Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Technical Efficiency

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

DOI: 10.31186/jagrisep.18.2.

203-218

EFISIENSI TEKNIS USAHA PENGGILINGAN PADI DI


KABUPATEN CIANJUR: PENDEKATAN STOCHASTIC FRONTIER
ANALYSIS

Technical Efficiency Of Rice Milling Unit In Cianjur District: Stochastic


Frontier Analysis Approach

Tursina Andita Putri1, Nunung Kusnadi1, Dwi Rachmina1


1)Departemen Agribisnis, FEM, Institut Pertanian Bogor, Bogor, Indonesia
Email: tursina.ap@apps.ipb.ac.id
ABSTRACT
Rice agribusiness in Indonesia must be competitive so that food security can be
realized. Therefore, it is necessary to improve performance in each subsystem.
One of the subsystems that needs to be improved is the downstream subsystem,
which is processing grain (drying and rice milling). Snowball sampling
technique was applied to select 60 commercial rice mills in three sub-district.
Stochastic Frontier Analysis (SFA) was used to estimate technical efficiency and
to find the sources of inefficiency of the rice milling business in Cianjur
Regency. The results showed that rice mills in study site was ineffecient. Factors
that are affecting the technical efficiency of rice milling business in Cianjur
Regency are the level of formal education, rice yield, and grain moisture
content. Technical efficiency is positively corelated with the gains of rice milling
business. Profits can be used for reinvestment (especially in milling machines),
so that the efficiency of the rice milling business can be increased. In addition,
the rice byproduct industry needs more attention to increase the benefits of the
rice milling business.

Keywords: Rice milling business, SFA, Technical efficiency

AGRISEP Vol. 18 No. 2 September 2019 Hal: 203-218 | 203


ISSN: 1412-8837 e-ISSN : 2579-9959

ABSTRAK
Agribisnis beras di Indonesia harus berdaya saing sehingga ketahanan pangan
dapat terwujud. Oleh karena itu, perlu untuk meningkatkan kinerja di setiap
subsistem. Salah satu subsistem yang perlu ditingkatkan adalah subsistem hilir, yaitu
pengolahan gabah (pengeringan dan penggilingan padi). Melalui metode snowball
sampling, sampel penelitian ini adalah 60 unit usaha penggilingan padi di tiga
kecamatan di Kabupaten Cianjur. Stochastic Frontier Analysis (SFA) digunakan untuk
mengestimasi tingkat efisensi usaha penggilingan padi dan faktor-faktor yang
memengaruhinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha penggilingan padi di
Kabupaten cianjur belum efisien dan faktor-faktor yang memengaruhinya adalah
pendidikan formal pengusaha, umur mesin, dan tingkat rendemen beras. Efisiensi
teknis memiliki korelasi positif dengan keuntungan. Keuntungan dapat digunakan
untuk reinvestasi (khususnya pada mesin penggilingan), sehingga dapat meningkatkan
efisiensi usaha penggilingan padi. Selain itu, industri produk samping beras perlu
mendapat perhatian lebih agar meningkatkan benefit usaha penggilingan padi.

Kata Kunci : Efisiensi teknis, SFA, Usaha Penggilingan Padi


PENDAHULUAN
Beras merupakan bahan pangan utama yang menjadi kebutuhan pokok
mayoritas penduduk Indonesia dan seringkali dianggap sebagai komoditas
strategis. Komoditas beras sangat menentukan kondisi ketahanan pangan
nasional. Ketahanan pangan menurut Undang-Undang Pangan Nomor 18
Tahun 2012 tentang Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara
sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan
terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan.
Konsumsi beras rata-rata penduduk Indonesia mencapai 125 kg per
kapita pertahun. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
negara di ASEAN lainnya, seperti Thailand dan Malaysia. Untuk memenuhi
kebutuhan tersebut diperlukan strategi dari sisi penawaran. Program
pemerintah dalam meningkatan produksi padi produksi padi terus
diupayakan sehingga berdampak pada peningkatan produksi nasional.
Berdasarkan data tahun 2014 – 2018 terlihat bahwa total produksi padi pada
tahun 2014 sebesar 70,85 juta ton dan mengalami peningkatan hingga mencapai
83.04 juta ton pada tahun 2018. Pada periode yang sama luas panen juga
meningkat dari 13.80 juta hektar menjadi 15,99 juta hektar. Padi sawah masih
memberikan kontribusi sebesar 95% terhadap produksi padi total, dan 5%
berasal dari padi ladang (BPS dan Kementan, 2018).
Peningkatan produksi padi juga diharapkan dapat menstabilkan harga
beras di tingkat konsumen. Namun pada kondisi riil nya, harga beras di
204 | Tursina Andita Putri, Nunung Kusnadi, Dwi rachmina; Efisiensi Teknis
...
Indonesia terus mengalami peningkatan. Pada Januari 2013 harga beras masih
berada di kisaran Rp 8.000 per kg dan terus mengalami kenaikan hingga Maret
2018 yang mencapai kisaran Rp 11.000 – Rp 12.000 per kg (Kementerian
Perdagangan, 2018).Sebagai negara produsen, harga beras di pasar lokal
Indonesia masih tergolong mahal dibandingkan dengan harga beras di negara
lain di ASIA. Sebuah portal (Databoks.co.id) merilis bahwa per November 2017
diketahui bahwa harga beras untuk pasar lokal di Myanmar hanya sebesar US$
0,33 atau setara Rp 4.455 per kilogram (kg). Harga tersebut paling murah di
antara negara-negara di ASEAN. Harga beras termurah berikutnya adalah di
Thailand, yakni sebesar US$ 0,35 atau setara dengan Rp 4.725 per kg kemudian
diikuti oleh Vietnam US$ 0,36 (Rp4.860) per kg beras. Sementara di Indonesia,
harga beras dengan kualitas medium mencapai US$ 0,79 (Rp 10.665) per kg.
Dari sisi ekonomi, usahatani padi di Indonesia efisien (Kusnadi et al.,
2011), menguntungkan dan memiliki daya saing yang kuat (Rachman et al,
2004). Masalah agribisnis beras saat ini justru bukan pada subsistem on-farm
atau usahatani padi, akan tetapi pada subsistem selanjutnya yakni subsistem
pengolahan dan subsistem pemasaran. Ini terjadi karena selama ini pemerintah
lebih fokus kepada swasembada gabah (bukan beras),termasuk program kerja
Kabinet Kerja yakni surplus beras 10 juta ton pada tahun 2017. Berbagai
kebijakan di subsistem on-farm (subsidi benih dan pupuk, bantuan saprotan,
irigasi dan lainnya) dibuat untuk mencapai swasembada gabah. Sedangkan
upaya atau program untuk membenahi hilirisasi pada industri padi dan beras
belum optimal. Padahal diketahui bahwa industri padi atau gabah dan industri
beras itu saling terkait. Padi yang dihasilkan pada subsistem on-farm harus
diolah terlebih dahulu agar menjadi beras, proses pengolahan tersebut hanya
dapat dilakukan oleh industri penggilingan padi.
Harga, kualitas, dan kuantitas beras tidak hanya dipengaruhi oleh
produksi dan produktivitas padi pada subsistem on-farm, tetapi juga
ditentukan oleh efisiensi pada tahap pengolahan gabah (pengeringan dan
penggilingan padi) dan rantai distribusinya. Kedua tahapan pascapanen padi
yakni pengeringan dan penggilingan padi sangat terkait dengan kinerja dan
kondisi industri penggilingan padi. Kinerja yang baik pada tahapan
pascapanen seyogiayanya dapat mengurangi tingkat kehilangan hasil pada
saat pengeringan, meningkatkan rendemen beras dan memperbaiki kualitas
produk sampingan (by product) yang dihasilkan. Institute for Development of
Economics and Finance (INDEF) menyatakan bahwa panjangnya rantai distribusi
komoditas pertanian seperti beras akan berdampak pada melonjaknya harga
hingga dua sampai tiga kali lipat di level konsumen, dibandingkan harga di
level petani (BPS, 2016).
Di Indonesia terdapat sekitar 182,2 ribu unit usaha penggilingan padi.
Ironisnya, hingga saat ini industri penggilingan padi di Indonesia masih
didominasi oleh usaha penggilingan padi skala kecil, yaitu 94,13% (BPS 2012).

