Struktur Komunitas Cacing Tanah (Kelas Oligochaeta) Di Kawasan Hutan Desa Mega Timur Kecamatan Sungai Ambawang
Struktur Komunitas Cacing Tanah (Kelas Oligochaeta) Di Kawasan Hutan Desa Mega Timur Kecamatan Sungai Ambawang
Struktur Komunitas Cacing Tanah (Kelas Oligochaeta) Di Kawasan Hutan Desa Mega Timur Kecamatan Sungai Ambawang
Abstract
Community structure can be reviewed from its species composition, species density, species evenness,
species diversity, species dominance, and species biomass in an ecosystem. Earthworms have an important
role in decomposition process of organic matters. The existence of earthworms can be considered as a
bioindicator of soil productivity. A research about community structure of earthworms in Mega Timur
Village forest area had been conducted in August 2016. This research aims to know the community structure
of earthworms (class Oligochaeta) that are found in Mega Timur Village forest area as well as the condition
of their habitat. Plot sampling was taken randomly with 5 plots whose size is 5x5m2 on every location. The
sampling method used was quadrate method with size 30x30cm2, taking 5 spots on each location and hand-
sorting method. Earthworms found in the site included three genera: Pheretima, Perionyx, and Pontoscolex.
The highest composition of earthworms was found in Station I and III with two genera each, and the lowest
composition was found in Station II with only one genus. Genus Pontoscolex had the highest density index,
while genus Pheretima had the lowest index. The highest diversity index was observed in Station III
(H’=0,64), while the lowest diversity index was on Station I (H’=0).
akan semakin stabil habitat tersebut. Struktur (Michael, 1994), indeks keanekaragaman jenis
komunitas dapat ditinjau dari komposisi jenis, (H’) (Magurran, 2004), indeks kemerataan (E’)
kepadatan jenis, kemerataan jenis, (Pielou, 1976), dan indeks dominansi (C)
keanekaragaman jenis, dominansi jenis, dan (Fachrul, 2007). Identifikasi cacing tanah
biomassa jenis dalam suatu ekosistem dilakukan di Laboratorium Zoologi FMIPA
(Nybakken, 2001). Beragamnya jenis cacing tanah Universitas Tanjungpura Pontianak. Analisis tanah
dan banyaknya peranan bagi ekosistem menjadi hal dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan
yang menarik untuk dikaji. Oleh karena itu, Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura
penelitian tentang struktur komunitas cacing yang Pontianak.
terdapat di Kawasan Hutan Desa Mega Timur
Kecamatan Sungai Ambawang perlu dilakukan. Alat dan Bahan
BAHAN DAN METODE
Alat-alat yang digunakan adalah botol sampel,
Pengambilan sampel dilaksanakan mulai dari bulan cangkul, higrometer, kantong plastik, label, lup,
Agustus 2016. Pengambilan sampel cacing tanah lux meter, meteran, mikroskop binokuler, pinset,
dilakukan di hutan dekat pemukiman penduduk soil tester, tali raffia, termometer dan wadah
Dusun Mega Lestari Desa Mega Timur Kecamatan plastik. Bahan-bahan yang digunakan adalah
Sungai Ambawang. Data hasil penelitian dianalisis akuades, alkohol 70% dan formalin 4%.
