Rancang Bangun Otomatisasi Irigasi: (Desain Pintu Air Dan Simulasi Sistem Kendali Level Muka Air Sawah)
Rancang Bangun Otomatisasi Irigasi: (Desain Pintu Air Dan Simulasi Sistem Kendali Level Muka Air Sawah)
Rancang Bangun Otomatisasi Irigasi: (Desain Pintu Air Dan Simulasi Sistem Kendali Level Muka Air Sawah)
AHMAD TUSI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Rancang Bangun Otomatisasi Irigasi –
Desain Pintu Air dan Simulasi Sistem Kendali Level Muka Air Sawah” adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Ahmad Tusi
NRP. F152080011
i
ABSTRACT
d c h + k .w
1 0
irrigation was conducted with a water balance model approach on SRI paddy field
and fuzzy logic controller. The model inputs consist of climatic data and
discharge capacity. The model is formulated to simulate various processes such
as evapotranspiration, percolation, surface run off, depth of irrigation water and
drainage to be applied on a daily. It is also simulates an automated daily ponding
depth in the field used simple fuzzy logic control. The model could simulate the
actual daily ponding depth of paddy with alternating shallow inundation (±2 cm)
pretty well by treating a number and discharge capacity of actuator (solenoid
valve) and set up a paddy levee height. Average performance index with Root
Mean Square Error is about 8,41 in drought and rainy seasons, with value of f1
and f2 were 0,85 and 1,00.
ii
RINGKASAN
AHMAD TUSI. Rancang Bangun Otomatisasi Irigasi (Desain Pintu Air dan
Simulasi Sistem Kendali Level Muka Air Sawah). Dibimbing oleh BUDI I.
SETIAWAN, SATYANTO K. SAPTOMO, dan MOCHAMMAD AMRON.
iii
warna, cobalt, dan katalis. Ukuran sampel yang dibuat dengan dua ketebalan
yang berbeda yaitu tebal 12 mm (FG12) dan 30 mm (FG30), dengan ukuran 65
cm x 15 cm (panjang x lebar). Pengujian dilakukan dengan standar JIS dengan
ulangan sebanyak dua kali.
Simulasi pengontrolan muka air pada kondisi macak-macak antara 0 – 5
mm dilakukan secara otomatis menggunakan bidang polar sistem kendali fuzzy
sederhana untuk keperluan irigasi dan drainase melalui pendekatan konsep neraca
air dengan parameter masukan berupa curah hujan, evapotranspirasi, perkolasi
(dibuat tetap selama masa pertumbuhan), dan tinggi genangan air di saluran kecil
yang terdapat di sawah. Simulasi hanya dilakukan selama masa pertumbuhan
tanaman (tanpa kegiatan pengolahan tanah dan pelumpuran) dengan interval
waktu 24 jam atau 1 hari.
Berdasarkan hasil uji kuat lentur untuk sampel beton serat menunjukkan
bahwa peningkatan dosis serat berbentuk potongan kecil (18 mm) ke dalam
campuran beton untuk perlakuan FC1, FC2, dan FC3 dapat menurunkan kuat
lentur seiring dengan bertambahnya kandungan dosis serat jika dibandingkan
dengan sampel kontrol (NC). Sedangkan untuk perlakuan penambahan serat gelas
dalam bentuk lembaran (tidak dipotong-potong) memiliki pengaruh yang cukup
signifikan mampu meningkatkan kuat lentur dari beton serat tesebut, baik untuk
perlakuan FCB dan FCM, dengan peningkatan kekuatan sebesar 82,1% dan
25,6% dari sampel kontrol. Dimana kuat lentur untuk FCM dan FCB sebesar 49
dan 72 kg/cm2. Selain itu, berat sampel pada FCB dan FCM lebih rendah
dibandingkan dengan yang lain. Berdasarkan hasil ini, maka perlakuan FCB
merupakan hasil yang terbaik dan ini akan digunakan dalam pembuatan pintu air
modifikasi dengan dimensi 56 cm x 75 cm x 3 cm.
Sampel pintu fiberglass FG30 memiliki nilai kuat lentur yang lebih tinggi
dibandingkan dengan FG12, dimana apabila depleksi maksimum yang diijinkan
10 mm, maka kekuatan lentur maksimum yang mampu ditahan oleh FG12 dan FG
30 adalah 206 dan 299 kg/cm2. Kekuatan lentur yang dihasilkan sampel fiberglass
lebih besar dibandingkan sampel beton serat FCB (72 kg/cm2). Hubungan grafik
kuat lentur dan depleksi pada FG12 dan FG30 akan berpotongan pada kuat lentur
sekitar 100 kg/cm2 dengan lendutan lebih dari 4 mm. Sampel pintu 12 mm akan
digunakan untuk pembuatan pintu fiberglass dengan lebar pintu 58 cm.
Kalibrasi dan uji hidrolika pada pintu air fiberglass hasil rancangan dengan
tambahan tonjolan berbentuk ½ lingkaran dengan radius 10 cm pada bagian
bawah pintu terbukti mampu meningkatkan koefisien pengaliran (Cd) dan
koefisien kontraksi (Cc) hampir mendekati nilai 1. hal ini akan berdampak pada
tingkat akurasi penghitungan debit aliran semakin tinggi. Nilai Cd untuk pintu ini
k
dapat ditentukan dengan persamaan C = C . h1 − w ; dengan nilai Cc = 0,951, k0
1
d c h + k .w
1 0
= 15, dan k1 = 0,062. Jadi pintu hasil rancangan ini mampu mengatur dan
mengukur aliran air. Ini amat membantu dalam kegiatan operasional pintu dan
otomatisasi irigasi.
Simulasi pengendalian muka air sawah dilakukan pada dua musim yang
berbeda, yaitu hujan dan kemarau dengan menggunakan Ms. Excel dengan
fasilitas Visual Basic Application. Dari simulasi pada kedua musim tersebut,
sistem pengendalian ini memiliki setting parameter sistem yang optimum (yang
dilakukan menggunakan fasilitas SOLVER dalam Ms. Excel) : rata-rata nilai f1
iv
dan f2 adalah 0,85 dan 1,00 dengan nilai indeks performansi (IP) rata-rata sebesar
8,41. Selain itu, jumlah solenoid valve dan kapasitas keluaran pipa (diameter
pipa) mempengaruhi nilai IP. Kapasitas solenoid valve yang digunakan dalam
sistem ini sebesar 0,70 l/det/ha (6,08 mm/hari) sebanyak dua buah, baik untuk
irigasi dan drainase.
Kondisi level muka air dapat dipertahankan mendekati level 0 – 5 mm
akan tetapi sistem kendali mengalami gangguan yang cukup besar dalam
pengendalian muka air pada saat hujan. Tetapi hal tersebut dapat ditangani
dengan baik dengan adanya tanggul limpasam dengan tinggi 20 mm. Sehingga
kelebihan air dapat dibuang menjadi surface run off. Hal ini terbukti dengan
tingginya surface run off yang terjadi pada saat musim hujan, yaitu sebesar 964,32
mm atau 43,93% dari total air yang diberikan (hujan dan irigasi). Pemilihan
kapasitas debit dan jumlah solenoid valve (aktuator jenis lainnya) yang tepat
menjadi hal paling penting dalam sistem ini. Selain itu, faktor biaya juga menjadi
faktor pembatas yang perlu dipertimbangkan selain faktor teknis tadi.
Secara umum dapat dilihat bahwa sistem kendali fuzzy sederhana ini dapat
digunakan untuk pengendalian muka air pada lahan pertanian SRI. Akan tetapi
kondisi lapang dan kemampuan sistem kendali akan membatasi kinerja sistem
irigasi otomatis ini. Output dari kendali ini dapat juga dilakukan dengan
menggunakan pintu air GFRP hasil rancangan dengan beberapa level bukaan
pintu.
Kata kunci : pintu air, koefisien pengaliran, fiberglass, beton serat, kontrol fuzzy.
v
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
vi
RANCANG BANGUN OTOMATISASI IRIGASI
(Desain Pintu Air dan Simulasi Sistem Kendali
Level Muka Air Sawah)
AHMAD TUSI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
vii
Penguji Luar Komisi : Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS.
viii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Rancang Bangun Otomatisasi Irigasi
(Desain Pintu Air dan Simulasi Sistem Kendali Level
Muka Air Sawah)
Nama : Ahmad Tusi
NRP : F152080011
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Satyanto K. Saptomo, STP., MSi. Dr. Ir. Mochammad Amron, MSc.
Anggota Anggota
Diketahui,
Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
ix
To:
- My beloved family; my beautiful wife, Erika Kartini, and my
daughters Ara and Aisyah for their love and support -
- In memory of my mother, Mundiroh. -
- People who always encourage me -
x
UCAPAN TERIMA KASIH
Karya ilmiah ini telah selesai ditulis. Segenap pujian hanya milik Allah
dari awal hingga akhir. Allah-lah yang telah menyempurnakan segala kebaikan
dengan kenikmatan yang Dia anugerahkan kepada kita.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
a) Komisi Pembimbing Tesis, Prof. Dr. Budi I. Setiawan, MAgr (Ketua), Dr.
Satyanto K. Saptomo, MSi (anggota) dan Dr. Mochammad Amron, MSc
(anggota) atas bimbingan, saran dan arahan selama dalam proses penelitian
dan penyusunan tesis ini.
b) Penguji Luar Komisi, Prof. Dr. Asep Sapei, MS yang telah berkenan untuk
menguji dan memberikan saran dalam penelitian ini.
c) Koordinator Mayor Teknik Sipil dan Lingkungan, Dr. Nora H. Pandjaitan,
DEA, atas segala nasehat, perhatian dan dukungannya selama saya study S2 di
Teknik Sipil dan Lingkungan, IPB.
d) Kepala Puslitbang SDA, Dr. Arie Setiadi Moerwanto, MSc atas dukungan,
saran dan kritiknya dalam penelitian ini. Salah satu hal yang terus saya ingat
sampai sekarang adalah pertahankan konsep desain pintu air yang sederhana
bagi petani....”Keep it Simple”
e) Kepala Balai Irigasi, Ir. Lolly M. Martief, MT, atas segala dukungan baik
moril dan materil selama penelitian ini.
f) Pak Hanhan, Pak Bejo, Pak Muqorrobin, Pak Bambang, Dadan, dan seluruh
staf Balai Irigasi, Bekasi atas kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian ini.
g) Teman-teman SIL 2008 (angkatan I), Mba Dona, Titin, Suci, Taufik atas
kerjasama, bantuan dan persahabatan yang telah terbangun selama ini.
Semoga kita tetap ..”keep in touch...kawan”
h) Teman-teman Wisma Wageningen, Kang Mulyawatullah, Pak Gardjito, Ibu
Meiske, Ibu Poppy, Pak Yanto, dan yang lainnya.. terima kasih atas
dukungan, saran dan kritiknya dalam penelitian saya.
i) Untuk istriku tercinta, Erika Kartini, dan anak-anaku tersayang, bulanku,Ara
Athifa M, dan bintangku, Aisyah N. Sakhi untuk semua kasih sayang yang
diberikan dan menemani papa baik suka maupun duka.
j) Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah dan Ibu tercinta serta
seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
xi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2009 sampai dengan Juni
2010 ini adalah irigasi, dengan judul “Rancang Bangun Otomatisasi Irigasi”.
