Professional Documents
Culture Documents
Cover 23
Cover 23
RAHMATIA
K201902010
Peminatan :KesehatanLingkungan
Hasil Penelitian Ini Telah Disetujui Untuk Di ajukan Pada Seminar Hasil Penelitian Program
Penulisan.
Kendari,2021
Tim Pembimbing :
Mengetahui :
Based on the results of the initial survey conducted Monday, 26 October 2020, 10 respondents
to 5 respondents were known to have houses that were too narrow and too many residents added to
the lack of light entering the house, 3 respondents said they rarely open the house ventilation because
they are afraid of mosquitoes entering the house . Meanwhile, 2 respondents said that in one bedroom
there were two to four people, not to mention when a family came to stay overnight. The purpose of
this study was to determine the factors associated with the incidence of pulmonary tuberculosis in the
working area of the Benu-Benua Community Health Center, Kendari City.
This type of research is a quantitative study with a cross sectional design. The population in
this study were all 2014 heads of households residing in the Benu-Benua Public Health Center
Kendari City in 2020, with sampling done by cluster sampling using the Sugiono formula with a
sample size of 95 people. The method of analysis used statistical tests, namely the chi square test and
Phi test.
The results of this study indicate that there is a weak relationship between occupancy density
and the incidence of pulmonary tuberculosis, there is a weak relationship between humidity and the
incidence of pulmonary tuberculosis and there is a weak relationship between ventilation and the
incidence of pulmonary tuberculosis in the working area of the Benu-continent Puskesmas, Kendari
City in 2021.
To the Benu-Benua Community Health Center, it is hoped that there will be counseling on the
factors that cause pulmonary TB disease such as housing conditions which include occupancy
density, humidity and ventilation so that people with pulmonary TB disease can reduce.
RAHMATIA (K201902010)
“FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS BENU-BENUA KOTA KENDARI.”
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya Sehingga Penulis Dapat Menyelesaikan hasil penelitian Dengan Judul “Faktor-Faktor yang
berhubungan dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesms Benu-Benua Kota Kendari” guna
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan hasil penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan oleh karena itu saran-saran dari semua pihak yang sifatnya membangun untuk meningkatkan
Melalui kesempatan ini penulis tidak lupa pula menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada bapak Tasman, SKM, M.Kes. selaku pembimbing I dan bapak Sri Mulyani, SKM, M.Kes.,
selaku pembimbing II atas semua waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan dalam membimbing,
mengarahkan, memberikan saran maupun kritik sehingga hasil penelitian ini menjadi lebih baik.
Tak lupa pula penulis menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
3. Para Wakil Rektor ( Akademik, Non Akademik, Kemahasiswaan) Universitas Mandala Waluya.
1. Para Tim Penguji: Bapak Abdul Rahim Sya’Ban, SKM, M.Sc, selaku penguji I, Ibu Asbath Said, S.Kep,
Ns, M.Kes, selaku penguji II dan Ibu Sri Anggarini Rasyid, S.Si, M.Si, selaku penguji III.
2. Seluruh Dosen dan staff / karyawan Universitas Mandala Waluya yang telah banyak membantu
semasa pendidikan.
3. Kedua orang tua, suami dan anak-anak tercinta yang telah memberikan dukungan , kasih sayang serta
motivasi.
4. Seluruh teman-teman khususnya program studi kesehatan masyarakat yang telah memberikan
bantuan dan motivasi kepada penulis hingga selesainya hasil Penelitian ini.
Demikian hasil penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak dan terutama
Kendari, 2021
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................................... ii
ABSTRAK..................................................................................................................... iii
ABSTRACT.................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….............................................. ix
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….......................................... x
DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………………........................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian................................................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian............................................................................................. 7
E. Kebaruan Penelitian............................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
D. Pengumpulan Data............................................................................................... 26
F. Etika Penelitian..................................................................................................... 29
F. Jadwal Penelitian.................................................................................................. 33
B. Hasil Penelitian...................................................................................................... 33
C. Pembahasan......................................................................................................... 40
A Kesimpulan............................................................................................................ 47
B. Saran..................................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
2 Tabel kontingesi 2 X 2 28
Distribusi Sarana Kesehatan yang ada di Wilayah Kerja Puskesmas Benu – Benua Kota 31
3
Kendari Tahun 2021
Distribusi Jenis Ketenagaan di Wilayah Kerja Puskesmas Benu – Benua Kota Kendari 32
4
Tahun 2021
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Bagan kerangka konsep……………………………………………………. 21
2. Bagan Desain Penelitian Cross Sectional.…………………………………. 24
DAFTAR SINGKATAN
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran
1. Lembar Permintaan Menjadi Responden
3. Kuesioner Penelitian
9. Dokumentasi Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Global Tuberculosis Report 2015 World Helath Organisation sekitar 9,6 juta
kasus baru penderita TB diseluruh dunia pada tahun 2019, Benua Asia menyumbangkan 58%
jumlah penderita kasus, Afrika 28%,Regional Mediterania Timur 8%, Eropa 3%, dan Amerika
3%. Jumlah penderita TB Paru kasus baru terbanyak tahun 2014 terdapat di Negara India,
Indonesia, China, Nigeria, Pakistan, dan Afrika Selatan. Negara dengan penyumbang kasus baru
terbesar adalah india dengan menanggung beban penderita sebesar 23%, diikuti dengan Negara
china dan Indonesia menyumbang 10% . Negara dengn jumlah kasus baru TB Paru terendah di
dunia yaitu sebagian besar Negara Eropa Barat, Kanada, Amerika Serikat, Australia, dan New
Zealand, dengan angka insidensi TB Paru kurang dari 10 per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah
kasus TB Paru di Dunia berdasarkan Umur adalah pada usia lebih atau sama dengan 15 tahun
dengan kasus terbanyak yaitu 72% dan umur kurang dari 15 tahun hanya menanggung 8% kasus
di seluruh dunia. Perbandingan kasus TB Paru menurut jenis kelamin secara global adalah sebesar
1,7 kali lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Secara global, prevalensi kasus TB Paru
Tahun 2020 lebih rendah 42% dibandingkan dengan tahun 2019. Jumlah angka kematian
penderita TB Paru di Dunia pada tahun 2020 sebanyak 1,5 juta kasus kematian TB Paru,
diantaranya 1,1 juta kasus TB-HIV negative dan 0,4 juta kasus untuk TB-HIV Positif. Sebanyak
80% kasus kematian TB Paru terdapat di Afrika dan Asia Tenggara. Secara Global, Kematian
penderita TB Paru tahun 2020 lebih rendah 47% dibandingkan dengan tahun 2019 (WHO :
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat dunia dan menjadi momok yang membahayakan. Menurut WHO (World Health
Organization) penyakit ini telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, diperkirakan setiap
tahun terdapat sekitar sembilan juta penderita baru TB dengan angka mortalitas ± 3 juta orang
per tahun. Dari jumlah tersebut diperkirakan bahwa 95 % terdapat di negara-negara berkembang,
75% adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun) dan seharusnya dapat dilakukan pencegahan
dari kematian sebesar 25 %. Tingginya angka morbiditas dan mortalitas TB disebabkan oleh
beberpa faktor, seperti kondisi sanitasi perumahan yang tidak memenuhi syarat, kebiasaan
merokok, pengetahuan, keadaan sosial ekonomi, status gizi dan perilaku. (Antoni, 2019).
