidak memenuhi ketentuan tersebut). 175 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 178 mempertimbangkan bahwa perbedaan konsep ini memberi arti satu sama lain". "Misalnya, apakah kekurangan itu 'kritis' dapat diinformasikan oleh seberapa 'penting' suatu produk tertentu. Selain itu, karakteristik produk serta faktor-faktor yang berkaitan dengan situasi kritis, dapat menginformasikan durasi suatu tindakan dapat 179 dipertahankan." 7.24. Panel mencatat bahwa Indonesia merumuskan argumennya dengan cara memperlakukan Pasal XI:2(a) GATT 1994 lebih sebagai pembelaan afirmatif daripada pengecualian dari penerapan Pasal XI:1 GATT 1994. Secara khusus, Indonesia hanya berpendapat bahwa tindakan tersebut termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a) GATT 1994 180 dalam hal Panel menemukan bahwa tindakan yang dipermasalahkan tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994. 7.25. Pasal 12.7 DSU mensyaratkan bahwa laporan panel "menetapkan temuan fakta, penerapan ketentuan yang 181 relevan dan alasan dasar di balik setiap temuan dan rekomendasi yang dibuatnya". Mengingat sifat Pasal XI:2(a ) GATT 1994 sebagai pengecualian dari pemberlakuan kewajiban dalam Pasal XI:1 GATT 1994, Panel pertama-tama akan menentukan apakah tindakan Indonesia memenuhi semua unsur Pasal XI:2(a) GATT 1994. Jika Panel menemukan bahwa Pasal XI:1 berlaku untuk langkah-langkah yang dipermasalahkan, Panel akan beralih ke analisis klaim Uni Eropa berdasarkan Pasal XI:1 GATT 1994. 7.2.1 Apakah tindakan Indonesia merupakan larangan atau pembatasan ekspor atau penjualan untuk ekspor bijih nikel 7.26. Appellate Body menjelaskan dalam China – Raw Materials bahwa pengecualian dari penerapan Pasal XI:1 GATT 1994 yang dimuat dalam Pasal XI:2(a) GATT 1994 harus berlaku untuk jenis tindakan yang sama seperti Pasal XI:1 182 GATT 1994 yaitu setiap tindakan yang melarang atau membatasi ekspor barang-barang tertentu. 7.27. Istilah "larangan" dalam pengertian Pasal XI GATT 1994 adalah "larangan yang sah atas perdagangan atau 183 impor komoditas tertentu", sedangkan istilah "pembatasan", yang lebih luas dari larangan , diartikan sebagai "hal 184 yang membatasi seseorang atau sesuatu, pembatasan tindakan, keadaan atau peraturan yang membatasi”. Badan Banding mempertimbangkan bahwa istilah-istilah ini diinformasikan oleh pengertian "kuantitatif" dalam judul Pasal 185 XI:1 GATT 1994. Dengan demikian, ketentuan ini "mencakup larangan dan pembatasan yang berdampak terbatas 186 pada jumlah atau jumlah suatu produk yang diimpor atau diekspor". Dengan demikian, hanya larangan atau pembatasan yang membatasi impor atau ekspor yang termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:1 GATT 1994. Anggota pengadu harus menentukan bagaimana ia yakin suatu tindakan yang digugat tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994 dan dengan demikian harus menjelaskan apakah ia percaya bahwa tindakan itu membatasi atau melarang eksportasi dan bagaimana melakukannya. 7.28. Suatu pihak menunjukkan apakah ada pembatasan atau larangan melalui desain, arsitektur, dan struktur pengungkapan tindakan yang dipertimbangkan dalam konteksnya yang relevan, dan bukan dengan mengukur 187 Sementara data numerik atau statistik tentang dampak dampaknya melalui pemeriksaan arus perdagangan. aktual suatu tindakan terhadap arus perdagangan tidak penting untuk menetapkan ketidakkonsistenan, dapat digunakan sebagai bukti untuk menginformasikan pemeriksaan keseluruhan tentang apakah suatu tindakan memiliki 188 efek pembatasan dalam arti Pasal XI:1 GATT 1994. Meskipun niat bukan merupakan elemen yang secara khusus dirujuk atau disyaratkan dalam penyelesaian sengketa WTO, bukti dari hasil yang diinginkan dari suatu kebijakan, 189 juga dapat menjadi bagian dari konteks yang relevan yang diperiksa panel ketika mengevaluasi suatu tindakan. 7.29. Ungkapan "diberlakukan melalui", yang mendahului istilah "kuota, izin impor atau ekspor atau tindakan lain" dalam ketentuan dipahami berarti bahwa "ruang lingkup Pasal XI: 1 meliputi tindakan melalui mana larangan atau 178 Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 328. Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 328. 180 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 231 181 Pasal 12.7 DSU (penekanan ditambahkan). 182 Lihat Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 319-321. 183 Panel Report, India – Autos, para. 7.270. 184 Appellate Body Reports, Argentina – Import Measures, para. 5.217 (mengutip Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 319). 185 Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 320. 186 Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 320. 187 Appellate Body Reports, Argentina – Import Measures, para. 5.217. 188 Panel Report, Indonesia – Import Licensing Regimes, para. 7.50. 189 189 Panel Report, Mexico – Taxes on Soft Drinks, para. 8.91. Lihat juga Appellate Body Report, Japan – Alcoholic Beverages II, pp. 27-28, DSR 1996:I, p. 97, at pp. 119 dan Appellate Body Report, Canada – Periodicals, pp. 30-32, DSR 1997:1, p. 449, at pp. 475-476. 179 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 190 pembatasan diproduksi atau menjadi berlaku". Badan Banding juga mengacu pada konsep keefektifan ketika berkaitan dengan instrumen hukum atau tindakan pemerintah, sebagai "beroperasi pada waktu tertentu" atau 191 "menjadi 'beroperasi', 'berlaku', atau telah 'berlaku'". 7.30. Sehubungan dengan jenis tindakan larangan atau pembatasan harus diberlakukan, dalam perselisihan ini Uni Eropa telah merujuk larangan ekspor dan persyaratan untuk memproses atau memurnikan bijih sebelum produk 192 yang dihasilkan dapat diekspor. Kedua tindakan ini termasuk dalam kategori luas "tindakan lain". Meskipun konsep "tindakan lain" itu luas, ruang lingkup Pasal XI:1 bukannya tidak terbatas. Pasal XI:2 membatasi ruang lingkup penerapan Pasal XI:1 dengan menetapkan bahwa ketentuan Pasal XI:1 tidak akan mencakup bidang-bidang yang 193 tercantum di dalamnya. Demikian pula, beberapa ketentuan GATT 1994, seperti Pasal XII, XIV, XV, XVIII, XX, dan XXI, mengizinkan Anggota, untuk membenarkan ketidaksesuaian dengan kewajiban berdasarkan Pasal XI:1 jika 194 semua persyaratan untuk pembenaran itu dipenuhi. 7.31. Indonesia berargumen bahwa larangan ekspor dan DPR termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a) GATT 1994 195 karena "[] istilah tegasnya, Pasal XI:2(a) berlaku sehubungan dengan 'larangan ekspor atau pembatasan'" , yaitu, 196 ini berlaku untuk "tindakan yang 'melarang secara hukum' atau memiliki 'efek pembatas' pada ekspor". Indonesia menyatakan bahwa karena kedua belah pihak setuju bahwa tindakan yang dipermasalahkan membatasi atau 197 membatasi ekspor sehingga tidak dapat disangkal bahwa mereka termasuk dalam lingkup Pasal XI:2(a). Pada saat yang sama, Indonesia juga berpendapat bahwa sejauh DPR tetap ada sementara ekspor sepenuhnya dilarang, itu akan menjadi tindakan yang mempengaruhi penjualan internal nikel yang akan dinilai berdasarkan Pasal III:4 198 daripada Pasal XI:1. Indonesia menjelaskan bahwa pemberlakuan Pasal XI:2(a) GATT 1994 sehubungan dengan DPR bergantung pada Panel ini yang menyimpulkan bahwa DPR memerlukan pembatasan ekspor berdasarkan Pasal XI:1 GATT 1994. Jika Panel harus setuju dengan Uni Eropa bahwa DPR mensyaratkan "pembatasan" ekspor bijih nikel, maka Indonesia berpendapat bahwa tindakan tersebut termasuk dalam ruang lingkup dan memenuhi 199 persyaratan Pasal XI:2(a) GATT 1994. 7.32. Oleh karena itu, Panel akan memulai analisisnya berdasarkan Pasal XI GATT 1994 dengan unsur kesamaan antara Pasal XI:1 dan Pasal XI:2(a) – apakah tindakan-tindakan yang menjadi permasalahan adalah laranganlarangan atau pembatasan-pembatasan. Pada gilirannya Panel akan membahas masing-masing tindakan. 7.2.1.1 Larangan ekspor 7.2.1.1.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 7.33. Uni Eropa berargumen bahwa Indonesia telah melarang atau membatasi ekspor bijih nikel secara intermiten sejak Januari 2014 dan menyajikan pilihan berbagai peraturan Indonesia dalam urutan kronologis sejak 2014 yang diakhiri dengan Permen ESDM No. 11/2019 dan Permendag No. 96/2019 yang diundangkan pada tahun 2019 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020. Sebagaimana disebutkan dalam bagian 2.1.1 di atas, Uni Eropa telah mengklarifikasi bahwa rujukannya pada berbagai peraturan sebelum tahun 2019 memberikan konteks larangan ekspor yang saat ini diterapkan melalui Permen ESDM No. 11/2019 dan Permendag No.96/2019, namun tidak mencari temuan atau rekomendasi khusus atas instrumen hukum yang memang menerapkan larangan ekspor, namun tidak berlaku lagi. 190 Appellate Body Reports, Argentina – Import Measures, para. 5.218. Appellate Body Report, US – Gasoline, p. 20, DSR 1996:I, p. 19 (mengutip The New Shorter Oxford English Dictionary on Historical Principles, L. Brown (ed.) (Clarendon Press, 1993), Vol. I, p. 786). Lihat juga Appellate Body Reports, Argentina – Import Measures, para. 5.218. 192 Panel Report, Argentina – Hides and Leather, para. 11.17 (mencatat bahwa kategori ini mencakup tindakan de facto); dan Panel Report, Japan – Film, para. 10.56; dan China – Raw Materials, paras. 7.1005, 7.1026, and 7.1036. (langkah-langkah lain termasuk yang diterapkan atau ditegakkan oleh aktor non-pemerintah jika ada keterlibatan pemerintah yang memadai). 193 Appellate Body Reports, Argentina – Import Measures, para. 5.219. 194 Appellate Body Reports, , Argentina – Import Measures, para. 5.220-5.221 (mengacu pada Appellate Body Report, Argentina – Textiles and Apparel, para. 73). Panel mencatat bahwa Indonesia telah mengajukan pembelaan berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 jika Panel menemukan tindakan Indonesia tidak dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a) dan tidak konsisten dengan Pasal XI:1. Panel akan membahas hal ini di bagian 7.3 di bawah ini. 195 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 89. 196 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 90. 197 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 91. 198 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 102-103. 199 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 14. 191 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.34. Uni Eropa menjelaskan garis waktu dan ruang lingkup dari berbagai pembatasan dan larangan tersebut 200 : Tabel 2: Garis waktu pembatasan dan larangan di Indonesia oleh Uni Eropa Regulasi Permen ESDM No. 7/2012 Ketentuan Pasal 1 No. 6, dan Pasal 21 Permen ESDM No. 11/2012 Pasal 1 No. 1, mengubah memungkinkan ekspor bijih mineral tunduk pada "rekomendasi" menteri Peraturan ESDM No. 7/2012 dengan memasukkan Pasal 21A baru ke dalam Permen ESDM No. 7/2012 Pasal I, mengubah memperbolehkan ekspor bijih mineral sampai Pasal 21A Permen 12 Januari 2014, dengan syarat mendapat persetujuan ESDM No. 7 Tahun Menteri Perdagangan. Persetujuan diberikan apabila 2012 pemegang izin pertambangan mengajukan rencana pengolahan dan/atau pemurnian mineral di dalam negeri. Larangan lengkap ekspor bijih mineral per 13 Januari 2014. Permen ESDM No. 20/2013 Permen ESDM No. 1/2014 Pasal 12(1), (3) dan (4) Permendag No. 1/2017 Pasal 3, 4(a)(2), dan Lampiran III dan IV Lingkup Pembatasan Larangan ekspor mineral yang belum diolah dan dimurnikan. 201 Pasal 12(1), (3) dan (4)201 Mengizinkan ekspor mineral tertentu dengan tunduk pada DPR dan persetujuan menteri. Namun, setiap ekspor nikel secara khusus dikecualikan dari kemungkinan ini. Produk pertambangan yang belum diolah dan tidak dimurnikan tunduk pada larangan ekspor, kecuali disebutkan dalam Lampiran III Permendag tersebut. Bijih dengan kandungan nikel di atas 1,7% (bijih bernilai tinggi) tidak dapat diekspor. 200 201 Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 23-26. Pasal 13 mencabut Peraturan ESDM No.7/2012 sebagaimana diubah dengan Peraturan ESDM No.20/2013. Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Permen ESDM No. 25/2018 Permen ESDM No. 11/2019 Permendag Regulation No. 96/2019 Pasal 46(1), (2) dan 50(1) Ekspor bijih dengan kandungan nikel kurang dari 1,7 % hanya dapat terjadi hingga 11 Januari 2022. Ekspor tersebut selanjutnya tunduk pada syarat bahwa eksportir telah membangun (atau sedang membangun) fasilitas pemurnian dan persetujuan menteri. Pasal I(1), mengubah Mencabut kemungkinan untuk mengekspor bijih Peraturan ESDM No. 25/2018 berkualitas rendah (dengan kandungan nikel kurang dengan menghapus acuan dari 1,7%) yang relevan dalam Pasal 46(1) Sejak berlakunya peraturan ini, persetujuan menteri Peraturan ESDM sebelumnya untuk ekspor bijih dengan kandungan No. 25/2018, dan Pasal nikel kurang dari 1,7% menjadi tidak berlaku. I(2) dan II Hal itu mengakibatkan pelarangan total ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020. Pasal 3 dan 27(1) Ekspor bahan mentah atau bijih yang disebutkan dalam Lampiran IV Peraturan dilarang. Bijih nikel secara khusus disebutkan dalam lampiran ini. Persetujuan ekspor yang diterbitkan berdasarkan Peraturan 1/2017 menjadi tidak berlaku. 7.35. Dalam argumen substantifnya, Uni Eropa berfokus pada makna yang jelas dari Peraturan ESDM No. 11/2019 dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 96/2019 dan berpendapat bahwa kedua tindakan tersebut secara tegas melarang ekspor bijih nikel. 7.36. Permen ESDM No. 11/2019 sendiri tidak secara tegas melarang semua ekspor nikel, melainkan mengamandemen peraturan sebelumnya untuk menghapus pengecualian dari larangan sebelumnya yang memungkinkan kemungkinan terbatas untuk mengekspor bijih nikel berkualitas rendah (dengan kandungan kurang dari 1,7%) dan membatalkan persetujuan ekspor yang sudah ada sebelumnya per 1 Januari 2020. Uni Eropa berpendapat bahwa ini dulu dicapai dengan Pasal 1 Permen ESDM No. 11/2019 menghapus referensi yang relevan dalam Pasal 46(1) Permen ESDM No. 25/2018. Oleh karena itu, Uni Eropa berpendapat bahwa Peraturan ESDM No. 202 11/2019 mengakibatkan pelarangan total ekspor bijih nikel mulai 1 Januari 2020. 7.37. Oleh karena itu, peraturan sebelumnya yang dijelaskan oleh Uni Eropa sebagai penerapan larangan ekspor tidak sepenuhnya relevan untuk memahami situasi saat ini. Peraturan 2019 tidak dapat dibaca secara terpisah dari peraturan 2017 dan 2018 karena peraturan 2019 hanya menghapus pengecualian yang telah diberikan dan dengan demikian kembali ke status quo ante pelarangan total. Peraturan tersebut juga terkait dengan larangan awal pada bulan Januari 2014. Sebagaimana disebutkan dalam paragraf 2.12, Panel oleh karenanya berpendapat bahwa tindakan sebelum itu adalah larangan ekspor. Larangan tersebut saat ini sedang dilaksanakan melalui Permendag 203 Oleh karena itu, Panel akan mempertimbangkan dalam No. 96/2019 dan Peraturan ESDM No. 11/2019. 204 analisisnya tentang larangan ekspor instrumen hukum sebelumnya yang menerapkannya , tetapi akan membatasi 205 rekomendasi Panel membuat instrumen hukum yang saat ini berlaku. 7.38. Indonesia tidak membantah bahwa saat ini melarang ekspor bijih nikel 206 atau telah melakukannya dalam 202 Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 24 mengacu pada Permen ESDM No. 11/2019 (Bukti EU-10(b)). Sebagaimana disebutkan di atas, jika langkah-langkah itu akan diubah atau diganti dengan yang baru, mereka mungkin termasuk dalam kerangka acuan Panel tanpa memperluas esensi atau ruang lingkup sengketa mengingat bagaimana Uni Eropa telah mengidentifikasi langkah yang ditentang dan merumuskan klaim-klaimnya. 204 Panel mencatat, dalam hal ini, bahwa Indonesia sendiri berpendapat bahwa contoh sebelumnya dari pengenaan larangan ekspor relevan untuk mengevaluasi situasi saat ini dalam pembelaannya berdasarkan Pasal XI:2(a) sehubungan dengan sifat sementara dari larangan. Lihat pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 58-59. 205 Panel Report, Chile – Price Band System, para. 7.112. Lihat juga Appellate Body Report, US – Certain EC Products, para. 81 ("panel keliru dalam merekomendasikan bahwa DSB meminta AS untuk menyesuaikan … ukuran yang ditemukan oleh panel sudah tidak ada lagi"). 206 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 56-57. 203 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 207 beberapa bentuk atau lainnya sejak Januari 2014. Memang, Indonesia mengakui bahwa tindakan tersebut merupakan larangan atau pembatasan dalam arti Pasal XI GATT 1994 adalah elemen yang diperlukan dari kasusnya bahwa tindakan tersebut dikecualikan dari penerapan Pasal XI:1 karena termasuk dalam ruang lingkup Pasal 208 XI:2(a). 7.2.1.1.2 Analisis oleh Panel 7.39. Uni Eropa berpendapat bahwa kata-kata spesifik dari peraturan yang relevan dengan jelas dan tegas menyebutkan larangan ekspor bijih nikel. Kedua peraturan tersebut, Permen ESDM No. 11/2019 dan Permendag No. 96/2019, menurut ketentuan Uni Eropa, mengandung larangan ekspor. Uni Eropa berpendapat bahwa dengan membuat ekspor ilegal, kedua peraturan tersebut memiliki efek inheren membatasi ekspor dan karena itu 209 merupakan larangan ekspor dalam pengertian Pasal XI:1 GATT 1994. Sebagaimana disebutkan di atas, Indonesia tidak mempermasalahkan hal ini. 7.40. Bahasa eksplisit dari kedua peraturan tersebut menunjukkan desain, arsitektur, dan struktur pengungkapannya sebagai larangan ekspor bijih nikel. Panel menemukan konteks yang relevan dalam UU No. 4/2009 yang menciptakan kerangka bagi Kementerian ESDM dan Kementerian Perdagangan untuk mengatur pertambangan di Indonesia, termasuk bijih nikel. Panel juga mempertimbangkan suksesi peraturan yang membatasi atau melarang ekspor bijih nikel, semuanya diadopsi berdasarkan UU No. 4/2009, setidaknya sejak Januari 2014 sebagai konteks yang relevan untuk memahami dampak dari kedua peraturan tersebut (Permen ESDM No. .11/2019 dan Permendag No. 96/2019) yang berlaku saat ini. 7.41. Mempertimbangkan semua elemen ini, Panel menemukan bahwa Uni Eropa telah menunjukkan, dan Indonesia telah mengakui, bahwa Indonesia memberlakukan larangan ekspor bijih nikel yang saat ini dilaksanakan melalui berlakunya Permen ESDM No. 11/2019 dan Permendag No. 96/2019. 7.2.1.2 Persyaratan pengolahan dalam negeri 7.42. Berbeda dengan larangan ekspor, Indonesia membantah pernyataan Uni Eropa bahwa DPR adalah pembatasan dalam arti Pasal XI GATT 1994. Indonesia berpendapat bahwa DPR tidak termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI GATT 210 1994. Indonesia berpendapat pertama bahwa ruang lingkup Pasal XI hanya sebatas tindakan perbatasan dan bahwa DPR merupakan tindakan internal. Indonesia selanjutnya berargumen bahwa DPR tidak memiliki efek pembatas sehingga tidak dapat menjadi pembatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal XI GATT 1994. 7.2.1.2.1 Apakah Pasal XI GATT 1994 berlaku untuk tindakan seperti DPR 7.2.1.2.2 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 7.43. Uni Eropa berpendapat bahwa DPR, yang diberlakukan melalui UU No. 4/2009 bersama dengan peraturan pelaksanaannya, yaitu Permen ESDM No. 25/2018 (dan perubahannya dalam Permen ESDM No. 50/2018 dan 11/2019) juga sebagaimana Permen ESDM No. 7 Tahun 2020, merupakan pembatasan ekspor bijih nikel dari 211 Indonesia dalam pengertian Pasal XI:1 GATT 1994. 7.44. Uni Eropa mengidentifikasi, khususnya, Pasal 102 dan 103 yang mewajibkan pemegang izin IUP dan IUPK untuk meningkatkan nilai tambah mineral dalam kegiatan usaha pertambangan melalui pengolahan dan pemurnian 212 komoditas tambang mineral logam (Pasal 102) dan melakukan pengolahan mineral dan/atau pemurnian hasil 213 tambang di dalam negeri (Pasal 103). 7.45. Sehubungan dengan Peraturan ESDM No. 25/2018, Uni Eropa menunjuk ketentuan berikut sebagai 207 Lihat mis. Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 13 ("Ini menguatkan posisi Indonesia bahwa larangan ekspor yang diperkenalkan oleh Permen ESDM 1/2014 memiliki efek membatasi perdagangan internasional bijih nikel."). 208 Pengajuan tertulis pertama di Indonesia 209 Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 47. 210 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 12. Lihat juga pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 80 dan 84. 211 Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 50-51. 212 Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 28, mengutip UU No. 4/2009, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2020 (Bukti EU-2(b)). 213 Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 29, mengutip UU No. 4/2009 (Bukti EU-1(b)). Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] pembatasan ekspor bijih nikel dari Indonesia. 214 Tabel 3: Ketentuan Peraturan ESDM No. 25/2018 yang Diidentifikasi oleh Uni Eropa Ketentuan Substasi 19. Pengolahan dan/atau Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk Pasal 1 (paras. 19- meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara, memanfaatkan dan memperoleh mineral turunannya. 21) 20. Pengolahan mineral adalah upaya peningkatan mutu mineral yang menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang sama dengan mineral asal. 21. Pemurnian mineral adalah upaya untuk meningkatkan mutu mineral logam melalui proses ekstraksi dan proses peningkatan kemurnian tambahan yang menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang berbeda dari mineral asal. Pasal 16 Kewajiban bagi pemegang izin usaha pertambangan untuk melakukan pengolahan dan pemurnian batubara dan mineral yang ditambangnya. Pasal 17 Mewajibkan pemegang IUP dan IUPK bagi pemegang operasi dan pemegang IUP pengolah untuk terlebih dahulu melakukan peningkatan nilai tambah melalui kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian sesuai dengan batasan minimum pengolahan dan/atau pemurnian sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III sebelum melakukan kegiatan ekspor. Mineral yang tidak tercantum dalam Lampiran hanya dapat dijual ke luar negeri setelah Menteri menetapkan ambang batas minimum untuk pengolahan dan/atau pemurnian Lampiran I, Berisi uraian rinci tentang jenis pengolahan atau pemurnian yang diperlukan untuk berbagai II, III jenis mineral. Pasal 19 Menegaskan bahwa mineral hanya dapat dijual ke luar negeri setelah tunduk pada "batas minimum pemrosesan/pemurnian" yang ditetapkan oleh Peraturan. Kewajiban ini ada untuk pemegang izin usaha pertambangan (Pasal 19(1)) maupun untuk "pihak lain" (Pasal 19(3)). BAB XV Memuat lebih banyak kewajiban tentang pemurnian dan/atau pengolahan sebelum mineral atau batubara dapat diekspor. Sumber: Permen ESDM No. 25/2018 (Bukti EU-9(b)). 7.46. Sehubungan dengan Peraturan ESDM No. 7 Tahun 2020 Uni Eropa berpendapat bahwa Pasal 66 Peraturan tersebut melarang pemegang IUP dan IUPK untuk “menjual produk hasil Pertambangan ke luar negeri sebelum melakukan pengolahan dan/atau pemurnian di dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang215 undangan. ". 7.47. Uni Eropa mencatat, hanya pemegang izin yang dikenai kewajiban pengolahan yang dapat melakukan kegiatan usaha pertambangan di Indonesia. Sepanjang perusahaan-perusahaan ini memiliki kewajiban hukum untuk memurnikan atau mengolah produk tambang mentah di Indonesia sebelum mengekspor barang yang bersangkutan, kewajiban hukum ini, menurut Uni Eropa, dirancang dan dijalankan untuk membatasi kemungkinan mengekspor bahan mentah yang belum dimurnikan dan belum diproses. produk mineral dan, oleh karena itu, memiliki efek 216 pembatas langsung yang melekat pada ekspor. 7.48. Indonesia berpendapat bahwa DPR adalah persyaratan internal yang mengatur penjualan dan pengolahan bijih nikel, bukan tindakan perbatasan yang mengatur "ekspor ... produk [a]", dalam pengertian Pasal XI:1. Indonesia mengajukan bahwa, jika ditafsirkan dengan benar, Pasal XI:1 berlaku ketat untuk tindakan perbatasan yang memiliki 217 Selain itu, efek pembatasan langsung pada impor atau ekspor, dan tidak berlaku untuk tindakan internal. Indonesia berpendapat bahwa sejak penerapan larangan ekspor pada 1 Januari 2020, persyaratan DPR dalam 214 Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 30-35, mengacu pada Permen ESDM No. 25/2018 (Bukti EU-9(b)). Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 36, mengutip Peraturan ESDM No. 7/2020 (Bukti EU-12(b)). 216 Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 50. 217 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 26 dan 35. 215 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Peraturan ESDM No. 25/2018 tidak berfungsi sebagai prasyarat untuk ekspor bijih nikel atau membatasi ekspor ini 218 karena ekspor bijih nikel, terlepas dari konsentrasinya, secara hukum dilarang sejak awal. Menurut Indonesia, 219 larangan ekspor membuat DPR sepenuhnya tidak dapat bekerja sehubungan dengan ekspor. 7.49. Indonesia mencatat bahwa langkah-langkah dalam daftar ilustrasi dalam Pasal XI: 1 GATT 1994 – kuota, izin impor atau ekspor – adalah semua tindakan perbatasan yang dipicu oleh, atau diterapkan berdasarkan, impor atau ekspor daripada tindakan internal. faktor di belakang perbatasan – seperti pertambangan, pemrosesan, penjualan, 220 atau distribusi. Indonesia berpendapat bahwa penggambaran ini tidak asing dan telah disahkan oleh Badan 221 Banding ketika berusaha untuk menentukan ruang lingkup penerapan disiplin hukum di bawah GATT 1994. Dalam pandangan Indonesia, tindakan perbatasan berlaku berdasarkan peristiwa impor (atau ekspor), sedangkan tindakan internal berlaku karena faktor internal. Posisi Indonesia adalah bahwa karena Pasal XI:1 GATT 1994 hanya berlaku untuk tindakan perbatasan, DPR, sebagai tindakan internal, tidak tunduk pada kewajiban dalam Pasal XI:1 GATT 222 1994. 7.50. Indonesia berargumen bahwa DPR membebankan kewajiban pengolahan pada semua perusahaan 223 pertambangan terlepas dari apakah penjualan dilakukan di pasar domestik atau luar negeri. Indonesia mengakui bahwa Pasal 17 Peraturan ESDM No. 25/2018 melarang ekspor bijih nikel yang belum mengalami diproses sesuai dengan DPR. Namun, Indonesia mengambil posisi bahwa ini hanya memaksa DPR dalam hal ekspor dan tidak mengubah DPR – peraturan internal yang mengatur penjualan dan pengolahan bijih nikel – menjadi tindakan 224 perbatasan. 7.51. Indonesia mengandalkan alasan Badan Banding di Cina – Suku Cadang Mobil untuk berpendapat bahwa Panel harus meneliti dengan cermat desain, arsitektur, dan struktur pengungkapan tindakan secara keseluruhan untuk 225 menentukan apakah itu berlaku berdasarkan ekspor atau, sebaliknya, berdasarkan suatu faktor internal. Indonesia berpendapat bahwa analisis DPR yang tepat akan menunjukkan bahwa pusat gravitasinya bukan ekspor, tetapi itu 226 adalah tindakan internal yang dipicu oleh faktor internal, yaitu produksi, penjualan dan penggunaan bijih nikel. Dalam pandangan Indonesia, Uni Eropa berusaha untuk secara radikal memperluas Pasal XI:1 GATT 1994 untuk melarang non- tindakan internal yang diskriminatif yang sepenuhnya konsisten dengan Pasal III:4 GATT 1994, yang 227 jelas tidak masuk akal dan tidak masuk akal. 7.52. Uni Eropa menanggapi argumentasi Indonesia tentang ruang lingkup Pasal XI:1 GATT 1994 dengan mencatat tiga aspek yang relevan dari Pasal XI:1 GATT 1994. Pertama, bahwa kata-kata ketentuan itu luas tanpa batasan yang jelas untuk tindakan perbatasan. Uni Eropa membandingkan ini dengan ketentuan lain dari GATT 1994 yang membuat referensi khusus ke mana mereka berlaku – mencatat sebagai contoh, bahwa Pasal III:2 mengacu pada pajak internal atau pungutan internal. Kedua, bahwa ketentuan tersebut mengacu pada "penjualan untuk ekspor", yang dalam pandangan Uni Eropa menurut definisinya sendiri merupakan kegiatan bisnis yang secara teratur akan terjadi bukan pada saat penyeberangan perbatasan, tetapi sebelum penyeberangan perbatasan tersebut, yaitu secara internal. Ketiga, bahwa Pasal XI:1 GATT 1994 tidak secara khusus mengecualikan pajak atau pungutan lain (yang dapat diterapkan secara internal) dari ruang lingkupnya jika secara eksklusif menangani tindakan 228 perbatasan. 7.53. Jepang tidak sependapat dengan Indonesia bahwa DPR tunduk pada Pasal III:4 GATT 1994 yang mencatat bahwa Uni Eropa tidak memberlakukan perlakuan yang berbeda antara produk yang diimpor ke Indonesia dan yang 218 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 83. Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 51. 220 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 34. 221 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 37 (mengacu pada Appellate Body Reports, China – Auto Parts, paragraf 158 dan 167. 222 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 38-39. 223 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 41-42 (merujuk pada Pasal 102 UU No. 4 Tahun 2009 dan Pasal 16 Permen ESDM No. 25 Tahun 2018). Lihat juga pernyataan pembukaan Indonesia pada pertemuan kedua panel, para. 17. 224 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 43. 225 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 43 dan 44 (mengutip Appellate Body Reports, China – Auto Parts, para. 171 – dimana Badan Banding menyatakan bahwa: Panel [A] harus mengidentifikasi semua karakteristik yang relevan dari tindakan tersebut, dan mengenali fitur mana yang paling penting untuk tindakan itu sendiri, dan mana yang harus disesuaikan dengan signifikansinya, untuk tujuan … menentukan disiplin(-disiplin) yang menjadi tujuannya tunduk pada perjanjian yang tercakup. (penekanan asli)) 226 Pernyataan pembukaan Indonesia pada pertemuan kedua panel, para. 19. 227 Pernyataan pembukaan Indonesia pada pertemuan kedua panel, para. 3. 228 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 78. 219 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] berasal dari negara asal. Selain itu, teks undang-undang dasar menjelaskan bahwa DPR menerapkan ekspor bijih 229 nikel yang belum diolah daripada penjualan internal produk tersebut. 7.54. Kanada berkomentar bahwa Panel harus fokus pada "sifat tindakan" daripada pada apakah tindakan tersebut merupakan tindakan internal atau yang diterapkan di perbatasan. Dalam pandangan Kanada, DPR beroperasi untuk membatasi kuantitas atau jumlah produk yang dapat diekspor dan oleh karena itu termasuk dalam Pasal XI:1 GATT 230 1994 daripada kasus yang tercakup dalam Pasal III:4 GATT 1994. Demikian pula, Inggris Raya menyatakan bahwa analisis harus berfokus pada apakah terdapat hubungan yang memadai antara tindakan yang relevan dan tindakan mengimpor dan mengekspor produk yang relevan dan bahwa persyaratan ini tidak berarti bahwa suatu tindakan 231 harus diterapkan pada saat impor (atau ekspor). 7.2.1.2.3 Analisis oleh Panel 7.55. Argumen Indonesia dalam hal ini menimbulkan pertanyaan interpretatif tentang ruang lingkup Pasal XI:1 GATT 1994 dan kemudian pertentangan faktual sehubungan dengan operasi DPR itu sendiri. Pertentangan faktual Indonesia hanya relevan jika Panel menerima interpretasi Indonesia bahwa ada garis batas yang ketat dalam GATT 1994 sehubungan dengan ruang lingkup kewajiban dimana beberapa berlaku untuk tindakan internal dan yang lainnya untuk tindakan perbatasan. 7.56. Dalam pandangan Indonesia, Pasal XI:1 GATT 1994 hanya berlaku untuk apa yang disebut perbatasan dan DPR bukanlah perbatasan. Dalam pandangan Indonesia berarti DPR berada di luar ruang lingkup Pasal XI:1 GATT 1994. 7.57. Panel mencatat bahwa istilah "tindakan perbatasan" tidak muncul di mana pun dalam GATT 1994. Anggota, panel, dan Badan Banding telah menggunakan istilah tindakan internal dan perbatasan sebagai teknik untuk membedakan antara jenis tindakan yang dicakup oleh tindakan dasar. kewajiban dalam GATT 1994 – most favoured nation (MFN), pengikatan tarif, pembatasan kuantitatif, dan perlakuan nasional. Di masa lalu, garis batas antara apa itu tindakan perbatasan dan apa tindakan internal telah digunakan untuk menentukan kewajiban mana dalam GATT 232 1994 yang dapat diterapkan pada tindakan tertentu. 7.58. Meskipun teknik seperti itu berguna ketika ada potensi lebih dari satu kewajiban untuk diterapkan pada tindakan tertentu, hal ini lebih mungkin menjadi situasi tindakan yang mempengaruhi impor seperti Pasal I, II, III, dan XI GATT 1994. semuanya mengatur perlakuan terhadap impor dari berbagai perspektif. Namun, GATT 1994 tidak mensyaratkan pemisahan konsep yang tegas sehingga tidak ada tumpang tindih. Pasal I menyatakan bahwa kewajiban MFN berlaku tidak hanya di perbatasan, tetapi juga untuk tindakan-tindakan yang tercakup dalam Pasal III GATT 1994. Selain itu, Ad Note untuk Pasal III GATT 1994 mengklarifikasi bahwa tindakan-tindakan dapat termasuk dalam lingkup Pasal III , yang biasanya terlihat dipicu oleh peristiwa internal, meskipun diterapkan di perbatasan. 7.59. Berkaitan dengan Pasal XI sendiri, ada beberapa unsur penting yang perlu diperhatikan. Pertama, Pasal XI:1 merupakan kewajiban untuk tidak memberlakukan pembatasan kuantitatif, bukan merupakan ketentuan nondiskriminasi, seperti Pasal III:4. Cakupannya tidak terbatas pada impor, tetapi juga berlaku untuk tindakan ekspor atau penjualan untuk ekspor. Panel juga mencatat bahwa ketentuan tersebut membedakan antara caranya mengacu pada kewajiban sehubungan dengan impor dan ekspor. Pasal XI:1 GATT 1994 mengacu pada langkah-langkah impor produk apa pun ketika mengacu pada impor. Ketika mengacu pada ekspor, ketentuan menggunakan frase yang serupa: "pada ekspor" tetapi juga menambahkan klausa tambahan "atau penjualan untuk ekspor". Ini harus diberi makna. Penggunaan disjungtif "atau" menunjukkan bahwa dua konsep ekspor dan penjualan untuk ekspor tidak digabungkan satu sama lain. Kemiripan istilah "pada ekspor" dengan "pada impor" menunjukkan bahwa frasa inilah yang mengacu pada tindakan perbatasan, sedangkan penjualan untuk ekspor mengacu pada hal lain. Sebagaimana dicatat oleh Uni Eropa, penjualan untuk ekspor seringkali akan dilakukan seluruhnya di dalam wilayah Anggota pengekspor. Menerima pembacaan Indonesia bahwa Pasal XI:1 GATT 1994 hanya berlaku untuk tindakan yang mengatur tindakan di perbatasan, oleh karena itu, akan membuat istilah "atau penjualan untuk ekspor" tidak dapat 233 digunakan. 229 Pengajuan pihak ketiga Jepang, para. 13-14. Tanggapan pihak ketiga Kanada terhadap pertanyaan Panel No. 1 (mengacu pada Panel Report, Brazil – RetreadedTyres, para. 7.372). 231 Tanggapan pihak ketiga Britania Raya terhadap pertanyaan Panel No. 1. 232 Lihat Panel Report, India – Autos, paras. 7.217-7.224 (mengutip GATT Panel Report, Canada – FIRA, para. 5.14). 233 Panel Report, India – Autos, para. 7.222 (mencatat bahwa prinsip penafsiran perjanjian yang efektif berlaku untuk mencegah pengurangan ketentuan apa pun menjadi tidak berguna). 230 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.60. Panel sependapat dengan Indonesia bahwa laporan panel dan Appellate Body dalam China – Auto Parts memberikan panduan yang berguna dalam hal ini. Panel itu memeriksa tujuan yang mendasari dan pusat gravitasi dari tindakan tersebut daripada bagaimana tergugat mengklasifikasikan atau membentuk ukuran yang digugat. Dalam hal itu, panel dan Badan Banding menemukan bahwa suatu tindakan yang dianggap sebagai pabean benarbenar merupakan tindakan internal yang tunduk pada Pasal III:4 GATT 1994 (dan bukan Pasal II:1) karena bea tambahan yang dibebankan dipicu. oleh penggunaan internal suku cadang mobil yang diimpor. Dalam kasus instan Panel memiliki situasi sebaliknya – langkah tersebut berlaku untuk pelaku domestik tetapi beroperasi untuk mencegah penjualan bijih nikel untuk ekspor. 