Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Tingkat Fekunditas Nematoda (Meloidogyne SPP.) Pada Beberapa Tanaman Yang Tergolong Familia Solanaceae

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 8, No.

4, Oktober 2019

Tingkat Fekunditas Nematoda (Meloidogyne spp.) pada


Beberapa Tanaman yang Tergolong Familia Solanaceae

DWI RIZKYA WULANDARI


I MADE SUDANA*)
I DEWA PUTU SINGARSA

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana


Jl. PB. Sudirman Denpasar Bali 80231
*)
Email: imadesudana74@yahoo.com

ABSTRACT

Fecundity of Nematode (Meloidogyne spp.) in Some Plants Belonging to the


Solanaceae Family.

The Solanaceae family is a plants that has a function to meet human food.
Although the production of the Solanaceae Family in Indonesia is quite high, it has
not been able to fulfill the Indonesian Population needs. This is caused by several
factors and one of them is the attack of pests and diseases that can cause crop failure.
Pest that causes a decrease in the Solanaceae family is root bran nematodes,
(Meloidogyne spp.) The purpose of the study is to determine the level of penetration
and fecundity of nematodes in several plants belonging to the Solanaceae family, and
to obtain species host plants that are less favored than the plants tested Thar can be
used as an alternative control of nematoda. This study using a Completely
Randomized Design (CRD), with 4 types of treatment each using 6 replications with
2 research objects to obtain 48 units/plant pots. The results is penetration rate and
fecundity rate were highest in tomato plants, then in eggplant plants, chili plants, and
the lowest in cayenne. The result can be used as an alternative to reduce the
population of nematoda (Meloidogyne spp.) in the field.

Keywords: Solanaceae, nematoda, Meloidogyne spp, penetration rate, fecundity


level.

1. Pendahuluan
Familia Solanaceae adalah salah satu familia terpenting dari tanaman yang
memiliki fungsi untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Familia ini tidak hanya
terdiri dari sayur-sayuran penting seperti kentang, tomat, terong, paprika, dan cabai,
juga digunakan sebagai tanaman hias contohnya petunia (Setshogo, 2015). Meskipun
produksi tanaman dari Familia Solanaceae di Indonesia cukup tinggi, namun belum

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT 468
Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 8, No. 4, Oktober 2019

dapat memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia dan permintaan pasar mancanegara.


Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor dan salah satunya adalah serangan hama dan
penyakit yang dapat menyebabkan kegagalan panen. Salah satu hama penting yang
menyebabkan menurunnya produksi tanaman dari Familia Solanaceae adalah
nematoda puru akar Meloidogyne spp. Menurut Winarto (2008), kehilangan hasil
akibat nematoda sudah banyak dilaporkan terutama dari negara yang sudah maju. Di
daerah tropik kehilangan hasil pada tanaman tomat 29 %, pada terong 23 %, kacang-
kacangan 28 %, cabe 15 %, kubis 26 % dan kentang 24 %.
Selain tanaman yang sangat disukai oleh nematoda (Meloidogyne spp.)
tanaman Solanaceae juga merupakan tanaman yang paling sering ditanami oleh
petani dikarenakan tanaman ini sering kita konsumsi dalam keseharian. Penelitian ini
dibuat untuk mengetahui jenis tanaman yang mana yang kurang diminati oleh
nematoda tersebut sehingga bisa digunakan sebagai alternatif untuk menekan
populasi nematoda di lapangan. Tanaman yang diujipun merupakan tanaman yang
sering terdapat dipasaran seperti tomat, cabai merah besar, cabai rawit, dan terung
ungu. Pada tanaman yang akan diuji akan dilihat tingkat penetrasi, tingkat fekunditas
atau tingkat kesuburan, jumlah masa telur (eggmass)/g akar dan jumlah telur/masa
telur.

