Professional Documents
Culture Documents
Kodikologi Tekstologi
Kodikologi Tekstologi
Kodikologi Tekstologi
Nasihatul Ma’ali
STAI Al-Anwar Sarang-Rembang
maalinasichatul22@gmail.com
Muhammad Asif
Dewan Riset Daerah Kabupaten Rembang
asifelfarizi@gmail.com
Abstract
This paper examines the collection of manuscript of Tafsir Jalālayn in the
Pondok Pesantren Bustanul Ulum, Sedan District, Rembang, by focusing on
textological and codicological aspects. This study is crucial to do to view the
characteristic form of the text contained in the ancient manuscript of tafsir
Jalālayn which then led to findings on how the Quranic interpretation was
studied at that time. This research is a qualitative research with a codicology
and textology (philology) approach. This finding strengthens the argument that
the study of tafsir, especially Jalālayn, was introduced in the Rembang area in
the first half of the 19th century, so that it can revise the findings of Van der
Chijs and Van den Berg about the absence of tafsir teaching in Rembang area
throughout the 19th century. This study identifies several characteristics found
in the manuscript text. First, the use of the interlinear translation (Makna
Gandhul) and its Javanese codes helps the students to understand the contents
of Jalālayn's Arabic interpretation. Second, the hierarchy of language
contained in its translation as a form of reflection of the reader's culture in the
Javanese environment. Third, the existence of marginal notes written in Arabic
indicates that attempts to comment on Jalālayn had been made earlier in the
area. Another interesting finding is the consistent and fairly well-established
use of codes in Arabic grammatical analysis, which is an indication that Makna
Gandhul had evolved in that century.
Keywords: Manuscript of Tafsir Jalālayn in Pondok Pesantren Bustanul Ulum
Sedan, Codicology, characteristic of text.
Abstrak
Tulisan ini mengkaji manuskrip tafsir Jalālayn koleksi Pondok Pesantren
Bustanul Ulum Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang dengan memfokuskan
pada aspek kodikologi dan tekstologi (filologi). Kajian ini penting dilakukan
untuk melihat bentuk karakteristik teks yang termuat dalam naskah kuno tafsir
Jalālayn yang kemudian memunculkan temuan bagaimana tafsir dipelajari
pada masa tersebut. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan
kodikologi dan tekstologi (filologi). Temuan ini menguatkan argumen bahwa
pengajian tafsir, khususnya Jalālayn sudah diperkenalkan di daerah Rembang
pada paruh pertama abad ke-19, sehingga bisa merevisi temuan Van der Chijs
dan Van den Berg tentang absennya pengajaran kitab tafsir di daerah Rembang
sepanjang abad ke-19. Penelitian ini mengidentifikasi beberapa karakteristik
yang ditemukan dalam teks manuskrip tersebut. Pertama, penggunaan Makna
AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020 1
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
Gandhul dan kode-kodenya yang berbahasa Jawa menjembatani santri untuk
memahami isi kandungan tafsir Jalālayn yang berbahasa Arab. Kedua, hierarki
bahasa yang tertuang dalam terjemahnya sebagai bentuk cerminan kebudayaan
pembaca di lingkungan Jawa. Ketiga, adanya catatan-catatan di pinggir yang
ditulis berbahasa Arab menunjukkan bahwa upaya untuk memberikan
komentar terhadap Jalālayn telah dilakukan lebih dini di daerah tersebut.
Temuan lain yang menarik adalah penggunaan kode-kode dalam analisis
gramatika Arab secara konsisten dan cukup mapan, yang menjadi petunjuk
bahwa Makna Gandhul telah berkembang di abad itu.
Kata Kunci: karakteristik teks, Kodikologi,Manuskrip Tafsir Jalālayn Pondok
Pesantren Bustanul Ulum Sedan
A. Pendahuluan
Naskah kuno merupakan bagian dari benda peninggalan leluhur pada masa lalu.
Naskah mampu mengungkapkan kejadian di masa lalu bagi setiap pembacanya. Naskah dapat
dikatakan sebagai dokumen sejarah suatu bangsa. Dengan mengetahui sejarah maka akan
terungkap identitas jati diri suatu bangsa. Para leluhur terdahulu telah mewarisi peninggalan
naskah yang sangat melimpah. Keberadaannya tersebar di berbagai lembaga, seperti museum,
perpustakaan maupun di tangan masyarakat. Ahli sejarah mencatat naskah temuan di
Indonesia jumlahnya lebih dari 5.000 naskah, bahkan Russel Joness menyebutkan hingga
10.000 naskah.1 Dari jumlah tersebut naskah keagamaan yang paling banyak dijumpai. Dari
mendominasinya temuan naskah keagamaan, naskah tafsir al-Qur‟an termasuk yang paling
jarang dijumpai.2 Hal tersebut berbanding terbalik dengan temuan naskah salinan mushaf al-
Qur‟an yang dijumpai hampir di setiap daerah.
1
Faizal Amin, “Preservasi Naskah Klasik”, Jurnal Khatulistiwa, vol. 1. no. 1, (2011), hlm. 90.
(https://doi.org/10.24260/khatulistiwa.v1i1.184)
2
Jajang Rohmana, “Empat Manuskrip Al-Qur‟an di Subang Jawa Barat”, Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan
Sosial Budaya, vol. 3, no. 1, (2018), hlm. 1. (https://doi.org/10.15575/jw.v3i1.1964)
2 AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
Jalālayn sebagai kitab pegangan dalam pembelajaran bidang tafsir.3 Sangat jarang kitab lain
apalagi tafsir lokal yang digunakan sebagai bahan ajar.