Di Indonesia pada tahun 2017 terdapat TBparu dan kasus baru sebanyak 169.213.
Sedangkan pada tahun 2018TBparu dan kasus baru terdapat sekitar 183.366. Dari data yang
peningkatan.Berdasarkan Riskesdes 2019 Dari seluruh penduduk yang didiagnosis TBparu oleh
tenaga kesehatan, hanya 44.4% diobati dengan obat program, ini menunjukan masih jauh dari
Rumah adalah salah satu persyaratan atau kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia.
Rumah merupakan tempat bagi keluarga untuk melangsungkan hidup dan kehidupannya dalam
waktu yang lebih banyak, sehingga kondisi sanitasi rumah sangat mungkin mempengaruhi
tingkat kerentanan terhadap anggota keluarga. Kondisi sanitasi perumahan yang tidak memenuhi
syarat-syarat kesehatan dapat menjadi faktor penyebab atau sumber penularan berbagai jenis
penyakit infeksi, seperti penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Tuberculosis/TB
nekrosis. Infeksi ini paling sering menyerang organ tubuh bagian paru-paru, akan tetapi dapat juga
penyebab yang berperan terhadap timbulnya kejadian penyakit Tuberculosis diantaranya yaitu
umur, jenis kelamin, pendidikan, Pendapatan (sosial ekonomi), status gizi, kebiasaan merokok,
pekerjaan, kondisi rumah, pencahayaan, ventilasi, kelembaban udara, kepadatan hunian dan
Penelitian yang dilakukan oleh Ristyo dkk (2017) menyatakan bahwa kepadatan
hunian,status gizi dan perilaku merokok merupakan faktor resiko kejadian penyakit TB
paru.Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Setiarni dkk (2016) menyatakan bahwa riwayat
kontak serumah, tingkat pendapatan keluarga dan perilaku merokok beresiko terhadap kejadian
penyakit TBparu.
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan
kedalam paru, kemudian menyebar dari paru ke organ tubuh lainnya melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran limfa, melalui saluran pernafasan (bronchus) atau penyebaran langsung ke
bagian lainnya. Sumber penularan adalah pasien tuberkulosis, bila penderita batuk, bersin, atau
berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil tuberkulosis tersembur kemudian terhisap ke
dalam paru orang sehat, serta dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah
pembuluh limfe atau langsung ke organ terdekat. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan dan biasanya penyakit ini menular akibat
kepadatan hunian, perilaku merokok dan riwayat kontak serumah (Setiarni dkk, 2017).
hunian.Kejadian TB Paru memiliki hubungan dengan ukuran luas ruangan. Secara statistik
kejadian TB paru disebabkan oleh keadaan ukuran luas ruangan yang kurang memenuhi syarat.
Kepadatan merupakan pre-requisite untuk proses penularan penyakit, semakin padat maka
perpindahan penyakit khususnya penyakit melalui udara akan semakin mudah dan cepat
(Andreas, 2012).
kelembaban,Dimana kelembaban dalam rumah atau ruangan dapat menjadi kondisi yang baik
Kelembaban rumah yang tinggi juga dapat mempengaruhi penurunanan daya tahan tubuh
seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi,
Factor ventilasi rumah juga merupakan factor penyebab terjadinya TB paru. Dimana
rumah hendaknya dirancang agar sirkulasi udara dalam ruangan menjadi lancar, asap dan udara
kotor dapat hilang secara cepat. Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan pintu dan jendela
dalam posisi yang tepat serta lubang penghawaan yang cukup sehingga udara kotor atau tidak
sehat dapat keluar dengan lancar dan udara segar dapat masuk ke dalam ruangan atau kamar-
masyarakat. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggarabahwa jumlah
peningkatan.Kasus TB paru di Sulawesi Tenggara Pada tahun 2017 kasus tuberkulosis berjumlah
2.445 kasus (0,11%) dari total penduduk 2.110.137 jiwa, tahun 2018 sebanyak 2.875 kasus
(0,12%) dari total penduduk 2.280.267 jiwa dan pada tahun 2019 sebanyak 3.063 kasus (0,10%)
dari total penduduk 2.787.164 jiwa (Dinkes Prov. Sulawesi Tenggara, 2019).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Kendari, bahwa jumlah kasus TB paru di
Puskesmas Benu-Benua pada tahun 2017 sebanyak 549 kasus dari 791 suspek, tahun 2018
sebanyak 607 kasus dari 821 suspek dan pada tahun 2019 sebanyak 738 kasus dari 884
suspek.Sementara itu jika dibandingkan dengan beberapa Puskesmas terdekat yaitu tahun 2017
Puskesmas Kemaraya sebnayak 192 penderita 312 suspek dan Puskesmas Kandai sebanyak 172
penderita dari 201 suspek, tahun 2018Puskesmas Kemaraya sebnayak 161 penderita dari 272
suspek dan Puskesmas Kandai sebanyak 142 penderita dari 207 suspek, tahun 2019 Puskesmas
Kemaraya sebnayak 55 penderita dari 209 suspek dan Puskesmas Kandai sebanyak 31 penderita
Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan senin, 26Oktober 2020 pada 10 responden
terhadap 5 responden diketahui mempunyai rumah yang terlalu sempit dan terlalu banyak
penghuninya ditambah lagi dengan kurangnya pencahaan yang masuk kedalam rumah, 3
responden mengatakan jarang membuka ventilasi rumah karna takut nyamuk masuk kedalam
rumah. Sedangkan 2 responden mengatakan bahwa dalam satu kamar yang tidur ada dua sampai
empat orang belum lagi kalau ada keluarga yang datang menginap.Dimana menurut Azwar
(2015) rumah yang diperuntukkan bagi manusia memiliki beberapa arti, yakni: sebagai tempat
untuk melepas lelah, beristirahat, bergaul dengan anggota keluarga dan sebagai tempat untuk
Dengan melihat fenomena penyakit TB paru yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di wilayah kerja puskesmas Benu-Benua, maka hal ini mendorong penulis untuk
meneliti dan mengkaji lebih mendalam tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat di rumuskan masalah sebagai
berikut:
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan kepadatan Hunian dengan kejadian penyakit TB Paru Di
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Iptek
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber kajian pustaka dan
referensi ilmiah khususnya bagi peneliti yang berhubungan dengan penularan TB paru.