2. Metode Penelitian
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Nopember 2018 sampai Maret 2019.
Pengambilan sumber larva nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) di Kebun Tomat
di Desa Pancasari, Bedugul dan Baturiti. Ekstraksi dan pengamatan biologi nematoda
seperti: jumlah puru, jumlah masa telur dan jumlah telur/masa telur, pengamatan
dilaksanakan di Laboraturium Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas
Udayana. Persiapan penanaman bibit dan pemeliharaan tanaman yang diuji
dilaksanakan Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jalan Pulau Moyo
Denpasar.

2.2 Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest, alkohol 70%,
formalin 4%, akar tanaman tomat yang terinfeksi nematoda, komposisi tanah, pasir
dan kompos ( 1:1:1 ), tanaman familia Solanaceae yang akan diuji diantaranya tomat,
terung, cabai besar, cabai rawit, tanaman tomat untuk pembiakan nematoda puru akar
(Meloidogyne spp.). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah polibag 3
kg, pipet ukur, ember kecil, jarum, sekrop tanaman, gunting, pisau, mikroskop
binokuler, object glass, cover glass, saringan biasa, saringan nematoda yang
berukuran 60 mesh, 270 mesh, dan 325 mesh, cawan petri, botol film, kompor,
tabung gas, timbangan analitik, tissue, gelas beker 100 cc, 500 cc, 1000 cc, hand
counter.

469 https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT
Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 8, No. 4, Oktober 2019

2.3 Pelaksanaan Penelitian


2.3.1 Rancangan Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah: nematoda puru
akar (Meloidogyne spp.) sebanyak 500 ekor per tanaman, dan tanaman yang
tergolong dalam familia Solanaceae diantaranya tanaman tomat, terung, cabai besar,
cabai rawit. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 4
macam perlakuan masing-masing perlakuan diberikan sebanyak 6 kali ulangan
dengan 2 obyek penelitian sehingga di peroleh 4 x 6 x 2 = 48 unit/pot tanaman.
Pengacakan pot tanaman dilakukan secara random dengan cara pengundian pada
masing-masing tanaman.

2.3.2 Ekstraksi Nematoda dari Sampel Tanah


Pengambilan sampel tanah dilakukan disekitar perakaran tanaman uji yang
sudah diinfestasikan nematoda (Meloidogyne spp.) Tanah tersebut ditimbang
sebanyak 300 gram dan diremas-remas untuk menghancurkan partikel tanah. Tanah
tersebut selanjutnya dimasukkan dalam gelas dan diberi air steril sebanyak 600 ml
aduk hingga merata. Biarkan tanah terendam selama 10 menit. Tuang air yang berada
diatas endapan tanah ke dalam gelas baru. Selanjutnya siapkan saringan biasa dan 1
set saringan nematoda. Saring larutan yang berisi nematoda tersebut ke dalam
saringan biasa yang sudah ditumpuk dengan 1 set saringan nematoda dengan ukuran
60 mesh, 270 mesh, dan 325 mesh. Pada penyaringan ukuran 325 mesh nematoda
sudah tidak mampu tersaring karena ukuran saringan terlalu rapat. Selanjutnya hasil
saringan terakhir dituangkan ke dalam gelas baru dan ditambahkan air steril
secukupnya agar cairan tidak terlalu keruh. Jumlah masa telur dan jumlah telur dalam
larutan tersebut dihitung dengan cara mengambil larutan dengan pipet sebanyak 1 ml
kemudian tuang dalam petridish kemudian hitung jumlah telur yang dihasilkan. Hal
ini dikalibrasi sebanyak 10 kali kemudian dirata-ratakan kemudian dikalikan dengan
volume awal cairan nematoda tersebut.