AGRISEP Vol. 18 No. 2 September 2019 Hal: 203-218 | 205


ISSN: 1412-8837 e-ISSN : 2579-9959

Usaha penggilingan padi tersebut umumnya menggunakan konfigurasi mesin


yang sederhana, terdiri atas mesin husker dan polisher. Selain itu, mesin yang
digunakan berumur relatif tua, Thahir (2010) menjelaskan bahwa 32% mesin
penggilingan padi yang digunakan diduga telah berumur lebih dari 15 tahun.
Hal tersebut menyebabkan rendahnya rendemen beras yang dihasilkan yaitu
sebesar 62,7% (Sawit 2011), jauh bila dibandingan dengan beberapa negara
produsen lainnya di Asia, seperti China (70%), Thailand (69,1%), dan India
serta Vietnam (66,6%) (Wongkeawchan et al. 2000).
Banyaknya penggilingan padi kecil berdampak pada sulitnya menekan
kehilangan hasil pada tahap pengeringan, rendemen giling yang rendah, dan
mempersulit peningkatan kualitas beras. Hal ini berdampak pada biaya
produksi beras yang mahal. Produk sampingan (by produk) seperti sekam,
dedak, menir yang dihasilkan juga kurang bermutu. Kondisi tersebutlah yang
kemudian membuat industri hilir perberasan nasional kurang berkembang.
Banyak pengusaha penggilingan padi yang tidak menyadari posisi penting by
product tersebut. Putri (2013) menjelaskan bahwa produk samping dari
penggilingan padi (sekam, dedak, dan menir) memiliki share yang tinggi pada
keuntungan usaha penggilingan padi. Hal yang demikian tentu menyebabkan
rendahnya insentif bagi penggilingan padi untuk memperbiki kualitas beras.
Sebagai industri intermediate, usaha penggilingan padi sangat tergantung
kepada kondisi pemasok bahan baku (petani) dan juga pembeli (pedagang
ataupun rumah tangga konsumen). Melalui Inpres Nomor 3 Tahun 2012
Pemerintah menetapkan kebijakan harga dasar pembelian gabah untuk
melindungi petani dari gejolak harga musiman dan dampak dari gejolak harga
beras di pasar dunia. Di sisi lain, pemerintah juga menetapkan kebijakan harga
beras untuk melindungi konsumen agar mendapatkan beras dengan harga
yang murah dan terjangkau. Kebijakan harga gabah akan membuat tingginya
biaya produksi mengingat gabah merupakan input utama pada usaha
penggilingan padi, sedangkan kebijakan harga output akan membuat
penerimaan usaha menurun karena beras merupakan output utama. Oleh
sebab itu, kebijakan-kebijakan tersebut sangat menentukan kinerja usaha
penggilingan padi. Putri (2013) melalui studi kasusnya menyebutkan bahwa
kebijakan harga berdampak pada keuntungan usaha penggilingan padi.
Industri perberasan di Indonesia harus diperkuat agar berdaya saing
sehingga cita-cita dalam menciptakan ketahanan pangan dapat terwujud. Salah
satu yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan efisiensi usaha
penggilingan padi. Peningkatan tersebut dapat dilakukan dengan terlebih
dahulu mengetahui faktor-faktor yang memengaruhinya. Berdasarkan hal
tersebut maka penting untuk melakukan penelitian tentang efisiensi usaha
penggilingan padi di Kabupaten Cianjur. Adapun tujuan penelitian ini adalah
1) Mengukur efisiensi teknis usaha penggilingan padi; 2) Menentukan faktor-
faktor yang memengaruhi efisiensi teknis usaha penggilingan padi; 3)