Penelitian mengenai naskah kuno berupa salinan seperti Jalālayn seharusnya tidak
luput dari perhatian para peneliti. Bagaimanapun naskah salinan merupakan bagian dari
naskah kuno sebagai saksi sejarah perkembangan keilmuwan di Nusantara.7 Salinan Jalālayn
dapat menjadi alternatif dalam membaca perkembangan tafsir selama kekosongan karya tafsir
di Nusantara, terutama di daerah Rembang. Dalam catatan Van der Chijs berdasarkan hasil
survey terhadap pendidikan pribumi, khususnya kitab-kitab berbahasa Arab yang lazim
digunakan di daerah Rembang pada tahun 1864 disebutkan bahwa tidak terdapat satupun
kitab tafsir yang dipelajari di sana. Dari hasil pendataannya hanya tercatat Kitab Alif-ba-Ta,
Turutan, Fatihah, Yasin, al-Qur‟an, Kitab Aliflam, Kitab AsmoroKondi, Kitab Nahwu, Kitab
Sorof, Kitab Amil dan Kitab Jurumiyah yang dipelajari di Rembang pada tahun 1864. 8
3
Karel A Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980),
hlm. 60.
4
Kemenag, Naskah Tafsir Jalalyn di Sumbar, Lektur Kemenag, dalam:
https://lektur.kemenag.go.id/manuskrip/web/koleksi-detail/lkk-sumbar2016-ap03.html#ad-image-0, (diakses
pada 14 Oktober 2019).
5
Ahmad Sholeh, “Sejarah Manuskrip Kitab Tafsir Jalalin di Perpustakaan Masjid Jami‟ Lasem Rembang Jawa
Tengah”, dalam:
https://www.academia.edu/38664952/Sejarah_Manuskrip_Kitab_Tafsir_Jalalain_di_perpustakan_Masjid_Jami_
Lasem_Rembang_Jawa_Tengah, (diakses pada 14 Oktober 2019).
6
Mir‟atul Af‟idah, “The Caracteristic of Jalālain Exegesis Manuscript From Mandirejo: Philological Study”,
(Skripsi di STAI Al-Anwar Rembang), 2018.
7
Nabilah Lubis, Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi, (Jakarta: Yayasan Media Alo Indonesia, 2007),
hlm. 30.
8
J. A. Van der Chijs, “Bijdragen Tot de Geschiedenis Van Het Inlandsch Onderwijs In Nederlandsch-Indië”,
Tijdschrift Voor Indische Taal-Land-en Volkenkunde Uitgegeven Door Het Bataviaasch Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen, vol. 14, no. 5, (1864), hlm. 217.
AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020 3
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
Pernyataan tersebut sejalan dengan hasil pendataan Van den Berg pada akhir abad yang sama
(1886) menyebutkan minimya kajian tafsir di sepanjang pantai utara pulau Jawa.9
Belakangan ini penulis menemukan manuskrip salinan kitab tafsir Jalālayn di Pondok
Pesantren Bustanul Ulum Sedan, Rembang Jawa Tengah. Naskah tersebut merupakan koleksi
pribadi Pondok Pesantren Bustanul Ulum, Sedan, Rembang yang saat ini di bawah asuhan
Kiai Sirojjudin Azizi. Maka penelitian terhadap naskah salinan tersebut dengan analisis
filologi dianggap penting untuk mengungkap informasi yang ada di dalamnya.
Penelitian ini juga berusaha mendeskripsikan bentuk fisik naskah dari aspek
kodikologi dan menganalisis karakteristik teks dari segi tekstologi. Penelitian dilakukan
dengan metode kualitatif yang bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan teori
kodikologi sebagai alat analisis deskripsi naskah dan teori filologi sebagai analisis teks
terjemah dan syarh naskah. Oman Fathurahman mengatakan kedua aspek (kodikologi dan
filologi) merupakan dua komponen yang saling berkaitan erat dalam membangun penelitian
naskah kuno. Namun keduannya merupakan bagian yang berbeda. Jika filologi hanya dapat
menyentuh salah satu aspek yang terkandung dalam naskah10 yakni teksnya, maka kodikologi
hanya menyentuh bagian di luar teks naskah, seperti bentuk fisik naskah, sejarah naskah dan
asal usul naskah serta penggunaan naskah11. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memberi kontribusi terhadap daftar kajian naskah kuno di bidang tafsir.
B. Deskripsi Naskah
Naskah yang dikaji dalam penelitian ini merupakan salinan kitab tafsir Jalālayn karya
Jalaluddin al-Mahalli dan al-Suyuti. Tidak ditemukan judul khusus yang tertulis di dalam
naskah. Kandungan naskah merupakan bagian awal matan kitab tafsir Jalālayn yang dimulai
dari surah al-Baqarah: 19 hingga surah al-Ra‟du yang memuat 13 juz. Penyalin naskah tidak
diketahui. Naskah merupakan salah satu koleksi Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan,
Rembang yang saat ini berada di bawah asuhan Kiai Sirojjudin Azizi. Oleh karena hal
tersebut penulis menyebutnya dengan naskah tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul
9
L.W.C. Van den Berg, Het Mohammedaansche Godsdienstonderwijs of Java en Madoera En Daarbij Gebruikte
Arabische Boeken, Tijdschrift Voor Indische Taal-Land-en Volkenkunde Volkenkunde Uitgegeven door Het
Bataviaasch Genootschap van Kunsten En Wetenschappen, vol. 31, (1886), hlm. 523.
10
Oman Fathurahman, Filologi Indonesia: Teori dan Metode, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 109.
11
Sri Wulan Rudjiati Mulyadi, Kodikologi Melayu di Indonesia, (Depok: Lembar Sastra Fakultas Sastra
Univrsitas Indonesia, 1994), hlm. 3.
4 AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
Ulum Sedan untuk mempermudah penyebutan dan membedakan dari naskah-naskah tafsir
Jalālayn lainnya.
Secara umum keadaan fisik naskah terbilang rapuh. Sampul hanya dijumpai di bagian
belakang yang terbuat dari karton dilapisi kain hitam bercorak bunga. Kondisi kertas mulai
melapuk sehingga beberapa bagian tidak memungkinkan untuk diakses. Bagian atas yang
mulai rontok dan rapuh, namun bagian teks masih dapat terbaca jelas. Penjilidan naskah
sebagian telah lepas terutama bagian depan sehingga beberapa lembar telah rusak dan hilang.
Naskah terdiri dari 1 jilid setebal 3 cm dengan 10 kurasan yang terhitung utuh.
