Terapi Inhalasi
Terapi Inhalasi
Terapi Inhalasi
TINJAUAN PUSTAKA
Terapi Inhalasi
Pradjnaparamita
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
VO2.max Difference
between Students
who Regularly Play
Soccer Compared
with Students who
Dont Play Soccer in
Darul Hijrah
Pesantren, South
Kalimantan
Huldani
Dept. of Physiology, Faculty of Medicine,
Lambung Mangkurat University, Banjarbaru,
South Kalimantan, Indonesia
388
PENDAHULUAN
Terapi inhalasi adalah cara pemberian obat dalam bentuk
partikel aerosol melalui saluran napas.
Sasaran terapi inhalasi yang utama adalah saluran napas atas
dan saluran napas bawah. Saluran napas atas dimulai dari
rongga hidung, dengan sinus di sekitarnya, laring dan farings,
proksimal trakea. Saluran napas bawah dimulai dari bronkus,
bronkioli sampai ke alveoli. Target sasaran ini termasuk mukosa
dan ujung reseptor neuron di dalamnya.
Hypertonic Saline
Bronchial Provocation
Test (BPT)
Bambang Supriyatno,
Nastiti N. Rahajoe
Dept. of Child Health, Faculty of Medicine,
University of Indonesia, Jakarta, Indonesia
Particle size
(microns)
Regional
deposition
Efficacy
Safety
>5
Mouth /
oesophageal
region
No clinical
effect
Absorption
from GI tract
if swallowed
2-5
Upper / Central
airways
Clinical
effect
Subsequent
absorption
from lung
<2
Peripheral
airways / alveoli
Some local
clinical effect
High
systemic
absorption
389
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam keadaan tidak sesak napas berat MDI disemprotkan bersamaan dengan inspirasi dalam, sangat diperlukan koordinasi
yang baik antara gerakan menyemprotkan obat dan inspirasi
yang dalam.
Dry Powder Inhalation
DPI dapat lebih mudah digunakan, karena tidak memerlukan
koordinasi yang cepat antara semprot dan sedot. Tetapi pengguna obat jenis ini memerlukan kekuatan otot pipi, sehingga
sulit pada pasien geriatri karena kekuatan otot pipinya sudah
berkurang.
Nebuliser
Nebuliser terdiri dari beberapa bagian yang terpisah, antara lain
generator aerosol, nebuliser, tempat obat cair dan alat hisapnya
yang dapat berupa masker, mouthpiece atau kanul ( kanul
hidung, kanul trakeostomi )
Generator aerosol adalah sumber tenaga yang diberikan
kepada nebuliser sehingga dapat mengubah cairan menjadi
aerosol atau partikel halus (Gb.2). Beberapa macam dasar cara
kerja adalah kompresor, ultrasound atau oksigen. Mekanisme
kerja nebuliser sampai saat ini selalu berkembang, secara
teknologi disesuaikan dengan kebutuhan penggunaan obat,
seperti misalnya untuk obat hipertensi pulmoner, atau insulin,
dibuat secara khusus hanya untuk obat tersebut.
Di samping itu harus diperhatikan pula mengenai kontinuitas
kerja alat nebuliser, karena ada yang menggunakan tombol
pengatur keluarnya aerosol, atau tanpa tombol pengatur sehingga
aerosol keluar terus menerus. Pada tipe kontinu banyak dosis
obat dapat terbuang, sedangkan yang menggunakan tombol
pengatur produksi aerosol dapat disesuaikan dengan pola napas
pemakai. Ada pula tipe nebuliser dengan klep di mouthpiecenya yang akan secara otomatis tertutup bila pemakai tidak
menarik napas, penggunaan obat juga menjadi efektif.
nebulised aerosol size is unstable in entrained ambient
air and rapidly loses water vapour, decreasing size
entrained
ambient air
e.g. 15-7=8 L/min
Gb.2.
patient inhalation
e.g. 15 L/min
compressed air
e.g. 7 L/min
390
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan terapi inhalasi dalam masalah respirasi biasanya
ditujukan untuk :
- bronkodilatasi
- mukolitik
- antiinflamasi mukosa bronkus
- antibiotik mukosa bronkus dan alveolus
- anastesi lokal bronkus untuk tindakan bronkoskopi.
Kesadaran pasien
Kesadaraan pasien sangat penting untuk mendapatkan hasil
terapi yang maksimal; misal menggunakan masker; sedangkan
pada penderita yang kompos mentis dan kooperatif penggunaan mouthpiece akan lebih efektif. Pada penggunaan nebuliser yang diskontinu, pengaturan pemasukan obat dapat
disesuaikan dengan waktu inspirasi pasien.
Diagnosis kerja
Diagnosis problem respirasi yang dapat menggunakan terapi
inhalasi.