206 | Tursina Andita Putri, Nunung Kusnadi, Dwi rachmina; Efisiensi Teknis
...
Mengetahui hubungan efisiensi teknis dengan keuntungan pada usaha
penggilingan padi.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat.
Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive). Berdasarkan
data Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat (2013), Petani di Kabupaten Cianjur
dapat menghasilkan sekitar 869 ribu ton padi, yaitu berada di urutan kelima
setelah Kabupaten Indramayu, Karawang, Subang, dan Garut. Walaupun
produksi padi di Kabupaten Cianjur menempati posisi kelima namun
kabupaten ini memiliki jumlah penggilingan padi kedua terbanyak setelah
sukabumi, yaitu 3.449 unit penggilingan padi (BPS 2012). Pengumpulan data
dilakukan pada bulan Januari sampai Maret 2014.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pengusaha
penggilingan yang menjadi responden. Data yang dikumpulkan mencakup
kondisi sosio-ekonomi responden, kondisi usaha penggilingan padi yang
dijalankan, data terkait input dan output produksi, dan lain-lain. Data
sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait, yaitu Badan Pusat Statistik
Kabupaten Cianjur, Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, Dinas Pertanian
Provinsi Jawa Barat, dan lembaga-lembaga lain yang terkait dengan penelitian
ini.
Metode Penentuan Sampel
Kecamatan yang menjadi sampel penelitian adalah Kecamatan Cibeber,
Cilaku, dan Warungkondang. Daftar nama usaha penggilingan padi di tiga
kecamatan ini telah diketahui berdasarkan data BPS Tahun 2012. Sampel
penelitian ini adalah usaha penggiligan padi dengan tipe non maklon. Winarno
(2007) menyebut commercial mills untuk usaha penggilingan padi non makon
dan service mills pada usaha penggilingan padi maklon. BPS Kabupaten Cianjur
tidak menyediakan data usaha penggilingan padi berdasarkan tipe. Oleh sebab
itu, pemilihan sampel dilakukan secara non probability sampling, yaitu dengan
menggunakan teknik snowball. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 60
unit usaha penggilingan padi di tiga kecamatan.

Metode Pengolahan dan Analisis Data


1. Efisiensi teknis
Fokus penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat efisiensi usaha
penggilingan padi dan mengidentifikasi fungsi produksi batas dari semua
perusahaan penggilingan padi yang menjadi sampel. Pada penelitian ini,
pengusaha memiliki orientasi memaksimumkan output yang dihasilkan dari

AGRISEP Vol. 18 No. 2 September 2019 Hal: 203-218 | 207


ISSN: 1412-8837 e-ISSN : 2579-9959

penggunaan sejumlah input tertentu. Oleh sebab itu, pengukuran efiseinsi


pada penelitian ini berorientasi pada output (Farrell, 1957).
Ada dua pendekatan yang biasanya digunakan untuk pengukuran
efisiensi teknis ini, yaitu data envelopment analysis (DEA) dan stochastic frontier
analysis (SFA). Penelitian ini menggunakan pendekatan Stochastic Frontier
Analysis (SFA). SFA adalah pendekatan parametrik, dimana asumsi dari fungsi
produksinya diketahui dan dapat diestimasi secara statistik. Keunggulan dari
pendekatan ini adalah hipotesisnya dapat diuji secara stastistik dan hubungan
antara input dan output mengikuti bentuk fungsi yang telah diketahui. Selain
itu, SFA dapat digunakan secara bersamaan untuk memperkirakan efisiensi
teknis dan model efek inefiseinsi teknis suatu perusahaan (Coelli et al, 2005).
Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi
Cobb-Douglas. Hal ini didasari oleh berbagai faktor atau alasan (Debertin, 1986),
seperti (1) Nilai produk marginal tergantung dari jumlah input yang
digunakan; (2) parameter estimasi secara berturut-turut menggambarkan
elastisitas produksi; (3) Fungsi produksi Cobb-Douglas dapat diestimasi dengan
menggunakan analisis regresi linear; (4) fungsi produksi Cobb-Douglas dapat
dengan mudah digunakan dalam satu fungsi produksi dengan menambahkan
lebih dari dua variabel bebas.
Fungsi Cobb-Douglas yang digunakan untuk mengukur efisiensi teknis
usaha penggilingan padi di penelitian ini adalah stochastic frontier production
function. Bentuk fungsi Cobb-Douglas dalam penelitian ini dapat dituliskan
sebagai berikut:

dimanaY adalahnilai produksi per hari (rupiah); X1 adalah jumlah tenaga kerja
per hari (orang); X2 adalah jumlah bahan bakar per hari (liter); X3 adalah
kapasitas giling mesin (kg per jam); X4 adalah konfigurasi mesin yang
digunakan; β0adalah intersepataukonstanta; βiadalah
koefisienregresifaktorproduksi/parameterpenduga, dimana (i=1, 2,.., 4); dan vi-
ui adalah error term (vi adalah noise effect, ui adalah efek inefisiensi teknis
model).
Nilai koefisien yang diharapkan adalah: β1, β2, β3, β4, > 0, artinya hasil
pendugaan fungsi produksi stochastic frontier memberikan nilai parameter
dugaan yang positif. Koefisien parameter dugaan yang bernilai positif berarti
dengan meningkatkan input akan meningkatkan nilai produksi usaha. Efisiensi
teknis pada setiap pelaku usaha penggilingan padi ke-i dari sisi ouput
diperoleh melalui output observasi terhadap output stochastic frontiernya. Nilai
efisiensi teknis berada diantara 0 ≤ TE ≤ 1.
Untuk menentukan nilai parameter distribusi (ui) efek inefisiensi teknis
usaha penggilingan padi pada penelitian ini digunakan model inefisiensi
sebagai berikut:

208 | Tursina Andita Putri, Nunung Kusnadi, Dwi rachmina; Efisiensi Teknis
...
dimana ui adalah efek inefisiensi teknik; δ0 adalah intersep atau konstanta; Z1
adalah pendidikan formal pemilik usaha (tahun); Z2 adalah pengalaman
pengusaha usaha penggilingan padi (tahun); Z3 adalah jumlah kredit yang
diperoleh saat ini (Rp);Z4 adalah tipe usaha penggilingan padi (d1 = 1 jika usaha
penggilingan padi tipe non maklon atau komersial, dan d1 = 0 jika usaha
penggilingan tipe gabungan); Z5 adalah adalah umur mesin penggilingan padi
(tahun); Z6 adalah tingkat rendemen giling beras (%); Z7 adalah kontinuitas
produksi (d1=1 jika produksi dilakukan ≥ 5 hari, dan d1=0 jika produksi
dilakukan < dari 5 hari dalam satu minggu); Z7 adalah kadar air gabah kering
panen yang digunakan (%); wi adalah variabel acak
Nilai koefisien parameter penduga inefisiensi (δ) yang diharapkan δ1, δ2,
δ3, δ4, δ6,δ7 < 0 (berpengaruh positif terhadap efisiensi usaha) dan δ5 > 0
(berpengaruh negatif terhadap efisiensi usaha). Jika parameter penduga
inefisiensi bernilai sebaliknya, dimana δ1, δ2, δ3, δ4, δ6,δ7 bernilaipositif maka
berpengaruh negatif terhadap efisiensi, dan δ5 bernilai negatif maka
berpengaruh positif terhadap efisiensi usaha yang dijalankan.
Pendugaan parameter fungsi produksi stochastic frontier dan ineficiency
function dilakukan secara simultan dengan program frontier 4.1. Pengujian
parameter stochastic frontier dan efek inefisiensi teknis dilakukan dengan dua
tahap. Tahap pertama merupakan pendugaan parameter βj dengan
menggunakan metode Ordinary Least Squares (OLS) dengan software SAS 9.0.
Tahap kedua merupakan pendugaan seluruh parameter βj, β0, variasi ui dan vi
dengan mengunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) pada
tingkat kepercayaan 1 %, 5 %, 10 %, dan 15 %.

2. Pengaruh efisiensi teknis terhadap keuntungan usaha penggilingan padi


Analisis keuntungan usaha melibatkan dua komponen yang harus
dibahas, yaitu penerimaan yang diterima oleh usaha dan biaya yang
dikeluarkan untuk aktivitas produksi. Penerimaan usaha merupakan nilai dari
hasil produksi dalam waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara
jumlah produksi total dengan harga satuan dari produk tersebut. Biaya adalah
seluruh pengeluaran yang dilakukan akibat adanya proses produksi hingga
pemasaran hasil produksi.
Keuntungan dalam akuntansi berarti bahwa selisih antara harga
penjualan atau yang biasa disebut penerimaan dengan biaya produksi. Secara
matematika, besarnya keuntungan yang diperoleh dapat ditulis sebagai
berikut:
π = TR – TC
dimana π adalah jumlah keuntungan yang diperoleh, TR adalah total
penerimaan dan TC adalah total biaya yang dikeluarkan.

AGRISEP Vol. 18 No. 2 September 2019 Hal: 203-218 | 209


ISSN: 1412-8837 e-ISSN : 2579-9959

Besaran penerimaan ditentukan oleh dua faktor, yaitu jumlah produk


yang dihasilkan dan harga dari produk tersebut. Secara matematis, fungsi total
penerimaan dapat dinyatakan sebagai berikut :
TR = P x Q
dimana, TR adalah jumlah penerimaan yang diperoleh perusahaan, Q
adalah jumlah produksi total yang dihasilkan dalam proses produksi, dan P
adalah harga satuan dari produk yang dihasilkan. Pengeluaran atau biaya
produksi merupakan nilai penggunaan faktor-faktor produksi dalam
melakukan proses produksi selama usaha berlangsung. Biaya dapat terdiri atas
biaya tetap dan biaya variabel.
Hubungan antara efisiensi dan keuntungan akan diuji melalui uji
Korelasi Pearson. Koefisien Korelasi Pearson dapat digunakan untuk
menyatakan besaran hubungan linier antara dua variabel ketika data adalah
data kuantitatif (data berskala interval atau rasio). Simbol korelasi pada ukuran
populasi adalah ρ (dibaca: rho) dan pada ukuran sampel adalah r. Besaran
korelasi antar variabel dengan menggunakan Korelasi Pearson dapat dihitung
melalui persamaan berikut, yaitu:

Koefisien korelasi mempunyai range nilai antara -1 sampai +1. Sebuah korelasi
dengan nilai -1 menunjukkan korelasi negatif sempurna, sedangkan korelasi
dengan nilai +1 menunujukkan adanya korelasi positif sempurna, dan apabila
korelasi 0 menunujukkan bahwa tidak ada hubungan antar variabel-variabel.
Selain mengetahui besaran hubungan antar variabel, perlu untuk
diketahui signifikansi hubungan antar variabel tersebut melalui uji Korelasi
Pearson. Uji ini digunakan untuk menentukan apakah ada hubungan linier
yang signifikan antara dua variabel. Uji ini termasuk klasifikasi uji statistik
parametrik. Hipotesisnya adalah:
H0: r = 0
H1: r ≠ 0
Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji t.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Fungsi Produksi
Penelitian ini menggunakan model fungsi produksi Stochastic Frontier
Cobb-Douglas. Pendugaan dengan metode MLE dapat menggambarkan kinerja
terbaik dari pelaku usaha responden pada tingkat teknologi yang ada. Melalui
hasil Pendugaan dengan metode MLE dapat diketahui pengaruh input-input
yang digunakan (faktor produksi) terhadap nilai produksi dan faktor-faktor
yang memengaruhi efisiensi sekaligus. Hasil pendugaan MLE terhadap model
fungsi produksi Stochastic Frontier Cobb-Douglas usaha penggilingan padi di
210 | Tursina Andita Putri, Nunung Kusnadi, Dwi rachmina; Efisiensi Teknis
...
Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Tabel 1. Pada tabel tersebut diketahui
nilai log likelihood function dengan metode MLE bernilai negatif yang
menunjukkan bahwa model tersebut cocok dan lebih baik.
Selain nilai log likehood function, indikator utama pada pendugaan MLE
ini adalah nilai ∑2 (sigma square) dan parameter γ (gamma). Pada penelitian ini,
nilai sigma square nya cukup kecil yaitu 0.26, sehingga dapat disimpulkan
bahwa error term inefisiensi pada usaha penggilingan padi di Kabupaten
Cianjur terdistribusi normal. Error term pada model tersebut berasal dari efek
inefisiensi (γ adalah 0,999), sehingga analisis terkait faktor-faktor tersebut
sangat penting untuk dilakukan. Mendukung hal tersebut diketahui nilai
generalized Likelihood Ratio (LR) adalah 17,88 yang lebih besar dari nilai tabel
Kodde dan Palm pada α sama dengan 0,05, artinya nilai produksi usaha
penggilingan padi dipengaruhi oleh faktor efisiensi dan inefisiensi teknis.
Tabel 1. Hasil Dugaan Model Produksi StochasticFrontier Cobb-Douglas
UsahaPenggilingan Padi di Kabupaten Cianjur Tahun 2014 dengan
MenggunakanMetode MLE
Variabel Koefisien t-rasio