Naskah memuat 300 halaman dengan 19 baris di setiap halamannya. Ukuran naskah
32 x 19,5 cm dan teks naskah berukuran 21 x 11,4 cm ditulis dengan bahasa Arab untuk
bagian matan dan pegon bahasa Jawa untuk terjemah (makna gandhul). Diksi yang digunakan
dalam terjemah naskah mengindikasikan Bahasa Jawa dialek pantai utara Jawa atau disebut
dialek Muria, yaitu dialek wilayah pesisir utara bagian Timur Jawa Tengah. Seperti diksi
dlamakan12 yang berarti telapak kaki, yang familiar untuk penduduk daerah pesisir utara atau
dialek Muria.13 Selain itu dijumpai pula diksi yang lebih khusus wilayah Rembang seperti
kata bento14 yang berarti bodoh,dan cemer15 yang berarti lumpur (kotor). Keduanya lebih
sering digunakan di daerah Rembang.16 Dari diksi yang digunakan tersebut menunjukkan
besar kemungkinan naskah kajian berasal dari daerah dijumpainnya naskah yaitu daerah
Rembang. Terlebih di daerah tersebut sudah ada tradisi penulisan keagamaan yang dibuktikan
dengan temuan beberapa naskah kuno keagamaan. Penulis menjumpai 3 naskah lainnya di
tempat ditemukannya naskah kajian yaitu sebuah naskah tafsir Jalālayn juz akhir, sebuah
naskah ushuluddin dan sebuah naskah dalam bidang tauhid. Penelusuran yang dilakukan oleh
Islah Gusmian dkk., di Rembang pada 2009 juga berhasil mengidentifikasikan beberapa
manuskrip keagamaan di Rembang, di antaranya Qaṣd al-Amali, Bahjah al-Ulum, salinan
tafsir Jalālayn dan beberapa naskah keagamaan yang belum diidentifikasi judulnya.17
Dalam naskah ini jarak antar baris 1 cm, sebagai ruang untuk terjemah makna
gandhul. Jarak pias kanan 2 cm pias kiri 7 cm, pias atas 6 cm dan bawah 6 cm. Tinta yang
12
MS. Tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan, hlm. 43.
13
Soedjarwo dkk, Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Rembang, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987), hlm. 205.
14
MS. Tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan, hlm.1.
15
Ibid., hlm. 27.
16
Soedjarwo dkk., Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Rembang, hlm. 51-64.
17
Versi digital dari naskah-naskah tersebut disimpan di Pusat Studi Naskah IAIN Surakarta. Naskah
dideskripsikan oleh Muhammad Asif dan Cholid Abdullah.
AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020 5
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
digunakan untuk menulis naskah berwarna merah dan hitam. Tinta merah untuk ayat al-
Qur‟an, tanda ruku‟ dan tanda pergantian juz. Sedangkan tinta hitam untuk matan tafsir al-
Qur‟an, terjemah makna gandhul dan syarah tafsir. Kondisi tinta pada naskah di beberapa
bagian telah luntur menyebabkan teks tidak terbaca.
Alas naskah berupa kertas Eropa dengan ditemukannya watermark (cap kertas)
bertuliskan “Propatria” bergambar seorang wanita duduk dengan membawa tongkat bersama
seekor singa yang membawa pedang di dalam lingkar pagar kayu dan singa yang membawa
pedang di dalam lingkar pagar kayu. Dijumpai pula countermark (cap kertas tandingan)
bertuliskan “M V LIER & ZooN” dan “BLAUW & BRIEL”.
Ciri-ciri demikian merupakan jenis watermark “Pro Patria”18 yang diproduksi oleh
perusahaan milik B. Cramer asal Belanda pada tahun 1711. 19 Sedangkan countermark MV
LIER & Zoon merupakan tanda air pada kertas produksi Belanda tahun 1830 oleh pabrik The
Hague.20 Untuk kertas dengan countermark BLAUW & BRIEL diproduksi pada tahun 1724-
1825 oleh pabrik wilayah Wormerveer dan Zaandyck, Belanda.21
Dari data tersebut dapat diperkirakan bahwa naskah tafsir Jalālayn Pondok Pesantren
Bustanul Ulum Sedan ditulis sekitar pertengahan abad ke-19 M. berdasarkan perhitungan
tahun produksi kertas yang paling muda, yaitu kertas ber-countermark MV LIER & Zoon
(1830 M.). Russel Jones sebagaimana dikutip Rujiati mengatakan bahwa naskah Melayu
ditulis pada kertas yang umurnya kurang dari delapan tahun.22 Dari sini bisa ditarik bahwa
penulisan naskah tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan sekitar beberapa
tahun (kurang lebih delapan tahun) setelah tahun produksi kertas, yaitu sekitar 1840 M. Hal
tersebut dapat dibenarkan karena di Nusantara sepanjang abad ke-19 M. kegiatan penulisan
dan penyalinan naskah berkembang begitu pesat.23 Naskah tafsir Jalālayn Pondok Pesanten
Bustanul Ulum Sedan sebagai salah satu bukti pesatnya kegiatan penyalinan pada masa
tersebut. Temuan ini sekaligus menunjukkan bahwa pengajian tafsir Jalālayn di daerah
Rembang telah diperkenalkan pada abad tersebut. Temuan ini bertolak belakang dengan hasil
18
Fakhriati, “The Use of Paper in the Acehnese Islamic Manuscripts and Its Historical Context”, Hiritage of
Nusantara International Journal of Religious Literature Heritage, vol.2, no. 1, (2013), hlm. 60.
19
W.A. Churchill, Watermarks In Paper In Holland, Englad, France etc: In The XVII Centuries and Their
Interconnection, (Amsterdam: Menno Hertzberger & Co, 1965), hlm. 47.
20
Ibid., hlm. 16.
21
Ibid., hlm. 13.
22
Sri Wulan Rujiati Mulyadi, Kodikologi Melayu di Indonesia, hlm. 66.
23
Ibid., hlm. 66.
6 AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
survei sarjana Belanda Van der Chijs24 dan Van den Berg25 yang mengatakan bahwa di daerah
Rembang tak ada satupun kajian kitab tafsir yang dipelajari pada abad ke-19.