- Asma
- PPOK
- Bronkiektasis
- Fibrosis kistik
- Gagal jantung dengan hipereaktif bronkus
- Stroke dengan retensi sputum
- Pneumoni aspirasi
- Infeksi Pneumocystis carinii
- Hipertensi pulmoner
Saat penggunaan
Dalam keadaan akut :
- Asma serangan akut
- PPOK eksaserbasi
- Gagal jantung dengan hiperaktifitas bronkus
Pada penatalaksanaan jangka panjang :
- Asma persisten sedang sampai berat
- PPOK stabil
- Bronkiektasis
- Fibrosis kistik
- Pencegahan infeksi Pneumocystis carinii
Bentuk obat dan alat bantu
Pemilihan bentuk obat dan alat bantu (MDI, DPI atau nebuliser)
harus disesuaikan dengan kemampuan koordinasi gerakan
pasien. Penggunaan di ruang gawat darurat lebih mudah
dengan nebuliser. Dalam penggunaan jangka panjang bentuk
MDI atau DPI lebih mudah. Nebuliser jet dapat digunakan untuk
suspensi maupun solutio. Nebuliser ultrasound hanya dapat
digunakan untuk solutio.
392
T I N J A UA N PUST A K A
Pemberian dapat membantu melepaskan sputum yang mukoid.
Penambahan antikolinergik dapat meningkatkan efek bronkodilatasi. Kortikosteroid atau antibiotik inhalasi tidak berfungsi
dalam kondisi seperti ini. Pemilihan alat bantu inhalasi sangat
penting, bila kesadaran masih baik pemilihan bentuk mouthpiece akan memberikan efek yang lebih maksimal, bila kesadaran
menurun dapat digunakan masker oro-nasal.
Ruang ICU
Di sini biasanya pasien dalam mesin bantu napas. Pasien dengan
sputum produktif dan mukoid dapat diberi inhalasi mukolitik,
sebaiknya ditambahkan bronkodilator untuk mencegah bronkospasme. Dosis bronkodilator lebih kecil dari dosis untuk bronkodilatasi. Penggunaan steroid inhalasi diberikan untuk menunjang
steroid sistemik pada kasus inflamasi saluran napas cukup nyata
dan memerlukan terapi steroid jangka panjang, misalnya pada
serangan asma berat atau PPOK eksaserbasi akut yang mempunyai
respons positif dengan kortikosteroid.
Antibiotik inhalasi hanya bermanfaat bila infeksi mukosa bronkus
dapat terbukti, ( biasanya pada penggunaan mesin bantu napas
yang sudah beberapa waktu). Penggunaan antibiotik untuk
pencegahan/prevensi infeksi tidak direkomendasi karena dapat
menyebabkan resistensi kuman. Inhalasi pulmonary vasodilator
jangka pendek, misalnya prostacycline atau nitric oxide dapat
menurunkan hipertensi pulmoner dan meningkatkan oksigenasi pada ARDS. Pemilihan alat nebuliser disesuaikan dengan
tipe mesin bantu napas yang digunakan, tidak setiap tipe mesin
bantu napas dapat digunakan untuk terapi inhalasi, bila dimodifikasi harus tetap diperhatikan mekanisme inhalasi yang terjadi,
apakah dapat berefek maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. ERS Workshop Medical Aerosol. Budapest 2005
2. ERS guideline on the use of nebulizer. Eur Respir J 2001;18:228-242
3. Device Selection and Outcome of Aerosol Therapy: Evidence Based
Guidelines: American College of Chest Physicians/American College of
Asthma, Allergy and Immunology. Chest 2005; 127;335-371
Ruang rawat
Di ruang rawat penggunaan terapi inhalasi berdasarkan berbagai tujuan baik sebagai alat bantu diagnostik ataupun terapi.
Diagnostik inhalasi dengan NaCl pekat dilakukan untuk induksi
sputum sebagai salah satu cara pengumpulaan sputum untuk
bahan pemeriksaan. Uji bronkodilator dilakukan untuk melihat
kecukupan dosis bronkodilator. Pada umumnya terapi inhalasi
di ruang rawat banyak dimanfaatkan untuk obstruksi saluran
napas, bronkokonstriksi cepat teratasi dengan pemberian inhalasi
yang adekuat, dosis maupun kekerapan pemberian.
PEMILIHAN OBAT
Obat yang digunakan dalan terapi inhalasi nebuliser berbentuk
solutio, suspensi atau obat khusus yang memang dibuat untuk
terapi inhalasi, seperti bronkodilator atau kortikosteroid.
Kombinasi obat dalam terapi inhalasi sebaiknya dilakukan
secara rasional.
393
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan terapi inhalasi dalam masalah respirasi biasanya
ditujukan untuk :
- bronkodilatasi
- mukolitik
- antiinflamasi mukosa bronkus
- antibiotik mukosa bronkus dan alveolus
- anastesi lokal bronkus untuk tindakan bronkoskopi.
Kesadaran pasien
Kesadaraan pasien sangat penting untuk mendapatkan hasil
terapi yang maksimal; misal menggunakan masker; sedangkan
pada penderita yang kompos mentis dan kooperatif penggunaan mouthpiece akan lebih efektif. Pada penggunaan nebuliser yang diskontinu, pengaturan pemasukan obat dapat
disesuaikan dengan waktu inspirasi pasien.
