Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Kajian Aliran Melalui Pelimpah Ambang Lebar Dan Pelimpah Ambang Tipis

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

KAJIAN ALIRAN MELALUI PELIMPAH AMBANG LEBAR

DAN PELIMPAH AMBANG TIPIS


Risman1), Warsiti2)
1,2)

Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Semarang


Jln. Prof. H. Sudarto, S.H. Tembalang, Semarang 50275 Telp. (024) 7473417
Email : jwahana_tspolines@yahoo.com
Abstact
In order to be an effective management of irrigation water, the flow rate should be
measured in the upstream primary channels, the branch line and the tapping tertiary
buildings. However, to simplify the management of irrigation network have only a
few building types that may be used in irrigation areas. This study is limited to
measure rate of flow through the spillway sillwidth with a round shape and spillway
sill lighthouse thin rectangular. The methodology used was tested in the laboratory
by varying the flow hydraulics start of Q1, Q2, Q3, ..., Qn, to get the water level
variations in the upstream and the downstream in spillway is constan, which can be
obstained with the relationship between the discharge water level in the upstream
and downstream of the spillway. Besides, it was also found the relationship of the
variation of the discharge flowed through the sill wide spillway and thin threshold to
high energy lost occurs. From the results of this research, the relationship with the
discharge water level in the upstream, downstream water level, water level above
the threshold, and the threshold energy loss for the overflow width spillway and thin
sill have a similar trend. To spillway width threshold produces less energy loss than
the spillway sill thin with trend Y = - 405,6 X2 11,99 X 0,001 for sill width
spillway and Y = 1,183 X 0,552 for the overflow thin threshold with Y is the loss
energy in meters and X in discharge in m3/s.
Kata kunci : overflow, width threshold, thin threshold, lose energy, flow rate
PENDAHULUAN
Perencanaan bangunan bergantung
pada
keadaan
setempat,
yang
umumnya berbeda-beda dari satu
daerah ke daerah yang lain. Hal ini
menuntut suatu pendekatan yang
luwes. Akan tetapi, ada beberapa
aturan dan cara pemecahannya secara
terinci. Bilamana perlu, diberikan
referensi mengenai metode dan bahan
konstruksi alternatif. Penggunaan
bangunan dikelompokan sesuai dengan
tingkat kemanfaatan bangunan. Di sini
diberikan rekomendasi pemakaian tipe-

tipe bangunan yang lebih disukai.


Rekomendasi tersebut didasarkan
pada:
(1) kesesuaian dengan fungsi yang
dibebankan kepada bangunan,
(2) mudahnya
perencanaan
dan
pelaksanaan,
(3) mudahnya
eksploitasi
dan
pemeliharaan,
(4) biaya konstruksi dan pemeliharaan,
(5) terbiasanya petugas eksploitasi
dengan tipe bangunan tersebut.
Agar pengelolaan air irigasi menjadi
efektif, maka debit harus diukur

(diatur) pada hulu saluran primer, pada


cabang saluran dan pada bangunan
sadap tersier. Berbagai macam
bangunan
dan
peralatan
telah
dikembangkan untuk maksud ini.
Namun
demikian
untuk
menyederhanakan
pengelolaan
jaringan irigasi hanya beberapa jenis
bangunan saja yang boleh digunakan di
daerah irigasi. Bangunan-bangunan
yang dianjurkan untuk dipakai harus
memenuhi beberapa kriteria. Kriteria
yang dimaksud adalah :
a. kecocokan
bangunan
untuk
keperluan pengukuran debit
b. ketelitian pengukuran di lapangan
c. bangunan yang kokoh, sederhana
dan ekonomis
d. rumus debit sederhana dan teliti
e. eksploitasi dan pembacaan papan
duga mudah
f. pemeliharaan sederhana dan murah
g. cocok dengan kondisi setempat dan
dapat diterima oleh para petani.
Beberapa rumusan masalah terkait
dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Bahwa
dalam
penggunaan
bangunan pengatur atau pengukur
debit harus disesuaikan dengan
kriteria bangunan pengatur atau
pengukur debit.
b. Memilih alternatif terbaik jenis
bangunan pengatur atau pengukur
debit yang sesuai dengan kriteria
tetapi
memberikan
atau
menghasilkan debit yang maksimal
dengan kehilangan tinggi tekanan
yang seminimal mungkin.
c. Memilih alternatif terbaik jenis
bangunan pengatur atau pengukur