2.3.3 Ekstraksi Nematoda dari Sampel Akar


Akar tanaman yang terinfeksi dicuci dengan air mengalir untuk
membersihkan akar dari partikel tanah yang menempel dipermukaan akar. Akar
tersebut kemudian dipotong-potong sepanjang kurang lebih 1 cm. Letakkan saringan
beralaskan tissue diatas gelas ukur dan penuhi dengan air steril lalu diamkan selama
24 jam. Larva nematoda akan menetas dan bergerak ke bawah hingga dasar gelas
ukur karena adanya gaya gravitasi. Selanjutnya air yang berisi larva nematoda puru
akar stadia II digoyangkan agar nematoda tidak mengendap dibawah dan melayang
ke seluruh bagian air dalam gelas. Untuk mengetahui jumlah masa telur dan jumlah
telur pada larutan tersebut dilakukan perhitungan dengan cara diambil dengan pipet
sebanyak 1 ml kemudian tuang dalam petridish kemudian hitung populasinya. Hal ini
dikalibrasi sebanyak 10 kali kemudian dirata-ratakan kemudian dikalikan dengan
volume awal cairan nematoda tersebut.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT 470
Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 8, No. 4, Oktober 2019

2.3.4 Parameter Penelitian


Pengamatan parameter penelitian tentang nematoda (Meloidogyne spp.)
diambil dari masing-masing perlakuan tanaman uji berumur 8 minggu setelah
inokulasi. Caranya dengan mengambil sampel akar tanaman secara destruktif yang
terinfeksi dan tanah dari perakaran tanaman tersebut sebanyak 300 gram. Selanjutnya
akar dicuci bersih dengan air mengalir. Kemudian akar tersebut dipotong-potong
sepanjang 1 cm dan diacak hingga homogen. Ambil 1 gram akar dari hasil
pengacakan untuk pengamatan. Adapun parameter yang diamati terhadap nematoda
(Meloidogyne spp.) :
1. Jumlah puru yang dihasilkan nematoda (Meloidogyne spp.) dalam akar
2. Jumlah masa telur/gram akar
3. Jumlah telur/masa telur nematoda (Meloidogyne spp.)
Pengamatan terhadap nematoda (Meloidogyne spp.) dilakukan menggunakan bantuan
mikroskop binokuler. Sebagai data penunjang selanjutnya dilakukan pengukuran
berat basah akar secara keseluruhan (Sritamin, 2016).

2.3.5 Analisis Data


Data hasil pengamatan di analisis sesuai rancangan percobaan yang
digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL). Apabila dalam sidik ragam
berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan 5%.

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Hasil
Hasil rata-rata pada beberapa parameter menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan nyata antara masing-masing tanaman familia Solanaceae yang diujikan.
Hal ini terjadi dikarenakan pada masing-masing tanaman memiliki tingkat
kemampuan yang berbeda-beda dalam menekan tingkat penetrasi dan tingkat
fekunditas nematoda (Meloidogyne spp.).

Gambar 1. Penampakan akar tanaman yang terserang nematoda (Meloidogyne


spp.) (A) Perakaran tanaman tomat, (B) Perakaran tanaman terong, (C)

471 https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT
Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 8, No. 4, Oktober 2019

Perakaran tanaman cabai besar (D) Perakaran tanaman cabai rawit


(Dokumentasi Pribadi)

Berdasarkan Gambar (1), menunjukkan bahwa perakaran yang paling banyak


memiliki puru adalah perakaran pada tanaman tomat Gambar 1(A), kemudian pada
perakaran tanaman terung didapati jumlah puru yang lebih sedikit dibandingkan
tanaman tomat ditunjukkan pada Gambar 1(B), sedangkan pada perakaran tanaman
cabai rawit didapati jumlah puru yang dihasilkan lebih sedikit jika dibandingkan
dengan cabai besar. Hal ini didukung oleh Winarto (2008) yang menyatakan bahwa
kehilangan hasil akibat nematoda sudah banyak dilaporkan terutama dari negara
yang sudah maju. didaerah tropik kehilangan hasil pada tanaman tomat 29 %, pada
terung 23 %, kacang-kacangan 28 %, cabe 15 %, kubis 26 % dan kentang 24 %.