mengunakan metode kuantitatif yaitu dengan
mengetahui kepadatan populasi (K), kepadatan
relatif (KR), frekuensi kehadiran (FK)
109
Protobiont (2017) Vol. 6 (3) : 108 – 117
Gambar 2. Tiga genus cacing tanah yang ditemukan di Kawasan Hutan Desa Mega Timur Kecamatan Sungai
Ambawang (a) Pheretima (b) Perionyx (c) Pontoscolex
110
Protobiont (2017) Vol. 6 (3) : 108 – 117
Gambar 3. Genus Pontoscolex (a) Prostomium (prolobus), (b) sebaran seta (saperate), (c) bentuk seta (general),
(d) clitelium, (e) tubercula pubertatis, (f) genital tumescence (4 pasang)
Gambar 4. Genus pheretima (a) Prostomium (epilobus), (b) sebaran seta (Perichaetine), (c) bentuk seta (general),
(d) clitelium, (e) tubercula pubertatis, (f)genital tumescence (1 pasang)
111
Protobiont (2017) Vol. 6 (3) : 108 – 117
Gambar 5. Genus perionyx (a) Prostomium (epilobus), (b) sebaran seta (Perichaetine), (c) bentuk seta (general),
(d) clitelium, (e) tubercula pubertatis, (f) genital tumescence (1 pasang)
Cacing tanah yang ditemukan di ketiga stasiun sedangkan yang terendah di stasiun II
penelitian memiliki komposisi jenis yang (perkebunan sawit). Kepadatan total individu
bervariasi. Komposisi tertinggi terdapat di stasiun tertinggi ditemukan pada stasiun III dan yang
I (hutan) dan stasiun III (pemukiman penduduk), terendah pada lokasi II (Tabel 2).
Tabel 2. Komposisi jenis, Kepadatan (K) dan Kepadatan Relatif (KR) Cacing Tanah di Kawasan Hutan Desa Mega
Timur Kecamatan Sungai Ambawang
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Taksa
K (ind/m3) KR (%) K (ind/m3) KR (%) K (ind/m3) KR (%)
Pontoscolex 106,7 68,6 115,6 100 257,8 65,17
Pheretima 48,9 31,4 - - -
Perionyx - - - 137,8 34,83
Total 155,6 100 115,6 100 395,6 100
Keterangan : - tidak ditemukan individu
Tabel 3. Indeks Shannon-Wiener (H’), Simpson (C) dan Keanekaragaman cacing tanah pada tiga stasiun
Evennes (E’) Cacing Tanah di Kawasan dianalisis dengan Indeks Shannon-Wiener (H’),
Hutan Desa Mega Timur Kecamatan Sungai
Simpson (C) dan Evennes (E’). Ketiga indeks
Ambawang
tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat
Stasiun H’ C E’
keanekaragaman cacing tanah yang terdapat pada
tiap-tiap stasiun penelitian (Tabel 3).
I 0,63 0,55 0,90
Hasil uji t Hutchinson pada selang kepercayaan 5%
II 0,00 1* 0,00 menunjukkan bahwa keragaman cacing tanah di
III 0,64* 0,54 0,92* stasiun I tidak berbeda nyata dengan stasiun II dan
Keterangan : * : Nilai Tertinggi III. Keragaman jenis pada stasiun II juga tidak
berbeda nyata pada stasiun III (Tabel 4).
112
Protobiont (2017) Vol. 6 (3) : 108 – 117
Tabel 4. Hasil Uji T Hutchinson Keragaman Cacing John (1998) menyatakan bahwa cacing tanah dari
Tanah di Kawasan Hutan Desa Mega Timur genus Pontoscolex memiliki panjang tubuh
Kecamatan Sungai Ambawang berkisar antara 9,5-12 cm dengan jumlah segmen
berkisar antara 83-215 segmen. Warna bagian
Stasiun dB t-tabel t-hitung dorsal berwarna coklat kekuningan dan bagian
I-II 35,41 2,02 1,08ns ventral berwarna abu-abu keputihan. Prostomium
I-III 112,69 1,97 0,87ns
prolobus atau epilobus, klitelium berbentuk pelana
mulai dari segmen 14-20.
II-III 89,76 1,98 0,95ns
Keterangan : ns = non significant
dB = derajat bebas
Panjang tubuh Pheretima berkisar antara 11-15cm,
jumlah segmen berkisar antara 68-104 segmen.