debit yang memberikan peredaman


energi semaksimal mungkin.
Pembatasan masalah meliputi
perilaku debit aliran melalui
pelimpah ambang lebar dengan
bentuk mercu bulat dan pelimpah
ambang tipis bentuk empat persegi
panjang.
TINJAUAN PUSTAKA
Alat Ukur Ambang Lebar
Bangunan
ukur
ambang
lebar
dianjurkan karena bangunan ini kokoh
dan mudah dibuat. Karena bisa
mempunyai berbagai bentuk mercu,
bangunan ini mudah disesuaikan
dengan tipe saluran apa saja.
Hubungan antara tinggi muka air hulu
dan debit mempermudah pembacaan
debit secara langsung dari papan duga,
tanpa memerlukan tabel debit.
Tipe Alat Ukur Ambang lebar
Alat ukur ambng lehar adalah
bangunan aliran atas (overflow), untuk
ini tinggi energi hulu lebih kecil dari
panjang mercu. Karena pola aliran di
atas alat ukur ambang lebar dapat
ditangani dengan teori hidrolika yang
sudah ada sekarang, maka bangunan
ini bisa mempunyai bentuk yang
berbeda-beda, sernentara debitnya
tetap serupa. Gambar 1 dan 2
memberikan contoh alat ukur ambang
lebar.
Mulut
pemasukan
yang
dibulatkan pada alat ukur Gambar 1,
dipakai apabila konstruksi permukaan
melengkung ini tidak menimbulkan
masalah-masalah pelaksanaan, atau
jika berakibat diperpendeknya panjang
bangunan. Hal ini sering terjadi bila
bangunan dibuat dari pasangan batu.

Kajian Aliran Melalui Pelimpah Ambang Lebar ................ (Risman1), Warsiti2)) 33

Tata letak pada Garnbar 2 hanya


menggunakan permukaan datar saja.
ini merupakan tata letak paling
ekonomis jika bangunan dibuat dari
beton. Gambar 1 memperlihatkan
muka hilir vertikal bendung. Gambar 2
menunjukkan peralihan pelebaran
miring 1:6. Yang pertama dipakai jika
tersedia kehilangan tinggi energi yang
cukup di atas alat ukur. Peralihan
pelebaran hanya digunakan jika energi
kinetik di atas mercu dialihkan ke
dalam energi potensial di sebelah hilir
saluran. Oleh karena itu, kehilangan
tinggi energi harus dibuat sekecil
mungkin. Kalibrasi tinggi debit pada
alat ukur ambang lebar tidak
dipengaruhi oleh bentuk peralihan
pelebaran hilir.
Penggunaan peralihan masuk
bermuka bulat atau datar dan peralihan
penyempitan
tidak
mempunyai
pengaruh apa-apa terhadap kalibrasi.
Permukaan-permukaan tersebut harus
mengarahkan aliran ke atas mercu alat
ukur tanpa kontraksi dan pemisahan
aliran. Aliran diukur di atas mercu
datar alat ukur horisontal.

34

Perencanaan Hidrolis
Persamaan debit untuk alat ukur
ambang lebar dengan bagian
pengontrol segi empat adalah:

dimana :
Q = debit m3/dt
Cd = koefisien debit
Cd adalah 0,93 + 0,10 H1/L, untuk 0,1
< H1/L < 1.0
H1 = adalah tinggi energi hulu, m
L = adalah panjang mercu, m
Cv. = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( =
9,8)
bc = lebar mercu, m
h1 = kedalaman air hulu terhadap
ambang bangunan ukur, m.
Harga koefisien kecepatan datang
dapat dicari dari Gambar 3, yang
memberikan harga-harga Cv untuk
berbagai bentuk bagian pengontrol.

Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 18 No. 1 Juni 2013 32-43

Gambar 1. Alat ukur ambang lebar dengan mulut pemasukan yang dibulatkan

Gambar 2. Alat ukur ambang lebar dengan pemasukan bermuka datar, dan peralihan
penyempitan

Kajian Aliran Melalui Pelimpah Ambang Lebar ................ (Risman1), Warsiti2)) 35

Gambar 3. Cv sebagai fungsi perbandingan Cd.A*/A1


Persamaan debit alat ukur ambang
lebar bentuk trapezium adalah :

kecepatan aliran di atas ambang adalah


V. Diambil pias horizontal setebal dh
pada kedalaman h dari muka air.
Q = . b.

di mana :
bc = lebar mercu pada bagian
pengontrol, m
yc = kedalaman air pada bagian
pengontrol, m
m = kemiringan samping pada bagian
pengontrol (1:m)
Alat Ukur Ambang Tipis
Dikatakan alat ukur ambang tipis yaitu
apabila tebal ambang t kurang dari 0,5
tinggi muka air di atas ambang h. Alat
ukur
pelimpah
ambang
tipis
berdasarkan
bentuknya
dapat
dibedakan menjadi sebagai berikut :
a. Pelimpah segiempat yaitu apabila
aliran airnya berbentuk segiempat
b. Pelimpah segitiga yaitu apabila
aliran airnya berbentuk segitiga
c. Pelimpah trapezium yaitu apabila
aliran airnya berbentuk trapezium.

.H 3/2

Pada gambar 6 menunjukan pelimpah


ambang tipis bentuk segitiga dengan
sudut pelimpahnya = . Lebar muka air
B = 2.H tg .
Q=

. . tg .

.H 3/2

Pelimpah ambang tipis bentuk


trapezium merupakan gabungan dari
bentuk segiempat dan segitiga. dengan
demikian debit aliran melalui pelimpah
trapesium adalah jumlah dari debit
melalui pelimpah segiempat dan
pelimpah segitiga.
Pelimpah bentuk segiempat ;
Q

= . b.

.H 3/2

Pelimpah bentuk segitiga :


Q=

. . tg .

.H 3/2

Pelimpah bentuk trapezium :


Q = . b.

.H 3/2 +

. . tg

.H 3/2

Pelimpah ambang tipis bentuk


segiempat dengan lebar ambang b,
tinggi muka air di atas ambang H, dan

36

Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 18 No. 1 Juni 2013 32-43

METODE PENELITIAN
Untuk menyelesaikan penelitian ini
diperlukan beberapa tahapan yaitu:
a. Studi literatur seperti mempelajari
penelitian sejenis yang pernah
dilakukan,
teori-teori
yang
menunjang
tentang
bangunan.pengatur dan pengukur
debit,
khususnya
bangunan
pengatur dan pengukur debit
pelimpah ambang lebar dan
ambang tipis.
b. Pengujian laboratorium dimulai
dari mempersiapkan bahan model
uji pelimpah ambang lebar dan
ambang tipis beserta model saluran
terbuka berupa flume.
c. Melakukan pengujian dengan
memvariasikan debit mulai dari
Q1, Q2, Q3, Q4, . Qn, untuk
mendapatkan variasi tinggi muka
air di hulu dan di hilir pelimpah
yang telah ditetapkan, sehingga
bisa didapatkan hubungan antara
debit dengan tinggi muka air di
hulu dan di hilir pelimpah.
d. Mendapatkan
hubungan
dari
variasi debit yang dialirkan melalui
pelimpah ambang lebar maupun
ambang tipis terhadap kehilangan
tinggi energi yang terjadi.
e. Analisis Data, meliputi kompilasi
data, membuat regresi hubungan
antara debit dengan tinggi muka air
hulu, hubungan debit dengan tinggi
muka air hilir, hubungan debit
dengan kehilangan tinggi energi.
f. Kesimpulan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data hasil pengujian laboratorium
berisikan tentang data pengukuran

