Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Hubungan Agama Dengan Kaum Milenial

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

Al-Musannif: Journal of Islamic Education and Teacher Training

Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni, 2019): 1–18

Al-MUSANNIF: Journal of Islamic Education and Teacher Training


(Al-Musannif: Jurnal Pendidikan Islam dan Keguruan)

https://jurnal.mtsddicilellang.sch.id/index.php/al-musannif

Urgensi Pendidikan Islam dalam Interaksi Sosial Masyarakat Soppeng:


Upaya Mewujudkan Masyarakat Madani
Muh. Arsyad1, Bahaking Rama2*
1
Dinas Pendidikan Kabupaten Soppeng, Indonesia
2
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Indonesia

Article History: Abstract:


Received January 13, 2019 This research discusses the importance of Islamic education in
Revised March 2, 2019 social interactions in order to realize the civil society in Soppeng
Accepted April 20, 2019 Regency. The type of research used is a qualitative descriptive
Available online April 26, 2019 method. The research approach uses theological normative, social,
and pedagogical approaches. The informants from this research
*Correspondence: were the community of the Soppeng Regency, by prioritizing
Address: community figures, religious figures, and educational figures. The
Jl. Sultan Alauddin No. 36 Samata-Gowa results of the research found that the relation of social interaction of
Sulawesi Selatan, Indonesia 92113 the people in Soppeng Regency was divided into two, namely: 1)
E-Mail: contractual relations in urban communities whose lifestyles began
bahaking.rama@yahoo.co.id to be influenced by modern lifestyle patterns, and 2) emotional
relations based on cultural in rural communities who maintained
Keywords: cultural and traditional lifestyle patterns. The roles of Islamic
civil society; Islamic education; social community figures in the social interaction of the people in
interaction Soppeng Regency are founder and manager of Islamic education
institutions; as a government partner; providing information on
Islamic teaching; give decisions and solutions to community
problems. The position of Islamic education in social interaction is
very important in order to realize the civil society in Soppeng
Regency. This can be seen in the growth of community tolerance,
democratic governance that makes events and ceremonies of
traditional and religious a work program, even raising the
awareness of citizens to resolve their conflicts peacefully on the
principle of deliberation based on Islamic teachings fairly without
looking at one's social background or stratification.

PENDAHULUAN
Pendidikan Islam selama ini terlaksana sebagai suatu sistem yang mengharuskan
berprosesnya seluruh komponen menuju arah tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan
ajaran Islam. Proses tersebut baru dapat berjalan secara konsisten jika dilandasi pola dasar
pendidikan yang mampu mewujudkan tujuan pendidikan itu sendiri (Sudarsana, 2018).
Dengan demikian, sistem pendidikan Islam harus meletakkan nilai-nilai dasar agama sehingga
menjadi pendidikan yang bercorak dan berwatak Islam. Segala sesuatu yang dilakukan oleh

______________________________________
© 2019 MTs DDI Cilellang, All right reserved.
Peer reviewed under responsibility of STAI DDI Mangkoso
Licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.

Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019) |1


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

manusia selalu didasari oleh berbagai pertimbangan dengan suatu harapan terwujudnya tujuan
sesuai yang di inginkan (Roqib, 2009).
Telah menjadi fitrah bahwa setiap manusia menginginkan kehidupan yang bermakna,
baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Kehidupan yang bermakna memberi kesadaran
pada diri manusia bahwa keberadaannya diterima, serta dihargai oleh manusia lainnya. Hal
semacam ini baru akan terjadi apabila manusia bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan
bersama, bahkan persaingan yang sifatnya memotivasi atau menambah etos sangat diperlukan
dalam interaksi tersebut (Soekanto & Sulistyowati, 2013).
Perhatian Islam terhadap interaksi sosial masyarakat disebutkan dalam QS Ali
Imran/3: 112.
)١١٢(…             
Terjemahnya:
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang)
pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia… (Kementerian Agama RI,
2010: 81).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa untuk mencapai kemuliaan, manusia harus
senantiasa memperhatikan dan menjaga hubungannya kepada Allah (hablun minalallāh) dan
sesama manusia (hablun min al-nās). Hal ini mengindikasikan bahwa kecintaan hamba
terhadap Tuhannya didukung dan termanifestasi dalam kehidupan sosialnya. Dipertegas
dalam hadis Rasulullah saw.
‫ـب ِِلَ ِخْيـ ِـه اَْوقَ َال‬
ُّ ‫ ََليُ ْـؤِم ُـن اَ َح ـ ُد ُك ْم َح ََّّت ُُِي‬:‫ـال‬ ٍ ِ‫س ب ِن مال‬
َ َ‫صلى اللـه عليـه وسـلم ق‬ ِّ َِّ‫ك َعـ ِن الن‬
َ ‫ـِب‬ َ ْ ٍ َ‫عـَ ْن اَن‬
.)‫ب لِنَـ ْفـسـِه (رواه مسلم‬ ُّ ِ‫ِِلَا ِرهِ َما ُُيـ‬
Artinya:
Dari Anas bin Malik ra., Rasulullah saw bersabda: “Belum sempurna iman seseorang,
sebelum dia mencintai saudaranya atau tetangganya sebagaimana cintanya terhadap
dirinya sendiri” (HR Muslim) (Al-Naisaburi, 2005: 28).
Hadis tersebut tidak hanya menggambarkan sikap semestinya dalam berinteraksi
sosial, melainkan menuntut adanya kondisi batin berupa kecintaan dalam melandasi interaksi
sosial masyarakat. Sehingga hubungan yang terjalin bukan sekedar relasi kontraktual,
melainkan relasi berbasis Ilahiah dengan menghasilkan manfaat duniawi. Dari sini kemudian
diasumsikan pentingnya pendidikan Islam dalam interaksi sosial masyarakat sebagai upaya
terbentuknya masyarakat madani.
Masyarakat madani merupakan masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi
budaya, adat istiadat, dan agama. Hal ini yang dicita-citakan oleh pemerintah dan masyarakat
Kabupaten Soppeng melalui program “budaya ade’na yassisoppengi” (masyarakat Soppeng
disatukan oleh adat) dan program “magrib mengaji” sebagai sarana harmonisasi budaya dan
agama pada kehidupan masyarakat Kabupaten Soppeng. Masyarakat madani yang dicita-
citakan di Kabupaten Soppeng adalah terwujudnya kemandirian masyarakat, terwujudnya
nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan, persamaan, kebebasan

2 | Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019)


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

dan kemajemukan (pluralisme), serta takwa, jujur, dan taat hukum, yang sekarang ini belum
sepenuhnya terwujud (Ibrahim, 2008).
Konsep masyarakat madani merupakan hal baru, sehingga memerlukan berbagai
terobosan di dalam berfikir, penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan lainnya. Dengan
kata lain, menghadapi perubahan dalam masyarakat diperlukan adanya paradigma baru untuk
menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru. Mewujudkan cita-cita masyarakat madani dengan
menjadikan pendidikan Islam sebagai media perjuangan tentu diperlukan kesungguhan dari
semua pihak. Termasuk di Kabupaten Soppeng sebagai salah satu daerah di Sulawesi Selatan
yang masih memegang teguh adat-istiadat tentu menjadikan pangadereng (adat/budaya
Bugis) sebagai sistem nilai dalam interaksi sosialnya. Fenomena pergumulan antara budaya
dan agama dalam berinteraksi masih menjadi diskursus di tengah masyarakat dan
memerlukan solusi melalui penelitian. Hal ini membuat kajian ini sangat penting karena
menjadi tolak ukur keberhasilan pendidikan Islam dalam mengharmonisasikan budaya dan
agama menuju terwujudnya masyarakat madani.
Berdasarkan uraian tersebut, menjadi motivasi bagi penulis untuk melakukan
penelitian tentang urgensi pendidikan Islam dalam interaksi sosial masyarakat menuju
terwujudnya masyarakat madani di Kabupaten Soppeng dengan memfokuskan pada tiga
pokok masalah, yaitu: 1) Proses interaksi sosial masyarakat Kabupaten Soppeng; 2) peran
tokoh masyarakat Islam dalam interaksi sosial masyarakat Kabupaten Soppeng; dan 3)
pentingnya pendidikan Islam dalam interaksi sosial masyarakat menuju terwujudnya
masyarakat madani di Kabupaten Soppeng.