Konstanta 13,475 14,886


Jumlah tenaga kerja (X1) 0,472a 4,575
Jumlah bahan bakar (X2) 0,325a 5,619
Kapasitas giling mesin per jam (X3) 0,309b 1,822
Konfigurasi mesin (X4) 0,532a 5,993
sigma-squared 0,259
Gamma (γ) 0,999
Log-likehood function MLE -14,208
LR test of the one – sided error 17,884
a nyata pada α 0.01; b nyata pada α 0.05
Semua variabel pada pendugaan dengan metode MLE berpengaruh
positif dan signifikan terhadap nilai produksi usaha penggilingan padi di
Kabupaten Cianjur. Variabel jumlah tenaga kerja, jumlah bahan bakar, dan
konfigurasi mesin diketahui signifikan memengaruhi nilai produksi pada taraf
kepercayaan 99%. Artinya, kita selaku peneliti percaya hingga 99% bahwa
jumlah tenaga kerja, jumlah bahan bakar, dan konfigurasi mesin memengaruhi
nilai produksi usaha penggilingan padi di Kabupaten Cianjur. Variabel
kapasitas giling mesin per jam juga diketahui berpengaruh positif dan
signifikan pada taraf kepercayaan 95% terhadap nilai produksi usaha tersebut.
Nilai elastisitas variabel konfigurasi mesin diketahui lebih tinggi
dibandingkan dengan variabel lainnya, yaitu sebesar 0,525. Artinya, keputusan
pelaku usaha untuk menambah jenis mesin yang digunakan sehingga
meningkatkan level konfigurasi mesin yang digunakan satu satuan level akan
menghasilkan tambahan penerimaan (nilai produksi) yang diperoleh pelaku
usaha sebesar 5,24 %, cateris paribus. Peningkatan nilai produksi usaha

AGRISEP Vol. 18 No. 2 September 2019 Hal: 203-218 | 211


ISSN: 1412-8837 e-ISSN : 2579-9959

penggilingan padi di Kabupaten Cianjur diketahui sangat responsif terhadap


konfigurasi mesin. Oleh sebab itu, agar dapat meningkatkan nilai produksi
usaha maka pelaku usaha atau pengusaha penggilingan padi harus berupaya
meningkatkan konfigurasi mesin yang digunakan. Hal ini didukung oleh
penelitian Budiharti et al. (2006) yang menunjukkan bahwa penambahan jenis
mesin akan meningkatkan rendemen giling.
Tingkat Efisiensi Teknis Usaha Penggilingan Padi
Perusahaan yang mampu menghasilkan output maksimum dari sejumlah
input yang digunakan disebut telah efisien secara teknis. Tabel 2 menunjukkan
bahwa tingkat efisiensi tertinggi yang dicapai oleh pelaku usaha penggilingan
di Kabupaten Cianjur adalah 0,999, sedangkan tingkat efisiensi terendah ada di
titik 0,183. Sebanyak 65 % pelaku usaha memiliki tingkat efisiensi teknis yang
rendah, yaitu di bawah 0,70, sedangkan rata-rata tingkat efisiensi usaha
penggilingan padi di Kabupaten Cianjur adalah 0,617. Angka tersebut
mengindikasikan bahwa rata-rata usaha penggilingan padi di Kabupaten
Cianjur tidak efisien secara teknis.
Tabel 2.Sebaran Nilai Efisiensi Teknis Usaha Penggilingan Padi di
Kabupaten Cianjur Tahun 2014
Sebaran efisiensi Jumlah usaha (unit) Persentase (%)
0,10 – 0,29 2 3,33
0,30 – 0,49 16 26,67
0,50 – 0,69 21 35,00
0,70 – 0,89 13 21,67
0,90 – 0,99 8 13,33
Jumlah 60 100,00
Rata-rata 0,616
Maksimum 0,999
Minimum 0,183