mengenai tinggi muka air di hulu dan


hilir, tinggi muka air di atas ambang,
tinggi energi di hulu dan hilir, dan
debit untuk pelimpah ambang lebar
dan pelimpah ambang tipis. Untuk
lebih
jelasnya
dat
hasil
uji
laboratorium disajikan dalam tabel 1
dan tabel 2.
Dari hasil penelitian ini dapat
dijabarkan hal-hal berikut:
1. Meningkatnya tinggi muka air di
hulu
akan
diikuti
dengan
meningkatnya debit aliran melalui
pelimpah ambang lebar. Dengan kata
lain bahwa perubahan debit aliran
pelimpah ambang lebar juga diikuti
dengan perubahan tinggi muka air di
hulu. Grafik hubungan muka air di
hulu dengan debit aliran lebih dikenal
dengan sebutan Kurva Lengkung
Debit. Besarnya peningkatan tinggi
muka air di hulu tidak begitu
signifikan terhadap perubahan debit
aliran. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 8.
2. Meningkatnya tinggi muka air di
hilir akan diikuti dengan meningkatnya
debit aliran melalui pelimpah ambang
lebar. Dengan kata lain bahwa
perubahan debit aliran pelimpah
ambang lebar juga diikuti dengan
perubahan tinggi muka air di hilir.
Grafik hubungan muka air di hilir
dengan debit aliran lebih dikenal
dengan sebutan Kurva Lengkung
Debit. Besarnya peningkatan tinggi
muka air di hilir tidak signifikan
terhadap perubahan debit aliran. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 9.

Kajian Aliran Melalui Pelimpah Ambang Lebar ................ (Risman1), Warsiti2)) 37

3. Meningkatnya tinggi muka air di


atas ambang akan diikuti dengan
meningkatnya debit aliran melalui
pelimpah ambang lebar. Dengan kata
lain bahwa peubahan debit aliran
pelimpah ambang lebar sangat
dipengaruhi oleh tinggi muka air di
atas ambang. Grafik hubungan muka
air di atas ambang dengan debit aliran
lebih dikenal dengan sebutan Kurva
Lengkung
Debit.
Besarnya
peningkatan tinggi muka air di atas
ambang signifikan terhadap perubahan
debit aliran. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 10.
4. Meningkatnya debit aliran akan
diikuti
dengan
meningkatnya
kehilangan energi pada pelimpah
ambang lebar. Dengan kata lain bahwa
perubahan debit aliran pelimpah
ambang lebar mempengaruhi besarnya
kehilangan energi. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 11.
5. Meningkatnya debit aliran melalui
pelimpah ambang tipis. Dengan kata
lain bahwa peubahan debit aliran
pelimpah ambang tipis juga diikuti
dengan perubahan tinggi muka air di
hulu. Grafik hubungan muka air di
hulu dengan debit aliran lebih dikenal
dengan sebutan Kurva Lengkung
Debit. Besarnya peningkatan tinggi
muka air di hulu tidak signifikan
terhadap perubahan debit aliran. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 12.
6. Meningkatnya tinggi muka air di
hilir akan diikuti dengan meningkatnya
debit aliran melalui pelimpah ambang