b. Bagi Institusi
pengetahuan di bidang kesehatan disamping itu hasil penelitian dapat dijadikan bahan
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat hasil penelitian ini dapat memberi pemahaman pada masyarakat
tentang faktor penyebabkejadian penyakit tuberkulosis paru, dan mau memeriksakan diri
b. Bagi Puskesmas
Sebagai bahan masukan dan informasi yang penting bagii pengembangan
Sebagai masukan untuk mengambil penelitian yang sama namun berbeda variable
independen.
E. Kebaruan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
a. Pengertian TB paru
melalui udara pernafasan kedalam paru, kemudian menyebar dari paru ke organ tubuh
lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfa, melalui saluran pernafasan
(bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian lainnya (Dedi Dan Ratna, 2014).
ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien tuberkulosis batuk dan percikan
ludah yang mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat bernapas. Sumber penularan
adalah pasien tuberkulosis paru BTA positif, bila penderita batuk, bersin, atau berbicara saat
berhadapan dengan orang lain, basil tuberkulosis tersembur kemudian terhisap ke dalam paru
orang sehat, serta dapat menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah pembuluh
limfe atau langsung ke organ terdekat. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi tuberkulosis selama satu
tahun. Di Indonesia angka risiko penularan bervariasi antara 1 dan 3%. Infeksi tuberkulosis
dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberculin negatif menjadi positif. Pada daerah dengan
ARTI 1%, diperkirakan di antara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 kasus tuberkulosis
dan 10% di antaranya akan menjadi penderita tuberkulosis setiap tahunnya dan sekitar 50 di
3. Batuk berdarah;
4. Sesak napas;
5. Badan lemas;
BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif
apabila dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya Positif. Bila hanya satu spesimen yang
positif perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan
dahak SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TBC maka penderita didiagnosis
sebagai penderita TBC BTA positif, kalau hasil rontgen tidak mendukung TBC, maka
dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan
secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan
maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini
biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case dinding (penemuan penderita secara
pasif dengan promosi yang aktif). Selain itu, semua kontak penderita TBC Paru BTA positif
Upaya pencegahan adalah upaya kesehatan yang dimaksudkan agar setiap orang
terhindar dari terjangkitnya suatu penyakit dan dapat mencegah terjadinya penyebaran
timbulnya penyakit yaitu penyebab penyakit (agent), manusia atau tuan rumah (host) dan
dapat menular;
c. segera diobati
2. Memutuskan mata rantai penularan
3. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit tuberkulosis paru (Depkes RI,
2014).
2. Kapadatan Hunian
Kejadian TB Paru memiliki hubungan dengan ukuran luas ruangan. Secara statistik
kejadian TB paru disebabkan oleh keadaan ukuran luas ruangan yang kurang memenuhi
syarat. Kepadatan merupakan pre-requisite untuk proses penularan penyakit, semakin padat
maka perpindahan penyakit khususnya penyakit melalui udara akan semakin mudah dan cepat
(Kurniasari, 2012). Tingginya kadar CO2 dalam rumah akan membuat kuman TB
berkembang biak lebih cepat dan terhirup melalui saluran pernapasan. Untuk mengetahui
kepadatan penghuni dalam suatu rumah Depkes RI menjelaskan dengan cara membandingkan
meter persegi perorangan, sementara standar hunian diindonesia masih 7,41 meter persegi
perorangan. Pengukuran kepadatan penghuni rumah dilakukan dengan menghitung luas lantai
bangunan dengan menggunakan alat ukur meteran standar kemudian dibagi dengan jumlah
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya
luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak
konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah
menular kepada anggota keluarga yang lain. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh
rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif
tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya
minimum 8 m2/orang, untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang.
(Antoni, 2014)
Rumah yang terlalu sempit (telalu banyak penghuninya) maka ruangan-ruangan akan
kekurangan oksigen, sehingga akan menyebabkan penurunan daya tahan tubuh dan
memudahkan terjadinya penyakit. Karena rumah terlalu sempit maka perpindahan penularan
bibit penyakit dari manusia yang satu kemanusia yang lain akan lebih mudah terjadi misalnya
3. Kelembaban
Kelembaban adalah ukuran kuantitas kandungan uap air di udara dalam ruangan yang
diukur dengan menggunakan alat ukur Environment Meter spesifikasi Humidity Meter dan
dinyatakan dalam satuan persen (%) RH. Kelembaban yang memenuhi syarat apabila
kelembaban udara di dalam rumah atau ruangan berkisar antara 20% – 60% RH (Sutoyo,
2015).
