Evaluasi Model Pemeliharaan Perkerasan Jalan Tol Semarang-Solo
Evaluasi Model Pemeliharaan Perkerasan Jalan Tol Semarang-Solo
Evaluasi Model Pemeliharaan Perkerasan Jalan Tol Semarang-Solo
= 365 FT CI LHR ( N
K Kj K Kj
K = Jenis kendaraan (Gol I, IIA, IIB )
j = Lajur jalan (kiri atau kanan)
LHR = Volume lalu-lintas ruas (kend/hari) di
tahun data
FT = Faktor truk dari tiap jenis kendaraan
Cl = Faktor distribusi lajur.
Faktor truk (FT) dan Faktor distribusi
lajur (Cl) masing-masing merupakan suatu
faktor perbandingan yang didapatkan dari hasil
survai di lapangan.
Jenis Perkerasan
Jalan Tol Semarang-Solo menggunakan
jenis perkerasan kaku. Perkerasan jalan beton
semen atau secara umum disebut perkerasan
kaku, terdiri atas plat (slab) beton semen
sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah
(bisa juga tidak ada) di atas tanah dasar. Dalam
konstruksi perkerasan kaku, plat beton sering
disebut sebagai lapis pondasi karena
dimungkinkan masih adanya lapisan aspal beton
di atasnya yang berfungsi sebagai lapis
permukaan.
Perkerasan beton yang kaku dan
memiliki modulus elastisitas yang tinggi, akan
mendistribusikan beban ke bidang tanah dasra
yang cukup luas sehingga bagian terbesar dari
kapasitas struktur perkerasan diperoleh dari plat
beton sendiri. Hal ini berbeda dengan
perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan
diperoleh dari tebal lapis pondasi bawah, lapis
pondasi dan lapis permukaan.
Evaluasi Model Pemeliharaan Perkerasan Jalan Tol Semarang-Solo Sriwidodo 53
Berdasarkan adanya sambungan dan
tulangan plat beton perkerasan kaku,
perkerasan beton semen dapat diklasifikasikan
menjadi 3 jenis sebagai berikut :
1. Perkerasan beton semen biasa dengan
sambungan tanpa tulangan untuk kendali
retak.
2. Perkerasan beton semen biasa dengan
sambungan dengan tulangan plat untuk
kendali retak. Untuk kendali retak digunakan
wire mesh diantara siar dan penggunaannya
independen terhadap adanya tulangan dowel.
3. Perkerasan beton bertulang menerus (tanpa
sambungan). Tulangan beton terdiri dari baja
tulangan dengan prosentasi besi yang relatif
cukup banyak (0,02 % dari luas penampang
beton).
Pada saat ini, jenis perkerasan beton
semen yang populer dan banyak digunakan di
negara-negara maju adalah jenis perkerasan
beton bertulang menerus.
Kondisi Perkerasan
Kondisi perkerasan yang dinilai dibagi
dua bagian yaitu kondisi fungsional dan
struktural. Penilaian kedua kondisi ini dilakukan
terpisah, sehingga keduanya dapat
merepresentasikan keadaan kondisinya. Ukuran
terkecil dari ruas jalan yang dihitung kondisinya
adalah segmen, dimana satu segmen mewakil
satu lajur jalan dengan panjang 1 km.