38

tipis. Dengan kata lain bahwa


perubahan debit aliran pelimpah
ambang tipis juga diikuti dengan
perubahan tinggi muka air di hilir.
Grafik hubungan muka air di hilir
dengan debit aliran lebih dikenal
dengan sebutan Kurva Lengkung
Debit. Besarnya peningkatan tinggi
muka air di hilir tidak signifikan
terhadap perubahan debit aliran. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 13.
7. Meningkatnya tinggi muka air di
atas ambang akan diikuti dengan
meningkatnya debit aliran melalui
pelimpah ambang tipis. Dengan kata
lain bahwa perubahan debit aliran
pelimpah
ambang
tipis
sangat
dipengaruhi oleh tinggi muka air di
atas ambang. Grafik hubungan muka
air di atas ambang dengan debit aliran
lebih dikenal dengan sebutan Kurva
Lengkung
Debit.
Besarnya
peningkatan tinggi muka air di atas
ambang begitu signifikan terhadap
perubahan debit aliran. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar 14.
8. Meningkatnya debit aliran akan
diikuti
dengan
meningkatnya
kehilangan energi pada pelimpah
ambang tipis. Dengan kata lain bahwa
perubahan debit aliran pelimpah
ambang tipis mempengaruhi besarnya
kehilangan
energi.
Besarnya
kehilangan
energi
signifikan
dipengaruhi oleh perubahan debit
aliran. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 15.

Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 18 No. 1 Juni 2013 32-43

Tabel 1, Data Hasil Uji Laboratorium Pelimpah Ambang Lebar


No.

Tinggi muka air


diatas
Hulu
ambang
Hilir

Kecepatan

Tinggi Energi

hulu

hilir

hulu

hilir

Hilang
Energi

Lebar

Debit

(m)

(m)

(m)

(m/det)

(m/det)

(m)

(m)

(m)

(m)

(m3/det)

0.14

0.11

0.08

0.10

0.20

0.14051

0.08204

0.05847

0.10

0.00641

0.13

0.10

0.08

0.15

0.25

0.13115

0.07819

0.05296

0.10

0.00555

0.12

0.09

0.07

0.20

0.30

0.12204

0.07459

0.04745

0.10

0.00474

0.10

0.07

0.07

0.25

0.35

0.10319

0.07124

0.03194

0.10

0.00325

0.09

0.06

0.06

0.30

0.40

0.09459

0.06815

0.02643

0.10

0.00258

0.08

0.05

0.06

0.35

0.45

0.08624

0.06532

0.02092

0.10

0.00196

0.07

0.04

0.05

0.40

0.50

0.07815

0.06274

0.01541

0.10

0.00140

0.06

0.03

0.05

0.45

0.55

0.07032

0.06042

0.00990

0.10

0.00091

0.05

0.02

0.04

0.50

0.60

0.06274

0.05835

0.00439

0.10

0.00050

10

0.04

0.01

0.04

0.55

0.63

0.05542

0.05523

0.00019

0.10

0.00018

Hilang
Energi

Lebar

Debit

Tabel 2 Data Hasil Uji Laboratorium Pelimpah Ambang Tipis


No.

Tinggi muka air


diatas
Hulu
ambang
Hilir

Kecepatan

Tinggi Energi

hulu

hilir

hulu

hilir

(m)

(m)

(m/det)

(m/det)

(m)

(m)

(m)

(m)

(m3/det)

0.14

0.09

0.08

0.10

0.20

0.14051

0.08204

0.05847

0.10

0.00395

0.13

0.08

0.08

0.15

0.25

0.13115

0.07819

0.05296

0.10

0.00331

0.12

0.07

0.07

0.20

0.30

0.12204

0.07459

0.04745

0.10

0.00271

0.10

0.05

0.07

0.25

0.35

0.10319

0.07124

0.03194

0.10

0.00163

0.09

0.04

0.06

0.30

0.40

0.09459

0.06815

0.02643

0.10

0.00117

0.08

0.03

0.06

0.35

0.45

0.08624

0.06532

0.02092

0.10

0.00076

0.07

0.02

0.05

0.40

0.50

0.07815

0.06274

0.01541

0.10

0.00041

0.06

0.01

0.05

0.45

0.55

0.07032

0.06042

0.00990

0.10

0.00015

TNGGI MUKA AIR DI HULU (M)