LANDASAN TEORETIS
Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan suatu proses yang dilakukan oleh setiap individu ketika
bertindak untuk melakukan relasi dengan orang lain (Liliweri, 2005). Relasi ini bisa saja
terjadi antara individu dengan individu lain, sebuah kelompok dengan kelompok lain, atau
individu dengan kelompok secara dinamis (Soekanto, 2006). Jadi, interaksi sosial dapat
dimaknai sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis antarmanusia.
Terjadinya interaksi sosial diakibatkan oleh adanya kontak sosial yang dilanjutkan
dengan komunikasi antara dua individu atau kelompok. Dengan demikian, kontak sosial dan
komunikasi menjadi syarat terbentuknya interaksi sosial (Soekanto, 2006). Kontak sosial
dapat dimaknai sebagai persentuhan sosial, yaitu pertemuan. Seiring perkembangan teknologi,
kontak sosial dapat dilakukan melalui dunia maya, misalnya telepon, e-mail, atau berbagai
media sosial. Komunikasi adalah penyampaian informasi oleh komunikator (pemberi pesan)
dan pemberian tafsiran oleh komunikan (penerima pesan), kemudian menimbulkan reaksi
(umpan balik) terhadap informasi yang diterimanya.
Interaksi sosial dapat dilihat sebagai tiga proses yang terpisah, tetapi jelas saling
terkait, yaitu: motivational, interactional, dan structuring (Turner, 1988). Motivational
(motivasi) adalah sesuatu yang mendorong individu/kelompok sehingga berkeinginan kuat
dan bersemangat untuk menjalin interaksi dengan individu/kelompok lainnya (Turner 1988).
Faktor pendorong ini adalah keinginan untuk memberi atau mendapat dukungan sosial.

Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019) |3


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

Bentuk dukungan sosial ada lima, yaitu: 1) Emotional support, mencakup ungkapan empati,
kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan; 2) esteem support, misalnya
dibandingkan dengan orang-orang yang pencapaiannya lebih rendah darinya; 3) instrumental
support, mencakup bantuan langsung yang dapat berupa jasa, waktu, atau uang; 4)
informational support, mencakup pemberian nasihat, petunjuk-petunjuk, saran-saran,
informasi atau umpan balik; dan 5) companionship support, mencakup pengakuan
keanggotaan dalam kelompok (Sarafino & Smith, 2014).
Sementara itu interactional (interaksi) merupakan kondisi saling mempengaruhi,
saling membutuhkan, atau bahkan saling bersaing. Sementara proses structuring
(penyusunan) merupakan sistem nilai yang terbentuk atau aturan-aturan yang disepakati oleh
dua orang atau lebih demi kondusifnya dalam berinteraksi (Turner 1988). Seiring
perkembangan zaman, aturan-aturan sebagai sistem nilai dalam interaksi sosial pun berubah
secara paralel dengan perubahan sosial (Martono 2011).
Masyarakat Madani
Wacana tentang masyarakat madani menurut beberapa kalangan dianggap memiliki
persamaan dengan civil society (Culla, 1999: 3). Civil society merupakan sebuah konsep dari
transformasi masyarakat Eropa Barat dari pola kehidupan feodal menuju kehidupan
masyarakat industri kapitalis (Pusat Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2013: 142). Konsep
ini kemudian dikembangkan oleh filosuf John Locke dengan istilah civillian govermant
(pemerintahan sipil) yang bertujuan menghidupkan pesan masyarakat dalam menghadapi
kekuasaan mutlak para raja dan hak istimewa para bangsawan. Jadi, ada otoritas rakyat dan
perjanjian politik yang harus dilaksanakan antara masyarakat dan penguasa yang berimplikasi
pada keikutsertaan masyarakat menentukan masa depannya serta berakhirnya monopoli kaum
elite yang berkuasa dengan kepentingan manusia (Huwaidi, 1996: 296).
Ilmuwan Barat umumnya memandang masyarakat madani adalah sebuah sistem sosial
yang tumbuh berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan
individu dengan kestabilan masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat berupa
pemikiran, seni diimplementasikan pemerintah berdasarkan undang-undang, bukan karena
nafsu atau keinginan individu (Ubaedillah & Rozak, 2012: 216). Secara ideal, masyarakat
madani ini tidak hanya sekedar terwujudnya kemandirian masyarakat berhadapan dengan
negara, melainkan terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama
keadilan, persamaan, kebebasan, dan kemajemukan (pluralism) (Azra, 2003).
Sementara itu, umumnya cendekiawan muslim memandang istilah madani berasal dari
kata madaniah (Arab) yang berarti peradaban, sehingga masyarakat madani mengandung
makna toleransi, kesediaan pribadi-pribadi untuk menerima berbagai macam pandangan
politik dan tingkah laku sosial (Ubaedillah & Rozak, 2012: 217). Bahkan dapat dimaknai
lebih dari sekadar gerakan pro-demokrasi, karena dia mengacu pada pembentukan masyarakat
berkualitas dan beradab (Fazillah 2017). Dalam konsep ini, terjadi integrasi umat atau
masyarakat yang mengacu pada penciptaan peradaban yang berdasarkan kepada al-dīn, al-
tamāddun atau al-madīnah yang secara harfiah berarti kota, dengan demikian konsep
masyarakat madani mengandung tiga hal yaitu agama sebagai sumbernya, peradaban sebagai
prosesnya, dan masyarakat kota atau perkumpulan sebagai hasilnya (Rahardjo, 1993: 451).

4 | Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019)


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

Berdasarkan akar kata tersebut, dapat diasumsikan bahwa istilah masyarakat madani
merujuk kepada masyarakat Islam yang pernah dibangun oleh Nabi Muhammad saw di
daerah yang bernama Yasrib kemudian diubah menjadi Madinah sebagai perwujudan cita-cita
untuk mendirikan dan membangun masyarakat ideal (Nurjamilah, 2017). Nabi Muhammad
saw sebagai pemimpin ketika itu membangun peradaban tinggi dengan mendirikan Negara-
Kota Madinah dan meletakkan dasar-dasar masyarakat madani dengan ketentuan untuk hidup
bersama dalam suatu dokumen yang di kenal dengan Piagam Madinah (al-Mawardi & Iqbal
2015). Idealisasi tatanan masyarakat Madinah ini didasarkan pada keberhasilan Nabi
Muhammad saw dalam mempraktikkan dan mewujudkan nilai-nilai keadilan, ekualitas,
demokrasi, toleransi, kebebasan, penegakan hukum, dan jaminan terhadap tawanan perang.
Ciri-ciri mendasar masyarakat yang dibangun oleh Nabi adalah egaliterisme, penghargaan
terhadap orang berdasarkan prestasi (bukan kesukuan, keturunan dan ras), keterbukaan,
partisipasi seluruh anggota masyarakat, penegakan hukum dan keadilan, toleransi dan
pluralisme, dan musyawarah (Culla, 1999).
Berdasarkan paparan para ahli tersebut, tampak jelas bahwa masyarakat madani adalah
masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, toleransi, menerima
berbagai macam pandangan, maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,
kesejahteraan bagi semua warga, perlindungan terhadap kaum yang lemah (kelompok
minoritas), serta terwujudnya masyarakat yang berkualitas (bermoral/berakhlak) (Fazillah,
2017). Masyarakat madani merupakan konsep tentang masyarakat yang mampu memajukan
dirinya melalui aktivitas mandiri berasaskan budaya, agama, dan perkembangan zaman
dengan dukungan pemerintah.
Konsep Pendidikan Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Islam adalah agama fitrah; agama rahmatan li al-‘ālamīn. Ajarannya yang berkaitan
dengan sosial (hubungan antarmanusia) sangat logis dan dapat diterima oleh setiap manusia.
Apa yang dianggap baik oleh agama baik pula menurut akal manusia, begitupun yang buruk
bagi agama, buruk pula bagi akal manusia, tergantung dari kemampuan akal pikiran manusia
dalam memilih, menerima, dan atau menolak ajaran Islam untuk dijadikan petunjuk dalam
berinteraksi sosial dengan masyarakat lainnya (Shihab, 2005).
Konsep tentang pentingnya pendidikan Islam dalam berinteraksi sosial masyarakat
sebagai sistem hidup bersama menuju masyarakat madani dapat dilihat dari cara pandang
Islam mengenai interaksi sosial khususnya dalam bentuk silaturahmi dan tolong menolong.
Konsep Pendidikan Islam Tentang Silaturrahmi
Islam sangat menekankan pentingnya menjaga hubungan baik antar sesama manusia.
Hal ini diharapkan dapat mengkonstruk sistem sosial masyarakat sehingga dapat hidup damai,
rukun, tidak terpecah belah, lebih toleran, serta saling mengasihi. Dijelaskan dalam QS al-
Nisa/4: 1.