7.61. Sesuai sifatnya, tindakan yang mengatur ekspor akan ditujukan kepada pelaku dalam negeri dan bukan kepada pelaku atau produk asing. Memang, Indonesia telah menyebutkan ketidakmampuannya untuk menjalankan yurisdiksi atas pembeli asing sebagai salah satu alasan mengapa larangan ekspor diperlukan untuk memastikan kepatuhan terhadap persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral Indonesia yang 234 berkelanjutan. Langkah-langkah ekspor atau penjualan untuk ekspor dapat ditujukan kepada produsen produk 235 yang hanya diproduksi oleh Anggota atau yang tidak menghadapi persaingan impor. Argumen Indonesia bahwa kebijakan tersebut berlaku untuk semua produsen dalam negeri terlepas dari apakah mereka bermaksud untuk menjual di pasar domestik atau luar negeri, bagaimanapun, bersifat tautologis sebagaimana kebijakan tersebut memang membutuhkan penjualan di pasar domestik. Oleh karena itu, fakta bahwa tindakan tersebut ditujukan kepada pelaku domestik tidak menghilangkannya dari ruang lingkup Pasal XI:1 GATT 1994. Jika ini saja sudah cukup untuk membuat suatu tindakan berada di luar ruang lingkup Pasal XI:1 GATT 1994 seluruh kewajiban untuk menghindari pembatasan ekspor dapat dianggap tidak berguna. Hal ini demikian, khususnya dalam kasus produk di mana suatu negara mengekspor tetapi tidak mengimpor, yang sering terjadi pada sumber daya alam. 236 7.62. Indonesia mengakui bahwa DPR “dipicu” oleh produksi dan penjualan bijih nikel. Indonesia juga mengakui bahwa penambang bijih nikel mentah yang belum diolah tidak diizinkan untuk menjual bijih mereka untuk diekspor, 237 mengubah kilang dalam negeri menjadi satu-satunya pembeli potensial. Indonesia juga mengakui bahwa proses pemurnian, yang harus dilakukan di dalam negeri, mengubah bijih nikel menjadi produk lain dan hanya produk ini 238 yang dapat diekspor. Artinya bahwa, jika penambang dan produsen sepenuhnya mematuhi DPR, tidak ada bijih nikel di Indonesia yang dapat diekspor. DPR dengan demikian mencegah penjualan untuk ekspor bijih nikel mentah yang tidak dimurnikan. Pusat gravitasi dari ukuran tersebut justru kepada siapa bijih tersebut dapat dijual. Hal ini diperkuat dengan jawaban Indonesia atas pertanyaan Panel tentang bagaimana kontribusi DPR untuk mencegah penipisan cadangan bijih nikel. Indonesia menjelaskan bahwa salah satu cara DPR mencegah penipisan cadangan bijih nikel adalah dengan membatasi ekstraksi pada kapasitas terpasang smelter dalam negeri dan "meniadakan seluruhnya dari ekstraksi pasar yang tidak sesuai dengan persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya 239 mineral Indonesia yang berkelanjutan" . Indonesia selanjutnya menjelaskan bahwa tambang yang tidak dapat memenuhi persyaratan untuk dijual ke smelter dalam negeri dan sebelumnya berorientasi ekspor, akan dicabut 240 izinnya. 7.63. Indonesia mendesak Panel untuk menemukan bahwa larangan ekspor membuat DPR tidak relevan sehubungan dengan ekspor. Jika Panel sependapat dengan Indonesia dalam hal ini dan, pada saat yang sama, juga menemukan bahwa larangan ekspor tersebut (a) tidak tercakup dalam Pasal XI:2(a) GATT 1994, (b) tidak sejalan dengan Pasal XI:1 GATT 1994, dan (c) tidak dibenarkan berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994, Panel akan merekomendasikan agar Indonesia mencabut larangan ekspor. Indonesia dapat memenuhinya. Dalam skenario seperti itu, DPR kemudian akan berlaku kembali. Uni Eropa akan melakukan proses penyelesaian perselisihan yang panjang namun masih harus menunggu DPR dan perlu sekali lagi mengejar penyelesaian perselisihan untuk mendapatkan temuan sehubungan dengan konsistensi tindakan yang telah dikonsultasikan pada tahun 2019. Panel tidak percaya situasi seperti itu akan 234 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 174-175. Panel mengingatkan bahwa Indonesia pada awalnya berpendapat bahwa DPR akan dinilai berdasarkan Pasal III:4 GATT 1994. Namun, hal ini tidak mungkin karena Pasal III:4 berlaku untuk situasi persaingan antara impor dan produk sejenis dalam negeri. Seperti yang dicatat oleh Indonesia sendiri selama pertemuan kedua Panel, tidak masuk akal untuk berharap bahwa Indonesia akan mengimpor bijih nikel. Intinya, oleh karena itu, kasus saat ini tidak seperti dalam India – Autos atau China – Auto Parts di mana panel dihadapkan pada pertanyaan apakah salah satu ketentuan GATT 1994 mengatur suatu tindakan. Pertanyaannya, apakah tindakan tersebut tercakup dalam Pasal XI:1 GATT 1994 atau tidak sama sekali. 236 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 78. 237 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, paragraf, 174-175 dan tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 45(c). Lihat juga tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 79 ("Persyaratan pemrosesan dalam negeri hanya membebankan kewajiban pemrosesan pada semua perusahaan pertambangan di Indonesia, terlepas dari apakah penjualan dilakukan di pasar domestik atau luar negeri."). 238 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 66(c). 239 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 75(b). 240 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 75(b). 235 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] merupakan penyelesaian perselisihan yang cepat. Panel setuju, oleh karena itu, dengan Amerika Serikat dan Inggris bahwa untuk Uni Eropa untuk mencari keputusan DPR, DPR saat ini tidak harus menciptakan efek yang membatasi. 7.64. Panel mencatat bahwa DPR pertama kali dirujuk dalam UU No. 4/2009 dan Uni Eropa meminta konsultasi tentang langkah ini pada tahun 2019 sebelum larangan ekspor baru berlaku pada 1 Januari 2020. Namun demikian, sehubungan dengan argumen Indonesia, penting untuk mengingat bahwa Anggota dapat membawa ke WTO langkah-langkah penyelesaian sengketa yang belum dilaksanakan serta yang telah kedaluwarsa atau tidak berlaku 241 lagi. Argumen Indonesia bahwa DPR tidak berfungsi sebagai prasyarat untuk ekspor bijih nikel atau membatasi ekspor karena ekspor bijih nikel dilarang bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum WTO yang dipahami dengan baik ini. Menerima argumen Indonesia akan berarti bahwa Anggota dapat menghindari temuan ketidakpatuhan sehubungan dengan satu tindakan dengan mengadopsi tindakan lain yang secara bebas diakuinya tidak sesuai dengan Pasal XI:1, untuk mencegah efek dari tindakan pertama. Pendekatan semacam itu dapat menggagalkan prinsip penyelesaian perselisihan yang cepat antara Anggota yang diatur dalam Pasal 3.3 DSU. 7.65. Sebagaimana dicatat dalam bagian 2.1.2 di atas, DPR mewajibkan pemegang ijin IUP dan IUPK untuk memurnikan (dalamhal ini menyuling) bijih nikel secara domestic. Indonesia telah menjelaskan bahwa Lampiran I pada Permen ESDM No. 25/2018 hanya berisi informasi berkenaan dengan pemurnian bijih nikel, selain dari 242 pengolahan, karena bijih nikel tidak dapat mengalami pengolahan minimal dan harus dimurnikan atau disuling. Indonesia juga mengklarifikasi bahwa produk yang dihasilkan setelah pemurnian atau pemurnian yang diperlukan bukan lagi bijih nikel, tetapi akan menjadi produk seperti nikel mate, ferro nikel, nickel pig iron, atau campuran 243 endapan hidroksida , atau endapan campuran sulfida, yang termasuk dalam kode HS yang berbeda dari bijih nikel. Meskipun DPR tidak secara tegas melarang ekspor bijih nikel dengan cara yang sama seperti peraturan yang menerapkan larangan ekspor, hal itu menciptakan situasi di mana hanya produk nikel olahan yang akan tersedia untuk ekspor. Pada dasarnya, tindakan seperti itu membatasi ekspor bijih nikel. . 7.66. DPR mengatur penjualan bijih nikel dan beroperasi untuk menciptakan situasi di mana tidak ada bijih nikel yang tersedia bagi eksportir untuk dijual ke luar negeri. Satu-satunya produk yang tersedia untuk ekspor adalah produk 244 hilir seperti ferro nikel, nikel pig iron, dan nikel matte. Oleh karena itu, Panel menyimpulkan bahwa DPR adalah ukuran penjualan untuk ekspor dalam pengertian Pasal XI:1 GATT 1994 dan tunduk pada kewajiban di dalamnya. 7.2.1.3 Apakah DPR memiliki efek membatasi ekspor 7.2.1.3.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 7.67. Seperti disebutkan di atas, Uni Eropa berargumen bahwa DPR dirancang dan beroperasi sedemikian rupa untuk membatasi kemungkinan mengekspor produk mineral mentah yang tidak dimurnikan dan belum diproses dan, oleh 245 karena itu, memiliki efek pembatas langsung yang melekat pada ekspor. 7.68. Indonesia berargumen bahwa meskipun Panel mempertimbangkan bahwa DPR termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:1 GATT 1994, Uni Eropa gagal membuat kasus inkonsistensi prima facie dengan Pasal XI:1 GATT 1994 karena tidak menunjukkan bahwa DPR memiliki efek pembatasan pada perdagangan bijih nikel yang sepenuhnya 241 Jika Panel menemukan bahwa DPR tidak lagi berlaku, rekomendasi dapat dibuat berdasarkan Pasal 19 DSU sehubungan dengan kepatuhan, tetapi tidak dikecualikan untuk membuat temuan mengenai konsistensi DPR dengan kewajiban WTO Indonesia. Lihat mis. Panel Report, Chile – Price Band System, paras. 7.112 and 7.124 di mana panel menahan diri untuk tidak membuat rekomendasi kepada responden berdasarkan Pasal 19 DSU untuk menyelaraskan tindakan yang sudah tidak ada lagi tetapi menyimpulkan bahwa tidak ada yang menghalanginya untuk membuat temuan tentang tindakan tersebut. Lihat juga GATT Panel Report, US — Superfund, para. 5.2.2; Panel Report, US — Poultry (China), para. 7.56; dan Appellate Body Reports, EC – Bananas III (Article 21.5 – Ecuador II) / EC – Bananas III (Article 21.5 – US), para. 270. Dalam US — Superfund, panel GATT menemukan bahwa Pasal III dan XI GATT 1947 juga dimaksudkan untuk menciptakan prediktabilitas yang diperlukan untuk merencanakan perdagangan di masa depan. Panel mencatat bahwa pemberlakuan pajak yang dipersoalkan pada awal tahun kedua setelah perselisihan adalah jangka waktu di mana keputusan perdagangan dan investasi yang dapat dipengaruhi oleh pajak akan diambil. Panel dalam US — Poultry (Chna) melanjutkan untuk membuat temuan tentang konsistensi WTO atas tindakan yang telah kadaluwarsa sementara juga mengakui bahwa tidak tepat untuk membuat rekomendasi sehubungan dengan tindakan tersebut. Dalam EC – Bananas III (Article 21.5 – Ecuador II) / EC – Bananas III (Article 21.5 – US), Badan Banding mempertimbangkan bahwa bahwa "dalam kebijaksanaan panel untuk memutuskan bagaimana mempertimbangkan modifikasi selanjutnya atau pencabutan tindakan yang dipermasalahkan ... tergantung pada kekhasan perselisihan di hadapan mereka". 242 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 66(a). 243 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 12 dan 66. 244 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 66. 245 Pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 50. (catatan kaki dihilangkan) Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 246 disebabkan oleh tindakan tersebut terpisah dan terlepas dari efek pembatasan larangan ekspor. Indonesia berpendapat bahwa karena larangan ekspor dalam Peraturan ESDM No. 11/2019 sama sekali melarang ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020, tidak ada keadaan di mana DPR saat ini dapat memiliki efek pembatasan pada ekspor bijih 247 nikel. 7.69. Indonesia berargumen bahwa fakta menunjukkan bahwa bahkan tanpa larangan ekspor, DPR tidak akan 248 memiliki efek yang membatasi ekspor bijih nikel. Indonesia mendukung argumennya dengan menunjukkan bukti sejak larangan ekspor tidak diberlakukan (pertama dari 12 Januari 2009 hingga 12 Januari 2014 dan kedua dari 11 249 Menurut Indonesia, pada periode pertama penangguhan larangan Januari 2017 hingga 31 Desember 2019). ekspor, ekspor bijih nikel yang belum diolah meningkat lima kali lipat dari 10 juta metrik ton basah pada tahun 2009 menjadi 52 juta ton pada tahun 2013, dan pada periode kedua lebih dari enam kali lipat dari 4,9 juta metrik ton 250 basah pada tahun 2017 menjadi 30,2 juta metrik ton basah pada tahun 2019. Dalam pandangan Indonesia, meskipun pengaruh perdagangan tidak diharuskan untuk menunjukkan pengaruh yang membatasi, pengaruh tersebut tidak dapat diabaikan ketika mereka menyangkal satu. Menurut Indonesia, Uni Eropa secara efektif meminta Panel "untuk menyisihkan data ekspor empiris demi dugaan untuk menyimpulkan bahwa peraturan 251 internal yang tidak diskriminatif adalah pembatasan kuantitatif yang dilarang berdasarkan Pasal XI:1". 7.70. Indonesia berpendapat DPR tidak bisa langsung membatasi ekspor, karena tidak mengatur apakah bijih nikel bisa diekspor. Berdasarkan hukum Indonesia, otorisasi atau larangan untuk mengekspor bijih nikel atau mineral mentah lainnya dilaksanakan melalui ketentuan hukum tertentu yang berbeda dari, dan berlaku terlepas dari, DPR mana pun. Indonesia berargumen bahwa ketentuan hukum yang secara khusus mengatur ekspor bijih nikel bersifat 252 lex specialis terhadap persyaratan umum untuk melakukan kegiatan pengolahan minimum di Indonesia. Indonesia menunjuk data ekspor tersebut sebagai penegasan bahwa rezim hukum Indonesia mengizinkan ekspor terpisah dari 253 DPR. Uni Eropa, pada bagiannya, berpendapat bahwa "[i]i tidak penting untuk penerapan Pasal XI: 1 GATT 1994 bagaimana hukum nasional yang bersangkutan memanggil dan mengkategorikan tindakan nasional yang bersangkutan" yang penting adalah apakah suatu penilaian yang objektif mengungkapkan bahwa tindakan tersebut 254 melarang atau membatasi ekspor. Uni Eropa membandingkan ketentuan yang relevan dalam Permen ESDM No. 25/2018 (Pasal 16, 17, dan 46) dan menyimpulkan bahwa argumen Indonesia bahwa DPR tidak mengatur ekspor 255 sama sekali tidak dapat dipertahankan. 7.71. Jepang, Korea, Inggris Raya, dan Amerika Serikat berpendapat bahwa penggugat tidak perlu menunjukkan bahwa pembatasan atau larangan ekspor memiliki efek perdagangan yang sebenarnya. Panel dapat menemukan pelanggaran Pasal XI:1 jika DPR membuat pembatasan tindakan atau ekspor tanpa perlu menunjukkan bahwa hal itu 256 Ukraina, pada bagiannya, berpendapat bahwa telah menyebabkan penurunan ekspor yang sebenarnya. penggugat tidak dapat cukup nyatakan klaimnya; ia harus menunjukkan apa yang dilakukan tindakan dalam hal 257 pengaruhnya terhadap perdagangan. 7.72. Amerika Serikat mencatat bahwa Panel tidak dicegah untuk menemukan bahwa suatu tindakan melanggar Pasal XI:1 hanya karena ada tindakan lain yang juga dapat melarang atau membatasi ekspor dan menyatakan bahwa larangan ekspor Indonesia tidak mencegah Panel untuk mengevaluasi persyaratan pemrosesan dalam negeri 258 berdasarkan Pasal XI:1. Kerajaan Inggris mencatat bahwa, meskipun larangan ekspor menghilangkan efek praktis DPR, hal itu tampaknya tidak mengubah sifat DPR atau hubungannya dengan ekspor produk yang 259 dipermasalahkan. 246 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 12. Lihat juga pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 80 dan 84 dan pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 27. 247 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 52. 248 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 13. 249 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 52-54; dan jawaban atas pertanyaan Panel No. 13. 250 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 13 mengacu pada KESDM, Excel tentang "Produksi dan Penjualan Bijih Nikel dari 20102020", (Bukti IDN-24). 251 Pernyataan pembukaan Indonesia pada sidang kedua Panel, para. 4. 252 Pernyataan pembukaan Indonesia pada pertemuan kedua Panel, para. 29; dan jawaban atas pertanyaan Panel No. 73; No.74(c). 253 Komentar Indonesia atas jawaban Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 77. 254 Komentar Uni Eropa atas jawaban Indonesia atas pertanyaan Panel No. 74. 255 Komentar Uni Eropa atas jawaban Indonesia atas pertanyaan Panel No. 74. 256 Pengajuan pihak ketiga Jepang, para. 10; Pengajuan pihak ketiga Korea, para. 12; Pengajuan pihak ketiga Britania Raya, para. 4-6; Pengajuan pihak ketiga Amerika Serikat, para. 12-13. 257 Pengajuan pihak ketiga Ukraina, para. 9. 258 Tanggapan pihak ketiga Amerika Serikat terhadap pertanyaan Panel No. 1. 259 Tanggapan pihak ketiga Britania Raya terhadap pertanyaan Panel No. 1. Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.73. Kanada dan Inggris berpendapat bahwa masalahnya adalah hubungan antara tindakan yang relevan dan pengaruhnya terhadap jumlah ekspor produk tertentu. Pada saat ekspor diizinkan, namun tidak dapat dilakukan kecuali DPR telah puas. Artinya, tindakan ekspor bergantung pada kepatuhan DPR. 7.2.1.3.2 Analisis oleh Panel 260 7.74. Sebagaimana disebutkan di atas , tidak semua pembatasan ekspor atau penjualan untuk ekspor akan bertentangan dengan Pasal XI:1 GATT 1994. Sebaliknya, hanya pembatasan yang berdampak terbatas pada jumlah ekspor. Panel menentukan konsistensi dengan Pasal XI:1 berdasarkan desain, arsitektur, dan struktur pengungkapan 261 tindakan yang dipertimbangkan dalam konteksnya yang relevan. Data tentang arus perdagangan dapat berfungsi untuk mengilustrasikan atau mengkonfirmasi kesimpulan tentang efek pembatasan atau ketiadaan tindakan 262 tertentu tetapi tidak menentukan apakah suatu tindakan merupakan pembatasan ekspor atau penjualan untuk ekspor dalam pengertian Pasal XI:1 GATT 1994. Dalam konteks ini, penting untuk diingat bahwa suatu tindakan dapat ditentang berdasarkan de jure-nya. alam dan masa lalunya atau pengaruh potensial yang membatasi, meskipun saat ini tidak berpengaruh. 7.75. DPR pada dasarnya mensyaratkan bijih nikel dijual ke pengolah di dalam negeri yang kemudian mengubahnya menjadi selain bijih nikel. Artinya, jika tambang dan kilang memenuhi DPR, tidak akan ada bijih nikel yang tersedia untuk dijual untuk diekspor. Uni Eropa telah mengajukan kasus prima facie bahwa DPR membuat pembatasan ekspor bijih nikel secara de jure bahkan pada saat tidak ada larangan ekspor yang berlaku. 7.76. Dalam upaya untuk membantah kasus prima facie Uni Eropa, Indonesia berpendapat bahwa keseluruhan efek pembatasan disebabkan oleh larangan ekspor dan bukan oleh DPR. Untuk mendukung argumennya, Indonesia menunjukkan data ekspor untuk periode ketika Indonesia mengklaim ekspor diizinkan, tetapi DPR tetap berlaku. Indonesia juga berargumen bahwa DPR tidak dapat membatasi ekspor karena dalam sistem hukum Indonesia, Kementerian Perhubungan, bukan Kementerian ESDM, yang dapat mengizinkan atau melarang ekspor. 7.77. Indonesia memberikan data yang menunjukkan peningkatan ekspor bijih nikel pada periode ketika klaim larangan ekspor "dicabut" dan DPR tetap memaksa untuk berpendapat bahwa DPR tidak memiliki efek pembatasan ekspor terpisah dan terlepas dari larangan ekspor itu sendiri. Panel mencatat, bagaimanapun, bahwa pelonggaran 263 larangan dalam periode yang relevan hanya terkait dengan bijih berkadar rendah. Larangan ekspor bijih berkadar tinggi tetap berlaku. Data, oleh karena itu, tidak menunjukkan apa yang akan terjadi jika kedua tindakan – larangan ekspor dan DPR – tidak dilakukan secara bersamaan. 7.78. Sehubungan dengan data itu sendiri, Panel mencatat bahwa data tersebut disajikan sebagai volume absolut dari data ekspor. Efek pembatas dapat ditunjukkan tidak hanya dengan pengurangan jumlah absolut, tetapi juga 264 melalui penekanan peningkatan atau pengurangan pangsa pasar. Panel juga mencatat bahwa Indonesia sendiri melaporkan ketidakseimbangan saat ini antara penawaran dan permintaan serta memprediksi ledakan permintaan 265 untuk bijih nikel. 7.79. Panel mencatat bahwa ekspor ini akan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan yang terpisah (Peraturan ESDM No. 20/2013, kemudian 1/2014, kemudian 25/2018 dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 1/2017), yang memungkinkan ekspor produk rendah menambang bijih dengan persetujuan Menteri Perdagangan jika persyaratan 266 tertentu dipenuhi – terutama pembangunan fasilitas pemurnian. Penciptaan peluang terbatas untuk mengekspor melalui permohonan khusus kepada Menteri Perdagangan tidak meniadakan keseluruhan desain, arsitektur, 260 Lihat para. 7.27 di atas. Appellate Body Reports, Argentina – Tindakan Impor, para. 5.217. 262 Panel Report, Indonesia – Import Licensing Regimes, para. 7.132. 263 Panel meminta Indonesia untuk menyediakan data ekspor bijih berkadar rendah dan berkadar tinggi (lihat pertanyaan Panel No. 17(a)). Jawaban Indonesia tidak membuat perbedaan seperti itu. Ketika ditanya apakah data tersebut hanya mewakili bijih berkadar rendah, Indonesia mengindikasikan bahwa tidak semua ekspor adalah bijih berkadar rendah, tetapi juga mencatat bahwa "setelah pelonggaran larangan ekspor, sejumlah besar bijih berkadar rendah bijih diekspor." Lihat tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 76. Indonesia juga mencatat dalam pengajuan tertulis pertamanya bahwa kemurnian nikel yang diekspor oleh salah satu perusahaan besar Indonesia ke China pada tahun 2019 rata-rata [[***]]. Lihat pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 48. 264 Appellate Body Report, US – Large Civil Aircraft (2nd complaint) para. 1006. 265 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 88. 266 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 74(c), mengacu pada MOT, Excel tentang "Permohonan Ekspor yang Disetujui", Bukti IDN-123 (BCI). [[***]] "Antara 2017-2019, Kementerian Perhubungan tidak menolak permohonan persetujuan ekspor, yang memenuhi semua persyaratan undang-undang". 261 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] pengungkapan struktur, dan efek DPR. 7.80. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Panel menyimpulkan bahwa data ekspor Indonesia belum membantahnya prima facie bahwa DPR pada dasarnya memiliki efek yang membatasi. 7.81. Indonesia juga berargumen bahwa DPR tidak dapat membatasi ekspor karena posisinya dalam rezim hukum domestik Indonesia. Indonesia menjelaskan bahwa DPR dikeluarkan oleh Kementerian ESDM dan hanya Kementerian Perhubungan yang berwenang untuk mengizinkan atau melarang ekspor. Panel mencatat bahwa bagaimana suatu tindakan dicirikan oleh responden dalam rezim hukumnya sendiri tidak menentukan bagaimana 267 tindakan itu akan dipertimbangkan oleh panel atau Badan Banding. Panel juga mencatat bahwa tindakan dapat berdampak membatasi ekspor tanpa berupa larangan ekspor secara tegas. Tidak ada dalam perjanjian WTO yang menyatakan bahwa tindakan pemerintah yang membatasi ekspor hanya terbatas pada mereka yang melakukannya secara eksplisit dan sesuai dengan otoritas pemerintah tertentu. 7.82. DPR tertuang dalam Pasal 103 UU No. 4/2009 dan telah diimplementasikan dari waktu ke waktu melalui berbagai peraturan, terakhir Peraturan ESDM No. 25/2018, yang secara tegas membatasi kemampuan pemegang IUP/IUPK untuk Produksi Operasi dan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian Mineral 268 Permen ESDM lainnya logam, Mineral bukan logam, atau batuan untuk menjual bijih nikel ke luar negeri. menyatakan mengizinkan atau melarang ekspor atau memberikan pengecualian terhadap larangan yang ada jika eksportir mendapat izin dari menteri perdagangan dan menunjukkan bahwa mereka sedang membangun fasilitas 269 pemurnian. Kementerian ESDM telah menerbitkan berbagai peraturan yang merujuk dan mengatur penjualan bijih nikel ke luar negeri, oleh karena itu Panel harus menganggap mereka memiliki kompetensi untuk melakukannya. Panel juga mencatat bahwa, dalam konteks larangan ekspor, Indonesia tidak berpendapat bahwa Peraturan ESDM No. 11/2019 tidak dapat dijadikan dasar gugatan pelanggaran Pasal XI:1 karena dikeluarkan oleh ESDM dan bukan Kemendag. 7.83. Oleh karena itu, Panel menemukan bahwa fakta bahwa DPR dikelola oleh Kementerian ESDM dan bukan Kementerian Perdagangan dan ditujukan kepada perusahaan pertambangan dan kilang dan bukan kepada eksportir tidak cukup untuk menyimpulkan bahwa hal itu tidak memiliki efek yang membatasi ekspor. 7.84. Singkatnya, Uni Eropa telah menunjukkan bahwa rancangan, arsitektur, dan struktur DPR yang terbuka menunjukkan bahwa pada dasarnya DPR memiliki efek yang membatasi ekspor. Dengan demikian, Uni Eropa telah menetapkan kasus prima facie bahwa DPR tidak konsisten dengan Pasal XI:1 GATT 1994, yang belum dibantah oleh Indonesia. 7.2.1.4 Kesimpulan apakah DPR merupakan pembatasan dalam pengertian Pasal XI:1 GATT 1994 7.85. Panel menemukan bahwa teks Pasal XI:1 GATT 1994 dengan jelas mencakup tindakan-tindakan yang berkaitan dengan "penjualan untuk ekspor". Panel menemukan bahwa DPR termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:1 GATT 1994 karena merupakan pembatasan penjualan untuk ekspor bijih nikel, yang pada hakikatnya berdampak terbatas pada ekspor. Oleh karena itu, Panel berpendapat bahwa DPR tunduk pada kewajiban dalam Pasal XI:1 GATT 1994 dan berhak untuk dikecualikan dari kewajiban yang terkandung dalam Pasal XI:2(a) GATT 1994 jika unsur-unsur lain dari itu ketentuan terpenuhi. 7.2.2 Apakah bijih nikel penting bagi Indonesia menurut pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994 7.86. Sebagaimana disebutkan di atas, agar termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a) dan dengan demikian tidak termasuk dalam kewajiban dalam Pasal XI:1 larangan atau pembatasan harus pada bahan makanan atau produk penting lainnya kepada Anggota yang menanggapi. Oleh karena itu, Panel akan beralih pada penentuan apakah bijih 270 nikel penting bagi Indonesia. 267 Appellate Body Report, US – Large Civil Aircraft (2nd complaint) para. 593. Pasal 19 Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 juga mengacu kepada pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan. 269 Permen ESDM No. 20/2013, 1/2014, dan 11/2019. Panel tidak menemukan bahwa peraturan-peraturan ini merupakan bagian dari iterasi DPR saat ini dan juga tidak menemukan konsistensi mereka dengan kewajiban Indonesia berdasarkan GATT 1994, Panel hanya mencatat pola faktual dalam peraturan Indonesia yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM dan mengatur bijih nikel (di antara mineral lainnya). 270 Panel mencatat bahwa panel dalam China – Raw Materials, mengikuti urutan analisis yang sama, pertama-tama menentukan apakah tindakan tersebut merupakan larangan atau pembatasan, kemudian apakah terkait dengan produk penting, dan kemudian beralih ke elemen lain dari Pasal XI: 2(a). Lihat Panel Report, China – Raw Materials, bagian D.1.b. 268 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.2.2.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 7.87. Indonesia mengidentifikasi tiga alasan utama mengapa nikel sangat penting untuknya. Pertama, pentingnya pertambangan bagi perekonomian Indonesia, yang menyumbang sebagian besar dari PDB-nya. Dalam hal ini, Indonesia mencatat bahwa Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia yang menyumbang 7% dari output global, dan pertambangan nikel memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan pemerintah dan 271 lapangan kerja sekaligus menjadi signifikansi ekonomi dan strategis tertentu di daerah miskin di mana ia berada. 272 dihasilkan, seperti Sulawesi dan Maluku. Kedua, Indonesia berpendapat bahwa nikel merupakan input yang sangat diperlukan untuk industri baja yang menyumbang 3,94% dari total PDB industri. Indonesia mencatat bahwa industri baja dalam negeri tidak mampu memenuhi permintaan dan hampir setengah dari kebutuhan baja Indonesia 273 Ketiga, Indonesia menunjuk pada penerapan rencana strategis untuk memperluas dipasok dari luar negeri. produksi baterai EV di Indonesia dalam jangka pendek, yang menghasilkan kebutuhan untuk mengamankan input 274 penting untuk produksi tersebut, yaitu nikel. 7.88. Untuk mendukung argumennya, Indonesia mencatat bahwa panel di China – Raw Materials mengakui bauksit kelas refraktori sebagai "penting" bagi China karena merupakan masukan dalam pembuatan baja dan pentingnya 275 relevan sektor tersebut bagi perekonomian China. 7.89. Indonesia berargumen bahwa kasusnya bahwa nikel "penting" bagi Indonesia dalam pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994 belum berhasil dibantah oleh Uni Eropa. 7.90. Uni Eropa berpendapat bahwa hanya menjadi sumber kegiatan ekonomi utama di suatu wilayah atau Anggota tidak cukup untuk memenuhi syarat suatu produk sebagai esensial dalam arti Pasal XI:2(a) GATT 1994. Uni Eropa berpendapat bahwa salah satu harus menginterpretasikan jenis produk yang dicakup oleh ketentuan dengan mengacu pada penyertaan tegas "bahan makanan" dalam Pasal XI:2(a). Dalam pandangan Uni Eropa, yang menurutnya disetujui oleh Appellate Body, "produk lain yang penting bagi pihak yang mengadakan kontrak" harus 276 serupa dengan bahan makanan dan dengan demikian harus memenuhi kebutuhan penting penduduk. Menurut Uni Eropa, sebuah produk yang memiliki kepentingan ekonomi yang besar dalam hal menyediakan lapangan kerja atau pendapatan pemerintah mungkin tidak "penting" jika tidak menjawab kebutuhan vital tertentu dari 277 penduduk. Dalam pandangan Uni Eropa, jenis produk ini akan kurang lebih sama di semua Anggota, dengan 278 beberapa diferensiasi untuk kebiasaan diet lokal atau perbedaan iklim. Uni Eropa berpendapat bahwa menerima interpretasi Indonesia akan mengarah pada interpretasi yang terlalu luas dari Pasal XI:2(a) GATT 1994, yang akan memiliki konsekuensi menghapuskan kewajiban dalam Pasal XI :1 dari GATT 1994. 7.91. Kanada menyarankan agar pertimbangan Panel tentang apakah produksi nikel penting mengharuskannya untuk memeriksa data mengenai kapasitas produksi nikel dalam beberapa tahun terakhir dan membandingkan data tersebut dengan data mengenai permintaan domestik pada periode yang sama, serta menilai kontribusi bijih nikel 279 sebagai sektor. produksi bagi perekonomian Indonesia. 7.92. Sehubungan dengan apakah Pasal XI:2(a) GATT 1994 tersedia untuk pengenaan langkah-langkah untuk memastikan pasokan untuk industri dalam negeri, Korea, mengacu pada laporan Partai Kerja GATT di mana Partai Kerja menegaskan bahwa GATT 1994 " tidak mengizinkan pemberlakuan pembatasan atas ekspor bahan mentah 280 Kerajaan Inggris berkomentar bahwa "akses ke untuk melindungi atau memajukan industri dalam negeri". pasokan produk input dalam negeri bukanlah, dengan sendirinya, 'penting' untuk pengembangan industri dalam 281 negeri" dan kita harus melihat apakah input yang diimpor dapat memenuhi kebutuhan industri dalam negeri 271 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 136; Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 109- 115. Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 100. 273 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 137 mengacu pada (Bank Indonesia, “Produk Domestik Bruto berdasarkan Asal Industri dengan Harga Berlaku", Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2021), 226-227, Exhibit IDN-50.) Panel mencatat bahwa Indonesia di sini mengacu pada bagian dari PDB industri dan bukan total PDB yang diwakili oleh industri baja. 274 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 138; Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 100. 275 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 135. 276 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 129-131; Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 29. 277 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 132. 278 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan panel Nos. 29 dan 31. 279 Tanggapan pihak ketiga Kanada terhadap pertanyaan Panel No. 4. 280 Tanggapan pihak ketiga Korea terhadap pertanyaan Panel, No. 4. 281 Tanggapan pihak ketiga Britania Raya terhadap pertanyaan Panel No. 4. 272 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] tanpa memerlukan pembatasan ekspor. Jepang dan Amerika Serikat menerima kemungkinan bahwa mengamankan input untuk industri dalam negeri dapat diizinkan berdasarkan Pasal XI:2(a). Jepang, berpendapat bahwa Anggota yang menggunakan argumen ini akan diminta untuk menjelaskan mengapa pengembangan industri tertentu itu mutlak diperlukan atau sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar populasi Anggota tersebut, dan dengan 282 demikian mengapa produk input dalam industri tertentu itu adalah "penting" bagi Anggota. Untuk bagiannya, Amerika Serikat berpendapat bahwa suatu produk yang merupakan produk input untuk industri yang ingin 283 dikembangkan oleh Anggota "dapat menjadi faktor pendukung untuk 'kepentingan' produk bagi Anggota" . 7.2.2.2 Analisis oleh Panel 284 7.93. Istilah "esensial" didefinisikan sebagai "[a]sangat diperlukan atau diperlukan". Oleh karena itu, Pasal XI:2(a) mengacu pada kekurangan kritis bahan makanan atau produk yang mutlak diperlukan atau diperlukan. Dengan memasukkan, khususnya, kata "bahan makanan", Pasal XI:2(a) menentukan aturan dari apa yang mungkin dianggap sebagai produk esensial bagi pihak yang mengontrak, tetapi tidak membatasi ruang lingkup produk esensial lainnya hanya untuk bahan makanan. 7.94. Panel ini sependapat dengan panel dalam China – Raw Materials bahwa "[t] frase 'kepada Anggota pengekspor' tampaknya telah ditambahkan ke draf awal Pasal XI:2(a) untuk mengklarifikasi bahwa 'pentingnya 285 setiap produk harus dinilai dalam kaitannya dengan negara tertentu yang bersangkutan'". Ini tidak berarti bahwa 286 Anggota dapat dengan mudah menyatakan bahwa suatu produk penting untuknya. Namun, ini berarti bahwa jenis produk yang penting dapat berbeda dari Anggota ke Anggota. Penentuan apakah suatu produk itu penting harus difokuskan pada keadaan khusus yang dihadapi oleh Anggota yang menanggapi pada saat Anggota tersebut 287 menerapkan pembatasan atau pelarangan berdasarkan Pasal XI:2(a) GATT 1994. 7.95. Panel juga setuju dengan panel dalam China – Raw Materials bahwa definisi produk esensial dalam pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994 "dapat mencakup produk yang merupakan 'masukan' untuk produk atau industri penting 288 ". Seperti Badan Banding, Panel tidak mengecualikan bahwa tindakan yang termasuk dalam lingkup Pasal XI:2(a) 289 dapat berhubungan dengan sumber daya alam yang dapat habis. 7.96. Menerapkan pemahaman ini pada fakta-fakta kasus ini, Panel mengingat bahwa Indonesia telah menggambarkan bijih nikel kadar rendah sebagai limbah dan beban berlebih serta tidak layak secara ekonomi. Oleh karena itu, Panel menyimpulkan bahwa Indonesia belum menunjukkan bahwa bijih nikel kadar rendah saat ini merupakan produk penting bagi Indonesia. 7.97. Sehubungan dengan bijih kadar tinggi, Indonesia mendasarkan argumentasinya pada fakta bahwa produk tersebut penting bagi perekonomian dua wilayah – Maluku dan Sulawesi – dan di tiga industri: pertambangan nikel, 290 Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2020, pertambangan nikel baja tahan karat, dan baterai EV. menyumbang 27% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Sulawesi Tenggara, 41% dari PDRB di Sulawesi 291 Tengah, dan 23% dari PDRB di Maluku Utara. 7.98. Panel meminta Indonesia untuk memberikan informasi tentang lapangan kerja dan pendapatan di tiga wilayah yang menurut Indonesia sangat penting bagi bijih nikel: pertambangan nikel, baja tahan karat, dan baterai EV. 292 Indonesia menyerahkan data berikut sehubungan dengan pertambangan nikel dan industri baja tahan karat : 282 Tanggapan pihak ketiga Jepang terhadap pertanyaan Panel No. 4. Tanggapan pihak ketiga Amerika Serikat terhadap pertanyaan Panel No. 4. 284 Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 326. 285 Panel Reports, China – Raw Materials, para. 7.275 (mengutip Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, Sesi Kedua Komite Persiapan Konferensi PBB tentang Perdagangan dan Ketenagakerjaan. Komisi A: Laporan Sub-Komite Pasal 25 dan 27 E/PC/T/141 (1 Agustus 1947) ). 286 Panel Reports, China – Raw Materials, para. 7.345. 287 Panel Reports, China – Raw Materials, para. 7.276. 288 Panel Reports, China – Raw Materials, para. 7.282. 289 Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 337. 290 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 100, mengacu pada tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 39(a); Mining and Development in Indonesia: An Overview of the Regulatory Framework and Policies", International Mining for Development Centre: Action Research Report, (March 2013), (Bukti IDN-5), p. 11; dan Nikkei Asia, Automobiles "Indonesia's electric car dreams at odds with deforestation pledge", available at: https://asia.nikkei.com/Business/Automobiles/Indonesia-s-electric- car-dreams-at-odds-with-deforestation-pledge (diakses terakhir 21 Januari 2022), (Bukti IDN-99). 