Hasil pengukuran parameter lingkungan pada Tubuh bagian dorsal berwarna biru kehitaman dan
ketiga stasiun penelitian menunjukkan adanya bagian ventral berwarna abu-abu keputihan.
perbedaan. Suhu udara tertinggi (28,7ºC), suhu Bentuk prostemium epilobus, sebaran seta
tanah tertinggi (27,7ºC), dan intensitas cahaya perichaetin, bentuk seta general, klitelium
tertinggi (4528 lux), terdapat di stasiun III berbentuk annular, berwarna hitam dan terletak
sedangkan kelembaban udara tertinggi terdapat di pada segmen 11-14 (Gambar 4). John (1998)
stasiun I (71,1%) (Tabel 5). menyatakan bahwa cacing tanah dari genus
Pheretima memiliki panjang tubuh berkisar antara
Tabel 5. Parameter Lingkungan Cacing Tanah pada 11,5-14 cm dengan jumlah segmen berkisar antara
Ketiga Stasiun Penelitian 125-145. Tubuh bagian dorsal coklat keunguan dan
bagian ventral berwarna abu-abu keputihan.
Stasiun Darmawan (2014) menyatakan bahwa cacing
Parameter
I II III Pheretima memiliki Prostomiun tipe epilobus
Suhu udara (ºC) 26,7 27,7 28,7* dengan klitelium berbentuk annular terletak pada
Kelembaban udara (%) 71,7* 70 69,3
Suhu tanah (ºC) 26,3 26,3 27,7*
segmen 14-20.
Kelembaban tanah (%) 43,3* 43,3* 36,7
Intensitas cahaya (lux) 4401 4402 4528* Panjang tubuh Perionyx berkisar antara 6-10 cm,
pH tanah 3,18 3,46 3,74* jumlah segmen berkisar antara 86-105 segmen.
C-Organik (%) 56,42 47,72 57,72* Tubuh bagian dorsal berwarna merah kehitaman
N-Total (%) 2,11 1,93 2,15*
Rasio C/N (%) 26,74 24,73 26,85* dan ventral berwarna merah muda. Bentuk
Keterangan : * : Nilai Tertinggi prostemium epilobus, sebaran seta perichaetin,
bentuk seta general, klitelium berbentuk annular,
berwarna merah dan terletak pada segmen 11-14
Pembahasan
(Gambar 5).
Hasil yang diperoleh dari ketiga stasiun Panjang tubuh cacing ini berkisar antara 8-12 cm
pengambilan sampel didapat tiga genera cacing dengan segmen berjumlah 75-165 segmen.
tanah yaitu Pontoscolex, Pheretima dan Perionyx. Klitelium terletak pada segmen ke 13-17. Memiliki
Genera yang ditemukan pada setiap stasiun yaitu banyak seta dengan tipe perichaetin. Warna tubuh
Pontoscolex, sedangkan genus Pheretima hanya bagian posterior berwarna coklat keemasan dan
ditemukan pada stasiun I dan genus Peryonix bagian anterior berwarna coklat kehitaman
hanya ditemukan pada stasiun III. (Suin, 1982).
Karakter morfologi dari masing-masing cacing Komposisi jenis cacing tanah antar masing-masing
tanah yang ditemukan memiliki perbedaan. stasiun berbeda-beda. Pontoscolex dan Pheretima
Panjang tubuh Pontoscolex yang ditemukan merupakan genera yang ditemukan di stasiun I.
berkisar antara 12-15 cm dan jumlah segmen Daerah ini merupakan kawasan hutan yang
berkisar antara 148-168 segmen. Tubuh bagian terdapat banyak pohon dan tumpukan serasah.
dorsal berwarna merah muda dan ventral berwarna Ketebalan serasah pada stasiun I berkisar antara
abu-abu keputihan. Bentuk prostemium prolobus, 2-5 cm. Vegetasi di area hutan beragam dan cukup
sebaran seta saperate, bentuk seta general, rapat, sehingga sesuai untuk keberlangsungan
klitelium berbentuk pelana, berwarna merah pekat hidup cacing tanah yang ada. Vegetasi yang
dan terletak pada segmen 14-21 (Gambar 3). beragam memengaruhi jenis dan jumlah masukan
113
Protobiont (2017) Vol. 6 (3) : 108 – 117
bahan organik (Edwards & Lofty, 1977). pemberian pupuk kimia, penyemprotan insektisida
Kandungan bahan organik yang ada di stasiun ini dan herbisida. Bahan kimia yang digunakan dapat
tergolong tinggi yaitu sebesar 56,42% (Tabel 5). menurunkan kualitas tanah, sehingga kurang
Bahan organik yang tinggi ini mendukung mendukung bagi kehidupan cacing tanah.