Penilaian terhadap kondisi fungsional
meliputi : kerusakan permukaan (pelepasan
butir, retak, lubang, depresi dan keriting),
ketidakrataan permukaan, kekesatan
permukaan, dan kedalaman alur. Penilaian
kerusakan permukaan didasarkan pada rumus
3 berikut ini :
% 100
segmen panjang
) data panjang (
Kerusakan Nilai
i
=
Kondisi kerusakan fungsional
mempunyai rentang nilai dari 4 (baik) sampai 0
(rusak). Nilai 2,5 ditetapkan sebagai batas kritis
kerusakan. Total nilai kerusakan merupakan
gabungan dari nilai kerusakan yang terjadi. Nilai
ketidak-rataan permukaan, alur dan kekesatan
dihitung dengan rumus 4 6 berikut ini :
i
i
) segmen (panjang
) data panjang RI I (
IRI Nilai
=
SD 28 . 1 Alur Alur Nilai
rata rata
+ =
SD 28 . 1 50 f f50 Nilai
rata rata
=
Penilaian yang dilakukan merupakan
pengelompokkan nilai hasil survai yang telah
dihitung dengan persamaan 3 6 terhadap nilai
kondisinya sesuai tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Penilaian kondisi fungsional
NK
IRI
(m/km)
Alur
mm
F50
PB
(%)
Retak
(%)
LT
(%)
DK
(%)
4 0 - 1.5 0 - 5 > 0.6 0 5 0 - 5 0 - 5 0 5
3.5 1.5 3.5 5 - 10 0.4 0.6 5 20 5 20 5 - 20 5 20
3 3.5 4.75 10 - 15 0.35 0.4 20 35 20 - 35 20 - 35 20 35
2.5, (2.75) 4.75 5.5 15 - 20 (0.3-0.35) 35 50 35 - 50 35 - 50 35 50
2, (2,5) 5.5 6.0 20 - 25 (0.27 0.30) 50 65 50 - 65 50 - 65 50 65
1.5, (2) 6.0 6.5 25 - 30 (0.24 0.27) 65 75 65 - 75 65 - 75 65 75
1, (1.5) 6.5 7.0 30 - 35 (0.22 0.24) 75 85 75 - 85 75 - 85 75 85
0.5, (1) 7.0 7.5 35 - 40 (0.20 0.22) 85 95 85 - 95 85 - 95 85 95
0 > 7.5 > 40 < 0.20 > 95 > 95 > 95 > 95
TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume 12 Januari 2010, hal: 51 58 JURNAL 54
Nilai kondisi jalan yang merupakan
gabungan dari total nilai kerusakan permukaan,
Nilai IRI, Nilai Alur dan f50 dihitung dengan
persamaan berikut ini :
) N , N , N , min(N jalan kond. Nilai
50 f alur IRI rusak
=
Penilaian terhadap kondisi struktural
didasarkan atas data lendutan yang
dikelompokkan terlebih dahulu, dan kemudian
dihitung lendutan desain, yang dianggap
mewakili pada suatu kelompok data.
Perhitungan lendutan yang mewakili segmen
didasarkan pada setiap lendutan maksimal yang
terjadi pada segmen tersebut, seperti terlihat
pada persamaan berikut ini :
,...) d , d , d max( d
SD 2.0 d d
3 desain 2 desain 1 desain segmen
rata rata desain
=
+ =
Nilai Kondisi Perkerasan
Nilai kondisi perkerasan merupakan
penilian berdasarkan nilai kondisi fungsional dan
dirasionalkan terhadap nilai kondisi
strukturalnya. Perhitungan nilai kondisi segmen
untuk tahun kedua sampai ke lima didasarkan
pada umur sisa dari suatu perkerasan yang
merupakan fungsi lendutan dan beban lalu-lintas
yang terjadi, seperti terlihat pada persamaan
berikut ini :
o
el mod
el mod
N
N
sisa Umur
) do ( f N
=
=
Sedangkan perhitungan nilai kondisi tiap
segmen terdiri atas dua cara. Cara pertama
dipakai jika nilai kondisi awal telah tersedia,
untuk perhitungan digunakan persamaan seperti
berikut ini :
sisa umur
) 60 NK (
NK ) NK (
o
o segmen
=
Cara kedua dipakai jika nilai kondisi
awal segmen tidak tersedia, untuk perhitungan
digunakan persamaan seperti berikut ini ::
sisa umur
) 60 NK (
NK ) NK (
layan masa
40
sisa umur 60 NK
o
o segmen
o
=
+ =
Indeks biaya dihitung berdasarkan rumus 12
berikut :
( ) { }
+ =
i
i
i
diskonto tkt 1 Biaya biaya Indeks
Optimasi Anggaran
Optimasi anggaran dilakukan dengan
memperhatikan adanya ketersediaan dana dan
nilai kondisi jaringan yang dihasilkan oleh
skenario program pemeliharaan yang telah
dilakukan. Perhitungan nilai kondisi jaringan
untuk masing-masing skenario program
pemeliharaan sesuai persamaan berikut ini :
) segmen panjang (
) segmen panj. men NKseg (
jaringan NK
=
PRESENTASI DATA DAN ANALISIS
Data lalu-lintas yang diambil merupakan
data sekunder hasil olahan devisi manajemen
Tol Semarang-Solo yang berbentuk time series.
Data kondisi fungsional yaitu ketidak-rataan dan
kekesatan yang diambil dari data hasil survai
dan data lendutan.
