Thesis, Batam: Program Pasca Sarjana Magister Manajemen, 2013
Thesis, Batam: Program Pasca Sarjana Magister Manajemen, 2013
Thesis, Batam: Program Pasca Sarjana Magister Manajemen, 2013
BOY HERLAMBANG**
ABSTRACT
The purpose of this study is to investigate and analyze the influence of Organizational
Culture, Leadership Style and Job Satisfaction on Job Performance Barelang Police personnel.
The research method used was a survey method with causal technique due to the effect of several
variables on work motivation of personnel. The population was Tema Police personnel and the
number of 100 personnel. The sample size is 100 personnel with the sampling technique used
census. This study used a questionnaire instrument to measure four variables: Organizational
Culture, Leadership Style, and Employee Performance, and test kits to measure the variables
using Job Satisfaction as Intervening variables. This instrument has been tried out before being
used to collect the data, and the results of each instrument is valid and reliable. Data analysis
techniques used path analysis, which is used to test the significance of each path coefficient.
Results from this study is that there is a significant direct effect on Job Satisfaction
Organizational Culture, Leadership Style on Job Satisfaction and Job Satisfaction on
Organizational Culture Performance while that does not have a significant effect on
performance through job satisfaction Job satisfaction is not where Intervening variables and
influential Leadership Style significant impact on performance through job satisfaction job
Satisfaction which act as Intervening Variables.
The conclusion of this study is Organizational Culture, Leadership Style, Job satisfaction
as important variables that influence employee performance. Therefore, it is suggested
Organizational Culture, Leadership Style, job satisfaction getting the attention of the leaders in
the Tema Police to improve performance.
Key Words: Organizational Culture, Leadership Style, Job satisfaction, employee performance
**
Dipertahankan di hadapan Sidang Tertutup Universitas Batam dalam rangka promosi Magister Manajemen
***
Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Manajemen,Universitas Batam
PENDAHULUAN
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai salah satu organisasi pemerintah
juga bertujuan untuk mencapai kinerja yang optimal melalui peran aktif seluruh jajaran untuk
menjalankan visi Polri. Visi Polri untuk mampu menjadi pelindung pengayom dan pelayan
masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama masyarakat, serta sebagai penegak hukum yang
profesional dan proposional yang selalu menjunjung tinggi supermasi hukum dan hak azasi
manusia, Pemelihara keamanan dan ketertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam
suatu kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera (Kepolisian Negara
Republik Indonesia, 2012).
Visi di atas pula yang dianut oleh Polresta Barelang sehingga dengan visi dan misi yang
dijalankan, maka Polresta Barelang dapat membantu organisasi Polri untuk mewujudkan
tujuannya. Salah satu upaya yang diberdayakan selama ini adalah kualitas dan pelayanan sumber
daya manusia atau aparat Polresta Barelang melalui berbagai upaya yang sistematis.Organisasi
apapun bentuknya baik pemeritah maupun nonpemerintah, sangat perlu untuk memperhatikan
masalah sumber daya manusianya, sebagai aset penting diantara aset-aset organisasi lainnya.
Salah satu permasalahan sumber daya manusia yang perlu dicermati adalah permasalahan
kepuasan kerja.Kepuasan kerja merupakan perasaan puas tidaknya seseorang dalam bekerja
berdasarkan apa yang ia rasakan di lingkungan pekerjaan. Kepuasan kerja itu sendiri bisa berada
dalam tingkat yang tinggi atau rendah, tergantung dari berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Dalam Survey Kepuasan Personil Polda Kepri Tahun 2011 yg dilaksanakan oleh Team
peneliti Universitas Batam, dalam hasil kajiannya dapat dilihat bahwa tingkat kepuasan kerja
aparat terhadap kinerja organisasi Polda Kepri belum sepenuhnya memuaskan, baik kepuasan
terhadap sumber daya manusia, sarana dan prasarana, prosedur dan peraturan, maupun anggaran
(Polda Kepri dan UNIBA, 2011).
Tinggi rendahnya kepuasan anggota organisasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam
sebuah penelitian dikaji mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, diantaranya
Kenikmatan alam luar, kebebasan, variasi pekerjaan, dan interaksi dengan orang-orang (Eliason,
2006). Dalam penelitian lain di organisasi kepolisian, dikaji pula bahwa faktor-faktor kepuasan
kerja adalah budaya organisasi, strategi penegakan hukum, dan peran kerja kepolisian (Nalla, et.
al., 2011). Dimensi kompensasi yakni gaji tetap, gaji fleksibel, dan benefit merupakan faktor-
faktor yang mempengaruhi kepuasan bekerja terutama kepuasan dalam masalah pembayaran
(Ghazanfar, et.al., 2011). Dalam penelitian lain di organisasi kepolisian, terlihat bahwa faktor-
faktor kepemimpinan dan stress kerja merupakan faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
(Adebayo, 2011).Diantara sekian banyak faktor kepuasan kerja, dalam penelitian ini difokuskan
kepada faktor kompensasi dan kepemimpinan. Selain faktor-faktor kepuasan kerja, dalam
penelitian ini akan dilihat pula dampak kepuasan kerja terhadap perilaku bekerja lainnya dari
anggota organisasi yakni perilaku.
Dalam kajian-kajian yang pernah ada, memperlihatkan bahwa faktor kepuasan kerja,
disamping faktor penetapan tujuan, kejelasan peran, kesemuanya menjadi penentu kinerja
seseorang (Saetang, et. al., 2010). Selain itu, ada pula yang mengkaji bahwa kepuasan kerja dan
komitmen organisasi begitu kuat pengaruhnya terhadap keinginan berpindah atau keluar kerja
(Mosadeghrad, 2008).Dari sekian banyak dampak dari kepuasan tersebut maka dalam penelitian
ini akan berfokus hanya kepada dampak kepuasan terhadap kinerja. Kinerja kerja merupakan
hasil atau apa yang keluar (outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusi mereka pada
organisasi (Ruky, 2006). Makna ini menunjukkan bahwa seseorang yang bergabung di dalam
suatu organisasi melakukan berbagai aktivitas untuk mencapai tujuan organisasi. Di dalam
aktivitasnya tersebut akan menghasilkan sesuatu yang disebut dengan kinerja, yakni hasil yang
dicapai oleh anggota organisasi selama ia beraktivitas.