Karya ilmiah ini berisi tentang desain pintu air irigasi dan simulasi sistem kendali
level muka air sawah.
Alasan utama pemilihan topik penelitian mengenai irigasi adalah karena
ini merupakan concern bidang ilmu yang saya geluti dan kembangkan, selain itu
banyaknya permasalahan yang muncul di lapangan, terutama mengenai kondisi
pintu air yang ada di Indonesia. Secara umum, desain irigasi pemukaan
berdasarkan kriteria fisik (hidrolika, agronomi, dan engineering). Namun ketika
kita bandingkan dengan kondisi real di lapangan, kondisi performansi pintu jauh
dari harapan karena kondisinya yang rusak, hilang, pembagian air yang tidak
tepat, dll. Lalu muncul pertanyaan : “Would it be possible to design irrigation
water gate taking into account human aspect? If so, what would be the
repercussions on the type of technology?”
Operasional pintu air di Daerah Irigasi Cimanuk, Garut (dan kemungkin
juga di daerah irigasi lain) mengalami keterbatasan juru pengairan. Tentunya hal
ini akan berdampak pada tingkat kelelahan yang tinggi pada juru pengairan dalam
menangani pembagian air irigasi dan akhirnya adalah performansi pengaliran air
menurun. Maka muncullah pertanyaan : “Are these complicated technology and
operational procedures realistic and really necessary? Would it be possible to
achieve better performance by simplifying the technology and the operational
procedures?”
Dalam karya ilmiah telah dicoba menjawab pertanyaan tersebut melalui
desain pintu air dan simulasi sistem kendali otomatis level muka air sawah. Tak
ada gading yang tak retak, karya ilmiah ini masih banyak kekurangan, jadi saran
dan kritik sangat diharapkan demi pengembangan penelitian ini ke depan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi
dalam pengembangan irigasi di Indonesia.
Ahmad Tusi
xii
RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xix
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3
1.3. Batasan Penelitian ............................................................................................ 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
2.1. Sistem Irigasi Padi SRI .................................................................................... 4
2.2. Pintu Air ........................................................................................................... 6
2.3. Kontrol Fuzzy ................................................................................................. 10
2.4. Material Komposit ......................................................................................... 10
III. PENDEKATAN DESAIN .............................................................................. 13
3.1. Rancangan Fungsional Pintu Air ................................................................... 14
3.2. Rancangan Struktural Pintu Air ..................................................................... 15
IV. METODE PENELITIAN ............................................................................... 21
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 21
4.2. Bahan dan Alat ............................................................................................... 21
4.3. Tahapan Penelitian ......................................................................................... 21
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 32
5.1. Rekayasa Material Pintu Air Beton Serat ...................................................... 32
5.2. Rancang Bangun Pintu Air Fiberglass ........................................................... 35
5.3. Analisa Biaya Pembuatan Daun Pintu ........................................................... 39
5.4. Kalibrasi Pintu Air Rancangan....................................................................... 41
5.5. Pengedalian Muka Air dengan Sistem Kendali Fuzzy ................................... 45
5.6. Peluang dan Tantangan Otomatisasi Irigasi ................................................... 52
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 55
6.1. Kesimpulan .................................................................................................... 55
xiv
6.2. Saran............................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 57
LAMPIRAN .......................................................................................................... 60
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Sifat-sifat Mekanik Bahan Dasar Fibreglasss ................................................... 12
2. Perlakuan Pengujian Bending untuk Beton Serat ............................................. 23
3. Perlakuan Pengujian Bending Fiberglass .......................................................... 23
4. Kuat Lentur dan Depleksi Fiberglass ................................................................ 37
5. Biaya Pembuatan Daun Pintu Beton Serat (GFRC).......................................... 40
6. Biaya Pembuatan Daun Pintu Fiberglass (GFRP) ............................................ 40
7. Kalibrasi Pintu Air GFRP Bentang 50 cm ........................................................ 42
8. Indeks Performansi Masing-masing Metode .................................................... 43
9. Nilai Parameter yang Optimum ........................................................................ 45
10. Neraca Air Selama Pengendalian dengan Logika Fuzzy................................. 48
11. Hubungan Q, Um, dan IP. ............................................................................... 51
12. Simulasi Perhitungan Debit Aliran dari Pintu GFRP ..................................... 54
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kondisi aliran bebas (free flow) dan tenggelam (submerged flow).................... 6
2. Gaya Hidrostatik Pada Bidang Datar Tegak ....................................................... 9
3. Skema Sistem Kendali Fuzzy ............................................................................ 10
4. Jenis Fiberglass Reinforcement untuk Plastik................................................... 12
5. Skema Sistem Kontrol Irigasi di Sawah ........................................................... 13
6. Pintu Air Beton Serat ........................................................................................ 16
7. Motor dan Mekanik ........................................................................................... 17
8. Pintu Air Fiberglass .......................................................................................... 19
9. Model Struktur yang Digunakan dalam Eksperimen ........................................ 24
10 . Model Neraca Air Padi Sawah ....................................................................... 26
11. Kc Tanaman Padi SRI Field Trial MT I 2008 ................................................ 26
12. Tanggul Limpasan di Sawah ........................................................................... 26
13. Pembuatan Sawah Baru dengan Lapisan Basin Plastic................................... 27
14. Kondisi Level Muka Air ................................................................................. 28
15. Bidang Polar Sistem Kendali Fuzzy Sederhana .............................................. 28
16. Fungsi Keanggotaan (a) Sudut Fasa, (b) Magnitudo ...................................... 29
17. Bagan Alir Pemrograman Pengendalian Level Muka Air ............................. 31
18. Hasil Uji Kuat Lentur Beton Serat .................................................................. 32
19. Kondisi Sampel Setelah Pengujian Lentur...................................................... 33
20. Pintu Air GFRC .............................................................................................. 34
21. Sistem Pengangkatan Pintu ............................................................................. 35
22. Proses Pembuatan Sampel Pengujian ............................................................. 36
23. Pengujian Bending dengan Universal Testing Machine ................................. 36
24. Kondisi Sampel Fiberglass Selama Pengujian ................................................ 38
25. Pemasangan Pintu GFRP di DI Cimanuk, Garut ............................................ 39
26. Grafik Hubungan (h1/w) dengan Cd ................................................................ 43
xvii
27. Evapotranspirasi pada Musim Hujan dan Kemarau di Bekasi ........................ 46
28. Run Off pada MH selama musim tanam ......................................................... 46
29. Kondisi Muka Air Hasil Pengendalian dengan Um=2 buah ........................... 48
30. Nilai Um Diperbesar dan QSolenoid valve Diperkecil ............................................ 49
31. Pengendalian Level Muka Air tanpa Solenoid valve Drainase ....................... 50
32. Spesifikasi Pintu Air Glass Fiber Reinforced Plastic (GFRP) ........................ 53
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Rancangan Pintu Air dari Bahan Fiberglass ..................................................... 61
2. Rancangan Pintu Air dari Bahan Beton Serat ................................................... 63
3. Perhitungan Modulus Elastisitas Fiberglass ..................................................... 65
4. Analisa Gaya pada Pintu Air ............................................................................. 67
5. Perhitungan Tebal Pintu .................................................................................... 69
6. Perhitungan Slab Beton Pintu Beton Serat ....................................................... 71
7. Proses Pembuatan Pintu Air GFRP ................................................................... 73
8. Proses Pembuatan Beton Serat .......................................................................... 74
9. Tampilan Program Simulasi Kendali Muka Air Sawah.................................... 75
xix
I. PENDAHULUAN
System of Rice Intensification (SRI) dewasa ini telah dikenal sebagai teknik
budidaya padi hemat air dan memberikan hasil yang lebih baik dari pada cara
budidaya konvensional. Pola pemberian air di sawah SRI dilakukan secara
intermittent dan disesuaikan dengan umur tanaman. Air akan berfungsi selain
untuk memenuhi kebutuhan tumbuh tanaman, juga untuk mencegah tumbuhnya
gulma yang akan mengganggu pertumbuhan bibit padi.
Penerapan irigasi intermittent pada teknik budidaya padi SRI membutuhkan
pengaturan air yang akurat agar kadar air tanah tetap terjaga sesuai dengan
kebutuhan tanaman. Pada budidaya padi SRI umumnya petani akan lebih
intensif berada di areal persawahan untuk melakukan kegiatan budidaya (seperti
pemupukan, penyianyan, dll) dan tinggi muka air di lahan diatur supaya dalam
kondisi macak-macak (0 – 5 mm). Hal ini dapat dilakukan petani dengan baik
pada ukuran petakan yang kecil. Bagaimana bila penerapan teknik budidaya padi
SRI dilakukan dalam skala besar, misalnya satu daerah irigasi (DI)? Tentu ini
merupakan hal yang tidak mudah untuk mengatur pemberian air ke seluruh
petakan lahan. Kondisi ini makin bertambah berat dengan minimnya juru
pengairan. Jadi ini akan menjadi beban tambahan apabila dilakukan secara
manual (konvensional), mengingat pola kesetimbangan air yang sulit
diperkirakan. Oleh sebab itu implementasi sistem kendali perlu dilakukan dalam
pengaturan muka air di lahan padi sawah.
Pengembangan model neraca air untuk padi sawah dengan praktek irigasi
secara intermittent telah dikembangkan oleh Khepar et al., (2000) untuk keperluan
memprediksi komponen neraca air yang ada di suatu lahan. Sedangkan untuk
sistem kendali untuk pengaturan muka air telah secara intensif dikembangkan oleh
Iskandar et al., (1999), Setiawan et al., (2001), Setiawan et al., (2002) , Saptomo
et al., (2004), dan Arif et al., (2009) untuk mengatur muka air di lahan basah
dengan mengendalikan air di saluran yang membatasi lahan. Sistem kendali muka
1
air secara otomatis menjaga permukaan air di lahan pada level tertentu yang aman
bagi tumbuhan dan cukup bagi lahan untuk terhindar dari kekeringan berlebihan
dan deformasi. Sistem ini pada dasarnya dapat diterapkan untuk berbagai kasus
pengendalian muka air, seperti pengaturan air dalam teknik padi dengan pola SRI.
Pengendalian level muka air di lahan padi SRI tentu akan menjadi lebih kompleks
dalam sistem neraca air di sawah, akibat adanya pengaruh hujan,
evapotransipirasi, run off, perkolasi. Oleh karena itu, diperlukan sebuah sistem
kendali muka air sawah yang memasukkan beberapa parameter di tersebut.