Gambar 2. Bentuk puru pada akar tanaman yang diserang oleh nematoda
(Meloidogyne spp.) (A) Puru berukuran kecil (B) Puru berukuran besar
(Dokumentasi Pribadi)

Tingkat Penetrasi dan Tingkat Fekunditas yang tinggi dapat diketehui melalui
jumlah puru yang dihasilkan oleh nematoda (Meloidogyne spp.), semakin tinggi
tingkat penetrasi maka semakin banyak jumlah puru yang dihasilkan sehingga
jumlah tingkat fekunditas juga akan tinggi. Seperti pada Gambar (2), bentuk puru
yang dihasilkan oleh nematoda (Meloidogyne spp.), melalui puru ini kita dapat
mengetahui jumlah telur, jumlah masa telur serta nematoda stadia lainnya yang
berada di dalam perakaran. Selain melalui puru, tingkat fekunditas dan tingkat
penetrasi nematoda (Meloidogyne spp.) dapat diketahui melalui data penunjang
seperti berat basah akar secara keseluruhan. Semakin berat akar tanaman tersebut
maka tingkat penetrasi yang dihasilkan oleh nematoda juga akan tinggi. Hal ini
disebabkan berat yang dihasilkan oleh akar karena banyaknya puru yang ada
diperakaran.
Pemeriksaan secara mikroskopis dengan pembesaran 100x pada sampel akar
dan sampel tanah dari tanaman yang diujikan ditemukan banyak nematoda dan telur
nematoda (Meloidogyne spp.) dalam setiap stadia. Pada Gambar (3). Terdapat
perkembangan telur nematoda dan larva mengalami ganti kulit pertama di dalam

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT 472
Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 8, No. 4, Oktober 2019

telur stadia 1 ditemukan pada sampel tanah yang di ambil disekitar akar dan setelah
itu ditemukan nematoda stadia 2 yang akan melakukan penetrasi ke perakaran
tanaman hal ini didukung oleh Winarto 2008 yang mengatakan bahwa, Telur
nematoda (Meloidogyne spp.) berbentuk elip dengan ukuran 67-128 μm x 30–35 μm.
Pergantian kulit untuk pertama kalinya (larva stadia I) terjadi di dalam telur, biasanya
jika setelah menetas dari telur (larva stadia II) masuk ke dalam akar dengan
menembus akar dengan stiletnya (Agrios, 2004).

Gambar 3. Morfologi nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) (A) Telur nematoda
(B) Nematoda stadia satu dalam telur (C) Nematoda stadia 2 dalam tanah
(Dokumentasi Pribadi)

Setelah nematoda stadia 2 berhasil melakukan penetrasi pada sistem


perakaran ditemukan nematoda jantan stadia 2 menjelang stadia 3 diperakaran,
kemudian diperakaran terdapat juga nematoda betina menjelang stadia 3 diperakaran.
dan stadia dewasa yang membentuk masa telur dalam akar. Setelah bisa masuk ke
dalam akar larva bergerak diantara sel-sel. Luc et al., (1995) menyatakan larva dapat
tinggal di dalam puru atau berpindah secara interseluler melalui jaringan parenkim
korteks menuju tempat makanan baru di dalam jaringan akar yang sama. Stadia
nematoda yang paling banyak ditemukan adalah stadia 2 dan 3 pada kedua jenis
sampel. Hal ini didukung oleh Hussey dan Barker (1973) larva instar II ini
merupakan stadia yang sangat aktif dan infektif, pada Gambar (4).