)١(…       ...

Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019) |5


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

Terjemahnya:
...Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan
(peliharalah) hubungan kekeluargaan... (Kementerian Agama RI, 2010: 99).
Ayat tersebut dengan tegas memerintahkan untuk senantiasa bertakwa kepada Allah
swt dan memelihara hubungan silaturahmi. Takwa dapat mengantar kita kepada kebaikan
hubungan dengan sesama manusia. Lebih khusus lagi, yaitu sambunglah tali silaturahmi
dengan keluarga yang masih ada hubungan nasab (‫)األنصاب‬. Yang dimaksud, yaitu keluarga itu
sendiri, seperti ibu, bapak, anak lelaki, anak perempuan ataupun orang-orang yang
mempunyai hubungan darah dari orang-orang sebelum bapak atau ibunya. Inilah yang disebut
arhām )‫(األرحـام‬. Adapun kerabat dari suami atau istri, mereka adalah para ipar, tidak memiliki
hubungan rahim ataupun nasab.
Banyak cara untuk menyambung tali silaturahmi. Misalnya dengan cara saling
berziarah (berkunjung), saling memberi hadiah, atau dengan pemberian yang lain.
Sambunglah silaturahmi itu dengan berlemah-lembut, berkasih sayang, wajah berseri,
memuliakan, dan dengan segala hal yang sudah dikenal manusia dalam membangun
silaturahmi. Dengan silaturahmi, pahala yang besar akan diperoleh dari Allah Swt.
Silaturahmi menyebabkan seseorang bisa masuk ke dalam surga. Silaturahmi juga
menyebabkan seorang hamba tidak akan putus hubungan dengan Allah di dunia dan akhirat.
Sebaliknya, orang yang merusak hubungan silaturahmi yang telah diperintahkan Allah untuk
menghubungkannya dengan baik, mereka itulah yang mendapat kutukan dan tempat yang
seburuk-buruknya di akhirat nanti.
Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam QS. Ar- Rād/13: 25.

             

) ٢٥(          

Terjemahnya:
Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan
apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan Mengadakan kerusakan di
bumi, orang-orang Itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman
yang buruk (jahanam) (Kementerian Agama RI, 2010: 340).
Berdasarkan ayat tersebut, jelas bahwa betapa pentingnya hubungan silaturahmi itu
bagi manusia, sehingga Orang yang merusak dan memutuskan tali silaturahmi, dinyatakan
oleh Allah tidak akan masuk surga. Hal ini dipertegas lagi oleh Rasulullah saw dalam
hadisnya melalui Jubair bin Muth’im r.a sebagai berikut:
.‫اِلَـنَّـةَ قَا ِطـع‬
ْ ‫ َليَـ ْد ُخ ُـل‬:‫صـلَّى اللَّـهَ َعـلَْي ِـه َو َسـلَّ َم يَـ َق ْوَل‬ ِ ِ ِ
ِّ ِ‫ـث ُجـبَـْيـ ِر بْ ِن ُمـطْـعـم أَنَّـهُ َسـم َـع الن‬
َ ‫َِّب‬ ُ ْ‫َحـدي‬
Artinya:
Jubair bin Muth’im r.a mendengar Nabi saw bersabda: “Tidak akan masuk surga orang
yang memutus tali silaturahmi.” (HR Buhari) (Fu’ad, 2013: 125)

6 | Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019)


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

Sedang orang yang menyambung silaturahmi, Allah swt akan memanjangkan


umurnya, dan meluaskan rezekinya. Rasulullah saw menjelaskan dalam hadisnya melalui
Anas bin Malik ra.
ِ ِ ِ ِ ٍِ ِ َ‫َح ِديْث أَن‬
ُ‫ َم ْن َسَّره‬:‫صلَّى اللَّـهُ َعلَْيـه َو َسـلَّ َـم يَـ ُق ْو ُل‬
َ ‫ت َر ُس ْوَل اللَّـه‬ُ ‫ ََس ْع‬:‫س بْ ِن َمالك َرض َي اللَّـهُ َعْنـهُ قَ َال‬
. ُ‫صل رِِحَـه‬ِ ِ ِ
َ ْ َ‫ط لَـهُ ِرْزقُـهُ أ َْو يـُْن َسأَ لَـهُ ِف أَثَِره فَـ ْلي‬
َ ‫أَ ْن يـُْب َس‬
Terjemahnya:
Anas bin Malik ra. berkata: “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Siapa yang ingin
diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung tali
silaturahmi.” (HR Bukhari) (Fu’ad, 2013).
Bukan hanya kebahagiaan dunia sebagaimana dijanjikan dalam hadis tersebut,
melainkan juga keberuntungan akhirat sebagaimana dijelaskan dalam QS al-Ra’d/13: 21,
bahwa salah satu orang yang beruntung nanti di hari akhirat ialah orang yang di dunianya
senang menyambungkan tali silaturahmi. Dia akan disambungkan juga tali silaturahminya
oleh Allah swt dengan mengumpulkan mereka bersama keluarga yang dicintainya di akhirat
kelak.
Konsep Pendidikan Islam Tentang Tolong-menolong
Tolong-menolong dalam pengertian Islam tidaklah menghendaki sama sekali orang
yang hanya memikirkan kapan datangnya pertolongan dari orang lain untuk menutupi segala
kebutuhan hidupnya. Orang seperti ini memberi pengertian pertolongan secara berlebih-
lebihan, sehingga manusia dalam kondisi bagaimanapun juga berhak menerima pertolongan.
Paham seperti ini adalah paham yang keliru dalam memahami tentang tolong-menolong
sebagai sifat dasar manusia, dan anggapan seperti itu adalah anggapan orang yang malas
berusaha untuk kepentingan hidupnya, lebih-lebih untuk kepentingan hidup orang lain (Umar,
2009).
Perwujudan sistem tolong menolong dalam Islam didasarkan kepada semangat yang
ada dalam diri setiap manusia atau naluri manusia itu sendiri. Dia memerlukan pembinaan
melalui pendidikan, sebab proses pembinaan tersebut merupakan titik pangkal untuk
terciptanya masyarakat yang sejahtera. Pendidikan Islam dalam upaya mengembangkan sifat
sosial manusia pada dasarnya merupakan suatu faktor yang sangat menentukan, khususnya
dalam membina hubungan kemanusiaan, baik antara individu dengan individu lainnya, antara
individu dengan kelompok maupun antara kelompok dengan kelompok lainnya. Rasulullah
saw sebagai pengemban risalah Islam, telah berhasil membina peradaban masyarakat dengan
gemilang, dengan ditunjang oleh hubungan kemanusiaan, termasuk dalam hal memberikan
pertolongan kepada masyarakat, baik pertolongan dalam bentuk material maupun moril.
Prinsip tolong menolong dalam hal ini, menghendaki perwujudan dalam bentuk nyata
dengan melalui sistem interaksi sosial kemasyarakatan, sebagai tuntutan sifat dasar dari
manusia yang harus dibina dan dipelihara untuk tidak terbius kepada perkembangan sosial
sebagai dampak globalisasi dewasa ini, yang banyak memberi pengaruh terhadap nilai-nilai
kemanusiaan yang asasi, terutama sistem materialistis dan individualistis. Perkembangan dan
kemajuan yang diperoleh melalui ilmu pengetahuan dan teknologi modern, di satu sisi

Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019) |7


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

memberi manfaat, pada sisi lain juga banyak mendatangkan mudarat, bahkan tidak menutup
kemungkinan akan menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan yang Islami (Hatu, 2011; Rosana,
2011) .
Menghadapi realitas tersebut, manusia harus kembali melihat dan mengintrospeksi
eksistensinya sebagai hamba Allah swt yang telah diberi pedoman hidup secara mendasar
dalam mengangkat harkat dan martabatnya. Modal tersebut patut dipelihara dan
dikembangkan dalam kehidupan sosial masyarakat, khususnya dalam menumbuh
kembangkan semangat kebersamaan dan semangat persatuan dan kesatuan umat.
Pemahaman tentang eksistensi manusia adalah merupakan faktor utama dalam
membina dan mengembangkan sifat dasar dan kemampuan manusia itu sendiri sebagai
makhluk sosial, saling mempunyai ketergantungan dalam segala aspek hidup dan
kehidupannya. Oleh karena itu perwujudan sifat sosial manusia mengharuskan untuk
senantiasa dipersatukan. Hal ini telah diisyaratkan oleh Allah swt dalam QS Ali ‘Imran/3:
103.

               

)١٠٣( . . .    

Terjemahnya:
Dan berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah)
bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu
menjadi bersaudara… (Kementerian Agama RI, 2010: 79).
Agama Islam juga mengajarkan tentang batas-batas yang boleh dan yang tidak boleh
dalam hal tolong-menolong. Allah swt memerintahkan untuk saling bertolong-menolong
dalam hal kebaikan, dan melarang saling bertolong-menolong kepada dosa dan pelanggaran.
Hal ini dijelaskan dalam QS Al-Māidah/5: 2.

)٢( …           …

Terjemahnya:
…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan…(Kementerian Agama RI, 2010:
142).
Perintah tolong-menolong dalam pengertian ayat tersebut tidak terbatas hanya pada
masalah material saja, akan tetapi juga menyangkut masalah moril, dalam bentuk pemberian
bimbingan dan petunjuk ke arah kebaikan serta larangan untuk melaksanakan segala hal yang
dapat mendatangkan mudarat bagi umat manusia.
Di sisi lain, ajaran Islam memandang manusia sebagai makhluk yang satu, yang harus
senantiasa dipersatukan, nilai-nilai persatuan tersebut lahir dan bersumber dari ajaran tentang
persaudaraan, dalam arti bahwa manusia pada hakikatnya adalah umat yang satu. Sebagai
konsekuensi dari pernyataan kesatuan tersebut, merupakan motivasi terciptanya sikap

8 | Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019)


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

kecenderungan untuk saling tolong-menolong antara sesama manusia. Hal ini sesuai dengan
firman Allah swt dalam QS Al-Baqarah/2: 213.

)٢١٣( . . .    

Terjemahnya:
Manusia itu (dahulunya) satu umat...(Kementerian Agama RI, 2010: 41).
Prinsip persatuan dalam pengertian ayat tersebut mengandung makna tentang perlunya
senantiasa terjalin hubungan interaksi sosial yang serasi dan timbal balik, dimana setiap
muslim harus menyadari bahwa sesungguhnya pada diri setiap orang itu mempunyai
kekurangan dan kelemahan yang membutuhkan bantuan dari orang lainnya. Di samping
menyadari pula bahwa sesungguhnya pada diri setiap individu itu terdapat kelebihan dan
keistimewaan secara tersendiri (Umar 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam hanya
menghendaki sistem tolong menolong yang mengarah kepada hal-hal yang mendatangkan
manfaat terhadap kehidupan manusia, dan sama sekali tidak menghendaki untuk saling
tolong-menolong dalam mengerjakan kejahatan dan perbuatan dosa.
Manusia dengan kondisi kemanusiaannya adalah makhluk yang lemah, yang tidak
dapat hidup tanpa bantuan orang lain, oleh karenanya manusia tidak dapat hidup dengan
sendirinya tanpa orang lain (Hatu 2011). Kelemahan manusia telah disebutkan oleh Allah swt
dalam Firman-Nya QS al-Nisa/4: 28.

)٢۸(    …

Terjemahnya:
. . . Dan manusia diciptakan (bersifat) lemah (Kementerian Agama RI, 2010: 107).
Kelemahan/kekurangan yang dimiliki oleh manusia sebagaimana dijelaskan oleh ayat
tersebut membuatnya selalu memiliki kecenderungan untuk bergaul dan bermasyarakat untuk
menutupi segala kelemahannya, dalam arti saling menutupi antara satu dengan yang lainnya.
Sehingga pendidikan Islam dalam lingkup materi dan aplikasi menghendaki pelaksanaan
ajaran (syariat) Islam yang dipenuhi dengan nilai-nilai sosial, seperti zakat, infak, dan
sedekah.
Perintah untuk mengeluarkan zakat bagi setiap muslim, merupakan salah satu
kewajiban yang harus ditunaikan, khususnya bagi mereka yang berkelebihan dari segi
material, dimana zakat dalam realisasinya mempunyai sasaran utama yaitu untuk memberikan
pertolongan kepada sesama muslim yang tidak mampu menutupi kebutuhan sehari-harinya.
Hal tersebut dimaksudkan untuk membersihkan dan mensucikan diri dan harta yang dimiliki,
sekaligus memberikan hak orang lain yang dititipkan Allah kepada orang yang mampu,
sebagaimana yang diperintahkan Allah swt dalam QS al-Taubah/9: 103.

)١٠٣( . . .       

Terjemahnya:
Ambillah zakat dari harta mereka sebagai pembersih dan penyuci (Kementerian Agama
RI, 2010: 273).

Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019) |9


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

Ayat ini menjelaskan maksud dari harta (zakat) yang diambil dari yang mampu adalah
untuk membersihkan mereka (yang mampu) dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan
kepada harta benda duniawi, sekaligus menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka
dan mengembangkan harta benda mereka (Sodiq, 2015).
Berdasarkan beberapa keterangan yang telah disebutkan, dapat memberi landasan
dalam memahami tentang dasar-dasar tolong menolong menurut Islam. Tolong-menolong di
samping sebagai sifat dasar manusia juga merupakan suatu kewajiban yang mengandung
makna pemenuhan hak-hak sesama manusia yang merupakan bagian yang tak terpisahkan
antara satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling ketergantungan terhadap
sesamanya, baik dilihat dari segi keberadaannya sebagai makhluk sosial maupun dilihat dari
segi pembinaan persaudaraan sebagai umat yang satu.

METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang sifatnya kualitatif,
yaitu objek penelitian diambil dari data empiris dan fakta di lapangan dengan memberikan
perhatian lebih banyak pada pembentukan teori substantif berdasarkan pada konsep-konsep
yang timbul dari data empiris (Margono, 2007: 35). Pada prinsipnya data yang diperoleh
melalui lapangan di elaborasi untuk di analisis data yang bersifat teoretis. Sejauh analisis data
tersebut dilakukan simpulan-simpulan untuk menjadi pengembangan suatu teori.
Dalam menganalisis data temuan di lapangan digunakan beberapa pendekatan sebagai
pisau analisis, yaitu: 1) Pedagogik, yaitu pendekatan yang menggunakan aspek pendidikan
Islam dalam mengkaji interaksi sosial masyarakat Kabupaten Soppeng. 2) Sosial, yaitu
pendekatan yang berusaha memahami arti dari sistem interaksi sosial masyarakat kaitannya
dengan peran tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidik, ulama, kiai, ustaz dalam
melaksanakan pengajaran pendidikan Islam, di tengah-tengah kelompok masyarakat
Kabupaten Soppeng. 3) Normatif teologis, yaitu pendekatan normatif Islam dengan melihat
aspek-aspek sistem sosial pada masyarakat Kabupaten Soppeng sebgai sumber data dalam
penelitian ini.
Sumber data ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu
menunjuk langsung informan yang dapat memberikan informasi yang valid dan akurat
(Sugiyono, 2013: 126). Informan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tokoh
masyarakat, tokoh agama islam, dan tokoh pendidik Kabupaten Soppeng yang dapat
memberikan informasi dan data yang dibutuhkan penelitian ini.
Prosedur Pengumpulan Data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara,
dan dokumentasi (Margono, 2007: 38). Observasi adalah mengadakan pengamatan secara
langsung terhadap objek yang menjadi sasaran penelitian untuk memperoleh data yang asli
(Yaumi and Damopolii 2016). Wawancara dilakukan secara individu, kelompok, dan Fokus
Group Discussion (FGD), yaitu suatu kelompok partisipan diminta untuk mendiskusikan
fokus penelitian, kemudian dilakukan wawancara dalam kelompok itu yang dibarengi dengan
alat perekam audio atau video (Yaumi & Damopolii, 2016: 101). Dokumentasi dalam
penelitian ini adalah mengumpulkan data berupa dokumen tentang profil Kabupaten Soppeng,
buku, jurnal, dan karya ilmiah relevan sebagai landasan teori, serta melakukan pemotretan

10 | Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019)


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

(pengambilan gambar) pada saat wawancara dengan informan atau objek yang dianggap perlu
sebagai bukti pelaksanaan kegiatan.
Data temuan lapangan diolah dan dianalisis dalam tiga alur kegiatan yang merupakan
satu kesatuan (saling berkaitan), yaitu; (1) reduksi kata; (2) penyajian data; (3) penarikan
kesimpulan (Sugiyono, 2013: 249). Reduksi data dilakukan secara berkesinambungan, mulai
dari awal sampai akhir pengumpulan data. Kegiatan yang dilakukan dalam reduksi data dapat
berupa pembuatan singkatan, pengodean, pengategorian, pengurutan, pengelompokan,
pemusatan tema, dan penentuan batas-batas permasalahan. Penyajian data dilakukan dengan
penyusunan informasi yang kompleks ke dalam suatu bentuk yang sistematis, sehingga
menjadi sederhana dan selektif, serta dapat dipahami maknanya. Penyajian data dimaksudkan
untuk menemukan pola-pola yang bermakna, serta memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penarikan kesimpulan dilakukan setelah
dilakukan analisis selama proses dan sesudah pengumpulan data. Berdasarkan analisis data
tersebut, peneliti memberikan kesimpulan awal, selanjutnya kesimpulan awal diverifikasi
kembali selama dalam proses pengumpulan data dan setelah pengumpulan data terakhir untuk
lebih memperkuat temuan-temuan dalam fokus penelitian (Sugiyono 2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Proses Interaksi Sosial Masyarakat Soppeng
Masyarakat Soppeng yang notabenenya bersuku Bugis memiliki sistem nilai tersendiri
yang kental dengan stratifikasi sosial. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan perlakuan
masyarakat terhadap lapisan masyarakat atas (bangsawan) dengan masyarakat bawah (biasa).
Masyarakat sangat menghormati kaum bangsawan yang diposisikan sebagai ajjuareng (raja)
yang harus diikuti dalam segala hal, sehingga masyarakat mengikuti segala keinginan raja
dengan prinsip “polo poppa polo panni” (semua keinginan raja harus dilaksanakan meski
harus mengorbankan nyawanya).
Seiring perkembangan zaman, transformasi sosial juga terjadi pada pola interaksi
tersebut. Sisi pragmatisme era modern membuat kalangan bangsawan yang ekonomi lemah
menjadi tidak lebih dihargai dari pada masyarakat biasa yang kaya raya. Bahkan dalam kerja
sama pragmatis (relasi kontraktual) tidak sedikit bangsawan menjadi bawahan orang biasa.
Interaksi dalam bentuk kerja sama ini juga berkembang pada berbagai bidang, di antaranya:
ekonomi, pendidikan, dan politik. Kerja sama ini tidak jarang menghasilkan persaingan,
misalnya antarpedagang, antarlembaga pendidikan, dan antartim sukses pada kontes politik.
Bahkan faktanya persaingan itu telah melahirkan konflik antarkeluarga.
Redamnya konflik dalam interaksi sosial pada masyarakat Bugis Soppeng tidak hanya
diakibatkan oleh rasa takut mendapatkan hukuman yang telah ditetapkan pemerintah sebagai
sumber nilai modern, melainkan lebih pada rasa siri (harga diri) bila bertikai dengan sesama.
Hal itu bisa menjadi aib sehingga seseorang kehilangan kehormatan. Selain itu, konflik juga
menjadi sesuatu yang dilarang agama, sehingga orang-orang yang berkonflik umumnya dari
kalangan yang rendah pengetahuan agamanya dan sedikit pengalaman spiritualnya.
Memperhatikan realitas tersebut, pemerintah Kabupaten Soppeng memprogramkan
magrib mengaji dan subuh berjamaah. Magrib mengaji adalah kegiatan pengkajian Islam

Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019) | 11


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

yang dilakukan setelah salat magrib berjamaah dan dilanjutkan dengan salat Isya berjamaah.
Subuh berjamaah adalah salat subuh yang dilakukan secara berjamaah yang dilanjutkan oleh
kajian Islam. Keduanya merupakan program pemerintah Kabupaten Soppeng (Kaswadi dan
Supriansyah) yang pelaksanaannya digilir di setiap masjid sebagai pemersatu dan media
interaksi antara pemerintah dan masyarakat. Tampak dalam acara tersebut, tokoh adat, tokoh
agama, dan unsur pemerintah duduk berdampingan. Kesemuanya berada pada level strata
sosial yang sama. Hal ini menggambarkan harmonisasi politik, agama, dan budaya di era
modern.
Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan modernisasi, masyarakat Soppeng
sebagai komunitas yang berbudaya dan beragama masih tetap menjaga interaksi sosial dalam
bentuk tolong-menolong (tanpa pamrih) dan gotong-royong. Hal ini terlihat pada upacara adat
dan acara keagamaan yang berkembang di tengah masyarakat. Misalnya upacara adat
pernikahan, para tetangga dan keluarga telah datang untuk membantu menyiapkan pernikahan
seminggu sebelum acara, seperti: membuat walasuji (pembatas), membuat baruga (gerbang),
menyiapkan konsumsi, bahkan sebulan sebelumnya secara bersama menyebarkan undangan.
Begitupun dalam upacara kematian, para keluarga dan tetangga datang melayat untuk saling
membantu mengurus jenazah, mulai dari begadang di rumah duka sebagai bentuk empati,
bersama-sama menggali kubur, sampai bersama-sama menggotong jenazah ke pemakaman.
Semua ini dilakukan atas asas gotong-royong tanpa pamrih.
Hal serupa juga terlihat dalam acara keagamaan, misalnya peringatan maulid dan isra’
mi’raj Nabi Muhammad saw, masyarakat Soppeng secara bersama-sama menyumbangkan
pikiran, tenaga, dan dana demi suksesnya acara. Hal ini merupakan bentuk kesadaran
beragama masyarakat Soppeng sebagai hasil dari pendidikan Islam yang diperolehnya dalam
berbagai majelis/kajian keislaman.
Peranan Tokoh Masyarakat dan Lembaga Pendidikan Islam dalam Membentuk
Interaksi Sosial Masyarakat Soppeng
Perkembangan pendidikan Islam di Kabupaten Soppeng dapat dibagi menjadi dua,
yaitu formal dan nonformal. Secara formal, institusi pendidikan Islam didirikan oleh ulama
dan didukung sepenuhnya oleh masyarakat. Institusi pendidikan Islam merupakan embrio dari
dinamika Islam yang dibangun untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan umat Islam, seperti
pondok pesantren dan madrasah. Lembaga tersebut didirikan sebagai wadah pengembangan
pendidikan Islam di tengah masyarakat untuk mewujudkan agama rahmatan li al-‘ālamīn.
Pada mulanya, sebelum berdirinya lembaga pendidikan Islam di Kabupaten Soppeng,
kegiatan pembelajaran pendidikan Islam masih dalam bentuk pengajian sederhana, yaitu
kegiatannya berpindah-pindah, dari rumah warga yang satu ke rumah warga lainnya, atau ke
rumah ulama yang ada. Setelah berdiri masjid, kegiatan keagamaan dipusatkan di masjid.
Selanjutnya, semakin banyak masyarakat tertarik untuk belajar agama Islam, didirikanlah
pondokan dan ruang kelas di sekitar masjid sebagai cikal bakal berdirinya lembaga
pendidikan Islam.
Sebagaimana di uraikan terdahulu, bahwa Islam berkembang di Kabupaten Soppeng
melalui mubalig yang terdiri dari ulama, ustaz/ustazah dengan metode hikmah, bukan dengan
paksaan atau kekerasan. Islam berkembang dengan memasuki sendi budaya, dimana hal-hal

12 | Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019)


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

yang berkaitan dengan acara dan upacara adat dimasukkan nilai-nilai keislaman. Dengan
demikian, budaya Bugis di Kabupaten Soppeng sangat dipenuhi dengan nilai-nilai keislaman.
Hal ini yang membuat masyarakat menerima Islam dengan sukarela. Selain itu, lembaga
pendidikan Islam juga mengalami perkembangan dengan baik, ditandai dengan lahirnya
pondok pesantren dan madrasah sebagai upaya mengawal umat Islam agar dapat memahami
dan mengamalkan ajaran Islam secara baik dan menyeluruh (kāffah).
Upaya lain yang dilakukan oleh tokoh masyarakat Kabupaten Soppeng dalam
menggalakkan pembinaan keagamaan pada masyarakat adalah bekerja sama dengan pihak
pemerintah, baik dengan pemerintah daerah secara umum dan dengan Kementerian Agama
Kabupaten Soppeng yang dimotori oleh Lembaga Pendidikan dan Pengamalan Agama Islam
(LP2A) secara khusus. Bentuk kegiatannya adalah memberikan bimbingan agama kepada
masyarakat melalui kegiatan “magrib mengaji” yang digerakkan oleh suatu lembaga
pendidikan nonformal, yakni Tim Armada Safari Salat Berjamaah (TASBEH). Sebagaimana
diungkap oleh Sidrah (pendiri dan ketua TASBEH):
Di antara bentuk kegiatan keagamaan yang sifatnya memberikan pendidikan kepada
masyarakat adalah melalui kegiatan magrib mengaji yang digerakkan oleh suatu lembaga
pendidikan kemasyarakatan nonformal yakni Tim Armada Safari Salat Berjamaah
(TASBEH) Lembaga Pendidikan dan Pengamalan Agama Islam (LP2A). Magrib mengaji
yang diisi dengan tausiyah melalui salat berjamaah keliling dari masjid ke masjid se-
Kabupaten Soppeng. Jadi, lembaga ini mempunyai multi fungsi yakni selain memberikan
pendidikan dan anjuran pengamalannya melalui dakwah, juga bertujuan memberikan
motivasi dalam meramaikan salat berjamaah di Kec. Lalabata, dan yang tak kalah
pentingnya adalah dapat menjadi sarana silaturrahmi antar jamaah dari satu tempat ke
tempat lainnya (Sidrah, 2017).
Selain lembaga pendidikan nonformal tersebut, terdapat pula organisasi masyarakat
Islam lainnya, yaitu Komite Pelaksanaan Penegakan Syariat Islam (KPPSI) yang secara rutin
melaksanakan pembinaan keagamaan pada jamaah masjid setiap malam jumat pertama di
setiap bulannya, yang dilaksanakan antara waktu salat magrib dan salat isya. Organisasi
masyarakat ini senantiasa jeli melihat situasi dan kondisi masyarakat dengan cita-cita
mewujudkan masyarakat tetap rukun dan damai dengan tidak melihat perbedaan suku, agama,
dan status sosialnya. Di sisi lain organisasi masyarakat keagamaan yang ikut memberikan
kontribusi sosialisasi ajaran Islam pada masyarakat di Kabupaten Soppeng adalah kerja sama
antara Nahdhatul Ulama dan Persyarikatan Muhammadiyah. Kerja sama tersebut bukan hanya
menunjukkan toleransi dan kemajemukan, melainkan perwujudan integrasi umat menuju
masyarakat madani.
Di dalam pembentukan interaksi sosial masyarakat pada Kabupaten Soppeng, peran
tokoh masyarakat dan lembaga pendidikan Islam sangat penting, apalagi masyarakat
Kabupaten Soppeng mayoritas muslim. Sebagaimana diungkapkan oleh Mattarima bahwa:
Tokoh masyarakat sangat erat kaitannya dengan kekuatan atau hak masyarakat, terutama
dalam pengambilan keputusan dalam tahap identifikasi masalah, mencari pemecahan
masalah sampai dengan pelaksanaan berbagai kegiatan. Dalam hal ini tokoh masyarakat
masih sangat strategis perannya untuk menjadikan interaksi sosial itu menjadi tidak
rawan konflik horizontal. Misalnya, tokoh pendidikan, diperlukan dalam memberikan
ide-ide untuk perkembangan mutu pendidikan. Memotivasi para pemuda khususnya agar

Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019) | 13


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Melibatkan pada anak-anak,
remaja maupun pemuda dalam mengikuti berbagai perlombaan yang terkait dengan dunia
pendidikan baik yang dilaksanakan di daerah maupun di luar daerah (Mattarima, 2017).
Melalui upaya tokoh masyarakat Islam seperti penjelasan informan tersebut, jelaslah
bahwa peranan tokoh masyarakat Islam dalam membentuk interaksi sosial masyarakat di
Kabupaten Soppeng sangat berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan bermasyarakat.
Di sini tokoh masyarakat Islam sebagai wadah dalam membentuk interaksi sosial berdasarkan
ajaran Islam menuju terwujudnya masyarakat madani di Kabupaten Soppeng. Apalagi
masyarakat yang mayoritas muslim, masih sangat antusias dengan kegiatan-kegiatan
keagamaan. Upaya pembinaan dalam pembentukan interaksi sosial masyarakat terus
digalakkan melalui kegiatan perayaan satu Muharam, magrib mengaji, peringatan isra’ mi’raj
dan maulid Nabi Muhammad saw.
Pemerintah juga sangat berperan dalam terlaksananya acara-acara tersebut. Bahkan
kegiatan tersebut merupakan ide dari para tokoh masyarakat (tokoh agama dan pendidik) yang
diindahkan oleh pemerintah Kabupaten Soppeng yang kesemuanya bekerja sama membuat
suatu acara keagamaan yang bernapaskan Islam melalui dukungan pemerintah dengan
dijadikannya kegiatan-kegiatan tersebut sebagai program pemerintah. Bukan tidak mungkin
masyarakat madani akan terwujud dengan program-program ini, dimana seluruh stakeholder
dalam suatu daerah saling bekerja sama dalam kegiatan positif yang diridai Allah swt.
Urgensi Pendidikan Islam dalam Interaksi Sosial Masyarakat Soppeng Menuju
Masyarakat Madani
Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan sebelumnya, dapat dipahami bahwa
proses interaksi sosial masyarakat di Kabupaten Soppeng terus berkembang mengikuti
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang berdampak positif dan negatif
bagi pertumbuhan dan perkembangan cara hidup masyarakat, gaya hidup masyarakat dalam
berinteraksi sosial dengan masyarakat lainnya sudah bervariasi, dimana masyarakat yang
hidup di daerah pedesaan, umumnya tetap mempertahankan budaya hidup mereka seperti
yang diterima dari orang tua (leluhur) mereka secara turun-temurun. Misalnya, saling
membantu antara satu dengan yang lain, tolong-menolong, gotong-royong, dan silaturahmi
tetap terpelihara pada setiap acara kemasyarakatan mereka (Fajarini, 2014). Berbeda halnya
dengan masyarakat yang hidup di dalam kota, sebahagian di antara mereka terkontaminasi
dengan gaya hidup modern (Hatu, 2011). Masalah gotong-royong, silaturahmi, tolong-
menolong, dan lain-lain, beralih menjadi sistem relasi kontraktual. Konsumsi di berbagai
acara dilakukan dengan katering (memesan makanan), pengurusan jenazah menggunakan jasa
berbayar, begitupun dalam membersihkan lingkungan lebih kepada penggunaan petugas
kebersihan. Gaya hidup seperti ini tentu memiliki dampak positif dan negatif. Dampak
positifnya adalah ada motivasi untuk meningkatkan diri dalam hal ekonomi. Namun dampak
negatifnya komunikasi antara tetangga berkurang bahkan hampir tidak ada, antara saudara
sudah jarang saling mengunjungi, orang tua dan anak jarang bertemu, karena kesibukan
mereka dalam mengejar popularitas dari segi materi dan status sosial lainnya (Wisarja &
Sudarsana, 2017).

14 | Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019)


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

Bentuk interaksi sosial masyarakat dalam berbagai kegiatan di Kabupaten Soppeng


masih dipengaruhi oleh budaya yang dipenuhi dengan nilai-nilai Islam (Fajarini, 2014).
Misalnya dalam kegiatan mammanu’-manu’ (upaya mengenal calon istri), seorang lelaki yang
ingin menikahi seorang perempuan hendaknya mengetahui secara pasti calon istrinya.
Kegiatan mammanu’-manu’ merupakan upaya laki-laki untuk mengetahui perempuan yang
ingin dipinangnya. Memahami akan perempuan yang ingin dipinang sangatlah perlu, karena
dimungkinkan wanita tersebut masih berada dalam pinangan orang lain, bahkan
dikhawatirkan memiliki nasab (hubungan keluarga) atau alasan lainnya yang memungkinkan
tidak boleh untuk dinikahi. Nabi saw melarang seseorang meminang wanita yang telah
dipinang orang lain sampai yang meminangnya itu meninggalkan atau mengijinkannya.
Setelah proses mammanu’-manu’ barulah dilakukan madduta (meminang).
Bentuk interaksi lainnya yang dipengaruhi oleh budaya namun dipenuhi dengan nilai-
nilai Islam adalah kedatangan untuk membantu suksesnya acara tanpa di undang. Hal ini
terlihat dalam pembuatan baruga (tempat pesta) dalam acara pernikahan, pembuatan keranda
dalam pengurusan jenazah, menyiapkan makanan dalam acara syukuran dan akikah.
Kesadaran interaksi sosial tersebut muncul akibat budaya atau adat-istiadat yang diwariskan
secara turun-temurun. Hukuman sosial akan ketidakhadiran pada acara-acara tersebut berupa
klaim sebagai orang sombong atau enggan bersosial sangat dihindari oleh masyarakat
Soppeng yang notabenenya bersuku Bugis. Pendidikan Islam mestinya merubah stigma
interaksi sosial masyarakat untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di tengah-
tengah masyarakat bukan karena sekedar tuntutan budaya, tetapi juga kesadarannya akan
pentingnya silaturahmi dalam Islam.
Masyarakat kota mempraktikkan budaya kota dan masyarakat desa melaksanakan
budaya desa. Budaya tercipta karena proses panjang yang secara alamiah terbentuk untuk
mempermudah memperoleh kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Sehingga masyarakat kota
mulai terkontaminasi pola hidup modern dengan sistem relasi kontraktual. Masyarakat desa
lebih mengutamakan interaksi sosial dengan sistem relasi kultural seperti tolong menolong
dan gotong royong. Menurut Dovidio & Penner (2001), tolong menolong adalah suatu
tindakan yang memberi keuntungan terhadap pihak lain, tanpa harus menguntungkan dirinya
sendiri. Bahkan, tindakan tersebut dapat memberi risiko kepada penolong (Baron et al., 2006).
Namun, bila melihat interaksi sosial masyarakat Bugis Soppeng, pada dasarnya menolong
orang lain berarti menolong dirinya sendiri. Ada beban psikologis yang dirasakan oleh orang
yang tidak mampu memberi pertolongan, dalam artian dia belum memiliki kualitas lahir dan
batin untuk menolong. Selain itu, orang yang ditolong akan merasa mawere’, yaitu lebih dari
sekedar merasa berat, karena ada niat untuk membalas pertolongan dan ada upaya untuk lebih
menghargai dan menghormati orang yang menolongnya.
Budaya gotong-royong juga terus dipertahankan masyarakat pedesaan. Tidak bisa
dipungkiri Islam datang di Indonesia (termasuk Soppeng) pada masyarakat yang memegang
teguh budaya. Sehingga perlu mempertahankan budaya yang tidak mempengaruhi kesucian
akidah. Apalagi bila budaya tersebut dipenuhi dengan nilai-nilai pendidikan Islam. Praktik
budaya yang sejalan dengan ajaran Islam lebih bertahan di masyarakat dibanding praktik
ibadah yang bertentangan dengan ajaran Islam. Berarti pendidikan Islam mulai menampakkan

Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019) | 15


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

kontribusinya dalam interaksi sosial masyarakat. Perlu untuk membiasakan kebenaran dan
tidak membenarkan kebiasaan.
Dari sini kemudian dapat dilihat pentingnya pendidikan Islam dalam membentuk
interaksi sosial masyarakat yang berperadaban, antara lain karena pendidikan Islam menjadi
pedoman atau panduan untuk melakukan interaksi sosial. Bahkan dasar Islam (al-Qur’an dan
hadis) yang dijadikan sebagai landasan atau sistem nilai interaksi sosial. Ini dapat dilihat
dalam hidup bermasyarakat di Kabupaten Soppeng apabila terjadi selisih paham dalam
interaksi sosial, masyarakat cenderung mengembalikan pada ajaran Islam. Bagaimana Islam
memandang masalah yang dihadapi masyarakat, dan bagaimana pula cara penyelesaiannya.
Intinya, interaksi sosial sesungguhnya dalam Islam adalah memperkuat silaturahmi, artinya
ada pembinaan persatuan, sifat kolektivitas dan kolegial dalam pengembangan interaksi
sosial, yang dapat berujung pada pengembangan kualitas hidup masyarakat menuju
terwujudnya masyarakat madani.