24
J. A. Van der Chijs, “Bijdragen Tot de Geschiedenis Van Het Inlandsch Onderwijs In Nederlandsch-Indië”,
Tijdschrift Voor Indische Taal-Land-en Volkenkunde Uitgegeven Door Het Bataviaasch Genootschap van
Kunsten en Wetenschappen, vol. 14, no. 5, (1864), hlm. 217.
25
L. W.C. Van den Berg, “Het Mohammedaansche Godsdienstonderwijs of Java en Madoera en Daarbij
Gebruikte Arabische Boeken”, Tijdschrift Voor Indische Taal-Land-en Volkenkunde Uitgegeven Door Het
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, vol. 31, (1886), hlm. 523.
AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020 7
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
Dalam naskah juga terdapat kata alihan (cacthword) di verso akhir pergantian juz.
Tidak terdapat nomor halaman. Terdapat tanda awal juz di setiap pergantian juz pada bagian
pias samping naskah kanan maupun kiri sesuai letak pergantian juz. Terdapat tanda ruku‟
seperti halnya pada mushaf al-Qur‟an.
Naskah dipercantik dengan dua iluminasi yang berada di awal juz dua sebagai simbol
pergantian juz. Iluminasi bermotif bunga dan daun memanjang di pias kanan dan kiri awal juz
2. Pada bagian tengahnya terdapat lingkaran berwarna biru dan kuning keemasan yang diisi
tulisan al-juz‟u dan al-thānī.
8 AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
Pada bagian akhir naskah ditemukan sebuah pesan berisi keterangan fungsi naskah,
tujuan penyalinan dan pesan untuk pembaca naskah tersebut. Isi pesannya tidak terbaca
lengkap karena bagian naskah yang telah melapuk dan terpotong. Berikut transkip dari pesan
pada bagian akhir naskah:
26
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan
Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 51.
AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020 9
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
“Keadaan naskah sudah lapuk dan tak memungkinkan untuk digunakan apalagi
untuk pengajian rutinan pasti akan memperburuk keadaan naskah. Saya sendiri
tidak pernah melihat ayah saya menggunakan kitab (naskah) tersebut. Selama
ini hanya disimpan dalam almari sebagai benda peninggalan.” 27
Keterangan pemilik naskah tersebut memberi informasi bahwa naskah telah lama
disimpan dan tidak pernah digunakan untuk mengaji karena keadaannya sudah tidak
memungkinkan untuk digunakan. Selama masa ayahnya masih hidup, naskah tersebut sudah
tidak difungsikan sebagaimana masa naskah tersebut ditulis.
C. Karakteristik Teks Naskah Tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan
Berikut karakteristik teks naskah tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul Ulum
Sedan yang difokuskan pada aspek terjemah dan syarahnya. Penelitian ini membatasi
kajianpada QS. al-Baqarah yang ada pada naskah.
Makna gandhul atau makna utawi28 terkadang disebut terjemah jenggotan 29 memiliki
definisi teknik penerjemahan teks berbahasa Arab kata per kata dengan cara menuliskan
terjemahnya tepat di bawah kata yang bersangkutan menggunakan huruf Arab. 30 Kaitannya
dengan naskah, tampaknya makna gandhul sengaja dipilih sebagai media terjemah karena
bahasa Jawa dianggap lebih dekat dan lebih mudah dipahami bagi pembaca dan pelajar pada
masa tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam analisis umur naskah yang menunjukkan
tahun1840 M. Dimana masyarakat di Nusantara lebih akrab dengan bahasa daerah masing-
masing. Ketika sumpah pemuda ditetapkan pada 28 Oktober 1928 M. barulah bahasa
Indonesia mulai dikenal dan ditetapkan sebagai bahasa persatuan.31 Mungkin karena sebab itu
penerjemah naskah memilih teknik makna gandhul yang berbahasa Jawa sebagai teknik
terjemah.
27
Wawancara dengan Kiai Sirojjudin, (Sedan, Rembang, 27 Februari 2020).
28
Masrukhi, “Penerjemahan Arab-Jawa Tradisi Pesantren Pada Karya Kitab-Kitab Klasik: Analisis Fungsi”,
Sasdaya Gadjah Mada Journal of Humanities, vol. 2, no. 1, (2017), hlm. 284.
(https://doi.org/10.22146/sasdayajournal.31744)
29
Martin van Bruiness, “Kitab Kuning: Books In Arabic Script Used In The Pesantren Milleu”, Bijdragen,
(1990), hlm. 235.
30
Muhammad Asif, “Tafsir dan Tradisi Pesantren: Karakteristik Tafsir al-Ibīz Karya Bisri Mustofa”, Ṣuḥuf
Jurnal Pengkajian al-Qur‟an dan Budaya, vol. 9, no. 2, (2016), hlm. 252.
(https://doi.org/10.22548/shf.v9i2.154)
31
Sudaryanto, “Tiga Fase Perkembangan Bahasa Indonesia 1928-2019”, Jurnal Pendidikan dan Sastra
Indonesia, vol.2, no. 1, (2018), hlm. 7. (https://doi.org/10.21009/AKSIS.020101)
10 AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
Makna gandhul yang dimaksud di sini bukan hanya sekedar penerjemahan berbentuk
miring di bawah kata yang bersangkutan, namun telah menggunakan kode-kode seperti utawi
yang menunjukkan posisi mubtada‟ (subjek), sebagai analisis gramatika bahasa Arab. Selain
membantu pemahaman mengenai maknanya, pembaca dapat sekaligus belajar bahasa Arab
dengan penerapakan kode-kode tersebut.
Berikut beberapa kode-kode yang digunakan dalam terjemah makna gandhul naskah
tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan. Pertama, diksi utawi sebagai
terjemah setiap lafadz yang menempati posisi mubtada‟. Kode tersebut telah konsisten
digunakan pada terjemah yang menempati posisi sebagai mubtada‟. Kedua, diksi sopo dan
opo menunjukkan posisi sebagai fā‟il (pelaku), penggunaannya hanya konsisten pada
terjemah yang matan tafsirnya disebutkan secara lafdzi saja. Ketiga, diksi ing menunjukkan
posisi lafaẓ sebagai maf‟ūl bih (objek) yang telah konsisten digunakan pada terjemah yang
lafaz yang disebutkan atau pun yang tidak disebutkan.
