MANUSKRIP Translated
MANUSKRIP Translated
MANUSKRIP Translated
Disusun oleh :
KELOMPOK 2
Pembimbing :
dr. Dian Mardhiyah, MKK
Dezalia Sayunda Pamano1, Fadhilla Ayu Safirina1 , Ilham Noeryosan1, Rifah Hazmar1,
Dian Mardhiyah2
1
Mahasiswa Kepanitraan Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi,
2
Dosen Departemen Ilmu kesehatan Masyarakat Universitas Yarsi
ABSTRACT
Handwashing Behavior Using Soap Among Housewives at Desa Pangkalan Kecamatan
Teluk Naga Kabupaten Tangerang Provinsi Banten; A Qualitative Study
Introduction. Handwashing behavior using soap is part of Clean and Healthy Life Behaviors (PHBS). The result of
Joint Monitoring Program (JMP) and Basic Health Study showed the low prevalence of handwashing using soap at
five critical moments.
Objective. This study was aimed to gather indepth information about handwashing behavior among housewives at
Desa Pangkalan Kecamatan Teluk Naga Kabupaten Provinsi Banten, and it’s encouraging and inhibiting factors.
Methods. This study employs qualitative approach. The sample was taken purposively from informants, which
consists of seventeen housewives with varying educational background: two uneducated housewives, nine graduates
of elementary school, five graduates of junior high school, and one diploma graduate. Validation of data was done
using source triangulation, data triangulation, and methods triangulation. Analysis of data was done using data
reduction, data presentation, and conclusion.
Results. Majority of informants were female, with age ranging from 25 to 50 years old, with one exception of one
woman aged above 60 years old. There was varying educational background, ranging from elementary school to
diploma, and base income below Rp. 2.000.000,00 monthly. There was no free public facility dedicated for
handwashing, and local public health program about handwashing with soap was not yet available. Majority of
informants understand the meaning and benefits of handwashing with soap, and the diseases that might happen if
they didn’t. Some of the informants didn’t know exactly critical moments of handwashing with soap, and some of
them also didn’t know the proper steps of handwashing with soap. All of the informants have positive bearing
towards handwashing. Observed from the critical moments and steps of handwashing, some of informants has yet to
apply proper handwashing behavior.
Conclusions. With good knowledge and positive bearing towards handwashing, proper handwahing behavior might
be improved by establishing the encouraging factors such as increasing the availability of clean water and conduct
a training to develop proper handwashing habit.
ABSTRAK
Pendahuluan. Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan bagian dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di
rumah tangga. Hasil survei Joint Monitoring Program (JMP) dan Riset Kesehatan Dasar, menunjukkan prevalensi
cuci tangan pakai sabun pada lima waktu kritis kurang masih rendah. Penelitian ini untuk mendapatkan informasi
mendalam mengenai perilaku cuci tangan pakai sabun pada ibu-ibu di Desa Pangkalan Kecamatan Teluk Naga
Kabupaten Tangerang Provinsi Banten dan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat.
Metode. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sampel diambil secara purposif, terdiri dari Informan
yang dipilih dalam penelitian ini adalah tujuh belas orang ibu rumah tangga yang memiliki tingakat pendidikan yang
berbeda-beda, yang tidak sekolah ada dua orang, hanya sekolah dasar (SD) sembilan orang, hanya sekolah
menengah pertama (SMP) lima orang, lulusan sekolah menengah atas (SMA) tidak ada dan lulusan D3 ada satu
orang. Validasi data dilakukan dengan triangulasi sumber, triangulasi data, dan triangulasi metode. Analisis data
dilakukan melalui reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan,
Hasil. Sebagian besar informan berjenis kelamin perempuan, berumur 25-50 tahun tetapi ada saatu ibu yang berusia
> 60 tahun, berpendidikan berbeda, Sekolah Dasar hingga Perguruan tinggi/Diploma, dan mempunyai penghasilan <
Rp. 2.000.000,00 per bulan.
Tidak terdapat fasilitas umum untuk cuci tangan pakai sabun secara cuma-cuma, dan belum ada program cuci tangan
pakai sabun yang diadakan oleh Puskesmas setempat. Kebanyakan informan memahami pengertian dan manfaat
cuci tangan pakai sabun, penyakit yang dapat timbul jika tidak cuci tangan pakai sabun. Sebagian ibu tidak
mengetahui secara lengkap waktu-waktu cuci tangan pakai sabun; dan cukup banyak ibu rumah tangga yang tidak
mengetahui cara cuci tangan pakai sabun yang baik. Seluruh informan mempunyai sikap positif. Dilihat dari waktu-
waktu penting dan dari cara cuci tangan, sebagian informan belum menjalankan perilaku cuci tangan yang benar.