(m)

0.16
0.14
0.12
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00

GRAFIK HUBUNGAN MUKA AIR HULU DENGAN DEBIT PELIMPAH


AMBANG LEBAR
y = 0.7943x0.3591
R = 0.9749

0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 0.007 0.008


DEBIT (M3/DET)

Gambar 8. Grafik Hubungan Muka Air Hulu dengan Debit Pelimpah Ambang Lebar

Kajian Aliran Melalui Pelimpah Ambang Lebar ................ (Risman1), Warsiti2)) 39

TINGGI MUKA AIR HILIR ( M )

GRAFIK HUBUNGAN MUKA AIR HILIR DENGAN DEBIT PELIMPAH


AMBANG LEBAR
0.090
0.080
y = 0.2485x0.2363
0.070
R = 0.9716
0.060
0.050
0.040
0.030
0.020
0.010
0.000
0

0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 0.007 0.008


DEBIT ( M3/DET )

Gambar 9. Grafik Hubungan Muka Air Hilir dengan Debit Pelimpah Ambang Lebar

TINGGI MUKA AIR DI ATAS AMBANG (


M)

GRAFIK HUBUNGAN TINGGI MUKA AIR DI ATAS AMBANG


DENGAN DEBIT PELIMPAH AMBANG LEBAR
0.12
0.11
0.10
0.09
0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0.00

y = 3.1888x0.6667
R = 1

0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006 0.007 0.008


DEBIT ( M3/DET )

Gambar 10. Grafik Hubungan Muka Air di atas Ambang dengan Debit Pelimpah
Ambang Lebar

KEHILANGAN ENERGI ( M )

GRAFIK HUBUNGAN KEHILANGAN ENERGI DENGAN DEBIT


PELIMPAH AMBANG LEBAR
0.07
0.06
0.05
0.04

y = -405.61x2 + 11.994x - 0.0014


R = 0.9987

0.03
0.02
0.01
0.00
0

0.002

0.004

0.006

0.008

DEBIT ( M3/DET)

Gambar 11. Grafik Hubungan Kehilangan Energi dengan Debit Pelimpah Ambang
Lebar

40

Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 18 No. 1 Juni 2013 32-43

TINGGI MUKA AIR HULU ( M )

GRAFIK HUBUNGAN TINGGI MUKA AIR HULU DENGAN DEBIT


PELIMPAH AMBANG TIPIS
0.160
0.140
y = 0.5628x0.263
0.120
R = 0.9648
0.100
0.080
0.060
0.040
0.020
0.000
0

0.001

0.002

0.003

0.004

0.005

DEBIT ( M3/DET )

TINGGI MUKA AIR HILIR ( M )

Gambar 12. Grafik Hubungan Muka Air Hulu dengan Debit Pelimpah Ambang
Tipis
GRAFIK HUBUNGAN MUKA AIR HILIR DENGAN
DEBIT PELIMPAH AMBANG TIPIS
0.090
y = 0.2003x0.1747
0.080
R = 0.9706
0.070
0.060
0.050
0.040
0.030
0.020
0.010
0.000
0

0.001

0.002

0.003

0.004

0.005

DEBIT ( M3/DET )

TINGGI MUKA AIR DI ATAS AMBANG (


M)

Gambar 13. Grafik Hubungan Muka Air Hilir dengan Debit Pelimpah Ambang Tipis
GRAFIK HUBUNGAN TINGGI MUKA AIR DI ATAS AMBANG
DENGAN DEBIT PELIMPAH AMBANG TIPIS
0.100
0.090
0.080
y = 3.6038x0.6667
0.070
R = 1
0.060
0.050
0.040
0.030
0.020
0.010
0.000
0

0.001

0.002

0.003

0.004

0.005

DEBIT ( M3/DET )

Gambar 14. Grafik Hubungan Muka Air di atas Ambang dengan Debit Pelimpah
Ambang Tipis

