ABSTRAK Rotating Biological Contactor (RBC) adalah suatu proses pengolahan air limbah secara biologis dengan pertumbuhan mikrorganisme yang menempel pada piringan cakram (biofilm). RBC ini terdiri atas piringan melingkar yang tercelup... more
ABSTRAK Rotating Biological Contactor (RBC) adalah suatu proses pengolahan air limbah secara biologis dengan pertumbuhan mikrorganisme yang menempel pada piringan cakram (biofilm). RBC ini terdiri atas piringan melingkar yang tercelup sekitar 40% dan diputar oleh poros dengan kecepatan tertentu. RBC mempunyai beberapa keuntungan, antara lain mudah dioperasikan, mudah dalam perawatan, tidak membutuhkan banyak lahan. Untuk perancangan unit pengolahan air limbah dengan sistem RBC ini harus memperhatikan beberapa parameter yang berhubungan dengan beban (Loading), parameter tersebut adalah ratio volume reaktor terhadap luas permukaan media (disk), BOD, beban hidrolik, rata-rata dari waktu tinggal, jumlah tahap, diameter piringan (disk), kecepatan putaran dan Temperatur. Sedangakan pada saat pengolahannya hal yang paling penting untuk di jaga dan diperhatikan yaitu temperature dan pH. Limbah cair adalah air buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga) yang apabila tidak ditangani dengan baik akan mencemari lingkungan. Kehadiran limbah dapat berdampak negatif bagi lingkungan terutama kesehatan manusia sehingga perlu dilakukan penanganan limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung jenis dan karakteristik limbah. Beberapa teknologi dan cara yang dapat digunakan untuk pengelolaan limbah cair dari secara biologi, kimia, dan fisika. Pada pembahasan kali ini akan membahas tentang pengelolaan limbah secara biologi dengan sistem Rotating Biological Contactor (RBC). Pengolahan limbah secara biologi bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan kandungan organik dalam limbah oleh mikroorganisme menjadi zat-zat lain yang lebih stabil. Salah satunya dengan teknologi dari sistem Rotating Biological Contactors (RBC). RBC (Rotating Biological Contactor) adalah salah satu teknologi pengolahan biologis. Pengelolaan dengan RBC ini memanfaatkan mikroorganisme dengan menggunakan biofilm sebagai tempat tumbuh dan melekatnya mikroorganisme tersebut sehingga mampu menurunkan parameter organik. Dengan ini limbah cair yang dapat membahayakan lingkungan apabila dibuang secara langsung dapat dikelola dan lebih lagi dapat dimanfaatkan kembali .
Pemanfaatan limbah kertas dan dilanjutkan dengan Teknik Paper Quilling. Teknik paper quilling ini dilakukan proses modifikasi yaitu kertas quilling yang berharga mahal diganti dengan menggunakan kertas bekas.
Limbah tahu yang dibuang kelingkungan tanpa ada proses pengolahan terlebih dahulu berbahaya bagi kondisi lingkungan perairan dan dapat menyebabkan perubahan lingkungan, terutama bagi ekosistem perairan termasuk juga biota air di dalamnya.... more
Limbah tahu yang dibuang kelingkungan tanpa ada proses pengolahan terlebih dahulu berbahaya bagi kondisi lingkungan perairan dan dapat menyebabkan perubahan lingkungan, terutama bagi ekosistem perairan termasuk juga biota air di dalamnya. Limbah cair industri tahu mengandung zat-zat organik yaitu protein 40% - 60 %, karbohidrat 25%–50%, lemak 10% dan padatan tersuspensi lainnya yang di alam dapat mengalami perubahan fisika, kimia dan hayati yang akan menghasilkan zat toksik atau menciptakan media tumbuh bagi mikroorganisme patogen. Untuk mengukur limbah tah di perairan digunakan uji toksisitas akut. Uji Toksisitas akut adalah uji yang dilakukan untuk mengevaluasi konsentrasi bahan kimia atau durasi pemaparan (Limbah Tahu) yang dibutuhkan terhadap satu sampel uji (Ikan Nila) yang diamati dalam kurun waktu 24 jam dengan kondisi yang disesuaikan.
Research on porosity test-based briquette charcoal mixture of hazelnut shells and rice husk has been done. This study aims to determine the optimum ratio mix of hazelnut shell charcoal and rice husk as well as the optimum size of the... more
Research on porosity test-based briquette charcoal mixture of hazelnut shells and rice husk has been done. This study aims to determine the optimum ratio mix of hazelnut shell charcoal and rice husk as well as the optimum size of the hazelnut shell charcoal briquette making. Research carried out by making charcoal candlenut shells and rice husk. Candlenut shell charcoal is provided in several variations of sizes of 18 mesh, mesh 5 and ¾ in. Charcoal shell pecans (ACK) and then mixed with rice husk (ASP) size 18 mesh with a ratio of ACK: ASP is 70: 30%, 60: 40%, 50: 50%, 40: 60%, and 30: 70%, Then test to determine the porosity of a better quality briquettes. The results showed that the briquettes ACK-ASP best with a small porosity which is 1.7% at a ratio of ACK: ASP was 70: 30% with a size of 18 mesh ACK.
Baik secara langsung maupun tidak langsung, kegiatan sehari-hari yang kita lakukan akan menimbulkan limbah, salah satunya adalah limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Limbah B3 dapat dihasilkan dari kegiatan sektor industri,... more
Baik secara langsung maupun tidak langsung, kegiatan sehari-hari yang kita lakukan akan menimbulkan limbah, salah satunya adalah limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Limbah B3 dapat dihasilkan dari kegiatan sektor industri, pariwisata, pelayanan kesehatan, serta dari kegiatan domestik rumah tangga. Dalam menangani limbah B3, terdapat perlakuan-perlakuan dan tahapan-tahapan khusus sehingga limbah B3 tersebut tidak memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan sekitar. Penanganan limbah B3 sendiri dibantu dengan simbol yang menunjukkan karakteristik limbah tersebut sehingga perlakuan yang diberikan saat menangani limbah tersebut sesuai dan tidak menimbulkan kerusakan bagi lingkungan maupun bagi kesehatan masyarakat sekitar. Pemberian simbol dan label pada limbah B3 tentu saja tidak boleh sembarangan karena akan berefek pada penanganan limbah tersebut. Simbol dan label pada limbah B3 memiliki peran dan fungsinya masing-masing yang kemudian dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori. Simbol dan label dari limbah B3 ini kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013. Penanganan dan pengelompokkan limbah B3 ini sangatlah penting karena bersadarkan penyataan Direktur Jendral Pengelolaan Sampah Limbah dan B3, Rosa Vivien Ratnawati, terdapat lebih dari 35 kasus kejadian kedaruratan limbah B3 setiap tahunnya akibat kegagalan dan kelalaian dalam mengloha limbah B3 tersebut. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai simbol dan label limbah B3 perlu diketahui agar tidak terjadi kasus-kasus akibat limbah B3 yang meresahkan masyarakat.