Efisiensi teknis yang rendah pada usaha penggilingan padi berdampak


pada sistem agribisnis beras Nasional. Efisiensi yang rendah mengindikasikan
bahwa rata-rata pengusaha penggilingan padi belum mampu mengalokasikan
sumberdaya (input produksi) yang ada untuk menghasilkan output maksimal.
Oleh sebab itu, cita-cita swasembada beras tidak akan tercapai jika industri ini
tidak dibenahi, karena seberapa besar pun produksi padi di sektor on-farm jika
usaha penggilingan padi tidak efisien secara teknis tetap saja belum bisa
menghasilkan beras dalam jumlah maksimal. Oleh sebab itu, kebijakan impor
terus menjadi solusi bagi pemerintah dalam rangka memenuhi kekurangan
pasokan beras dalam negeri.
Rata-rata usaha penggilingan padi di kabupaten Cianjur adalah usaha
skala kecil, yaitu 96,67%. Selain itu, sekitar 66,67 usaha penggilingan padi
mengalami idle capacity. Skala usaha yang kecil dan idle capacity membuat usaha
tersebut semakin tidak efisien dalam melakukan produksi usaha. Oleh sebab
212 | Tursina Andita Putri, Nunung Kusnadi, Dwi rachmina; Efisiensi Teknis
...
itu, salah satu penyebab usaha penggilingan padi yang tidak efisien tersebut
adalah rendahnya economic of scale masing-masing usaha.
Usaha penggilingan padi sangat tergantung pada teknologi yang
digunakan. Kesalahan dalam memilih mesin yang digunakan juga berdampak
pada efisiensi usaha penggilingan padi. Mesin penggilingan dengan kapasitas
giling yang tinggi misalnya harus disesuaikan dengan ketersediaan gabah
sebagai input utama, agar tidak terjadi idle capacity. Melalui peningkatan
kapasitas usaha yang disesuaikan dengan kapasitas optimal dari mesin
penggilingan padi yang digunakan maka akan mampu meningkatkan tingkat
efisiensi usaha.
Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kapasitas produksi
usaha maka tingkat efisiensi teknis usaha penggilingan padi akan semakin
meningkat. Kapasitas produksi yang dimaksud adalah kemampuan suatu
usaha untuk menghasilkan beras per hari dalam satuan kilogram. Oleh karena
adanya hubungan positif antara kapasitas produksi per hari dengan tingkat
efisiensi usaha maka pengusaha yang ingin meningkatkan efisiensi usahanya
dapat meningkatkan kapasitas produksi usaha. Hal ini tentu erat kaitannya
dengan ketersediaan gabah. Jika ketersediaan gabah menjadi penghambat
dalam meningkatkan kapasitas produksi maka pengusaha dapat menambah
lini usaha dengan menawarkan jasa penggilingan padi.
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Efisiensi Teknis Usaha Penggilingan Padi
Rata-rata usaha penggilingan padi di Kabupaten Cianjur belum efisien.
Oleh sebab itu, masih ada peluang bagi usaha penggilingan padi untuk
meningkatkan efisiensinya dengan memperhatikan faktor-faktor yang
memengaruhi efisiensi teknis usaha penggilingan padi tersebut. Faktor-faktor
yang dimaksud adalah segala sesuatu yang terkait dengan manajemen usaha,
baik dari internal maupun eksternal. Faktor yang kemudian dimasukkan
dalam model harus didasarkan fenomena di lapangan. Melalui pengujian ini
dapat diketahui fenomena manakah yang memengaruhi efisiensi teknis usaha
penggilingan padi di Kabupaten Cianjur.
Tabel 3. Penduga Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic
Frontier Usaha Penggilingan Padi di Kabupaten Cianjur Tahun 2014
Variabel Coefficient t-rasio
Konstanta 1,289 2,005
Pendidikan formal -0,680c -1,199
Pengalaman (lama berusaha) 0,007 0,701
Jumlah kredit 0,000 0,951
Tipe usaha -0,025 -0,145
Umur mesin (polisher) 0,013b 1,316
Rendemen -2,163a -1,847
Kontinuitas produksi -0,167 -0,693
a nyata pada α 0.01 ; b nyata pada α 0.10; c nyata pada α 0.15

AGRISEP Vol. 18 No. 2 September 2019 Hal: 203-218 | 213


ISSN: 1412-8837 e-ISSN : 2579-9959

Mayoritas pelaku usaha penggilingan padi hanya mendapatkan


pendidikan formal sampai tingkat SD (41,67 %) dan hanya 6,67 % dari pelaku
usaha yang mendapatkan pendidikan formal hingga perguruan tinggi.
Hasilnya diketahui bahwa pendididikan formal secara signifikan (α sama
dengan 0,15) memengaruhi efisiensi usaha penggilingan padi di Kabupaten
Cianjur. Pelaku usaha yang memililiki pendidikan formal yang lebih tinggi
lebih efisien dalam melaksanakan aktivitas usaha penggilingan padi
dibandingkan dengan pelaku usaha yang mendapatkan pendidikan formal
yang lebih rendah. Dengan demikian, dapat disimpulkan salah satu penyebab
usaha penggilingan padi di Kabupaten Cianjur tidak efisien adalah karena
tingkat pendidikan pengusaha yang masih rendah.
Tingkat rendemen beras pun juga berpengaruh nyata terhadap efisiensi
usaha penggilingan padi pada α sama dengan 0,05. Pengusaha penggilingan
padi yang mampu menghasilkan rendemen lebih tinggi akan lebih efisien.
Apabila pelaku usaha ingin meningkatkan rendemen beras yang dihasilkan
maka pelaku usaha harus memperhatikan kualitas gabah yang dibeli. Kualitas
dalam hal ini meliputi banyak hal, seperti kadar air gabah, jumlah butir hijau
dan butir hampa, dan juga varietas gabah yang digunakan. Selain itu,
peningkatan rendemen juga dapat dilakukan melalui peningkatan konfigurasi
mesin yang digunakan. Budiharti et al. (2006) menyampaikan bahwa
penambahan mesin separator (pemisah beras pecah kulit dengan gabah yang
belum terkupas) akan meningkatkan rendemen sebasar 0,94 %, sedangkan
penambahan mesin cleaner (pembersih gabah) akan meningkatkan rendemen
sebesar 0,95 %.
Umur mesin juga berpengaruh signifikan terhadap efisiensi usaha
penggilingan padi pada α sama dengan 0,10. Mesin yang dimaksud adalah
mesin polisher. Pengusaha yang menggunakan mesin yang berumur lebih muda
akan lebih efisien dibandingkan dengan mesin yang tua. Usaha penggilingan
padi yang tidak efisien memiliki mesin yang telah berumur lebih dari 15 tahun.
Hal ini mengindikasikan bahwa usaha yang tidak efisien kemudian tidak
mampu melakukan reinvestasi mesin penggilingan, sedangkan diketahui
bahwa teknologi terus berkembang sehingga pengusaha tersebut tidak mampu
menggunakan teknologi terbaru dalam melakukan aktivitas usahanya. Usaha
penggilingan padi yang efisien secara teknis diketahui menggunakan mesin
yang berumur di bawah lima tahun, sehingga kinerja mesin penggilingan
masih relatif lebih baik dibandingkan mesin di atas 15 tahun.
Terdapat tiga faktor yang memengaruhi efisiensi usaha penggilingan
padi di Kabupaten Cianjur Tahun 2014, yaitu pendidikan formal, tingkat
rendemen beras, dan umur mesin penggilingan. Informasi tersebut dapat
digunakan sebagai pertimbangan baik pelaku usaha penggilingan padi
maupun stakeholder lainnya dalam rangka peningkatan efisiensi usaha guna
mendukung pengembangan sistem agribisnis beras nasional.