Analisis Prediksi Beban Lalu-lintas
Berdasarkan LPPM-ITB (1997), bahwa
tingkat pertumbuhan volume lalu-lintas yang
diperoleh dapat bernilai positif yang sangat
besar atau bahkan negatif, khususnya pada
jalan akses dan jalan keluar/masuk (ramp),
seperti terlihat pada Gambar 1 s/d 3 berikut
ini :
Evaluasi Model Pemeliharaan Perkerasan Jalan Tol Semarang-Solo Sriwidodo 55
Gambar 1. Hubungan antara volume dan tingkat pertumbuhan lalu-lintas golongan I
Gambar 2. Hubungan antara volume dan tingkat pertumbuhan lalin golongan I IA
Gambar 3. Hubungan antara volume dan tingkat pertumbuhan lalin golongan I - IB
Tabel 2. Data Statistik Tingkat Pertumbuhan Lalu-lintas ( r )
Golongan
Kendaraan
Tingkat Pertumbuhan
r (%) untuk 3 kategori jalan
Jalan Utama Akses Ramp
Maks Min Maks Min Maks Min
Kelas I 10.55 2.61 9.5 7.96 35.64 -12.42
Kelas IIA 2.27 -4.51 14.17 -8.89 92.69 -32.62
Kelas IIB 40.13 -8.67 42.25 3.8 82.37 -35.37
TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume 12 Januari 2010, hal: 51 58 JURNAL 56
Dari tabel 2 terlihat bahwa tingkat
pertumbuhan yang sangat besar dan negatif,
yang akan dipakai sebagai acuan prediksi
adalah volume lalu-lintas untuk tahun berikutnya
karena akan memberikan nilai yang kurang
dapat merepresentasikan keadaan yang terjadi
di lapangan. Selain itu terlihat jumlah volume
eksisting yang besar terutama pada jalan utama,
yang jika tidak dibatasi maka akan
mengakibatkan dilampauinya kapasitas jalan
yang disediakan.
Suatu skenario terhadap pembatasan
volume lalu-lintas dilakukan untuk mengevaluasi
pengaruh pembatasan prediksi tersebut
terhadap prorgam pemeliharaan yang dilakukan.
Pembatasan yang dilakukan adalah dengan
membatasai volume yang terjadi pada setiap
jalan agar tidak melampaui 1,25 kapasitas
volumenya. Perbandingan skenario teoritis
(skenario I) dengan pembatasan (skenario II)
diperlihatkan pada tabel 3 berikut ini :
Tabel 3. Resume perbandingan kebutuhan pemeliharaan skenario I & II
Keterangan
Tahun I Tahun V
Sk. I Sk. II Sk. I Sk. II
Total Segmen 501 501 501 501
Segmen yang dipelihara 163 163 330 330 14
Segmen r (-) 97 0 156 0 0
Tebal minimum (cm) 3 3 4.52 4.52 5.62
Tebal maksimum (cm) 23.42 23.69 41.77 30.11 15.19
Total Biaya (juta) 29841.84 29858.39 74697.78 74857 1217.728
Total Indeks Biaya (juta) 41856.09 41909.21 94258.05 87009 1628.543
Analisis Nilai Kondisi Struktur Perkerasan
Suatu segmen yang mempunyai nilai
fungsional yang rendah akan diprogramkan
untuk dioverlay pada tahun-tahun berikutnya
walaupun nilai umur sisa yang dimilikinya masih
besar (> 1 thn), demikian juga sebaliknya.
Menurut Haas, Ronald H (1998), bahwa nilai
kondisi fungsional segmen pada jalan utama di
tahun pertama merupakan hasil perhitungan
gabungan antara kondisi fungsional dan
structural yang dipadukan dengan prediksi
beban lalu-lintas yang akan memberikan
prediksi kondisi setiap segmen jalan untuk lima
tahun ke depan.
Karakteristik Program Pemeliharaan
Program pemeliharaan dilakukan
terhadap nilai kondisi segmen yang kurang dari
60. Berdasarkan Pusat Penelitian Transportasi
Bandung (1999), bahwa program pemeliharaan
dibagi atas tiga bagian yaitu pemeliharaan rutin,
berupa pemberian overlay pada segmen yang
rusak, pemeliharaan berkala dengan pemberian
overlay agar struktur perkerasan bisa menahan
beban lalu-lintas, dan pemeliharaan peningkatan
yaitu pemberian overlay agar struktur
perkerasan mampu menahan beban lalu-lintas
untuk jangka waktu sepuluh tahun ke depan.