Berdasarkan kepada argumen-argumen di atas, maka dalam penelitian ini akan dikaji
mengenai pengaruh kompensasi dan kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dan kinerja aparat
Polresta Barelang pada satuan Narkoba dan Reskrim.Keberhasilan perusahaan sangat
dipengaruhi oleh kinerja karyawannya. Kinerja merupakan prestasi kerja , yakni perbandingan
antara hasil kerja yang secara nyata dengan standar kerja yang ditetapkan (Dessler, 1992). Setiap
perusahaan akan berusaha untuk selalu meningkatkan kinerja karyawannya demi tercapainya
tujuan yang telah ditetapkan perusahaan. Berbagai cara bisa ditempuh perusahaan dalam
meningkatkan kinerja karyawannya diantaranya dengan mewujudkan kepuasan kerja karyawan
melalui budaya organisasi dan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan harapan karyawan.
Budaya organisasi (corporate culture) sering diartikan sebagai nilai-nilai, simbol-simbol
yang dimengerti dan dipatuhi bersama, yang dimiliki suatu organisasi sehingga anggota
organisasi merasa satu keluarga dan menciptakan suatu kondisi anggota organisasi tersebut
merasa berbeda dengan organisasi lain (Warididn dan Masrurukhin , 2006). Selanjutnya Waridin
dan Masrukhin (2006) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah suatu sitem nilai yang
diperoleh dan dikembangkan oleh organisasi dan pola kebiasaan dan falsafah dasar pendirinya,
yang terbentuk menjadi aturan yang digunakan sebagai pedoman dalam berfikir dan bertindak
dalam mencapai tujuan organisasi. Budaya yang tumbuh menjadi kuat mampu memacu
organisasi kearah perkembangan yang lebih baik (Robins, 1996). Hal ini berarti bahwa setiap
perbaikan budaya kerja kearah yang lebih kondusif akan memberikan sumbangan yang sangat
berarti bagi peningkatan kinerja karyawan.
Untuk mengelola dan mengendalikan berbagai fungsi subsistem dalam organisasi agar
tetap konsisten dengan tujuan organisasi dibutuhkan seorang pemimpin karena pemimpin
merupakan bagian penting dalam peningkatan kinerja para pekerja (Bass,1994 dalam Cahyono
2005). Disamping itu kemampuan pemimpin dalam menggerakan dan memberdayakan
karyawannya akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Perubahan lingkungan dan teknologi
yang cepat meningkatkan kompleksitas tantangan yang dihadapi oleh organisasi, hal ini
memunculkan kebutuhan organisasi terhadap pemimpin yang dapat mengarahkan dan
mengembangkan usaha-usaha bawahan dengan kekuasaan yang dimiliki untuk mencapai tujuan
organisasi dalam membangun organisasi menuju high performance (Harvey dan Brown, 1996,
dalam Cahyono, 2005). Perilaku pemimpin mempunyai dampak signifikan terhadap sikap,
perilaku dan kinerja pegawai. Efektivitas pemimpin dipengaruhi oleh karakteristik bawahannya
dan terkait dengan proses komunikasi yang terjadi antara pemimpin dan bawahan. Ketidak
berhasilan pemimpin dikarenakan pemimpin tidak mampu menggerakan dan memuaskan
karyawan pada suatu pekerjaan dan lingkungan tertentu. Tugas pimpinan adalah mendorong
bawahan supaya memiliki kompetensi dan kesempatan berkembang dalam mengantisipasi setiap
tantangan dan peluang dalam bekerja (Lodge dan Derek, 1992).
Gibson et al (1995), mengemukakan tugas manajemen sumber daya manusia berkisar
pada upaya mengelola unsur manusia dengan potensi yang dimiliki sehingga dapat diperoleh
sumber daya manusia yang puas (satisfied) dan memuaskan (satisfactory) bagi organisasi. Salah
satu tujuan bekerja adalah memperoleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja berkaitan erat antara
sikap pegawai terhadap berbagai faktor dalam pekerjaan, antara lain : situasi kerja, pengaruh
sosial dalam kerja, imbalan dan kepemimpinan serta faktor lain.(Lodge & Derek, 1992, dalam
Waridin & Masrukhin, 2006). Orang akan merasa puas apabila tidak ada perbedaan
(discrepancy) antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan. Meskipun terdapat
perbedaan akan tetapi kalau perbedaan tersebut positif maka orang atau pegawai akan merasa
puas, demikian juga sebaliknya. Pegawai akan merasa puas bila mendapatkan sesuatu yang
dibutuhkan. Makin besar kebutuhannya yang terpenuhi akan semakin puas, begitu sebaliknya.
Penelitian ini mengambil sampel pada Polresta Barelang dengan pertimbangan bahwa
produk yang ditawarkan berupa jasa pelayanan yang mendudukan peran sumber daya manusia
sebagai faktor yang sangat signifikan. Hasil dari pra survey yang peneliti lakukan di Polresta
Barelang menunjukan bahwa penelitian mengenai budaya organisasi selama ini belum pernah
ada. Menurut Robbins (1996), karyawan yang puas akan cenderung untuk tidak mengundurkan
diri. Adapun hasil penetian-penelitian terdahulu seperti akan diuraikan sebagai berikut : Hasil
penelitian Robbins (2001) mengatakan bahwa ada pengaruh positip antara budaya organisasi
dengan kinerja karyawan. Studi Robbins mengatakan bahwa kinerja organisasi mensyaratkan
strategi lingkungan, teknologi dan budaya organisasi bersatu. Yuwalliatin (2006) hasil
penelitiannya menemukan ada pengaruh positip dan signifikan antara budaya organisasi dengan
kinerja karyawan. Rivai (2003) menyatakan bahwa semakin kuat budaya organisasi, semakin
meningkat kinerja pegawai. Masrukhin dan Waridin (2006), dalam penelitiannya menemukan
bahwa budaya organisasi mempunyai pengaruh positip terhadap kinerja karyawan, tetapi secara
statistis tidak signifikan. Suharto dan Cahyono dalam penelitiannya menemukan bahwa budaya
organisasi berpengaruh positip dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Masrukhin dan
Waridin (2006), penelitiannya menemukan hasil bahwa kepemimpinan berpengaruh positip dan
signifikan terhadap kinerja karyawan. Sedang Guritno dan Waridin (2005), dalam penelitiannya
menemukan hasil perilaku kepemimpinan mempunyai pengaruh negatip terhadap kinerja
karyawan. Suharto dan Cahyono, hasil penelitiannya menemukan hasil kepemimpinan
berpengaruh positip dan signifikan terhadap kinerja karyawan.Likert dan koleganya (1967)
dalam Luthan (1998), Yamit (1994), DeGroot et al.(2000), Hardini (2001), Silverthone dan
Wang (2001), hasil penelitiannya menemukan gaya kepemimpinan berpengaruh positip dan
signifikan terhadap kinerja karyawan. Buttler & Reese (1991), hasil penelitiannya menemukan
gaya kepemimpinan tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian
Ostrof (1992) tentang kepuasan kerja menemukan hasil bahwa kepuasan kerja dan kinerja
menunjukan hubungan yang rendah. Soejoti (2000), hasil penelitiannya kepuasan kerja
berpengaruh positip dan signifikan terhadap kinerja pegawai. Hasil penelitian Masrukhin dan
Waridin (2006),menujukan hasil yang sama dengan penelitian Soejoti. Hasil penelitian Guritno
dan Waridin (2005), menunjukan ada pengaruh signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja
karyawan.
Sedangkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Mahardiani (2004) yang
mengangkat tema mengenai pentingnya pemberdayaan karyawan dalam organisasi untuk
menghadapi tingkat persaingan bisnis yang sangat tinggi yang disebabkan oleh semakin cepatnya
perubahan dan perkembangan dalam lingkungan makro seerti industri, perekonomian, tehnologi
dan telekomunikasi dan studi yang dilakukan oleh Iskandar (2006) yang menjelaskan bahwa
untuk meningkatkan kinerja karyawan perlu upaya strategis perusahaan untuk menciptakan
kepuasan dalam bekerja, peningkatan faktor-faktor internal seperti motivasi dan faktor eksternal
seperti iklim kerja sehingga tingkat keluar masuk karyawan dapat diminimalisasi dan kinerja
karyawan akan lebih baik.
Rumusan Masalah
Mengacu dari latar belakang masalah tersebut maka secara operasional
permasalahan yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah Budaya organisasi berpengaruh secara langsung terhadap Kepuasan Kerja
Personel Polresta Barelang?
2. Apakah Gaya kepemimpinan berpengaruh secara langsung terhadap Kepuasan Kerja
Personel Polresta Barelang?
3. Apakah Kepuasan Kerja berpengaruh secara langsung terhadap Kinerja Personel Polresta
Barelang?
4. Apakah Budaya organisasi berpengaruh secara tidak langsung terhadap Kinerja melalui
Kepuasan Kerja Personel Polresta Barelang?
5. Apakah Gaya kepemimpinan berpengaruh secara tidak langsung terhadap Kinerja
melalui Kepuasan Kerja Personel Polresta Barelang?
DESKRIPSI TEORI
1. Budaya Organisasi
Budaya organisasi didefinisikan sebagai suatu kerangka kerja kognitif yang memuat
sikap-sikap, nilai-nilai, norma-norma dan pengharapan-pengharapan bersama yang dimiliki oleh
anggota-anggota organisasi (Greenberg dan Baron, 2000).
Budaya organisasi berkaitan dengan konteks perkembangan organisasi, artinya budaya
berakar pada sejarah organisasi, diyakini bersama-sama dan tidak mudah dimanipulasi secara
langsung (Schenieder, 1996, dalam Cahyono 2005).
Menurut Stoner (1996) dalam Waridin & Masrukhin (2006) budaya (culture) merupakan
gabungan kompleks dari asumsi, tingkah laku, cerita, mitos, metafora dan berbagai ide lain yang
menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu. Budaya organisasi
atau corporate culture sering diartikan sebagai nilai-nilai, simbol-simbol yang dimengerti dan
dipatuhi bersama, yang dimiliki suatu organisasi sehingga anggota organisasi merasa satu
keluarga dan menciptakan suatu kondisi anggota organisasi tersebut merasa berbeda dengan
organisasi lain.
Mas’ud (2004), budaya organisasional adalah system makna, nilai-nilai dan kepercayaan
yang dianut bersama dalam suatu organisasi yang menjadi rujukan untuk bertindak dan
membedakan organisasi satu dengan organisasi lain. Budaya organisasi selanjutnya menjadi
identitas atau karakter utama organisasi yang dipelihara dan dipertahankan.
Robins ( 2006), menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem makna
bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi yang membedakan organisasi itu dari
organisasi-organisasi lain. Budaya organisasi adalah suatu sistem nilai yang diperoleh dan
dikembangkan oleh organisasi dan pola kebiasaan dan falsafah dasar pendirinya, yang terbentuk
menjadi aturan yang digunakan sebagai pedoman dalam berfikir dan bertindak dalam mencapai
tujuan organisasi. Budaya yang tumbuh menjadi kuat mampu memacu organisasi kearah
perkembangan yang lebih baik.
Lebih lanjut Robins (2006), mengatakan perubahan budaya dapat dilakukan dengan : (1)
menjadikan perilaku manajemen sebagai model, (2) menciptakan sejarah baru, simbol dan
kebiasaan serta keyakinan sesuai dengan budaya yang diinginkan, (3) menyeleksi,
mempromosikan dan mendukung pegawai, (4) menentukan kembali proses sosialisasi untuk
nilai-nilai yang baru, (5) mengubah sistem penghargaan dengan nilai-nilai baru, (6)
menggantikan norma ynag tidak tertulis dengan aturan formal atau tertulis, (7) mengacak sub
budaya melalui rotasi jabatan, dan (8) meningkatkan kerja sama kelompok.
Denison and Misra (1995) merumuskan indikator-indikator budaya organisasi sebagai
berikut: (1) misi, (2) konsistensi, (3) adaptabilitas, dan (4) pelibatan.
2. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok kearah
tercapainya suatu tujuan. Kepemimpinan adalah pribadi yang dijalankan dalam situasi tertentu,
serta diarahkan melalui proses komunikasi kearah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu.
Kepemimpinan menyangkut proses pengaruh sosial yang disengaja dijalankan oleh seseorang
terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas dan pengaruh didalam kelompok atau organisasi
(Robbins, 2006).
Kartini (1994), menyatakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah memandu,menuntun,
membimbing, membangun, memberi atau membangun motivasi kerja, mengemudikan
organisasi, menjaring jaringan komunikasi dan membawa pengikutnya kepada sasaran yang
ingin dituju dengan ketentuan waktu dan perencanaan.
George R. Terry (1985), mengatakan bahwa kepemimpinan adalah merupakan hubungan
antara seseorang dengan orang lain, pemimpin mampu mempengaruhi orang lain agar bersedia
bekerja bersama-sama dalam tugas yang berkaitan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Sedang Konz (1989), mendefinisikan kepemimpinan sebagai seni membujuk bawahan
agar mau mengerjakan tugas-tugas dengan yakin dan semangat.
Fiedler dalam Cahyono (2005) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah pola hubungan
antar individu yang menggunakan wewenang dan pengaruh terhadap orang lain atau sekelompok
orang agar terbentuk kerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas. Yulk (1989) mendefinisikan
kepemimpinan sebagai suatu proses pengaruh sosial yang sengaja dilakukan oleh seseorang
terhadap orang lain untuk menstruktur aktifitas-aktifitas dan relasi-relasi didalam sebuah
organisasi. Siagian dalam Waridin & Masrukhin (2006) berpendapat bahwa peranan para
pimpinan dalam organisasi sangat sentral dalam pencapaian tujuan dari berbagai sasaran yang
ditetapkan sebelumnya. Kepemimpinan mempunyai fungsi sebagai penentu arah dalam
pencapaian tujuan, wakil dan juru bicara organisasi, komunikator, mediator, dan integrator.