Kesimpulan. Dengan pengetahuan dan sikap yang sudah baik, perilaku yang benar dapat ditingkatkan dengan
menghilangkan faktor penghambat seperti ketersediaan fasilitas air bersih dan pelatihan untuk pembiasaan.
Kata kunci: cuci tangan, perilaku cuci tangan pakai sabun, studi kualitatif
PENDAHULUAN
Buruknya kondisi sanitasi merupakan salah satu penyebab kematian anak di bawah 3
tahun, yaitu sebesar 19% atau sekitar 100.000 anak meninggal karena diare setiap tahunnya dan
kerugian ekonomi diperkirakan sebesar 2,3% dari Produk Domestik Bruto (Depkes RI, 2009).
Perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan bagian dari program Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) di rumah tangga. Program PHBS dilaksanakan sebagai upaya pemberdayaan
anggota rumah tangga agar sadar, mau, dan mampu melakukan kebiasaan hidup bersih dan sehat.
Dengan menjalankan perilaku-perilaku melakukan PHBS, masyarakat berperan aktif dalam
gerakan kesehatan di masyarakat seperti memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
risiko terjadinya penyakit, dan melindungi diri dari ancaman penyakit (Depkes RI, 2009).
Mencuci tangan pakai sabun adalah salah satu upaya pencegahan melalui tindakan sanitasi
dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun. Tangan manusia
seringkali menjadi agen yang membawa kuman daan menyebabkan patogen berpindah dari satu
orang atau dari alam ke orang lain melalui kontak langsung atau tidak langsung. (Depkes, 2009;
Wagner & Lanoix).
Menurut Depkes RI (2009), penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan cuci tangan
pakai sabun yaitu; (1). Infeksi saluran pernapasan karena mencuci tangan dengan sabun dapat
melepaskan kuman-kuman pernapasan yang terdapat pada tangan dan permukaan telapak tangan,
dan dapat menghilangkan kuman penyakit lainnya, (2). Diare karena kuman infeksius penyebab
diare ditularkan melalui jalur fecal-oral, sehingga mencuci tangan pakai sabun dapat mencegah
penularan kuman penyakit tersebut, (3). Infeksi cacing, mata dan penyakit kulit, dimana
penelitian telah membuktikan bahwa selain diare dan infeksi saluran pernapasan, penggunaan
sabun dalam mencuci tangan mengurangi kejadian penyakit kulit, infeksi mata seperti trakoma,
dan cacingan khususnya untuk ascariasis dan trichuriasis.
Jika jumlah masyarakat yang menerapkan perilaku cuci tangan pakai sabun meningkat,
dapat mengurangi jumlah kejadian diare di Indonesia. Hasil studi WHO (2007) membuktikan
bahwa angka kejadian diare dapat menurun sebesar 32% dengan meningkatkan akses masyarakat
terhadap sanitasi dasar (jamban, pengolahan sampah rumah tangga, pengolahan limbah cair
domestik); 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai sabun; dan 39% dengan perilaku
pengelolaan air minum yang higienis di rumah tangga. Intervensi dengan mengintegrasikan
ketiga upaya tersebut dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 94%. Data WHO juga
memperlihatkan bahwa mencuci tangan dengan sabun mampu menurunkan kasus Infeksi Saluran
Pernafasan Atas (ISPA) dan flu burung hingga 50%.
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-oral, yang
masuk ke dalam mulut antara lain melalui jari-jari tangan. Tangan yang bersentuhan langsung
dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti ingus, dan
makanan/minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci dengan sabun) dapat memindahkan
bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya sedang ditularkan
(Fewtrell et al, 2005).
Mencuci tangan dengan air saja lebih umum dilakukan, namun hal ini terbukti tidak efektif
dalam menjaga kesehatan dibandingkan dengan mencuci tangan dengan sabun. Menggunakan
sabun dalam mencuci tangan sebenarnya menyebabkan orang harus mengalokasikan waktunya
lebih banyak saat mencuci tangan, namun penggunaan sabun menjadi efektif karena lemak dan
kotoran yang menempel akan terlepas saat tangan digosok dan bergesek dalam upaya
melepasnya. Di dalam lemak dan kotoran yang menempel inilah kuman penyakit hidup.