Namun, pengaturan pemberian air irigasi harus juga memperhatikan
kondisi eksisting yang ada di lapangan. Pemberian air pada lahan irigasi teknis
yang ada di Indonesia, hampir seluruh areal menggunakan sistem irigasi
permukaan (secara gravitasi) dan pengendalian pemberian air dilakukan
menggunakan pintu air irigasi dan saluran pembuang (drainase). Untuk dapat
menghasilkan pengaturan air secara baik tentunya memerlukan kondisi pintu air
dalam kondisi yang baik. Namun, kondisi pintu air yang ada saat ini (sebagian
besar terbuat dari bahan besi) mengalami kerusakan akibat proses korosi dan
pencurian. Berdasarkan hasil pemantauan lapang di DI. Cimanuk1, Garut; dimana
hampir 60% kondisi pintu air rusak akibat korosi dan dicuri, dan kasus ini
dijumpai juga hampir di sebagian besar DI di Indonesia seperti yang diberitakan
dalam berbagai media cetak dan elektronik (www.wawasandigital.com,
23/07/2009; www.kompas.com, 08/02/2009; www.newspaper.pikiran-rakyat.com,
22/6/2009).
Kondisi pintu yang rusak dan hilang pada bangunan bagi/sadap telah
menimbulkan dampak yang cukup serius dalam hal alokasi pembagian air dan
menurunnya kinerja delivery performance ratio (DPR)2 pada setiap bangunan
bagi. Hal ini merupakan kondisi yang tidak baik untuk kegiatan usaha tani.
Selain itu, ini akan mempersulit upaya otomatisasi irigasi di lahan irigasi teknis
karena kondisi pintu air yang rusak dan tidak berfungsi dengan baik
Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dilakukan pengendalian muka air
(genangan) di lahan padi sawah secara otomatis, dan untuk menunjang otomatisasi
1
Hasil pengamatan di lapangan pada bulan Juli 2009
2
Hasil pengamatan lapang bulan Juli 2009 dengan perhitungan DPR mengacu pada Bos (2005),
menunjukkan sebanyak 45,8% pemberian irigasi berlebihan, 33,3% kurang, dan sisanya sesuai dengan
debit rencana.
2
tersebut diperlukan prasarana pintu air irigasi yang mampu menyediakan total
kebutuhan air irigasi yang diperlukan di saluran irigasi. Untuk memperoleh
ketepatan dalam pemberian air, maka diperlukan pintu air yang mampu mengatur
dan mengukur (regulator and measurement) serta otomatisasi irigasi. Dalam
penelitian ini akan dirancang pintu air irigasi dari bahan alternatif selain besi,
yaitu menggunakan bahan komposit sepeti beton serat dan fiberglass.
Tujuan penelitian ini adalah a) merancang pintu air dari beton serat dan
fiberglass; b) membangun persamaan kalibrasi pintu air irigasi (antara tinggi
bukaan pintu, water level, dan debit air); c) menyusun simulasi sistem kendali
level muka air otomatis pada tanaman Padi SRI.
Penelitian ini akan melakukan rancang bangun pintu irigasi mulai dari
pemilihan bahan material, pembuatan, pengujian di laboratorium dan lokasi
penelitian di Bekasi serta simulasi sistem otomatisasi level muka air pada sawah
menggunakan kontrol fuzzy.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
4
Q(t) = Jumlah air irigasi (+) atau drainase (-) yang pada hari ke-t (mm)
ET(t) = Evapotranspirasi tanaman (mm)
P(t) = jumlah air yang hilang melalui perkolasi (mm)
RO(t) = aliran permukaan yang terjadi di lahan sawah, jika ada (mm)
t = perioda waktu
2.1.2. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi terdiri dari dua proses, yaitu proses menguapnya air dari
tanah (evaporasi) dan proses menguapnya air dari tajuk tanaman (transpirasi).
Karena sulit untuk dibedakan, proses evaporasi (E) dan transpirasi (T) dirumuskan
sebagai satu kesatuan sebagai evapotranspirasi (ETc). Menurut Allen et.al. (1998)
kebutuhan air tanaman dirumuskan dalam bentuk :
5
2.2. Pintu Air
Pintu air (gate, sluice) merupakan sebuah bangunan struktur hidrolik yang
biasa dibangun memotong tanggul saluran/sungai yang berfungsi sebagai pengatur
aliran air untuk irigasi dan drainase, penyadap dan pengaturan lalu lintas air
(Sosrodarsono dan Tominaga, 1984). Namun begitu, pintu air dapat digunakan
dengan baik untuk keperluan pengukuran debit.
Pintu air yang umum digunakan di Indonesia adalah jenis pintu sorong
dengan sistem mekanik ke atas (vertical lift) dengan tipe gate dan sluice. Jenis ini
umumnya digunakan untuk mengatur muka air dan laju aliran di saluran.
Mekanisme pengangkatan pintu yang naik dan turun menjadikannya lebih simpel
(mudah) untuk dioperasikan bagi seorang juru pengairan secara manual, dengan
sistem mekanik (worm gear atau rack and pinion drive) atau secara elektrik
(otomatis).
Gambar 1. Kondisi aliran bebas (free flow) dan tenggelam (submerged flow)
Dalam penelitian ini tidak akan dilakukan kajian tentang penentuan jenis
aliran ini secara mendalam, tetapi cukup menggunakan beberapa formula atau
6
teori yang telah dikembangkan sebelumnya, seperti formula yang dikembangkan
oleh Swamee (1992) seperti berikut :
0.72
h
Free flow : h1 ≥ 0.81 h3 3 /4/
l
0.72
h
Submerged flow : h3 < h1 < 0.81 h3 3 /5/
l
dimana, h1 : tinggi muka air di hulu pintu, h3 : tinggi muka air di hilir pintu, dan l :
bukaan pintu.
Q = C d . w . b . 2 . g . h1 /6/
nilai Cc akan bervariasi tergantung dari besaran bukaan pintu, bentuk daun pintu
yang digunakan, kedalaman aliran air di hulu dan jenis aliran (Lin et al., 2002).
Rajaratnam dan Subramanya (1967) menyatakan bahwa untuk aliran free
flow, penentuan debit aliran bawah pada pintu sorong ditetapkan dengan
persamaan berikut :
7
Q = Cd w b 2 g ( h1 − C c w) /8/
8
bekerja pada benda tersebut, dipengaruhi oleh bentuk permukaan benda. Gaya
hidrostatik pada bidang datar tegak (Gambar 2), dapat ditentukan sebagai berikut
1
F= ρ g h2 B /10/
2
2
at = h /11/
3
dimana, F : gaya hidrostatik, at : titik tangkap gaya hidrostatik diukur dari
permukaan air, h : kedalaman air, dan B : lebar bidang yang ditinjau tegak lurus
bidang Gambar.
z=0
at
h
F
z=-h
p= ?.g.h B
p = ρ.g.h
dimana, F : gaya angkat yang diperlukan (N), f : koefisien gesekan (0.6 pada saat
akan diangkat, dan 0.3 pada saat pintu sedang diangkat/berjalan), T : luas
pembebanan/segitiga (kg/det2), bc : lebar pintu (m), W : berat pintu (N), ρ : berat
jenis air (1000 kg/m3), h1 : tinggi muka air (m), dan L : lebar weir (jika memiliki
ambang lebar pada pintu tersebut)
9
2.3. Kontrol Fuzzy
Pembuatan kontrol dengan logika fuzzy secara ringkas adalah menghitung
error dan beda error, fuzifikasi, menentukan aturan kontrol (matrik keputusan) dan
menghitung nilai maksimum, dan defuzikasi (Gambar 3). Besaran yang
berpengaruh pada sistem kontrol fuzzy adalah error (Er) yang merupakan selisih
antara set point dengan kondisi aktual, dan beda error (dEr) yang merupakan
selisih antara error dengan error sebelumnya. Pada sistem kontol logika fuzzy
diharapkan bahwa keluaran tidak memiliki lewatan (overshot) dan waktu yang
seminimal mungkin untuk mencapai set point.
10
2.4.1. Beton Serat (fiber-concrete)
Beton serat atau fibre concrete adalah bahan komposit yang terdiri dari
beton biasa dan bahan lain yang berupa serat. Serat pada umumnya berupa
batang-batang dengan diameter antara 5 dan 500 µm, dan panjang sekitar 25 – 100
mm. Bahan serat dapat berupa : serat asbestos, serat tumbuh-tumbuhan (rami,
ijuk, bambu), serat plastik (polypropylene), atau potongan kawat baja. Maksud
utama penambahan serat ke dalam beton adalah untuk :
- Menambah kuat tarik, karena beton merupakan bahan yang memiliki kuat
tarik yang rendah
- Menambah daktilitas, karena beton merupakan bahan yang getas, dan
- Menambah ketahanan terhadap retak.
2.4.2. Fibreglass
Fiberglass adalah bahan paduan atau campuran beberapa bahan kimia
(bahan komposit) yang bereaksi dan mengeras dalam waktu tertentu. Bahan ini
mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan bahan lainya (seperti logam),
diantaranya: ringan; mudah dibentuk; memiliki kekuatan yang tinggi (tergantung
rasio beratnya); memiliki stabilitas dimensi yang baik; tahan terhadap panas,
dingin, lembab, dan korosi; sebagai bahan insulasi listrik yang baik; dan murah
(Smith dan Jayad, 2006). Pada Tabel 1 disajikan beberapa sifat-sifat bahan serat
untuk sebagai bahan campuran untuk pembuatan fibreglass /reinforced fibreglass
plastic (Smith dan Jayad, 2006).
11
Tabel 1. Sifat-sifat Mekanik Bahan Dasar Fibreglasss
Glass Carbon Aramid
Sifat Mekanik Bahan
(E) (HT) (Kevlar 49)
Tensile strength, ksi (Mpa) 450 (3.100) 500 (3.450) 525 (3.600)
Tensile Modulus, Msi (Gpa) 11,00 (76) 33 (228) 19 (131)
Elongation at break (%) 4,50 1,6 2,80
Density (g/cm3) 2,54 1,8 1,44
Untuk membentuk menjadi sebuah fiberglass atau glass fiber reinforced plastic
memerlukan liquid, yaitu plastiknya (matrix). Jenisnya ada banyak, namun yang
umum dipakai adalah polyester dan epoxy resin.
12
III. PENDEKATAN DESAIN
13
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menyediakan air irigasi
dengan jumlah dan waktu pemberian yang tepat dan fleksibel sesuai dengan
kebutuhan pada suatu areal lahan yang dilayani pada sebuah bangunan sadap/bagi.
Hal ini dapat diterjemahkan sebagai bagaimana mengatur kondisi level muka air
pada saluran agar mampu diambil/disadap oleh pipa klep pada areal sawah. Salah
satu perangkat dalam sistem ini adalah pintu air, yang berfungsi sebagai pengatur
air yang akan masuk ke dalam saluran dan kemudian disadap oleh pipa klep yang
menuju ke lahan. Oleh karena itu diperlukan sebuah pintu air yang dapat
mengatur sekaligus mengukur, sehingga langkah menuju otomatisasi dapat
berjalan dengan baik.