Selanjutnya Siagian mengatakan perilaku pemimpin memiliki kecenderungan pada dua hal yaitu
konsiderasi atau hubungan dengan bawahan dan struktur inisiasi atau hasil yang dicapai.
Kecenderungan kepemimpinan menggambarkan hubungan yang akrab dengan bawahan misal
bersikap ramah, membantu dan membela kepentingan bawahan, bersedia menerima konsultasi
bawahan, dan memberikan kesejahteraan. Kecenderungan seorang pemimpin memberikan
batasan antara peranan pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan, memberikan instruksi
pelaksaan tugas (kapan, bagaimana, dan hasil apa yang akan dicapai).
Kepemimpinan yang akan dilihat disini adalah gaya kepemimpinan dalam organisasi
yang diterapkan oleh pimpinan terhadap bawahannya. Gaya kepemimpinan adalah suatu cara
bagaimana seorang pemimpin menjalankan tugasnya. Hani Handoko (1995), gaya
kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin dapat dengan tepat mengarahkan tujuan
perseorangan dan tujuan organisasi.
Suit, Jusuf (1996), gaya kepemimpinan adalah cara pemimpin dalam menghadapi dan
melayani staf atau bawahan yang biasanya berbeda pada setiap individu dan dapat berubah-ubah
untuk terciptanya kesatuan dan persatuan dalam berfikir serta berbuat dalam rangka mencapai
tujuan organisasi.
Yulk (1989), gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh
seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang dia inginkan.
Gaya kepemimpinan merupakan karakteristik manajer-manajer inti dalam mencapai sasaran
perusahaan atau dengan kata lain lebih menujuk pada pola perilaku eksekutif puncak dan tim
manajemen senior.
Sing-Sengupta, Sunita (1997) dalam Fuad Mas’ud (2004), mengatakan gaya
kepemimpinan terdiri dari empat dimensi gaya kepemimpinan yaitu:
1. Gaya Otoriter, yaitu gaya kepemimpinan yang tidak membutuhkan pokok-pokok
pikiran dari bawahan dan mengutamakan kekuasaan serta prestise sehingga seorang
pemimpin mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dalam pengambilan keputusan
(Singh-Sengupta, Sunita, 1997 dalam Fuad Mas’ud 2004).
2. Gaya Pengasuh, yaitu gaya kepemimpinan dimana pemimpin memperhatikan bawahan
dalam peningkatan karier, memberikan bimbingan, arahan, bantuan dan bersikap baik
serta menghargai bawahan yang bekerja dengan tepat waktu (sing-sengupta, Sunita,
1997 dalam Fuad Mas’ud, 2004).
3. Gaya Berorientasi pada tugas, yaitu gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin
menuntut bawahan untuk disiplin dalam hal pekerjaan atau tugas (Singh-Sengupta,
Sunita, 1997 dalam Fuad Mas’ud, 2004).
4. Gaya Partisipatif, yaitu gaya kepemimpinan dimana pemimpin mengharapkan saran-
saran dan ide-ide dari bawahan sebelum mengambil suatu keputusan ( House dan
Mitchell, 1974 dalam Yulk, 1989). Vroom dan Arthur Jago (1988) dalam Yulk (1989),
mengatakan bahwa dalam gaya kepemimpinan partisipatif untuk pengambilan
keputusan juga dipengaruhi oleh partisipasi bawahan.
3. Kepuasan Kerja
Wexley dan Yulk (1992) dalam Waridin dan Masrukhin (2006) menyatakan kepuasan
kerja merupakan sikap umum seorang individu terhadap pekerjaanya. Masing-masing individu
memiliki tingkat kepuasan berbeda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku dalam dirinya.
Semakin banyak aspek yang sesuai dengan keinginan individu tersebut maka semakin tinggi
kepuasan kerjanya. Dari deskripsi tersebut dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja merupakan
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya dengan mempertimbangkan aspek yang ada didalam
pekerjaannya sehingga timbul dalam dirinya suatu perasaan senang atau tidak senang terhadap
situasi kerja dan rekan sekerjanya. Apa yang dirasakan individu tersebut dapat positif atau
negative tergantung dari persepsi terhadap pekerjaan yang dilakukan.
Lodge dan Derek (1993), berpendapat bahwa orang akan merasa puas bila tidak ada
perbedaan (discrepancy) antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan. Meskipun
terdapat perbedaan kalau perbedaan tersebut positif maka orang atau pegawai akan merasa puas,
demikian juga sebaliknya. Pegawai akan mersa puas bila mendapatkan sesuatu yang dibutuhkan.
Makin besar kebutuhannya yang terpenuhi akan semakin puas, begitu pula sebaliknya.
Lawler dalam Robbins (1996), mengatakan ukuran kepuasan sangat didasarkan atas
kenyataan yang dihadapi dan diterima sebagai kompensasi usaha dan tenaga yang diberikan.
Kepuasan kerja tergantung dari kesesuaian atau keseimbangan (equity) antara yang diharapkan
dengan kenyataan. Indikasi kepuasan kerja biasanya dikaitkan dengan tingkat absensi, tingkat
perputaran tenaga kerja, disiplin kerja, loyalitas dan konflik dilingkungan kerja.
Baron (1986) dalam Guritno ( 2005 ) mengindikasikan bahwa kondisi kerja dapat
membantu meningkatkan minat kerja, promosi dan minimisasi konflik antar karyawan, yang
semuanya akan mengarah pada kepuasan karyawan.
Menurut Lam (1994) dalam Guritno (2005), suatu program perbaikan kualitas dapat
meningkatkan kepuasan kerja karyawan, antara lain melalui minat kerja yang meningkat,
hubungan baik dengan manajemen dan sesama karyawan, keamanan kerja, peningkatan
tanggunga jawab, peningaktan gaji, kesempatan untuk promosi, kejelasan peran dan partisipasi
yang semakin menigkat dalam pengambialn keputusan.