Analisis Pengaruh Anggaran Terhadap
Nilai Kondisi Jaringan
Untuk membandingkan nilai kondisi
jaringan akibat kebijakan waktu pemeliharaan,
maka dibuatlah 3 (tiga) metoda waktu
pemeliharaan dengan batasan bahwa besarnya
total biaya pemeliharaan untuk lima tahun
Evaluasi Model Pemeliharaan Perkerasan Jalan Tol Semarang-Solo Sriwidodo 57
adalah sama. Adapun ketiga metoda yang
dilakukan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Metoda I : Pemeliharaan dilakukan sesuai
kebutuhan pemeliharaan berkala setiap
tahun.
2. Metoda II : Pemeliharaan peningkatan
dilakukan pada tahun pertama dan tahun ke
empat.
3. Metoda III : Pemeliharaan dilakukan tiap
tahun dengan rata-rata pembiayaan Rp.20 M.
Nilai kondisi jaringan untuk ketiga
metode tersebut diperlihatkan pada tabel 4
berikut ini :
Tabel 4. Perbandingan nilai kondisi jaringan dengan berbagai metoda pemeliharaan
Tahun
Nilai Kondisi
Metoda I Metoda II Metoda III
Dipelihara
Tdk
Dipelihara
Dipelihara
Tdk
Dipelihara
Dipelihara
Tdk
Dipelihara
2005 93.2 93.2 80.2
2006 91.6 86.8 88.2 79.9 74.1
2007 86.2 84.3 83.1 80.2 76.2
2008 79.7 79.1 88.9 78.0 80.6 76.1
2009 74.4 74.1 84.3 81.1 73.4
Dari ketiga metoda tersebut dapat
disimpulkan bahwa metoda II secara kondisi
jaringan memiliki nilai yang lebih baik daripada
metoda I dan III. Namun untuk mengevaluasi
program pemeliharaan antara metoda I, II dan
III, maka dihitung perbandingan kondisi lajur
sesuai tabel 5 berikut ini :
Tabel 5. Panjang lajur yang dipelihara tiap tahun dari ketiga metoda
Lajur
Panjang lajur (m), pada tahun :
2005 2006 2007 2008 2009
Metoda I
Rusak 147,329 34,769 10,705 13,735 1,593
Dipelihara 147,329 34,769 10,705 13,735 1,593
Metoda II
Rusak 147,329 34,769 62,316 86,263 11,642
Dipelihara 147,329 0 0 75,784 0
Metoda III
Rusak 147,329 142,698 139,670 99,623 80,053
Dipelihara 66,000 42,000 53,000 47,477 53,741
Dari tabel 4 dan 5 diatas dapat
disimpulkan bahwa metoda I walaupun
memberikan nilai kondisi yang lebih kecil dari
metoda II, namun mampu memelihara seluruh
ruas jalan yang telah dianggap rusak.
Sedangkan pada metoda III menunjukkan
bahwa pemeliharaan yang harus dilakukan
cukup tinggi.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Berbagai skenario tingkat pertumbuhan akan
membuat besaran program pemeliharaan
yang berbeda.
TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 1 Volume 12 Januari 2010, hal: 51 58 JURNAL 58
2. Nilai kondisi fungsional dan struktural
mempunyai peluang yang sama dalam
penentuan program pemeliharaan.
3. Penundaan program pemeliharaan akan
mengakibatkan biaya dan nilai kondisi yang
akan terus menurun yang diakibatkan
bertambah panjangnya segmen yang rusak.
4. Program pemeliharaan berkala lebih baik
dibandingkan metoda pemeliharaan lainnya
dalam suatu metoda yang membatas
besaran biaya pemeliharaan selama lima
tahun.
Saran
Dari hasil kesimpulan dapat disisipkan
suatu saran bahwa penundaan program
pemeliharaan jalan akan menimbulkan besarnya
biaya dan nilai kondisi jalan yang akan terus
meningkat akibat bertambah panjangnya
segmen jalan yang rusak.
DAFTAR PUSTAKA
Haas, Ronald Hudson, 1998, Pavement
Management System, MC Graw-Hill
Book Company, New York.
LPPM-ITB, 1997, Analisa Struktur
Perkerasan Jalan, Modul Pelatihan,
Bandung.
Pusat Penelitian Transportasi, 1999, Manual
Program MMS, ITB-Press, Bandung.
The Asphalt Institute, 2003, Asphalt Overlays
for Highway and Street Rehabilitation,
Manual Series No.17 (MS-17), USA.