Agar efektif, WHO (2009) telah menetapkan langkah-langkah cuci tangan pakai sabun
sebagai berikut: membasahi kedua tangan dengan air mengalir, beri sabun secukupnya,
menggosokan kedua telapak tangan dan punggung tangan, menggosok sela-sela jari kedua
tangan, menggosok kedua telapak dengan jari-jari rapat, jari-jari tangan dirapatkan sambil
digosok ke telapak tangan, tangan kiri ke kanan, dan sebaliknya, menggosok ibu jari secara
berputar dalam genggaman tangan kanan, dan sebaliknya, menggosokkan kuku jari kanan
memutar ke telapak tangan kiri, dan sebaliknya, basuh dengan air, dan mengeringkan tangan.
Selain langkah-langkah tersebut, hal lain yang juga kritis dalam pencegahan penyakit
adalah waktu kapan seseorang harus mencuci tangan. Menurut Depkes RI (2009), lima waktu
terpenting untuk cuci tangan pakai sabun yaitu sebelum makan, sebelum menyusui bayi atau
menyuapi bayi/anak, sesudah ke WC atau buang air besar. sesudah menceboki bayi/anak, dan
sebelum memasak atau menyiapkan makanan.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (2007), ditemukan bahwa persentase kebiasaan
CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) pada masyarakat Indonesia masih belum mencapai angka
50%. Padahal, penyediaan dana kurang lebih sebesar Rp. 30.000,00 dapat menyelamatkan
masyarakat hingga 100.000 orang dari penyakit (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan survei Joint Monitoring Program (JMP) pada tahun 2017, masyarakat yang
melakukan cuci tangan pakai sabun (CTPS) pada lima waktu kritis (sebelum menjamah
makanan, sebelum menyuapi anak, sebelum makan, setelah membersihkan BAB/buang air besar
anak dan setelah BAB) kurang dari 15%. Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) pada
tahun 2006, didapatkan bahwa pola cuci tangan pakai sabun pada masyarakat yaitu 12% setelah
buang air besar, 9% setelah membersihkan tinja bayi dan balita, 14% sebelum makan, 7%
sebelum memberi makan bayi, dan 6% sebelum menyiapkan makanan.
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti ingin mengetahui lebih mendalam mengenai
perilaku cuci tangan pakai sabun beserta faktor-faktor yang mendukung serta menghambat
penerapan perilaku tersebut, serta dapat melakukan observasi di lapangan mengenai perilaku cuci
tangan pakai sabun pada ibu-ibu di Desa Pangkalan Kabupaten Tangerang, yang dilakukan
melalui pendekatan kualitatif.
METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif dengan
pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, studi pustaka.
Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposif. Informan yang dipilih dalam
penelitian ini adalah tujuh belas orang ibu rumah tangga yang memiliki tingakat pendidikan yang
berbeda-beda, yang tidak sekolah ada dua orang, sekolah dasar (SD) sembilan orang, sekolah
menengah pertama (SMP) lima orang, lulusan sekolah menengah atas (SMA) tidak ada dan
lulusan D3 ada satu orang.
Untuk menjamin validitas penelitian ini, dilakukan triangulasi sumber (ibu rumah tangga
yang memiliki tingkat pendidikan berdasarkan lulusan : 9 ibu yang lulusan SD, 5 ibu yang
lulusan SMP dan 1 ibu lulusan D3), triangulasi data dan triangulasi metode (wawancara dan
observasi). Data utama penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan
informan utama. Analisis data yang digunakan mencakup reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan.
HASIL
Desa Pangkalan Kabupaten Tangerang, Sebagian besar masyarakat yang berada di Desa
Pangkalan bermata pencaharian sebagai petani, pada sebagian besar rumah tangga, suami bekerja
di sawah sementara istrinya bekerja sebagai ibu rumah tangga atau membantu suaminya
disawah.
Karakteristik Informan
Seluruh informan berjenis kelamin perempuan, berumur 25-50 tahun tetapi ada saatu ibu
yang berusia > 60 tahun, berpendidikan berbeda, Sekolah Dasar hingga Perguruan
tinggi/Diploma, dan mempunyai penghasilan < Rp. 2.000.000,00 per bulan.
Sebagian besar informan mengatakan bahwa mereka tidak memiliki fasilitas berupa air
bersih dan sabun di rumahnya masing-masing. Sebagian besar dari mereka mendapatkan air dari
sumur bor dirumah mereka masing-masing dan ada juga yang tidak memasang PAM sehingga
sebagian dari mereka membeli air bersih dari penjual air keliling.