Celluci, Anthony J dan David L, Devries (1974) dalam Fuad Mas’ud (2004) merumuskan
indikator-indikator kepuasan kerja sebagai berikut :
1. Kepuasan dengan gaji (satisfaction with pay)
2. Kepuasan dengan promosi (satisfaction with promotion)
3. Kepuasan dengan rekan sekerja (satisfaction with co-wokers)
4. Kepuasan dengan penyelia (satisfaction with supervisor)
5. Kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri (satisfaction with work itself)
4. Kinerja Karyawan
Byars (1984), mengartikan kinerja sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai
dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Jadi bisa dikatakan prestasi
kerja merupakan hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan dan persepsi tugas.Usaha
merupakan hasil motivasi yang menunjukan jumlah energi (fisik atau mental) yang digunakan
oleh individu dalam menjalankan suatu tugas. Sedangkan kemampuan merupakan karakteristik
individu yang digunakan dalam menjalankan suatu pekerjaan. Kemampuan biasanya tidak dapat
dipengaruhi secara langsung dalam jangka pendek. Selanjutnya persepsi tugas merupakan
petunjuk dimana individu percaya bahwa mereka dapat mewujudkan usaha-usaha mereka dalam
pekerjaan.
Robbins (1996), mengatakan kinerja merupakan suatu hasil yang dicapai oleh pekerja
dalam pekerjaannya menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan.
Rich, Gregory (1997) mengatakan kinerja dianggap lebih dari sekedar produktivitas
karena kinerja menyangkut perilaku alami yang dimiliki seseorang untuk bebas melakukan
tindakan sesuai keinginannya. Perilaku bebas untuk bertindak ini tetap tidak bisa dilepaskan
syarat-syarat formal peran seorang karyawan untuk meningkatkan fungsi efektif suatu organisasi.
Dessler (1992) mendefinisikan kinerja sebagai prestasi kerja yakni perbandingan antara
hasil kerja yang secara nyata dengan standar kerja yang ditetapkan. Dengan demikian kinerja
memfokuskan pada hasil kerjanya.
Winardi dalam Waridin dan Guritno (2005) mengatakan kinerja merupakan konsep yang
bersifat universal yang merupakan efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan
bagian karyawannya berdasarkan standard dan criteria yang telah ditetapkan sebelumnya, karena
organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia, maka kinerja sesungguhnya merupakan
perilaku manusia dalam memainkan peran yang mereka lakukan didalam suatu organisasi untuk
memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan agar membuahkan tindakan dan hasil yang
diinginkan.
Gomes (2001), menyatakan kinerja sebagai catatan terhadap hasil produksi dari sebuah
hasil pekerjaan tertentu atau aktiviats tertentu dalam periode waktu tertentu. Sikula dalam
Waridin dan Guritno (2005) mendefinisikan kinerja sebagai suatu evaluasi yang sistematis dari
pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan.
Siagian dalam Waridin dan Masrukhin (2006) kinerja adalah konsep yang bersifat
universal yang merupakan efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan bagian
karyawan berdasar standard dan criteria yang telah ditetapkan. Kinerja merupakan perilaku
manusia dalam suatu organisasi yang memenuhi standar perilaku yang ditetapkan untuk
mencapai hasil yang diinginkan.
Mangkunegara dalam Waridin dan Masrukhin (2006) mendefinisikan kinerja sebagai
hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan.
Gibson et al dalam Waridin dan Masrukhin (2006) menyatakan kinerja adalah catatan
terhadap hasil produksi dan pekerjaan atau aktivitas tertentu dalam periode waktu tertentu.
Beberapa factor yang berperan dalam kinerja antara lain adanya efektivitas keseimbangan antara
pekerja dan lingkungan yang berada didekatnya yang meliputi individu, sumberdaya, kejelasan
kerja dan umpan balik.
Tsui et all (1997) dalam mas’ud (2004) merumuskan indikator-indikator kinerja
karyawan sebagai berikut :
1. Kualitas kerja karyawan
2. Standar professional
3. Kuantitas kerja karyawan
4. Kreativitas karyawan
Kerangka pemikiran
Model Penelitian
Berdasarkan telaah pustaka dan hipotesis yang dikembangkan diatas maka sebuah model
konseptual atau kerangka pemikiran teoritis dapat dikembangkan seperti yang disajikan dalam
diagram berikut :
Gambar no. 1
Model Penelitian
Budaya Organisasi
Gaya Kepemimpinann
Hipotesis
1. Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap
Kepuasan Kerja Personel Polresta Barelang
2. Gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap
Kepuasan Kerja Personel Polresta Barelang
3. Kepuasan Kerja berpengaruh positif dan signifikan secara langsung terhadap Kinerja
Personel Polresta Barelang
4. Budaya Organisasi berpengaruh positif dan signifikan secara tidak langsung terhadap
kinerja melalui Kepuasan Kerja Personel Polresta Barelang
5. Gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan secara tidak langsung terhadap
kinerja melalui Kepuasan Kerja Personel Polresta Barelang.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian menggunakan metode survey dengan teknik analisis jalur, untuk
mempelajari hubungan kausal antar variabel, baik pengaruh langsung, tidak langsung, dan
pengaruh total. Populasi penelitian adalah semua pegawai yang ada bekerja di lingkungan
Polresta Barelang, ada 100 orang personel di satuan Narkoba dan Reskrim. Sampel penelitian
ditentukan 100 orang personel, dan penentuan anggota sampel dilakukan dengan menggunakan
teknik sensus. Teknik pengumpulan data menggunakan instrumen angket untuk mengukur
variabel Budaya Organisasi,Gaya Kepemimpinan,Kepuasan Kerja, Kinerja.
Sebelum digunakan pengumpulan data, instrumen dilakukan uji coba instrumen dengan
uji validitas dan penghitungan koefisien reliabilitasnya. Uji coba dilakukan pada reponden 100
orang personel, dan responden personel yang telah digunakan untuk uji coba tidak lagi
digunakan responden untuk pengumpulan data penelitian. Karena skala butir adalah skala lima
seperti skala model likert, maka uji validitas menggunakan korelasi product moment, sedangkan
penghitungan koefisien reliabilitas instrumen dengan menggunakan alpha Cronbach.
Teknik analisis data dengan menggunakan statistika deskriptif untuk penyajian data hasil
penelitian. Dan statistika inferensial dengan menggunakan teknik analisi jalur, serta uji hipotesis,
dan pengujian koefisien jalur dari pengaruh langsung, dan tidak langsung, serta pengaruh total.
Teknik analisis data menggunakan manual, bantuan program SPSS. Koefisien jalur ditunjukkan
oleh output coefficient yang dinyatakan sebagai standardized coefficients atau beta.
HASIL PENELITIAN
Pada penelitian ini dikemukakan dalam bentuk sajian deskripsi data statistik, dan analisis
statistik. Deskripsi statistik berupa tabel distribusi frekuensi, rata-rata, variansi dan standar
deviasi, median dan modus. Analisis selanjutnya adalah uji hipotesis statistik. Berdasarkan hasil
temuan analisis statistik kemudian dilakukan pembahasan. Dalam Penelitian untuk analisa dan
pembahasan ini adalah untuk memperoleh data jawaban kuesioner yang mengukur empat
variabel pokok dalam penelitian ini, yaitu Budaya Organisasi (X1), Gaya Kepemimpinan (X2),
Kepuasan Kerja (X3) dan dan Kinerja (X4).