Kelembaban dalam rumah atau ruangan dapat menjadi kondisi yang baik untuk
Kelembaban rumah yang tinggi juga dapat mempengaruhi penurunanan daya tahan tubuh
seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit terutama penyakit infeksi,
kelembaban yang optimum berkisar 60% RH dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman
TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Misnadiarly, 2006). Dengan
demikian, apabila kondisi rumah seseorang lembab maka risiko terkena suatu penyakit pun
c. Selama pengukuran alat didiamkan beberapa menit, kemudian lihat angka atau skala
4. Ventilasi
Salah satu persyaratan rumah sehat adalah harus memiliki ventilasi. Rumah
hendaknya dirancang agar sirkulasi udara dalam ruangan menjadi lancar, asap dan udara kotor
dapat hilang secara cepat. Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan pintu dan jendela
dalam posisi yang tepat serta lubang penghawaan yang cukup sehingga udara kotor atau tidak
sehat dapat keluar dengan lancar dan udara segar dapat masuk ke dalam ruangan atau kamar-
a. Menjaga agar aliran udara dalam rumah tetap segar. Hal ini berarti keseimbanga oksigen
yang diperlukan oleh penghuni rumah tesebut tetap terjaga. Kurangnya oksigen (O 2)
berarti kadar karbondioksida (CO2) yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi
meningkat.
b. Membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri patogen karena aliran
udara yang lancar sehingga bakteri tersebut dapat keluar terbawa oleh aliran udara.
c. Menjaga agar kelembaban ruangan dapat terjaga secara optimal. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kelembaban udara akan naik. Kelembaban tersebut dapat menjadi media
a. Ventilasi alamiah, dimana aliran udara dalam rumah atau ruangan tersebut terjadi secara
alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan sebagainya.
b. Ventilasi buatan, yaitu aliaran udara dalam rumah atau ruangan terjadi dengan
menggunakan alat-alat khusus seperti Air Conditioner (AC) dan kipas angin (Andreasdkk,
2012).
Untuk mencapai mekanisme sirkulasi udara yang cukup dalam sebuah ruangan maka
diperlukan ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan dengan ukuaran 10-15% dari luas lantai
bangunan harus memenuhi syarat yakni sekurang-kurangnya 1/10 dari luas lantai.
tuberculosis yang berasal dari udara pernafasan tetap berada dalam ruangan karena pergantian
udara tidak lancar. Oleh karena itu, penghuni di dalam rumah tersebut memilki risiko besar
B. KajianEmpris
di wilayah kerja puskesmas mangkang semarang barat, penelitian kuantitatif dengan jenis
minum obat, perilaku buang dahak . Dalam penelitian ini didapatkan data sebagian besar
dukungan keluarga pada penderita tbc mendukung dengan sebanyak 16 orang (53,3%),
pengawasminumobatsebagianbesarpadapenderitatbcpengawasminumobataktifsebanyak 18
orang (60%),
perilakubuangdahaksebagianbesarpenderitatbcperilakubuangdahakburuksejumlah 16 orang
(53,3%).
2. Tri PurwidiHastuti
Hubunganketeraturanminumobatdengankonversibtapenderitatuberkulosisparubtapositi
f (StudiKohortRetrospektif di BalaiKesehatanParuMasyarakat
Semarang).StudiObservasionalDenganMenggunakanRancanganPenelitian Cross
dapatdisimpulkanbahwaketeraturanminumobatberpengaruhsecarasignifikanterhadapkonversi
terhadapketeraturanminumobatdanpemberiankartukontrolketeraturanminumobatkepada PMO.
tahunterakhirdanjumlahkasusterendahberada di KecamatanKambudenganjumlahkasussebesar
33 (2,7%) kasus.
Hubungantingkatsosialekonomidenganangkakejadiantbparubtapositif di
wilayahkerjapuskesmaspeteronganjombangtahun 2012.Sosialekonomi,
tbparubtapositif.Desainpenelitianiniadalahkorelasiretrospektifdenganpendekatan cross
hasilpenelitiandanpembahasantentanghubungantingkatsosialekonomidenganangkakejadiantbp
arubtapositifdapatdisimpulkanbahwasetengahdarirespondenmemilikitingkatpendidikandalamk
ategorisedang,
hampirsetengahdarirespondenmemilikipekerjaandanpenghasilandalamkategorisedangsertaseba
gianbesarrespondenmenderitatbparubtapositifdengannilaibtalemah. Tingkat
dipengaruhiolehfaktor lain.
5. SusianiWulandari
Hubunganlingkunganfisikrumahdengankejadiantuberkulosisparu.Penelitian ini
termasuk dalam jenis penelitian survei analitik dengan rancangan pendekatan kasus kontrol.
Kejadiantbparuadalahluasventilasiruangtamu, pencahayaanruangtamu,
ruang tamu, pencahayaan ruang tamu, ruang keluarga, dan ruang tidur, jenis dinding,
kelembaban ruang tamu, ruang keluarga, dan ruang tidur dengan kejadian tuberkulosis paru
wilayah kerja puskesmas bandarharjo kelurahan bandarharjo kota semarang tahun 2011.
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. DasarPikir Penelitian
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan
kedalam paru, kemudian menyebar dari paru ke organ tubuh lainnya melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran limfa, melalui saluran pernafasan (bronchus) atau penyebaran langsung ke
bagian lainnya.
nekrosis. Infeksi ini paling sering menyerang organ tubuh bagian paru-paru, akan tetapi dapat juga
Rumah merupakan tempat bagi keluarga untuk melangsungkan hidup dan kehidupannya
dalam waktu yang lebih banyak, sehingga kondisi sanitasi rumah sangat mungkin
mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap anggota keluarga. Kondisirumah yang terlalu sempit
masukkedalamrumah,
jarangmembukaventilasirumahkarnatakutnyamukmasukkedalamrumahdandalamsatukamar yang
menjadi faktor penyebab atau sumber penularan berbagai jenis penyakit infeksi. Untuk terpapar
B. KengkaKonsep
KepadatanHunian
Ventilasi
Pencahayaan
Keterangan :
= Variabel Dependen
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel Dependen dan variabel independen. Variabel
kejadian TB Paru.
1. Kejadian TB Paru
darah selama 2 minggu atau lebih, nyeri dada, berat badan menurun, demam, sesak napas,
kringat malam hari tanpa aktivitas serta berdasarkan pemeriksaan dan diagnosa dokter
KriteriaObjektif :
Menderita: Bila menunjukan gejala klinis batuk berdahak darah selama 2
Kriteria Objektif
jumlahpenghuni ≥ 8 m2/orang.
Padat: Apabila perbandingan antara luas lantai denganjumlah
ruangan yang diukur menggunakan alat Environment meter spesifikasi Humidity meter dalam
Kriteria Objektif
KurangLembab :Apabila hasilteskelembaban >60% RH.
4. Ventilasi
alamiah ke dalam ruangan agar terjadi sirkulasi udara segar dengan luas 10 - 15% dari luas
lantai rumah.