Dalam penelitian ini fokus pada bagian perangkat komponen pintu air
untuk kebutuhan otomatisasi tersebut dengan menggunakan material dari bahan
komposit (fiberglass dan beton serat), mengingat banyaknya pintu air yang rusak
dan hilang. Selain itu, penelitian ini juga membuat simulasi program sistem
kendali muka air sawah untuk penentuan kapan (waktu) dan jumlah air
irigasi/drainase yang harus dilakukan. Sehingga total kebutuhan volume air yang
harus disediakan pada bangunan bagi/sadap bisa dapat diprediksi dan besar
kapasitas debit pipa klep (solenoid valve) yang harus digunakan pada suatu lahan
dapat kita tentukan dengan baik.
Secara fungsional pintu air yang dibuat menggunakan dua jenis bahan yang
berbeda, yaitu beton serat dan fiberglass, memiliki fungsi mengatur dan mengukur
aliran air. Sistem pengangkatan pintu air dari bahan fiberglass digerakkan secara
manual (tetapi dapat juga digerakkan secara mekanik), sedangkan pintu beton
serat digerakkan menggunakan sistem mekanik.
Berikut ini adalah komponen penyusun pintu air beton serat :
a) Daun pintu, berfungsi sebagai komponen utama untuk penahan gaya-gaya
dari tekanan air dan sedimen (bila ada) yang terjadi pada saluran.
b) Poros pintu (stem atau screw jack), berfungsi sebagai penghubung antara
daun pintu dengan unit sistem mekanik.
14
c) Sistem mekanik, berfungsi sebagai penggerak pintu, yang terdiri dari lifting
nut, worm gear, drive shaft.
d) Unit penggerak sistem mekanik, befungsi untuk menggerakkan sistem
mekanik, yang dilakukan dengan motor atau secara manual (dengan
tangan). Pintu air yang dibuat bersifat knock down, sehingga
memungkinkan untuk digerakkan dengan motor dan manual.
e) Rangka pintu, berfungsi untuk penahan pintu dan sistem mekanik.
f) Penutup sistem mekanik (Cover), berfungsi untuk mengamankan sistem
mekanik dan perlengkapan lainnya dari kondisi lingkungan dan pencuri.
Pintu air fiberglass memiliki beberapa komponen berupa :
a) Daun pintu, berfungsi sebagai komponen utama untuk penahan gaya-gaya
dari tekanan air dan sedimen (bila ada) yang terjadi pada saluran.
b) Handle/pegangan, berfungsi untuk pegangan dalam kegiatan operasional
pintu, seperti menaikkan dan menurunkan pintu air.
c) Tonjolan pintu, berfungsi untuk meningkatkan koefisien kontraksi dan
pengaliran yang terjadi di bawah pintu air (undershot).
Rancangan struktural pintu air yang dirancang adalah jenis pintu sorong
dengan aliran bawah (undershot), karena sebagian besar pintu air yang ada di DI
Indonesia menggunakan jenis pintu ini.
15
Gambar 6. Pintu Air Beton Serat
a) Daun Pintu
Daun pintu ini dibuat menggunakan bahan beton serat dengan komposisi
bahan terdiri dari pasir “bangka-belitung”, semen, air, dan serat gelas jenis woven
roving. Dimensi pintu dirancang untuk pintu bagi/sadap sekunder dan tersier
dengan ukuran 56 cm x 75 cm x 3 cm (lebar x tinggi x tebal). Bentang efektif
pintu adalah 50 cm dan bagian pintu yang masuk ke alur sponeng/rangka sebesar
3 cm (Lampiran 2).
Apabila tinggi muka air maksimum di saluran adalah 50 cm, maka tekanan
hidrostatis air terhadap pintu pada saat kondisi tertutup adalah sebesar 613 N atau
62,48 kg.f (Lampiran 4). Nilai ini menjadi acuan dalam penentuan perlakuan
beton serat mana yang harus dipilih, baik dari segi kekuatan dan berat pintu
sendiri. Karena berat pintu akan menentukan jenis motor penggerak yang harus
digunakan.
b) Sistem Mekanik
Sistem mekanik pintu beton serat terdiri dari poros pintu (stem), lifting
nut, worm gear, drive shaft. Komponen lifting nut, worm gear, dan driveshaft
terletak di dalam kotak pelat dengan tebal 8 mm, dengan ukuran 24 x 25 x 10 cm3.
Sistem mekanik dipasang di bawah slab beton serat menggunakan sistem mur-
16
baut. Slab beton dibuat dengan tebal 5 cm dengan sistem tulangan dengan baja
polos diameter 6 mm sebanyak dua buah (Lampiran 6). Sistem mekanik ini dapat
digerakkan secara manual dan menggunakan motor.
Motor biasanya memiliki kecepatan sekitar 1700 RPM (atau lebih cepat
lagi), karena cepatnya gerak putar yang dihasilkan oleh motor, maka harus
dikurangi agar pengangkatan dan penurunan pintu dapat bergerak secara baik dan
halus. Biasanya pergerakan poros pintu antara 2,5 – 15 cm/menit (Irrigation
Training and Research Center, www.itrc.org). Untuk mereduksinya maka
memerlukan gear box, chain drive, atau worm gear. Dalam penelitian ini
diusulkan menggunakan reduction gear sebesar 5 : 1 dan drive ke motor
menggunakan rantai dengan perbandingan 1 : 1. Drive shaft ini akan
dihubungkan dengan worm gear/lifting nut yang telah terpasang pada pintu
rancangan di lapangan. Worm gear yang terpasang memiliki rasio 25:1, maka
kombinasi dari gear box, drive chain, dan worm gear adalah 125 : 1. ini berarti
membutuhkan 125 putaran motor untuk 1 putaran keluaran worm gear.
Pada motor dengan putaran 1700 rpm dan output pada gearbox sebesar 5
maka menjadi 1700/5 = 340 RPM dan nilai chain drive hanya 1:1 maka ini akan
menghasilkan 340 RPM pada worm gear. Dengan rasio 25 : 1 pada worm gear,
maka akan menghasilkan putaran sebesar 13,6 RPM. Jika pintu memiliki tinggi
pengangkatan dalam 1 putaran = 10 mm, maka pengangkatan pintu
membutuhkan :
13,6 rev/min x 10mm/rev = 136 mm/menit
17
c) Rangka Pintu
Rangka pintu menggunakan besi siku ukuran 60 x 60 x 6 (mm3) dengan
lebar rangka pintu 50 cm dan tinggi tergantung kondisi bangunan bagi di
lapangan. Pada bangunan bagi di DI Cimanuk Garut (B. CMK 5), beda elevasi
antara dasar saluran dan lantai kerja adalah 100 cm. Maka tinggi rangka pintu
dibuat 150 cm. Tinggi rangka pintu yang muncul di atas lantai kerja sebesar 50
cm, sehingga dengan jarak 50 cm, diharapkan penggunaan panjang chain drive
untuk menghubungkan driveshaft dengan motor tidak terlalu panjang.
Rangka besi ini akan dicor dengan adukan beton agar posisi rangka pintu
tetap kokoh.
18
Handle Pintu
Daun Pintu
Tonjolan pintu
a) Handle/Pegangan Pintu
Pada bagian pegangan pintu ini terdapat lubang untuk mengunci posisi
pintu pada jarak bukaan tertentu; bagian untuk pegangan pintu dengan ukuran 15
cm x 5 cm dengan bentuk yang ergonomis, mengikuti pola jari manusia; dan
bagian kosong/bolong pada pintu dengan dimensi 32 cm x 60 cm, ini
dimaksudkan untuk memperingan bobot pintu.
b) Daun Pintu
Daun pintu merupakan bagian utama dari pintu ini, dimana pintu langsung
berhadapan langsung dengan air. Bagian ini memiliki dimensi 58 cm x 75 cm,
dimana tinggi air maksimum yang bisa ditahan adalah 75 cm, sedangkan rata-rata
tinggi muka air di lapangan adalah sebesar 50 cm dengan besar tekanan hidrostatis
sebesar 613 N atau 62,48 kg.f (Lampiran 4).
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa tebal daun pintu yang
direncanakan untuk tinggi muka air 50 cm adalah 10 mm dan untuk keamanan
maka tebal ditetapkan 12 mm (Lampiran 5) dengan nilai modulus elastisitas
fiberglass sebesar 40.500 kg/cm2 (lihat Lampiran 3), dimana komposisi
19
perbandingan volume antara polymer dan serat gelas (glass content) adalah 60 % :
40%.
20
IV. METODE PENELITIAN
a) Bahan yang diperlukan dalam pembuatan daun pintu : beton serat (Semen,
Pasir, Air, serat gelas); Fiberglass (serat gelas jenis : woven roving bentuk
lembaran, chooped strand mat; hardener, mirror glass, filler berupa calsium
cabonat/talc dan erosil, moulding/cetakan dari kayu (papan multiplex).
Sedangkan untuk sistem pengangkatan membutuhkan besi siku, worm gear,
besi bulat, mur-baut.
b) Alat yang digunakan adalah i) rancangan pintu : ayakan, molen, oven, pressure
testing machine, proving ring, dll. Pengujian pintu dilakukan menggunakan
pompa, reservoir, saluran (berupa pasangan bata), dan kalibrator debit dengan
ISO Standar Rechbock weir.; ii) simulasi kontrol fuzzy genangan air padi
sawah SRI : seperangkat komputer, software Microsoft Excel dengan Visual
Basic Application (VBA).
c) Data Sekunder berupa data iklim : curah hujan, evapotranspirasi.
Penelitian ini dilaksanakan pada dua bagian yang berbeda, yaitu bagian
rekayasa material pintu dan pengujian hidrolika, dan simulasi kontrol level
genangan air di sawah. Penelitian dilakukan dengan membuat komponen utama
21
dalam penelitian, yaitu pintu dari bahan beton serat dan fiberglas dengan sistem
pengangkatan pintu, program pengendalian fuzzy dibuat dengan software Ms.
Excel dengan VBA.
22
b) Pengujian Kekuatan Pintu Air Rancangan
Pengujian dilakukan dalam dua tahap, yaitu pengujian di laboratorium dan
pengujian di lapangan. Pengujian di lapang dilakukan dengan menggunakan daun
pintu pilihan dari hasil percobaan di laboratorium. Pengujian di laboratorium
adalah pengujian kekuatan beton serat, dan fiberglass. Untuk mengetahui
kelecakan adukan beton serat maka perlu dilakukan uji slump. Sedangkan untuk
mutu beton serat (setelah keras), maka perlu dilakukan uji bending (flexural test).
Semua pengujian dilakukan menggunakan Standar dari Jepang untuk Beton (JIS /
Japan Industrial Standard), (1975). Pada Tabel 2 disajikan perlakuan yang
dilakukan di laboratorium untuk pengujian bending dengan menggunakan sampel
berukuran 53 x 15 x 3 cm3 untuk beton serat dan pada Tabel 3 dijelaskan
perlakuan untuk fiberglass berukuran 65 x 15 x 1,2 cm3 dan 65 x 15 x 3 cm3.