291 BPS, Excel "PDRB Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara" (Bukti IDN-100). 292 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 101 (berisi BCI). Panel mencatat bahwa Indonesia memberikan data mengenai pertambangan nikel dalam persentase sedangkan Indonesia menyajikan data industri baja nirkarat dalam bentuk desimal. Panel telah 283 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Year 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 NICKEL MINING INDUSTRY (NICKEL MINING + SMELTER) % of of Total # of % of total % Indonesia's government employees employment GDP revenue [[*** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** ***]] Year 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 STAINLESS STEEL INDUSTRY % of Total # of % of total Indonesia's employees employment GDP [[*** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** *** % of government revenue *** *** *** *** *** *** *** *** *** ***]] 7.99. Data menunjukkan bahwa pertambangan nikel telah mewakili bagian yang signifikan dari PDB Indonesia (di atas 10%) pada tingkat yang stabil dari tahun 2012-2021. Demikian juga pertambangan nikel merupakan bagian penting dari pendapatan pemerintah pada tahun 2012/2013 dan menurun setelahnya meskipun masih signifikan. Jumlah karyawan di pertambangan nikel kecil pada tahun 2012-2105 dan meningkat secara signifikan dari tahun 2016 hingga 2017 dan terus bertambah hingga mulai menurun pada tahun 2021. Sebagai bagian dari total lapangan kerja, pertambangan nikel telah mewakili bagian yang substansial dari total lapangan kerja sejak 2017. Sebaliknya, baja tahan karat mewakili persentase kecil dari PDB Indonesia dan mewakili persentase yang sangat kecil dari total lapangan kerja dan pendapatan pemerintah. Mengenai industri baterai EV, Indonesia mengakui bahwa ketika langkah-langkah tersebut diadopsi, tidak ada lapangan kerja di industri baterai EV, tetapi ada perkiraan bahwa membangun ekosistem EV akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDB dan menciptakan ribuan lapangan kerja langsung. , menghasilkan pendapatan negara, serta menciptakan ribuan lapangan kerja hilir 293 tambahan, dan meningkatkan neraca perdagangan Indonesia. 7.100. Panel mengingat pedoman dari Appellate Body bahwa berbagai unsur Pasal XI:2(a) saling menginformasikan, dan satu unsur dapat memberikan makna kepada unsur lainnya. Panel akan membahas lebih lanjut di bagian 7.2.3 di bawah elemen penerapan tindakan sementara berdasarkan Pasal XI:2(a) bahwa tindakan tersebut harus menjembatani kebutuhan yang berlalu dan tidak permanen atau dipertahankan sampai sumber daya alam benarbenar habis. . Seperti yang akan dibahas lebih lanjut di bagian 7.2.4 di bawah sehubungan dengan kekurangan kritis, Panel juga memahami bahwa fleksibilitas dalam Pasal XI:2(a) tidak dimaksudkan untuk memungkinkan Anggota memberlakukan pembatasan atas ekspor bahan mentah untuk untuk melindungi atau memajukan industri dalam 294 negeri. Mengingat hal itu, Panel berpendapat bahwa suatu produk masukan industri dapat menjadi penting dan berada dalam kategori "sangat diperlukan atau diperlukan" jika diperlukan untuk mempertahankan suatu industri melalui kebutuhan sesaat, tetapi tidak untuk melindunginya dari keanehan persaingan atau kondisi pasar biasa dengan hormat. untuk mengakses input, atau untuk menciptakan industri yang belum ada. Dalam hal ini, Panel berpandangan bahwa mungkin sulit untuk membuktikan bahwa suatu produk masukan penting dalam pengertian menyesuaikan data industri baja tahan karat agar sebanding dengan data pertambangan nikel. 293 Tanggapan Indonesia terhadap Pertanyaan Panel No. 101, mengacu pada KESDM, Presentasi “Peran Mineral dalam Pengembangan Industri Aki Indonesia” (10 September 2021), (Bukti IDN-127 (BCI)). 294 GATT/CP.4/33, Laporan Kelompok Kerja "D" tentang Pembatasan Kuantitatif tanggal 28 Maret 1950 diterbitkan ulang sebagai "Penggunaan Pembatasan Kuantitatif untuk Tujuan Protektif dan Komersial," Penjualan No. GATT/1950-3, para. 12. Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Pasal XI:2(a) GATT 1994 jika belum benar-benar digunakan oleh industri dalam negeri. pada Anggota yang menanggapi. Implikasi dari argumentasi Indonesia adalah jika panel dalam China – Raw Materials benar maka bauksit itu benar "penting" bagi perekonomian yang beragam seperti Cina, maka Panel ini harus menyimpulkan bahwa bijih nikel penting bagi Indonesia. Panel, bagaimanapun, tidak melihat kesejajaran yang tepat antara situasi bauksit di Cina dan nikel di Indonesia. Dalam hal ini, Panel mengingat faktor-faktor yang dianggap relevan oleh panel di China – Bahan Mentah ketika menentukan bahwa bauksit merupakan produk penting bagi China. Panel itu mencatat bahwa bauksit tahan api digunakan dalam produksi besi, baja, dan produk penting lainnya untuk pasar domestik dan ekspor China. Bahwa Cina adalah produsen utama baja – produk hilir – di dunia dan bahwa industri bajanya adalah konsumen utama dari produk input (bauksit tahan api) dan merupakan sumber lapangan kerja yang signifikan. Produk hilir juga merupakan produk penting dalam industri manufaktur dan konstruksi, dua sektor 295 fundamental yang menggerakkan industri dan pembangunan China. 7.101. Pertambangan nikel merupakan sumber penting lapangan kerja dan pendapatan pemerintah bagi Indonesia, terutama jika dilihat dari wilayah Maluku dan Sulawesi. Namun, langkah-langkah tersebut tidak dirancang untuk mengatasi kekurangan bijih nikel yang kritis bagi industri pertambangan. Sebaliknya, seperti yang dijelaskan Indonesia, langkah-langkah tersebut ditujukan untuk ketersediaan bijih nikel sebagai produk masukan bagi industri 296 hilir. Berbeda dengan situasi bauksit di Cina, bijih nikel belum menjadi masukan bagi industri hilir penting di Indonesia. Indonesia mengakui bahwa pada saat pembentukan Panel, produksi baterai kendaraan listrik belum dimulai di Indonesia dan hanya diproyeksikan menjadi sumber lapangan kerja dan pendapatan pemerintah di masa 297 mendatang. Demikian pula, produksi baja nirkarat saat ini merupakan bagian kecil ekonomi Indonesia, mewakili pangsa pekerjaan dan pendapatan pemerintah yang rendah selama periode 2012-2020. Terlebih lagi, Indonesia belum menunjukkan bukti betapa baja tahan karat dan baterai EV merupakan produk penting bagi industri manufaktur lain di Indonesia. 7.102. Oleh karena itu, Panel menemukan bahwa berdasarkan argumentasi dan bukti yang diberikan Indonesia, Indonesia belum memenuhi kewajibannya untuk menunjukkan bahwa bijih nikel penting bagi Indonesia dalam pengertian Pasal XI:2(a). 7.103. Seperti yang akan dibahas Panel lebih lanjut dalam paragraf 7.137 di bawah, prinsip kedaulatan permanen atas sumber daya alam relevan dengan interpretasi kewajiban GATT. Temuan Panel di sini tidak bertentangan dengan pemahaman tersebut. 7.2.3 Apakah larangan ekspor dan DPR diterapkan sementara 7.2.3.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 7.104. Indonesia mengandalkan penerapan larangan dan pembatasan ekspor bijih nikel di masa lalu untuk apa yang 298 disebutnya "hanya untuk jangka waktu terbatas" sebagai bukti bahwa peraturan pelaksanaan saat ini juga hanya berlaku sementara. Secara khusus, Indonesia mengacu pada dua larangan ekspor yang dilaksanakan melalui 299 Peraturan ESDM No. 7/2012 (yang berlaku selama 15 hari) dan No. 1/2014 (yang menurut Indonesia berlaku mulai 300 11 Januari 2014 hingga dicabut pada Januari 2017). 7.105. Demikian pula, sehubungan dengan DPR, Indonesia berargumen bahwa persyaratan ini "hanya berlaku untuk 301 membatasi ekspor nikel yang belum diolah atau belum dimurnikan untuk jangka waktu terbatas". Selanjutnya, Indonesia menyampaikan bahwa sejauh produsen dalam negeri tunduk pada persyaratan ini, mereka mempengaruhi 302 penjualan internal nikel dan, karenanya, termasuk dalam Pasal III:4 GATT 1994. 7.106. Indonesia menegaskan bahwa mereka memiliki praktik yang konsisten dalam menerapkan larangan dan 303 pembatasan ekspor bijih nikel secara eksklusif untuk sementara. Indonesia juga berpendapat bahwa mereka telah 295 Panel Reports, China – Raw Materials, para. 7.340. Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 137-138; dan pengajuan tertulis kedua, para. 116. 297 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 39(c) dan 101. 298 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 94. 299 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 95-96. 300 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 99. 301 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 103. 302 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 103. 303 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 78 mengacu pada pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 94-103. 296 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] menghasilkan bukti kontemporer bahwa alasan penerapan larangan ekspor bijih nikel adalah untuk mengamankan kebutuhan pasokan segera dari industri pengolahan dalam negeri dan bahwa penerapannya, oleh karena itu, untuk 304 menjembatani kebutuhan yang lewat. Akhirnya, Indonesia berpendapat bahwa Eropa Union tampaknya setuju bahwa, di masa lalu, larangan ekspor bijih nikel kadar rendah diberlakukan hanya untuk waktu yang terbatas, sehingga satu-satunya ketidaksepakatan yang tersisa di antara para pihak tampaknya hanya terkait dengan kadar 305 bijih nikel di atas 1,7%. Indonesia mencatat bahwa pada saat Uni Eropa meminta konsultasi pada tahun 2019, Peraturan ESDM 25/2018 telah berlaku kurang dari 1 tahun 7 bulan, sedangkan larangan ekspor dalam Peraturan ESDM 11/2019 dan Permendag 96/2019 adalah tidak berpengaruh sama sekali. Indonesia mencatat bahwa selama proses Panel berlangsung, Permen ESDM 25/2018 telah berlaku selama 3 tahun 8 bulan, sedangkan Permen ESDM 306 11/2019 dan Permen ESDM 96/2019 telah berlaku selama 2 tahun. Dalam pandangan Indonesia , mengingat jadwal eksplorasi hingga produksi bijih nikel, penerapan kurang dari empat tahun adalah waktu yang sangat singkat 307 dalam industri pertambangan. 7.107. Uni Eropa menyatakan bahwa tidak persuasif untuk merujuk pada cara penerapan larangan ekspor di masa 308 lalu untuk berargumen bahwa larangan ekspor saat ini juga hanya diterapkan sementara. Uni Eropa juga mencatat bahwa argumen penerapan sementara historis hanya dapat dikatakan berlaku untuk bijih kadar rendah karena 309 ekspor bijih kadar tinggi terus dilarang sejak Januari 2014. Uni Eropa berpendapat bahwa lamanya waktu peraturan 2019 berlaku sebelum konsultasi diminta tidak dapat dispositif karena berarti bahwa Anggota harus menunggu untuk jangka waktu yang lama sebelum mengajukan klaim dan oleh karena itu menerima pembatalan 310 atau penurunan manfaat berdasarkan perjanjian WTO. 7.108. Brasil dan Jepang mempertanyakan apakah motivasi di balik penerapan tindakan tersebut – yang tampaknya, 311 dalam pandangan mereka, penipisan cadangan bijih nikel – dapat dianggap sebagai kebutuhan sesaat. Amerika Serikat berkomentar bahwa ketika Indonesia mempertimbangkan kapasitas pemrosesannya akan terus berkembang, yang akan menghasilkan peningkatan permintaan, tidak jelas dan tidak mungkin bahwa pembatasan ekspor akan 312 diterapkan untuk waktu yang terbatas. Inggris mengacu pada temuan Appellate Body dalam China – Raw Materials bahwa pembatasan ekspor diterapkan pada sumber daya yang dimaksudkan untuk dipertahankan sampai cadangan yang tersisa habis, atau sampai teknologi atau kondisi baru mengurangi permintaan akan produk tersebut, tidak 313 dapat dikatakan "digunakan untuk sementara". 7.109. Kanada berpandangan bahwa meskipun larangan ekspor Indonesia belum diterapkan secara konsisten, Panel harus mempertimbangkan apakah larangan tersebut lebih bersifat tindakan konservasi jangka panjang yang diterapkan pada sumber daya mineral yang dapat habis dan apakah mungkin kekurangan yang diharapkan tidak akan pernah ada lagi. Kanada mengajukan bahwa "pembatasan yang diterapkan hampir sepanjang waktu sampai 314 cadangan habis tidak akan memenuhi persyaratan 'diterapkan sementara'". Selanjutnya, Kanada menyampaikan bahwa Panel juga harus mempertimbangkan apakah ada indikasi bahwa larangan tersebut akan diterapkan secara 315 Korea efektif. secara permanen, atau apakah akan dicabut, pada saat kekurangan kritis telah diselesaikan. menganggap bahwa suatu tindakan mungkin tidak bersifat sementara jika seseorang tidak dapat mengantisipasi secara wajar bahwa tindakan tersebut akan dicabut pada waktunya atau di bawah kondisi tertentu. -kondisi 316 sementara. 7.110. Jepang, Korea, Amerika Serikat, dan Inggris semuanya menyatakan keprihatinan bahwa serangkaian tindakan dengan beberapa jeda dalam penerapan atau satu tindakan yang sering dihentikan sementara dan dimulai kembali, dapat mengindikasikan bahwa tindakan tersebut sebenarnya dimaksudkan untuk bersifat permanen, tunduk pada pengecualian-pengecualian periodik. Mempertimbangkan tindakan(-tindakan) tersebut untuk diterapkan sementara dalam arti Pasal XI:2(a) dapat menciptakan kemungkinan bagi Anggota untuk mengelak dari pengecualian sempit 304 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 75-76 mengacu pada Siaran Pers ESDM, 2 September 2019 (Bukti IDN-92), hal.2. Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 79. 306 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 81. 307 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 82. 308 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 149. 309 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 151. 310 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 156. 311 Pengajuan pihak ketiga Brasil, para. 16; dan pengajuan pihak ketiga Jepang, para. 25-26. Amerika Serikat terhadap pertanyaan Panel No. 5 312 Pengajuan pihak ketiga Amerika Serikat, para. 22 dan tanggapan pihak ketiga Amerika Serikat terhadap pertanyaan Panel No. 2. 313 Pengajuan pihak ketiga Britania Raya, para. 12 (mengacu pada Appellate Body Reports, China – Raw Materials, paragraf 340). 314 Pernyataan pihak ketiga Kanada, paragraf 11, dan tanggapan pihak ketiga terhadap pertanyaan Panel No. 2. 315 Tanggapan pihak ketiga Kanada terhadap pertanyaan Panel No. 5. 316 Tanggapan pihak ketiga Korea terhadap pertanyaan Panel No. 2; Tanggapan pihak ketiga Amerika Serikat terhadap pertanyaan Panel No. 5. 305 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] tersebut sehingga membuat kewajiban substantif menjadi tidak berarti. 317 7.2.3.2 Analisis oleh Panel 7.111. Indonesia tidak mengutip teks apa pun dalam peraturan saat ini yang menunjukkan secara eksplisit bahwa peraturan tersebut dimaksudkan untuk sementara atau jika ada kerangka waktu tertentu yang diperkirakan akan dicabut atau memicu kriteria untuk mencabutnya. 7.112. Appellate Body telah mencatat bahwa penetapan jangka waktu tertentu sebelumnya tidak diperlukan untuk tindakan yang dianggap "diterapkan sementara" dalam arti Pasal XI: 2 (a). Pada saat yang sama, Appellate Body setuju dengan panel di China – Raw Materials bahwa tindakan "yang diterapkan 'sementara' dalam pengertian Pasal XI:2(a) adalah tindakan yang diterapkan untuk sementara, untuk memberikan keringanan dalam kondisi luar biasa untuk menjembatani kebutuhan yang lewat. Itu harus terbatas, yaitu, diterapkan untuk waktu yang terbatas" dan 318 tidak terbatas. 7.113. Sehubungan dengan argumen Indonesia tentang periode waktu yang terbatas di mana tindakan itu berlaku, Panel menyajikan tabel di bawah ini untuk mencerminkan pemahamannya tentang penerapan dua tindakan – larangan ekspor dan DPR – dari waktu ke waktu. Gambar 5: Garis waktu penerapan larangan ekspor Gambar 6: Timeline aplikasi DPR 317 Tanggapan pihak ketiga Jepang terhadap pertanyaan Panel No. 2; Tanggapan pihak ketiga Korea terhadap pertanyaan Panel No. 5; Tanggapan pihak ketiga Amerika Serikat untuk pertanyaan Panel No. 5, dan tanggapan pihak ketiga Inggris Raya untuk pertanyaan Panel No. 2. 318 Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 330 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.114. Meskipun lamanya waktu serangkaian tindakan serupa telah diberlakukan dapat menunjukkan pola tindakan jangka pendek, hal itu juga dapat menunjukkan tindakan jangka panjang yang hanya diperbarui oleh instrumen hukum yang berbeda. Panel mencatat dalam hal ini tidak ada jeda dalam penerapan DPR dan setiap jeda dalam penerapan larangan ekspor terbatas pada bijih kadar rendah. 7.115. Indonesia berargumen bahwa karena larangan awal pada tahun 2012 hanya berlangsung selama 15 hari dan peraturan tahun 2019 baru diberlakukan selama dua minggu ketika Uni Eropa meminta konsultasi, maka larangan 319 terhadap bijih berkadar tinggi juga memiliki sejarah yang hanya diterapkan sementara. Indonesia mengabaikan fakta bahwa ekspor bijih kadar tinggi terus dilarang sejak 1 Januari 2014 dan bahwa Indonesia sendiri telah 320 mengakuinya ketika menyatakan bahwa larangan ekspor memiliki efek yang membatasi. Panel mencatat bahwa pada saat pembentukan panel, ekspor bijih nikel kadar tinggi terus menerus dilarang selama tujuh tahun dan DPR 321 telah berdiri selama sembilan tahun. 7.116. Oleh karena itu, Panel tidak menemukan sejarah berbagai tindakan berurutan yang mengatur bijih nikel untuk mendukung argumen Indonesia bahwa larangan ekspor dan penerapan DPR untuk sementara. 7.117. Panel selanjutnya melihat apakah ada indikasi kapan Indonesia akan mencabut tindakan tersebut, seperti kriteria pencabutan tindakan baik dalam peraturan itu sendiri atau dalam dokumen pemerintah yang bersamaan. 7.118. Indonesia mengutip siaran pers yang mengumumkan peraturan tahun 2019 yang mencabut izin ekspor bijih nikel kadar rendah dan mengembalikan Indonesia ke keadaan larangan ekspor total. Dalam siaran pers tersebut meskipun terdapat indikasi jangka waktu cadangan terbukti (7,3 tahun) dan harapan cadangan dapat memenuhi permintaan selama 42,67 tahun, tidak ada indikasi bahwa tindakan tersebut dimaksudkan untuk dicabut sebelum 322 cadangan menipis. Ada acuan dalam siaran pers tersebut untuk pengembangan teknologi bijih nikel kadar rendah agar cadangan yang ada dapat diolah dalam negeri tanpa perlu ekspor. Namun belum ada indikasi kapan teknologi 323 itu akan tersedia. 319 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 25(b). Lihat tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 13. 321 Panel mencatat dalam hal ini bahwa Indonesia berulang kali membandingkan situasinya dengan Cina dalam China – Raw Materials, di mana larangan ekspor bauksit Cina, yang menurut panel tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994, telah diterapkan tanpa gangguan selama hampir 11 tahun. Panel tidak percaya bahwa panel dalam China – Raw Materials, membuat segala jenis pernyataan bahwa jangka waktu yang lama dari aplikasi berkelanjutan diperlukan untuk tindakan yang tidak dianggap diterapkan sementara dalam arti Pasal XI: 2 (a) GATT 1994. Itu kebetulan saja situasi faktual yang disajikan panel. 322 Siaran Pers dari KESDM, 2 September 2019 (Bukti IDN-92). 323 Siaran Pers dari KESDM, 2 September 2019 (Bukti IDN-92). Siaran pers tersebut juga menyebutkan bahwa kebijakan tersebut “semata-mata untuk meningkatkan nilai tambah nikel untuk mengolah mineral di seluruh Indonesia”. 320 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.119. Indonesia telah mengatakan kepada Panel bahwa saat ini tidak dapat memproses bijih berkadar rendah. Ia juga mengatakan kepada Panel bahwa Indonesia mengharapkan untuk menggandakan kapasitas penyulingannya dalam lima tahun ke depan. Itu bermaksud, bagaimanapun, untuk sebagian besar bergantung pada metode penyulingan utama yang ada – pirometalurgi – dengan kurang dari 20% smelter diperkirakan akan menggunakan 324 Oleh karena itu, tidak terbukti bahwa perkembangan teknologi ini diharapkan akan segera teknologi HPAL. tersedia untuk mempertimbangkan bahwa langkah-langkah tersebut menjembatani kebutuhan yang akan berlalu. 7.120. Indonesia berargumen bahwa mereka tidak bermaksud untuk mempertahankan langkah-langkah tersebut sampai cadangan bijih nikel habis, melainkan terus-menerus menilai kembali langkah-langkah tersebut serta tingkat 325 Indonesia sedang dalam proses meningkatkan kapasitas penyulingan dalam negeri serta hilir cadangannya. industri yang akan menggunakan produk nikel. Indonesia mengatakan kepada Panel bahwa peningkatan kapasitas pemrosesan dalam negeri tidak setara dengan keadaan kekurangan kritis yang berlangsung terus-menerus yang akan 326 memerlukan pengenaan tindakan-tindakan secara permanen. Pada saat yang sama Indonesia menyatakan bahwa tindakan-tindakan tersebut akan tetap dilakukan sampai "cadangan nikel yang bermanfaat secara ekonomi tersedia. cukup untuk memenuhi permintaan industri pengolahan dalam negeri, diperkirakan mencapai 292,4 juta wmt pada 327 tahun 2026". 7.121. Panel menemukan bahwa langkah-langkah tersebut telah dilakukan, meskipun dengan jeda singkat yang 328 memungkinkan ekspor bijih berkadar rendah , selama tujuh (larangan ekspor) dan sembilan (DPR) tahun ketika Panel didirikan dan tetap berlaku hingga saat ini. Indonesia tidak menunjukkan bukti langsung dan kontemporer dalam tindakan itu sendiri atau keadaan di sekitar pengadopsiannya untuk menunjukkan kerangka waktu atau bahkan kriteria spesifik yang dapat dicapai untuk kapan tindakan tersebut akan dicabut. 7.122. Panel tidak menemukan bahwa Indonesia bermaksud untuk mempertahankan langkah-langkah tersebut sampai semua cadangan habis. Indonesia sendiri menginformasikan kepada Panel bahwa mereka bermaksud untuk mempertahankan langkah-langkah tersebut sampai pasokan memenuhi permintaan atau teknologi baru 329 Mengingat tingkat proyeksi peningkatan permintaan yang dicatat Indonesia serta potensi memungkinkan. kapasitas HPAL yang terbatas dalam waktu dekat, Panel menemukan bahwa langkah-langkah tersebut diperkirakan 330 akan berlangsung untuk waktu yang tidak terbatas. Panel mencatat bahwa panel dalam China – Raw Materials mencapai kesimpulan yang sama ketika menemukan bahwa pembatasan ekspor bauksit China tidak diterapkan sementara meskipun China berargumen bahwa hal itu akan dipertahankan "sampai teknologi atau kondisi baru 331 mengurangi permintaan". 7.123. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Panel menemukan bahwa baik larangan ekspor maupun DPR untuk sementara tidak diterapkan dalam pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994. 7.2.4 Apakah larangan ekspor dan DPR diterapkan untuk mencegah kekurangan kritis bijih nikel di Indonesia 7.124. Pasal XI:2(a) memperbolehkan Anggota untuk menerapkan larangan atau pembatasan sementara untuk mencegah atau mengurangi kekurangan kritis. Appellate Body telah menyimpulkan bahwa Pasal XI:2(a) memberikan dasar untuk langkah-langkah "yang diambil untuk meringankan atau mengurangi kekurangan kritis yang ada, serta untuk langkah-langkah pencegahan atau antisipatif yang diambil untuk mencegah kekurangan kritis yang akan 332 segera terjadi". Sebagaimana itu Appellate Body menyatakan, "yang melekat dalam gagasan kekritisan adalah harapan untuk mencapai titik waktu di mana kondisi tidak lagi 'kritis', sehingga tindakan tidak lagi memenuhi persyaratan untuk mengatasi kekurangan 324 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 9(c). Lihat juga, Laporan Maryono (Bukti IDN-18 (BCI)), p. 30. Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 26. 326 Pernyataan pembukaan Indonesia pada sidang pertama Panel, para. 53. 327 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 26. 328 Sebagaimana akan dibahas lebih lanjut di bagian 7.2.4.2.2, Indonesia belum memberikan bukti tingkat cadangan bijih kadar rendah. 329 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 77 ("… Siaran pers KESDM juga mendukung sifat sementara dari langkah-langkah tersebut dengan membuktikan niat KESDM untuk menghapus langkah-langkah tersebut setelah perkembangan teknologi memungkinkan perluasan cadangan terbukti dan pengolahan nikel kadar rendah, sehingga mengurangi kekurangan pasokan yang membenarkan Pengukuran."). Lihat juga tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 25(a). 330 Indonesia berpendapat bahwa permintaan nikel diperkirakan akan tumbuh 20-25 kali lipat pada tahun 2040. Lihat IEA, Laporan Khusus tentang Peran Mineral Kritis dalam Transisi Energi Bersih (2021), (Bukti IDN-16), hal. 8. 331 Lihat, misalnya, Panel Reports, China – Raw Materials, paras. 7.348 and 7.350. 332 Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 326. 325 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] kritis". 333 7.2.4.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 7.125. Indonesia menjelaskan bahwa peningkatan permintaan bijih nikel mengakibatkan tingkat ekstraksi dan produksi yang lebih tinggi (dan tidak berkelanjutan) di Indonesia. Indonesia berpandangan bahwa kegagalan untuk bertindak secara preventif akan mengakibatkan kekurangan bijih nikel yang krusial. Indonesia berpendapat bahwa pembatasan sementara yang diberlakukan antara tahun 2014 dan 2017 berhasil karena produksi berkurang ke tingkat yang berkelanjutan. Lebih lanjut disebutkan bahwa permintaan bijih nikel di Indonesia saat ini dan tingkat ekstraksi dan produksi yang sesuai dapat menunjukkan bahwa "kekurangan penting dalam jumlah HGSO 334 kemungkinan akan terjadi jika pembatasan ekspor bijih nikel tidak lagi diberlakukan". 7.126. Indonesia berpendapat bahwa langkah-langkah tersebut diterapkan untuk mencegah kekurangan bijih nikel yang kritis di wilayahnya. Indonesia menyampaikan bahwa "[menghadapi] lonjakan produksi dan konsumsi bijih nikel dan mengantisipasi permintaan yang lebih besar untuk nikelnya dalam jangka pendek sebagai masukan penting ke dalam baterai EV, Indonesia bertindak secara preventif untuk memitigasi risiko berkurangnya cadangan nikelnya 335 habis pada tingkat yang tidak berkelanjutan" dengan mengadopsi pembatasan ekspor sementara. 7.127. Indonesia menyajikan tiga jenis bukti utama untuk mendukung argumennya bahwa terdapat risiko kekurangan bijih nikel yang kritis yang perlu dicegah. Indonesia berfokus pada estimasi cadangan nikel, produksi bijih, dan proyeksi untuk konsumsi yang menurutnya menunjukkan risiko defisiensi krusial. 7.128. Berdasarkan berbagai metodologi, termasuk pelaporan dari pemegang izin pertambangan, Indonesia memberikan perkiraan evolusi cadangannya dari tahun 2012-2020 sebagai berikut: Tabel 4: Perkembangan cadangan bijih nikel Indonesia 2012 2013 2014 2015 2016 Probabl 19,154,66 18,916,36 18,915,26 46,931,45 44,287,59 2 7 2 9 6 e Reserv esof Nick el meta l (tons ) Proved 2,548,956 2,631,146 2,463,051 3,940,845 4,277,095 Reserve sof Nick el meta l (tons ) Sumber: KESDM, Excel "Data Nikel 2012-2020", (Bukti IDN-48). 2017 2018 2019 2020 39,786,14 39,700,09 54,273,60 48,444,79 5 0 0 1 22,563,73 37,021,66 17,716,02 20,949,29 8 7 3 0 7.129. Sebagaimana dibahas dalam paragraf 2.41 di atas, Indonesia berargumen bahwa hanya cadangan "terbukti" dan bukan "kemungkinan" yang dapat dipertimbangkan saat memperkirakan cadangan bijih nikel Indonesia untuk tujuan menentukan apakah akan terjadi kekurangan kritis. Selain itu, Indonesia berargumen bahwa hanya proporsi 336 cadangan "terbukti" yang dapat ditambang secara ekonomis yang dapat dianggap sebagai "cadangan". 333 Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 328. Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 130-131. 335 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 107. (penekanan ditambahkan) 336 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 118 (mengacu pada CRIRSCO, Definisi Standar, Oktober 2012, (Bukti IDN-42)). 334 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Bergantung pada definisi ini, Indonesia berpendapat bahwa cadangan aktualnya lebih rendah dari perkiraan dari berbagai sumber seperti USGS dan ESDM, karena hanya HGSO yang layak secara ekonomi mengingat metodologi yang digunakan di smelter Indonesia. Indonesia mencatat bahwa "[a]rata-rata biaya produksi untuk smelter Indonesia membuatnya tidak ekonomis untuk memproses bijih nikel dengan kadar rendah, termasuk bijih saprolit kadar rendah dan semua jenis bijih limonit. Oleh karena itu, sementara HGSO digunakan sebagai input untuk pengolahan lebih lanjut ke hilir, timbunan bijih nikel kadar rendah di bawah kemurnian 1,7% dianggap sebagai 337 limbah dan kelebihan beban, atau inventaris yang mungkin memiliki nilai ekonomi di masa mendatang. 7.130. Menurut Indonesia, bukti dalam catatan menunjukkan bahwa tingkat cadangan HGSO saat ini memiliki "umur 338 total hanya 6 tahun pada tingkat produksi dan konsumsi saat ini" , bahkan tanpa mempertimbangkan lonjakan permintaan di masa depan akibat produksi baterai kendaraan listrik. Indonesia menganggap bahwa "potensi penghapusan langkah-langkah yang dipermasalahkan akan memperburuk kekurangan kritis bijih nikel Indonesia lebih jauh lagi dengan menambahkan permintaan luar negeri untuk HGSO, terutama dari China, ke permintaan 339 domestik untuk HGSO di Indonesia saat ini." 7.131. Terkait produksi nikel, Indonesia menyediakan beberapa titik data yang mengacu pada produksi, jumlah fasilitas pengolahan, konsumsi dalam negeri, dan kapasitas pengolahan dalam negeri. Sekali lagi, argumen Indonesia 340 berfokus terutama pada bijih nikel yang dikonsumsi di dalam negeri untuk produksi baja nirkarat. Memang, 341 perkiraan konsumsi bijih nikelnya berdasarkan data historis adalah "menurut kapasitas input pengolahan nikel”. 7.132. Uni Eropa berusaha untuk membantah anggapan Indonesia bahwa langkah-langkah tersebut dirancang untuk mencegah kelangkaan kritis dengan alasan bahwa mereka dirancang untuk mempromosikan industri pengolahan 342 hilir dalam negeri Indonesia. Uni Eropa juga memberikan tantangan terperinci terhadap data Indonesia yang 343 Secara khusus, Uni Eropa digunakan untuk mendukung argumennya bahwa kekurangan kritis sudah dekat. 344 345 menyatakan bahwa dugaan risiko kekurangan terlalu jauh , bukan sementara , diciptakan sendiri oleh Indonesia 346 347 melalui penerapan tindakan , dan bahwa dugaan kekurangan kuantitas tidak mungkin atau serius. 7.133. Kanada mengajukan bahwa jika langkah-langkah Indonesia dirancang untuk mencegah penipisan cadangan nikel jangka panjang, dan karena itu tidak menanggapi "kekurangan kritis" maka persyaratan Pasal XI:2(a) 348 kemungkinan besar tidak akan dipenuhi. Korea, berpendapat demikian juga bahwa karena bijih nikel bukanlah sumber daya regenerasi yang dapat pulih dari waktu ke waktu, tampaknya hanya "tindakan dengan efek terusmenerus, alih-alih 'tindakan sementara', yang cenderung untuk mengurangi kekurangan yang sedang 349 berlangsung". Jepang dan Inggris Raya mempertimbangkan bahwa penipisan cadangan bijih disebabkan atau diperparah oleh penambangan yang berkelanjutan, akan sulit untuk menunjukkan bahwa ini adalah kekurangan 350 kritis dalam arti ketentuan. Jepang juga mencatat bahwa jika kekurangan bersifat permanen, maka tindakan tidak 351 dapat dilakukan. diterapkan untuk mencegah kekurangan kritis. 7.2.4.2 Analisis oleh Panel 7.134. Panel dihadapkan pada beberapa pertanyaan dalam menentukan apakah langkah-langkah Indonesia memenuhi unsur Pasal XI:2(a) GATT 1994 ini. Yang pertama adalah pertanyaan interpretatif sehubungan dengan jenis situasi apa yang dapat dianggap sebagai kekurangan kritis dalam arti Pasal XI:2(a) yang dapat dicegah atau dibebaskan. Secara khusus, para pihak berbeda pendapat tentang apakah tindakan tersebut dapat diambil untuk mengatasi penipisan sumber daya alam yang normal dan juga apakah tindakan tersebut dapat digunakan untuk memenuhi permintaan domestik yang meningkat terkait dengan pengembangan industri pengolahan hilir untuk 337 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 118. Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 131. 339 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 131. 340 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 124-127. 341 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 126, Tabel 3 (mengacu pada Laporan Maryono, (Bukti IDN-18 (BCI)), hal. 19). 342 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 26-62. 343 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 73-127. 344 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 73-80. 345 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 81-87. 346 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 88-90. 347 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 91-127. 348 Tanggapan pihak ketiga Kanada terhadap pertanyaan Panel No. 3. 349 Pernyataan pihak ketiga Korea, para. 7. 350 Tanggapan pihak ketiga Jepang terhadap pertanyaan Panel No. 3; dan tanggapan pihak ketiga Inggris Raya terhadap pertanyaan Panel No. 3. 351 Pengajuan pihak ketiga Jepang, para. 29. 338 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] produk input. Pertanyaan kedua berkaitan dengan penentuan secara faktual tingkat cadangan bijih nikel di Indonesia. Panel kemudian harus menerapkan hukum pada fakta-fakta dan menentukan apakah ada kelangkaan kritis bijih nikel di Indonesia yang dapat dicegah. 7.2.4.2.1 Kekurangan kritis dalam pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994 7.135. Istilah "kekurangan kritis" pertama kali ditafsirkan oleh Badan Banding dalam sengketa China – Raw Materials. Dalam hal itu, Badan Banding melihat definisi kamus tentang kekurangan dan kritis serta konteks yang diberikan oleh ketentuan-ketentuan lain GATT 1994 yang merujuk pada kekurangan – terutama referensi untuk "kekurangan pasokan" dalam Pasal XX(j) – untuk menentukan bahwa "kekurangan kritis" dalam pengertian Pasal XI:2(a) mengacu pada "kekurangan dalam jumlah yang krusial, yang mencapai situasi yang sangat penting, atau yang mencapai tahap sangat penting atau menentukan, atau titik balik”, yang lebih sempit daripada jenis kekurangan yang termasuk 352 dalam ruang lingkup Pasal XX(j). Mengatasi kekurangan atau situasi kekurangan pasokan saja tidak akan cukup untuk membawa tindakan dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a), kekurangan itu harus kritis. 7.136. Demikian pula, Pasal XI:2(a) dan Pasal XX(i) harus membahas keadaan yang terpisah. Kuantitas esensial bahan yang diperlukan untuk industri dalam negeri harus memiliki arti yang berbeda dari kekurangan kritis produk 353 esensial. Kebutuhan untuk mengamankan kuantitas esensial untuk industri dalam negeri tidak dapat dianggap setara dengan kekurangan kritis. Sebagaimana disebutkan di atas, kekurangan kritis harus menjadi hal yang sangat penting dan mampu mencapai titik balik. Panel berpandangan, oleh karena itu, mengamankan cukup masukan tertentu untuk memenuhi potensi peningkatan permintaan yang dibawa oleh kekuatan pasar normal yang diharapkan untuk melanjutkan untuk beberapa waktu tidak menanggapi kekurangan kritis. 7.137. Panel memahami bahwa GATT 1994 harus ditafsirkan dengan cara yang konsisten dengan prinsip-prinsip 354 umum hukum kebiasaan internasional, termasuk prinsip kedaulatan permanen atas sumber daya alam. Panel setuju dengan panel dalam China – Raw Materials bahwa kemampuan untuk masuk ke dalam perjanjian internasional seperti Perjanjian WTO adalah contoh klasik dari pelaksanaan kedaulatan. Panel juga mencatat bahwa prinsip interpretasi yang harmonis mensyaratkan bahwa Anggota harus menjalankan kedaulatan mereka atas 355 sumber daya alam secara konsisten dengan kewajiban WTO mereka. Pada saat yang sama, fleksibilitas yang dibangun dalam GATT 1994 dan perjanjian tercakup lainnya harus ditafsirkan dengan cara yang sama. yang menghormati prinsip ini serta tujuan Pembukaan Perjanjian WTO sehubungan dengan pembangunan berkelanjutan. Karena alasan ini, seperti Badan Banding, Panel tidak mengecualikan kemungkinan bahwa tindakan yang termasuk dalam lingkup Pasal XI:2(a) GATT 1994 dapat berhubungan dengan sumber daya alam yang dapat habis. Namun demikian, Indonesia masih harus menunjukkan bahwa semua unsur komponen Pasal XI:2(a) terpenuhi. 