214 | Tursina Andita Putri, Nunung Kusnadi, Dwi rachmina; Efisiensi Teknis
...
Hubungan Efisiensi Teknis dengan Keuntungan Usaha Penggilingan Padi
Tingkat Efisiensi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu usaha
penggilingan yang belum efisien (0,10< TE <0,70) dan telah efisien (0,70≤ TE
≤0,99). Nilai keuntungan pada kedua kategori ini terlihat berbeda, dimana
keuntungan pada usaha yang efisien lebih tinggi dibandingkan pada usaha
yang belum efisien. Hal tersebut sesuai dengan hasil uji beda yang dilakukan,
diperoleh nilai t-hitung sebesar 1,93 lebih besar dari nilai t-tabel (1,67) untuk
total profit/kg (penerimaan dihitung dari total produk), yang artinya bahwa
usaha yang efisien memiliki keuntungan yang lebih tinggi (α sama dengan
0,05). Demikian juga pada profit/kg ketika penerimaan dihitung dari beras saja
(α sama dengan 0,10).
Melalui uji Korelasi Pearson diketahui bahwa efisiensi teknis dan
keuntungan memiliki korelasi positif dan siginifikan pada tingkat kepercayaan
0,10 % dengan koefisien korelasi sebesar 0,197. Artinya, ketika efisiensi teknis
ditingkatkan maka keuntungan usaha penggilingan padi akan meningkat. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang diungkapkan Nguyen
(2012); Rachmina dan Maryono (2008) bahwa efisiensi teknis berkorelasi positif
dengan tingkat keuntungan usaha yang dijalankan.
Semakin tinggi tingkat efisiensi suatu usaha maka keuntungannya pun
semakin meningkat. Besaran keuntungan yang diperoleh usaha penggilingan
padi akan lebih kecil apabila hanya memperhitungkan penerimaan dari beras
saja. Usaha penggilingan yang tidak efisien (0,10 < TE <0,70) akan kehilangan
keuntungan mencapai 52% apabila hanya memperhitungkan penerimaan dari
beras saja. Sedangkan, usaha penggilingan yang sudah efisien (0,70 ≤ TE ≤ 0,99)
akan kehilangan keuntungan sebesar 59%.
Tabel 4. Keterkaitan Tingkat Efisiensi Teknis Dengan Rata-Rata Kapasitas
Produksi (Per Hari), Keuntungan, dan Rasio R/C Pada Usaha
Penggilingan Padi di Kabupaten Cianjur Tahun 2014
Sebaran efisiensi Profit / R/Ca Profit / kg R/Cb
teknis kg(Rp)a (Rp)b
0.10 < TE < 0.70 1.232 1,16 508 1,08
0.70 ≤ TE ≤ 0.99 1.727 1,21 826 1,10
Minimum -171 0,98 -753 0,92
Maksimum 4.880 1,44 2.413 1,32
a penerimaan berasal dari total produk; b penerimaan berasal dari main product

Dilihat dari sisi rasio penerimaan dan biaya (rasio R/C) maka diketahui
bahwa semakin tinggi tingkat efisiensi usaha penggilingan padi maka rasio
penerimaan dan biaya juga tinggi (Tabel 4). Rata-rata rasio R/C usaha
penggilingan padi di Kabupaten Cianjur adalah 1,17, dimana keseluruhan
usaha penggilingan padi di Kabupaten Cianjur menguntungkan. Akan tetapi,
apabila pelaku usaha tidak memperhatikan side products yang dihasilkan maka
diketahui bahwa ada sekitar 18,33% pelaku usaha mengalami kerugian. Rata-

AGRISEP Vol. 18 No. 2 September 2019 Hal: 203-218 | 215


ISSN: 1412-8837 e-ISSN : 2579-9959

rata rasio penerimaan dan biayanya pun menjadi sangat rendah, yaitu hanya
1,08 atau mendekati satu, dengan kata lain usaha penggilingan padi di
Kabupaten Cianjur berada di titik impas nya.
Pada usaha penggilingan yang efisien, keuntungan terbesar berasal dari
penjualan side products yang dihasilkan (Tabel 5). Jika output produksi usaha
penggilingan padi dibagi menjadi dua bagian, yaitu beras sebagai mine product
dan sekam, dedak, menir, dan broken rice sebagai side product, maka diketahui
bahwa keuntungan terbesar berasal dari side product yang dihasilkan.
Kenyataan ini memberikan gambaran bahwa pengembangan usaha
penggilingan padi saat ini bergantung pada side product yang dihasilkan. Hal
demikian mengindikasikan bahwa industri penggilingan padi di Kabupaten
Cianjur pada umumnya masih belum sehat, karena beras sebagai output utama
belum mampu menjadi penggerak utama dalam pengembangan bisnis usaha
penggilingan padi. Kesimpulan tersebut juga menggambarkan kondisi umum
di Indonesia.
Adanya intervensi harga terhadap gabah dan beras seperti yang
dijelaskan di bagian permasalahan dapat menghambat tingkat efisiensi teknis
dan keuntungan yang diperoleh pelaku usaha. Akan tetapi, adanya nilai jual
pada side product mampu memberikan jaminan kepada pelaku usaha untuk
memperoleh penerimaan lebih dari hasil usahanya. Hasil penjualan side product
dapat meningkatkan keuntungan usaha penggilingan padi sekitar rata-rata
55%. Selain itu, dapat diduga bahwa usaha menjadi lebih efisien karena adanya
side product yang dihasilkan.
Tabel 5. Komponen Keuntungan Usaha Penggilingan Padi di Kabupaten
Cianjur Tahun 2014
Keuntungan
Sebaran efisiensi
Beras (Rp/kg) % Side product (Rp/kg) %
0.10 – 0.29 1.188 66,23 605 33,77
0.30 – 0.49 486 38,86 764 61,12
0.50 – 0.69 462 39,65 703 60,35
0.70 – 0.89 792 47,53 875 52,74
0.90 – 0.99 894 48,37 954 51,63

Pengusahaan penggilingan padi di Kabupaten Cianjur menguntungkan.