Kriteria Objektif
E. HipotesisiPenelitian
BAB IV
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan Cross
yang terjadi pada obyek penelitian.Variabel dalam penelitian Cross Sectional Study yaitu
variabel dependen dan independen diobservasi satu kali sekaligus pada waktu yang sama
(Riyanto, 2011).
2. Desain/Rancangan Penelitian
Rancangan peneltian Cross sectional study dapat digambarkan adalah sebagai berikut:
(Notoatmodjo, 2014)
Populasi/Sampel
Efek + Efek –
Efek + Efek –
1. Waktu Penelitian
2. Lokasi Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti
(Notoatmodjo,2012). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang
2014 KK.
1. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diteliti. Penentuan Besar sampel
N
n= 2 (Slovin 1960)
1+ N ( e )
Keterangan:
n= Besarnya sampel
N= Besar populasi
2014
n=
1+2014 (0,10)2
2014
n=
21,1
n=95 KK
Jumlah = 95 KK
Teknik sampling yang digunakan adalah Simple Random Sampling yaitu penarikan
menjadibagiandaripopulasi.
D. Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara memberikan kuesioner langsung
kerjaPuskesmasBenu-BenuaKota Kendari.
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian
tersebut dalam hal ini PuskesmasBenu-Benua Kota Kendariserta literatur, bukudanjurnal yang
berkaitandenganpenelitianini.
1. Pengolahan data
a) Editing
b) Koding
Pemberian kode pada setiap variabel.Koding adalah mengklasifikasikan jawaban
c) Skoring
Skoring yaitu Memberi skor pada data yang telah dikumpulkan. Skoring ditentukan
d) Tabulasi,
Dalam hal ini setelah data tersebut diberi kode kemudian ditabulasi agar lebih
e) Entry
2. Penyajian data
Data hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi yang kemudian
3. Analisa data
data meliputi :
a. Analisis Univariat
menggunakan rumus :
f
X= xk (Sugiyono, 2012).
n
Keterangan :
n = Jumlah sampel
k = Konstanta 100%
b. Analisis Bivariat
Parudengan menggunakan uji Chi Square. Menurut Notoatmodjo (2014), uji yang
Variabel Dependent
Variabel Independent Jumlahsampel
Efek + Efek -
Efek + A B a+b
Efek - B D c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d
Notoatmodjo (2014),
Keterangan :
2 ( FO−Fh)2
x =∑
Fh
Keterangan:
X² = Chi-Square
FO = Frekuensiobservasi
Fh= Frekuensiharapan
Uji K (UjiKeeratan):
x2
C= 2
√
x +n
Keterangan:
C = Koefisien kontingensi
x2 = Chi Square
n = Jumlah responden
Dengan kriteria:
secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas
berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed consent juga pelu dicantumkan
bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.
subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada
lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
Masalah ini merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan hasil penelitian
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset.
BAB V
1. Letak Geografis
program kerja dalam sebuah instansi. Adapun jenis sarana dan prasarana di Wilayah
Kerja Puskesmas Benu – Benua yaitu dapat dilihat pada tabel berikut :
tabel berikut :
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
Karakteristik dalam penelitian ini meliputi kelompok umur, pendidikan dan jenis
pekerjaan.
a. Umur
Distribusi responden berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut :
No. Umur n %
1. > 35 Tahun 53 55.8
2. < 35 Tahun 42 44.2
Total 95 100
Sumber : Data Primer 2021
Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 95 responden yang diteliti, golongan umur > 35
tahun sebanyak53 responden (55,8%) dan umur >35 tahun sebanyak 42 responden
( 44,2%).
2. Jenis Pekerjaan
berikut :
(60,0%) yang bekerja sebagai wiraswasta, 34 responden (35,8%) bekerja sebagai nelayan
3. Pendidikan
No. Pendidikan n %
1. Tamatan SD 25 26.3
2. Tamatan SMP 15 15.8
3. Tamatan SMA 45 47.4
4. Perguruan Tinggi 10 10.5
Total 95 100
Sumber : Data Primer 2021
tamatan SMP dan 458 responden (47,4%) dengan pendidikan tamatan SMA dan 10
2. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah suatu analisis terhadap variabel terikat (dependen) dan
1. Kejadian TB Paru
responden (45,3%) yang tidak menderita dan terdapat 52 responden (54,7%) yang tidak
menderita.
2. Kepadatan Hunian
responden (49,5%) yang kurang padat dan terdapat 48 responden (50,5%) yang padat.
3. Kelembaban
Tabel 10. Distribusi Responden Pada Kelembabandi wilayah kerja Puskesmas Benu-
Benua Kota Kendari
No. Kelembaban n %
1. Kurang Lembab 51 53.7
2. Lembab 44 46.3
Total 95 100
Sumber : Data Primer 2021.
responden (53,7%) yang kurang lembab dan terdapat 44 responden (46,3%) yang lembab.
4. Ventilasi
Distribusi Ventilasi responden di wilayah kerja PuskesmasBenu-benua Kota
Tabel 11. Distribusi Responden Pada Ventilasi di wilayah kerja Puskesmas Benu-
Benua Kota Kendari
No. Ventilasi n %
1. Tidak Memenuhi Syarat 49 51.6
2. Memenuhi Syarat 46 48.4
Total 95 100
Sumber : Data Primer 2021.
responden (51,6%) yang tidak memenuhi syarat dan terdapat 46 responden (48,4%) yang
memenuhi syarat.
b. Analisis Bivariat
Kejadian TB Paru
Kepadatan
Tidak Total Hasil Uji
No. Hunian Menderita
Menderita Statistik
n % n % n %
1 Kurang Padat 28 29,5 19 20,0 47 49,5 X2 hit = 6,589
2 Padat 15 15,8 33 34,7 48 50,5 X2 tab = 3,841
Total 43 45,3 52 54,7 95 100 Phi (φ) = 0,285
Sumber : Data Primer 2021.
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square di dapatkan nilai X2 hitung
> X2 tabel yaitu 6,589> 3,841 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada
hubungan antara kepadatan hunian dengan Kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
Benu-benua Kota Kendari Tahun 2021.Hasil uji koefisien phi menunjukkan keeratan
hubungan lemah antara kepadatan hunian dengan Kejadian TB Paru sebesar φ = 0,285.