Diagnosis kerja
Diagnosis problem respirasi yang dapat menggunakan terapi
inhalasi.
- Asma
- PPOK
- Bronkiektasis
- Fibrosis kistik
- Gagal jantung dengan hipereaktif bronkus
- Stroke dengan retensi sputum
- Pneumoni aspirasi
- Infeksi Pneumocystis carinii
- Hipertensi pulmoner
Saat penggunaan
Dalam keadaan akut :
- Asma serangan akut
- PPOK eksaserbasi
- Gagal jantung dengan hiperaktifitas bronkus
Pada penatalaksanaan jangka panjang :
- Asma persisten sedang sampai berat
- PPOK stabil
- Bronkiektasis
- Fibrosis kistik
- Pencegahan infeksi Pneumocystis carinii
Bentuk obat dan alat bantu
Pemilihan bentuk obat dan alat bantu (MDI, DPI atau nebuliser)
harus disesuaikan dengan kemampuan koordinasi gerakan
pasien. Penggunaan di ruang gawat darurat lebih mudah
dengan nebuliser. Dalam penggunaan jangka panjang bentuk
MDI atau DPI lebih mudah. Nebuliser jet dapat digunakan untuk
suspensi maupun solutio. Nebuliser ultrasound hanya dapat
digunakan untuk solutio.
392
T I N J A UA N PUST A K A
Pemberian dapat membantu melepaskan sputum yang mukoid.
Penambahan antikolinergik dapat meningkatkan efek bronkodilatasi. Kortikosteroid atau antibiotik inhalasi tidak berfungsi
dalam kondisi seperti ini. Pemilihan alat bantu inhalasi sangat
penting, bila kesadaran masih baik pemilihan bentuk mouthpiece akan memberikan efek yang lebih maksimal, bila kesadaran
menurun dapat digunakan masker oro-nasal.
Ruang ICU
Di sini biasanya pasien dalam mesin bantu napas. Pasien dengan
sputum produktif dan mukoid dapat diberi inhalasi mukolitik,
sebaiknya ditambahkan bronkodilator untuk mencegah bronkospasme. Dosis bronkodilator lebih kecil dari dosis untuk bronkodilatasi. Penggunaan steroid inhalasi diberikan untuk menunjang
steroid sistemik pada kasus inflamasi saluran napas cukup nyata
dan memerlukan terapi steroid jangka panjang, misalnya pada
serangan asma berat atau PPOK eksaserbasi akut yang mempunyai
respons positif dengan kortikosteroid.
Antibiotik inhalasi hanya bermanfaat bila infeksi mukosa bronkus
dapat terbukti, ( biasanya pada penggunaan mesin bantu napas
yang sudah beberapa waktu). Penggunaan antibiotik untuk
pencegahan/prevensi infeksi tidak direkomendasi karena dapat
menyebabkan resistensi kuman. Inhalasi pulmonary vasodilator
jangka pendek, misalnya prostacycline atau nitric oxide dapat
menurunkan hipertensi pulmoner dan meningkatkan oksigenasi pada ARDS. Pemilihan alat nebuliser disesuaikan dengan
tipe mesin bantu napas yang digunakan, tidak setiap tipe mesin
bantu napas dapat digunakan untuk terapi inhalasi, bila dimodifikasi harus tetap diperhatikan mekanisme inhalasi yang terjadi,
apakah dapat berefek maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
1. ERS Workshop Medical Aerosol. Budapest 2005
2. ERS guideline on the use of nebulizer. Eur Respir J 2001;18:228-242
3. Device Selection and Outcome of Aerosol Therapy: Evidence Based
Guidelines: American College of Chest Physicians/American College of
Asthma, Allergy and Immunology. Chest 2005; 127;335-371
Ruang rawat
Di ruang rawat penggunaan terapi inhalasi berdasarkan berbagai tujuan baik sebagai alat bantu diagnostik ataupun terapi.
Diagnostik inhalasi dengan NaCl pekat dilakukan untuk induksi
sputum sebagai salah satu cara pengumpulaan sputum untuk
bahan pemeriksaan. Uji bronkodilator dilakukan untuk melihat
kecukupan dosis bronkodilator. Pada umumnya terapi inhalasi
di ruang rawat banyak dimanfaatkan untuk obstruksi saluran
napas, bronkokonstriksi cepat teratasi dengan pemberian inhalasi
yang adekuat, dosis maupun kekerapan pemberian.
PEMILIHAN OBAT
Obat yang digunakan dalan terapi inhalasi nebuliser berbentuk
solutio, suspensi atau obat khusus yang memang dibuat untuk
terapi inhalasi, seperti bronkodilator atau kortikosteroid.
Kombinasi obat dalam terapi inhalasi sebaiknya dilakukan
secara rasional.
393