Kajian Aliran Melalui Pelimpah Ambang Lebar ................ (Risman1), Warsiti2)) 41

KEHILANGAN ENERGI ( M )

GRAFIK HUBUNGAN KEHILANGAN ENERGI DENGAN DEBIT


PELIMPAH AMBANG TIPIS
0.070
0.060
0.050
0.040

y = 1.1834x0.5524
R = 0.9884

0.030
0.020
0.010
0.000
0.000

0.001

0.002

0.003

0.004

0.005

DEBIT ( M3/DET )

Gambar 15 Grafik Hubungan Kehilangan Energi dengan Debit Pelimpah Ambang


Tipis
SIMPULAN
Dari hasil Penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa hubungan tinggi
muka air di hulu dengan debit untuk
pelimpah ambang lebar maupun
ambang
tipis
mempunyai
kecenderungan yang mirip, akan tetapi
untuk kemiringan garis trendline
pelimpah ambang tipis lebih landai.
Hubungan tinggi muka air di hilir
dengan debit untuk pelimpah ambang
lebar
maupun
ambang
tipis
mempunyai
kecenderungan
yang
mirip, akan tetapi untuk kemiringan
garis trendline pelimpah ambang lebar
lebih curam. Hubungan tinggi muka air
di atas ambang dengan debit untuk
pelimpah ambang lebar maupun
ambang
tipis
mempunyai
kecenderungan yang mirip akan tetapi
untuk kemiringan garis trendline
pelimpah ambang lebar lebih curam.
Hal ini menunjukan bahwa pelimpah
ambang lebar mempunyai kepekaan
yang lebih tinggi dibandingkan

42

pelimpah ambang tipis terhadap


perubahan debit. Hubungan kehilangan
energi dengan debit untuk pelimpah
ambang lebar maupun ambang tipis
mempunyai
kecenderungan
yang
hamper sama, akan tetapi untuk
kemiringan garis trendline pelimpah
ambang lebar lebih landai. Hal ini
menunjukan bahwa pelimpah ambang
lebar memberikan kehilangan energi
yang lebih kecil dibandingkan
pelimpah ambang tipis terhadap
perubahan debit. Pelimpah ambang
lebar maupun ambang tipis dapat
digunakan sebagai alat ukur debit
dengan tingkat kepekaan yang berbeda.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini tak lupa peneliti
mengucapkan banyak terima kasih
kepada Direktur, Ketua Unit Penelitian
dan Pengabdian pada masyarakat,
Kepala
Laboratorium
Hidrolika
Politeknik Negeri Semarang.

Wahana TEKNIK SIPIL Vol. 18 No. 1 Juni 2013 32-43

DAFTAR PUSTAKA
Endang Pipin Tachyan, Dasar-Dasar
dan Praktek Irigasi, Jakarta :
Erlangga, 1992
Departeman Pekerjaan Umum Dirjen
Pengairan,
Pedoman
dan
Kriteria Perencanaan Teknis
Irigasi, Jogyakarta, 1980.
Gandakoesoema, R, Irigasi. Bandung :
CV. Galang Persada, 1986.
Raju, K.G. Ranga. Aliran Melalui
Saluran Terbuka. Jakarta :
Erlangga. 1986.

Sosrodarsono, Suyono, dan Kensaku


Takeda,
Hidrologi
untuk
Pengairan, Jakarta : PT.
Pradnya Paramita. 1987.
Sudjarwadi,
Dasar-Dasar
Teknik
Irigasi, Jogyakarta : Biro
Penerbit KMTS FT UGM.
1987.
Triatmodjo,
Bambang,
Soal
Penyelesaian Hidrolika II,
Jogyakarta : Beta Offset. 1993.
Chow Ven Te, Hidrolika Saluran
Terbuka. Jakarta : Erlangga.
1986.

Kajian Aliran Melalui Pelimpah Ambang Lebar ................ (Risman1), Warsiti2)) 43

You might also like