“Saya mempunyai air bersih dari PAM untuk mencuci tangan. Biasanya saya menggunakan
sabun cair Lifebuoy untuk mencuci tangan.”(SS, 34 tahun)
“Saya pasang PAM di rumah, jadi bisa pake air bersih untuk cuci tangan. Di kamar mandi juga
selalu tersedia sabun untuk cuci tangan.” (N, 42 tahun)
“Di rumah saya tidak pasang PAM, makanya saya beli air setiap hari dari penjual air keliling
untuk memasak minum, makanan, mandi, dan cuci-cuci. Kalo sabun selalu ada di kamar
mandi.” (E, 63 tahun)
Sebagian besar informan mengatakan bahwa tidak terdapat fasilitas umum yang dapat
digunakan oleh masyarakat untuk cuci tangan pakai sabun secara cuma-cuma. Yang tersedia
yaitu fasilitas Mandi, Cuci, Kakus (MCK) umum atau toilet umum yang dapat dipergunakan oleh
masyarakat untuk keperluan mandi dan mencuci.
“Nggak ada kok fasilitas umum untuk cuci tangan pakai sabun, yang ada MCK umum untuk kita
pake mandi-mandi dan mencuci.” (Y, 43 tahun)
“Maunya sih ada fasilitas umum cuci tangan pakai sabun kayak kran air yang bisa diambil
airnya secara gratis dan juga tersedia sabunnya, nggak usah bayar-bayar kalo pake air bersih
kayak di MCK umum.” (M,42 tahun)
Menurut informasi dari koordinator Desa Pangkalan, tidak ada fasilitas umum air bersih
yang dibangun oleh pemerintah di Desa Pangkalan. Jika dibangun fasilitas penampungan air
bersih melalui sumur bor beliau juga menambahkan bahwa air di daerah Desa Pangkalan
termasuk air yang keruh dan tidak jernih, dan belum adanya bantuan pemerintah untuk membuat
penampuangan air bersih melalui PAM.
“Fasilitas umum air bersih yang dibangun oleh pemerintah di Desa Pangkalan tidak ada.
Namun, disana tersedia fasilitas umum untuk penggunaan Mandi, Cuci, Kakus (MCK) umum
atau toilet umum...” (MM, 57 tahun).
Seluruh informan mengatakan bahwa belum pernah diadakan program atau penyuluhan
cuci tangan pakai sabun oleh pemerintah atau Puskesmas setempat.
“Belum pernah ada tuh penyuluhan kesehatan atau program cuci tangan pakai sabun yang
diadakan oleh pemerintah.” (I, 26 tahun)
“Saya nggak tau kalo ada penyuluhan cuci tangan pakai sabun yang diadakan oleh Puskesmas.
Kalo ada saya mau ikut.” (B, 30 tahun)
“Kita dari Puskesmas belum pernah mengadakan penyuluhan cuci tangan pakai sabun kepada
masyarakat di Desa Pangkalan. Mau gimana lagi mbak, orang di bagian Promkes terbatas, saya
nggak bisa ngurus semuanya. Masih banyak program-program Puskesmas lainnya yang harus
dilaksanakan.” (S, 49 tahun)
Informan memahami bahwa cuci tangan pakai sabun adalah membersihkan tangan
menggunakan air dan sabun supaya tangan menjadi bersih dan wangi.
“Cuci tangan pakai sabun itu berarti membersihkan tangan dari kotoran-kotoran.”(Y, 43 tahun)
“Menggosok kan tangan dengan sabun supaya tangan menjadi bersih dan wangi.”(E, 25 tahun)
Informan memahami bahwa manfaat cuci tangan pakai sabun yaitu agar tangan bersih,
kuman mati, dan terhindar dari penyakit.
“Yaa... Manfaat cuci tangan pakai sabun itu agar kuman mati, terhindar dari penyakit.”(M, 34
tahun)
“Kalo kita cuci tangan pakai sabun, nanti tangan kita bersih dan nggak ada kumannya.”
(Y, 43 tahun)
Pengetahuan tentang Penyakit yang Timbul bila tidak Cuci Tangan Pakai Sabun
Informan memahami bahwa penyakit yang ditimbulkan bila tidak cuci tangan pakai sabun
yaitu penyakit perut (diare).