Keempat, diksi kang dan sing menunujukkan posisi sebagai na‟at (sifat). Kode ini
cukup konsisten digunakan pada setiap terjemah lafadz yang menempati posisi na‟at. Kelima,
diksi ḥāle menunjukkan kode terjemah pada lafadz yang menempati posisi sebagai ḥāl.
Kemudian diksi bayāne dan nyatane merupakan kode pada terjemah lafadz yang kemasukan
huruf min bayān al-jinsi. Keduanya telah digunakan dengan konsisten secara bergantian.
Keenam, diksi drapon merupakan kode pada terjemah lafadz yang kemasukan lam kay. Kode
drapon juga konsisten dalam penggunaannya, hampir dijumpai pada setiap lafadz yang
kemasukan lam kay.
Ketujuh, diksi ingdalem merupakan kode pada terjemah lafadz yang menempati posisi
sebagai ẓaraf (keterangan tempat maupun waktu) dan setiap lafadz berfaidah ẓarfiyah. Kode
ingdalem telah konsisten digunakan dalam naskah. Kedelapan, diksi opone merupakan kode
pada terjemah pada lafadz yang menempati posisi sebagai tamyiz. Penggunaa diksi opone
masih jarang digunakan dalam naskah. Berdasarkan pengamatan penulis, kode opone hanya
digunakan sebanyak dua kali sepanjang QS. al-Baqarah dan banyak posisi tamyiz yang luput
dari penerjemahan diksi opone. Hal tersebut menunjukkan diksi opone baru dipraktikan dalam
teknik Makna Gandhul sehingga penggunaannya masih sangat minim.
Contoh bentuk Makna Gandhul yang ada dalam naskah Tafsir Jalālayn Pondok
Pesantren Bustanul Ulum Sedan.
Jika dibandingkan dengan kode Makna Gandhul yang kita kenal pada saat ini, kode
iku (mewakili khabar) sama sekali tidak dijumpai dalam naskah kajian. Berarti kode iku
masih belum digunakan pada masa teks tersebut ditulis. Hal ini cukup mengherankan karena
kode iku biasanya dipasangkan dengan kode utawi (mubtada‟) yang dalam naskah telah
digunakan secara konsisten.
32
MS. Tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan, hlm. 47.
33
Al-Quddus: Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Kudus: CV. Mubarokatan Thoyyobah, tth), hlm.43.
12 AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
situlah aksara Pegon lahir.34 Pingued sebagaimana dikutip Martin van Bruinessen
menyebutkan pesantren merupakan jenis pusat Islam kedua setelah masjid yang muncul pada
abad ke-1635 sehingga diperkirakan Pegon juga muncul pada masa tersebut.
Tampaknya Makna Gandhul muncul pada masa jauh setelah pegon. Sejauh ini belum
ada penelitian yang membahas mengenai akar sejarah Makna Gandhul secara mendalam.
Dugaan awal naskah temuan paling awal yang menggunkan Makna Gandhul adalah karya-
karya Kiai Soleh Darat yang ditulis pada akhir abad ke-19.36
Terjemah yang digunakan naskah selain memiliki bentuk aksara yang unik juga
ditemukan di dalamnya memuat bentuk tingkatan bahasa. Tingkatan tersebut terbentuk
berdasarkan bahasa pengantar yang digunakan, yaitu bahasa Jawa. Adat Jawa dengan segala
kebudayaannya termasuk bahasanya memiliki etika dalam berkomunikasi yang kemudian
diterapkan dalam segala situasi termasuk ketika menerjemahkan suatu naskah. Tingkatan
bahasa tersebut dikenal dengan hierarki bahasa. Hierarki bahasa, dalam bahasa Jawa memiliki
tingkatan (unggah-ungguh) di mana tingkat kehalusan diksi yang digunakan bergantung pada
pihak-pihak yang berdialog.37
Ada tiga pihak yang terlibat dalam hubungan komunikasi tersebut yaitu penutur,
lawan tutur dan pihak lain yang menjadi objek tuturan. Kemudian dalam konsep unggah-
ungguh tersebut akan memicu terjadinya perbedaan bentuk tuturan dalam bahasa yang
34
Titik Pudjiastuti, “Tulisan Pegon Wujud Identitas Islam-Jawa: Tinjauan atas Bentuk dan Fungsinya”, Ṣuḥuf
Jurnal Pengkajian al-Qur‟an dan Budaya, vol. 2, no. 2, (2009), hlm. 272. (https://doi.org/10.22548/shf.v2i2.92)
35
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 24.
36
Muhammad Asif, “Tafsir dan Tradisi Pesantren: Karakteristik Tafsir al-Ibīz Karya Bisri Mustofa”, hlm. 253.
(https://doi.org/10.22548/shf.v9i2.154)
37
Ridhoul Wahidi, “Hierarki Bahasa dalam Tafsir Al-Ibrīz li Ma‟rifah Tafsīr al-Qur‟an al-„Azīz Karya KH. Bisri
Musthofa”, Ṣuḥuf Jurnal Pengkajian al-Qur‟an dan Budaya, vol. 8, no. 1, (2015), hlm. 148.
(https://doi.org/10.22548/shf.v8i1.18)
AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020 13
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
disesuaikan pada status masing-masing.38 Secara umum hal tersebut disebabkan oleh faktor-
faktor kedudukan seseorang dalam masyarakat berdasarkan kebangsawanan, umur dan
kewibawaaan.39 Berikut bentuk hierarki bahasa yang terdapat dalam naskah Tafsir Jalālayn
Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan.