7.138. Sehubungan dengan tersedianya Pasal XI:2(a) langkah-langkah untuk mengatasi kekurangan kritis sumber daya alam yang dapat habis, Badan Banding telah menjelaskan bahwa tindakan tersebut dapat diberlakukan, "misalnya, jika bencana alam menyebabkan 'kekurangan kritis' suatu sumber daya alam yang dapat habis, yang, pada 356 saat yang sama, merupakan bahan makanan atau produk penting lainnya". Panel tidak membaca pernyataan Badan Banding sebagai membatasi jenis kekurangan kritis dari sumber daya alam yang dapat habis untuk bencana alam. Panel tidak menemukan dukungan dalam pernyataan Badan Banding, bagaimanapun, untuk gagasan bahwa konsep kekurangan kritis dari sumber daya alam yang dapat habis dapat dengan mudah bahwa dalam kondisi pasar biasa pasokan saat ini tidak dapat memenuhi permintaan atau diproyeksikan tidak dapat memenuhi permintaan. untuk memenuhi permintaan di masa mendatang. 7.139. Singkatnya, Panel berpandangan bahwa, Pasal XI:2(a) dapat digunakan oleh Anggota untuk mengatasi 352 Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 324-325. Perbedaan tersebut tercermin dalam kriteria penerapan Pasal XX(i), yang mensyaratkan Anggota untuk mempertahankan harga domestik dari bahan-bahan tersebut di bawah harga dunia sebagai bagian dari rencana stabilisasi pemerintah dan bahwa setiap pembatasan yang diterapkan tidak boleh meningkatkan ekspor atau perlindungan yang diberikan kepada industri dalam negeri tersebut dan tidak boleh menyimpang dari ketentuan-ketentuan persetujuan ini yang berkaitan dengan non-diskriminasi. Panel mencatat bahwa ada bukti dalam catatan bahwa sehubungan dengan larangan ekspor dan DPR, Indonesia menerapkan harga referensi untuk bijih nikel, yang diadakan di bawah harga pasar dunia untuk "menciptakan keseimbangan atau harga yang adil antara keuntungan bagi para pelebur. sekaligus memastikan kegiatan penambangan nikel dapat memberikan margin yang cukup bagi para penambang”. Lihat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemerintah Indonesia, Siaran Pers No 253.Pers./04/SJI/2020 "Mendorong Pertumbuhan Pasar Nikel Dalam Negeri, Pemerintah Tetapkan Peraturan Harga Rujukan Mineral (RPM)", (Bukti EU–28) . 353 354 Pasal 3.2 DSU. Lihat juga Panel Reports, China – Raw Materials para. 7.377–7.383. Panel Reports, China – Raw Materials, paras. 7.381-7.382. 356 Appellate Body Reports, China – Raw Materials, para. 337. 355 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] kekurangan input industri yang kritis, termasuk sumber daya alam yang dapat habis, tetapi kekurangan tersebut 357 harus kritis dan mampu diselesaikan. 7.2.4.2.2 Tingkat cadangan bijih nikel di Indonesia 7.140. Untuk menunjukkan bahwa akan terjadi kekurangan bijih nikel yang kritis, Indonesia harus memberikan bukti kepada Panel tentang tingkat cadangan. Dalam hal ini, Indonesia menyediakan laporan pakar – Laporan Maryono – serta data relevan lainnya tentang tingkat cadangan nikel Indonesia. Uni Eropa mengangkat dua isu besar terkait perhitungan cadangan yang diajukan Indonesia. Secara khusus, Uni Eropa mempersoalkan fakta bahwa Indonesia mengeluarkan bijih berkadar rendah dari perhitungan cadangan dan bahwa Indonesia juga mengecualikan setiap 358 data tentang cadangan nikel yang tidak diverifikasi oleh "orang yang kompeten". 7.141. Terkait bijih berkadar rendah, Indonesia mengakui telah mengeluarkan bijih berkadar rendah dari perhitungannya. Indonesia mengandalkan definisi cadangan standar industri untuk memasukkan hanya produk yang layak secara ekonomi. Dalam pandangan Indonesia, bijih berkadar rendah tidak dimasukkan dalam perhitungan cadangan karena smelternya saat ini tidak dapat mengolahnya dan, oleh karena itu, bijih ini tidak layak secara 359 ekonomi. 7.142. Peraturan Indonesia (khususnya dua dari tahun 2017) secara khusus mensyaratkan penggunaan bijih berkadar 360 rendah di fasilitas dalam negeri (dan konstruksi dari fasilitas tersebut) sebelum produk dapat diekspor. Indonesia telah mengakui kepada Panel bahwa beberapa fasilitasnya menggunakan bijih berkadar rendah untuk 361 "pencampuran". Selain itu, Indonesia tidak memperhitungkan bahwa para penambang dapat mengeksploitasi 362 Hal ini tampaknya tidak sejalan dengan argumen bijih kadar rendah dengan menjualnya ke pembeli asing. Indonesia tentang mengapa bijih nikel penting bagi Indonesia, yang menekankan pentingnya industri bijih nikel di 363 beberapa wilayah Indonesia seperti Sulawesi dan Maluku. 7.143. Sehubungan dengan bijih kadar tinggi ada beberapa perkiraan dalam catatan. Estimasi dari Laporan Maryono, 364 tertanggal September 2021, menunjukkan antara [[***-***]] tahun sisa cadangan. Perhitungan ini didasarkan pada cadangan terbukti yang dihitung sehubungan dengan bijih berkadar tinggi yang dilaporkan oleh orang yang 365 kompeten serta data produksi dan kapasitas terkini dari smelter yang ada. Pada saat yang sama, Pedoman Pertambangan Indonesia yang diberikan kepada calon investor untuk mendorong mereka membangun fasilitas pemurnian dan fasilitas manufaktur hilir (stainless steel dan baterai EV) di Indonesia menunjukkan bahwa “produksi 366 pertambangan mineral sangat tinggi dan ketersediaan cadangan masih berlimpah untuk jangka panjang". 7.144. Indonesia juga mencatat bahwa cadangan dapat dihitung ke atas jika kilang HPAL baru yang dapat 367 memurnikan bijih nikel kadar rendah mulai beroperasi. Indonesia mencatat bahwa kilang pertama akan mulai 368 berproduksi pada tahun 2026 dan akan segera menyusul. Potensi peningkatan ini Tren ini juga dibahas dalam Pedoman Pertambangan Indonesia yang menunjukkan bahwa ketahanan cadangan terbukti nikel – hidrometalurgi dari tahun 2020 harus bertahan hingga tahun 2030, atau 2029 untuk komoditas nikel – pirometalurgi. Menurut Pedoman Pertambangan, periode waktu ini secara signifikan lebih lama jika mengacu pada total cadangan dan bukan cadangan terbukti: total jaminan cadangan nikel akan mencakup hingga tahun 2052 untuk nikel – 357 Oleh karena itu persyaratan bahwa tindakan berdasarkan Pasal XI:2(a) GATT 1994 diterapkan sementara. Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 95 – 104. 359 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 27(b). 360 Lihat mis. Peraturan Menhub No. 1/2017, (Bukti EU-8(b)), Pasal 4. 361 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 76(b). 362 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 9(a). 363 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 100, 109, dan 112. Lihat juga, tanggapan Indonesia atas pertanyaan Panel No. 97 (“Antara tahun 2017 dan 2019, Indonesia telah memutuskan untuk mengizinkan ekspor bijih nikel kadar rendah. Saat itu, Indonesia berusaha menanggapi permohonan dengan perusahaan pertambangan bahwa mereka tidak akan bertahan secara ekonomi jika kehilangan kesempatan untuk mengekspor bijih nikel, sementara pada saat yang sama memastikan kesinambungan pasokan bijih nikel dengan kadar yang lebih tinggi untuk kapasitas pemrosesan yang berkembang di Indonesia.") 364 Laporan Maryono, (Bukti IDN-18 (BCI)), hal. 31. 365 Uni Eropa berkeberatan dengan pengecualian data cadangan potensial yang tidak dilaporkan oleh orang yang berkompeten – menunjukkan bahwa mengabaikan informasi ini akan menekan perhitungan keseluruhan cadangan. Panel mencatat bahwa ketergantungan pada orang-orang yang berkompeten adalah standar industri (Lihat Bukti IDN-37, IDN-42, dan IDN-45) dan bahwa total volume sisa bijih nikel yang diestimasi dalam Laporan Maryono lebih besar daripada estimasi yang dihasilkan dengan menggunakan metodologi alternatif. yang tidak membutuhkan orang yang berkompeten. 366 KESDM, Pedoman Pertambangan Indonesia (2020), (Bukti IDN-1), hal. 142. 367 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 9(b). 368 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 100(a). 358 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 369 pirometalurgi dan 2091 untuk nikel – hidrometalurgi. Harus diingat bahwa Indonesia saat ini hanya memiliki smelter yang dimurnikan melalui proses pirometalurgi, tetapi diharapkan dapat menghadirkan smelter hidrometalurgi (HPAL) on-line di tahun-tahun mendatang. Pedoman Pertambangan mengakui bahwa menambahkan penggunaan fasilitas HPAL akan memperpanjang umur cadangan karena akan memasukkan cadangan yang mungkin daripada yang terbukti dalam perkiraan. 7.2.4.2.3 Apakah Indonesia akan segera mengalami kekurangan bijih nikel yang kritis 7.145. Dalam menganalisis pertanyaan ini, Panel akan menerapkan pemahamannya tentang jenis situasi yang memenuhi syarat sebagai kekurangan kritis untuk tujuan Pasal XI:2(a) GATT 1994 pada situasi faktual di Indonesia. Dalam hal ini, Panel mengingatkan bahwa Indonesia telah membedakan dalam penghitungan cadangannya antara bijih kadar rendah (dengan kandungan nikel <1,7%) dan bijih kadar tinggi (dengan kandungan nikel >1,7%). 7.146. Panel mencatat bahwa, terlepas dari posisi Indonesia mengenai nilai bijih berkadar rendah, langkah-langkah tersebut juga berlaku untuk bijih berkadar rendah. Indonesia telah secara berkala mencabut larangan ekspor bijih berkadar rendah. Sehubungan dengan DPR, Panel mencatat bahwa itu berlaku untuk bijih berkadar rendah dan berkadar tinggi. Izin untuk mengekspor bijih mentah hanya berlaku untuk bijih kadar rendah dan secara khusus 370 dikondisikan pada komitmen untuk penyulingan dalam negeri. 7.147. Tanpa data tentang tingkat cadangan bijih berkadar rendah di Indonesia, Panel tidak melihat bagaimana Indonesia dapat menunjukkan bahwa langkah-langkahnya sementara diterapkan untuk mencegah kekurangan yang kritis dari produk tersebut. Indonesia sendiri mengakui bahwa larangan ekspor bijih nikel kadar rendah tidak terkait dengan pencegahan kelangkaan kritis produk tersebut, melainkan untuk mencegah degradasi lingkungan seperti deforestasi, gangguan lahan, dan pencemaran air yang biasanya terkait dengan tambang terbuka dangkal yang 371 berorientasi ekspor. . Indonesia juga berargumen bahwa larangan bijih kadar rendah diperlukan untuk mencegah eksportir menggunakan kemampuan untuk mengekspor bijih kadar rendah untuk menunjukkan deklarasi pabean palsu dan benar-benar mengekspor bijih kadar tinggi dan bahwa lonjakan ekspor bijih nikel antara Tahun 2017 dan 2019 berdampak pada berkurangnya cadangan ekonomi bijih nikel kadar tinggi Indonesia, meskipun ekspor bijih 372 kadar tinggi tidak diizinkan secara hukum. Namun pada saat yang sama Indonesia telah berulang kali mencatat 373 bahwa pada tahun 2018 jumlah cadangan direvisi ke atas secara signifikan. Bagaimanapun juga, hal ini tidak menunjukkan bahwa tindakan tersebut diterapkan untuk mencegah kekurangan pasokan nikel kadar rendah yang kritis. 7.148. Indonesia juga mengacu pada potensi penggunaan bijih kadar rendah setelah kapasitas HPAL beroperasi tetapi tidak dapat menunjukkan kekurangan bijih kadar rendah pada saat langkah-langkah tersebut diadopsi. 7.149. Sehubungan dengan bijih berkadar tinggi, Panel pertama-tama mencatat bahwa, sebagaimana dibahas di atas, kekurangan kritis dalam arti Pasal XI:2(a) tidak bisa sekadar menjadi situasi kekurangan pasokan. Ini juga tidak bisa hanya menjadi situasi kebutuhan untuk mengamankan jumlah esensial bagi industri dalam negeri untuk memenuhi permintaan. Kekurangan kritis harus sangat penting atau pada titik balik dan mampu diselesaikan. 7.150. Data yang diberikan oleh Indonesia mengacu pada proyeksi permintaan di wilayah produksi yang saat ini 374 belum berkembang sepenuhnya di Indonesia. Estimasi Indonesia tentang kemampuan teknologi HPAL untuk memungkinkan penggunaan bijih kadar rendah yang lebih luas dan dengan demikian meniadakan kebutuhan ekspor 375 pengekangan juga telah terus direvisi menjadi lebih jauh di masa mendatang (dari [[***]] hingga sekarang [[***]]). Berkaitan dengan produksi baterai EV, Indonesia telah mengakui bahwa saat ini belum ada produksi baterai EV 369 KESDM, Pedoman Pertambangan Indonesia (2020), (Bukti IDN-1), hal. 142, Tabel 9.3. Permen ESDM No. 25/2018, Pasal 46 (Bukti EU-9(b)). Lihat Permen ESDM No. 5/2017, Pasal 10 (Bukti IDN-33), Permendag No. 1/2017, Pasal 4 (Bukti EU-8(b)) dan Permen ESDM No. 11/2012, Pasal 21A (Bukti EU-5(b)) untuk formulasi sebelumnya dari persyaratan ini. 371 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 27(c). 372 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 97. Alasan ini terdengar lebih mirip dengan alasan yang digunakan Indonesia berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 daripada menunjukkan bahwa ada kekurangan bijih nikel kadar rendah dalam pengertian Pasal XI:2 (a) GATT 1994. 373 Lihat misalnya, tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 33 ("Cadangan nikel Indonesia telah direvisi lebih dari lima kali lipat pada tahun 2018 sebagai hasil dari peningkatan kepatuhan pelaporan oleh pemegang izin nikel.") 374 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 101. 375 Tanggapan Indonesia terhadap Pertanyaan Panel No. 100 (mencatat bahwa teknologi HPAL masih eksperimental di Indonesia dan berbagai sumber memiliki perkiraan yang berbeda mengenai kapan pembangkit HPAL akan beroperasi. Indonesia sekarang dalam posisi untuk memastikan bahwa pembangkit HPAL pertama di Indonesia mulai beroperasi, dengan delapan pabrik mulai hingga 2026.). 370 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 376 pabrik yang beroperasi di Indonesia dan pabrik pertama diperkirakan tidak akan beroperasi hingga tahun 2024. Ini akan menjadi lima tahun setelah penerapan peraturan terbaru yang menerapkan larangan ekspor pada tahun 2019, 10 tahun sejak pengenaan larangan ekspor -grade bijih nikel pada tahun 2014, dan 12 tahun sejak penetapan DPR 377 pada tahun 2012. Indonesia juga telah mengindikasikan bahwa lapangan kerja di industri baja tahan karat saat ini 378 hanya menyumbang sebagian kecil [[***]] dari total tenaga kerjanya. 7.151. Panel menemukan bahwa prospek permintaan di masa depan ini terlalu dilemahkan untuk dapat diandalkan secara wajar sebagai bukti kekurangan kritis yang dapat dicegah melalui langkah-langkah yang dipermasalahkan. 7.152. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Panel menemukan bahwa Indonesia belum menunjukkan adanya kekurangan bijih nikel yang kritis, baik kadar rendah maupun kadar tinggi, dalam pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994. 7.2.5 Kesimpulan keseluruhan atas Pasal XI:2(a) GATT 1994 7.153. Perlu diingatkan bahwa analisis berdasarkan Pasal XI:2(a) GATT 1994 bersifat kumulatif. Semua elemen harus ditunjukkan agar tergugat dapat memanfaatkan pengecualian dari kewajiban dalam Pasal XI:1 GATT 1994. Dalam hal ini Panel telah menemukan bahwa: a. Larangan ekspor adalah larangan dan DPR adalah pembatasan dalam pengertian Pasal XI:1 GATT 1994. Oleh karena itu, kedua tindakan tersebut dapat dikecualikan dari penerapan Pasal XI:1 yang dimuat dalam Pasal XI:2(a ) dari GATT 1994; b. Indonesia belum menunjukkan bahwa bijih nikel merupakan produk penting dalam pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994; c. Baik larangan ekspor maupun DPR untuk sementara tidak diterapkan dalam pengertian Pasal XI:2(a) GATT 1994; dan d. Indonesia belum memenuhi beban pembuktian untuk menunjukkan bahwa akan terjadi kekurangan kritis bijih nikel (baik kadar rendah atau kadar tinggi) yang dapat dicegah oleh tindakan tersebut. 7.154. Setelah menemukan bahwa Indonesia belum menunjukkan bahwa semua elemen komponen Pasal XI:2(a) GATT 1994 hadir, Panel menemukan bahwa baik larangan ekspor maupun DPR tidak dikecualikan dari kewajiban dalam Pasal XI:1 dari GATT tahun 1994. 7.155. Oleh karena itu, Panel bergerak untuk menangani klaim Uni Eropa bahwa larangan ekspor dan DPR tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994. 7.2.6 Apakah tindakan Indonesia tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994 7.2.6.1 Larangan ekspor 7.156. Sebagaimana disebutkan di atas, Indonesia tidak mempersoalkan bahwa larangan ekspor adalah larangan ekspor dalam pengertian Pasal XI:1 GATT 1994. Juga tidak membantah bahwa larangan itu memiliki efek pembatasan. 376 Lihat KESDM, Presentasi tentang "Peran Mineral dalam Pengembangan Industri Aki Indonesia" (10 September 2021), (Bukti IDN-127 (BCI)) memberikan perkiraan dampak proyeksi PDB dari produksi baterai EV pada [[** *]]. Lihat juga, Media melaporkan bahwa pada September 2021 Hyundai Motor Group dan LG Energy Solution memulai pembangunan pabrik baterai senilai 1,1 miliar dolar AS di dekat Jakarta, yang dijadwalkan mulai berproduksi pada tahun 2024. Lihat pernyataan pembukaan Indonesia pada sidang pertama dengan Panel, mengacu pada Financial Times, "Indonesia and Foxconn in talking over electric vehicle investment" (1 November 2021), tersedia di: https://www.ft.com/content/f1a805aa-82ac4f24-ad22-58e43712091e, (Bukti IDN -78). Lihat juga NIKKEI Asia, "Indonesia teams with LG to build $1.2bn battery plant" (25 May 2021), tersedia di: https://asia.nikkei.com/Business/Automobiles/Indonesia-teams-with-LG-to- build-1.2bn-battery-plant, (Bukti IDN-51). 377 Meskipun isi DPR tertuang dalam Pasal 103 UU No. 4/2009, namun pertama kali dilaksanakan melalui peraturan pada tahun 2012 (lihat Permen ESDM No. 7/2012). 378 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 101. Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 379 7.157. Terlepas dari pengakuan Indonesia, beban tetap ada pada Uni Eropa untuk membuat kasus prima facie yang menjadi tantangan – dalam hal ini, dugaan larangan ekspor bijih nikel seperti yang saat ini diterapkan melalui Peraturan ESDM No. 11/2019 dan Peraturan Menteri Perhubungan No. 96 /2019 – adalah larangan dalam 380 pengertian Pasal XI GATT 1994. 7.158. Panel telah menemukan dalam paragraf 7.84 di atas bahwa rancangan, arsitektur, dan struktur pengungkapan larangan ekspor, sebagaimana dijelaskan oleh Uni Eropa dan dikonfirmasi oleh Indonesia, menunjukkan bahwa larangan ekspor adalah larangan. Oleh karena itu, Panel berpendapat bahwa larangan ekspor tidak sesuai dengan kewajiban dalam Pasal XI:1 GATT 1994. 7.2.6.2 DPR 7.159. Panel menemukan bahwa DPR masuk dalam ruang lingkup Pasal XI:1 GATT 1994 karena merupakan pembatasan penjualan untuk ekspor bijih nikel. 7.160. Panel juga menemukan bahwa DPR pada dasarnya memiliki efek membatasi ekspor. 7.161. Oleh karena itu, Panel menemukan bahwa DPR sebagaimana diatur dalam UU No. 4/2009 dan dilaksanakan melalui Permen ESDM No. 25/2018 dan 7/2020, bertentangan dengan Pasal XI:1 GATT 1994. 7.162. Indonesia juga telah mengajukan pembelaan afirmatif bahwa tindakannya dibenarkan berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994. Panel sekarang menganalisis pembelaan ini. 7.3 Apakah tindakan Indonesia dibenarkan menurut Pasal XX(d) GATT 1994 7.163 Indonesia mengajukan pembelaan afirmatif alternatif berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 jika Panel menyimpulkan bahwa tindakan yang dipermasalahkan tidak termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a) GATT 1994 381 dan tidak sesuai dengan Pasal XI: 1 GATT 1994. 7.164 Panel telah menemukan dalam bagian 7.2 di atas bahwa langkah-langkah yang dipersoalkan tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994 dan tidak termasuk dalam ruang lingkup Pasal XI:2(a) GATT 1994. Oleh karena itu Panel akan membahas alternatif pembelaan afirmatif Indonesia berdasarkan sub-ayat (d) Pasal XX GATT 1994. 7.165. Pasal XX(d) GATT 1994 mengatur sebagai berikut: Tunduk pada persyaratan bahwa tindakan-tindakan tersebut tidak diterapkan dengan cara yang merupakan sarana diskriminasi yang sewenang-wenang atau tidak dapat dibenarkan antara negara-negara di mana kondisi yang sama berlaku, atau pembatasan terselubung pada perdagangan internasional, tidak ada dalam Persetujuan ini harus ditafsirkan untuk mencegah adopsi atau penegakan tindakan-tiondakan oleh pihak penandatangan persetujuan mana pun: … (d) yang perlu untuk memastikan kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang tidak bertentangan dengan ketentuan Persetujuan ini, termasuk yang berkaitan dengan penegakan kepabeanan, penegakan monopoli yang dioperasikan berdasarkan 379 Kasus prima facie secara umum dipahami dalam hokum WTO sebagai kasus yang, dalam ketiadaan sanggahan yang efektif oleh pihak pembela, membutuhkan panel, sebagai masalah hukum, untuk memenangkan pihak penggugat. Se misalnya Appellate Body Report, EC – Hormones, para. 104, dan US – Wool Shirts and Blouses, hal. 14, DSR 1997:I, hal. 335. Badan Banding menjelaskan dalam US – Gambling bahwa kasus prima facie seperti itu harus mencakup bukti dan argumen hukum yang “harus cukup untuk mengidentifikasi tindakan yang ditentang dan impor dasarnya, mengidentifikasi ketentuan dan kewajiban WTO yang relevan yang terkandung di dalamnya, dan menjelaskan dasar untuk ketidakkonsistenan tindakan yang diklaim dengan ketentuan tersebut" (Appellate Body Report, US – Gambling , para. 141). 380 Lihat Panel Report, US – Shrimp (Ecuador), para. 7.9 menemukan bahwa meskipun Amerika Serikat tidak menggugat klaim Ekuador, Panel diwajibkan menurut Pasal 11 DSU untuk menentukan apakah Ekuador telah mengajukan kasus prima facie untuk menemukan Ekuador. Lihat juga Appellate Body Report, US – Gambling, para. 139 ("[a] panel keliru ketika memutus pada klaim-klaim yang gagal diajukan oleh pihak penggugat untuk membuat kasus prima facie"). 381 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 14. Lihat juga pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 232. Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] ayat 4 Pasal II dan Pasal XVII, perlindungan paten, merek dagang dan hak cipta , dan pencegahan praktik penipuan; 7.166. Badan Banding menjelaskan dalam US – Gasoline bahwa analisis dua tingkat adalah cara yang tepat untuk mempertimbangkan pembelaan berdasarkan Pasal XX GATT 1994: satu panel pertama-tama harus menentukan apakah tindakan tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam sub-ayat yang diminta, dan kedua untuk 382 Panel-panel berikutnya yang menentukan apakah tindakan tersebut sesuai dengan pendahuluan Pasal XX. 383 berurusan dengan pembelaan berdasarkan Pasal XX GATT 1994 telah secara konsisten mengikuti pendekatan ini. Di Indonesia – Rezim Perizinan Impor, Badan Banding menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu sebuah panel dapat memutuskan untuk melanjutkan analisis di bawah pendahuluan tanpa melakukan kesalahan yang dapat 384 385 dibatalkan. Dalam pengajuan pihak ketiganya, Amerika Serikat menyampaikan bahwa ini mungkin terjadi. Uni Eropa, pada bagiannya, tidak secara khusus minta Panel untuk memulai analisisnya dengan pendahuluan, tetapi 386 perhatikan bahwa ini mungkin merupakan kasus yang tepat untuk memulai analisis dengan pendahuluan. 7.167. Panel mencatat bahwa Rejim Perizinan Impor Indonesia melibatkan pemanggilan beberapa sub-ayat Pasal XX. Oleh karena itu, Panel dalam kasus tersebut memiliki alasan khusus untuk memulai analisisnya dengan 387 pendahuluan. Tidak ada keadaan memaksa yang serupa dalam kasus ini dan Panel, oleh karena itu, tidak melihat alasan untuk menyimpang dari praktik yang sudah mapan dalam melakukan analisis dua tingkat dimulai dengan apakah tindakan Indonesia memenuhi sub-ayat yang diminta, dalam hal ini sub-ayat (d) Pasal XX GATT 1994. 7.168. Indonesia, sebagai pihak yang mengajukan pembelaan ini, memikul beban pembuktian dalam hal ini. Oleh karena itu, Panel akan menentukan apakah Indonesia telah menunjukkan bahwa (i) langkah-langkahnya termasuk dalam sub-ayat (d) Pasal XX; dan jika mereka melakukannya, (ii) apakah mereka konsisten dengan pendahuluan Pasal XX. 7.3.1 Apakah langkah-langkah yang dipersoalkan diperlukan untuk memastikan kepatuhan terhadap undangundang atau peraturan yang tidak bertentangan dengan ketentuan GATT 1994 7.169. Agar langkah-langkah yang digugat – yaitu larangan ekspor dan DPR – untuk sementara dibenarkan berdasarkan sub-ayat (d) Pasal XX Indonesia harus menunjukkan bahwa (i) larangan ekspor dan DPR dirancang untuk memastikan kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang tidak bertentangan dengan GATT 1994; dan 388 (ii) larangan ekspor dan DPR diperlukan untuk menjamin kepatuhan tersebut. 7.3.1.1 Apakah langkah-langkah yang dipersoalkan menjamin kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang tidak bertentangan dengan GATT 1994 7.170. Appellate Body menjelaskan dalam India – Solar Cells bahwa untuk menunjukkan bahwa suatu tindakan termasuk dalam ruang lingkup sub-ayat (d) Pasal XX GATT 1994, Anggota yang menanggapi harus membuat tiga bukti yang berlaku secara kumulatif: (i) bahwa ada undang-undang atau peraturan yang ingin dijamin kepatuhannya; (ii) bahwa undang-undang dan peraturan tersebut sendiri tidak bertentangan dengan GATT 1994; dan (iii) bahwa langkah-langkah yang digugat dirancang untuk memastikan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan 389 tersebut. 382 Appellate Body Report, US – Gasoline, p. 22, DSR 1996:I, p. 20. Appellate Body Reports, US – Shrimp, para. 118; Dominican Republic – Import and Sale of Cigarettes, para. 64 (keduanya mengutip Appellate Body Report, US – Gasoline, p. 22, DSR 1996:I, p. 20); Brazil – Retreated Tyres, para. 139 (referring to Appellate Body Reports, US – Gasoline, p. 22, DSR 1996:I, p. 20; Dominican Republic – Import and Sales of Cigarettes, para. 64; US – Shrimp, para. 149); EC – Seal Products, para. 5.169 (merujuk pada Appellate Body Reports, US – Gasoline, p. 22; US – Shrimp, paras. 119 and 120; US – Gambling, para. 292); Colombia – Textiles, para. 5.67 (merujuk pada Appellate Body Reports, US – Gasoline, p. 22; Dominican Republic – Import and Sale of Cigarettes, para. 64; US – Shrimp, paras. 118-120; Brazil – Retreaded Tyres, para. 139). 384 Appellate Body Report, Indonesia – Import Licensing Regimes, para. 5.100. 385 Pengajuan pihak ketiga Amerika Serikat, para. 27 di mana Amerika Serikat menyatakan bahwa "[tidak] ada dalam teks Pasal XX yang menunjukkan bahwa tidak mungkin untuk melakukan analisis hukum yang tepat dimulai dengan pendahuluan" karena pendahuluan dan subparagraf adalah persyaratan independen. 386 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 291; dan jawaban atas pertanyaan Panel No. 120. 387 Badan Banding menyatakan bahwa "tergantung pada keadaan khusus dari kasus yang dihadapi, termasuk cara pembelaan disajikan", penyimpangan dari urutan analisis berdasarkan Pasal XX dapat dibenarkan. Lihat Appellate Body Report, Indonesia – Import Licensing Regimes, para. 5.100. 383 388 389 Appellate Body Report, Korea – Various Measures on Beef, para. 157. Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.58. Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.3.1.1.1 Undang-undang dan peraturan 7.171. Istilah "undang-undang dan peraturan" luas dan dapat merujuk pada berbagai tindakan pemerintah. Namun, istilah tersebut harus dibaca dalam konteks sub-ayat (d) Pasal XX. Oleh karena itu, panel dan Badan Banding beralasan bahwa tidak semua peraturan perundang-undangan termasuk dalam ruang lingkup sub-ayat (d). Mengingat kewajiban bahwa langkah-langkah yang ingin dibenarkan oleh responden harus memastikan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan tersebut, panel sebelumnya dan Badan Banding, dalam pandangan Panel, beralasan dengan benar bahwa jenis undang-undang dan peraturan yang dapat dibenarkan di bawah sub-ayat (d) 390 haruslah yang "sehubungan dengan perilaku mana yang akan, atau tidak akan, berada dalam 'kepatuhan'". 7.172. Badan Banding telah mengidentifikasi sejumlah faktor untuk dipertimbangkan panel ketika menilai apakah instrumen hukum yang diajukan oleh termohon termasuk dalam ruang lingkup peraturan perundang-undangan dalam pengertian Pasal XX(d). Faktor-faktor ini termasuk "(i) tingkat normativitas instrumen dan sejauh mana instrumen beroperasi untuk menetapkan aturan perilaku atau tindakan yang harus dipatuhi dalam sistem hukum domestik Anggota; (ii) tingkat kekhususan aturan yang relevan; (iii) apakah aturan tersebut dapat ditegakkan secara hukum, termasuk, misalnya di hadapan pengadilan; (iv) apakah aturan tersebut telah diadopsi atau diakui oleh otoritas yang kompeten yang memiliki kekuatan yang diperlukan di bawah hukum domestik. sistem hukum suatu Anggota; (v) bentuk dan gelar yang diberikan kepada setiap instrumen atau instrumen yang mengandung aturan di bawah sistem hukum domestik Anggota; dan (vi) hukuman atau sanksi yang mungkin menyertai aturan yang 391 relevan". Selanjutnya, penilaian terhadap perangkat hukum atau ketentuan yang diidentifikasi oleh termohon harus dilakukan “dengan mempertimbangkan sifat dan ciri khusus dari perangkat yang dipersoalkan, aturan yang 392 diduga ada, serta sistem hukum domestik dari Anggota yang bersangkutan". Panel menemukan pedoman yang berharga dalam pendekatan ini. 7.3.1.1.1.1 Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 7.173. Posisi Indonesia tentang undang-undang dan peraturan yang relevan untuk tujuan Pasal XX(d) GATT 1994 393 telah berkembang selama proses berlangsung. Pada akhirnya, Indonesia menyampaikan bahwa larangan ekspor dan DPR menjamin kepatuhan terhadap Pasal 96(c) dan (d) UU No. 4/2009 394 dan Pasal 57 UU No. 32/2009. Indonesia selanjutnya menyampaikan bahwa ketentuan ini merupakan bagian dari dua pilar kerangka kebijakan yang komprehensif untuk mengatur kegiatan pertambangan, yaitu perlindungan lingkungan Indonesia melalui penerapan persyaratan pertambangan berkelanjutan, dan konservasi sumber daya 395 alam melalui penerapan persyaratan pengelolaan sumber daya mineral. 7.174. Uni Eropa berargumen bahwa ketentuan yang diidentifikasi oleh Indonesia bukan merupakan undang-undang 396 atau peraturan untuk tujuan Pasal XX(d) karena bersifat aspirasional dan memberikan tujuan umum. 7.175. Pihak ketiga cenderung mendukung pandangan Uni Eropa dengan Kanada, Korea, Inggris Raya, dan Amerika Serikat semuanya berargumen bahwa tujuan kebijakan luas tidak dapat berfungsi sebagai undang-undang dan 397 peraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal XX(d). Jepang, untuk bagiannya, menyatakan bahwa "undang390 Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.108. Appellate Body Report, India – Solar Cells, paras. 5.150 and 6.6. 392 Appellate Body Report, India – Solar Cells, paras. 5.114 and 6.6. 393 Indonesia awalnya mengidentifikasi dalam pengajuan tertulis pertamanya Pasal 2, 3, 96-98 UU No. 4/2009, Pasal 3, 10, 23(1)(b) dan 57 UU No. 32/2009 dan peraturan pelaksanaan lainnya sebagai "undang-undang dan peraturan" dalam arti Pasal XX(d) GATT 1994. Indonesia kemudian menyatakan dalam pernyataan pembukaannya pada sidang pertama dengan Panel bahwa ketentuan yang relevan adalah Pasal 2(d), 3(b) , dan 96 UU No. 4 Tahun 2009, Pasal 3 dan 57 UU No. 32 Tahun 2009 beserta peraturan pelaksanaannya masing-masing. Kemudian Indonesia lebih lanjut mempersempit ruang lingkup "undang-undang dan peraturan" yang relevan dalam tanggapannya terhadap pertanyaan Panel setelah sidang pertama dengan Panel dengan menghapus referensi peraturan pelaksana. Dalam pengajuan tertulis keduanya, Indonesia pertama kali mengidentifikasi Pasal 2 dan 96 UU No. 4/2009 dan Pasal 3 dan 57 UU No. 32/2009 dan tiga paragraf kemudian mengacu pada Pasal 2(d), 3(b) dan 96 UU 4/2009, Pasal 3 dan 57 UU No. 32/2009 dan peraturan pelaksanaannya masing-masing. Lihat pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 153-169; pernyataan pembukaan pada sidang pertama dengan Panel, para. 63; jawaban atas pertanyaan Panel No. 10(c); dan pengajuan tertulis kedua, para. 121 dan 124. Lihat juga pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 174, 189-192, dan 217. 394 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 105. 395 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 142-143. 396 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 200-201 dan 210-211; dan pernyataan pembukaan pada pertemuan pertama Panel, para. 68. 397 Tanggapan pihak ketiga Kanada terhadap pertanyaan Panel No. 7 dan 9; Tanggapan Korea terhadap pertanyaan Panel No. 7 (mencatat bahwa meskipun tujuan kebijakan yang luas dapat digunakan sebagai alat penafsiran untuk mengklarifikasi arti dari ketentuan lain, undang-undang dan peraturan yang sebenarnya harus memunculkan aturan atau norma khusus); Tanggapan Britania Raya terhadap pertanyaan Panel No. 7 dan 9 (berargumen bahwa interpretasi hukum dan peraturan yang terlalu ekspansif akan memungkinkan tindakan yang tidak konsisten GATT 391 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] undang atau peraturan yang menjabarkan tujuan kebijakan yang luas tanpa memerlukan tindakan khusus tidak serta 398 Lebih lanjut dijelaskan bahwa meskipun undang-undang dan merta dikecualikan dari cakupan Pasal XX(d)". peraturan "dengan tujuan umum dan muatan normatif tidak dikecualikan dari cakupan Pasal XX(d), penilaian 399 kontribusi suatu tindakan yang dipersoalkan perlu memiliki tingkat kekhususan minimum". 7.3.1.1.1.2 Analisis oleh Panel Pasal 96(c) UU No. 4/2009 7.176. Pasal 96(c) UU No. 4/2009 (Pasal 96(c)) adalah salah satu dari 18 ketentuan yang termasuk dalam Bagian Kedua (Kewajiban) Bab XIII (Hak dan Kewajiban), dan berbunyi sebagai berikut: Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan: (c) pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi 400 dan pascatambang;; … 7.177. Indonesia menjelaskan bahwa ketentuan ini, yang merupakan bagian dari kerangka komprehensif Indonesia tentang pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan, menetapkan persyaratan 401 pengikatan pertambangan berkelanjutan yang memberlakukan aturan perilaku khusus yang ditentukan secara 402 hukum pada operator pasar Indonesia. 7.178. Uni Eropa berpendapat bahwa Pasal 96 mengidentifikasi kategori umum aturan yang harus diterapkan oleh 403 pemegang izin usaha pertambangan. Dalam pandangan Uni Eropa, ketentuan ini tidak cukup spesifik untuk tujuan Pasal XX(d) karena "dibingkai dalam istilah-istilah umum dan mendefinisikan tugas yang luas sebagai lawan dari 404 aturan atau tindakan khusus". 7.179. Kewajiban yang dibebankan kepada pemegang IUP dan IUPK dalam Pasal 96(c) untuk mengelola dan mengawasi lingkungan pertambangan, termasuk reklamasi dan pascatambang, berlangsung dalam rangka penerapan prinsip-prinsip teknik pertambangan yang baik. Peraturan ESDM No. 26/2018 tentang Penerapan Prinsip 405 Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara memberikan panduan untuk penerapan praktik teknis pertambangan yang baik. Prinsip-prinsip penambangan yang baik dibagi menjadi prinsipprinsip yang berhubungan dengan masalah teknis dan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan manajemen perusahaan, seperti yang ditunjukkan di bawah ini: Tabel 5: Prinsip pertambangan yang baik dalam Permen ESDM No. 26/2018 Prinsip-prinsip pertambangan yang baik Prinsip-prinsip teknis pertambangan yang Manajemen perusahaan 407pertambangan 406 baik (pelaksanaan aspek-aspek berikut) ↓ (pelaksanaan aspek-aspek berikut) ↓ (a) masalah teknis pertambangan; (a) pemasaran; (b) konservasi mineral dan batubara; (b) keuangan; (c) kesehatan dan keselamatan kerja pertambangan; (c) pengelolaan data; (d) keselamatan operasi pertambangan; (d) penggunaan barang, jasa, dan teknologi; dibenarkan dengan mengacu pada "tujuan aspirasional atau tujuan kebijakan luas, yang akan mengganggu keseimbangan antara liberalisasi perdagangan dan hak untuk mengatur yang diabadikan dalam Pasal XX"); dan tanggapan Amerika Serikat terhadap pertanyaan Panel No. 7. 