Data penelitian menggunakan 100 responden dari Personel Polresta Barelang. Data
responden ini memberikan informasi sederhana tentang profil responden ditinjau dari jenis
kelamin, usia, status perkawinan, pendidikan, dan masa kerja.
Responden dalam penelitian ini adalah laki-laki dengan jumlah 81% sedangkan sisanya
sebanyak 19% adalah perempuan,berusia prooduktif dengan tingkat usia kurang atau
sama dengan 30 tahun sebanyak 39% dan 44% memiliki usia antara 31 – 40 tahun,
sedangkan sisanya berusia antara 41 – 50 tahun dengan jumlah responden sebanyak
17%, berstatus menikah dengan jumlah 74% sedangkan sisanya sebanyak 26% berstatus tidak
kawin , berpendidikan Sarjana sebesar 49% dan berpendidikan Diploma sebesar 40% sedangkan
sisanya berpendidikan Pasca Sarjana sebesar 9% dan SLTA sebesar 2% ,diketahui juga bahwa
sebanyak 38% memiliki masa kerja antara 11 – 15 tahun, kemudian sebanyak 30%
memiliki masa kerja 6 – 10 tahun, sebanyak 27 % memiliki masa kerja kurang atau sama
dengan 5 tahun, sebanyak 4% memiliki masa kerja 16 – 20 tahun, dan sebanyak 1%
memiliki masa kerja di atas 20 tahun.
Pengukuran variable seperti diuraikan dalam lampiran maka dapat kita deskriptifkan
sbb : Rata-rata skor jawaban responden untuk variable Budaya Organisasi (X1) berjumlah sebesar
3,77 sehingga dapat dikatakan tingkat jawaban responden untuk gaya Kepemimpinan berada
pada kategori Baik/Tinggi , rata-rata skor jawaban responden untuk variabel Gaya
Kepemimpinan (X2) berjumlah 3.73 sehingga dapat dikatakan tingkat jawaban responden untuk
variabel Gaya Kepemimpinan berada pada kategori Baik/Tinggi , rata-rata skor jawaban
responden untuk variabel Kepuasan Kerja X3 berjumlah 3.89 artinya tingkat jawaban responden
berada pada kategori Baik/Tinggi sedangkan rata-rata jawaban responden untuk varibel kinerja
yaitu 3.83 juga berada pada kategori Baik atau Tinggi , sehingga dengan demikian tingkat
kepercayaan terhadap jawaban responden dari keseluruhan variabel dapat dipercaya untuk
dilanjutkan serta dipergunakan dalam analisa data selanjutnya.
Berdasasarkan pada hasil keluaran prgram ini, tampak bahwa sampel dari ke lima variabel
tersebut adalah berasal dari populasi berdistribusi normal.
Uji linearitas model regresi yang pertama dilakukan dengan bantuan penghitungan nilai F
dengan SPSS vs. 7, dan penjelasannya sebagai berikut.
Persamaan struktur pertama
Ho. : Model regresi antara Budaya Organisasi,Gaya Kepemimpinan terhadap
Kepuasan Kerja bukan bentuk linear
Ha. : Model regresi bentuk linear
Tabel no.2. Anova untuk Uji linearitas (X3 = p31X1 + p32X2 + e1)
ANOVAb
Sum of
Model Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 757.240 2 378.620 13.976 .000a
Residual 2654.908 98 27.091
Total 3412.148 100
a. Predictors: (Constant), GAYA KEPEMIMPINAN (X2), BUDAYA ORGANISASI (X1)
b. Dependent Variable: KEPUASAN KERJA PERSONEL (X3)
Berdasarkan tabel Anova di atas, diketahui bahwa nilai significant 0.000<0.05 dengan F hitung
sebesar 13.976 maka tolak Ho., dengan demikian model regresi persamaan struktur 1 adalah
linear.
Berdasarkan tabel Anova di atas, diketahui bahwa nilai significant 0.000<0.05 dengan nilai Fhitung
sebesar 28.243 maka tolak Ho., dengan demikian model regresi persamaan struktur 2 adalah
linear.
e2= 0.825
e1= 0.891
X1
P31= 0.200
P43= 0.290
X3 X4
P32= 0.367
X2
Kesimpulan
Koefisien
t hitung
Jalur
(α=0,05) Sig.
P31 0.200 t1 2.132 0.05 0.036 Signifikan
P32 0.367 t2 3.902 0.05 0.000 Signifikan
P43 0.290 t3 3.096 0.05 0.003 Signifikan
P41 0.127 t4 1.421 0.05 0.158 Tdk
Signifikan
P42 0.327 t5 3.494 0.05 0.001 Signifikan
HIPOTESIS
1. Hipotesis kesatu
Hasil analisis jalur Budaya Organisasi (X 1) terhadap Kepuasan Kerja (X3) diperoleh
koefisien jalur sebesar 0,200 dengan Sig. sebesar 0.036<0.05. Oleh , maka dapat disimpulkan
bahwa koefisien jalur adalah signifikan dimana :
H0 : X1 tidak berpengaruh signifikan terhadap X3
H1 : X1 berpengaruh signifikan terhadap X3
Kriteria Pengujian Hipotesis :
Tolak H0 jika nilai sig < 0.05
Terima H0 jika nilai sig>0.05
Kesimpulannya : Nilai Sig. 0.000 < 0.05 ,maka Ho ditolak sehingga X1
(Budaya Organisasi berpengaruh Signifikan terhadap X3 (Kepuasan Kerja)
Dengan terbuktinya hipotesis pertama ini yang menyatakan terdapat pengaruh langsung yg
signifikan antara Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja, maka dapat diindikasikan apabila
Budaya Organisasi yg dikembangkan dalam organisasi itu terarah maka dapat meningkatkan
secara langsung Kepuasan Kerja Personel Polresta Barelang , dalam hal ini budaya organisasi
adalah suatu sistem nilai yang diperoleh dan dikembangkan oleh organisasi dan pola kebiasaan
dan falsafah dasar pendirinya, yang terbentuk menjadi aturan yang digunakan sebagai pedoman
dalam berfikir dan bertindak dalam mencapai tujuan organisasi , budaya yang tumbuh menjadi
kuat mampu memacu organisasi kearah perkembangan yang lebih baik. Sedangkan kepuasan
kerja merupakan sikap umum personel polresta Barelang terhadap pekerjaanya dimana semakin
banyak aspek yang sesuai dengan keinginan personel tersebut maka semakin tinggi kepuasan
kerjanya, dari deskripsi diatas maka dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya dengan mempertimbangkan aspek yang ada didalam
pekerjaannya sehingga timbul dalam dirinya suatu perasaan senang atau tidak senang terhadap
situasi kerja dan rekan sekerjanya, dari pemaparan analisa data dapat disimpulkan bahwa
semakin banyak aspek-aspek yang ada pada diri masing-masing personel yang sesuai dengan
budaya organisasi tempatnya bekerja maka akan semakin tinggi kepuasan kerjanya hal ini juga
dudukung oleh hasil penelitian yang mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja dimana kepuasan kerja personel polresta
Barelang dan hasil kerja tergantung kesesuaian antara karakteristik personel tersebut dengan
budaya organisasi.