Gambar 4. Perbedaan morfologi nematoda jantan dan nematoda betina (Meloidogyne


spp.) (A) Nematoda jantan menjelang stadia 3 pada akar (B) Nematoda betina

473 https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT
Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 8, No. 4, Oktober 2019

menjelang stadia 3 (C) Nematoda betina stadia dewasa (D) Nematoda jantan stadia
dewasa (Dokumentasi Pribadi)

3.1.1 Hasil Perhitungan Siklus I


Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus satu data dalam (lampiran 2).
Diperoleh nilai rata-rata dari tanaman tomat memiliki jumlah puru (124,33), jumlah
masa telur (33,83), dan jumlah telur (589,50) lebih tinggi dibandingkan dengan
tanaman terung yaitu jumlah puru (41,67), jumlah masa telur (13,83) dan jumlah
telur (255,00). Kemudian pada tanaman cabai besar jumlah puru (35,33), jumlah
masa telur (11,83) dan jumlah telur (215,83). Jumlah paling rendah adalah pada
tanaman cabai rawit yaitu jumlah puru (26,00), jumlah masa telur (9,17) dan jumlah
telur (169,67). Karena hasil yang didapatkan berbeda nyata (P<0,05) maka
dilanjutkan dengan analisis uji Duncan 5%.

Tabel 1. Hasil analisis uji Duncan jumlah puru/ 1 g akar, jumlah masa telur/1 g
akar, jumlah telur/masa telur pada Tm, Tr, Cb, Cr dalam siklus I nematoda
(Meloidogyne spp.)
Parameter Pengamatan
Perlakuan Jumlah telur/masa
Tanaman Jumlah Puru/ Jumlah masa telur/ 1
telur
1 g akar g akar

Tm 124,33a 33,83a 589,50a


Tr 41,67b 13,83b 255,00b
Cb 35,33b 11,83b 215,83b c
Cr 26,00c 9,17c 169,67c
Keterangan: Angka-angka yang dikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama berarti tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

3.1.2 Hasil Perhitungan Siklus II


Hasil rata-rata perhitungan jumlah puru, jumlah masa telur, dan jumlah telur
yang dihasilkan nematoda (Meloidogyne spp.) pada siklus II dalam beberapa
tanaman yang tergolong familia Solanaceae berpengaruh signifikan (P<0,05).
Berdasarkan data yang diperoleh nilai rata-rata dari tanaman tomat memiliki jumlah
puru (150,17), jumlah masa telur (58,17), dan jumlah telur (660,00) lebih tinggi
dibandingkan dengan tanaman terung yaitu jumlah puru (93,67), jumlah masa telur
(29,00) dan jumlah telur (374,00). Kemudian pada tanaman cabai besar jumlah puru
(45,83), jumlah masa telur (17,67) dan jumlah telur (286,50). Jumlah paling rendah
adalah pada tanaman cabai rawit yaitu jumlah puru (29,50), jumlah masa telur
(14,50) dan jumlah telur (254,17). Karena hasil yang didapatkan berbeda nyata
(P<0,05) maka dilanjutkan dengan analisis uji Duncan 5%.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT 474
Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 8, No. 4, Oktober 2019

Tabel 2. Hasil analisis uji Duncan jumlah puru/ 1 g akar, jumlah masa telur/1 g
akar, jumlah telur/masa telur pada Tm, Tr, Cb, Cr dalam siklus II nematoda
(Meloidogyne spp.)
Parameter Pengamatan

Perlakuan Jumlah
Tanaman Puru/ Jumlah masa telur/1g
Jumlah telur/masa telur
1g akar
akar
Tm 150,17a 58,17a 660,00a
Tr 93,67b 29,00b 374,00b
Cb 45,83c 17,67c 286,50c

Cr 29,50d 14,50c 254,17c


Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang
sama adalah tidak berbeda nyata pada taraf uji Duncan 5%.