398 Tanggapan pihak ketiga Jepang terhadap pertanyaan Panel No. 7. 399 Tanggapan pihak ketiga Jepang terhadap pertanyaan Panel No. 7. 400 UU No. 4 Tahun 2009, (Bukti EU-1(b)), Pasal 96(c). Panel mencatat bahwa UU No. 3/2020 mengubah UU 4/2009 sehingga yang tadinya Pasal 96(c) sekarang menjadi Pasal 96(b); bahkan naskahnya sedikit dimodifikasi sebagai berikut: “Dalam penerapan kaidah teknik Pertambangan yang baik, pemegang IUP atau IUPK wajib melaksanakan: …”. Panel tidak menganggap perubahan ini sebagai bahan analisis dan akan tetap mengacu pada Pasal 96(c) UU No. 4/2009 sebagaimana para pihak melakukannya selama argumentasi mereka. 401 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 105. 402 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 146. 403 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 205. 404 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 208. 405 Permen ESDM No. 26/2018, (Bukti IDN-56). 406 Permen ESDM No. 26/2018, (Bukti IDN-56), Pasal 3(3). 407 Permen ESDM No. 26/2018, (Bukti IDN-56), Pasal 3(4). Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] (e) pengelolaan lingkungan pertambangan, reklamasi, pascatambang, dan pascaoperasi; dan (f) penggunaan teknologi, kemampuan rekayasa, desain, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan. (e) pengembangan tenaga teknis pertambangan; (f) pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; (g) kegiatan lain di bidang usaha pertambangan yang berkaitan dengan kepentingan umum; (h) pelaksanaan kegiatan berdasarkan IUP atau IUPK; dan (i) jumlah/jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan. 7.180. Baik Pasal 96(c) UU No. 4/2009 maupun prinsip teknis pertambangan yang baik yang diatur dalam Pasal 3(3)(e) Permen ESDM No. 26/2018 mengatur tentang pengelolaan lingkungan pertambangan, termasuk reklamasi dan pasca -pertambangan. 7.181. Faktor pertama yang relevan adalah tingkat kenormatifan ketentuan yang relevan dan sejauh mana ketentuan tersebut menetapkan aturan tindakan yang harus dipatuhi dalam sistem hukum domestik. Sebagaimana disebutkan di atas, ini telah ditafsirkan sebagai "[] 'undang-undang atau peraturan' ... sehubungan dengan perilaku mana yang 408 akan, atau tidak akan, berada dalam 'kepatuhan'." Badan Banding membuat perbedaan antara instrumen hukum yang "meletakkan aturan perilaku atau tindakan tertentu dalam sistem hukum domestik Anggota" dan instrumen hukum yang "hanya memberikan [] dasar hukum untuk tindakan yang mungkin konsisten dengan tujuan 409 tertentu". Penggunaan pemaksaan atau kepastian mutlak dalam pencapaian tujuan yang dinyatakan dari suatu tindakan tidak diperlukan untuk menemukan bahwa suatu ketentuan atau perangkat hukum merupakan suatu 410 “undang-undang atau peraturan”. Pasal 96(c) menetapkan kewajiban bagi pemegang IUP dan IUPK, sebagaimana dilambangkan dengan penggunaan istilah "wajib" diikuti dengan kata kerja "mengelola dan memantau". Kewajiban untuk mengelola dan memantau lingkungan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam huruf (c) memerlukan tindakan atau kelalaian tertentu bagi pemegang IUP dan IUPK, yang dapat berupa, misalnya, melakukan kegiatan pemantauan tertentu atau tidak bersikap pasif dalam situasi tertentu seperti lingkungan hidup. degradasi melebihi apa yang dapat diterima menurut undang-undang dan peraturan lingkungan di Indonesia. Oleh karena itu, Panel menilai bahwa tindakan pemegang IUP dan IUPK dapat ditentukan apakah memenuhi kewajiban yang diatur dalam Pasal 96(c) UU No. 4/2009. 7.182. Faktor kedua yang relevan adalah tingkat kekhususan Pasal 96(c). Appellate Body mempertimbangkan bahwa "[]" 'semakin akurat' satu tergugat dapat mengidentifikasi aturan, kewajiban, atau persyaratan yang terkandung dalam 'undang-undang atau peraturan' yang relevan, 'kemungkinan besar' akan dapat menjelaskan bagaimana dan 411 mengapa tindakan yang tidak konsisten menjamin kepatuhan dengan 'undang-undang atau peraturan' tersebut". Panel mencatat bahwa Pasal 96(c) menyentuh bidang kegiatan pertambangan seperti pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan. 7.183. Faktor ketiga yang relevan menyangkut keberlakuan Pasal 96(c). Meskipun undang-undang atau peraturan dalam arti Pasal XX(d) tidak diperlukan untuk dapat ditegakkan secara hukum, Badan Banding telah mempertimbangkan bahwa keberlakuan hukum "dapat menunjukkan sejauh mana [undang-undang atau peraturan] 412 menetapkan aturan tentang perilaku atau tindakan yang harus diamati dalam sistem hukum domestik Anggota". Panel menganggap Pasal 96(c) sebagai ketentuan yang dapat dilaksanakan karena sifat mengikat dari kewajiban yang dikandungnya, yaitu "harus mengatur dan memantau lingkungan pertambangan”. Lebih lanjut, Panel mencatat bahwa Pasal 151 UU No. 4/2009 memberikan sanksi administratif atas ketidakpatuhan terhadap Pasal 96 yang dapat berupa teguran tertulis, penangguhan sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasional produksi, atau pencabutan IUP/IPR/IUPK. Panel ingat bahwa pengenaan hukuman dan sanksi tidak diperlukan untuk suatu ketentuan atau instrumen hukum untuk memenuhi syarat sebagai undang-undang atau peraturan tetapi tetap 408 Lihat para. 7.171 di atas mengacu pada Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.108. Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.110. 410 Appellate Body Report, Mexico – Taxes on Soft Drinks, para. 74. Lihat jugaa Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.108. 409 411 Appellate Body Report, Argentina – Financial Services, para. 6.203. Lihat juga Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.110. 412 Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.109. Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] relevan dengan analisis Panel. 413 7.184. Dua faktor terakhir yang relevan berkaitan dengan otoritas yang mengadopsi atau mengakui Pasal 96(c) dan bentuk serta judul instrumen yang memuat Pasal 96(c), yang "dapat menjelaskan status hukum dan isinya" tetapi 414 tidak menentukan apakah memenuhi syarat sebagai "undang-undang atau peraturan". Pasal 96(c) adalah salah satu dari 18 ketentuan yang termasuk dalam Bagian Kedua Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara 415 Indonesia, yaitu Undang-Undang No. ". Pemerintah Indonesia memberlakukan Undang-Undang ini. 7.185. Analisis yang cermat terhadap faktor-faktor tersebut di atas membuat kami menyimpulkan bahwa Pasal 96(c) adalah undang-undang atau peraturan dalam arti Pasal XX(d) GATT 1994 karena mengatur kewajiban untuk dipatuhi oleh IUP dan IUPK dalam sistem hukum Indonesia yang dapat ditegakkan, dan derajat kenormatifannya cukup untuk maksud Pasal XX(d) GATT 1994. Pasal 96(d) UU No. 4/2009 7.186. Pasal 96(d) UU No. 4/2009 (Pasal 96(d)) adalah salah satu dari 18 ketentuan yang termasuk dalam Bagian 416 Kedua (Kewajiban) Bab XIII (Hak dan Kewajiban). Pemerintah Indonesia membuat Undang-Undang ini. Ketentuan tersebut berbunyi sebagai berikut: Dalam menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP dan IUPK wajib: … (d) melakukan upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara; … 7.187. Indonesia menjelaskan bahwa ketentuan ini, yang merupakan bagian dari kerangka komprehensif Indonesia tentang pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan, menetapkan persyaratan 417 pengelolaan sumber daya yang membebankan "aturan perilaku khusus yang ditetapkan secara hukum" kepada 418 pelaku pasar Indonesia. 7.188. Uni Eropa berargumen bahwa Pasal 96(d) dibingkai secara umum dan tidak cukup spesifik karena menetapkan 419 tugas yang luas, dan bukan aturan khusus atau tindakan seperti yang disyaratkan oleh Pasal XX GATT 1994. 7.189. Pasal 96(d) mengacu pada kewajiban pemegang IUP dan IUPK untuk “melakukan upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara”. (penekanan ditambahkan) Bahasa yang tidak jelas tentang isi kewajiban tersebut membuat ketentuan ini lebih dekat dengan dasar hukum untuk tindakan yang konsisten dengan prinsip pertambangan yang baik daripada aturan perilaku atau tindakan yang ditetapkan. Apalagi upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96(d) menyangkut bidang kegiatan pertambangan yang sangat luas, yaitu konservasi sumber daya mineral dan batubara. Panel mengacu pada analisisnya di atas mengenai kewenangan yang mengadopsi Pasal 96(d) dan bentuk serta judul dari perangkat hukum di mana ia ditemukan karena kedua ketentuan tersebut merupakan bagian dari perangkat hukum yang sama, yaitu UU No. 4/2009. 7.190. Sama halnya dengan huruf (c), huruf (d) juga sangat mirip dengan kaidah teknis pertambangan yang baik yang diatur dalam Pasal 3(3)(b) Permen ESDM No. 26 Tahun 2018 tentang Konservasi Mineral dan Batubara. 7.191. Panel mengakui bahwa Pasal 151 UU No. 4/2009 menetapkan kemampuan untuk mengenakan sanksi atas ketidakpatuhan terhadap Pasal 96. Namun, Panel tidak yakin bahwa hal ini akan mengganggu pemahamannya terhadap Pasal 96(d). Karena sifat "upaya terbaik" dari ketentuan tersebut, sulit untuk melihat bagaimana sanksi berdasarkan Pasal 151 dapat ditegakkan. 7.192. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Panel menilai bahwa Pasal 96(d) UU No. 4/2009 tidak memenuhi syarat sebagai undang-undang atau peraturan untuk tujuan Pasal XX(d) GATT 1994 karena bukan merupakan kewajiban yang dapat dilaksanakan. yang kepatuhannya dapat dijamin. 413 Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.109. Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.112. 415 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 154. 416 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 154. 417 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 105. 418 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 105. Lihat lebih umum pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 146. 419 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 208. 414 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Pasal 57 UU No. 32/2009 7.193. Terakhir, Panel beralih ke ketentuan ketiga yang diidentifikasi oleh Indonesia, yaitu Pasal 57 UU No. 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Pasal 57). Ketentuan yang merupakan satu-satunya ketentuan dalam Bab VI UU No 32 Tahun 2009 berjudul “Pemeliharaan” tersebut berbunyi sebagai berikut: (1) Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya: a. konservasi sumber daya alam; b. pencadangan sumber daya alam; dan/atau c. pelestarian fungsi atmosfer. (2) Konservasi sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kegiatan: a. perlindungan sumber daya alam; b. pengawetan sumber daya alam; dan c. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam. (3) Pencadangan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu. (4) Pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi: a. upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim; b. upaya perlindungan lapisan ozon; dan c. upaya perlindungan terhadap hujan asam. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai konservasi dan pencadangan sumber daya alam serta pelestarian 420 fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 7.194. Indonesia menjelaskan bahwa ketentuan ini merupakan bagian dari kerangka komprehensif Indonesia tentang pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan dan menetapkan persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya yang berkelanjutan. Indonesia berargumen bahwa Pasal 57 421 memberlakukan "aturan perilaku khusus yang ditentukan secara hukum" yang tidak hortatory atau samar-samar , 422 sebagaimana dapat dilihat dari bahasanya ("harus dilakukan"). 7.195. Uni Eropa menyatakan bahwa Pasal 57 dirumuskan secara umum dan, oleh karena itu, tidak memiliki tingkat konten atau kekhususan normatif yang disyaratkan. Secara khusus, Uni Eropa berpendapat bahwa tidak jelas bagaimana kewajiban untuk memastikan pelestarian fungsi atmosfer dapat menjadi syarat pertambangan yang 423 berkelanjutan. 7.196. Indonesia mengacu pada keseluruhan Pasal 57 dan bukan pada salah satu sub-ayat tertentu. Ayat (1) ketentuan ini hanya memuat kewajiban, yaitu pemegang IUP dan IUPK melestarikan lingkungan hidup dengan tiga cara, yaitu (i) konservasi sumber daya alam; (ii) cadangan sumber daya alam; dan/atau (iii) pelestarian fungsi atmosfer. Ayat (2) sampai dengan ayat (4) menentukan ruang lingkup masing-masing cara tersebut, dan ayat (5) mengatur pengaturan lebih lanjut ketentuan ini melalui peraturan pemerintah. 7.197. Ruang lingkup penerapan ketentuan ini luas, memayungi beberapa isu yang terkait dengan pelestarian lingkungan. Ayat (5) menunjukkan bahwa Pasal 57 tidak dengan sendirinya mengatur secara khusus bagaimana pemegang IUP dan IUPK dapat memenuhi kewajiban dalam ayat (1), melainkan ketentuan khusus tersebut dimaksudkan untuk dituangkan dalam peraturan pelaksanaan. Peraturan pelaksanaan tersebut seharusnya sudah 424 diundangkan atau diterbitkan dalam jangka waktu tidak lebih dari satu tahun setelah berlakunya UU No. 32/2009. Indonesia tidak mendalilkan bahwa Pasal 57 perlu dibaca bersama dengan regulasi pelaksanaan khusus dalam arti pembelaan affirmatifnya Pasal XX(d) GATT 1994. Selain itu, tidak ada dalam Undang-Undang No. 32/2009 yang mengatur hukuman atau sanksi jika tidak dipatuhi. Oleh karena itu, Panel menyimpulkan bahwa Pasal 57 dengan sendirinya tidak memuat kewajiban yang dapat ditegakkan secara hukum. 7.198. Pasal 57 merupakan satu-satunya ketentuan dalam Bab VI UU No 32 Tahun 2009 tentang “Pemeliharaan”. 425 Pemerintah Indonesia memberlakukan Undang-Undang ini. 7.199. Panel mempertimbangkan bahwa perbedaan yang ditarik oleh Badan Banding antara instrumen hukum yang "meletakkan aturan perilaku atau tindakan tertentu dalam sistem hukum domestik Anggota" dan instrumen hukum 420 UU No. 32 Tahun 2009, (Bukti IDN-53). Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 105. 422 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 146. 423 Komentar Uni Eropa atas tanggapan Indonesia atas pertanyaan Panel No. 106. 424 UU No. 32 Tahun 2009, (Bukti IDN-53), Pasal 126. 425 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 154 dan 161. 421 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 426 yang "hanya memberikan [] dasar hukum tindakan yang mungkin konsisten dengan tujuan tertentu" sangat relevan ketika menilai ketentuan ini. Panel mempertimbangkan bahwa Pasal 57 termasuk dalam kategori ketentuan yang memberikan dasar hukum untuk bertindak; itu tidak memberikan spesifikasi yang cukup aturan perilaku atau tindakan yang dapat ditegakkan melainkan beberapa pedoman umum yang harus diterjemahkan ke dalam tindakan khusus yang bertujuan untuk melestarikan lingkungan di bidang konservasi dan cadangan sumber daya alam dan pelestarian fungsi atmosfer. 7.200. Berdasarkan pertimbangan di atas, Panel menyimpulkan bahwa Pasal 57 UU No. 32/2009 tidak memenuhi syarat sebagai peraturan perundang-undangan untuk kepentingan Pasal XX(d) GATT 1994 karena muatan normatif dan kekhususannya tidak cukup untuk menganggap bahwa itu adalah kewajiban yang dapat ditegakkan yang kepatuhannya dapat dijamin. Kesimpulan 7.201. Singkatnya, Panel menemukan bahwa Indonesia telah membuktikan bahwa Pasal 96(c) UU No. 4/2009 adalah undang-undang atau peraturan dalam pengertian Pasal XX(d) GATT 1994, tetapi Indonesia gagal membuktikan Pasal tersebut 96(d) UU No. 4/2009 dan Pasal 57 UU No. 32/2009 termasuk dalam ruang lingkup sub-ayat. 7.202. Oleh karena itu, Panel akan melanjutkan analisisnya terhadap Pasal 96(c) UU No. 4/2009 saja. Panel sekarang memeriksa apakah ketentuan ini "tidak bertentangan" dengan ketentuan GATT 1994. 7.3.1.1.2 Konsistensi peraturan perundang-undangan dengan GATT 1994 7.203. Panel sebelumnya yang berurusan dengan pertahanan berdasarkan Pasal XX(d) seperti Colombia – Ports of Entry dan Colombia – Textiles menemukan bahwa undang-undang Anggota yang menanggapi harus diperlakukan sebagai WTO secara konsisten sampai dibuktikan sebaliknya berdasarkan pernyataan Badan Banding dalam US – 427 Carbon Steel . Bahkan jika ini Pernyataan Badan Banding berkaitan dengan konsistensi tindakan yang digugat, dan bukan konsistensi instrumen hukum yang diusahakan agar tindakan yang dipermasalahkan dapat dipatuhi, Panel menganggapnya juga relevan untuk elemen standar hukum ini karena mencerminkan prinsip umum bahwa pihak yang berpendapat bahwa suatu tindakan WTO tidak konsisten harus membuktikannya. 7.3.1.1.2.1 Argumentasi utama para pihak 7.204. Indonesia berpendapat bahwa persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan dari kerangka kebijakan komprehensif Indonesia tentang kegiatan pertambangan konsisten dengan 428 kewajiban WTO serta dengan komitmen internasional lainnya. Secara khusus, Indonesia menyatakan bahwa "persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan mengejar , dan sepenuhnya sejalan dengan, tujuan inti dari persetujuan-persetujuan yang tercakup dalam WTO, yaitu, pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan dan pelestarian lingkungan, yang diungkapkan secara eksplisit dalam Mukadimah 429 Perjanjian WTO". Selanjutnya, Indonesia berpendapat bahwa "undang-undang pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan ... tidak diskriminatif, tidak memerlukan batasan kuantitatif, sepenuhnya 430 transparan dan dikelola dengan cara yang seragam, masuk akal dan tidak memihak". 7.205. Indonesia selanjutnya menyampaikan bahwa "secara umum, dan jika tidak ada indikasi sebaliknya, undangundang dan peraturan yang konsisten dengan pemanfaatan sumber daya alam yang berkelanjutan dan pelestarian lingkungan dapat dengan tepat dicirikan sebagai 'undang-undang atau peraturan' yang konsisten dengan GATT untuk 431 tujuan Pasal XX(d)". 426 Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.110. 427 Panel Reports, Colombia – Ports of Entry, para. 7.531; dan Colombia – Textiles, para. 7.511 (merujuk pada Appellate Body Report, US – Carbon Steel, para. 157). 428 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 143. Lihat juga pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 152; dan pengajuan tertulis kedua, para. 125. Misalnya, Indonesia mengklaim bahwa "undang-undang dan peraturannya secara langsung sesuai dengan paragraf 46 Lampiran Johannesburg Declaration on Sustainable Development, Plan of Implementation of the World Summit on Sustainable Development". Lihat pengajuan tertulis pertama Indonesia, paragraf 173. 429 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 125. 430 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 172. 431 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 125. 427 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.206. Uni Eropa pada awalnya tidak mengungkapkan pandangannya tentang konsistensi peraturan perundangundangan Indonesia dengan GATT 1994 karena dianggap Indonesia tidak mengkhususkan kasusnya. Meskipun demikian, Uni Eropa menyatakan bahwa, secara umum, tidak berarti bahwa undang-undang atau peraturan yang dirancang untuk memastikan perlindungan lingkungan atau pertambangan yang berkelanjutan adalah inkonsistensi 432 WTO. Setelah klarifikasi oleh Indonesia pada sidang substantif kedua mengenai ketentuan yang bergantung pada tujuan pembelaannya berdasarkan Pasal XX, Uni Eropa menunjukkan bahwa ia tidak membantah bahwa ketentuan 433 khusus tersebut konsisten dengan WTO. 7.3.1.1.2.2 Analisis oleh Panel 7.207. Panel-panel sebelumnya menganggap konsistensi hukum dan peraturan yang relevan berdasarkan Pasal XX(d) 434 GATT 1994 ketika pengadu tidak menggugatnya. 7.208. Pasal 96(c) UU No. 4/2009 berbunyi sebagai berikut: Dalam penerapan kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan: ….. c. pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, 435 termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang; … 7.209. Panel tidak menemukan apa pun dalam teks Pasal 96(c) UU No 4/2009 yang menunjukkan bahwa ketentuan ini bertentangan dengan GATT 1994. 7.210. Karena Uni Eropa tidak mempersoalkan konsistensi GATT Pasal 96(c) dan jika tidak ada bukti sebaliknya, Panel melihat tidak ada dasar untuk menemukan Pasal 96(c) UU 4/2009 tersebut tidak sejalan dengan GATT 1994. Oleh karena itu, Panel akan melanjutkan analisisnya berdasarkan Pasal 96(c) UU 4/2009 tidak bertentangan dengan GATT 1994. 7.3.1.1.3 Menjamin kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang relevan 7.211. Elemen analisis berikutnya berdasarkan Pasal XX(d) adalah apakah langkah-langkah yang digugat – larangan ekspor dan DPR – memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c). Panel akan memeriksa setiap tindakan secara terpisah. 7.212. Untuk menentukan apakah tindakan yang dipermasalahkan menjamin kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang relevan, panel harus menilai apakah tindakan tersebut dirancang untuk memastikan kepatuhan 436 terhadapnya , yaitu, apakah ada hubungan antara tindakan yang dipermasalahkan dan memastikan kepatuhan terhadap undang-undang tersebut atau peraturan. Penilaian awal ini secara tradisional dianggap "tidak... terlalu 437 menuntut" karena mensyaratkan pemeriksaan desain tindakan yang dipermasalahkan, termasuk konten, struktur, dan operasi yang diharapkan, mengungkapkan bahwa tindakan tersebut bukannya tidak mampu memastikan 438 kepatuhan terhadap hukum atau peraturan yang relevan. 7.213. Jadi, jika Panel menemukan bahwa larangan ekspor atau DPR mampu, bahkan dari jarak jauh atau secara hipotetis, untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c), itu akan cukup untuk menyimpulkan bahwa tindakan(langkah) yang dipersoalkan mengamankan kepatuhan dengan ketentuan ini dalam pengertian Pasal XX(d) GATT 1994. 432 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 40. 433 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 104. Lihat mis. Panel Report, Indonesia – Chicken, para. 7.124 (mengacu pada Appellate Body Report, US – Carbon Steel, para. 157). 435 UU No. 4/2009, (Bukti EU-1(b)), Pasal 96(c). 436 Appellate Body Report, Korea – Various Measures on Beef, para. 157. 437 Appellate Body Report, Colombia – Textiles, para. 5.70. 438 Appellate Body Report, Argentina – Financial Services, para. 6.203. Badan Banding telah memperingatkan tentang "analisis langkah ["desain"] sedemikian rupa untuk mengarahkan [Panel] untuk memotong analisisnya sebelum waktunya dan dengan demikian menutup pertimbangan aspek-aspek penting dari pembelaan responden yang berkaitan dengan 'keharusan' analisis". Lihat Appellate Body Report, Argentina – Financial Services, para. 6.203. 434 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.3.1.1.3.1 Larangan ekspor Argumen utama para pihak 7.214. Indonesia menyatakan bahwa larangan ekspor "sama sekali tidak 'tidak mampu' menjamin kepatuhan 439 terhadap persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral Indonesia yang berkelanjutan". Indonesia berpendapat bahwa larangan ekspor adalah "tindakan pencegahan[] untuk menjamin kepatuhan terhadap kerangka kebijakan komprehensif untuk kegiatan pertambangan, khususnya persyaratan pengelolaan pertambangan 440 Dalam hal ini, Indonesia mencatat bahwa permintaan asing dan sumber daya mineral yang berkelanjutan". menghadirkan risiko ketidakpatuhan yang lebih besar karena pembeli bijih nikel asing tidak termasuk dalam 441 yurisdiksi Indonesia. Indonesia lebih lanjut berpendapat bahwa langkah-langkah perbaikan untuk mengatasi risiko 442 ini tidak berhasil di masa lalu. 7.215. Indonesia berargumen bahwa larangan ekspor "mengurangi total produksi dan ekstraksi bijih nikel 443 Indonesia". Dalam hal ini Indonesia mencatat bahwa "permintaan ekspor dipenuhi hampir secara eksklusif oleh 444 kegiatan pertambangan ilegal atau diatur dengan buruk" dan, oleh karena itu, larangan ekspor akan mengurangi praktik penambangan seperti itu dan dampak buruk lingkungan dan konservasi sumber daya yang terkait erat 445 dengannya. 7.216. Indonesia berpendapat bahwa fakta bahwa larangan ekspor memiliki tujuan ekonomi yang terkait dengan peningkatan nilai tambah di Indonesia tidak mengurangi fakta bahwa larangan tersebut juga memiliki tujuan 446 konservasi sumber daya, yaitu untuk menurunkan tingkat ekstraksi. 7.217. Indonesia lebih jauh menekankan hubungan erat antara larangan ekspor dan persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan di Indonesia mengingat referensi eksplisit ke UU No. 4/2009 dan 32/2009 dalam Peraturan ESDM No. 11/2019 dan Peraturan Menteri Perdagangan hubungan No. No. 447 96/2019. 7.218. Uni Eropa berpendapat bahwa larangan ekspor tidak dirancang untuk menjamin kepatuhan terhadap undangundang dan peraturan terkait yang diidentifikasi oleh Indonesia, melainkan untuk meningkatkan nilai tambah ekspor 448 Indonesia. Uni Eropa berpendapat bahwa Indonesia tidak menunjukkan hubungan antara larangan ekspor dan tujuan untuk mengamankan penegakan aturan yang mewajibkan pemegang izin secara umum untuk mematuhi standar lingkungan karena alasan berikut. 7.219. Pertama, Uni Eropa berpendapat bahwa larangan ekspor tidak mencegah atau membatasi ekstraksi bijih dan bahwa Indonesia tidak mengidentifikasi pembatasan konsumsi atau ekstraksi dalam negeri. Sebaliknya, Uni Eropa menjelaskan bahwa bukti pada berkas menunjukkan bahwa ekstraksi dan konsumsi domestik secara keseluruhan akan meningkat di tahun-tahun mendatang. Dalam pandangan Uni Eropa, ini berarti bahwa larangan ekspor “jelas tidak dirancang untuk mengurangi produksi dan ekstraksi bijih nikel tetapi semata-mata untuk mengubah tujuan 449 bijih setelah diekstraksi”. Dalam hal ini, Uni Eropa menganggap bahwa pendekatannya menemukan dukungan dalam Laporan UNCTAD yang sama yang diandalkan Indonesia, yang "menunjukkan bahwa tujuan utama sebenarnya 450 adalah untuk menambah nilai" dan tidak memastikan kepatuhan terhadap standar lingkungan. 7.220. Kedua, Uni Eropa berpandangan bahwa Indonesia belum menunjukkan bagaimana larangan ekspor bijih nikel mendorong produsen dalam negeri untuk mematuhi persyaratan peraturan dalam negeri yang relevan atau 439 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 176. Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 145. Lihat juga pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 144. 441 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 173. 442 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 171-172; dan pernyataan pembukaan pada sidang kedua Panel, para. 84. 443 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 177. 444 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 64. 445 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 177. Lihat juga pengajuan tertulis Indonesia yang kedua, para. 128. 446 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 143 (mengacu pada UNCTAD, Pelajaran dari larangan ekspor nikel Indonesia, Dokumen latar belakang, (Bukti IDN-23), hal. 3). 447 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 179. 448 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 175. Lihat juga pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 219. 449 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 225-226. 450 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 230. 440 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] memperbaiki masalah penegakan hukum yang dihadapi Indonesia. 451 7.221. Menanggapi argumentasi Indonesia bahwa ada hubungan antara larangan ekspor dengan UU No. 4/2009 karena instrumen hukum yang menerapkan larangan ekspor mengacu pada UU No. 4/2009, Uni Eropa mencatat bahwa referensi yang dibuat dalam Permen ESDM No. 11/2019 dan Permendag No. 96/2019 pada UU No. 4/2009 tidak menunjukkan bahwa larangan ekspor berusaha untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c). Dalam hal ini, Uni Eropa mencatat bahwa Permen ESDM No. 11/2019 mengacu pada 11 instrumen hukum yang berbeda dan 452 tidak merinci hubungan antara Peraturan ini dan UU No.4/2009. Uni Eropa mencatat bahwa Permen ESDM No.11/ 2019 menjelaskan dalam mukadimahnya bahwa perubahan yang diperkenalkan bertujuan untuk "memastikan kesinambungan pasokan fasilitas pengolahan dan pemurnian nikel seperti yang diarahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 24 Juli 2019 dan 26 Agustus 2019" sehubungan dengan fasilitas pengolahan dan pemurnian 453 nikel dalam negeri yang telah dibangun. 451 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 233-234. Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 245. 453 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 245. 452 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.221. Menanggapi argumentasi Indonesia bahwa ada hubungan antara larangan ekspor dengan UU No. 4/2009 karena instrumen hukum yang menerapkan larangan ekspor mengacu pada UU No. 4/2009, Uni Eropa mencatat bahwa referensi yang dibuat dalam Permen ESDM No. 11/2019 dan Permendag No. 96/2019 pada UU No. 4/2009 tidak menunjukkan bahwa larangan ekspor berusaha untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c). Dalam hal ini, Uni Eropa mencatat bahwa Permen ESDM No. 11/2019 mengacu pada 11 instrumen hukum yang berbeda dan 454 tidak merinci hubungan antara Peraturan ini dan UU No.4/2009. Uni Eropa mencatat bahwa Permen ESDM No.11/ 2019 menjelaskan dalam mukadimahnya bahwa perubahan yang diperkenalkan bertujuan untuk "memastikan kesinambungan pasokan fasilitas pengolahan dan pemurnian nikel seperti yang diarahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 24 Juli 2019 dan 26 Agustus 2019" sehubungan dengan fasilitas pengolahan dan pemurnian 455 nikel dalam negeri yang telah dibangun. 7.222. Terkait Peraturan Menteri Perdagangan No. 96 Tahun 2019, Uni Eropa mencatat bahwa hal itu diundangkan untuk “memberikan kepastian berusaha, meningkatkan nilai tambah Ekspor komoditas Pertambangan, dan mendukung efektivitas pelaksanaan Ekspor komoditas Pertambangan sebagai Pengolahan dan pemurnian produk 456 melalui sistem layanan lisensi tunggal online". Uni Eropa menekankan bahwa Permendag No. 96/2019 hanya mengacu pada Pasal 102 UU No. 4/2009 dalam konteks perlunya pemegang IUP dan IUPK meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral. Bagi Uni Eropa, hal ini menunjukkan bahwa tujuan dari Permendag No. 96/2019 "adalah tentang mengamankan nilai tambah dan tidak memastikan adanya standar tinggi perlindungan lingkungan 457 atau konservasi sumber daya alam". Analisis oleh Panel 7.223. Pertanyaan di hadapan Panel adalah apakah larangan ekspor tidak mampu memenuhi Pasal 96(c) UU No. 4/2009. Panel setuju dengan panel-panel sebelumnya dan Badan Banding bahwa pemeriksaan desain larangan ekspor, termasuk isi, struktur, dan operasi yang diharapkan dapat mengungkapkan apakah memang demikian. 7.224. Larangan ekspor dilaksanakan melalui Pasal 3 dan Lampiran IV Permendag No. 96/2019 dan Pasal 1 ayat 2 458 Permen ESDM No. 11/2019. Ekspor bijih nikel dilarang mulai 1 Januari 2020, tanpa indikasi tanggal ketika larangan akan berakhir. 7.225. Permen ESDM No. 11 Tahun 2019 merupakan perubahan kedua dari Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 tentang pengusahaan mineral dan batubara. Pembukaan Permen ESDM No. 11 Tahun 2019 mengacu pada kebutuhan untuk mengubah Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 untuk “menjamin kesinambungan pasokan fasilitas pemurnian dan pengolahan nikel” dan menyebutkan pendirian beberapa fasilitas pemurnian dan pengolahan nikel di 459 Indonesia. Permendag No. 96/2019 mengatur ekspor produk pertambangan olahan dan pemurnian. Mukadimah Permendag No. 96 Tahun 2019 merujuk pada perlunya menyempurnakan regulasi ekspor produk pertambangan olahan dan pemurnian untuk “memberikan kepastian usaha” dan “meningkatkan nilai tambah Produk 460 Pertambangan”. Ini juga mengacu pada kewajiban IUP dan pemegang IUPK untuk “meningkatkan nilai tambah 461 sumber daya mineral dalam penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral”. 7.226. Instrumen hukum yang menerapkan larangan ekspor tidak secara eksplisit mengejar tujuan lingkungan yang menurut Indonesia merupakan tujuan Pasal 96(c), melainkan tujuan ekonomi. Namun Panel tidak dapat mengesampingkan bahwa larangan ekspor dapat berdampak positif terhadap lingkungan, seperti yang dituduhkan oleh Indonesia, yang menganggap bahwa larangan ekspor memenuhi tujuan konservasi sumber daya dengan menurunkan tingkat ekstraksi. 7.227. Dalam hal ini, Panel mengamati bahwa telah terjadi penurunan total produksi bijih nikel sejak berlakunya 462 larangan ekspor, yaitu 61 juta ton pada tahun 2019 vs 52,7 juta ton pada tahun 2020. Pengurangan produksi (8,3 454 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 245. Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 245. 456 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 245. 457 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 245. 458 Lihat pasal 2.1.1 di atas dan pengajuan tertulis pertama Uni Eropa, para. 24-26. 459 Peraturan ESDM No. 11/2019, (Bukti EU-10(b)), pembukaan, para. (a). 460 458 Peraturan Menteri Perhubungan No. 96/2019, (Bukti EU-11(b)), mukadimah, para. (a). 461 Peraturan Menteri Perdagangan No. 96/2019, (Bukti EU-11(b)), mukadimah, para. (b). 462 KESDM, Excel "Produksi dan Penjualan Bijih Nikel 2010-2020", (Bukti IDN-24). 455 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] juta ton ) lebih rendah dari penurunan ekspor (dari 30,2 juta ton pada 2019 menjadi nol pada 2020). Panel selanjutnya mencatat bahwa konsumsi domestik bijih nikel meningkat dua kali lipat dari tahun 2019 (21,6 juta ton) 463 hingga tahun 2020 (43,5 juta ton ). Konsumsi dalam negeri diperkirakan akan meningkat lebih signifikan dengan 464 diperkenalkannya sejumlah besar smelter baru yang diperkirakan akan beroperasi pada tahun 2026 , yang akan 465 memungkinkan pengembangan industri baterai EV di Indonesia di masa depan. Pergeseran ini selaras dengan tujuan yang dinyatakan dalam pembukaan Peraturan ESDM No. 11/2019 tentang "memastikan kesinambungan 466 pasokan untuk fasilitas pemurnian dan pengolahan nikel ... didirikan di dalam negeri". 7.228. Mengingat bukti ini, Panel tidak dapat mengecualikan kemungkinan bahwa larangan ekspor telah memberikan tekanan pada tingkat ekstraksi. Panel mencatat, bagaimanapun, bahwa Indonesia sendiri 467 memperkirakan bahwa permintaan dalam negeri yang meningkat akan memerlukan perluasan ekstraksi bijih nikel 468 karena Indonesia tidak dapat memenuhi permintaan bijih nikel dalam negeri melalui impor. 7.229. Indonesia berargumen bahwa tingkat ekstraksi bukan satu-satunya faktor yang relevan untuk dipertimbangkan ketika melihat dampak larangan ekspor karena tambang yang berorientasi ekspor beroperasi secara ilegal atau di bawah peraturan yang buruk dan menyebabkan lebih banyak degradasi lingkungan daripada 469 Panel tidak menemukan bukti dalam catatan yang tambang yang dijual ke pabrik peleburan dalam negeri. menetapkan hubungan kausal antara larangan ekspor dan peningkatan praktik pertambangan yang berkelanjutan di 470 Indonesia. Namun, Panel tidak dapat sepenuhnya menepis kemungkinan bahwa larangan ekspor, dengan pembeli dari pasar, juga mengurangi aktivitas penambangan ilegal dan tidak diatur dengan baik dan, akibatnya, berkontribusi pada keberlanjutan penambangan nikel di Indonesia. 7.230. Panel berpandangan bahwa langkah-langkah dapat memiliki banyak tujuan dan 471 efek. Meskipun tujuan pelarangan ekspor adalah untuk memastikan pasokan bagi industri dalam negeri, hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa hal itu juga dimaksudkan untuk mengatasi masalah yang terkait dengan keberlanjutan tambang nikel yang berorientasi ekspor. Panel juga tidak dapat mengecualikan bahwa penurunan ekspor yang dihasilkan dapat berdampak positif terhadap keberlanjutan pertambangan nikel di Indonesia. 