Keuntungan tersebut dapat dimaksimalkan apabila ada upaya peningkatan
efisiensi usaha penggilingan padi. Industri penggilingan padi dapat berjalan
dengan baik apabila keuntungan yang diperoleh dapat digunakan untuk
reinvestasi pada usaha penggilingan padi yang notabene merupakan usaha
padat modal. Reinvestasi yang ditujukan untuk perbaikan mesin, peremajaan
mesin, serta peningkatan volume produksi. Apabila hal tersebut dapat
dilakukan maka Industri penggilingan padi di Indonesia dapat berkembang
dengan baik sehingga agribisnis beras nasional berdaya saing.

216 | Tursina Andita Putri, Nunung Kusnadi, Dwi rachmina; Efisiensi Teknis
...
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Usaha penggilingan padi di Kabupaten Cianjur belum efisien.
Peningkatan efisiensi usaha dapat dilakukan dengan memerhatikan variabel-
variabel yang berpengaruh signifikan terhadap efisiensi usaha penggilingan
padi, seperti pendidikan formal pengusaha, umur mesin, dan tingkat
rendemen beras. Di samping itu, peningkatan skala usaha juga dapat
meningkatkan efisiensi usaha penggilingan padi.
Efisiensi teknis memiliki korelasi positif dengan keuntungan pada usaha
penggilingan padi. Keuntungan yang diperoleh pelaku usaha dapat digunakan
untuk reinvestasi, khususnya pada mesin penggilingan, seperti perbaikan
konfigurasi mesin, peremajaan mesin, dan peningkatkan kapasitas mesin
giling. Reinvestasi tersebut diharapkan dapat mengatasi permasalahan
rendahnya efisiensi usaha penggilingan padi. Selain itu, industri hilirisasi beras
melalui pemanfaatan side product perlu mendapat perhatian lebih sebagai
upaya peningkatan insentif yang diterima oleh pengusaha penggilingan padi.

Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini terbagi dua komponen,
yaitu saran sebagai implementasi hasil penelitian dan saran untuk penelitian
lanjutan. Adapun saran yang dimaksud diantaranya adalah :
1. Diharapkan adanya perhatian dari pelaku usaha dan pemerintah
terhadap perbaikan konfigurasi mesin giling dari yang sederhana
menjadi yang lebih modern agar kualitas produk yang dihasilkan
menjadi lebih baik yang kemudian berpengaruh terhadap nilai produksi
usaha.
2. Diharapkan adanya kebijakan khusus pemerintah untuk peremajaan
mesin penggilingan padi yang digunakan saat ini, baik melalui bantuan
langsung kepada pelaku usaha maupun melalui kerjasama dengan pihak
perbankan untuk mempermudah akses pendanaan guna peremajaan
mesin giling.
3. Perlu adanya regulasi pemerintah untuk mengatur pendirian usaha
penggilingan padi. Selain itu, perlu adanya integrasi antar subsistem on-
farm dengan subsistem pengolahan terkait ketersediaan jumlah gabah
yang akan diolah.
4. Usaha penggilingan padi sangat erat kaitannya dengan periode panen
pada budidaya tanaman padi, oleh sebab itu hendaknya penelitian
lanjutan dapat memperhatikanfaktor musim tanam dan musim panen.

AGRISEP Vol. 18 No. 2 September 2019 Hal: 203-218 | 217


ISSN: 1412-8837 e-ISSN : 2579-9959

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2012. Pendataan Industri Penggilingan Padi 2012. Jakarta:
BPS.
Coelli, T.J., Rao, D.S.P., O′Donnell, C.J., Battese, G.E. 2005. An Introduction to
Efficiency and Productivity Analysis Second Edition. New York:Springer.
Debertin D.L. 1986. Agricultural Production Economics. New York: MacMillan
Publishing Company.
Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. 2013. Area panen, produktivitas, dan produksi
tanaman padi di Provinsi Jawa Barat. Bandung
Farrell, M.J. 1957. The Measurement of Production Efficiency. Journal of the
Royal Statistical Society. 120(3) : 253-290.
Kusnadi, N., Netti, T., Sri, H.S., Adreng, P. 2011. Analisis Efisiensi Usahatani
Padi di beberapa Sentea Produksi Padi di Indonesia. Jurnal Agro
Ekonomi. 29(1)
Nguyen, T.H.A. 2012. Profitablity and Technical Efficiency of Black Tiger Shrimp
(Penaeus monodon) Culture and White Leg Shrimp (Penaeus vannemei)
Culture in Song Cau District, Phu Yen Province, Vietnam. University of
Tromso, Norway.
Putri, T. A. 2013. Kinerja Usaha Penggilingan Padi, Studi Kasus Pada Tiga
Usaha Penggilingan Padi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Jurnal
Agribisnis Indonesia. 1(2)
Rachmina, D., Maryono. 2008. Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan
Usahatani Padi Program Benih Bersertifikat: Pendekatan Stochastic
Production Frontier. Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian. 2(2): 11-20.
Rachman, B., Simatupang, P., Sudaryanto, T. 2004. Efisiensi dan Daya Saing
Sistem Usahatani Padi. Prosiding Efisiensi dan Daya Saing Sistem
Usahatni beberapa Komoditas Pertanian di Lahan Sawah. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badang Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Sawit, M.H. 2011. Reformasi Kebijakan Harga Produsen dan Dampaknya
Terhadap Daya Saing Beras. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian.
4(1): 1-13
Thahir, R. 2010. Revitalisasi Penggilingan Padi Melalui Inovasi Penyosohan
Mendukung Swasembada Beras dan Persaingan Global. Pengembangan
Inovasi Pertanian.3(3):171-183. Bogor: Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen pertanian
Wongkeawchan, J., Wiboonpongse, A., Sriboonchitta, S., Huang, W.T. 2000.
Comparison of Technical Efficiency of Rice Mill Systems. In Thailand
and Taiwan. Taiwan: Chiang Mai University.

218 | Tursina Andita Putri, Nunung Kusnadi, Dwi rachmina; Efisiensi Teknis
...

You might also like