3.2 Pembahasan
Berdasarkan data hasil penelitian pada siklus satu dan siklus dua yang telah
diperoleh tingkat penetrasi dan tingkat fekunditas nematoda (Meloidogyne spp.) pada
beberapa tanaman yang tergolong familia Solanaceae, tertinggi adalah pada tanaman
tomat sesuai dengan Tabel 1 dan Tabel 2, ini dikarenakan tanaman tomat merupakan
tanaman yang sangat disukai oleh nematoda (Meloidogyne spp.) dan merupakan
tanaman inang utama dari nematoda (Meloidogyne spp.). Hal ini didukung oleh
(Thomas et al., 2004) yang menyatakan nematoda (Meloidogyne spp.) merupakan
parasit tanaman penting di seluruh daerah tropika. Beberapa tanaman inang spesies
ini adalah tanaman kapas, kentang, tebu, wortel, tomat, tanaman hias, dan lain-lain.
Selain itu tanaman tomat memiliki sistem perakaran yang cukup lunak sehingga
nematoda mudah untuk melakukan penetrasi.
Tingginya tingkat penetrasi dan tingkat fekunditas pada tanaman tomat dapat
diketahui melalui data hasil penelitian yang diperoleh antara lain jumlah puru akar,
jumlah masa telur, dan jumlah telur/masa telur yang menunjukkan bahwa tanaman
tomat lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman terung, cabai besar, dan cabai rawit,
dalam (tabel 1 dan tabel 2). Tingkat fekunditas nematoda juga ditentukan oleh jenis
makanan dan tingginya daya adaptasi nematoda (Meloidogyne spp.), semakin banyak
jenis tanaman inang utama yang tersedia maka tingkat fekunditas yang dihasilkan
oleh nematoda semakin tinggi. Hal ini didukung oleh (Dropkin 1991)
mengemukakan tingginya daya adaptasi (Meloidogyne spp.) dikarenakan nematoda
ini memiliki keragaman morfologi yang tinggi, dan memiliki inang yang banyak
sehingga memiliki tingkat fekunditas tinggi.

475 https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT
Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 8, No. 4, Oktober 2019

Faktor lain yang mempengaruhi tingginya tingkat fekunditas nematoda dalam


akar tanaman tomat adalah keberhasilan dari nematoda saat melakukan penetrasi
pada akar. Wisnuwardana (1978) menyatakan bahwa jumlah nematoda dalam akar
akan mempengaruhi populasi akhir nematoda. Semakin banyak nematoda dalam akar
semakin tinggi populasi akhir nematoda, sampai suatu saat populasi akan rendah
kembali karena tanaman sudah tidak mendukung lagi. Salah satu faktor kuat yang
mendukung keberhasilan nematoda dalam melakukan penetrasi akar ditentukan oleh
keadaan dari tanaman tomat itu sendiri.
Pada tanaman terung didapatkan bahwa jumlah, jumlah masa telur, dan
jumlah telur/masa telur menunjukkan tingkat penetrasi dan tingkat fekunditas yang
lebih rendah dari tanaman tomat, hal ini dikarenakan pada tanaman terung kurang
disukai dan siklus hidup nematoda yang lebih lama dibandingan pada tanaman tomat.
Pada tanaman tomat siklus hidup nematoda mencapai 25 hari - 35 hari sedangkan
pada tanaman terung siklus hidup 45 hari - 60 hari. Hal ini didukung oleh pendapat
Winarto (2008) mengatakan pada tanaman tomat siklus hidup nematoda puru akar
lebih cepat yaitu 24 hari – 30 hari sedangkan pada tanaman familia Solanaceae
lainnya yaitu 27 hari – 70 hari. Pada tanaman tomat lebih cepat disebabkan tanaman
tomat lebih rentan dibandingkan tanaman familia Solanaceae lainnya. Selain itu
perakaran tanaman terung tidak selunak perakaran tanaman tomat sehingga
menyulitkan nematoda untuk melakukan penetrasi.
Tingkat penetrasi dan tingkat fekunditas nematoda (Meloidogyne spp.)
terendah terjadi pada tanaman cabai rawit hal ini dikarenakan perakaran pada
tanaman cabai rawit lebih sedikit terdapat puru dibandingkan dengan tanaman cabai
besar, Gambar (1). Tingkat penetrasi dan tingkat fekunditas nematoda (Meloidogyne
spp.) pada tanaman cabai rawit lebih rendah dikarenakan tingkat ketahanan tanaman
cabai rawit lebih tinggi dibandingkan dengan ketahanan pada tanaman cabai besar
yang disebabkan oleh akar yang lebih keras dan tebal sehingga menyulitkan penetrasi
nematoda ke dalam akar, Selain itu kandungan minyak atsiri yang dimiliki oleh
tanaman cabai rawit lebih banyak dibandingkan dengan cabai besar.
Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan tingkat penetrasi dan tingkat
fekunditas (Meloidogyne spp.) tertinggi pada tanaman tomat, kemudian pada
tanaman terung, setelah itu tanaman cabai besar dan terendah pada tanaman cabai
rawit. Sehingga sangat disarankan kepada petani di lapangan untuk menanam cabai
rawit, hal ini dikarenakan cabai rawit dapat menekan populasi nematoda
(Meloidogyne spp.) disarankan pula bagi petani untuk menanam tanaman sela yang
memiliki kemampuan sebagai nematisida contohnya adalah tanaman kenikir.