2. Hipotesis kedua
Hasil analisis jalur Gaya Kepemimpinan (X2) terhadap Kepuasan Kerja (X3) diperoleh
koefisien jalur langsung sebesar 0,367 dengan Sig. sebesar 0.000 < 0.05 maka dapat
disimpulkan bahwa koefisien jalur adalah signifikan.
- H0 : X2 tidak berpengaruh signifikan terhadap X3
- H1 : X2 berpengaruh signifikan terhadap X3
Kriteria Pengujian Hipotesis :
- Tolak H0 jika nilai sig < 0.05
- Terima H0 jika nilai sig>0.05
Kesimpulannya : Nilai Sig. 0.000 < 0.05 ,maka Ho ditolak sehingga X1 (Gaya
Kepemimpinan berpengaruh Signifikan terhadap X3 (Kepuasan Kerja)
Dengan terbuktinya hipotesis kedua ini yang menyatakan terdapat pengaruh langsung
Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan kerja, maka dapat diindikasikan bahwa Gaya
Kepemimpinan yg effektif serta interaktif antara bawahan dan atasan , dimana suasana
kerja serta kondisi kerja kondusif antara bawahan serta atasan dalam struktur organisasi
, sesuai dengan fungsi serta peranan yg telah digariskan oleh organisasi maka akan
meningkatkan kepuasan kerja personel polresta Barelang .Gaya kepemimpinan adalah
bagaimana seorang pemimpin dapat dengan tepat mengarahkan tujuan perseorangan
dan tujuan organisasi, sedangkan kepuasan kerja merupakan sikap umum seorang
individu terhadap pekerjaanya , semakin banyak aspek yang sesuai dengan keinginan
individu tersebut maka semakin tinggi kepuasan kerjanya. Dari dua pengertian tentang
gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa gaya
kepemimpinan yang diterapkan pada Polresta barelang telah dapat dengan tepat
mengarahkan tujuan organisasi sesuai dengan aspek-aspek / tujuan yang diharapkan
oleh personel satuan Narkoba dan Reskrim Polresta Barelang atas pekerjaannya maka
dengan demikian akan meningkatkan kepuasan kerja personel Polresta Barelang. Hal
ini didukung oleh penelitian yang bahwa gaya kepemimpinan yang berpengaruh
signifikan merupakan predictor bagi kepuasan kerja , kepemimpinan kharismatik akan
menciptakan hubungan yang positif dengan kepuasan kerja disertai dengan keragaman
dalam kepuasan personel polresta yang dikaitkan dengan sejauh mana para pimpinan
di Polresta Barelang menunjukan etika dan itegritasnya sebagai pemimpin dan mampu
menjadi inspirasional , menjadi motivator bagi bawahan serta mampu menciptakan
kerjasama serta interaksi antara personel.
3. Hipotesis ketiga
Hasil analisis jalur Kepuasan Kerja (X3) terhadap Kinerja (X4) diperoleh koefisien jalur
sebesar 0,290 dengan Sig. sebesar 0.003<0.05 , maka dapat disimpulkan bahwa
koefisien jalur adalah tidak signifikan.
- H0 : X2 tidak berpengaruh signifikan terhadap X3
- H1 : X2 berpengaruh signifikan terhadap X3
Kriteria Pengujian Hipotesis :
- Tolak H0 jika nilai sig < 0.05
- Terima H0 jika nilai sig>0.05
Kesimpulannya : Nilai Sig. 0.003 < 0.05 ,maka Ho ditolak sehingga X3 (Kepuasan
Kerja berpengaruh Signifikan terhadap X4 (Kinerja)
Dengan terbuktinya hipotesis ketiga ini yang menyatakan terdapat pengaruh langsung
yg signifikan antara Kepuasan Kerja terhadap Kinerja, maka dapat diindikasikan
bahwa dengan terciptanya atau meningkatnya kepuasan kerja maka dengan demikian
akan juga meningkatkan kinerja personel Polresta Barelang. Kepuasan kerja
mempunyai hubungan yang signifikan dengan kinerja, selanjutnya personel yang
merasa terpuaskan terhadap pekerjaan biasanya bekerja lebih keras dan lebih baik
dibandingkan personel yang mengalami stress dan tidak terpuaskan terhadap
pekerjaaannya. Kepuasan dan sikap personel polresta barelang merupakan hal yang
penting dalam menetukan perilaku dan respon terhadap pekerjaannya sehingga akan
tercapai organisasi yang effisien dan efektif . Disamping itu personel yang merasa
puas, berkomitmen dan dapat menyesuaikan diri dengan baik untuk lebih melibatkan
diri secara aktif dalam bekerja guna memenuhi tujuan organisasi dan memberikan
pelayanan sepenuh hati pada organisasi. Kepuasan kerja sangat berkaitan erat antara
sikap pegawai terhadap berbagai factor dalam pekerjaan, antara lain situasi kerja,
pengaruh sosial dalam kerja, imbalan dan kepemimpinan serta factor lain dalam rangka
menciptakan kesesuaian atau keseimbangan (equity) antara harapan dengan kenyataan
dalam menyelesaikan pekerjaan. Indikasi kepuasan kerja biasanya dikaitkan dengan
tingkat absensi, tingkat perputaran tenaga kerja, disiplin kerja, loyalitas dan konflik di
lingkungan kerja. Hal-hal tersebut mempengaruhi kinerja pegawai dan efektivitas
organisasi.
4. Hipotesis keempat
Pengaruh Budaya Organisasi (X1) terhadap kinerja (X4) melalui Kepuasan Kerja (X3),
diperoleh dari hasil perkalian antara koefisien regresi X1 dengan koefisien regresi X4.