Kejadian TB Paru
Kelembaban Menderita Tidak Total Hasil Uji
No
Menderita Statisti
n % n % n %
1 Kurang Lembab 28 29,5 23 24,2 51 53,7 X2 hit = 3,332
2 Lembab 14 15,8 29 30,5 44 46,3 X2 tab = 3,841
Total 43 45,3 52 54,7 95 100 Phi (φ) = 0,317
Sumber : Data Primer 2021.
23 responden (24,2%) yang tidak menderita TB Paru. Sedangkan dari 46 responden yang
kelembaban lembab, terdapat 14 (15,8%) responden yang menderita TB Paru dan 29
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square di dapatkan nilai X2 hitung
> X2 tabel yaitu 3.332> 3,841 sehingga Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada
hubungan antara kelembaban dengan Kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Benu-
benua Kota Kendari Tahun 2021. Hasil uji koefisien phi menunjukkan keeratan hubungan
Paru dan 19 responden (20,0%) yang tidak menderita TB Paru. Sedangkan dari 46
responden yang ventilasinya memenuhi syarat, terdapat 13 (13,7%) responden yang
menderita TB Paru dan 33 responden (34,7%) responden yang tidak menderita TB Paru.
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square di dapatkan nilai X2 hitung
> X2 tabel yaitu 9,118> 3,841 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada
hubungan antara ventilasi dengan Kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Benu-
benua Kota Kendari Tahun 2021. Hasil uji koefisien phi menunjukkan keeratan hubungan
C. Pembahasan
Rumah merupakan tempat bagi keluarga untuk melangsungkan hidup dan kehidupannya
dalam waktu yang lebih banyak, sehingga kondisi sanitasi rumah sangat mungkin
mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap anggota keluarga. Kondisirumah yang terlalu sempit
dan terlalu banyak penghuninya ditambah lagi dengan kurangnya pencahaan yang masuk
kedalam rumah, jarang membuka ventilasi rumah karna takut nyamuk masuk kedalam rumah
dan dalam satu kamar yang tidur ada dua sampai empat orang belum lagi kalau ada keluarga
yang datang menginap sehingga dapat menjadi faktor penyebab atau sumber penularan berbagai
jenis penyakit infeksi. Untuk terpapar penyakit TBparu pada seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor penyebab determinan yang berperan terhadap timbulnya kejadian penyakit
penghuni dengan luas rumah seimbang. Apabila luas rumah tidak seimbang dengan jumlah
penghuni atau melebihi kapasitas (overcrowded), maka akan berdampak negatif terhadap
kesehatan.Rumah yang sempit dan padat penghuninya akan menyebabkan kurangnya konsumsi
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa dari 47 responden (49,5%) yang kepadatan
hunian kurang padat, terdapat 28 responden (29,5%) yang menderita TB Paru. hal ini
disebabkan karena kurangnya pemahaman mengenai tingkat penularan atau tentang penyakit
TB paru. Selain itu beberapa responden memiliki kebiasaan membakar sampah dihalaman
rumah dan beberapa responden merupakan perokok dan memiliki kebiasaan mengkonsumsi
alcohol. Menurut Widoyono (2018) mengatakan bahwa perbandingan antara luas lantai rumah
dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal.kepadatan penghuni dalam satu
rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuninya luas rumah yang tidak sebanding
dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan tempat terjadinya penularan penyakit. Hal ini
tidak sehat karena disamping menyebabkan kurangnya konsusmsi oksigen, juga bila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tubercukosis akan mudah menular kepada
(34,7%) responden yang tidak menderita TB Paru.hal ini karenakan kebiasaan responden
membuka jendela atau sistem pencahayaan dipagi hari. Selain itu itu juga beberapa responden
juga menjalankan atau menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.Pada aspek kepadatan
penghuni menunjukan bahwa sebagian besar subjek penelitian, tinggal pada rumah yang
tergolong padat penghuni. Tingginya kepadatan penghuni rumah wi kilayah kerja Puskesmas
Benu-benua disebabkan karena kondisi ekonomi yang rendah sehingga dalam satu rumah
biasa dihuni lebih dari 2 Kepala Keluarga (KK).Menurut (Soedjajadi,2015) kepadatan penghuni
rumah juga dapat mempengaruhi kesehatan, karena jika suatu rumah yang penghuninya padat
dapat memungkinkan terjadinya penularan penyakit dari satu manusia kemanusia lainnya.
Kepadatan penghuni didalam ruangan yang berlebihan akan berpengaruh, hal ini dapat
dalam rumah merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan insiden penyakit TB Paru
dan penyakit-penyakit lainnya yang dapat menular karena Semakin banyaknya penghuni dalam
rumah, maka kadar oksigen bebas dalam ruangan menurun (<20,7 %) dan diikuti oleh
peningkatan CO2 bebas (>0,04%) sehingga daya tahan tubuh penghuninya menurun, ruangan
yang sempit akan membuat nafas sesak dan mudah tertular penyakit dari anggota keluarga
lain.Semakin banyak jumlah penghuni ruangan semakin cepat udara di ruangan mengalami
penccemaran dan jumlah bakteri di udara akan semakin bertambah. Kandungan oksigen bebas
dalam ruangan dan terjadi peningakatan gas CO2 sehingga daya tahan tubuh penghuninya akan
menurun. Selain itu ruangan yang sempit akan membuat nafas semakin sesak dan mudah
terjangkit penyakit dari penghuni lain dari ruangan tersebut (Simbolon, 2017).
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square di dapatkan nilai X2 hitung > X2
tabel yaitu 6,589> 3,841 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara
kepadatan hunian dengan Kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Benu-benua Kota
Kendari Tahun 2021. Hasil uji koefisien phi menunjukkan keeratan hubungan lemah antara
kepadatan hunian dengan Kejadian TB Paru sebesar φ = 0,285. Hasil penelitian sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Saptoadin (2018) yang mengatakan bahwa kepadatan hunian
Kelembaban dalam rumah atau ruangan dapat menjadi media yang baik untuk
berkembang biak atau bertahannya berbagai organisme patogen/penyebab penyakit. Selain itu,
kelembaban rumah yang tinggi juga dapat mempengaruhi penurunan daya tahan tubuh dan
kurang lembab, terdapat 28 responden (29,5%) yang menderita TB Paru. Hal ini disebabkan
karena adanya kontak serumah dengan penderita TB paru dimanapenularan TB paru melalui
kontak serumah dapat terjadi bila ada penderita dirumah tersebut, dan ditentukan oleh
banyaknya kuman yang terdapat dalam paru-paru penderita. Penyebaran kuman tersebut di
udara melalui dahak berupa doplet yang ukurannya sangat kecil pada waktu batuk atau bersin.