4. Kesimpulan dan Saran


4.1 Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan tingkat penetrasi dan tingkat fekunditas
(Meloidogyne spp.) tertinggi pada tanaman tomat, tanaman terung, tanaman cabai
besar dan terendah pada tanaman cabai rawit, sedangkan jumlah masa telur dan

https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT 476
Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515 Vol. 8, No. 4, Oktober 2019

jumlah telur/ masa telur pada siklus I dan siklus II tertinggi pada tanaman tomat,
tanaman terung, tanaman cabai besar dan terendah pada tanaman cabai rawit.
Sehingga hipotesis penelitian ini (H1) diterima dan hasil rataan pada setiap jenis
tanaman yang tergolong familia Solanaceae didapati hasil yang berbeda nyata
(P<0,05).

4.2 Saran
Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi yang mendasar tentang
kualitas tanaman yang disukai oleh nematoda (Meloidogyne spp.) dan sangat
disarankan kepada petani untuk menanam cabai rawit dilapangan karena tanaman
cabai rawit dapat dijadikan sebagai alternatif untuk menekan populasi nematoda
dilapangan. Selain itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan
nutrisi yang terkandung dalam masing-masing tanaman perlakuan dan struktur
anatomi perakaran tanaman yang di ujikan.

Daftar Pustaka
Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. 5th ed. 2005. San Diego (US): Elsevier
Academic Press.
Dropkin, V.H. 1992. Pengantar Nematologi Tumbuhan. Supratoyo, penerjemah
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Introduction of
Plant Nematology.
Hussey, R.S., and Barker, K.R. 1973. A comparison of methods of collecting inocula
of Meloidogyne spp., including a ne technique. Plant Dis. Rep. 57: 1025-
1028.
Luc M, Sikora RA, Bridge J. 1995. Nematoda Parasit Tumbuhan di Pertanian
Subtropik dan Tropik. Supratoyo, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Terjemahan dari: Plant Parasitic Nematodes in Subtropical
and Tropical Agriculture.
Setshogo, M.P. (2015). A Review of Some Medicinal and or Hallucinogenic
Solanaceous Plants of Botswana: The Genus Datura L. International Journal
of Medicinal Plants and Natural Products (IJMPNP), 1(2), 15-23.
Sritamin, Made & I Dewa Putu Singarsa. 2016. Pemanfaatan Ekstrak Daun Sirih
Sebagai Pestisida Nabati Untuk Pengendalian Nematoda Puru Akar
(Meloidogyne spp). dan Produksi Tanaman Tomat. Bali
Thomas SH, Schroeder J, Murray LW. 2004. Cyperus tubers protect Meloidogyne
incognita from 1,3-dichloropropene. J. Nematology.
Winarto. 2008. Nematologi Tumbuhan. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Padang.
Wisnuwardana, A. W. 1978. Siklus hidup dan perkembangan Meloidogyne
imcognita pada tomat (Solanum lycopersicon) Bull. Penel. Vol. VI. No 3. 11-
15 p.

477 https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT

You might also like