Pengaruh langsung direct Effect Budaya Organisasi (X1) ke X4 dilihat dari Koefisien
Regresi Nilai X1 terhadap X4 (P41) yakni Sebesar 0.127 ,sedangkan pengaruh tidak
langsung (indirect effect) X1 ke X4 melalui X3 : dapat dilihat dari perkalian antara
Koefisien Regresi X1 terhadap X3 dengan Koefisien Regresi X3 terhadap X4 yakni :
(p31X1 x p43X4) = (0.200 x 0.290) = 0.0580
Pengaruh Total (total effect) X1 ke X4 : dilihat dari pengaruh Langsung + Pengaruh
tidak Langsung = 0.127 + 0.0580 = 0.185
Kriteria Penarikan kesimpulan :
- Jika nilai koefisien pengaruh tidak langsung > Pengaruh Langsung maka variabel X4 adalah
Variabel Intervening , pengaruh yg sebenarnya adalah tidak langsung
- Jika Nilai Koefisien Pengaruh tidak langsung < Pengaruh langsung maka variabel X4 Bukan
Variabel Intervening ,Pengaruh yg sebenarnya adalah langsung.
Kesimpulan : Nilai 0.127 > 0.0580 artinya Nilai Koefisien Pengaruh Tidak Langsung <
Pengaruh Langsung , maka X1 berpengaruh tidak Signifikan terhadap X4 melalui X3
atau dengan Kata lain X3 bukan merupakan variabel Intervening, Pengaruh yg
sebenarnya adalah langsung.
Hipotesis keempat ini menunjukkan bahwa Budaya Organisasi berpengaruh tidak
signifikan terhadap Kinerja melalui kepuasan kerja mempunyai arti bahwa pengaruh
yg terjadi adalah merupakan pengaruh langsung dimana variabel kepuasan kerja tidak
dapat bertindak sebagai variabel intervening. Dengan hasil uji tersebut maka dapat
diindikasikan apabila ingin meningkatkan kinerja pegawai dapat secara langsung
meningkatkan variabel kepuasan kerja personel Polresta Barelang, Peranan Budaya
Organisasi juga dapat langsung meningkatkan kinerja mempunyai arti antara variabel
kepemimpinan dan Kepuasan Kerja berdiri sendiri dapat secara langsung berpengaruh
terhadap Kinerja. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa budaya organisasi yang
diindikasikan dengan budaya dituntutnya pegawai mencari cara-cara yang lebih efektif
dan berani menanggung resikonya, cermat dalam melaksanakan pekerjaan, perhatian
pada kesejahteraan pegawai, tuntutan konsentrasi yang dicapai, semangat yang tinggi
dalam bekerja, serta kewajiban dalam merealisasikan target dan tugas instansi
mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja pegawai.
5. Hipotesis Lima
Pengaruh Gaya Kepemimpinan (X2) terhadap kinerja (X4) melalui Kepuasan Kerja
(X3), diperoleh dari hasil perkalian antara koefisien regresi X 2 dengan koefisien regresi
X4. Pengaruh langsung direct Effect Gaya Kepemimpinan (X2) ke X4 dilihat dari
Koefisien Regresi Nilai X1 terhadap X4 (P42) yakni Sebesar 0.327 ,sedangkan pengaruh
tidak langsung (indirect effect) X2 ke X4 melalui X3 : dapat dilihat dari perkalian antara
Koefisien Regresi X2 terhadap X3 dengan Koefisien Regresi X3 terhadap X4 yakni : (p32X1 x
p43X4) = (0.367 x 0.290) = 0.106
Pengaruh Total (total effect) X2 ke X4 : dilihat dari pengaruh Langsung + Pengaruh tidak
Langsung = 0.327 + 0.106 = 0.4334
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis dan hasil temuan maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a) Budaya Organisasi berpengaruh Signifikan terhadap Kepuasan Kerja
Personel Polresta Barelang.
b) Gaya Kepemimpinan Berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Kerja
Personel Polresta Barelang
c) Kepuasan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Kerja
Personel Polresta Barelang.
d) Budaya Organisasi berpengaruh tidak signifikan terhadap Kinerja melalui
Kepuasan Kerja dalam hal ini Kepuasan kerja tidak berfungsi sebagai
variabel perantara/Intervening dimana variabel kepuasan kerja dan variabel
Budaya Organisasi dapat berpengaruh secara langsung
e) Gaya Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja melalui
Kepuasan Kerja dalam hal ini Kepuasan kerja berfungsi sebagai variabel
Perantara/Intervening.
IMPLIKASI
Implikasi penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut.
1. Implikasi teoretik
Secara teoretik bahwa model kinerja organisasi akan melibatkan aspek Budaya
Organisasi,Gaya Kepemimpinan, Kepuasan Kerja dalam pengembangan konsep kajian
substansinya. Dapat dikembangkan aspek lainnya diantaranya iklim organisasi ,
fasilitaskerja , otonomi kerja , lingkungan kerja , personality dst, berkaitan dengan
pengembangan kajian substansi kinerja organisasi.
2. Implikasi praktik
SARAN
Para pimpinan unit organisasi maupun pimpinan pada Polresta Barelang, hendaknya
memperhatikan aspek-aspek Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan, dan Kepuasan Kerja,
karena akan berdampak kepada kepuasan kerja personel polresta barelang, dan kepuasan kerja
personel akan berdampak dalam menciptakan Kinerja yg baik disamping itu diharapkan
pemimpin Polresta Barelang mampu untuk menggerakan dan memberdayakan pegawai sehingga
akan terjadi proses komunikasi interaktif antara atasan dan bawahan disamping itu pemimipin
harus mampu memotivasi, menggerakan serta memuaskan personel yang berkaitan dengan
pekerjaan dan lingkungan organisasi serta mampu mendorong bawahan supaya memiliki
kompetensi dan kesempatan berkembang dalam mengantisipasi setiap tantangan dan peluang
dalam bekerja sehingga akan tercipta hubungan yang akrab dengan bawahan misal bersikap
ramah, membantu dan membela kepentingan bawahan, bersedia menerima konsultasi bawahan,
dan memberikan kesejahteraan. Disamping itu harus mampu memberikan batasan antara
peranan pemimpin dan bawahan dalam mencapai tujuan serta memberikan instruksi pelaksanaan
tugas (kapan, bagaimana, dan hasil apa yang akan dicapai) , perilaku (misalnya pola dan gaya)
kepemimpinan inilah yang akan meningkatkan kepuasan dalam bekerja dan menciptakan Budaya
organisasi yang sehat serta mampu meningkatkan kinerja.
DAFTAR PUSTAKA
Dessler, Gary. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Bahasa Indonesia Jilid 2.
Jakarta: Prenhallindo.
Dessler, Gary. 2000. Human Resource Management 8th Edition. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.
Gibson, James L,2005, organizations behavior process, 12th edition, Mr Graw hill
Hadari Nawawi, 2008. Perencanaan Sumbe Daya Manusia. Cetakan 7.
Hasibuan M. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Handoko H. (2000) ; Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, BFFE
Yogyakarta.