keberlangsungan hidup cacing tanah dari genus Edward & Lofty (1977) menyatakan bahwa
Pontoscolex dan Pheretima. Distribusi bahan sebagian besar akumulasi pupuk kimia dan
organik dalam tanah sangat berpengaruh terhadap pestisida pertanian di dalam tanah dapat meracuni
keberadaan cacing tanah karena bahan organik cacing tanah. Kandungan bahan organik pada
merupakan sumber nutrisi yang dibutuhkan untuk lokasi ini paling rendah dari lokasi lainnya yaitu
keberlangsungan hidup cacing tanah sebesar 47,72 % (Tabel 5). Kandungan bahan
(Hanafiah, 2005). Suin (1997) menambahkan organik yang rendah akan memengaruhi
bahwa jenis cacing tanah banyak ditemukan pada keberlangsungan hidup cacing tanah sehingga
tanah yang memiliki vegetasi rapat. komposisinya juga rendah.
Genera yang ditemukan di stasiun III sebanyak dua Kepadatan Cacing Tanah di Kawasan Hutan Desa
genera yaitu Pontoscolex dan Perionyx. Stasiun ini Mega Timur
merupakan daerah pemukiman penduduk yang
terdapat cukup banyak pohon yang ditanam di Tabel 2 menunjukkan bahwa pada stasiun I, genus
sekitar rumah. Penutupan kanopi pohon di sekitar Pontoscolex memiliki nilai kepadatan (K) tertinggi
rumah dapat mengurangi intensitas cahaya yaitu sebesar 106,7 individu/m3 dengan kepadatan
matahari ke permukaan tanah, sesuai dengan relatif (KR) 68,6 % dan nilai (K) terendah
kebiasaan cacing yang cenderung menjauhi sumber didapatkan dari genus Pheretima yaitu sebesar
cahaya sehingga daerah ini sesuai untuk kehidupan 48,9 individu/m3 dengan nilai (KR) 32,4%. Hasil
cacing. Selain itu, tingginya bahan organik tanah yang diperoleh pada stasiun II hanya didapat genus
57,72 % (Tabel 5) juga menjadi faktor penting bagi Pontoscolex dengan nilai (K) sebesar 115,6
kehidupan cacing tanah. Tumpukan sampah yang individu/m3 dan nilai (KR) 100%. Pada stasiun III
berada di sekitar stasiun penelitian lokasi juga genus Pontoscolex memiliki nilai kepadatan (K)
mendukung kehidupan cacing tanah tipe epigeik. tertinggi sebesar 257,8 individu/m3 dengan
Edward & Bohlen (1996) menyatakan bahwa kepadatan relatif KR 65,17% dan nilai (K)
cacing epigeik hidup dan makan dari tumpukan terendah didapatkan dari genus Perionyx yaitu
bahan organik di permukaan tanah. Hal ini sesuai sebesar 137,8 individu/m3 dengan nilai (KR)
dengan jenis cacing tanah yang didapatkan yaitu 34,83%.