Jumlah Sampel
Kode Variasi Perlakuan
Umur 28 hari
NC Beton Normal 2
FC1 Beton-Serat 18mm dosis 1 kg 2
FC2 Beton-Serat 18mm dosis 2 kg 2
FC3 Beton-Serat 18mm dosis 3 kg 2
FCM Beton+ Roving di tengah mortar 2
FCB Beton+Roving di bawah mortar 2
23
c) Pengujian dan Kalibrasi Hidrolika Aliran Air
Pengujian hidrolika dan kalibrasi aliran air yang tejadi di bawah pintu
(undershot) dilakukan untuk pintu air dari bahan fiberglass dengan lebar pintu
efektif 50 cm dengan tambahan tonjolan di bawah pintu berupa ½ lingkaran
dengan D (diameter) sebesar 20 cm. Pintu dipasang dalam saluran dengan tinggi
saluran 60 cm dan lebar saluran 50 cm. Bagian bawah pintu terdapat weir dengan
tinggi 10 cm dari dasar saluran (Gambar 9).
1 2 3
Tampak Samping
Arah aliran
h1
h2 h3
a=10 1 a
4
75 50 40
Tampak Atas
B1 = 50 B2 = 50 B3 = 50
24
Untuk mendapatkan nilai koefisien pengaliran (Cd) dan koefisien kontraksi (Cc)
dari pintu hasil rancangan maka digunakan fasilitas SOLVER yang terdapat dalam
Ms. Excel dengan VBA (Visual Basic Application) untuk memperoleh nilai
koefisien yang optimum.
Sebagai pembanding (kalibrator) hasil analisa menggunakan rumus, maka
dipasang alat Standard Suppressed Rectangular Weir (Rehbock) berbentuk
persegi dengan lebar 36 cm. Alat ini dipasang pada bagian hilir pintu, sedangkan
pengamatan tinggi muka air pada potongan ke-3 dilakukan pada jarak 100 cm dari
Rehbock. Berikut ini adalah persamaan dari alat tersebut :
Q = 2 µ L H 2 gH L /14/
3
1 H
2
µ = 0,615 1 + 1 + 0,5 L /15/
H + 1,6 H + D
dimana, Q (m3/det), L: lebar ambang (m); H: beda elevasi antara ambang dengan
muka air pada weir pool 3(m); µ: koefisien debit ; D: jarak dari ambang ke dasar
approach channel (mm); H: head (mm untuk Persamaan 15).
3
weir pool: kolam tenang dekat approach channel
25
Gambar 10 . Model Neraca Air Padi Sawah
HL Keluar menuju
saluan drainase
Perioda waktu (t) yang digunakan dalam simulasi kontrol muka air di
sawah adalah 24 jam atau 1 harian. Dimana simulasi dilakukan pada dua musim
tanam yang berbeda, yaitu musim hujan (Januari – April 2009) dan musim
kemarau (Juni – September 2009). Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pertama, bahwa tinggi level muka air pada setiap titik sama/seragam, dan
air irigasi yang diberikan akan cepat tersebar merata ke seluruh lahan; kedua,
seepage (aliran ke samping tanggul dalam tanah) tidak terjadi dan sudah diwakili
26
oleh besarnya perkolasi yang diasumsikan terjadi sebesar 5 mm/hari selama masa
pertumbuhan tanaman hingga panen. Besarnya perkolasi diatur dengan
menggunakan kran seperti pada Gambar 12. Kondisi lahan sawah yang dibuat
telah diberi lapisan basin plastic sedalam 60 cm untuk mencegah terjadinya
kehilangan air yang berlebihan (Gambar 13); ketiga, perhitungan simulasi
dilakukan sejak mulai tanam hingga panen, sehingga perhitungan kebutuhan air
untuk pengolahan tanah dan pelumpuran tidak dilakukan; keempat, kondisi lahan
yang digunakan dalam hampir rata (flat) dan terdapat saluan cacing/rorak di dalam
sekeliling lahan.
(a) (b)
Gambar 13. Pembuatan Sawah Baru dengan Lapisan Basin Plastic
27
air aktual pada waktu k merupakan selisih antara ketinggian air hk dengan hsp,
yang diberi notasi Ek. Demikian pula deviasi pada waktu k-1 diberi notasi Ek-1.
Gamba
r 14.
Kondis
i Level
Muka
Air
Ek =
hk - hsp
/14/
∆Ek = Ek – Ek-1 /15/
dimana, ∆Ek adalah perubahan deviasi pada waktu k dan k = 1,2,3, .... Kondisi
level muka air pada saluran di dalam sawah yang akan dikendalikan
direpresentasikan dengan deviasi E dan perubahan deviasi ∆E dari nilai aktual
terhadap nilai yang diinginkan, yang diamati pada setiap waktu sampling (T).
Untuk memudahkan pengamatan, keadaan level muka air, nilai E dan ∆E diubah
dalam bentuk koordinat polar D dan θ dari titik p (D, θ) seperti yang dikemukakan
oleh Iskandar et al., (1999) seperti pada Gambar 15.
28
Dk = E k + f 1 ∆E k
2 2 2
/16/
Ek
θ k = cos −1 /17/
Dk
dimana, D adalah magnitudo, θ adalah sudut fasa, f1 adalah parameter yang dapat
disetel.
Pengoperasian solenoid valve irigasi dan drainase tergantung pada posisi
vektor Dk dalam bidang fasa dan magnitudonya. Bila Dk berada pada kuadran I,
ini berarti bahwa ketinggian muka air berada pada level yang lebih tinggi dari
pada ketinggian yang diinginkan dan level muka air cenderung bertambah. Ini
berarti solenoid valve drainase harus dioperasikan untuk menurunkan level muka
air mencapai kondisi yang diinginkan, yaitu titik 0 secepat mungkin. Sebaliknya,
bila Dk berada pada Kuadran III, berarti kondisi level muka air berada pada level
yang lebih rendah dari pada ketinggian yang diinginkan, dan level muka air
cenderung menurun. Ini berarti solenoid valve irigasi harus dioperasikan.
Pada kuadran II dan IV merupakan daerah dimana solenoid valve irigasi
atau drainase dapat beroperasi, sedangkan di sepanjang garis ZL (zero line),
solenoid valve irigasi dan drainase sama sekali tidak beroperasi. Garis ZL
merupakan garis perpindahan pengoperasian
pengoperasian dari drainase ke irigasi atau
sebaliknya. Dari logika tersebut, maka dibuat suatu fungsi keanggotaan fuzzy dari
sudut fasa θ seperti pada Gambar 16.a.
(a) (b)
Gambar 16. Fungsi Keanggotaan (a) Sudut Fasa, (b) Magnitudo
29
Pada Gambar 16.a, N dan P adalah label fungsi keanggotaan sudut fasa,
yang menunjukkan kondisi operasi solenoid valve drainase (N:Negatif), dan
solenoid valve irigasi (P:Positif). µN dan µP adalah grade, yaitu derajat
keanggotaan sudut fasa θk terhadap label N dan P dari fungsi keanggotaan
tersebut. Berdasarkan fungsi keanggotaan pada Gambar 16.a, maka sinyal kendali
setara dengan inferensi sebagai berikut :
µN − µP
Uk ≈ /18/
µN + µP
Selanjutnya pada Gambar 16.b, G adalah label fungsi keanggotaan
magnitudo Dk, yang menunjukkan banyaknya air yang harus diberikan atau
dibuang ke atau dari lahan, dimana µD adalah grade, yaitu derajat keanggotaan
magnitudo Dk terhadap fungsi keanggotaan tersebut. Berdasarkan fungsi tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa sinyal kendali juga setara dengan derajat
keanggotaan Dk, atau Uk ~ µD. Lebih lanjut, nilai maksimum sinyal
kendalidibatasi pada suatu nilai Um yang besarnya disesuaikan dengan nilai
optimalnya dari hasil penyetelan serta kelayakan teknis. Dengan menggabungkan
dari semua logika yang dijelaskan di atas, maka didapatkan suatu formula
inferensi fuzzy untuk menentukan Uk sebagai berikut :
µN − µP
UK = µ DU m
µN + µP /19/
dengan hubungan µP = 1 –µN, maka didapat persamaan yang sederhana berikut
ini :
U K = (1 − 2 µ N ) µ DU m
/20/
Pada kasus ini Um dan Uk adalah laju irigasi/drainase (mm/hari) yang
diberikan langsung untuk mengatur level muka air. Untuk mengoptimalkan hasil
pengendalian, maka beberapa parameter teknik kendali fuzzy dalam sistem ini,
yaitu f1 dan f2 harus diset pada nilai yang meminimumkan suatu indeks
performansi tertentu. Dalam penelitian ini indeks performansi (IP) dihitung
menggunakan Root Mean Square Error (RMSE) :
N
∑ (E )
1 /21/
RMSE =
2
k
N i =1
30
Simulasi pengendalian level muka air dengan menggunakan sistem kendali
fuzzy sederhana melalui pendekatan neraca air ini dilakukan menggunakan
Software Ms. Excel dengan fasilitas VBA (Visual Basic Application) dan
SOLVER, dengan bagan alir program seperti pada Gambar 17.
31
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Salah satu tujuan penambahan serat dalam penelitian ini untuk menambah
kekuatan lentur dari bahan komposit yang dibuat, dimana mampu menahan beban
tegak lurus (gaya hidrostatis dan kecepatan
kecepatan aliran air) dalam saluran terhadap
pintu air yang dirancang ini.
32
dalam sampel (baik panjang dan isinya). Hal ini sejalan dengan apa yang
diungkapkan oleh Stegmaier (2003), yang menyatakan bahwa peningkatan
kandungan serat di dalam campuran beton dapat menurunkan fraksi agregat dalam
campuran tersebut. Dengan demikian, ini dapat dijelaskan bahwa penambahan
dosis serat akan menyebabkan permukaan spesifik dari beton menjadi lebih besar
(mengembang) dibandingkan dengan serat yang sedikit atau tidak ada sama sekali.
Hal ini mengakibatkan kuat ikat antar fraksi agregat di dalam campuran pasir,
semen, dan serat menjadi menurun seiring dengan bertambahnya dosis serat dalam
design mix.
Dari sisi pengerjaan (workability), peningkatan kandungan serat dalam
sampel yang dibuat memerlukan rasio air-semen (Faktor Air Semen) yang lebih
besar untuk membuat mudah dalam pengerjaannya, namun peningkatan
kandungan air akan menyebabkan tidak stabilnya design mix yang dibuat (Libre et
al., 2008). Proses pencampuran serat dengan panjang 18 mm dengan dosis 1, 2,
dan 3 kg/m3 tidak mampu meningkatkan kekuatan lentur dari sampel yang dibuat.