Pertama, tingkatan bahasa dalam naskah ditemukan pada terjemah dialog dua pihak
yang memiliki kedudukan berbeda. Tuturan satu pihak akan diterjemahkan dengan bahasa
yang sangat halus sebagai bentuk penghormatan terhadap lawan tuturnya yang berkedudukan
tinggi. Sedangkan pihak lawannya akan diterjemahkan dengan bahasa yang kasar sebagai
indikasi dialog terhadap lawan tutur yang berkedudukan lebih rendah darinya. Sebagaimana
dalam terjemah QS. Al-Baqarah: 247.
38
Muhammad Asif, “Tafsir dan Tradisi Pesantren: Karakteristik Tafsir Al-Ibrīz Karya Bisri Mustofa”, hlm. 257.
(https://doi.org/10.22548/shf.v9i2.154)
39
Imam Muhsin, Al-Qur‟an dan Budaya dalam Tafsir al-Huda Karya Bakri Syahid, (Yogyakarta: eLSAQ,
2013), hlm. 123.
40
MS. Tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan, hlm. 42.
41
Ibid., hlm. 42.
42
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuti, Tafsir Jalalain, terj. Bahrun Abu Bakar dkk, (Bandung: Sinar
Baru Algensindo, 2019), hlm. 135.
14 AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
Ayat tersebut menjelaskan dialog antara Nabi Samuel dan kaumnya. Kaum Samuel
tidak setuju dengan dipilihnya Talut sebagai raja. Dalam naskah kajian bentuk protes
diterjemahkan dengan bahasa Jawa pada tingkatan kromo inggil. Hal tersebut terlihat dari
frasa “kados pundi” yang digunakan untuk menerjemahkan lafadz قالىا انيyang ditafsiri كيف
yang padanan kata dalam tingkat kromo madya adalah “pripun?” dan bentuk Ngoko-nya
adalah “koyo opo?”. Demikianlah unggah-ungguh dalam bahasa Jawa, di mana orang yang
memiliki tingkat sosial lebih rendah menggunakan bahasa yang lebih halus ketika berdialog
dengan lawan tutur yang memiliki tingkat sosial di atasnya.
Kedua, hierarki bahasa pada terjemah naskah akan teridentifikasi dalam bentuk
tejemah yang berbeda-beda pada saat menyebutkan lafadz yang sama. Pemilihan diksi
tersebut berdasarkan kedudukan subjek yang berkaitan. Seperti lafadz قالdalam naskah ini,
memiliki tiga bentuk terjemah, yaitu ngendiko, matur dan ngucap. Hal tersebut disesuaikan
dengan kedudukan subjek dari kata kerja قال. Lafadz قالditerjemahkan dengan “ngendiko”,
yang dalam bahasa Jawa menempati tingkatan Kromo Inggil yang diperuntukan pada
golongan yang memiliki kedudukan sosial tinggi sebagai bentuk penghormatan. Seperti
pada43 قال تعالً لهmaka ngendiko Allah Ta‟ālā, dalam frase tersebut subjek dari lafadz قال
adalah Allah, yang memiliki derajat tinggi sebagai Tuhan. Sehingga terjemah lafadz قالdalam
konteks tersebut meggunakan bahasa Kromo Inggil.
43
MS. Tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan , hlm. 46.
44
Ibid., hlm. 46.
45
MS. Tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan, hlm. 3.
AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020 15
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
3. Komentar dalam Naskah
Selain penggunaan makna gandhul dan terjemah yang berhierarki, karakteristik lain
dalam naskah kajian adalah memiliki catatan singkat mengenai penjelasan teks al-Qur‟an dan
matan tafsir. Dalam hal ini penulis menyebutnya dengan istilah syarah berdasarkan fungsinya
sebagai penjelas dari teks utama (matan naskah). Diperkirakan penulis syarah dalam naskah
merupakan orang yang sama dengan penulis makna gandhul. Terlihat dari goresan tinta
keduanya memiliki ketebalan yang sama dan penggunaan khat sejenis menguatkan dugaan
tersebut. Dalam tradis pengajian bandongan, ketika seorang santri ngasahi kitab (memberi
makna gandhul) biasanya sembari mencatat penjelasan dari kiai seputar ayat yang
bersangkutan. Dari situlah diperkirakan syarah dalam naskah ini lahir. Keberadaan syarah
dengan tujuan untuk menjelaskan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan dari teks yang
bersangkutan. Dalam hal ini akan di paparkan posisi syarh dalam naskah Tafsir Jalālayn
Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan berdasarkan fungsi-fungsinya sebagai berikut:
Di sini fungsi syarah sebagai penjelas lafadz-lafadz yang masih umum atau sulit
dipahami baik dari segi ayat maupun matan tafsir. Seperti syarah dalam QS. Al-Baqarah: 143
Pada ayat tersebut lafadz ( ا ُ َّمةً َو َسطَاumat tengah) ditafsirkan dengan ( خيارا عدوالpilihan
dan adil). Dijelaskan lebih mendalam lagi mengenai maksud ayat tersebut, yaitu dengan
menyebut ( كىا بالعلم والعملkami berpegang teguh dengan ilmu dan amal). Umat nabi merupakan
umat yang wasaṭan, maksudnya berpegang teguh pada ilmu dan amal yang telah diajarkan
46
Al-Quddus: Al-Qur‟an dan Terjemahnya, hlm.21.
16 AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
Nabi Ṣallā Allāhu „Alayhi wa Sallam.47 Umat Nabi Muhammad Ṣallā Allāhu „Alayhi wa
Sallam memiliki kesempatan beramal dengan menjaga perbuatan-perbuatannya sesuai syariat
yang disampaikan Nabi48 serta dapat menyeimbangkan ilmu yang diperolehnya dan
mengamalkannya dengan baik. Adil dalam ilmunya artinya dapat menggunakan dengan baik
kemudian diamalkan dengan baik pula ilmu tersebut.49
b. Penjelas Hukum
Posisi syarah dalam naskah selanjutnya sebagai penjelasan hukum kandungan dari
ayat al-Qur‟an yang tentunya tidak dijelaskan dalam matan tafsir. Sebagaimana dalam syarah
QS. al-Baqarah: 228.