cacing tanah dari genera Pheretima dan Peryonix
yang merupakan cacing tanah tipe epigeik. Tinggi rendahnya kepadatan cacing tanah pada
masing-masing stasiun penelitian disebabkan
Cacing tanah epigeik pada umumnya banyak karena masing-masing jenis memiliki kisaran
ditemukan di tempat pembuangan sampah. Cacing toleransi yang berbeda terhadap kondisi
tanah ini hidup di dalam atau dekat permukaan lingkungan seperti kelembaban, suhu, pH tanah
sampah dan memakan sampah organik yang kasar, dan kadar bahan organik. Hai ini sesuai dengan
serta sejumlah sampah yang belum terurai. hukum toleransi Shelford bahwa setiap organisme
Tubuhnya berukuran kecil, memiliki laju mempunyai nilai minimum dan maksimum
metabolisme dan reproduksi tinggi, serta memiliki ekologis yang merupakan batas atas dan bawah
daya adaptasi tinggi terhadap perubahan kondisi dari kisaran toleransi organisme terhadap
lingkungan pada permukaan tanah (Bouche, 1977). lingkungan. Setiap organisme hanya mampu hidup
Beberapa spesies cacing tanah yang termasuk ke pada tempat-tempat tertentu. Di luar daerah
dalam kategori ini adalah Dendrobaena rubida, tersebut organisme tidak dapat bertahan hidup dan
Eudriluseugeniae, Perionyx excavatus, dan disebut daerah yang tidak toleran.
Eiseniella tetraedra (Lee, 1985).
Hasil yang diperoleh dari tiga stasiun pengambilan
Komposisi cacing tanah terendah terdapat di lokasi sampel menunjukkan bahwa genus Pontoscolex
II yang hanya ditemukan satu genus cacing saja. merupakan jenis yang dominan ditemukan di
Faktor penyebab rendahnya komposisi jenis cacing ketiga stasiun penelitian. Hal ini ditunjukkan oleh
tanah di stasiun II disebabkan area perkebunan tingginya nilai kepadatan individu tersebut pada
yang menggunakan zat-zat kimia pertanian seperti masing-masing stasiun dibandingkan dengan nilai
114
Protobiont (2017) Vol. 6 (3) : 108 – 117
kepadatan individu lainnya. Hasil penelitian Rendahnya keanekaragaman cacing tanah di tiga
Maftu’ah & Susanti (2009) menemukan spesies stasiun dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
cacing tanah yang paling dominan di lahan Menurut John (1998), populasi cacing tanah
pertanian gambut di Kalimantan Tengah yaitu sangat erat hubungannya dengan keadaan
Pontoscolex corethrurus dan keanekaragaman lingkungan sekitar. Lingkungan yang dimaksud
cacing tanah tertinggi terdapat pada kebun nenas. yaitu kondisi fisik, kimia, bahan makanan yang
Hal ini menunjukkan bahwa Pontoscolex memiliki dapat memengaruhi populasi cacing tanah. Selain
toleransi yang tinggi terhadap kondisi lingkungan. itu, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
John (1998) menyatakan bahwa Pontoscolex dapat populasi cacing tanah adalah kelembaban, suhu,
ditemukan pada berbagai tipe habitat misalnya pH, dan vegetasi, dan bahan organik tanah.
areal pertanian, semak belukar dan padang
rumput. Hairiah et al. (2004) menyatakan bahwa suhu
tanah dipengaruhi oleh curah hujan, kondisi iklim
Kepadatan terendah terdapat pada genus Pheretima dan tutupan vegetasi yang ada pada tanah tersebut.
karena cacing ini hanya ditemukan pada lokasi I Tutupan vegetasi yang rapat akan menghalangi
dengan jumlah individu lebih sedikit. Cacing cahaya matahari langsung masuk dan akhirnya
Pheretima tergolong cacing tanah tipe epigeik akan mempengaruhi suhu tanah. Menurut
yaitu hidup pada tumpukan bahan organik di Handayanto (2009), temperatur yang ideal untuk
permukaan tanah (Edwards & Bohlen, 1996). pertumbuhan cacing tanah berkisar antara
15-25 0C. Temperatur tanah di atas 25 0C masih
Genus Peryonix hanya ditemukan pada stasiun III cocok untuk cacing tanah tetapi harus diimbangi
dengan jumlah individu paling banyak. Keadaan dengan kelembaban yang memadai.