Sedangkan untuk perlakuan penambahan serat gelas dalam bentuk
lembaran (tidak dipotong-potong) memiliki pengaruh yang cukup signifikan,
dimana mampu meningkatkan kuat lentur dari beton serat tesebut, baik untuk
perlakuan FCB dan FCM. Peningkatan kekuatan sebesar 82,1% dan 25,6% dari
sampel kontrol. Dimana kuat lentur untuk FCM dan FCB sebesar 49 dan 72
kg/cm2. Selain itu, berat sampel pada FCB dan FCM lebih rendah dibandingkan
dengan yang lain. Berdasarkan hasil ini, maka perlakuan FCB merupakan hasil
yang terbaik dan ini akan digunakan dalam pembuatan pintu air modifikasi.
.
(a) Sampel Uji NC, FC1-3 : terbelah (b) Sampel FCB tidak terbelah
Gambar 19. Kondisi Sampel Setelah Pengujian Lentur
Kondisi sampel setelah pengujian ada yang terbelah dan juga tidak
terbelah. Untuk sampel kontrol, FC1, 2, dan 3 mengalami patahan, sedangkan
FCM dan FCB tidak mengalami patahan. Pada sampel FCM dan FCB dengan
33
penambahan serat gelas dalam bentuk lembaran dengan bentuk ikatan antar serat
membentuk sudut 90° (menyerupai tikar). Ikatan-ikatan inilah yang menyebabkan
sampel FCM dan FCB mampu menopang kekuatan lentur dari sampel tersebut
baik searah sumbu x maupun y. Berbeda dengan kondisi sampel NC, FC1,2, dan
3 yang tanpa serat dan dengan serat gelas dalam bentuk potongan. Sebaran
potongan serat dalam design mix perlakuan tersebut tidak memiliki ikatan antara
serat yang satu dengan yang lain, belum lagi ditambah efek dari homogenitas dari
pencampuran serat dalam design mix.
34
sistem plat satu arah dengan tulangan besi sebanyak 2 buah dengan diameter 6
mm. Sistem mekanik dikunci menggunakan baut Ferrule. Tuas pemutar/handle
pintu menggunakan sistem knock-down (bongkar pasang). Poros pintu (stem)
menggunakan besi dengan diameter 1”.
Handle
Stem
Slab Beton
Worm Gear
Sampel yang dibuat berukuran 650 mm x 150 mm dengan dua ketebalan yang
berbeda. Komposisi bahan sampel fiberglass yang direncanakan ada dua formula,
yaitu pertama untuk ketebalan 12 mm (FG12) dan kedua untuk 30 mm (FG30).
35
(a. Bahan Serat Gelas : Strand Mat dan Woven Roving; b. Pengecoran dengan polymer/matrix;
c. Sampel jadi tampak atas; d. Sampel
Sampel jadi tampak isometri)
36
kg/cm2). Nilai kuat lentur FG12 dan FG30 bernilai hampir sama besar pada kuat
lentur sekitar 100 kg/cm2 pada lendutan lebih dari 4 mm.
37
retakan
sebelum
sesudah
Pintu air yang dibuat merupakan hasil dari pengujian sampel sebelumnya.
Pintu air dengan fiberglass ini atau diberi nama “Glass Fiber Reinforced Plastic”
(GFRP) memiliki tampilan desain seperti : adanya tampilan logo PU pada bagian
depan, handle/pegangangan pintu yang lebih ergonmis dengan mengikuti pola jari
tangan manusia, dan bentuk yang lebih kokok, dan yang lebih menarik lagi, pintu
ini direncanakan mampu mengatur dan mengukur aliran air (regulator and
measurement function) seperti terlihat pada Lampiran 1.
38
dengkul/lutut operator (<50 cm dari lantai), sehingga bobot pintu tersebut masih
mampu diangkat manusia secara normal. Tetapi pintu ini dapat juga
menggunakan sistem mekanik untuk sistem pengangkatannya dengan cara
memotong bagian handle pintu, jadi hanya cukup bagian daun pintu dan tonjolan
dengan dimensi 58 cm x 75 cm.
Berikut ini adalah penggambaran pintu hasil pemasangan di lapangan.
Secara keseluruhan, pintu dapat dioperasikan dengan baik dan sampai sekarang
masih dalam proses pemantauan untuk dilakukan evaluasi desain dan
pengembangan lebih lanjut.
39
pembuatan pintu GFRC menjadi 1.321.000,-. Oleh karena itu secara keseluruhan,
baik pintu GFRP dan GFRC memiliki total biaya pembuatan yang mendekati
sama.
40
tebal 5 mm saat ini sekitar Rp. 1.500.000,- dan ini belum ditambah biaya tukang
dan besi siku untuk penguat pintu plat besi (frame). Jadi berdasarkan perhitungan
analisa biaya pembuatan daun pintu ini, maka pintu GFRP dan GFRC layak dan
bersaing dengan jenis bahan pintu yang lain.
41
Namun bedanya, pada penelitian sebelumnya mereka menggunakan pintu persegi
(datar) dengan bahan terbuat dari besi.
Berdasarkan hasil pengujian menggunakan persamaan 6, 7, 8, dan 9
diperoleh hasil sebagai berikut :
42
Tabel 8. Indeks Performansi Masing-masing Metode
43
Berdasarkan hasil study kalibrasi pintu GFRP semakin memperkuat
metode Swamee (1992) yang mengembangkan formulasi perhitungan debit aliran
bawah pintu dari persamaan klasik yang diperfomansi menggunakan regresi non
linier pada Nomogram Henry. Dan yang mengejutkan lagi adalah bahwa nilai
konstanta k0 dan k1 yang ditetapkan Swamee hampir dikatakan bersesuaian
dengan nilai k0 dan k1 hasil eksperimen pada pintu GFRP, yaitu pada Swame
diperoleh nilai k0=15 dan k1=0,072. sedangkan hasil eksperimen pintu GFRP
menunjukkan hasil k0=15 dan k1=0.062.
Perbedaannya adalah bahwa temuan baru dari penelitian ini dengan
menggunakan jenis pintu GFRP dengan tambahan tonjolan ½ lingkaran pada
bagian bawah pintu mampu meningkatkan nilai Cd hampir mendekati nilai 1
dengan nilai Cc = 0,951, sedangkan Henry (1950), Rajaratnam dan Subramanya
(1967) dan Swamee (1992) mendekati nilai konstan pada nilai 0,611 dan nilai Cc
sebesar 0,61. Hal ini berbeda akibat jenis pintu, baik bahan pintu, bentuk desain
pintu yang digunakan berbeda. Ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Lin et al., (2002), yang menyatakan bahwa nilai Cc akan bervariasi
tergantung dari besaran bukaan pintu, bentuk daun pintu yang digunakan,
kedalaman aliran air di hulu dan jenis aliran.
Sehingga dengan dapat ditingkatkannya nilai koefisien Cd dan Cc hampir
mendekati nilai 1, maka pintu air GFRP memiliki tingkat akurasi
pengukuran/prediksi debit yang baik. Maka pintu ini layak digunakan untuk
pengaturan dan pengukuran air di dalam saluran. Dengan peningkatan akurasi
pengukuran debit ini diharapkan jalan menuju otomatisasi pintu air irigasi dapat
tewujud. Maka langkah selanjutnya adalah bagaimana agar pemberian air itu bisa
tepat waktu dan fleksibel. Hal ini hanya mungkin dilakukan menggunakan
otomatisasi. Pada sub-bab di bawah ini akan dibahas mengenai simulasi
pengendalian muka air secara otomatis menggunakan teknik kendali fuzzy
sederhana.
44
5.5. Pengedalian Muka Air dengan Sistem Kendali Fuzzy
Berdasarkan hasil uji pada kedua musim (hujan dan kemarau) diperoleh
nilai IP yang minimum pada setiap musim tersebut. Dengan menggunakan
bantuan fasilitas SOLVER dalam Ms. Excel, maka diperoleh nilai f1 dan f2
optimum yang dapat menghasilkan nilai IP yang minimum. Nilai parameter f1
dan f2 yang digunakan dalam sistem kendali muka air dengan logika fuzzy sebesar
0,85 dan 1,00 (Tabel 9). Selain itu, jumlah solenoid valve dan kapasitas debit
yang digunakan mempengaruhi nilai IP.
45
musim kemarau. Rata-rata evapotranspirasi yang terjadi pada MH sebesar 3,61
mm/hari (0,10 – 9,03) dan MK sebesar 5,52 mm/hari (2,17 – 9,04). Hal ini
dikarenakan jumah curah hujan yang terjadi selama musim tanam pada saat MH
sebesar 1.610,6 mm, sedangkan MK dengan total hujan yang terjadi 131,6 mm.
10.0
9.0
8.0
7.0
ETc (mm/hari)
6.0
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105
HST (hari)
MH (Jan-Apr) MK (Jun-Sept)
46
5.5.4. Pengendalian Level Muka Air
47
80 0
75 20
70 40
65
60 60
55 80
50 100
45
40 120
(mm) 35 140
(mm)
Level (mm)
30 160
25
WaterGenangan
180
(mm)
20
Hujan
15 200
10 220
5 240
Hujan
0
-5 260
-10
0
280
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
0
5
10
-15 300
-20
-25 320
-30 340
-35
-40
Musim Hujan 360
-45 380
-50 400
HST (hari)
Rainfal Hsetpoint Hactual
80 0
75
70 10
65
60
55 20
50
45 30
40
(mm)
Level (mm)
35 40
30
(mm)
(mm)
25
20 50
Genangan
15
Hujan
10 60
Hujan
5
0 70
Water
-5
-10
0
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
0
5
80
10
-15
-20
-25 90
-30
-35 100
-40 Musim Kemarau
-45
-50 110
-55
-60 120
HST (hari)
Rainfal Hsetpoint Hactual
Gambar 29. Kondisi Muka Air Hasil Pengendalian dengan Um=2 buah
48
pengendalian berada jauh di bawah setpoint dengan rata-rata tinggi genangan 1,3
mm (setpoint 5 mm). Pada 62 – 68 HST tidak terjadi hujan, dan sistem
pengendalian sudah tepat menjalankan aktuasi berupa solenoid valve irigasi untuk
bekerja pada hari-hari tersebut dengan jumlah solenoid valve maksimum, tetapi
kondisi muka air belum mampu mencapai setpoint. Hal ini dikarenakan kapasitas
solenoid valve yang digunakan lebih kecil bila dibandingkan dengan solenoid
valve pada saat musim kemarau.
Apabila jumlah solenoid valve dari sistem ini ditingkatkan menjadi 4 buah
dan kapasitas debit diperkecil menjadi 2,9 mm/hari dengan diameter pipa yang
digunakan 1”. Adapun nilai parameter sistem f1 dan f2 tetap sama. Hal ini dapat
sedikit memperbaiki kondisi tersebut (lihat Gambar 30). Dimana rata-rata tinggi
genangan pada 62-68 HST sebesar 3,3 mm dari setpoint 5 mm.
49
drastis yang terjadi pada 89 sampai 91 HST, dimana muka air berada di bawah
permukaan tanah.