7.231. Uni Eropa benar bahwa larangan ekspor bijih nikel tidak dilakukan bersamaan dengan pembatasan konsumsi bijih nikel dalam negeri. Panel setuju dengan Indonesia, bagaimanapun, bahwa pembatasan konsumsi dalam negeri tersebut tidak merupakan bagian integral dari standar hukum berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 seperti yang akan dilakukan jika Indonesia menggunakan Pasal XX(g). Ada atau tidak adanya pembatasan tersebut, bagaimanapun, merupakan faktor yang relevan dalam menilai argumen Indonesia bahwa larangan ekspor mengejar tujuan 472 konservasi untuk menurunkan tingkat ekstraksi bijih nikel. 463 Laporan Maryono mengindikasikan bahwa [[***]] (Bukti IDN-18(BCI)), hal. 24. Laporan Maryono, (Bukti IDN-18(BCI)), hal. 24 [[***]]. 465 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 100; KESDM, Presentasi “Peran Mineral Dalam Pengembangan Industri Aki Indonesia”, 10 September 2021, (Bukti IDN-127 (BCI)); NIKKEI Asia, "Indonesia teams with LG to build $1.2bn battery plant", 25 May 2021, (Bukti IDN-51); Financial Times, "Indonesia and Foxconn in talks over electric vehicle investment", 1 November 2021, (Bukti IDN-78); The Indonesian Government's Arguments to WTO Regarding the Ban on Nickel Exports, 5 December 2019 (Bukti EU-20), hal. 1; dan Remarks of President of the Republic of Indonesia at the Opening Inauguration of the 2021 National Coordination Meeting and Investment Service Award, 24 November 2021, (Bukti EU-22), hal. 5. 466 Permen ESDM No. 11/2019, (Bukti 10(b)), pembukaan, para. (a). 467 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 tentang RIPIN, (Bukti EU-17(rev)), Tabel 4.1. 468 INSG, , Report on Nickel Production and Usage in Indonesia, February 2020 2020 (Bukti IDN-13) menunjukkan bahwa untuk periode 2015-2018 Indonesia tidak mengimpor bijih nikel, konsentrat nikel, ferro nikel, atau nikel matte dalam jumlah yang signifikan. Indonesia memang mengimpor nikel hidroksida, nikel sulfat, nikel klorida, dan katoda nikel. Indonesia menegaskan pemahaman Panel bahwa tidak memenuhi permintaan dengan impor, pada sidang kedua dengan Panel. 469 UNCTAD, Lessons from Indonesia's ban on nickel exports, Background document, (Exhibit IDN-23), p. 12. Panel mencatat bahwa Bukti-bukti IDN-68, IDN-69, dan IDN-70 juga melaporkan praktik pertambangan ilegal atau diatur dengan buruk, tetapi tidak menentukan apakah bijih nikel dari tambang tersebut diekspor. 470 Dapat dikatakan juga bahwa larangan ekspor tidak akan berdampak pada penambangan ilegal karena mereka yang ingin beroperasi di luar kerangka hukum domestik akan bersedia untuk terus melakukannya. Panel mencatat, dalam hal ini, meskipun ada larangan ekspor, Indonesia tetap menjadi pemasok bijih nikel terbesar kedua di China pada tahun 2020 menurut data bea cukai China, ketika larangan ekspor sudah diberlakukan. Lihat Reuters, , "Update 1 – Indonesia Stays China's Second-Biggest Nickel Ore Supplier Despite Export Ban (January 2021)", tersedia di https://www.reuters.com/article/china-economy-trade-nickel-idUSL1N2JV0FP, ( Bukti IDN-106). Panel lebih lanjut mencatat, bagaimanapun, bahwa data ekspor Indonesia menunjukkan tidak ada ekspor bijih nikel ke China pada tahun 2020 dan mendekati nol pada tahun 2021. Lihat Data Ekspor BPS Indonesia, (Bukti IDN-91), hal. 1. 471 Lihat mis. Appellate Body Report, US – Clove Cigarettes, paras. 113 and 115. 472 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 177; pengajuan tertulis kedua, para. 128. Lihat juga UNCTAD, Pelajaran dari larangan ekspor nikel Indonesia, Dokumen latar belakang, (Bukti IDN-23), hal. 10. 464 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.232. Mengenai hubungan antara larangan ekspor dengan Pasal 96(c) UU No. 4/2009, Panel tidak menemukan apapun dalam perangkat hukum yang menerapkan larangan ekspor yang secara eksplisit mengacu pada Pasal 96(c). Pasal 3 dan Lampiran IV Permendag No. 96/2019 dan Pasal 1 ayat 2 Permen ESDM No. 11/2019 dimana larangan ekspor diterapkan, tidak mengacu pada Pasal 96(c) atau masalah apapun yang terkait dengan pertambangan berkelanjutan dan konservasi sumber daya. Panel menemukan, bagaimanapun, suatu tingkat hubungan tertentu dalam arti bahwa larangan ekspor dan Pasal 96(c) sebenarnya berkaitan dengan pengelolaan kegiatan pertambangan di Indonesia. Dalam hal ini, Panel mencatat bahwa Peraturan ESDM No. 11/2019 dan Permendag No. 96/2019 mengacu pada UU No. 4/2009, yang merupakan landasan kerangka hukum Indonesia yang mengatur pertambangan. 7.233. Hal tersebut di atas tidak mengurangi fakta bahwa larangan ekspor, sampai batas tertentu, dapat berdampak pada pemenuhan Pasal 96(c) dengan mengurangi total produksi dan ekstraksi bijih nikel. Fakta bahwa tidak ada kepastian yang mutlak mengenai dampak larangan ekspor saat ini atau yang akan terjadi tidak menghalangi Panel untuk menyimpulkan bahwa larangan ekspor tidak mampu memenuhi Pasal 96(c). Fakta bahwa ada kemungkinan, bahkan kecil sekali, untuk larangan ekspor untuk mengamankan kepatuhan terhadap Pasal 96(c), oleh karena itu, membuat Panel menyimpulkan bahwa Indonesia telah menunjukkan bahwa pelarangan ekspor merupakan suatu upaya untuk menjamin pemenuhan Pasal 96(c) dalam pengertian Pasal XX(d) GATT 1994. 7.3.1.1.3.2 DPR Argumen utama para pihak 7.234. Indonesia berpendapat bahwa DPR "mampu berkontribusi untuk mengamankan kepatuhan terhadap persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral Indonesia yang berkelanjutan dengan mempromosikan integrasi vertikal dalam rantai pasokan", yang pada gilirannya "sangat penting untuk 473 mempromosikan praktik pertambangan yang berkelanjutan". Menurut Indonesia, "[] persyaratan pemrosesan domestic berusaha untuk mendorong perubahan jangka panjang dalam perilaku operator pasar dengan mendorong 474 Indonesia pengaturan pasokan jangka panjang antara perusahaan pertambangan dan pabrik peleburan". menjelaskan bahwa "persyaratan pemrosesan dalam negeri mengekang praktik penambangan predator dan memastikan bahwa semua kegiatan pertambangan diatur dengan baik baik dari sisi penawaran maupun dari sisi permintaan" karena "smelter domestik mensyaratkan agar bijih nikel yang mereka beli ditambang sesuai dengan 475 persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan di Indonesia". 7.235. Indonesia lebih lanjut berpendapat bahwa DPR adalah tindakan pencegahan yang diambil setelah tindakan perbaikan sebelumnya, mis. persyaratan perizinan, langkah-langkah pengelolaan dan pemantauan lingkungan, peningkatan penegakan melalui denda dan sanksi, dan sertifikasi clear and clean (CnC), tidak berhasil mencapai tujuannya untuk mengamankan kepatuhan terhadap kerangka kebijakan komprehensif Indonesia untuk kegiatan 476 pertambangan. 7.236. Indonesia menunjuk pada rujukan eksplisit pada UU No. 4/2009 dan 32/2009 dalam Permen ESDM No. 25/2018 dan Permen ESDM No. 50/2018 untuk menunjukkan hubungan erat antara DPR dengan persyaratan 477 pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan. 7.237. Uni Eropa berargumen bahwa Indonesia telah gagal menunjukkan kaitan antara rancangan DPR dan 478 mengamankan kepatuhan terhadap Pasal 96(c). Dalam pandangan Uni Eropa, DPR dirancang untuk meningkatkan 479 nilai tambah ekspor Indonesia. Uni Eropa lebih lanjut berpendapat bahwa referensi yang dibuat dalam Permen ESDM No. 25/2018 pada UU No. 4/2009 dan 32/2009 tidak menunjukkan bahwa langkah-langkah yang dipersoalkan berusaha untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan lingkungan dalam undang-undang dan peraturan tersebut. Dalam hal ini, Uni Eropa mencatat bahwa Pembukaan Permen ESDM No. 25/2018 menyatakan bahwa peraturan tersebut diundangkan “untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian usaha serta untuk meningkatkan 473 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 178. Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 178. 475 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 178. 476 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 145. Lihat juga pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 144; dan penyerahan tertulis kedua, para. 171-172. 477 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 179. 478 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 243. 479 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 175. Lihat juga pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 219. 474 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pertambangan kegiatan usaha serta mendorong pengembangan usaha mineral dan batubara”. Uni Eropa selanjutnya mencatat bahwa sub-paragraf (b) dari pembukaan mengacu pada Pasal 127 UU No. 4/2009, yang bukan merupakan salah satu ketentuan yang diandalkan 480 oleh Indonesia dalam konteks pembelaannya berdasarkan Pasal XX(d). Analisis oleh Panel 7.238. Panel sekarang memeriksa rancangan DPR, termasuk isi, struktur, dan operasi yang diharapkan untuk menentukan apakah DPR mampu memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c). 7.239. DPR diatur dalam Pasal 103(1) UU No.4/2009, dan dilaksanakan melalui Pasal 17 Permen ESDM No.25/2018, dan Pasal 66 Permen ESDM No.7/2020. Pasal 103(1) UU No. 4/2009 mengatur prinsip umum bahwa pemegang IUP dan IUPK harus melakukan pengolahan dan pemurnian mineral di Indonesia. Prinsip yang sama tertuang dalam Pasal 17 Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 dan Pasal 66 Permen ESDM No. 7 Tahun 2020 dalam rangka penjualan luar negeri. Pasal 17 menetapkan bahwa pemegang IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, dan IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian Mineral logam, Mineral bukan logam, atau batuan wajib "melakukan Peningkatan Nilai Tambah melalui kegiatan Pengolahan dan/atau Pemurnian sesuai dengan batasan minimum Pengolahan dan/atau Pemurnian sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III” sebelum diekspor. Demikian pula Pasal 66 Permen ESDM No. 7 Tahun 2020 melarang pemegang IUP dan IUPK menjual hasil tambang ke luar negeri tanpa terlebih dahulu melakukan pengolahan dan pemurnian di Indonesia. 7.240. Peraturan ESDM No. 25/2018 menetapkan dua tujuan dalam pembukaannya: (i) “menjamin kepastian hukum dan kepastian usaha serta meningkatkan efektifitas, efisiensi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan kegiatan 481 usaha pertambangan serta mendorong pengembangan usaha minerba" , dan (ii) menerapkan beberapa ketentuan 482 yang terdaftar, tidak ada satupun yang merupakan Pasal 96(c). Baik pembukaan maupun teks Pasal 17 maupun Lampiran I Peraturan ESDM No. 25/2018 tidak ada kaitannya dengan prinsip pertambangan berkelanjutan atau konservasi sumber daya. 7.241. Pembukaan UU No. 4/2009 memang mengacu pada kelestarian lingkungan hidup pertambangan dengan menyatakan bahwa pembentukan usaha untuk mengelola dan memanfaatkan potensi mineral dan batubara harus dilakukan secara “mandiri, andal, transparan, efektif, efisien, dan berwawasan lingkungan” untuk “ menjamin pembangunan nasional yang berkelanjutan”. Hal ini juga mengacu pada tujuan pengelolaan sumber daya mineral 483 untuk memberikan “nilai tambah yang nyata” bagi perekonomian nasional. 7.242. Terkait Permen ESDM No.7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Sehubungan dengan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, sejalan dengan Permen ESDM No.25 Tahun 2018 yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian berusaha. serta meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas dalam pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan serta mendorong pengembangan usaha mineral dan batubara. Peraturan ini mengubah Peraturan ESDM No. 11 Tahun 2018 dan menerapkan beberapa ketentuan dalam UU No. 4 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2010, dan 484 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010. 7.243. Baik Pasal 103 UU No. 4/2009 maupun ketentuan yang relevan dalam Peraturan ESDM No. 25/2018 dan Peraturan ESDM No. 7/2020 tidak menunjukkan hubungan yang relevan dengan Pasal 96(c) atau, secara lebih umum, dengan keberlanjutan pertambangan kegiatan. Sebaliknya, perangkat hukum ini mengejar tujuan ekonomi, sebagaimana disebutkan dalam pembukaannya masing-masing, seperti mengembangkan bisnis mineral dan menghasilkan nilai tambah di Indonesia. Hal ini mendapat dukungan dalam pernyataan publik oleh Presiden 485 Indonesia dan pejabat tinggi pemerintah , dan dalam rencana industri nasional seperti Rencana Pembangunan 480 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 245 Peraturan ESDM No. 25/2018, (Bukti EU-9(b)), pembukaan, para. a). 482 Ketentuan tersebut adalah Pasal 127 UU No. 4/2009, Pasal 43, 84(4), 85(4), 88, 91, 92(3), 96, 99, 109, 112C poin 5, dan 112 Peraturan Pemerintah PP No. 23 Tahun 2010, dan Pasal 15 PP No. 9 Tahun 2012. Lihat Peraturan ESDM No. 25/2018, (Bukti EU-9(b)), mukadimah, para. b). 483 UU No. 4/2009, (Bukti EU-1(b)), mukadimah, paragraf. b) dan c). 484 Ketentuan tersebut adalah Pasal 127 UU No. 4/2009, Pasal 21(4) dan 38(4) PP No. 22/2010, dan Pasal 19, 27(2), 41, 44(5), 61 , 68, 83, dan 105 PP No. 23 Tahun 2010. 485 Lihat mis. Argumen Pemerintah Indonesia kepada WTO Terkait Larangan Ekspor Nikel, 5 Desember 2019, (Bukti EU-20); Transkrip Pidato Presiden Joko Widodo (terjemahan) pada acara peletakan batu pertama pabrik peleburan tembaga baru PT Freeport Indonesia (PTFI), di Kawasan Istimewa Gresik Zona Ekonomi, Jawa Timur, 12 Oktober 2021 (Bukti EU-21); Sambutan Presiden Republik Indonesia pada Pembukaan Rakornas dan Penghargaan Dinas Penanaman Modal Tahun 2021, 481 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035 (RIPIN ), dan Kebijakan Industri Nasional 2015-2019, yang mengutamakan pengembangan industri hulu dan antara berbasis sumber daya alam dan peningkatan nilai tambah sumber daya alam pada industri hulu berbasis pengolahan 486 mineral. 7.244. Dimensi ekonomi ini juga dapat dilihat dari teks ketentuan yang menjadi landasan pembangunan DPR, khususnya Pasal 16(4) dan (5) Permen ESDM No. 25 Tahun 2018. Ketentuan tersebut menetapkan bahwa pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi dapat memenuhi persyaratan untuk mengolah dan memurnikan nikel dan mineral lainnya di dalam negeri dengan bekerja sama dengan pemegang izin pertambangan lainnya. Dalam hal ini, Panel setuju dengan Indonesia bahwa DPR dapat mendorong integrasi vertikal dalam rantai pasokan, sebagaimana ditunjukkan oleh fakta bahwa, per September 2021, "smelter terintegrasi dengan tambang bijih nikel telah dibangun 487 di [[***] ] izin IUP-KK". Masalahnya adalah apakah integrasi antara perusahaan tambang dan smelter seperti itu 488 "mendukung praktik pertambangan berkelanjutan", seperti yang dituduhkan Indonesia dan, lebih khusus lagi, apakah hal ini mengakibatkan DPR tidak mampu memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96( c). 7.245. Panel mencatat di atas bahwa langkah-langkah dapat memiliki banyak tujuan dan efek. Fakta bahwa perangkat hukum yang menjalankan DPR tidak secara tegas mengacu pada unsur lingkungan hidup, bukan menjadi alasan untuk menepis kemungkinan bahwa DPR dapat berdampak positif bagi keberlangsungan kegiatan pertambangan di Indonesia. Dalam hal ini, Panel mengacu pada argument Indonesia bahwa DPR, dengan menghasilkan kemitraan antara berbagai pelaku rantai pasokan pertambangan, yaitu bisnis pertambangan dan peleburan, sehingga menciptakan integrasi vertikal, meningkatkan praktik pertambangan dan memfasilitasi 489 penegakan peraturan lingkungan. Panel berpandangan bahwa integrasi vertikal dapat memang memfasilitasi verifikasi dan penegakan peraturan pertambangan, termasuk yang berkaitan dengan keberlanjutan dan lingkungan, karena otoritas Indonesia dapat lebih mudah melacak perilaku operator yang terlibat dalam rantai pasokan. 7.246. Bukti berkas seperti statistik Badan Reserse Kriminal (Bukti IDN-110(BCI)), dan kesaksian ahli tersumpah [[***]] (Bukti IDN-111(BCI)) dan seorang petugas pertambangan di pertambangan besar Indonesia yang bersangkutan (Bukti IDN-113(BCI)) menunjukkan bahwa penegakan peraturan oleh otoritas Indonesia telah meningkat sejak berlakunya DPR. Namun, tidak jelas apakah perbaikan tersebut dapat dikaitkan dengan DPR atau faktor lain yang terjadi secara bersamaan, seperti pengalihan tanggung jawab mekanisme pelaporan bahan galian 490 dari pemerintah daerah dan provinsi ke pemerintah pusat berdasarkan UU No. 3/2020. Fakta bahwa hal itu dapat dikaitkan dengan berbagai faktor, termasuk DPR, membuat Panel menyimpulkan bahwa tidak dapat dikesampingkan bahwa DPR, karena integrasi vertikal yang didorongnya, memfasilitasi penegakan peraturan lingkungan dan, akibatnya, mempromosikan praktik penambangan berkelanjutan sejalan dengan prinsip teknik penambangan yang baik. 7.247. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Panel berpendapat bahwa DPR bukannya tidak mampu mendorong integrasi antara perusahaan tambang dan smelter yang dapat meningkatkan kemampuan penegakan peraturan pertambangan lingkungan. Oleh karena itu, Indonesia telah menunjukkan bahwa DPR adalah tindakan yang dirancang untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) dalam pengertian Pasal XX(d) GATT 1994. 7.3.1.2 Apakah tindakan yang dipermasalahkan diperlukan untuk memastikan kepatuhan tersebut 7.248. Panel telah menemukan bahwa larangan ekspor dan DPR merupakan langkah-langkah yang dirancang untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) UU No. 4/2009. Panel sekarang akan melanjutkan analisis berdasarkan Pasal XX(d) dengan menilai apakah langkah-langkah yang dipermasalahkan diperlukan untuk memastikan kepatuhan tersebut. 24 November 2021, (Bukti EU-22); Presiden Joko Widodo Resmikan Smelter Nikel di Sulawesi Tenggara, 27 Desember 2021, (Bukti EU-23); dan Presiden Joko Widodo secara terbuka membicarakan ekspor batu bara dan target selanjutnya, 10 Januari 2022, (Bukti EU-24). 486 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, (Bukti EU-16(rev)); Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035, (Bukti EU-17(rev)); dan Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2018 tentang Kebijakan Industri Nasional 2015-2019, (Bukti EU-18(rev)). 487 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 178, dan Laporan Maryono, (Bukti IDN-18 (BCI)), hal. 26. 488 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 178. 489 Lihat para. 7.234. di atas. 490 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 109. Panel mencatat bahwa Indonesia menyatakan "pembelian bijih nikel yang ditambang sesuai dengan persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral Indonesia yang berkelanjutan bukanlah sesuatu yang dilakukan pabrik peleburan dalam negeri atas dasar itikad baik. Kepatuhan bukanlah pilihan. Hal itu diwajibkan berdasarkan sanksi hukum". Lihat tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 70(a). Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.249. Penilaian ke-perlu-an berdasarkan Pasal XX GATT 1994 "melibatkan 'menimbang dan menyeimbangkan' sejumlah faktor berbeda yang berkaitan dengan tindakan yang diupayakani untuk dibenarkan sebagai 'perlu' dan kemungkinan tindakan alternatif yang mungkin tersedia secara wajar untuk Anggota yang menanggapi. untuk 491 mencapai tujuan yang diinginkan". Panel harus memulai dengan menilai kepentingan relatif dari kepentingan atau nilai yang dilanjutkan dengan tindakan yang digugat. Kemudian Panel akan memeriksa faktor-faktor lain yang relevan, yang biasanya mencakup pembatasan perdagangan dari tindakan yang digugat dan kontribusi yang dibuat oleh tindakan yang digugat untuk realisasi tujuan yang dikejar (yaitu memastikan kepatuhan terhadap peraturan, kewajiban, atau persyaratan khusus di bawah ketentuan yang relevan). 7.3.1.2.1 Kepentingan relatif kepentingan atau nilai bersama 7.250. Panel akan mulai dengan melihat nilai-nilai yang ingin dilindungi oleh Pasal 96(c). Panel mengingatkan bahwa panel dan Appellate Body telah menemukan dalam beberapa perselisihan bahwa semakin vital atau pentingnya nilainilai itu, semakin mudah untuk menerima sebagaimana diperlukan tindakan yang dirancang untuk memastikan 492 kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang dimaksudkan untuk melindungi nilai-nilai itu. 7.3.1.2.1.1 Argumentasi utama para pihak 7.251. Indonesia menyatakan bahwa "perlindungan lingkungan dan konservasi sumber daya mineral Indonesia 493 adalah kepentingan atau nilai yang paling penting". Indonesia mengajukan bahwa persyaratan pertambangan berkelanjutan seperti Pasal 96(c) memastikan bahwa "kegiatan pertambangan di Indonesia dilakukan di cara yang melestarikan dan melindungi lingkungan karena mereka dirancang untuk mengurangi dampak lingkungan di Hal ini terlihat dalam kegiatan pertambangan, seperti penggundulan hutan, gangguan tanah, pencemaran air dan 494 Indonesia menyatakan bahwa persyaratan ini "tidak hanya melindungi hutan asli dan pengelolaan limbah". 495 lingkungan, tetapi juga mata pencaharian masyarakat adat yang tinggal di wilayah pertambangan". 7.252. Uni Eropa tidak membahas kepentingan relatif dari nilai-nilai ini; ia malah mempertanyakan apakah langkahlangkah yang digugat mengejar tujuan untuk mengamankan kepatuhan terhadap aturan tentang perlindungan lingkungan dan konservasi sumber daya alam. Uni Eropa menilai Indonesia telah gagal menunjukkan bahwa larangan ekspor dan DPR mengejar tujuan untuk mengamankan kepatuhan terhadap aturan tentang perlindungan lingkungan 496 dan konservasi sumber daya alam. 7.3.1.2.1.2 Analisis oleh Panel 7.253. Indonesia telah membahas secara rinci dalam penyampaiannya mengenai dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan secara umum maupun di Indonesia berdasarkan kekhususannya, yaitu wilayahnya yang rawan gempa 497 dan curah hujan yang tinggi. Sebagaimana dimaksud pada bagian deskriptif laporan ini, Panel menemukan bukti 498 pada laporan rekaman, antara lain, hilangnya hutan dan keanekaragaman hayati akibat penambangan terbuka ; 499 500 501 gangguan tanah ; dampak terhadap kualitas udara, getaran dan kebisingan ; polusi pantai ; dan tantangan 502 terkait pengelolaan sampah. 491 Appellate Body Report, China – Publications and Audiovisual Products, para. 239. Appellate Body Report, Korea – Berbagai Tindakan Terhadap Daging Sapi, para. 162. Lihat Laporan Panel, EC – Produk Segel, para. 7.632, dan Appellate Body Reports, EC – Seal Products, para. 5.203. 493 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 187. 494 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 185. 495 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 185. 496 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 248. 497 AEER, Supply of Nickel Battery Industry from Indonesia and Ecological Social Issues, Action for Ecology and Emancipation of People, December 2020, (Exhibit IDN-64), p. 54; dan Clean Technica, Image ofIndonesia at "Electric Vehicles: The Dirty Nickel Problem", (Exhibit IDN-66), available at: https://cleantechnica.com/2020/09/27/electric-vehicles-the-dirty-nickel-problem/ (terakhir diakses 30 Agustus 2021). Lihat juga bukti-bukti berikut yang diajukan Indonesia tentang dampak lingkungan dari pertambangan: IDN-19, IDN-23, IDN-62, IDN-63, IDN-65, IDN-67, IDN-69, dan IDN-70. 498 A. van der Ent, A.J.M. Baker, M.M.J. van Balgooy, A. Tjoa, "Ultramafic nickel laterites in Indonesia (Sulawesi, Halmahera): Mining, nickel hyperaccumulators and opportunities for phytomining", Journal of Geochemical Exploration, Vol. 128 (2013) hlm. 72-79, (Bukti IDN-4), hlm. 6. 499 Laporan Pakar Tambahan Sayoga Gautama, 17 Maret 2022, (Bukti IDN-109). 500 Laporan Sayoga Gautama, (Bukti IDN-15), hal. 3. 501 WALHI, Study report on Environmental Conditions around Coastal Sea near the Mining Area due to the Nickel Industry in Morowali regency. Central Sulawesi, Kolaka and North Konawe Regencies, Southeast Sulawesi (2021), (Bukti IDN-68). 502 IEA, Special Report on the Role of Critical Minerals in Clean Energy Transition (2021),(Bukti IDN-16), hlm. 40. 492 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 503 7.254. Mengingat pemahaman menyeluruh di antara Anggota WTO akan pentingnya perlindungan lingkungan dan, lebih khusus lagi, dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan di Indonesia, Panel menyimpulkan bahwa perlindungan lingkungan merupakan nilai yang sangat penting bagi Indonesia. 7.3.1.2.2 Pembatasan perdagangan dari tindakan yang dipermasalahkan 7.255. Sebelum Panel beralih ke argumen para pihak tentang pembatasan perdagangan dari langkah-langkah yang dipermasalahkan, Panel mengingatkan bahwa "[] tindakan dengan dampak yang relatif kecil terhadap produk impor mungkin lebih mudah dianggap sebagai 'perlu' daripada tindakan dengan intensitas tinggi." atau efek restriktif yang 504 lebih luas". 7.3.1.2.2.1 Argumentasi utama para pihak 7.256. Indonesia mengakui bahwa larangan ekspor sangat membatasi perdagangan sejauh melarang ekspor bijih 505 nikel. Akan tetapi, dicatat bahwa panel-panel sebelumnya dan Badan Banding menganggap perlu tindakantindakan yang sangat membatasi perdagangan "di mana mereka [seharusnya] 'cenderung memberikan kontribusi 506 material' untuk pencapaian tujuan mereka". Sehubungan dengan DPR, Indonesia menyatakan bahwa "masih ada pertanyaan apakah persyaratan pemrosesan domestik menimbulkan efek pembatasan pada perdagangan yang 507 terpisah dan berbeda dari larangan ekspor itu sendiri" . 7.257. Uni Eropa menyampaikan bahwa larangan ekspor mencerminkan tingkat pembatasan perdagangan terbesar, yang mengakibatkan beban yang lebih besar bagi Indonesia untuk menunjukkan bahwa tindakan tersebut 508 berkontribusi untuk memastikan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan yang relevan. Lebih lanjut 509 dinyatakan bahwa DPR "memiliki efek pembatas" pada pameran bijih nikel. 7.3.1.2.2.2 Analisis oleh Panel 7.258. Panel telah menemukan di atas bahwa Uni Eropa telah menunjukkan, dan Indonesia telah mengakui, bahwa Indonesia memberlakukan larangan ekspor bijih nikel yang tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994 yang saat ini dilaksanakan melalui berlakunya Permen ESDM No. 11 /2019 dan Permendag No. 96/2019. Panel mencatat bahwa larangan total terhadap perdagangan (baik ekspor maupun impor) adalah tindakan pembatasan perdagangan yang 510 paling dapat diterapkan. 7.259. Panel juga menemukan bahwa Uni Eropa telah menunjukkan, dan Indonesia belum berhasil membantah, bahwa DPR adalah larangan penjualan untuk ekspor bijih nikel yang desain, arsitektur, dan strukturnya yang terbuka menunjukkan bahwa sifatnya memiliki efek pembatasan terhadap ekspor yang tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994. Jika DPR dipatuhi maka tidak akan ada bijih nikel untuk diekspor. Panel, bagaimanapun, tidak menemukan bahwa DPR seketat larangan total ekspor karena, ada periode waktu tertentu di mana tambang dapat mengekspor kadar rendah bijih dengan persetujuan Menteri Perdagangan jika kondisi tertentu terpenuhi. Oleh karena itu, Panel menemukan bahwa DPR sangat membatasi perdagangan. 503 Nilai ini telah diterima secara eksplisit oleh Anggota WTO di dalam teks Persetujuan WTO. Pembukaan Persetujuan WTO mencatat tujuan perlindungan dan pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Pasal XX(g) GATT 1994 memberikan pembenaran untuk tindakan yang tidak konsisten GATT terkait dengan konservasi sumber daya alam yang dapat habis. Pasal 8.2(c) Persetujuan SCM memberikan pengecualian untuk subsidi lingkungan. Selain itu, dalam salah satu perselisihan pertamanya, Badan Banding menyatakan sebagai berikut: "Kami belum memutuskan [dalam banding ini] bahwa perlindungan dan pelestarian lingkungan tidak penting bagi Anggota WTO. Jelas, demikian. … Dan kami belum memutuskan [dalam banding ini] bahwa negara berdaulat tidak boleh bertindak bersama secara bilateral, plurilateral, atau multilateral, baik di dalam WTO atau forum internasional lainnya, untuk melindungi spesies yang terancam punah atau untuk melindungi lingkungan. Jelas, mereka harus dan melakukan ." Appellate Body Report, US – Shrimp, para. 185. 504 Appellate Body Report, Korea – Various Measures on Beef, para. 163. 505 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 188. 506 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 188. 507 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 222. 508 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 253. 509 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 254. 510 Lihat mis. Appellate Body Report, US – Shrimp, para. 171 ("larangan impor, biasanya, adalah 'senjata' terberat dalam gudang tindakan perdagangan Anggota".). Lihat juga Laporan Panel, , Brazil – Retreaded Tyres, para. 7.114 (menemukan bahwa "Tindakan Brasil sangat membatasi perdagangan, sejauh menyangkut ban vulkanisir dari negara-negara non-MERCOSUR, karena bertujuan untuk menghentikan sepenuhnya masuknya mereka ke Brasil".) Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.3.1.2.3 Kontribusi tindakan yang dipermasalahkan 7.260. Konsep ke-perlu-an berdasarkan Pasal XX GATT 1994 telah berkembang dari waktu ke waktu. Dalam perselisihan Pasal XX yang pertama, konsep ke-perlu-an "terletak secara signifikan lebih dekat ke ... 'sangat 511 diperlukan' daripada ... hanya 'berkontribusi pada'". Namun, standar yang diterapkan dalam perselisihan yang lebih baru telah berkembang untuk mempertimbangkan bahwa suatu tindakan dapat dianggap perlu jika "cenderung 512 memberikan kontribusi material untuk mencapai tujuannya". Badan Banding juga telah menyatakan bahwa, 513 "semakin besar kontribusi, semakin mudah suatu tindakan dapat dipertimbangkan untuk menjadi 'perlu'". 7.261. Suatu tindakan berkontribusi untuk mencapai tujuan Anggota "ketika ada hubungan sejati antara tujuan dan 514 cara antara tujuan yang dikejar dan tindakan yang dipermasalahkan". Badan Banding, telah menjelaskan bahwa kontribusi tindakan yang dipermasalahkan untuk memastikan kepatuhan dengan undang-undang atau peraturan 515 yang relevan harus bersifat "materi". Definisi "materi" adalah "[]mempunyai signifikansi atau relevansi" , "penting 516 517 atau memiliki efek penting" , Dengan demikian, tidak ada kontribusi relevan minimal atau marginal yang memenuhi syarat untuk membuat tindakan pada masalah yang perlu dalam arti Pasal XX(d). Apakah sumbangan tersebut cukup untuk dianggap material dalam pengertian Pasal XX hanya dapat ditentukan berdasarkan kasus per kasus, mengingat keadaan khusus dari setiap perselisihan. Metodologi yang digunakan untuk menilai kontribusi suatu tindakan dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif, tergantung pada "sifat, kuantitas, dan kualitas bukti yang 518 ada pada saat analisis dilakukan". 7.262. Suatu pihak dapat melakukan demonstrasi yang diperlukan dengan menggunakan bukti yang berkaitan dengan masa lalu atau masa kini, yang menetapkan bahwa tindakan yang dipermasalahkan memberikan kontribusi 519 material pada tujuan yang ingin dicapai. Badan Banding mengklarifikasi, bagaimanapun, bahwa panel tidak terikat untuk menemukan bahwa tindakan tidak memberikan kontribusi untuk tujuan yang dicapai hanya karena kontribusi tersebut tidak "segera dapat diamati" atau karena, "dalam jangka pendek , mungkin terbukti sulit untuk memisahkan kontribusi [yang dibuat oleh] satu 520 tindakan spesifik dari tindakan lain yang merupakan bagian dari kebijakan komprehensif yang sama". Oleh karena itu, Badan Banding mencatat bahwa panel dapat menyimpulkan bahwa suatu tindakan adalah perlu jika Anggota yang menanggapi menunjukkan bahwa ia "cenderung memberikan kontribusi material untuk mencapai 521 tujuannya". Meskipun ini mungkin tampak sebagai standar yang lebih santai daripada yang telah diterapkan di masa lalu, ini bukannya tanpa ketelitian dan demonstrasi tidak dapat dibuat dengan pernyataan sederhana. Badan Banding mengklarifikasi bahwa demonstrasi bahwa suatu tindakan cenderung memberikan kontribusi material "dapat terdiri dari proyeksi kuantitatif di masa depan, atau penalaran kualitatif berdasarkan serangkaian hipotesis 522 yang diuji dan didukung oleh bukti yang cukup". Hal ini mensyaratkan bahwa satu tergugat memberikan bukti yang cukup yang membuktikan kontribusi yang dibuat atau mungkin dapat dibuat oleh tindakan tersebut. Sekedar spekulasi atau praduga logis tidak akan cukup. 7.263. Pemahaman Panel tentang kemampuan tindakan untuk memberikan kontribusi material menyiratkan bahwa tindakan yang dipermasalahkan harus berada dalam posisi untuk berkontribusi pada realisasi tujuan; kontribusi tindakan tidak boleh direduksi menjadi kontribusi hipotetis dalam skenario faktual yang tidak masuk akal atau tidak mungkin. Harus ada kepastian dalam kemampuan tindakan tersebut untuk memberikan kontribusi dalam memastikan kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang relevan. 511 Appellate Body Report, Korea – Various Measures on Beef, para. 161. Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 151. 513 Appellate Body Report, Korea – Various Measures on Beef, para. 163. 514 Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 145. 515 Online Oxford English Dictionary, Material tersedia di https://www.oed.com/view/Entry/114923?rskey=NmRYAB&result=1#eid (terakhir diakses pada 26 Agustus 2022). 516 Online Cambridge English Dictionary, Material tersedia di https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/material (terakhir diakses pada 26 Agustus 2022). 517 Sebagaimana dicatat oleh panel in Colombia – Textiles, "[t]ekpresi 'cenderung menghasilkan kontribusi material' dalam teks bahasa Inggris asli dari laporan Appellate Body diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol sebagai 'adecuada para hacer una contribución importante'" , in Colombia – Textiles, catatan kaki 485. Terjemahan ke dalam bahasa Prancis juga mengacu pada "à même d'apporter une contribution importante". Lihat Laporan Panel. 518 Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 145. 519 Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 151. Lihat juga, Appellate Body Report, China – Publications and Audiovisual Products, para. 252. 520 Appellate Body Report, China – Publications and Audiovisual Products, paras. 252-253 (merujuk pada Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 151). 521 Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 151. 522 Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 151. 512 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.264. Panel selanjutnya mengingatkan bahwa suatu tindakan berkontribusi pada pencapaian tujuan ketika ada hubungan yang tulus antara tujuan dan cara antara tujuan yang dikejar dan tindakan yang dipermasalahkan. Panelpanel sebelumnya dan Badan Banding telah menekankan "kebebasan" yang dinikmati oleh panel-panel "dalam merancang metodologi yang tepat untuk digunakan dan memutuskan bagaimana menyusun atau mengatur analisis 523 kontribusi tindakan yang dipermasalahkan untuk realisasi tujuan yang dikejar olehnya" . 7.265. Panel berpandangan bahwa analisis rancangan tindakan yang dipersoalkan, termasuk struktur dan operasinya, dapat menjelaskan ada atau tidaknya hubungan sejati antara tujuan dan sarana. Untuk tujuan itu, Panel akan mengacu pada analisisnya di atas tentang apakah langkah-langkah yang dipermasalahkan dirancang untuk menjamin kepatuhan terhadap ketentuan relevan yang telah diidentifikasi oleh Indonesia. Meskipun demikian, Panel mencatat bahwa meskipun bagian dari analisis tersebut terbukti berguna saat menilai kontribusi tindakan yang dipermasalahkan di bawah uji ke-perlu-an, elemen "dirancang untuk memastikan kepatuhan" dan elemen kontribusi secara konseptual berbeda; jika tidak, tidak akan ada dua langkah terpisah untuk analisis. Elemen pertama melibatkan penilaian apakah tindakan tersebut tidak mampu memastikan kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang relevan sedangkan elemen terakhir mensyaratkan bahwa panel menentukan apakah tindakan yang dipermasalahkan "cenderung menghasilkan kontribusi material untuk pencapaian tujuannya. ", yaitu mengamankan 524 kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang relevan. Sebagaimana dicatat oleh Badan Banding, elemen pengujian yang berfokus pada apakah tindakan tersebut dirancang untuk memastikan kepatuhan kurang menuntut daripada unsur kontribusi. Hal ini terjadi karena dalam pandangan Badan Banding "[a panel tidak boleh ... menyusun analisisnya tentang [langkah 'desain'] sedemikian rupa sehingga mengarahkannya untuk memotong analisisnya sebelum waktunya dan dengan demikian menutup pertimbangan aspek-aspek penting dari pembelaan tergugat 525 berkaitan dengan analisis 'keharusan'." 