PENUTUP
Proses interaksi sosial masyarakat Soppeng dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Relasi
kontraktual yang terlihat pada masyarakat kota Soppeng yang gaya hidupnya mulai
terpengaruh pada gaya hidup modern yang interaksi sosialnya sangat berdasarkan pada relasi
kontraktual. 2) Relasi emosional berbasis spiritual (agama) dan kultural (budaya) yang terlihat
pada masyarakat desa yang tetap bergotong-royong dalam berbagai acara dan upacara adat
dan keagamaan, seperti pernikahan, melayat (kematian), akikah, syukuran pindah rumah atau
naik rumah baru, begitupun syukuran panen dan doa sebelum menanam bagi para petani.
Kesemuanya itu dihadiri oleh para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pendidik
dengan melaksanakan peran dan fungsi edukatif di tengah masyarakat.
Peran tokoh masyarakat Islam dalam interaksi sosial masyarakat Kabupaten Soppeng
adalah: 1) sebagai pendiri dan pengelola lembaga pendidikan Islam (pondok pesantren dan
madrasah) sebagai wadah da’wah Islam; 2) kerjasama dengan pemerintah melakukan acara
yang Islami sebagai sarana edukatif dan wadah interaksi sosial masyarakat; 3) memberikan
sosialisasi ajaran Islam pada masyarakat dalam bentuk dakwah; dan 4) memberi keputusan
dan solusi dalam permasalahan yang muncul di tengah masyarakat.
Berdasarkan pelaksanaan berbagai peran tersebut, pendidikan Islam mendapatkan
posisi yang sangat penting dalam interaksi sosial masyarakat sebagai upaya mewujudkan
masyarakat madani di Kabupaten Soppeng. Hasilnya adalah tumbuhnya toleransi beragama,
pemerintahan demokratis yang menjadikan acara dan upacara adat dan keagamaan sebagai
program kerja, bahkan memunculkan kesadaran warga yang berkonflik untuk menyelesaikan
konfliknya secara damai atas prinsip musyawarah dengan merujuk kepada ajaran Islam
dengan adil tanpa memperhatikan latar belakang atau stratifikasi sosial seseorang.
Berdasarkan kesimpulan tersebut, diasumsikan pentingnya untuk mempertahankan
budaya yang tidak mempengaruhi kemurnian akidah Islam. Menemukan relevansi budaya
dengan ajaran Islam sebagai strategi dakwah pada masyarakat yang memegang teguh budaya
(adat-istiadat) dari peninggalan leluhurnya. Dari sini juga dibutuhkan dukungan pemerintah
dalam mengakomodasi ide-ide dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh pendidik

16 | Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019)


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

dengan menjadikannya sebagai program kerja sebagai upaya membangun peradaban modern
Islam berbasis budaya lokal menuju terwujudnya masyarakat madani di Kabupaten Soppeng.

DAFTAR RUJUKAN
Al-Naisaburi, Imam Abi Husain Muslim al-Hajjaj al-Qusyairi. 2005. Sahih Muslim. Terj.
Ma’mur Daud, Terjemahan Hadits Sahih Muslim. Kuala Lumpur: Klang Book Centre.
Azra, Azyumardi. 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta:
Tim ICCE UIN Jakarta.
Baron, Robert A, Donn Byrne, dan Nyla R Branscombe. 2006. Social Psychology. London,
UK: Pearson Education.
Culla, Adi Suryadi. 1999. Masyarakat Madani: Pemikiran, Teori, dan Relevansinya dengan
Cita-cita Reformasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Dovidio, John F, dan Louis A Penner. 2001. “Helping and Altruism.” dalam Blackwell
Handbook of Social Psychology: Interpersonal Processes, G. J. O. Fletcher dan M. S.
Clark (ed.), 162–95. Hoboken, NJ: Blackwell Publishers Ltd.
Fajarini, Ulfah. 2014. “Peranan Kearifan Lokal dalam Pendidikan Karakter.” Sosio-
Didaktika: Social Science Education Journal 1 (2):123–30.
Fazillah, Nur. 2017. “Konsep Civil Society Nurcholish Madjid dan Relevansinya dengan
Kondisi Masyarakat Indonesia Kontemporer.” Al-Lubb: Jurnal Pemikiran Islam 2
(1):206–25.
Fu’ad, Muhammad bin Abdul Baqi. 2013. Hadits Shahih Bukhari Muslim. Depok: PT Fathan
Prima Media.
Hatu, Rauf. 2011. “Perubahan Sosial Kultural Masyarakat Pedesaan: Suatu Tinjauan Teoritik-
Empirik.” Jurnal Inovasi 8 (04).
Huwaidi, Fahmi. 1996. Demokrasi Oposisi dan Masyarakat Madani: Isu-isu Besar Politik
Islam. Bandung: Mitra Pustaka.
Ibrahim, Ruslan. 2008. “Pendidikan Multikultural: Upaya Meminimalisir Konflik dalam Era
Pluralitas Agama.” El-Tarbawi 1 (1).
Kementerian Agama RI. 2010. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Fokus Media.
Liliweri, Alo. 2005. Prasangka & Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Multikultur. Yogyakarta: LKiS.
Margono, S. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern,
dan Poskolonial. Jakarta, Indonesia: RajaGrafindo Persada.
Mawardi, M S Al, and Maulidin Iqbal. 2015. “Pendidikan pada Masa Nabi: Analisis
Historisterciptanya Civil Society di Madinah.” Jurnal lentera 15 (13).
Nurjamilah, Cucu. 2017. “Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Masjid dalam Perspektif
Dakwah Nabi Saw.” Journal of Islamic Studies and Humanities 1 (1):93–119.
Pusat Penelitian UIN Syarif Hidayatullah. 2013. Pendidikan Kewargaan, Demokrasi, HAM,
dan Masyarakat Madani. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Rahardjo, M Dawam. 1993. Intelektual, Intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa. Bandung:
Mizan.

Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019) | 17


Urgensi Pendidikan Islam dalam … | M. Arsyad, B. Rama

Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah,
Keluarga, dan Masyarakat. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara.
Rosana, Ellya. 2011. “Modernisasi dan Perubahan Posial.” Jurnal TAPIs 7 (1): 46–62.
Sarafino, Edward P, dan Timothy W Smith. 2014. Health Psychology: Biopsychosocial
Interactions. 8th Ed. New Jersey, NJ: John Wiley & Sons. Inc.
Shihab, M Quraish. 2005. Logika Agama: Kedudukan Wahyu dan Batas-batas Akal dalam
Islam. Tangerang Selatan: Lentera Hati.
Sodiq, Amirus. 2015. “Konsep Kesejahteraan dalam Islam.” Equilibrium 3 (2): 380–405.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pegantar. Jakarta, Indonesia: RajaGrafindo
Persada.
Soekanto, Soerjono, dan Budi Sulistyowati. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar (Edisi Revisi).
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sudarsana, I Ketut. 2018. “Membina Kerukunan Antar Siswa di Sekolah Melalui Penanaman
Pendidikan Budi Pekerti Berbasis Kearifan Lokal.” Dalam Prosiding Seminar Nasional
Kearifan Lokal Indonesia Untuk Pembangunan Karakter Universal 2018, 242–50.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods).
Bandung: Alfabeta.
Turner, Jonathan H. 1988. A Theory of Social Interaction. California, CA: Stanford
University Press.
Ubaedillah, Achmad, dan Abdul Rozak. 2012. Pancasila, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat
Madani. Jakarta: Prenadamedia.
Umar, Nasaruddin. 2009. “Meresapi Makna Silaturahmi.” Majalah Alif 31.
Wisarja, I Ketut, dan I Ketut Sudarsana. 2017. “Praksis Pendidikan Menurut Habermas:
Rekonstruksi Teori Evolusi Sosial Melalui Proses Belajar Masyarakat.” IJER:
Indonesian Journal of Educational Research 2 (1):18–26.
Yaumi, Muhammad, dan Muljono Damopolii. 2016. Action Research: Teori, Model, dan
Aplikasinya. Jakarta: Prenada Media.

18 | Al-Musannif, Vol. 1, No. 1 (Januari-Juni 2019)

You might also like