Jika melihat nilai porsentase drainase dari total inflow yang ada, pada
musim kemarau memang relatif cukup kecil (6,43%). Apabila dalam sistem
pengendalian muka air ini hanya menyalakan solenoid valve irigasi saja atau air
akan hilang secara alamiah melalui evapotanspirasi, seepage, perkolasi, dan run
off. Berdasarkan simulasi pengendalian muka air tanpa menggunakan solenoid
valve drainase dan nilai parameter tetap sama seperti pada Tabel 7, menunjukkan
hasil yang cukup baik dan dapat memperbaiki kejanggalan yang terdapat pada
simulasi sebelumnya (Gambar 31).
80 0
75
70 10
65
60
55 20
50
45 30
40
(mm)
35 40
30
(mm)(mm)
Level (mm)
25
20 50
Genangan
15
Hujan
10 60
5
0 70
Hujan
-5
Water
-10
0
10
30
35
45
50
55
60
70
75
95
15
20
25
40
65
80
85
90
0
5
80
-15
-20 10
-25 90
-30
-35 100
-40
-45
-50 Rainfal Hsetpoint Hactual 110
-55
-60 120
HST
HST(hari)
(hari)
Gambar 31. Pengendalian Level Muka Air tanpa Solenoid valve Drainase
Respons sistem yang tidak dapat mencapai tepat pada level yang
diinginkan, diakibatkan oleh keterbatasan sistem pada setting pengendalian ini. Ini
terbukti dengan nilai kondisi Indeks Performansi (IP) yang ada. Indeks
performansi dengan Root Mean Square Error diperoleh hasil kendali muka air
untuk MH dan MK sebesar 10,62 dan 6,21 (lihat Tabel 9). Indeks performansi
merupakan indikator yang menunjukkan akar dari total rata-rata dari kuadrat error
yang terjadi selama pengendalian muka air (yaitu selama musim tanam). Nilai IP
yang kecil atau minimum menunjukkan kinerja pengendalian yang hampir
mendekati dengan setpoint muka air rencana.
Untuk mengoptimumkan nilai IP dari sistem pengendalian ini, dapat
dilakukan dengan cara merubah kapasitas debit aliran dan jumlah (dari solenoid
50
valve, pompa, atau jenis aktuator lainnya). Namun begitu, pemilihan kapasitas
debit yang digunakan harus diperhitungkan secara matang, baik dari segi teknis
dan ekonomi. Pada Tabel 11 menunjukkan beberapa alternatif pilihan
penggunaan kapasitas debit, jumlah aktuator, diameter pipa yang digunakan, dan
indikator nilai indeks performansi yang dihasilkan. Pada simulasi ini
menggunakan nilai rata-rata penyetelan parameter sistem pada musim hujan dan
kemarau, yaitu f1=0,85 dan f2=1,00. Berdasarkan hasil analisa dari sistem
simulasi ini menunjukkan bahwa dengan pemilihan kapasitas dan jumlah solenoid
valve yang tepat dapat mengoptimumkan nilai IP dari sistem kedali ini.
Penggunaan Q = 1,5 m3/jam sebanyak 4 buah dengan diameter pipa 1” terlihat
menjadi pilihan yang sedikit lebih baik untuk diterapkan, baik pada MH dan MK.
51
– 35 mm di bawah permukaan lahan, dimana kondisi terbesar ini terjadi pada saat
menjelang panen dan harus dikeringkan.
Secara umum dapat dilihat bahwa sistem kendali fuzzy sederhana ini dapat
digunakan untuk pengendalian muka air pada lahan pertanian SRI. Akan tetapi
kondisi lapang dan kemampuan sistem kendali akan membatasi kinerja sistem
irigasi otomatis ini. Output dari kendali ini dapat juga dilakukan dengan
menggunakan pintu air GFRP hasil rancangan dengan beberapa level bukaan
pintu.
52
tansducer) untuk mengetahui tinggi muka air di bagian hulu pintu (h1) serta sensor
posisi pintu untuk mengetahui besarnya bukaan pintu (w). Kedua data ini akan
dikirimkan menuju komputer sebagai masukan bagi sistem untuk mengetahui
besarnya koefisien pengaliran yang terjadi pada saat itu (Cd) serta dapat langsung
menghitung debit yang terjadi pada saat itu juga. Perhitungan Cd dengan
k1
h −w
persamaan C d = C c . 1 ; dimana nilai koefisien Cc, k0, dan k1
h1 + k 0 . w
bedasarkan hasil eksperimen adalah 0,951 , 15, dan 0,062. Kemudian pehitungan
debit menggunakan persamaan Q = C d . w . b . 2 . g . h1 . Nilai Cd akan mendekati
nilai konstan pada nilai 0,951.
1.0
0.9
0.8 R= 10 cm
0.7 Q = Cflow
Free Condition
d . w . b . 2 . g . h1
k
0.6 h −w 1
Cd = Cc . 1
h1 + k0 . w
Cd
0.5
Cc = 0,95 k0 =15,00 k1 = 0,062
0.4
0.3
0.2 Q = Cd . w. b . 2. g . h1
k
h −w 1
0.1 Cd = Cc . 1
h1 + k0 . w
0.0 Cc = 0,95 k0 =15,00 k1 = 0,062
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
(h1/w)
Gambar 32. Spesifikasi Pintu Air Glass Fiber Reinforced Plastic (GFRP)
Berikut ini adalah simulasi perhitungan debit pada pintu dengan lebar 50
cm dengan beberapa alternatif bukaan pintu dan kondisi muka air di hulu pintu
(Tabel 12). Pada hasil simulasi pengendalian muka air dengan logika fuzzy,
diketahui bahwa kebutuhan air selama masa pertumbuhan padi sawah adalah 1,5
l/det/ha. Jika suatu petak tersier memiliki luas areal sebesar 10 ha dengan
efisiensi pengaliran air dalam saluran sebesar 70%, maka kebutuhan air yang
harus disediakan pada bangunan bagi/sadap adalah 21,4 l/det. Pada Tabel 12
terdapat nilai debit sebesar 25,6 l/det dengan kondisi bukaan pintu sebesar 2 cm
dan tinggi muka air hulu 40 cm.
53
Dengan pintu ini diharapkan akan membantu mempercepat mengetahui
debit aliran yang keluar dari pintu, sehingga diharapkan pemberian air dapat
diberikan secara tepat dan peluang langkah menuju otomatisasi semakin mudah
dan baik. Namun sayangnya, dalam penelitian ini baru menghasilkan spesifikasi
debit aliran pada pintu untuk kondisi aliran free flow. Jadi ini merupakan
tantangan selanjutnya untuk membuat nomogram atau persamaan untuk aliran
submerged (tenggelam).
54
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
a) Penelitian ini telah berhasil mengembangkan pintu air dari bahan alternatif
selain besi dan kayu, yaitu menggunakan bahan komposit (beton serat dan
fiberglass). Pintu air dari beton serat memiliki dimensi 56 cm x 75 cm x 3 cm
dengan nilai kuat lentur 72 kg/cm2 dan bobot pintu adalah 35 kg. Sementara
pintu air fiberglass memiliki dimensi 58 cm x 150 cm x 1,2 cm dengan nilai
kuat lentur 206 kg/cm2 (untuk depleksi sebesar 10 mm). Biaya pembuatan
satu buah daun pintu dari bahan beton serat dan fiberglass adalah Rp.
321.000,- dan Rp. 1.448.000,-
b) Kalibrasi pintu air dilakukan pada pintu air fiberglass hasil rancangan yang
memiliki tonjolan pada bagian bawahnya berbentuk ½ lingkaran dengan
radius 10 cm. Pintu ini memiliki nilai koefisien kontraksi (Cc) adalah 0,951,
sedangkan nilai koefisien pengaliran (Cd) bervariasi tergantung pada tinggi
muka air di hulu pintu dan besar bukaan pintu, dan dapat dihitung
k1
menggunakan persamaan h −w ; dengan nilai konstanta k0 dan k1
C d = C c . 1
h1 + k 0 . w
55
l/det/ha), dan jumlah solenoid valve yang digunakan sebanyak 2 buah baik
untuk irigasi dan drainase.
6.2. Saran
a) Perlu dilakukan pengujian hidrolika aliran pintu fiberglass lebih lanjut dengan
variasi tinggi aliran, bukaan pintu yang lebih banyak, serta studi untuk aliran
tenggelam.
b) Perlu dilakukan uji ketahanan pintu fiberglass terhadap kondisi iklim (panas,
kelembaban, dll).
c) Untuk peningkatan performansi sistem kendali fuzzy untuk mengontrol muka
air, perlu memperhatikan kapasitas debit dan jumlah dari aktuator agar dapat
meningkatkan indeks performansi sistem kendali yang lebih baik
d) Perlu pengujian sistem kendali di lapangan dengan menggunakan pintu air
sebagai aktuatornya.
56
DAFTAR PUSTAKA
Allen,R.G., Luis S.P, Dirk Raes, and M. Smith. 1998. Crop evapotranspiration -
Guidelines for computing crop water requirements - FAO Irrigation and
drainage paper 56. Food and Agriculture Organization of the United
Nations. Rome.
Anonim. 2009. Maraknya Pencurian Mur Baut Pintu Irigasi.
http://www.wawasandigital.com/index.php. tanggal 23 Juli 2009. (diakses
tanggal 1 September 2009)
Anonim. 2009. Ratusan Pintu Irigasi di Tangerang Tidak Befungsi.
www.kompas.com. Tanggal 8 Pebruari 2009. (diakses tanggal 1 September
2009).
Anonim. 2009. Komponen Pintu Irigasi Banyak Hilang Dicuri.
http://newspaper.pikiran-rakyat.com. Tanggal 22 Juni 2009. (diakses tanggal
1 Setember 2009).
Arif, Chusnul, S.K. Saptomo, B.I. Setiawan, dan M.A. Iskandar. 2009. Simulasi
Komputer Penerapan Teknik Kendali Fuzzy Sederhana untuk Pengaturan
Muka Air Tanah di Lahan Padi SRI. Jurnal Irigasi. Vol. 4, No. 2, November
2009 : 131-144.
Dreyfus, H. 1967. The Measure of Man : Human Factors in Design. Whitney
Library of Design. New York.
Iskandar, M.A., Y. Susanti, S.K. Saptomo dan B.I. Setiawan. 1999. Pengendalian
Muka Air Tanah menggunakan Sistem Kendali Fuzzy Sederhana. Buletin
Keteknikan Pertanian. 13(1):66 - 74.
Japan Standards Associations. 1975. Japanese Industrial Standard (JIS).
Translated and Published by Japanese Standards Associations. Japan.
Kalsim, D.K., Yushar, Subari, Deon M dan Hanhan A, 2007, Rancangan Operasi
Irigasi untuk Pengembangan SRI, Seminar KNI-ICID 24 Nopember,
Bandung.
Khepar, S.D., A.K. Yadav, S.K. Sondhi, and M. Siag. 2000. Water Balance Model
for Paddy Fields Under Intermittent Irrigation Practices. Irrigation Science
Journal No. 19 : 199 – 208.