Droplet yang sangat kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung
kuman tuberculosis, dan dapat bertahan di udara selama beberapa jam. Droplet yang
mengandung kuman ini dapat terhirup oleh yang kontak serumah. Jika kuman tersebut sudah
menetap dalam paru-paru orang yang kontak serumah, maka kuman mulai membelah diri dan
terjadilah infeksi dari penderita ke orang yang kontak serumah.Selain itu kondisi lingkungan
rumah, yaitu terdapat banyak pepohonan dan semak-semak di sekitar rumah yang tidak
dibersihkan sehingga menghalangi cahaya matahari untuk masuk ke dalam rumah. kurangnya
ventilasi sehingga terjadi peningkatan kelembaban yang disebabkan oleh penguapan cairan
tubuh dari kulit dan udara pernapasan penghuni rumah. MenurutWijaya (2012) mengatakan
bahwa ruangan yang kurang pencahayaan meningkatkan suhu ruangan yang disebabkan oleh
pengeluaran panas badan yang akan meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pernapasan
tersebut. Ruangan yang kurang masuknya cahaya juga akan menghalangi proses pertukaran
udara bersih sehingga kebutuhan udara bersih tidak terpenuhi dan dapat menjadi penyebab
terjadinya TB paru.
(30,5%) responden yang tidak menderita TB Paru.Hal ini disebabkan karena adanya kesadaraan
dari responden itu sendiri untuk menjaga kesehatan serta mencari informasi tentang TB
diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB
Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan berusaha untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat. Kelembaban dalam rumah atau ruangan dapat menjadi
kondisi yang baik untuk berkembang biak atau bertahannya berbagai organisme
penurunanan daya tahan tubuh seseorang dan meningkatkan kerentanan tubuh terhadap penyakit
terutama penyakit infeksi, termasuk penyakit tuberculosis Rumah yang sehat memerlukan
cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak lebih. Kurangnya cahaya, terutama cahaya matahari
yang masuk kedalam rumah selain kurang nyaman, juga merupakan media yang baik untuk
hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakitkarena ruangan yang lembab (Kurniasari, 2012).
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square di dapatkan nilai X2 hitung > X2
tabel yaitu 3.332> 3,841 sehingga Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan
antara kelembaban dengan Kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Benu-benua Kota
Kendari Tahun 2021. Hasil uji koefisien phi menunjukkan keeratan hubungan lemah antara
kelembaban dengan Kejadian TB Paru sebesar φ = 0,317. Penelitian ini bertolak belakang
dengan penelitian yang dilakuakn oleh Misnadiary (2016) yang menyatakan bahwa kondisi
tempat/ruangan yang lembab dapat menjadi media yang baik untuk bertahan hidup dan
Salah satu persyaratan rumah sehat adalah harus memiliki ventilasi. Ventilasi
berfungsi menjaga aliran udara dalam rumah agar tetap segar dan membebaskan udara ruangan
dari bakteri-bakteri patogen karena selalu terjadi aliran udara yang lancar, sehingga bakteri
dalam ruangan akan terbawa oleh aliran udara. Tidak cukupnya ventilasi suatu rumah akan
menyebabkan kelembaban udara akan naik dan kuman TB akan tetap bertahan hidup dalam
rumah atau ruangan tersebut. Untuk sirkulasi udara yang baik dibutuhkan luas ventilasi minimal
Hasil Uji statistik menunjukkan bahwa dari 47 responden (49,5%) yang ventilasinya
tidak memenuhi syarat, terdapat 19 responden (20,0%) yang tidak menderita TB Paru. hal ini
disebabkan karena sistem imunitas tubuhnya kuat, status gizinya baik, tidak ada yang merokok
dalam rumah serta tidak ada riwayat kontak serumah.Selain itu ditemukan beberapa alasan yang
menyebabkan kondisi ventilasi rumah responden tidak memenuhi syarat, yaitu kurangnya
pengetahuan tentang standar minimal ventilasi sebuah rumah yang yang ideal atau memenuhi
syarat kesehatan.Untuk mencapai mekanisme sirkulasi udara yang cukup dalam sebuah ruangan
maka diperlukan ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan dengan ukuaran 10-15% dari luas
bangunan harus memenuhi syarat yakni sekurang-kurangnya 1/10 dari luas lantai.
Sedangkan dari 46 responden yang ventilasinya memenuhi syarat, terdapat 13 (13,7%)
responden yang menderita TB Paru.hal ini disebabkan karena ada rumah yang sudah cukup
ventilasinya tetapi ditutupi lagi dengan papan, kain, kardus dan sebagainya yang
itu, diharapkan kepada petugas kesehatan terkait untuk memberikan sosialisasi kepada
masyarakat tentang hakikat rumah sehat yang ideal, seperti ventilasi rumah yang memenuhi
yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan mengakibatkan kuman tuberculosis yang berasal
dari udara pernafasan tetap berada dalam ruangan karena pergantian udara tidak lancar. Oleh
karena itu, penghuni di dalam rumah tersebut memilki risiko besar untuk tertular kuman
Rumah hendaknya dirancang agar sirkulasi udara dalam ruangan menjadi lancar, asap
dan udara kotor dapat hilang secara cepat. Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan pintu
dan jendela dalam posisi yang tepat serta lubang penghawaan yang cukup sehingga udara kotor
atau tidak sehat dapat keluar dengan lancar dan udara segar dapat masuk ke dalam ruangan atau
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square di dapatkan nilai X2 hitung > X2
tabel yaitu 9,118> 3,841 sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara
ventilasi dengan Kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Benu-benua Kota Kendari
Tahun 2021. Hasil uji koefisien phi menunjukkan keeratan hubungan lemah antara ventilasi
dengan Kejadian TB Paru sebesar φ = 0,331. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh mahmudin (2018) bahwa ada hubungan sedang antara kondii ventilasi rumah
dengan kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja Puskesmas Kotohilalang Kabupaten Minang
BAB VI
A. Kesimpulan
1. Ada hubungan lemah antara kepadatan hunian dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja
2. Tidak ada hubungan antara kelembaban dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka peneliti mengemukakan saran
antara lain :
seperti kondisi rumah yang meliputi kepadatan hunian, kelembaban dan ventilasi sehingga
2. Bagi masyarakat
Diharapkan bagi masyarakat yang ventilasi rumahnya belum memenuhi syarat agar
disesuaikan dengan persyaratan ventilasi yaitu 10% dari luas lantai atau ruangan. Sebaiknya
jumlah orang dalam rumah disesuaikan dengan luas rumah dan selalu membuka jendela pada
saat siang hari untuk mengurangi kelembaban serta menjaga kebersihan kondisi lingkungan
rumah.