7.266. Setelah membuat klarifikasi tentang pemahamannya tentang kontribusi di bawah uji ke-perlu-an, Panel sekarang menilai kontribusi dari setiap tindakan yang dipersoalkan untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) UU No. 4/2009. 7.3.1.2.3.1 Larangan ekspor Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 7.267. Indonesia berargumen bahwa larangan ekspor "cenderung memberikan kontribusi material untuk mengamankan kepatuhan terhadap" persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang 526 berkelanjutan karena mengurangi jumlah nikel yang diekstraksi. Lebih khusus lagi, ini menghilangkan ekstraksi nikel yang digerakkan oleh ekspor dan, sebagai hasilnya, mengurangi dampak negatif lingkungan dan risiko penipisan 527 sumber daya nikel. 7.268. Indonesia berpendapat bahwa tidak ada persyaratan di bawah Pasal XX(d) untuk menunjukkan bahwa tindakan yang digugat adalah "satu-satunya' atau penyebab 'paling substansial' dari setiap efek positif yang diamati dalam kaitannya dengan tujuan tindakan yang digugat". Terlebih lagi dalam kasus ini mengingat bahwa langkahlangkah yang digugat merupakan bagian dari kerangka kebijakan yang komprehensif "dengan berbagai elemen yang 528 berinteraksi secara sinergis untuk mencapai tujuan kebijakan". 7.269. Uni Eropa menyatakan bahwa Indonesia telah gagal menunjukkan bahwa larangan ekspor bijih nikel 529 berkontribusi untuk mengamankan penegakan standar lingkungan dan aturan konservasi sumber daya alam. 7.270. Uni Eropa berargumen bahwa Indonesia belum menunjukkan bahwa dampak lingkungan yang merugikan hanya diakibatkan oleh penambangan nikel. Oleh karena itu, efek samping ini pada Lingkungan Indonesia tidak "relevan untuk menentukan kontribusi potensial dari langkah-langkah yang dipermasalahkan" mengingat bahwa 523 Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 145. . Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 151. 525 Appellate Body Report, Argentina – Financial Services, para. 6.203 526 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 194. 527 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 212-213. 528 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 122. 529 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 256-257. 524 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Indonesia telah mengajukan pembelaan alternatif di bawah sub-ayat (d), dan bukan di bawah sub-ayat (b) atau (g), 530 Pasal XX. 7.271. Uni Eropa lebih lanjut berargumen bahwa Indonesia belum membuktikan klaimnya bahwa ekstraksi bijih nikel untuk ekspor, dan bukan ekstraksi bijih nikel itu sendiri, mengakibatkan dampak lingkungan yang merugikan di Indonesia. Menurut Uni Eropa, Indonesia belum menunjukkan bahwa peralihan dari ekspor bijih nikel dan nikel 531 olahan ke hanya ekspor nikel olahan telah "meningkatkan standar lingkungan". 7.272. Dalam pandangan Uni Eropa, bukti yang diajukan Indonesia memperjelas bahwa langkah-langkah yang dipermasalahkan tidak cenderung memberikan kontribusi material untuk "menjamin penerapan standar lingkungan 532 yang lebih tinggi atau konservasi cadangan nikel". Secara khusus, Uni Eropa mencatat bahwa Indonesia mengajukan bukti tentang dampak lingkungan laut yang merugikan yang melewati tanggal penerapan tindakan yang 533 dipermasalahkan dan menunjukkan bahwa masalah lingkungan terus ada setelah penerapan tindakan tersebut. Uni Eropa juga mencatat bahwa Indonesia tidak menyerahkan bukti tentang sejumlah proses penegakan hukum yang dimulai sebelum dan sesudah penerapan langkah-langkah yang dipermasalahkan untuk mendukung argumennya bahwa langkah-langkah tersebut berkontribusi untuk memastikan kepatuhan karena pembeli akhir bijih 534 harus berada dalam yurisdiksi Indonesia. 7.273. Kanada dan Jepang mencatat bahwa demonstrasi empiris dari kontribusi aktual tidak selalu diperlukan untuk menetapkan pembenaran berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994. Namun, keduanya mencatat bahwa jika bukti semacam itu ada, hal ini lebih memungkinkan bahwa tindakan tersebut akan memuaskan faktor kontribusi analisis kebutuhan. Jepang berkomentar bahwa membutuhkan tingkat kekhususan minimum tertentu dalam mendeskripsikan kontribusi diperlukan untuk menghindari pengelakan. Baik Jepang maupun Kanada mengacu pada melihat rancangan, struktur, dan pelaksanaan tindakan tersebut dan apakah tindakan tersebut mampu menjamin 535 kepatuhan. Untuk bagiannya, Amerika Serikat menyatakan bahwa Panel harus memeriksa apakah Indonesia telah menunjukkan bahwa tindakan yang digugat sangat diperlukan, vital, esensial, dan diperlukan untuk tujuan 536 memastikan kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang mendasarinya. Analisis oleh Panel 7.274. Panel akan melakukan penilaian atas kontribusi larangan ekspor untuk mengamankan kepatuhan pada Pasal 96(c) UU No. 4/2009 dengan melihat desain larangan ekspor, termasuk struktur dan operasi yang diharapkan. Panel melakukan penilaian serupa di bawah elemen "dirancang untuk mengamankan kepatuhan" yang akan dirujuk oleh Panel di bagian ini. Sebagaimana disebutkan di atas, kedua bagian analisis ini berbeda dan oleh karena itu harus dilakukan dengan cara yang terkait tetapi independen. 7.275. Panel menemukan di atas bahwa instrumen hukum yang menerapkan larangan ekspor, yaitu Pasal 3 dan Lampiran IV Peraturan ESDM No. 96/2019 dan Pasal 1(2) Peraturan ESDM No. 11/2019, tidak secara tegas menyebutkan Pasal 96(c) atau untuk pencapaian tujuan pertambangan yang berkelanjutan. Panel selanjutnya mengakui bahwa langkah-langkah dapat memiliki banyak tujuan dan bahwa ada hubungan tertentu antara larangan ekspor dan Pasal 96(c). Oleh karena itu, Panel menemukan bahwa tidak dapat dikesampingkan bahwa larangan ekspor tersebut berdampak positif terhadap keberlangsungan kegiatan pertambangan di Indonesia karena dapat mengakibatkan penurunan ekstraksi bijih nikel, termasuk bijih dari tambang ilegal dan miskin. sumber yang diatur. Panel mencatat, bagaimanapun, bahwa bukti dalam catatan menunjukkan bahwa penurunan tingkat ekstraksi tidak sesuai dengan tingkat ekspor sebelum pelarangan, dan bahwa permintaan bijih nikel dalam negeri diperkirakan akan meningkat sebagai akibat dari pengembangan industri smelter di Indonesia. Dalam hal ini Panel mengamati bahwa kepedulian konservasi sumber daya yang diungkapkan oleh Indonesia memang demikian tampaknya tidak selaras dengan rencananya untuk memperluas industri smelter dan mengembangkan industri baterai kendaraan listrik 537 dalam waktu dekat. 530 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 262-263. Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 269. 532 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 270. 533 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 271 (mengacu pada Bukti IDN-68). 534 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 272. 535 Tanggapan pihak ketiga Kanada dan Jepang terhadap pertanyaan Panel No. 8. 536 Tanggapan pihak ketiga Amerika Serikat terhadap pertanyaan Panel No. 8. 537 Lihat paragraf. 7.223-7.233 di atas. 531 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.276. Panel tidak melihat alasan untuk tidak setuju dengan Indonesia bahwa Pasal 96(c) menetapkan persyaratan pertambangan yang berkelanjutan. Namun ini tidak berarti bahwa Panel akan memeriksa kontribusi larangan ekspor untuk meningkatkan tujuan lingkungan yang ditetapkan dalam UU No. 4/2009. Karena Panel sedang memeriksa pembelaan alternatif berdasarkan sub-paragraf (d) Pasal XX dan bukan sub-paragraf lainnya, apa yang harus diputuskan oleh Panel adalah apakah larangan ekspor cenderung memberikan kontribusi material untuk memastikan pemenuhan Pasal 96(c), dan bukan apakah itu tepat untuk menghasilkan kontribusi material untuk mencapai tujuan yang dikejar oleh Pasal 96(c). 7.277. Indonesia berargumen bahwa larangan ekspor berkontribusi untuk mengamankan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) dengan mengurangi ekstraksi nikel, khususnya ekstraksi yang didorong oleh ekspor dari sumber ilegal atau diatur dengan buruk, yang pada gilirannya menghasilkan lebih sedikit kerusakan lingkungan dan laju penipisan sumber daya yang lebih lambat . Sebagaimana dijelaskan di atas, Panel menemukan data dalam catatan yang menunjukkan bahwa total produksi nikel pada tahun 2020 menurun sebesar 13,6% sedangkan ekspor bijih nikel 538 mewakili hampir 50% dari total produksi Indonesia. Dengan demikian, Panel mengamati bahwa sumber daya nikel yang ada di yang seharusnya diekspor dialihkan untuk konsumsi dalam negeri yang membutuhkan lebih banyak 539 sumber daya nikel karena bertambahnya jumlah smelter nikel yang beroperasi. Tabel 4.1 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 tentang RIPIN memuat proyeksi kebutuhan sumber daya alam bagi industri Indonesia. Permintaan nikel diperkirakan meningkat lebih dari 20% setiap lima tahun dari tahun 2015 hingga 2035 (11 juta ton/tahun pada periode 2015-2019, 14 juta ton/tahun pada periode 2020-2024; dan 17 juta ton/tahun pada periode 540 2025-2035). 7.278. RIPIN menetapkan strategi yang jelas untuk mengembangkan industri smelter Indonesia sebagai langkah awal untuk membangun industri baterai EV di negara ini. Strategi Indonesia didasarkan pada peningkatan produksi nikel untuk memberi makan smelter dalam negeri, yang diperkirakan akan meningkat secara eksponensial dalam waktu dekat. Tabel 4.1 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang RIPIN memuat proyeksi kebutuhan sumber daya alam bagi industri Indonesia. Kebutuhan bahan baku nikel diperkirakan meningkat lebih dari 20% setiap lima tahun dari tahun 2015 hingga 2035 (11 juta ton/tahun pada periode 2015-2019, 14 juta ton/tahun pada periode 541 2020-2024, dan 17 juta ton /tahun pada periode 2025-2035). 7.279. This context of an increase in the use of nickel resources domestically to satisfy the increasing needs of Indonesian smelters does not support Indonesia's argument that the export ban will contribute to securing compliance with Article 96(c) by reducing nickel extraction. This is so because, based on the evidence before us, such a reduction will not take place in the near future if the Indonesian authorities' plan to expand the smelter industry develops as expected. Furthermore, the Panel notes that Indonesia relies on the introduction of HPAL processing technology to increase its nickel reserves by taking into account low-grade nickel ore in its reserve estimates. Lowgrade nickel ore is currently considered waste or overburden given the lack of adequate processing technology.542 7.279. Konteks peningkatan penggunaan sumber daya nikel di dalam negeri untuk memenuhi peningkatan kebutuhan pabrik peleburan Indonesia tidak mendukung argumen Indonesia bahwa larangan ekspor akan berkontribusi untuk menjamin kepatuhan terhadap Pasal 96(c) dengan mengurangi ekstraksi nikel. Hal ini karena, berdasarkan bukti-bukti yang ada di hadapan kami, pengurangan tersebut tidak akan terjadi dalam waktu dekat jika rencana otoritas Indonesia untuk memperluas industri smelter berkembang seperti yang diharapkan. Selanjutnya, Panel mencatat bahwa Indonesia mengandalkan pengenalan teknologi pemrosesan HPAL untuk meningkatkan cadangan nikelnya dengan memperhitungkan bijih nikel kadar rendah dalam perkiraan cadangannya. Bijih nikel 542 kadar rendah saat ini dianggap limbah atau overburden karena kurangnya teknologi pengolahan yang memadai. 7.280. Selain itu, Indonesia berpendapat bahwa telah terjadi pengurangan gangguan lahan di Sulawesi akibat larangan ekspor, yang telah memperbaiki situasi lingkungan di sana. Indonesia memberikan kepada Panel Laporan Pakar Tambahan Gautama (Bukti IDN-109). Menurut ahli Bapak Gautama gangguan tanah menurun antara 2017 dan 2018 meskipun produksi nikel meningkat selama periode tersebut. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa larangan ekspor antara tahun 2014 dan 2017 “berkontribusi secara signifikan untuk mengurangi penambang yang tidak patuh 543 dan mempromosikan praktik penambangan yang lebih berkelanjutan”. Panel mengakui bahwa laporan tersebut 538 Lihat para. 7.227 di atas. 539 ESDM, Indonesian Mining Guidance (2020), (Bukti IDN-1), Gambar 9.6: Pertumbuhan dan Proyeksi Smelter di Indonesia. 540 540 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035, (Bukti EU-17 (rev)), hlm. 52-53. 541 Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 tentang RIPIN, (Bukti EU-17(rev)). 542 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 118 mengacu pada Laporan Maryono, (Bukti IDN-18(BCI)), p. 25. Lihat juga pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 129, pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 97, dan tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 38. 543 Laporan Pakar Tambahan Sayoga Gautama, 17 Maret 2022, (Bukti IDN-109), hal. 3. 539 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] menunjukkan adanya penurunan gangguan lahan di Sulawesi setelah pemberlakuan larangan ekspor pada tahun 2014. Ini tidak harus diterjemahkan ke dalam hubungan kausal antara yang pertama dan yang terakhir. Memang, laporan tersebut menyimpulkan bahwa data menunjukkan bahwa larangan ekspor mengakibatkan praktik penambangan predator digantikan oleh praktik penambangan yang berkelanjutan tetapi tidak memberikan analisis tentang akar penyebab pergeseran perilaku tersebut. Misalnya, laporan tersebut tidak memberikan analisis tahun antara 2014 dan 2017. Laporan tersebut juga tidak menyertakan data untuk tahun 2019 dan 2020, yang akan menunjukkan dampak potensial dari pengenaan kembali larangan ekspor total melalui peraturan atau proyeksi 2019. dari apa yang diharapkan terjadi jika larangan ekspor tetap berlaku. Panel mengakui bahwa hubungan sebab akibat mungkin tidak selalu mudah untuk dibuktikan, khususnya sehubungan dengan akibat yang memerlukan waktu untuk terwujud. Meskipun jenis informasi ini dapat menjadi indikator yang berguna, Panel menilai bahwa korelasi belaka tanpa analisis lebih lanjut tentang akar permasalahan tidak cukup bagi Indonesia untuk memenuhi bebannya. 7.281. Argumen Indonesia berkisar pada hubungan antara ekspor nikel dan praktik pertambangan predator. Indonesia berargumen bahwa penambangan liar yang diatur dengan buruk dan ilegal berorientasi ekspor karena smelter dalam negeri hanya membeli bijih nikel yang telah diekstraksi sesuai dengan hukum dan peraturan yang 544 berlaku. Indonesia menyatakan bahwa "keseluruhan ekspor bijih nikel antara tahun 2006 dan 2013 bersumber dari perusahaan pertambangan yang tunduk pada pengawasan terbatas atau tidak ada pengawasan sehubungan dengan kepatuhan terhadap peraturan (… perusahaan pertambangan yang 'diregulasi dengan buruk'), atau mengekspor bijih nikel yang tidak sesuai dengan persyaratan peraturan yang relevan (yaitu pertambangan 545 'ilegal')". Ketika memeriksa apakah larangan ekspor dirancang untuk menjamin kepatuhan terhadap Pasal 96(c), Panel tidak mengesampingkan bahwa larangan ekspor dapat mengakibatkan pengurangan produksi nikel yang pada gilirannya dapat mengakibatkan pengurangan penambangan kegiatan, termasuk kegiatan yang tidak diatur dengan baik dan ilegal. Namun, Indonesia gagal memberikan Panel bukti yang berkaitan dengan besarnya praktik penambangan predator tersebut dan bagiannya dari total ekspor sebelum dan sesudah pemberlakuan larangan 546 ekspor. Oleh karena itu, Panel tidak dalam posisi untuk menyimpulkan, dipertimbangkan bersama dengan bukti dan argumen tambahan, bahwa larangan ekspor cenderung memberikan kontribusi material untuk mengamankan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) dengan mengurangi praktik penambangan predator. 7.282. Mengenai peningkatan penegakan peraturan, Indonesia berpendapat bahwa Bukti IDN-110(BCI), IDN111(BCI), dan IDN-113(BCI) menunjukkan bahwa larangan ekspor berkontribusi pada peningkatan penegakan peraturan. Ketiga bukti ini masing-masing menyajikan informasi tentang penegakan hukum terkait pertambangan nikel dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia menegaskan bahwa Bukti IDN-110(BCI) merupakan ringkasan kasus tindak pidana nikel yang ditangani oleh Polda Sulawesi dan Maluku antara tahun 2017 dan 2022. Ringkasan ini menunjukkan signifikansi peningkatan kasus pidana yang dibawa oleh pemerintah setelah pemberlakuan larangan 547 ekspor. Indonesia juga memberikan keterangan ahli dari [[***]] tertanggal 15 Maret 2022 yang menurutnya menguatkan data dari Sulawesi dan Maluku. Dalam keterangan tertulis ini [[***]], seorang pejabat penegak hukum di bidang sumber daya alam, membuktikan adanya peningkatan penindakan pidana terhadap penambangan nikel 548 ilegal. [[***]] juga bersaksi bahwa menurut pendapat pribadinya pelarangan ekspor bijih nikel berdampak positif 549 terhadap upaya penegakan hukum sepanjang pertambangan diatur baik hulu maupun hilir. Bukti IDN-113(BCI) adalah pernyataan tertulis dari [[***]], seorang petugas pertambangan di sebuah perusahaan pertambangan besar di Indonesia antara tahun 2011 dan 2015. Dalam pernyataan tertulis ini, [[***]] melaporkan tentang upayanya dan perusahaan pertambangan lainnya untuk menertibkan kegiatan pertambangan ilegal yang berorientasi ekspor di [[***]] wilayah konsesi. Secara khusus, dia bersaksi dalam satu investigasi lapangan internal di mana perusahaannya 550 menemukan kegiatan penambangan liar di salah satu wilayah izinnya. 7.283. Bukti memang menunjukkan peningkatan kasus yang diprakarsai polisi dan kerja sama antara perusahaan tambang dan pihak berwenang Indonesia untuk mengatasi praktik penambangan ilegal. Meskipun ini menunjukkan peningkatan dalam hal kekuatan peraturan, tidak ada dalam bukti yang menunjukkan bahwa kemampuan untuk 544 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 64. Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 64. (penekanan asli). 546 Indonesia mengirimkan gambar kerusakan lingkungan di Indonesia akibat aktivitas pertambangan. Lihat mis. WALHI, Laporan Kajian Kondisi Lingkungan di Sekitar Laut Pesisir Dekat Wilayah Pertambangan Akibat Industri Nikel di Kabupaten Morowali. Sulawesi Tengah, Kabupaten Kolaka dan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (2021), (Bukti IDN-68); Gambar Kerusakan Lingkungan di Indonesia, (Bukti IDN-69); dan Bank Dunia, "Dampak tambang nikel di Tanjung Buli, Indonesia" (27 Maret 2009), (Bukti IDN-70). Namun, tidak selalu jelas apakah itu menyangkut tambang yang berorientasi ekspor. 547 Pernyataan pembukaan Indonesia pada sidang kedua Panel, para. 79 (merujuk pada Bukti IDN-110 (BCI), yang menunjukkan peningkatan dari [[***]]). 548 [[***]] Affidavit Ahli [[***]] (15 Maret 2022), (Bukti IDN-111(BCI)), hal. 3. 549 Pernyataan pembukaan Indonesia pada sidang kedua Panel, para. 82 (mengacu pada Bukti IDN-111(BCI)), hal. 3. 550 Pernyataan pembukaan Indonesia pada sidang kedua Panel, para. 83 (merujuk pada Affidavit Ahli [[***]] (17 Maret 2022), Bukti IDN-113 (BCI)) 545 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] mengambil tindakan penegakan hukum atau kepatuhan yang ketat terhadap hukum dan peraturan oleh perusahaan pertambangan adalah hasil dari larangan ekspor – bahkan sebagian. Panel mengamati bahwa peningkatan kasus pidana pertambangan nikel bertepatan dengan pengalihan tanggung jawab atas mekanisme pelaporan mineral dari 551 Indonesia pemerintah daerah dan provinsi kepada pemerintah pusat berdasarkan Undang-Undang No. 3/2020. tidak membahas relevansi perubahan regulatoris ini, yang sangat penting, ketika menjelaskan peningkatan dalam proses pidana. 7.284. Bukti IDN-111(BCI), pada bagiannya, mencerminkan pandangan pribadi seorang petugas penegak hukum di bidang sumber daya alam yang mengambil posisinya setelah tindakan tersebut diberlakukan. Di dalamnya juga terdapat Lampiran B, yang memuat daftar kasus-kasus penegakan yang baru-baru ini terjadi terkait pelanggaran 552 undang-undang yang mengatur lingkungan hidup dan pertambangan. Bahkan menerima [[***]] pendapat pribadi bahwa pengaturan pertambangan baik di hulu maupun di hilir berdampak positif terhadap upaya penegakan hukum, ia tidak memberikan bukti langsung bahwa larangan ekspor berkontribusi pada tindakan penegakan sebagaimana dimaksud dalam Bukti IDN-111 (BCI) atau dalam pernyataannya sendiri. Lebih penting lagi, Panel tidak menemukan dalam bukti ini apapun yang menunjukkan bahwa larangan ekspor berkontribusi secara material untuk 553 mengamankan kepatuhan terhadap Pasal 96(c). Terakhir, sehubungan dengan Bukti IDN-113(BCI), Panel mencatat bahwa situasi yang dijelaskan terjadi pada tahun 2012 dan 2013, sebelum berlakunya larangan ekspor. Oleh karena itu, dalam pandangan Panel, bukti tersebut tidak menunjukkan hubungan kausal – bahkan sebagian – antara meningkatnya penegakan hukum dan larangan ekspor yang digugat oleh Uni Eropa. 7.285. Indonesia meminta Panel untuk mempertimbangkan kerangka kebijakan Indonesia yang komprehensif tentang pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan ketika menilai kontribusi dari 554 langkah-langkah yang dipermasalahkan. Panel setuju dengan Indonesia bahwa, sebagaimana dinyatakan oleh 555 Badan Banding, dalam keadaan tertentu "sebuah panel mungkin diminta untuk memeriksa bersama unsur-unsur yang berbeda dari satu atau lebih instrumen yang diidentifikasi oleh tergugat" untuk "memahami dengan benar isi, 556 substansi, dan normativitas dari aturan yang diberikan". Indonesia menyampaikan bahwa Pasal 96(c) adalah bagian dari salah satu pilar utama dari kerangka kebijakan komprehensif untuk mengatur kegiatan pertambangan, 557 yaitu perlindungan lingkungan Indonesia melalui pengenaan persyaratan pertambangan yang berkelanjutan. Namun, Indonesia gagal menjelaskan bagaimana instrumen hukum yang menjadi bagian dari kerangka kebijakan tersebut beroperasi bersama dan, khususnya, bagaimana mereka beroperasi vis-à-vis Pasal 96(c) UU No. 4/2009. Selain itu, Indonesia belum melengkapi Panel dengan sebagian besar instrumen hukum yang terdiri dari kerangka kebijakan. Panel tidak menemukan catatan apa pun yang menjelaskan, atau bahkan mengacu pada, kerangka 558 kebijakan komprehensif ini, selain angka yang termasuk dalam pengajuan tertulis pertama Indonesia. Oleh karena itu, Panel tidak dalam posisi untuk menilai kontribusi larangan ekspor untuk menjamin kepatuhan terhadap Pasal 96(c) mengingat kerangka kebijakan Indonesia yang komprehensif. 7.286. Berdasarkan hal tersebut di atas, Panel tidak menganggap bahwa Indonesia telah menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata antara tujuan yang ingin dicapai, yaitu memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c), dan larangan ekspor. Meskipun Panel telah menemukan bahwa larangan ekspor tidak mampu mengakibatkan penurunan tingkat ekstraksi bijih nikel, Indonesia belum memberikan bukti yang cukup untuk menunjukkan bahwa perubahan perilaku tambang (yaitu, kurang predator dan lebih berkelanjutan) akan disebabkan oleh larangan ekspor. Dengan demikian, Panel menemukan bahwa Indonesia telah gagal untuk menunjukkan bahwa larangan ekspor cenderung memberikan kontribusi material untuk menjamin kepatuhan terhadap Pasal 96(c). 7.3.1.2.3.2 DPR Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 551 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 109. Bukti IDN-111 (BCI) [[***]] 553 Panel mencatat bahwa tindakan kriminal yang disebutkan dalam Bukti IDN-111 (BCI) dilakukan sehubungan dengan [[***]] dan bukan untuk menegakkan Pasal 96(c). 554 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 122 dan tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 115. 555 Badan Banding menemukan bahwa keadaan seperti itu berkaitan dengan pilihan responden "untuk menunjukkan bahwa tindakan tersebut dirancang dan diperlukan untuk menjamin kepatuhan terhadap suatu kewajiban atau kewajiban yang timbul dari beberapa undang-undang atau peraturan yang bekerja bersama sebagai bagian dari kerangka kerja yang komprehensif". Lihat Appellate Body Report, Argentina – Financial Services, fn 505 to para. 6.208. Lihat juga Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.111. 556 Appellate Body Report, India – Solar Cells, para. 5.111. 557 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 142-143; dan jawaban atas pertanyaan Panel No. 105. 558 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, Gambar 10. 552 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.287. Indonesia berargumen bahwa DPR "cenderung memberikan kontribusi material untuk memastikan kepatuhan 559 terhadap" persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan karena DPR 560 "mendorong integrasi vertikal dan pengaturan pasokan jangka panjang dalam rantai pasokan nikel". Indonesia berpendapat bahwa persyaratan ini mengarah pada perjanjian pasokan jangka panjang, usaha patungan, dan bentuk asosiasi lain dengan pabrik peleburan dalam negeri yang "memastikan[] bahwa kegiatan pemurnian nikel diatur 561 dengan benar di Indonesia" dan "memaksa[] perubahan perilaku pelaku pasar". 7.288. Indonesia berargumen bahwa "beban memverifikasi kesesuaian …menjadi jauh lebih mudah setelah semua 562 pelaku pasar dibawa ke dalam yurisdiksi penegakan Indonesia". Dalam hal ini, Indonesia berpendapat bahwa Pasal XX(d) tidak mensyaratkan bahwa perubahan dalam penegakan disebabkan oleh eksklusif untuk aturan yang dipermasalahkan, terutama dalam kasus seperti ini di mana aturan yang digugat merupakan bagian dari "kerangka kebijakan komprehensif dengan banyak elemen yang berinteraksi secara sinergis untuk mencapai tujuan 563 kebijakan". 7.289. Uni Eropa menyatakan bahwa Indonesia telah gagal menunjukkan bahwa DPR berkontribusi untuk 564 mengamankan penegakan standar lingkungan dan aturan tentang konservasi sumber daya alam karena Indonesia tidak menunjukkan bahwa pertambangan nikel semata-mata bertanggung jawab atas dampak buruk lingkungan yang dijelaskan oleh Indonesia. Uni Eropa berpendapat bahwa efek buruk terhadap lingkungan Indonesia ini tidak "relevan untuk menentukan kontribusi potensial dari aturan-aturan yang dipermasalahkan" karena Indonesia telah mengajukan pembelaan alternatif berdasarkan sub-ayat (d), dan bukan berdasarkan sub-ayat (b) atau (g ), Pasal 565 XX. 7.290. Uni Eropa selanjutnya berpendapat bahwa bukti yang diajukan Indonesia menunjukkan bahwa DPR tidak cenderung memberikan kontribusi material untuk "menjamin penerapan standar lingkungan yang lebih tinggi atau 566 konservasi cadangan nikel". Secara khusus, Uni Eropa mencatat bahwa Indonesia mengajukan bukti tentang dampak lingkungan laut yang merugikan yang terjadi setelah penerapan aturan yang dipermasalahkan dan 567 menunjukkan bahwa masalah lingkungan terus ada setelah adopsi aturan. Uni Eropa lebih lanjut mencatat bahwa Indonesia belum menunjukkan bahwa aturan tersebut berkontribusi untuk memastikan kepatuhan karena pembeli 568 akhir bijih harus berada dalam yurisdiksi Indonesia. Terakhir, Uni Eropa menyampaikan bahwa Indonesia juga telah gagal menunjukkan bahwa pengolahan bijih nikel di dalam negeri "memastikan bahwa tambang terbuka ilegal 569 dikonversi menjadi tambang berkelanjutan yang diatur dalam undang-undang Indonesia". 7.291. Untuk argumen utama pihak ketiga, Panel mengacu pada paragraf 7.273 di atas. Analisis oleh Panel 7.292. Sebagaimana dijelaskan di atas sehubungan dengan larangan ekspor, Panel akan melakukan penilaian terhadap kontribusi DPR untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) UU No. 4/2009 dengan melihat rancangannya, termasuk strukturnya dan operasi yang diharapkan. . Panel sebagian akan mengandalkan temuan di bawah elemen "dirancang untuk memastikan kepatuhan" karena argumen Indonesia secara substansial sama dan kedua bagian analisis Panel ini terkait, meskipun berbeda. 7.293. Panel menemukan di atas bahwa perangkat hukum yang menjalankan DPR, yaitu Pasal 103(1) UU No.4/2009, Pasal 17 Peraturan ESDM No.25/2018, dan Pasal 66 Permen ESDM No. 7/2020, tidak menyebutkan secara eksplisit Pasal 96(c) atau pencapaian tujuan pertambangan berkelanjutan. Panel lebih lanjut mengakui bahwa meskipun DPR memiliki tujuan ekonomi yang dominan, tidak dapat dipungkiri bahwa DPR memiliki dampak positif terhadap keberlangsungan kegiatan pertambangan di Indonesia dalam arti integrasi vertikal akibat penerapan DPR dapat 559 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 194. Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 215-216. 561 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 215-216. 562 Komentar Indonesia atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 111. 563 Komentar Indonesia atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 115. 564 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 256-257. 565 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 262-263. 566 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 270. 567 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 271 (mengacu pada Bukti IDN-68). 568 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 272. 569 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 273. 560 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] dipertimbangkan untuk memfasilitasi penegakan peraturan. Panel mencatat, bagaimanapun, bahwa Indonesia 570 belum menunjukkan bahwa peningkatan dalam penegakan peraturan tersebut dapat dikaitkan dengan DPR. 7.294. Argumen utama Indonesia tentang kontribusi DPR untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) adalah sama dengan analisis "dirancang untuk memastikan kepatuhan", yaitu DPR mengarah pada perjanjian pasokan jangka panjang, usaha patungan, dan bentuk lain dari asosiasi dengan smelter dalam negeri yang "memastikan[] 571 bahwa kegiatan pemurnian nikel diatur dengan benar di Indonesia". Panel sependapat dengan Indonesia bahwa DPR dapat mendorong integrasi vertikal antara penambang dan smelter karena, sebagaimana dijelaskan di atas, Pasal 16(4) dan (5) Permen ESDM No. 25/2018 menetapkan bahwa pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi dapat memenuhi kewajibannya untuk mengolah dan memurnikan nikel dan mineral lainnya di dalam negeri dengan 572 bekerja sama dengan pemegang izin pertambangan lainnya. 573 7.295. Indonesia memberikan beberapa sampel kontrak penjualan bijih nikel untuk mendukung pendapatnya. Panel telah meninjau kontrak penjualan ini dengan hati-hati dan mengamati bahwa kontrak tersebut menangani halhal yang biasa tercakup dalam jenis kontrak seperti jenis komoditas, harga dan kualitasnya, pengambilan sampel , force majeure atau pemutusan hubungan kerja. Indonesia belum menjelaskan kaitan antara kontrak-kontrak ini dan kemampuan DPR untuk memberikan kontribusi material untuk mengamankan kepatuhan terhadap Pasal 96(c). Panel juga tidak dapat membedakan tautan itu dari teks kontrak penjualan. Dengan demikian, Panel tidak menganggap bahwa kontrak penjualan ini menggambarkan bagaimana DPR cenderung memberikan kontribusi material untuk mengamankan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) dengan mendorong integrasi vertikal. 7.296. Indonesia tidak membedakan argumentasi antara kontribusi material larangan ekspor dengan kontribusi DPR. Oleh karena itu, bergantung pada peningkatan yang sama dalam aturan penegakan dalam beberapa tahun terakhir (Bukti IDN-110, 111, dan 113) yang dikatakan menunjukkan larangan ekspor cenderung memberikan kontribusi material untuk mengamankan kepatuhan terhadap Pasal 96(c), sebagai bukti bahwa DPR cenderung memberikan 574 Panel mengamati bahwa peningkatan terbesar dalam aturan kontribusi material untuk tujuan yang sama. penegakan hukum, pada tahun 2020, juga bertepatan dengan pengalihan kewenangan pengaturan dari pemerintah daerah dan provinsi ke pemerintah pusat. Panel sebelumnya telah mengakui bahwa integrasi vertikal yang meningkat dapat memfasilitasi pelaksanaan otoritas pengaturan oleh pemerintah. Meskipun bukti yang disajikan oleh Indonesia tidak menunjukkan bahwa peningkatan jumlah investigasi secara pasti disebabkan oleh pelaksanaan 575 DPR, mungkin demikian. Oleh karena itu, Panel menemukan bahwa DPR mungkin memberikan kontribusi untuk peningkatan penegakan peraturan. Panel, bagaimanapun, tidak melihat bukti kontribusi material. 7.297. Panel selanjutnya mengacu pada temuannya di atas pada pernyataan publik oleh Presiden Indonesia dan pejabat tinggi pemerintah, dan dalam rencana industri nasional di mana pengembangan industri [hilir] dan menengah berbasis sumber daya alam dan peningkatan nilai tambah sumber daya alam muncul sebagai prioritas. Panel tidak menemukan penyebutan dalam pernyataan ini tentang peran DPR dalam meningkatkan kepatuhan 576 terhadap peraturan. 7.298. Sehubungan dengan permintaan Indonesia agar Panel menilai kontribusi DPR sehubungan dengan kerangka kebijakan komprehensif Indonesia tentang pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan, Panel mengacu pada pandangannya yang dinyatakan dalam paragraf 7.285 di atas. 7.299. Berdasarkan pertimbangan di atas, Panel tidak menutup kemungkinan DPR dapat meningkatkan penegakan regulasi dengan mendorong integrasi vertikal. Apapun tingkat kontribusi yang tepat yang diberikan DPR, Indonesia belum menunjukkan bahwa cukup penting untuk dianggap sebagai "kontribusi material", yaitu, kontribusi penting 577 atau relevan untuk menjamin kepatuhan terhadap Pasal 96(c). 570 570 Lihat paragraf. 7.238-7.247 di atas. Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 215-216. 572 Per September 2021, "smelter terintegrasi dengan tambang bijih nikel telah dibangun di [[***]] Lisensi IUP-KK". Lihat pengajuan tertulis pertama Indonesia, paragraf 178, dan Laporan Maryono, (Bukti IDN-18 (BCI)), hal. 26. 573 Lihat Bukti IDN-25(BCI), IDN-58(BCI), IDN-71(BCI), IDN-114(BCI), IDN-115(BCI), dan IDN-116(BCI). 574 Tanggapan Indonesia terhadap Pertanyaan Panel No. 123 ("Bukti IDN-110, IDN-111 dan IDN-113 merupakan bukti pada berkas panel bahwa aturan-aturan yang digugat memberikan kontribusi untuk tujuan penegakannya"). 575 Laporan Ahli Tambahan Sayoga Gautama, 17 Maret 2022, (Bukti IDN-109), hal.5. 576 Lihat para. 7.243 di atas. 577 Lihat definisi "materi" dalam paragraf. 7.261 di atas. 571 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.300. Oleh karena itu, Panel berpendapat bahwa Indonesia telah gagal menunjukkan bahwa DPR cenderung memberikan kontribusi material untuk menjamin kepatuhan terhadap Pasal 96(c). 7.3.1.2.4 Menimbang dan menyeimbangkan 578 7.301. Sebagaimana disebutkan di atas , proses penimbangan dan penyeimbangan menyangkut beberapa faktor berbeda yang berkaitan dengan aturan yang ingin dibenarkan sebagaimana diperlukan dan untuk kemungkinan aturan-aturan alternatif yang mungkin tersedia secara wajar bagi Anggota yang menanggapi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Faktor-faktor ini termasuk kepentingan relatif dari kepentingan atau nilai yang didorong oleh aturan-aturan yang digugat serta pembatasan perdagangan dan tingkat kontribusi yang dicapai oleh aturan-aturan yang digugat dan alternatif yang diusulkan. 