lingkungan seperti tingginya bahan organik di
stasiun ini sebasar 57,72% (Tabel 5) menjadi salah Nilai rata-rata pH tanah pada stasiun I yaitu 3,18
satu faktor pendukung banyaknya individu dari dan pada stasiun II sebesar 3,46 sedangkan nilai
genus Peryonix yang ditemukan pada stasiun III. pH tanah pada stasiun III sebesar 3,74. Nilai rata-
Kepadatan terendah terdapat pada genus Pheretima rata pH ini terbilang sangat asam sedangkan cacing
yang hanya ditemukan pada stasiun I. Peryonix dan tanah sangat sensitif terhadap keasaman tanah,
Pheretima banyak ditemukan pada kedalaman sehingga keasaman tanah sangat mempengaruhi
0-10cm dan tergolong cacing tanah tipe epigeik. populasi dan aktivitas cacing tanah. Hasil
Cacing tipe epigeik berperan dalam penghancuran penelitian Qudratullah et al. (2013) di tiga tipe
serasah tetapi tidak aktif dalam penyebaran habitat nilai pH masing-masing stasiun sebesar 5,8
serasah. Cacing tipe ini tidak membuat lubang di hampir mendekati pH netral dan ditemukan lebih
dalam tanah dan meninggalkan casting banyak jenis cacing tanah sebanyak lima genus
(Hairiah et al., 2004). yaitu Megascolex sp., Pontoscolex sp., Pheretima
sp., Peryonix sp dan Drawida sp. Hal ini
Keanekaragaman Cacing Tanah menunjukkan bahwa pH sangat berpengaruh
terhadap jenis dan kelimpahannya di suatu habitat.
Hasil analisis data didapatkan indeks Handayanto (2009), menyatakan bahwa tingkat
keanekaragaman (H’) cacing tanah di kawasan keasaman tanah (pH) sangat menentukan besarnya
hutan Desa Mega Timur pada stasiun I sebesar populasi cacing tanah. Cacing tanah dapat
0,63 dengan indeks dominansi (C) sebesar 0,55, berkembang baik dengan pH netral dan pH yang
pada stasiun II (H’) sebesar 0 dengan (C) 1 dan ideal untuk pertumbuhan cacing tanah berkisar
stasiun III (H’) sebesar 0,64 dan (C) sebesar 0,54 antara 6-7,2.
(Tabel 4.2). Indeks keanekaragaman cacing tanah
pada staiun I, II, dan III dapat dikatagorikan rendah Kelembaban merupakan salah satu faktor yang
karena memiliki nilai indeks keanekaragaman <1. mempengaruhi pertumbuhan cacing tanah. Cacing
Menurut Odum (1993), jika nilai indeks tanah merupakan makrofauna tanah yang
keanekaragaman (H’) <1 dapat dikatagorikan menyukai tempat lembab dan tidak terkana cahaya
keanekaragaman rendah, nilai indeks matahari langsung. Kelembaban penting untuk
keanekaragaman (H’) 1<H’<3 dikatagorikan mempertahankan kadar air dalam tubuh yang
keanekaragaman sedang dan nilai indeks berkisar 75-90%. Hasil pengukuran kelembaban
keanekaragaman (H’) >3 dikatagorikan tanah pada masing-masing stasiun berkisar antara
keanekaragaman tinggi. 36,7-43,3%. Nilai kelembaban ini sangat ideal
115
Protobiont (2017) Vol. 6 (3) : 108 – 117
untuk pertumbuhan cacing tanah, sesuai dengan Edwards, C,A, & JR. Lofty 1977, Biology of Earthworn,
pernyataan Hanafiah (2005) yang menyatakan Chapman and Hall,London,hal, 77-89
bahwa kelembaban ideal untuk cacing tanah
berkisar antara 15-50%, sedangkan kelembaban Edwards, C,A, & Bohlen, P,J, 1996, Biology and
Ecology of Earthworms, Chapman and Hall,
optimum berkisar antara 42-60%.