ٍ واْ ََّن َقات يَقتَقربَّنص ِِبَن ُف ِس ِه َّن ثَََلثَةَ َُقر
٢٢٨ وءُ َ ْ َ ََ ُ ُ َ
Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri(mereka) tiga kali quru‟.50
Jika dilihat dari segi bahasanya, ayat tersebut tidak menggunakan lafadz yang
mengindikasikan bentuk hukum wajib. Sebagaimana keterangan Quraish Shihab bahwa
redaksi ayat tersebut bukan bentuk perintah, melainkan bentuk redaksi berita. Lebih jauh ia
menambahkan bahwa bentuk redaksi semacam ini merupakan gaya bahasa al-Qur‟an dalam
47
Muhammad al-Amīn bin „Abdillah Armi, Tafsīr Ḥadāiq al-Rūḥ wa al-Rīḥān fī Rawābī “Ulūm al-Qur‟ān,
(Beirut: Dār ṭauq al-Najāh, 2001), hlm. 11.
48
Muhammad Rashid bin „alī Ridhā, Tafsīr al-Manār, (Mesir: al-Hayat al-Masriyah, 1990), hlm. 5.
49
Muhammad Mahmud al-Hijazi, al-Tafsī al-Wāḍiḥ, (Beirut: Dār al-Jalīl al-Jadīd, 1413 H.), hlm. 80.
50
Al-Quddus: Al-Qur‟an dan Terjemahnya, hlm. 35.
51
MS. Tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan, hlm. 37.
AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020 17
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
memberi perintah. Redaksi tersebut dianggap lebih kuat dari pada redaksi yang menggunakan
gaya bahasa perintah.52
Dalam hal ini syarah naskah tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan
tidak berkontribusi menambah penjelasan baru seputar kandungan ayat yang dijelaskan dalam
matan. Syarah hanya mengulang penjelasan yang sudah dipaparkan dalam ayat dan matan
tafsir. Dalam hal ini syarah terbilang catatan ringan yang memiliki fungsi sebagai penjelasan
pribadi untuk mengingatkan penulisnya. Seperti catatan kembalinya dhomir (kata ganti),53
mencatat kembali apa yang ditulis dalam matan tafsir,54 Model syarah demikian yang paling
banyak ditemukan dalam naskah kajian.
Berikut fungsi syarah untuk menjelaskan kembali masksud ayat sebagaimana dalam
QS. al-Baqarah: 187
Dalam potongan QS. al-Baqarah: 187 menjelaskan bahwa “kamu adalah pakaian
baginya” kemudian dijelaskan oleh tafsir Jalālayn dengan “Sebagai kiasan mereka berdua
(suami-istri) saling bergantung dan saling membutuhkan.”Pada naskahtafsir Jalālayn Pondok
Pesantren Bustanul Ulum Sedan ditambahkan “yaitu para laki-laki dan para perempuan”.
Syarah tersebut menjelaskan dlomir (kata ganti) هماyang ada pada lafaz تعاوق هماditujukan pada
laki-laki dan perempuan (suami istri), jadi maksud dari mereka berdua adalah laki-laki dan
52
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002),
hlm. 591.
53
MS. Tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan , hlm. 27.
54
Ibid., hlm. 46.
55
MS. Tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan, hlm. 27.
18 AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
perempuan yaitu suami dan istri. Di sini fungsi syarah hanya sebagai penjelas dlomir yang
ada pada matan tafsir Jalālayn.
Posisi syarah sebagai penjelas sumber penafsiran dari matan tafsir Jalālayn berasal.
Seorang mufassir tidak terlepas dari sumber penafsiran baik berupa dalil yang ma‟thūr atau
ataupun ma‟qūl. Berikut contoh bentuk syarah penguraian sumber penafsiran yang ada dalam
naskah:
QS. al-Baqarah: 223 menjelaskan mengenai hubungan suami istri. 58 Pada akhir ayat
disebutkan anjuran untuk melakukan amalan yang baik. Kemudian dijelaskan pada matan
tafsir contoh dari amal baik dalam ayat tersebut adalah membaca basamalah ketika melakukan
jima‟ (hubungan suami istri). Dalam syarah kemudian dijelaskan dalil berupa hadis yang
menjadi dasar amalan tersebut, meski tanpa menyebut sumber.
Hadis yang disebutkan merupakan hadis berkualitas ṣahih yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dalam kitab shahihnya. 59 Hal tersebut menunjukkan posisi syarah dalam
56
Al-Quddus: Al-Qur‟an dan Terjemahnya, hlm. 34.
57
MS. Tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan, hlm. 37.
58
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, hlm. 584.
59
lihat Ṣaḥīḥ Bukhārī dan Muslim.
AL-ITQAN, Volume 6, No. 1, 2020 19
Aspek Kodikologis dan Filologis Manuskrip Tafsir …..
Nasihatul Ma’ali dan Muhammad Asif
Doi: doi.org/10.47454/itqan.v6i1.58
ayat sebagai pengukuhan dalil dalam matan tafsir untuk memperkuat penjelasan yang ada
pada tafsir dengan cara menghadirkan dalil mengenainya.
Dari ketiga karakteristik yang dipaparkan di atas menunjukkan bahwa kajian tafsir
pada masa 1840 M. telah dipelajari bahkan terlihat sudah mendalam. Dari terjemahnya yang
sudah melibatkan analisis gramatika hingga pembahasan yang mendalam pada syarah
mengenai hukum, penjelasan lafaz yang mujmal serta kaitannya al-Qur‟an dengan ilmu lain.
Data tersebut mengindikasikan di daerah Rembang pada pertengahan abad ke-19 (1840 M.)
pembelajaran tafsir al-Qur‟an sudah mulai berkembang. Al-Quran bukan hanya sekedar
dibaca namun juga sudah dipahami makna dan maksud yang termuat di dalamnya.