7.302. Sebagaimana disebutkan dalam paragraf 7.249 di atas, setelah mengidentifikasi faktor-faktor yang akan ditimbang dan diseimbangkan, Panel sekarang akan menganalisisnya sehubungan dengan aturan-aturan yang digugat dan aturan-aturan alternatif yang diusulkan. Panel akan memeriksa faktor-faktor ini pada gilirannya. 7.3.1.2.4.1 Menimbang dan menyeimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan aturan yang dicari untuk dibenarkan sebagai "perlu" Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 7.303. Indonesia menganggapnya "telah menunjukkan bahwa pengelolaan pertambangan dan sumber daya 579 mineralnya yang berkelanjutan mensyaratkan kepentingan lebih lanjut atau nilai-nilai yang paling penting". 580 Indonesia mengakui bahwa aturan-aturan yang digugat adalah pembatasan perdagangan tetapi menekankan bahwa aturan tersebut memberikan "kontribusi material untuk memastikan kepatuhan terhadap kebijakan 581 berkelanjutan Indonesia. persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral". Oleh karena itu, Indonesia menyatakan bahwa "pembatasan perdagangan dari aturan-aturan yang dipersoalkan lebih berat daripada kontribusi yang mereka berikan untuk memastikan kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang konsisten dengan GATT, mengingat kepentingan relatif dari kepentingan atau nilai yang dilindungi oleh undang582 undang atau peraturan tersebut". 7.304. Uni Eropa berargumen bahwa Indonesia telah gagal menunjukkan bahwa aturan-aturan yang dipermasalahkan, yang khususnya pembatasan perdagangan, "perlu untuk mencapai tujuan yang diklaim dalam arti bahwa aturan tersebut cukup berkontribusi pada pencapaiannya". Lebih lanjut, Uni Eropa berpendapat bahwa terdapat lebih sedikit alternatif restriksi perdagangan yang tersedia secara wajar bagi Indonesia yang akan 583 memberikan kontribusi yang setara dengan tujuan yang diduga ingin dicapai. 7.305. Korea mengajukan bahwa aturan dengan efek kontribusi nyata harus dianggap lebih perlu daripada aturan 584 yang hanya memiliki potensi untuk berkontribusi. Analisis oleh Panel 7.306. Panel telah menemukan di atas bahwa perlindungan lingkungan merupakan nilai yang sangat penting bagi Indonesia. Uni Eropa tidak mempermasalahkan hal ini tetapi berpendapat bahwa kelanjutan tujuan dari aturanaturan yang digugat ini minimal dan sebanding dengan pembatasan perdagangan mereka. 578 578 Lihat para. 7.249 di atas. 579 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 222. Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 222. Indonesia mencatat bahwa "masih ada pertanyaan apakah persyaratan pemrosesan dalam negeri membawa efek pembatas pada perdagangan yang terpisah dan berbeda dari larangan ekspor itu sendiri". Lihat pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 222. 581 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 222. 582 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 223. Lihat juga pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 14. 583 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 248. 584 Tanggapan pihak ketiga Korea terhadap pertanyaan Panel No. 17. 580 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.307. Panel juga menemukan bahwa larangan ekspor adalah aturan yang paling membatasi perdagangan yang dapat diterapkan dan bahwa DPR sangat membatasi perdagangan. Panel juga menyimpulkan bahwa tidak ada aturan yang tepat untuk memberikan kontribusi material untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) UU No. 4/2009 dalam pengertian sub-ayat (d) Pasal XX GATT 1994. 7.308. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, Panel menyimpulkan bahwa faktor-faktor ini membebani temuan kebutuhan meskipun pentingnya nilai yang dikejar oleh Pasal 96(c). 7.3.1.2.4.2 Menimbang dan menyeimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan alternatif aturan yang diusulkan 7.309. Sebagaimana disebutkan dalam paragraf 7.249 di atas, Panel sekarang akan membandingkan faktor-faktor yang relevan untuk ditimbang dengan aturan alternatif yang diusulkan. Uni Eropa mengajukan langkah alternatif yang sama untuk larangan ekspor dan DPR, yang menurutnya cukup tersedia untuk Indonesia dan tidak terlalu 585 membatasi perdagangan dibandingkan dengan aturan yang digugat. 7.310. Pihak penggugat memikul beban untuk mengidentifikasi setiap aturan alternatif yang dianggapnya telah 586 diambil oleh pihak tergugat. Jika penggugat mengajukan sebuah aturan alternatif, maka pihak tergugat diminta untuk menunjukkan "mengapa aturan yang digugat tetap 'diperlukan' dalam mengingat alternatif itu atau, dengan kata lain, mengapa alternatif yang diusulkan bukanlah alternatif asli atau tidak 'tersedia secara wajar'". Jika pihak yang menanggapi menunjukkan bahwa alternatif tidak tersedia secara wajar, panel akan memutuskan bahwa aturan 587 yang digugat perlu. 7.311. Untuk menentukan apakah aturan alternatif cukup tersedia, panel telah memeriksa serangkaian faktor seperti "(i) sejauh mana aturan alternatif 'berkontribusi pada realisasi akhir yang dikejar'; (ii) kesulitan implementasi; dan (iii) dampak perdagangan dari aturan alternatif dibandingkan dengan aturan yang pembenarannya diklaim 588 berdasarkan Pasal XX". Faktor lain yang dipertimbangkan adalah apakah aturan alternatif tersebut mencapai 589 tingkat kepatuhan yang diupayakan. Dalam hal ini, Badan Banding telah mengakui bahwa "Anggota WTO memiliki 590 hak untuk menentukan sendiri tingkat penegakan hukum dan peraturan yang konsisten dengan WTO". membebani, atau menghalangi Anggota untuk mencapai tingkat perlindungan yang diinginkan tidak ditemukan 591 "tersedia secara wajar". Argumentasi utama para pihak dan pihak ketiga 7.312. Uni Eropa mengajukan langkah alternatif yang terdiri dari "sistem otorisasi ekspor, dimana ekspor bijih nikel akan diizinkan setelah produksi oleh pengekspor dokumen yang membuktikan bahwa bijih nikel telah ditambang 592 sesuai dengan semua persyaratan lingkungan yang diakui Indonesia. untuk ditegakkan". Uni Eropa mengajukan aturan alternatif yang sama untuk larangan ekspor dan DPR karena "menangani kepentingan bersama dan tujuan tunggal (menjamin kepatuhan terhadap standar lingkungan), yang diklaim oleh Indonesia ditempuh oleh kedua 593 aturan yang dipermasalahkan". 7.313. Uni Eropa menyatakan bahwa, meskipun sistem otorisasi ekspor yang disarankannya berbeda dari sertifikasi CnC yang ada, sistem tersebut dapat dibangun di atas sertifikasi tersebut. Dalam hal ini, Uni Eropa menekankan 594 bahwa aturan alternatif yang disarankannya saat ini tidak diterapkan di Indonesia. 7.314. Uni Eropa berargumen bahwa aturan alternatifnya kurang membatasi perdagangan karena tidak memerlukan 585 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 108. Appellate Body Reports, EC – Seal Products, para. 5.169. 587 Appellate Body Reports, China – Publications and Audiovisual Products, para. 319 (merujuk pada Appellate Body Report, US – Gambling, paras. 309-311). 588 Panel Report, Canada – Wheat Exports and Grain Imports, para. 6.226. 589 Panel Report, Canada – Wheat Exports and Grain Imports, para. 6.226. Lihat juga Appellate Body Report, Dominican Republic – Import and Sale of Cigarettes, para. 70. 590 Appellate Body Report, Korea – Various Measures on Beef, para. 176 591 Appellate Body Report, Dominican Republic – Import and Sale of Cigarettes, para. 70. 592 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 279. 592 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 279. 593 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 108. 594 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 280. 586 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 595 larangan ekspor secara total , dan mencapai tingkat perlindungan yang sama dengan larangan ekspor karena "akan memastikan bahwa hanya bijih nikel yang ditambang sesuai dengan semua peraturan lingkungan. persyaratan yang 596 Uni Eropa berkomentar bahwa risiko ketidakpatuhan yang ingin ditegakkan oleh Indonesia dapat diekspor". diajukan Indonesia juga dapat diatasi dengan aturan alternatif karena sertifikasi kepatuhan terhadap semua standar 597 lingkungan yang relevan akan menjadi prasyarat untuk ekspor bijih nikel. 7.315. Indonesia berpendapat bahwa aturan alternatif yang diusulkan Uni Eropa telah berkembang selama proses berlangsung. Pada sidang pertama dengan Panel, Uni Eropa berpendapat bahwa langkah alternatif adalah proses sertifikasi CnC Indonesia, sedangkan dalam pengajuan tertulis kedua Uni Eropa menyampaikan bahwa langkah 598 alternatif adalah sistem otorisasi ekspor. 7.316. Mengenai proses sertifikasi CnC Indonesia yang diterapkan pada ekspor bijih nikel, Indonesia menyatakan bahwa itu bukanlah alternatif yang nyata karena merupakan "elemen yang ada dari kebijakan komprehensif 599 Indonesia". Indonesia mengacu pada temuan Badan Banding bahwa "elemen yang tidak berubah dari WTO 600 Kebijakan komprehensif Anggota tidak dapat dianggap sebagai alternatif yang tersedia secara wajar". 7.317. Mengenai sistem otorisasi ekspor yang disarankan oleh Uni Eropa, Indonesia berpendapat bahwa Uni Eropa telah gagal untuk menjelaskan bagaimana langkah ini akan berbeda dari sertifikasi CnC dan, oleh karena itu, Uni Eropa belum melepaskan beban pembuktiannya untuk mengajukan persetujuan yang wajar. aturan alternatif yang 601 Indonesia berpendapat bahwa sistem otorisasi ekspor "tidak berbeda, dalam hal apapun secara tersedia. 602 material" dari proses sertifikasi CnC. Lebih lanjut dikatakan bahwa aturan alternatif yang disarankan oleh Uni Eropa telah diterapkan dan telah gagal untuk menjamin kepatuhan dengan persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral Indonesia yang berkelanjutan dan, oleh karena itu, bukan merupakan aturan alternatif 603 yang kurang membatasi perdagangan, tersedia secara wajar untuk tujuan Pasal XX(d) GATT 1994. 7.318. Indonesia menyatakan bahwa Uni Eropa telah gagal untuk mengajukan aturan alternatif yang tersedia secara wajar karena proposal Uni Eropa bersifat "remedial in character" dan, oleh karena itu, tidak dapat menjamin tingkat kepatuhan yang setara dengan keberlanjutan Indonesia. Persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral dari yang dicapai Indonesia dengan DPR. 604 7.319. Indonesia lebih lanjut berpendapat bahwa langkah alternatif yang diusulkan oleh Uni Eropa "akan menimbulkan hambatan teknis, keuangan dan sumber daya yang signifikan bagi Indonesia, bahkan jika itumungkin 605 sama sekali". Dalam pandangan Indonesia, aturan alternatif itu "bersifat teoretis dan jauh dari fakta dan keadaan 606 kasus ini". 7.320. Brasil berkomentar bahwa data yang diajukan Indonesia tampaknya menunjukkan kemampuannya untuk mengontrol ekspor nikel secara keseluruhan. Sehubungan dengan hal ini, Brasil menyarankan bahwa alih-alih melarang ekspor bijih nikel sama sekali, langkah yang tidak terlalu membatasi perdagangan adalah dengan menetapkan bahwa hanya bijih nikel yang telah diekstraksi secara berkelanjutan yang dapat diekspor atau diproses 607 Jepang mengajukan bahwa Panel harus mempertimbangkan apakah keprihatinan legislatif di dalam negeri. mendasar Indonesia yang berpusat pada penipisan cadangan bijihnya atau penambangan liar, dapat ditangani secara 608 lebih langsung dan efektif melalui aturan-aturan non-diskriminatif, daripada pembatasan ekspor. Analisis oleh Panel 595 Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 281. Pengajuan tertulis kedua Uni Eropa, para. 282. 597 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 108. 598 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 184-186. 599 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 184-185, mengacu pada pernyataan pembukaan Uni Eropa pada sidang pertama Panel, para. 75. (penekanan asli) 600 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 185 (mengacu pada Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 172). 601 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 187. 602 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 188. (penekanan asli) 603 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 189. 604 Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 220; dan komentar atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 108. 605 Komentar Indonesia atas tanggapan Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 111. 606 Komentar Indonesia atas tanggapan Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 111. 607 Pengajuan Pihak ketiga Brasil, para. 28. 608 Pengajuan pihak ketiga Jepang, para. 42. 596 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] 7.321. Seperti disebutkan di atas, Panel sekarang akan menimbang dan menyeimbangkan faktor yang sama sehubungan dengan aturan alternatif yang diusulkan. Secara khusus, Panel akan menentukan apakah aturan alternatif yang diusulkan oleh Uni Eropa: (i) memberikan kontribusi yang setara dengan tujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c); (ii) tersedia secara wajar untuk Indonesia, dan (iii) kurang membatasi perdagangan dibandingkan larangan ekspor dan DPR. 7.322. Sebelum beralih ke ketiga elemen ini, Panel terlebih dahulu membahas argumen Indonesia bahwa aturan alternatif Uni Eropa telah berkembang selama proses berlangsung. Menurut Indonesia, Uni Eropa telah mengajukan tiga langkah alternatif yang berbeda: (i) sertifikasi CnC; (ii) sistem otorisasi ekspor; dan (iii) penunjukan perwakilan 609 yang bertanggung jawab di Indonesia oleh pembeli asing. 7.323. Panel tidak sependapat dengan Indonesia bahwa Uni Eropa telah mengajukan tiga langkah alternatif dalam proses ini. Sejak pernyataan pembukaannya pada sidang pertama dengan Panel, Uni Eropa telah secara konsisten mengadvokasi sistem otorisasi ekspor yang memungkinkan ekspor bijih nikel setelah verifikasi kepatuhan terhadap 610 persyaratan lingkungan yang relevan. Uni Eropa telah mengindikasikan bahwa hal ini sistem otorisasi ekspor dapat 611 dibangun berdasarkan sertifikasi CnC Indonesia. Dalam pandangan Panel, fakta bahwa sistem otorisasi ekspor dapat dibangun berdasarkan sertifikasi ini tidak berarti bahwa aturan alternatif Uni Eropa adalah sertifikasi CnC itu sendiri. Sejauh menyangkut penunjukan seorang perwakilan, Panel mencatat bahwa Uni Eropa menyarankan bahwa penunjukan semacam itu dapat menjadi elemen tambahan bagi aturan alternatifnya untuk mengatasi masalah 612 yurisdiksi Indonesia. Dalam pandangan Panel, hal ini tidak akan mengubah sifat aturan alternatif Uni Eropa, yang 613 akan terus menjadi "pemeriksaan dokumentasi ekspor". Dengan demikian, Panel berpendapat bahwa Uni Eropa telah mengajukan satu aturan alternatif, yaitu sistem otorisasi ekspor. 7.324. Indonesia berargumen bahwa Uni Eropa belum melepaskan beban pembuktiannya karena belum menjelaskan 614 bagaimana langkah alternatif yang diusulkan berbeda dari sertifikasi CnC yang ada atau dibangun di atas sertifikasi 615 CnC. Panel mengamati bahwa kedua belah pihak telah membahas kesamaan dan perbedaan antara kedua aturan tersebut. Panel memulai dengan mengingatkan kembali bahwa Indonesia telah memastikan bahwa sertifikasi CnC 616 saat ini tidak diperlukan untuk mendapatkan lisensi pertambangan nikel. Panel selanjutnya mengamati bahwa 617 sertifikasi CnC merupakan prasyarat untuk diberikan izin pertambangan sedangkan sistem otorisasi ekspor yang diusulkan akan berlaku pada titik ekspor bagi pemegang IUP dan IUPK yang mengekspor bijih nikel. Panel juga mengamati perbedaan dalam cakupan substantifnya: sertifikasi CnC mencakup persyaratan administratif, teritorial, 618 teknis, lingkungan, dan keuangan sedangkan sistem otorisasi ekspor yang diusulkan akan mencakup "standar 619 lingkungan yang menurut klaim Indonesia ingin dipatuhi". Oleh karena itu, Panel tidak setuju dengan Indonesia bahwa sistem otorisasi ekspor "tidak berbeda, secara material, dari proses sertifikasi 'clear and clean' yang 620 merupakan elemen yang ada dari kebijakan komprehensif Indonesia". 7.325. Setelah menyimpulkan bahwa Uni Eropa telah mengajukan satu aturan alternatif yang tidak sama dengan aturan yang sudah diterapkan, Panel sekarang beralih ke tiga elemen analisis. Kontribusi aturan alternatif 7.326. Panel telah menemukan di atas bahwa larangan ekspor dan DPR tidak cenderung memberikan kontribusi 609 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 184-186; dan komentar atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 111. Pernyataan pembukaan Uni Eropa pada pertemuan pertama Panel, para. 75; jawaban atas pertanyaan Panel No. 49; dan pengajuan tertulis kedua, para. 279. 611 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 49; dan pengajuan tertulis kedua, para. 279. 612 Uni Eropa menyatakan bahwa "ada cara lain yang tidak terlalu membatasi perdagangan untuk mengatasi apa yang disebut masalah yurisdiksi dan yang dapat diterapkan sehubungan dengan pemeriksaan dokumentasi ekspor yang diusulkan. Misalnya, Indonesia dapat meminta penunjukan perwakilan yang bertanggung jawab di Indonesia oleh pembeli asing.” Lihat tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 111. 613 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 111. 614 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 187. 615 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 110. 616 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 107. 617 Panel mencatat bahwa Indonesia telah menyatakan bahwa "[sebelum] pemberlakuan Permen ESDM No. 11/2012, ekstraksi nikel tidak tunduk pada sertifikasi CnC". Lihat tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 107. 618 Komentar Uni Eropa tentang tanggapan terhadap pertanyaan Panel No. 114 (mengacu pada Pasal 1 Permen ESDM No. 43/2015). 619 Tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 111. 620 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 188. (penekanan asli) 610 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] material untuk mengamankan kepatuhan terhadap Pasal 96(c). 621 7.327. Indonesia menggugat kemampuan aturan alternatif untuk memberikan kontribusi yang setara karena empat alasan: (i) sifat perbaikannya; (ii) kemiripannya dengan sertifikasi CnC; (iii) fakta bahwa hal itu menimbulkan masalah penegakan hukum tambahan karena ujung rantai pasokan dan permintaan tidak berada di bawah yurisdiksi Indonesia; dan (iv) fakta bahwa hal itu tidak menghilangkan ex ante semua permintaan luar negeri untuk bijih nikel, tidak seperti larangan ekspor. Panel akan membahas masing-masing pendapat Indonesia secara bergiliran. 7.328. Dalam hal sifat perbaikan dari alternatif yang diusulkan dibandingkan dengan sifat pencegahan dari aturanaturan yang dipersoalkan, Indonesia menyatakan bahwa aturan-aturan perbaikan tidak dapat memberikan kontribusi yang setara dengan penegakan persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral 622 Indonesia lebih lanjut berpendapat bahwa ini “jenis mekanisme penegakan Indonesia yang berkelanjutan. perbaikan pada titik ekspor telah dicoba, diuji dan gagal untuk mencapai tingkat perlindungan penegakan hukum 623 yang diinginkan Indonesia”. Lebih khusus lagi, Indonesia mengacu pada sistem sertifikasi CnC sebagai langkah 624 penegakan perbaikan. 7.329. Panel telah menjelaskan di atas perbedaan antara sistem otorisasi ekspor yang diusulkan oleh Uni Eropa dan sistem sertifikasi CnC. Oleh karena itu, Panel tidak setuju dengan Indonesia bahwa mekanisme penegakan remedial semacam ini telah dicoba, diuji, dan gagal hanya karena sertifikasi CnC diterapkan. Panel tidak melihat alasan untuk mengecualikan aturan alternatif tanpa evaluasi dengan menggunakan pendekatan remedial. Aturan seperti itu hanya akan dikecualikan jika responden menunjukkan bahwa ia tidak dapat memberikan kontribusi yang setara dengan tujuan yang dikejar. Dalam hal ini, Badan Banding telah menemukan bahwa panel harus mempertimbangkan kemampuan Anggota untuk melaksanakan aturan-aturan perbaikan, terutama jika melibatkan biaya yang mahal atau 625 kesulitan teknis yang substansial. 7.330. Panel tidak setuju dengan argumen Indonesia bahwa sistem otorisasi ekspor bukanlah alternatif yang valid karena CnC "telah menjadi bagian dari kebijakan pertambangan berkelanjutan komprehensif Indonesia yang berlaku 626 saat ini". Panel telah menjelaskan bahwa sistem otorisasi ekspor yang diusulkan Uni Eropa bukanlah sama dengan sertifikasi CnC. Lebih jauh, Panel mencatat bahwa sertifikasi CnC tidak lagi menjadi bagian dari kebijakan pertambangan berkelanjutan komprehensif yang berlaku saat ini karena sertifikasi ini tidak lagi diperlukan untuk 627 mendapatkan izin pertambangan nikel. Selain itu, sertifikasi CnC yang masih berlaku, yaitu, yang diterbitkan 628 sebelum diundangkannya Peraturan ESDM No. 7/2020, adalah sisa-sisa dari rezim hukum sebelumnya. Akhirnya, tidak adanya ekspor bijih nikel karena larangan yang berlaku saat ini berarti tidak ada aturan – baik itu CnC atau lainnya – diterapkan untuk memeriksa kesesuaian ekspor (yang tidak terjadi) dengan peraturan lingkungan yang relevan. Panel di Brazil – temuan Ban Vulkanisir bahwa alternatif untuk aturan yang dipermasalahkan yang sudah 629 menjadi bagian dari kebijakan komprehensif Anggota yang menanggapi harus ditolak, akibatnya tidak sesuai dengan kasus ini. 7.331. Selanjutnya, Indonesia menyatakan keprihatinannya bahwa CnC tidak akan mencapai tingkat kontribusi yang sama dengan aturan-aturan yang dipermasalahkan, karena pembeli asing berada di luar yurisdiksinya. Indonesia berargumen bahwa verifikasi kepatuhan terhadap peraturan yang relevan akan menjadi lebih mudah "setelah semua operator pasar dibawa ke dalam yurisdiksi penegakan Indonesia" karena regulator dapat memeriksa silang volume 630 produksi perusahaan pertambangan berdasarkan RKAB mereka dengan data konsumsi perusahaan pengolah. Indonesia menyatakan bahwa "mekanisme penegakan hukum yang ditingkatkan seperti itu tidak tersedia dalam hal 631 penjualan antara perusahaan pertambangan domestik dan pembeli bijih nikel asing". 7.332. Uni Eropa berargumen bahwa Indonesia belum menjelaskan "mengapa kepatuhan tidak dapat diperiksa 621 Lihat paragraf. 7.286 dan 7.300 ke atas. Pengajuan tertulis pertama Indonesia, para. 220. 623 Pernyataan pembukaan Indonesia pada sidang kedua Panel, para. 84. 624 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 114. 625 Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 171 626 Pengajuan tertulis kedua Indonesia, para. 185. 627 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 107(a) (mengacu pada Pasal 113(c) Permen ESDM No. 7/2020). 628 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 107(a). 629 Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 172. Badan Banding beralasan bahwa "[s]menggantikan satu elemen dari kebijakan komprehensif ini dengan yang lain akan melemahkan kebijakan dengan mengurangi sinergi antara komponen, serta efek totalnya." 630 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 113; dan komentar atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 111. 631 Tanggapan Indonesia terhadap pertanyaan Panel No. 113. (penekanan asli) 622 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] dengan baik dalam hal barang ekspor, terutama karena kewajiban hukum yang relevan adalah kewajiban pemegang 632 izin pertambangan yang berada dalam yurisdiksi". Lebih lanjut disebutkan bahwa Pasal 96 (c) memuat kewajiban yang ditujukan kepada pemegang IUP dan IUPK Indonesia, bukan pembeli bijih nikel dan, akibatnya, perbedaan antara permintaan dalam dan luar negeri dalam hal kemampuan mereka untuk melaksanakan kewajiban tersebut 633 tidak relevan. Uni Eropa menyarankan bahwa, sebagaimana bagian dari sistem otorisasi ekspor, Indonesia dapat 634 meminta pembeli asing menunjuk perwakilan yang bertanggung jawab di Indonesia. 7.333. Panel setuju dengan Uni Eropa bahwa kewajiban yang terkandung dalam Pasal 96(c) adalah pada pemegang IUP dan IUPK dan, oleh karena itu, pihak berwenang Indonesia harus fokus pada mereka ketika memverifikasi kepatuhan mereka. Pada saat yang sama, Panel memahami posisi Indonesia bahwa memiliki pembeli dan penjual bijih nikel dalam yurisdiksinya memfasilitasi kemampuan otoritas terkait untuk memverifikasi kepatuhan. Panel selanjutnya mencatat bahwa, kadang-kadang, untuk memverifikasi kepatuhan oleh pelaku ekonomi, perilaku pelaku ekonomi lainnya mungkin juga relevan. Dalam pandangan Panel, fokusnya harus pada apakah sistem otorisasi ekspor dapat memberikan kontribusi yang setara untuk memastikan kepatuhan terhadap Pasal 96(c) dengan mengizinkan pihak berwenang Indonesia untuk memverifikasi kepatuhan. Panel berpandangan bahwa pembeli tidak perlu berada dalam yurisdiksi Indonesia untuk memverifikasi kepatuhan. Indonesia mengacu pada kemungkinan untuk memeriksa silang volume produksi perusahaan pertambangan berdasarkan RKAB mereka dengan data konsumsi perusahaan pengolah. Namun, itu bukan satu-satunya pemeriksaan silang data yang memungkinkan pihak berwenang Indonesia memverifikasi kepatuhan. Tidak ada yang menghalangi Indonesia untuk melakukan pemeriksaan silang antara volume produksi perusahaan pertambangan yang tercantum dalam RKAB dengan deklarasi ekspornya serta data konsumsi perusahaan pengolahan di Indonesia. Jika jumlah bijih nikel yang dijual di dalam dan luar negeri oleh perusahaan pertambangan melebihi volume produksi yang diizinkan dalam RKAB, hal ini dapat menunjukkan bahwa perusahaan pertambangan tersebut tidak bertindak sesuai dengan persyaratan penambangan berkelanjutan dan konservasi sumber daya yang relevan. 7.334. Sehubungan dengan klaim Indonesia bahwa aturan perbaikan tidak efektif dan memiliki kesulitan tambahan 635 untuk memverifikasi kesesuaian setelah transaksi telah terjadi , Panel mengacu pada pembahasan di atas bahwa aturan perbaikan dapat menjadi aturan alternatif untuk pencegahan, jika itu tersedia secara wajar bagi Anggota yang 636 menanggapi. Panel telah menemukan bahwa alternatif mencapai setidaknya tingkat kontribusi yang sama dengan aturan-aturan yang digugat. Indonesia memilih langkah preventif karena dianggap lebih mudah untuk ditegakkan. Masalah ini ditangani dengan lebih tepat di bawah ketersediaan aturan alternatif yang wajar dan akan dibahas lebih lanjut di bawah ini. 7.335. Berdasarkan hal tersebut di atas, Panel berpandangan bahwa aturan alternatif yang diusulkan mencapai paling tidak tingkat kontribusi yang sama dalam hal mengamankan kepatuhan terhadap persyaratan pertambangan berkelanjutan dalam Pasal 96(c) dengan meminta bukti kepatuhan terhadap ketentuan yang relevan. peraturan lingkungan yang akan diajukan oleh individu dalam yurisdiksi Indonesia sebelum ekspor bijih nikel. Pembatasan perdagangan dari aturan alternatif 7.336. Panel telah menemukan di atas bahwa larangan ekspor adalah aturan yang paling membatasi perdagangan yang dapat diterapkan dan bahwa DPR sangat membatasi perdagangan. Larangan ekspor secara langsung melarang ekspor bijih nikel, padahal DPR jika dipatuhi berarti semua bijih nikel dikonsumsi di dalam negeri dan tidak ada bijih nikel yang diekspor. Seperti dijelaskan di atas, pemurnian tersebut harus mengubah bijih nikel menjadi produk yang 637 berbeda, yang diklasifikasikan dalam kode HS yang berbeda. 7.337. Aturan alternatif yang diusulkan oleh Uni Eropa akan memungkinkan ekspor bijih nikel sesuai dengan standar lingkungan yang relevan. 7.338. Oleh karena itu, Panel setuju dengan Uni Eropa bahwa aturan alternatifnya kurang membatasi perdagangan daripada larangan ekspor dan DPR karena akan mengizinkan lebih banyak ekspor daripada aturan yang ditantang. 632 Tanggapan Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 111. Tanggapan uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 118. 634 Tanggapan uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 111 635 Tanggapan Indonesia atas komentar Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 111. 636 Lihat paragraf. 7.328-7.329 di atas. 637 Lihat para. 2.23 di atas. 633 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] Kelayakan teknis dan ekonomi dari aturan alternatif 7.339. Panel mencatat bahwa Indonesia berargumen bahwa hal itu "akan menimbulkan hambatan teknis, keuangan 638 dan sumber daya yang signifikan bagi Indonesia, jika memang memungkinkan". Indonesia menjelaskan bahwa pejabat perbatasan tidak akan dapat menentukan apakah bijih nikel yang akan diekspor memenuhi persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang berkelanjutan di Indonesia hanya dengan memeriksa konsinyasi bijih nikel. Sebab, pemeriksaan ini tidak menyangkut karakteristik produk yang dapat dibuktikan di titik ekspor, melainkan proses dan cara produksi yang terjadi sebelum produk tersebut tiba di titik ekspor. Indonesia berpandangan bahwa hal ini akan membuat alternatif yang diajukan "bersifat teoretis dan jauh dari fakta dan 639 Indonesia juga menyatakan bahwa memverifikasi keadaan kasus ini, dan realitas peraturan di Indonesia". 640 kesesuaian setiap pengiriman bijih nikel tidak masuk akal. 7.340. Panel mencatat bahwa pelaksanaan aturan alternatif yang diusulkan mungkin memerlukan biaya dan beberapa kesulitan teknis, seperti yang biasanya terjadi ketika aturan baru diterapkan. Dalam hal ini, Panel mengingat bahwa Badan Banding telah menemukan bahwa aturan alternatif tidak tersedia secara wajar "di mana Anggota yang menanggapi tidak mampu mengambilnya, atau di mana aturan tersebut membebankan beban yang 641 tidak semestinya pada Anggota tersebut, seperti biaya larangan atau kesulitan teknis yang substansial". Indonesia menyatakan bahwa pejabat perbatasan Indonesia tidak dapat menentukan di titik ekspor dari pemeriksaan fisik bijih nikel apakah telah ditambang sesuai dengan persyaratan pengelolaan pertambangan dan sumber daya mineral yang 642 berkelanjutan. Dalam hal ini, Panel mencatat bahwa alternatif yang diajukan oleh Uni Eropa tidak mengacu pada pemeriksaan fisik setiap kiriman pada saat ekspor, melainkan sebuah sistem di mana eksportir membuat dokumentasi yang relevan, sebelum ekspor , untuk menyatakan kepatuhan dengan persyaratan yang relevan. Dokumen-dokumen ini kemudian dapat diverifikasi terhadap RKAB tambang yang relevan. Oleh karena itu Panel menganggap bahwa Indonesia telah gagal untuk menjelaskan mengapa tidak dapat melaksanakan aturan-aturan alternatif yang diusulkan atau mengapa biaya atau kesulitan teknis yang terkait dengan pelaksanaannya menjadi penghalang atau substansial. Indonesia mencatat bahwa tidak berurusan dengan ekspor membuat penegakan menjadi lebih mudah. Hanya karena alternatif tersebut mungkin tidak semudah penerapan aturan-aturan yang digugat tidak berarti bahwa alternatif tersebut tidak layak secara teknis atau ekonomis. Kesimpulan tentang ketersediaan aturan-aturan alternatif yang masuk akal 7.341. Panel telah menemukan bahwa aturan-aturan alternatif yang diusulkan membuat setidaknya tingkat kontribusi yang sama dengan aturan-aturan yang digugat, tidak terlalu membatasi perdagangan, dan layak secara teknis dan ekonomi untuk Indonesia bahkan jika implementasi awalnya mungkin memerlukan beberapa biaya dan kesulitan teknis. Oleh karena itu, Panel menyimpulkan bahwa Uni Eropa telah mengajukan langkah alternatif yang masuk akal dan Indonesia telah gagal membantahnya. 7.3.1.2.5 Kesimpulan tentang ke-perlu-an 7.342. Panel menemukan bahwa pembatasan perdagangan dan kontribusi terbatas dari aturan-aturan terhadap tujuan Pasal 96(c) membebani temuan bahwa aturan-aturan yang digugat tidak perlu. Selain itu, Panel menemukan bahwa ada aturan-aturan alternatif yang cukup tersedia untuk Indonesia. Oleh karena itu, Panel menyimpulkan bahwa hasil dari pelaksanaan penimbangan dan penyeimbangan adalah bahwa aturan-aturan yang digugat tidak diperlukan dalam arti sub-ayat d Pasal XX GATT 1994. 7.3.2 Kesimpulan Pasal XX(d) GATT 1994 7.343. Panel mengingatkan bahwa Pasal XX GATT 1994 menetapkan tes dua tingkat yang melibatkan, pertama, penilaian apakah aturan-aturan tersebut termasuk dalam setidaknya salah satu sub-paragrafnya dan, kedua, 638 Komentar Indonesia atas jawaban Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 111. Komentar Indonesia atas jawaban Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 111. 640 Komentar Indonesia atas jawaban Uni Eropa atas pertanyaan Panel No. 111. 641 Appellate Body Report, US – Gambling, para. 308. (penekanan ditambahkan) Lihat juga Appellate Body Report, Brazil – Retreaded Tyres, para. 156 dan Appellate Body Report, China – Publications and Audiovisual Products, paras. 327-328 (mencatat bahwa tergugat "tidak memberikan bukti kepada Panel yang mendukung kemungkinan sifat atau besarnya biaya yang akan dikaitkan dengan alternatif yang diusulkan, sebagaimana dibandingkan dengan sistem saat ini. 642 Komentar Indonesia atas tanggapan Uni Eropa terhadap pertanyaan Panel No. 111. 639 Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R) WT/ DS592/ R BCI dihapus, sebagaim ana dit unj ukkan dengan [ [ * * * ] ] penilaian apakah aturan-aturan tersebut memenuhi persyaratan dari chapeau dari ketentuan itu. 7.344. Panel telah menemukan bahwa Indonesia telah gagal untuk menunjukkan bahwa larangan ekspor dan DPR termasuk dalam ruang lingkup sub-ayat (d) Pasal XX GATT 1994. 7.345. Berdasarkan hal tersebut di atas, Panel tidak merasa perlu untuk melanjutkan analisis larangan ekspor dan DPR berdasarkan pasal XX GATT 1994. 8 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1. Untuk alasan-alasan yang ditetapkan dalam Laporan ini, Panel menyimpulkan sebagai berikut: 8.2. Larangan ekspor bijih nikel yang dimulai pada Januari 2014 dan saat ini dilaksanakan melalui UU No. 4/2009 (sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2020), Permendag 96/2019 dan Permen ESDM 11/2019 tidak dikecualikan dari berlakunya Pasal XI:1 karena bukan merupakan larangan atau pembatasan yang diberlakukan sementara untuk mencegah atau meringankan kekurangan kritis bahan makanan atau produk lain yang penting bagi Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal XI:2(a) GATT 1994. Larangan ekspor tersebut tidak sesuai dengan Pasal XI:1 GATT 1994. Panel juga telah menyimpulkan bahwa larangan ekspor tidak dibenarkan berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 karena tidak perlu untuk menjamin kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang pada dirinya sendiri bukan tidak bertentangan dengan GATT 1994. 8.3. Persyaratan pemrosesan dalam negeri (DPR) yang dimulai pada tahun 2012 dan saat ini dilaksanakan melalui UU No. 4/2009 (sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3/2020), Peraturan ESDM No. 25/2018 dan 7/2020 tidak dikecualikan dari berlakunya Pasal XI:1 karena bukan merupakan larangan atau pembatasan yang diberlakukan sementara untuk mencegah atau meringankan kekurangan bahan makanan atau produk lain yang sangat penting bagi Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal XI:2(a) GATT 1994. DPR adalah bertentangan dengan Pasal XI:1 GATT 1994. Panel juga menyimpulkan bahwa DPR tidak dibenarkan berdasarkan Pasal XX(d) GATT 1994 karena tidak perlu menjamin kepatuhan terhadap undang-undang atau peraturan yang tidak bertentangan dengan GATT tahun 1994. 8.4. Berdasarkan Pasal 3.8 DSU, dalam hal terjadi pelanggaran terhadap kewajiban yang diberikan berdasarkan perjanjian yang tercakup, aturan-aturan tersebut dianggap prima facie sebagai kasus pembatalan atau pengurangan. Panel menyimpulkan bahwa aturan-aturan yang dipersoalkan tidak dikecualikan dari kewajiban dalam Pasal XI:1 GATT 1994 oleh Pasal XI:2(a) GATT 1994, tidak konsisten dengan Pasal XI:1 GATT 1994, dan tidak dibenarkan menurut Pasal XX(d) GATT 1994. Dengan demikian, mereka telah meniadakan atau mengurangi manfaat-manfaat yang diperoleh Uni Eropa berdasarkan perjanjian itu. 8.5. Berdasarkan Pasal 19.1 DSU, Panel merekomendasikan agar Indonesia menyelaraskan aturan-aturannya dengan kewajiban-kewajiban berdasarkan GATT 1994. Paustinus Siburian | Terjemahan bebas WTO’s Panel Report Indonesia – MEASURES RELATING TO RAW MATERIALS (WT/DS592/R)