London
Kondisi habitat pada lokasi penelitian akan
mempengaruhi komposisi dan kepadatan cacing Fachrul, MF, 2007, Metode Sampling Bioekologi,
tanah yang berdampak pada tingkat keragaman Penerbit Bumi Aksara, Jakarta
jenis. Hasil uji t Hutcheson terhadap nilai indeks
Hairiah, K, Suprayogo, D, Widianto, Berlian, Suhara, E,
keaneragaman jenis menunjukkan tidak adanya Mardiastuning, A, Widodo, RH, Prayogo, C,
perbedaan antara masing-masing stasiun (Tabel 4). &Rahayu, S, 2004,“Alih Guna Lahan Hutan
Hasil yang diperoleh menunjukkan nilai antara menjadi Lahan Agroforestri Berbasis Kopi,
stasiun I dan II, I dan III, serta stasiun II dan III Ketebalan Seresah, Populasi Cacing Tanah &
tidak berbeda nyata. Makroporositas Tanah”,Jurnal Agrivita, vol.
26, no. 1, hal. 68-80
Keanekaragaman antar stasiun menunjukkan tidak
adanya perbedaan. Hal ini dikarenakan hasil Hanafiah, KA, Napoleon,A & Nurdin, G, 2003, Biologi
pengukuran faktor lingkungan antar stasiun tidak Tanah. Ekologi dan Makrobiologi Tanah,
jauh berbeda seperti suhu udara stasiun I 26,7 ºC, Divisi Buku Perguruan Tinggi, PT Raja
stasiun II 27,7 ºC, dan stasiun III 28,7 ºC. Grafindo Persada, Jakarta
Kelembaban udara stasiun I 71,7%, kelembaban
udara stasiun II 70% dan Kelembaban udara Hanafiah, KA. 2005, Biologi Tanah, Ekologi dan
Makrobiologi Tanah, PT. Raja Grafindo
stasiun III 69,3%. Suhu tanah stasiun I 26,3 ºC,
Persada, Jakarta
stasiun II 26,3 ºC dan stasiun III 27,7 ºC. Faktor
inilah yang menyebabkan keanekaragaman antar Handayanto, 2009, Biologi Tanah, Pustaka Adipura,
stasiun tidak berbeda nyata. Yogyakarta
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan Hong, Y, & James, S,W, 2010, Six New Earthworms of
bahwa cacing tanah yang ditemukan di tiga stasiun The Genus Pheretima (Oligochaeta:
penelitian terdiri dari tiga genera yaitu Megascolecidae) from Balbalan-Balbalasang,
Pontoscolex, Pheretima dan Peryonix. Nilai (H’) Kalinga Province, The Philippines,
untuk ketiga stasiun <1 yang berarti Zoological Studies, vol. 49, no. 4, hal. 523-
keanekaragaman masing-masing stasiun rendah. 533
Nilai (C) untuk ketiga stasiun berkisar antara 0,54-
1 dikatakan sedang sampai tinggi, Sedangkan James, S, 2005, ELAETAO, Taxonomy Days, 2nd
untuk nilai (E’) untuk ketiga stasiun berada pada Latin-American Meeting on Oligochaeta
kisaran 0-0,92 dikatakan rendah sampai sedang. Ecology and Taxonomy
Michael, 1994, Metode Ekologi untuk Penyelidikan Satchell, J,E, 1967, Some Aspect of Earthworm
Lapangan dan Laboratorium, UI Press, Ecology, in Soil Zoology, Edition by Kevan,
Jakarta London, Butterworths, hal. 138-151
Nybakken, J, W, 2001, Marine Biology: An Ecological Suin, NM, 1982, Cacing Tanah dari Biotop Hutan,
Approach. Paperback Teacher Edition. John Belukar dan Kebun di Kawasan Gambung
Willey Publishing, London Jawa Barat. Tesis Pasca Sarjana (S2). ITB.
Bandung, Hal. 72-74
Odum, EP, 1993, Dasar-dasar Ekologi, Terjemahan
Tjahjono Samingan, Edisi Ketiga, Gadjah Suin, NM, 1997,Ekologi Hewan Tanah, BumiAksara,
Mada University Press, Yogyakarta Jakarta
117