Diharapkan agar mengambil judul yang yang berhubungan factor kejadian penyakit TB
Paru namun dengan variable yang berbeda guna menambah wawasan peneliti selanjutnya.
HASIL UJI STATISTIK
Frequency Table
Umur
Pekerjaan
KejadianTBParu
KepadatanHunian
Ventilasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid TidakMemenuhiSyarat
49 51.6 51.6 51.6
Crosstabs
KepadatanHunian * KejadianTBParu
Crosstab
KejadianTBParu
TidakMenderit
a Menderita Total
KepadatanHunian KurangPadat Count 28 19 47
% within 59.6% 40.4% 100.0%
KepadatanHunian
% within KejadianTBParu 65.1% 36.5% 49.5%
% of Total 29.5% 20.0% 49.5%
Padat Count 15 33 48
% within
31.2% 68.8% 100.0%
KepadatanHunian
% within KejadianTBParu 34.9% 63.5% 50.5%
% of Total 15.8% 34.7% 50.5%
Total Count 43 52 95
% within
45.3% 54.7% 100.0%
KepadatanHunian
% within KejadianTBParu 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 45.3% 54.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 7.690a 1 .000
b
Continuity Correction 6.589 1 .000
Likelihood Ratio 7.798 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
7.609 1 .000
Association
N of Valid Casesb 95
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22,56.
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .285 .000
Cramer's V .285 .000
N of Valid Cases 95
Kelebaban * KejadianTBParu
Crosstab
KejadianTBParu
TidakMenderita Menderita Total
Kelebaban KurangLembab Count 28 23 51
% within Kelebaban 54.9% 45.1% 100.0%
% within KejadianTBParu 65.1% 44.2% 53.7%
% of Total 29.5% 24.2% 53.7%
Lembab Count 15 29 44
% within Kelebaban 34.1% 65.9% 100.0%
% within KejadianTBParu 34.9% 55.8% 46.3%
% of Total 15.8% 30.5% 46.3%
Total Count 43 52 95
% within Kelebaban 45.3% 54.7% 100.0%
% within KejadianTBParu 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 45.3% 54.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 4.129a 1 .006
b
Continuity Correction 3.332 1 .010
Likelihood Ratio 4.170 1 .005
Fisher's Exact Test .007 .005
Linear-by-Linear
4.086 1 .006
Association
N of Valid Casesb 95
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.92.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .317 .001
Cramer's V .317 .001
N of Valid Cases 95
Ventilasi * KejadianTBParu
Crosstab
KejadianTBParu
TidakMenderit
a Menderita Total
Ventilasi TidakMemenuhiSyarat Count 30 19 49
% within Ventilasi 61.2% 38.8% 100.0%
% within KejadianTBParu 69.8% 36.5% 51.6%
% of Total 31.6% 20.0% 51.6%
MemenuhiSyarat Count 13 33 46
% within Ventilasi 28.3% 71.7% 100.0%
% within KejadianTBParu 30.2% 63.5% 48.4%
% of Total 13.7% 34.7% 48.4%
Total Count 43 52 95
% within Ventilasi 45.3% 54.7% 100.0%
% within KejadianTBParu 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 45.3% 54.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 10.406a 1 .000
b
Continuity Correction 9.118 1 .000
Likelihood Ratio 10.629 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
10.296 1 .000
Association
N of Valid Casesb 95
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20.82.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Phi .331 .000
Cramer's V .331 .000
N of Valid Cases 95
DOKUMENTASI PENELITIAN
Foto Dokumentasi Saat peneliti memperkenalkan diri serta menanyakan kesediaan responden.
Foto Dokumentasi bersama dengan responden untuk mengisi koesioner dengan terlebih dahulu
peneliti menjelaskan maksud dan tujuannya.
Foto Dokumentasi Saat melakukan wawancara dengan responden menggunakan koesioner
sambil memberikan penjelasan tentang cara pengisian koesioner
Lampiran 1.
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
INFORMED CONSENT
Nama : .................................
Umur : .................................
Pendidikan :....................................
Nama : Rahmatia
Nim : K.2019.02.010
Informasi yang diberikan pada penelitian ini tidak akan memberikan dampak dan resiko
apapun pada subjek penelitian, karena semata-mata untuk kepentingan ilmiah serta kerahasiaan dari
wawancara yang diberikan dijamin sepenuhnya oleh peneliti. Saya telah diberikan kesempatan untuk
bertanya mengenai hal-hal yang belum dimengerti dan telah mendapatkan jawaban yang jelas dan
benar.
Demikian ini saya menyatakan secara sukarela untuk ikut sebagai subjek dalam penelitian ini.
Kendari, 2020
Responden
(……………….)
Lampiran 2.
Kepada
Yth.Bapak / ibu/ Saudara (i)
di-
Tempat
Nama : Rahmatia
Nim : K.2019.02.010
(jadikansampel).Informasidanidentitasakan di rahasiakanolehpeneliti.
Ataspatisipasidandukungannya ,sayaucapkanbanyakterimakasih.
Kendari, 2020
Peneliti
Rahmatia
Lampiran 3.
KUISIONER PENELITIAN
InisialNamaResponden :.............................................................
A. IDENTITAS RESPONDEN
1. Umur :
2. Pekerjaan :
3. Pendidikan :
B. KEJADIAN TB PARU
kringatmalamharitanpaaktivitassertaberdasarkanpemeriksaandandiagnosadoktermenderitapen
yakittubrkulosisParu ?
a. Ya
b. Tidak
C. KEPADATAN HUNIAN
LembarObservasiKepadatanHunian
KEPADATAN HUNIAN Ya Tidak
≥ 8 M2/Orang
D. Kelembaban
Kelembaban Ya Tidak
≥ 60% RH
E. Ventilasi
VENTILASI Ya Tidak
≥ 10% Luas lantai