D. Kesimpulan
Berdasarkan deskripsi dan analisis data penelitian di atas penulis pada simpulan
bahwa naskah objek kajian merupakan salinan tafsir Jalālayn karya Jalaluddin al-Mahalli dan
al-Suyuti. Naskah tersebut yang disalin dan diberi catatan berupa komentar sekitar tahun 1840
M. Dan berdasarkan analisis logat bahasa yang disebutkan sebelumnya dapat disimpulkan
naskah berasal dari daerah tempat ditemukannya, yaitu wilayah Rembang. Secara fisiknaskah
tafsir Jalālayn tersebut dilengkapi dengan hal-hal layaknya naskah mushaf al-Quran pada
umumnya seperti iluminasi, batas-batas surah dan ruku‟ yang jarang ditemukan pada naskah
salinan Tafsir Jalālayn.
Dalam naskah kajian ditemukan teks-teks di luar ayat al-Qura‟an dan matan tafsir
yang menjadi karakteristik teks yang mungkin membedakan naskah Tafsir Jalālayn objek
kajian dengan naskah Tafsir Jalālaynlainnya. Terdapat tiga bentuk karakteristik yang
mengarah pada media pemahaman terhadap teks al-Qur‟an beserta tafsirnya (baca: Jalālayn).
Pertama, penggunaan Makna Gandhul yang berbahasa Jawa menjembatani pembaca yang
notabenenya orang Jawa untuk memahami teks yang berbahasa Arab. Uniknya Makna
Gandhul yang ada pada teks juga telah memuat kode-kode analisis gramatika bahasa Arab
dalam bentuk yang sudah cukup mapan. Kaberadaan kode-kode gramatika tersebut dianggap
cukup dini hadir pada naskah berumur dua abad silam. Kedua, hierarki bahasa dalam terjemah
memberi pemahaman bagi pembaca naskah karena mereka orang Jawa terbiasa dengan tradisi
unggah-ungguh bahasa untuk membedakan posisi seseorang berdasarkan kedudukan
derajatnya. Ketiga, catatan singkat yang disebut dengan syarah yang berada di luar teks utama
sebagai penjelas ayat-ayat al-Qur‟an dan tafsirnya disajikan mengunakan bahasa Arab. Syarah
Amin, Faizal. “Prevesi Naskah Klasik”. Jurnal Katulistiwa, vol. 1, no. 1, (2011).
(https://doi.org/10.24260/khatulistiwa.v1i1.184).
Armi, Muhammad al-amīn bin „Abdillah. Tafsīr Ḥadāiq al-Rūḥ wa al-Rīḥān fī Rawābī “Ulūm
al-Qur‟ān. Beirut: Dār ṭauq al-Najāh. 2001.
Asif, Muhammad. “Tafsir dan Tradisi Pesantren: Karakteristik Tafsir al-Ibīz Karya Bisri
Mustofa”, Ṣuḥuf Jurnal Pengkajian al-Qur‟an dan Budaya, vol. 9, no. 2,
(2016).(https://doi.org/10.22548/shf.v9i2.154)
Bruinessen, Martin van. Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat. Bandung: Mizan. 1995.
Chijs, J. A. Van der. “Bijdragen Tot de Geschiedenis van Het Inlandsch Onderwijs in
Nederlandsch-Indië”. Tijdschrift Voor Indische Taal-land-en Volkenkunde Uitgegeven
door Het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. vol. 14, no 5.
1864.
Churchill, W.A. Watermarks in Paper In Holland, Englad, France etc: In The XVII Centuries
and Their Interconnection. Amsterdam: Menno Hertzberger & Co, 1965.
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya
Mengenai Masa Depan Indonesia. Jakarta: LP3ES. 1982.
Fakhriati. “The Use of Paper in the Acehnese Islamic Manuscripts and Its Historical
Context”, Hiritage of Nusantara International Journal of Religious Literature
Heritage, vol.2, no. 1, (2013).
Fathurahman, Oman. Filologi Indonesia: Teori dan Metode. Jakarta: Prenadamedia Group.
2015.
Hijazi (al), Muhammad Mahmud al-Tafsī al-Wāḍiḥ. Beirut: Dār al-Jalīl al-Jadīd, 1413 H.
Lubis, Nabilah. Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Yayasan Media Alo
Indonesia, 2007.
Mahalli (al), Jalaluddin dan Jalaluddin al-Suyuti. Tafsir Jalalain, terj. Bahrun Abu Bakar dkk,
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2019.
MS Tafsir Jalālayn Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sedan, P.P Bustanul Ulum Sedan.
Muhsin, Imam. Al-Qur‟an dan Budaya dalam Tafsir al-Huda Karya Bakri Syahid.
Yogyakarta: eLSAQ. 2013.
Mulyadi, Sri Wulan Rujiati. Kodikologi Melayu di Indonesia. Depok: Lembar Sastra Edisi
Khusus No.21 Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1994.
Pudjiastuti, Titik. “Tulisan Pegon Wujud Identitas Islam-Jawa: Tinjauan atas Bentuk dan
Fungsinya”, ṢuḥufJurnal Pengkajian al-Qur‟an dan Budaya, vol. 2, no. 2,
(2009).(https://doi.org/10.22548/shf.v2i2.92).
Ridhā, Muhammad Rashid bin „Alī. Tafsīr al-Manār. Mesir: al-Hayat al-Masriyah, 1990.
Rohmana, Jajang. “Empat Manuskrip Al-Qur‟an di Subang Jawa Barat”, Wawasan: Jurnal
Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, vol. 3, no. 1, (2018).
(https://doi.org/10.15575/jw.v3i1.1964).
Shihab, M. Quraish Tafsir al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Jakarta:
Lentera Hati, 2002.
Soedjarwo dkk. Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Rembang. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1987.
Sudaryanto, “Tiga Fase Perkembangan Bahasa Indonesia 1928-2019”, Jurnal Pendidikan dan
Sastra Indonesia, vol. 2, no. 1, (2018). (https://doi.org/10.21009/AKSIS.020101).
Wahidi, Ridhoul. “Hierarki Bahasa dalam Tafsir Al-Ibrīz li Ma‟rifah Tafsīr al-Qur‟an al-„Azīz
Karya KH. Bisri Musthofa”, ṢuḥufJurnal Pengkajian al-Qur‟an dan Budaya, vol. 8,
no. 1, (2015). (https://doi.org/10.22548/shf.v8i1.18).