Libre, N.A., I. Mehdipour, Alinejad, and Nouri. 2008. Rheological Properties of
Glass Fiber Reinforced Highly Flowable Cement Paste. The 3rd ACF
International Conference – ACF/VCA Proceeding : 310 – 316.
Lin, C.H., J. F. Yen, and C. T. Tsai. 2002. Influence of sluice gate contraction
coefficient on distinguishing condition. Journal of Irrigation and Drainage
Engineering, 128(4):249–252.
57
Bos, M.G., M.A. Burton and D.J. Molden. 2005. Irrigation And Drainage
Performance Assessment : Practical Guidelines. CABI Publishing. London,
UK.
Rajaratnam, N and K. Subramanya. 1967. Flow Equation for The Sluice Gate.
Journal of Irrigation and Drainage Engineering. No. 93 (3) : 167 – 186.
Saptomo, S.K., B.I. Setiawan and Y. Nakano. 2004. Water Regulation in Tidal
Agriculture using Wetland Water Level Control Simulator. The CIGR
Journal of Scientific Research and Development. Manuscript LW 03 001.
Schuurmans, J., A.J. Clemens, S. Dijkstra, A. Hof, and R. Brouwer. 1999.
Modelling of Irrigation and Drainage Canals for Control Design. Journal of
Irrigation and Drainage Engineering. Vol. 125, No. 6 : 338 – 344.
Setiawan, B.I, Y. Sato, S.K. Saptomo and E. Saleh. 2002. Development of water
control for tropical wetland agriculture. Advances in GeoEcology, Catena
Verl., Reikirchen, Germany No. 35 : 259-266.
Setiawan, B.I., S.K. Saptomo and R.S.B.Waspodo. 2001. A model for controlling
groundwater in tidal wetland agricultures. 2nd IFAC-CIGR Workshop on
Intelligent Control for Agricultural Applications. Bali, 22~24 August 2001 :
185 - 189.
Setiawan, B.I. dan S.K. Saptomo. 1996. Simulasi Pengendalian Tinggi Muka Air
Tanah di Lahan Gambut dengan Pengontrol Fuzzy. Jurnal Pertanian
Indonesia. Vol. 6 (2) : 64-70.
Smith, W.F., and H. Jayad. 2006. Foundations of Materials Science and
Engineering (4th ed). McGraw-Hill. New York.
SNI [Standar Nasional Indonesia]. 1992. Spesifikasi Beton Bertulang Kedap Air.
SNI-03-2941-1992.
Sosrodarsono, S dan M. Tominaga. 1984. Perbaikan dan Pengaturan Sungai. PT.
Pradnya Paramita. Jakarta.
Stegmaier, M. 2003. Fiber Reinforced Drainage Concrete. Otto-Graf-Journal, Vol.
14, p. 67 – 78.
Swamee, P. K. 1992. Sluice-gate discharge equations. Journal of Irrigation and
Drainage Engineering,118(1):56–60.
Tim Balai Irigasi. 2008. Penelitian Irigasi Hemat Air pada Budidaya Padi dengan
Metode System of Rice Intensification (SRI) di Laboratorium Lapangan
(Field Trial). Balai Irigasi, Badan Penelitian dan Pengembangan, Puslitbang
SDA. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
Tjokrodimuljo, K. 2007. Teknologi Beton. Biro Penerbit. Teknik Sipil Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta
Toepfer, C.A.S. 2007. Instrumentation, Model Identification and Control of an
Experimental Irrigation Canal. Disertation. Universitat Politecnica de
Catalunya. Barcelona.
www.itrc.org. Irrigation and Training Center. Diakses tanggal 1 Desember 2009.
58
59
LAMPIRAN
60
Lampiran 1. Rancangan Pintu Air dari Bahan Fiberglass
61
Lampiran 1. (lanjutan)
62
Lampiran 2. Rancangan Pintu Air dari Bahan Beton Serat
63
Lampiran 2. (lanjutan)
64
Lampiran 3. Perhitungan Modulus Elastisitas Fiberglass
Ac
Lapisan serat
Lapisan Matrix/Polymer
lc
Vc = luas Ac x lc
σ
Gambar 3.1. Komposit Struktur (Isostress Conditions)
σ c = σf = σm /1/
maka,Total regangan yang terjadi pada bahan komposit adalah total dari regangan
fiber dan matrix, atau :
εc = ε f + εm /2/
Diasumsikan luas area dan panjang bahan yang diberi tegangan tidak
berubah/tetap, maka :
ε c = ε f .V f + ε m .V m
/3/
Dimana Vf dan Vm adalah volume fraksi dari fiber dan matrix.
65
Lampiran 3. (lanjutan)
σ σ Vf σ Vm
= =
Ec Ef Em
/5/
Bagi persamaan 5 dengan σ, menjadi :
1 Vf V
= + m
Ec Ef Em
/6/
E f . Em
Ec =
V f . E m + Vm . E f
diubah menjadi : /8/
Jika diketahui data komposisi Fiberglas (Glass Fiber Reinforced Epoxy Resin) :
60 % Volume serat gelas (E-glass)
- Ef = 10,5 x 106 psi
- σf = 350.000 psi
40 % volume epoxy resin
- Em = 0,45 x 106 psi
- σm = 9.000 psi
Tabel 4.1. Modulus Elastisitas pada Beberapa Rasio Serat Gelas dan Matrix
% Volume Ec
Fiber Matrix psi Gpa kg/cm2
65 35 739.843 5,10 52.016
60 40 700.309 4,83 49.237
55 45 664.787 4,58 46.739
50 50 632.693 4,36 44.483
45 55 603.556 4,16 42.434
40 60 576.985 3,98 40.566
35 65 552.654 3,81 38.855
30 70 530.292 3,66 37.283
66
Lampiran 4. Analisa Gaya pada Pintu Air
z=0
at
h
F
z=-h
p= ?.g.h B
F = 0,5 . ρ. g. h2 . B
= 0,5 x 1000 x 9,81 x (0,50)2 x 0,50
= 613 N
= 62,48 kg.f.
= 125 kg.f / m
67
Lampiran 4. (lanjutan)
Σ Fx = 0
F1 – F2 – Ff – Rx = ρ.Q (v2 - v1)
Jika gaya gesek (Ff) ~ 0
Maka,
Rx = ½ . ρ.g.b.(h12 – h22) - ρQ (v2 - v1)
Jika h1 > h2 maka v1 < v2, sehingga :
Rx = ½ . ρ.g.b.(h12 – h22) - ρ.v22.b.h2
Jika diketahui bentang efektif pintu (b) 50 cm, tinggi muka air di hulu 50 cm dan
hilir 30 cm, dan kecepatan air sebesar 1 m/det, maka :
Q = debit per unit lebar saluran
= h1.v1 = h2.v2
= 0,50 m3/det/m
Sehingga Rx diperoleh
Rx = - 25,93 N (tanda minus menunjukkan arah gaya ke kiri).
Jadi gaya yang terjadi pada pintu saat tertutup lebih besar dibandingkan dengan
saat terbuka. Sehingga penentuan kekuatan pintu akan mengacu pada nilai
tekanan hidrostatis yang harus mampu ditahan oleh pintu itu sendiri.
68
Lampiran 5. Perhitungan Tebal Pintu
Jika beban maksimum yang terjadi pada pintu sepanjang bentang pintu selebar 50
cm tersebar secara merata (uniform), maka :
x
wx w Nm -1
O x
Reaksi-reaksi:
x/2
R1 = wL/2
R1 L R2 R2 = wL/2
R1
V
Persamaan:
R2 0<x<L
Mmax
Vx = R1 – wx
Mx = R1x – wx2/2
M
Gambar 5.1. Analisa beban dan momen pada bentang pintu air
Besarnya w adalah 125 kg/m (Lampiran 4), maka besarnya Mmax = 3,9 kgf.m.
Jika defleksi maksimum (δmax) yang diijinkan adalah 5 mm. Dan momen inersia
(I) untuk bentuk persegi adalah I = b.h 3 / 12 . Dimana nilai lebar (b) adalah sama
dengan tinggi pintu rencana. Sedangkan h adalah besarnya tebal pintu yang akan
direncanakan.
5 . w . L4
δ max = ;
384 . E . I
69
Lampiran 5. (lanjutan)
dimana nilai modulus elastisitas (E) pada bahan komposit yang digunakan. Untuk
bahan fiberglass (berdasarkan hasil analisa pada Lampiran 3) sebesar Ef = 40.500.
Sedangkan untuk beton serat dengan σ = 72 kg/cm2 = 7,06 MPa(hasil uji lab),
maka nilai modulus elastisitas (Efc) = 4.700 . (fc)0,5 = 4.700 . (7,06)0,5 = 12.435
MPa = 125.000 kg/cm2.
70
Lampiran 6. Perhitungan Slab Beton Pintu Beton Serat
• Slab Beton untuk Pintu Beton Serat direncanakan menggunaka sistem plat
satu arah untuk keperluan penutup dan penahan beban sistem mekanik pintu
air dengan intensitas beban hidup 150 kg/m2.
• Jarak antar kolom 50 cm (sesuai dengan lebar saluran) pada arah memanjang.
• Kualitas beton serat berdasarkan hasil uji adalah fc = 7.06 MPa dan baja
tulangan yang digunakan fy = 400 MPa (tulangan polos / BJTP 24)
Beban
θ ..?
d ..?
L=80 cm
• Rasio panel slab beton serat ly/lx = (80-15) / 30 = 2,17, maka didesain dengan
plat satu arah.
• Dimensi lebar pondasi (rangka pintu) = 15 cm
• Bentang bersih (ln) = 80 – 15 = 65 cm = 650 mm
• Estimasi Tebal Plat (d) minimum = ln / 20 = 650/20 = 32,5 mm. (Pada
perhitungan awal diambil tebal 50 mm).
Porsentase tulangan :
0,85 . f c ' 600
ρ b = β
600 + f
; dimana β = 0,85. Maka ρb = 0,0077
f y y
71
Lampiran 6. (lanjutan)
0,283 . 2 buah
ρ aktual = = 0,57
30 . 5
Jadi, gunakan baja tulangan polos sebanyak 2 buah dengan diameter 6 mm.
As . f y 0,574 . 400
Lengan momen dalam : a = = = 1,257 cm.
0,85 . f c . b 0,85 . 7,06 . 30
Beban
2 bh θ6 mm
d=5 cm
L=80 cm
72
Lampiran 7. Proses Pembuatan Pintu Air GFRP
73
Lampiran 8. Proses Pembuatan Beton Serat
74
Lampiran 9. Tampilan Program Simulasi Kendali Muka Air Sawah
Function mN(Theta)
Rem 0<=theta<=90
If Theta >= 0 And Theta <= 90 Then mN = 1
Rem 90<theta<=180
If Theta > 90 And Theta < 180 Then mN = fngrade(Theta, 180, 90)
Rem 180<theta<=270
If Theta >= 180 And Theta <= 270 Then mN = 0
Rem 270<theta<=360
If Theta > 270 And Theta < 360 Then mN = fngrade(Theta, 270, 360)
75
Lampiran 9. (lanjutan)
End Function
76