“Kalo kita nggak cuci tangan pakai sabun, nanti bisa menyebabkan penyakit diare.”(N, 42
tahun)
“Wah, penting itu cuci tangan pakai sabun, kalo nggak nanti bisa kena sakit perut.” (SS, 34
tahun)
“Waktunya cuci tangan pakai sabun ya sebelum dan sesudah makan, supaya tangan menjadi
bersih.” (A, 64 tahun)
“Biasanya kita cuci tangan pakai sabun sebelum makan, sesudah makan, dan sesudah Buang
Air Besar.” (H, 48 tahun)
Dua dari tujuh belas informan ibu rumah tangga dapat menyebutkan cara atau gerakan cuci
tangan pakai sabun yang benar, sesuai dengan yang dikembangkan oleh WHO
“Cuci tangan pakai sabun dimulai dari mengalirkan air ke tangan, ambil sabun, lalu mulai
menggosokkan tangan. Mulai dari telapak tangan, punggung tangan, sela-sela jari dan kuku.
Yah pokoknya semua bagian tangan dicuci semuanya.” (Y, 43 tahun)
“Pertama kita ambil sabun dan air, terus mulai menggosok_gosokkan bagian tangan, mulai dari
telapak tangan, jari-jari, kuku, sampai ke punggung tangan.” (H, 48 tahun)
Namun lima belas informan yang tidak mengetahui cara mencuci tangan pakai sabun yang
baik. Menurutnya, cuci tangan pakai sabun hanya menggosokkan tangan menggunakan sabun
dan dibilas dengan air.
“Yah gosokin aja tangan pakai sabun setelah itu dibilas dengan dengan air. Yang penting
tangan udah berbusa dan wangi.” (E, 25 tahun)
Semua informan mempunyai sikap yang positif dan setuju bahwa cuci tangan pakai sabun
bermanfaat untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyakit, dan mereka juga setuju bahwa
cuci tangan pakai sabun harus dilaksanakan pada waktu-waktu penting, yaitu sebelum makan,
sebelum menyusui bayi atau menyuapi bayi/anak, sesudah buang air besar, sesudah menceboki
bayi/anak, dan sebelum masak atau menyiapkan makanan.
“Saya setuju kalo cuci tangan pakai sabun itu bisa mencegah penyakit, makanya penting untuk
dilakukan.” (N, 32 tahun)
“Saya setuju cuci tangan pakai sabun supaya bisa menjaga kesehatan dan terhindar dari
penyakit” (A, 22 tahun)
“Saya bersedia cuci tangan pakai sabun pada waktu sebelum makan dan menyuapi anak,
sesudah Buang Air Besar dan sesudah menceboki anak, dan sebelum menyiapkan makanan.”
(M, 34 tahun)
Perilaku cuci tangan pakai sabun dalam penelitian ini meliputi waktu-waktu penting
pelaksanaan cuci tangan pakai sabun dan cara cuci tangan pakai sabun yang baik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa informan belum menerapkan cuci tangan pakai sabun pada
waktu-waktu penting sesuai dengan standar Depkes RI (2009), yaitu sebelum makan, sebelum
menyusui bayi atau menyuapi bayi/anak, sesudah ke WC atau Buang Air Besar, sesudah
menceboki bayi/anak, dan sebelum menyiapkan makanan. Mereka hanya menerapkan cuci
tangan pakai sabun pada waktu sesudah makan, sesudah Buang Air Besar (BAB), dan sesudah
menceboki anak dengan alasan supaya tangan menjadi bersih, tidak lengket, wangi, dan dapat
membunuh kuman.
“Saya kalo cuci tangan pakai sabun ya sesudah makan, supaya tangan menjadi bersih dan tidak
lengket.” (M, 26 tahun)
“Biasanya kita cuci tangan pakai sabun sebelum makan dan sesudah makan supaya tangan
bersih dan wangi.” (A, 40 tahun)
Sebagian besar informan belum menerapkan cara cuci tangan pakai sabun yang baik sesuai
dengan standar WHO (2009) yaitu dimulai dari membasahi kedua tangan dengan air mengalir
dan diberi sabun secukupnya, menggosok kedua telapak tangan, punggung tangan, serta sela-sela
jari kedua tangan, menggosok kuku-kuku, lalu basuh dengan air dan dikeringkan. Sebagian besar
informan hanya mencuci tangan pakai sabun sekedarnya saja, yang penting tangan basah dan
menggunakan sabun, dikarenakan kesibukan dan waktu yang tidak banyak.
“Saya kalo cuci tangan pakai sabun ya yang penting tangan basah dan menggunakan sabun, ga
pake lama-lama soalnya banyak kerjaan.” (I, 37 tahun)
“Kalo cuci tangan pakai sabun yang penting tangan bersih dan wangi, ga sampe lama-lama
nyuci tangannya.” (M, 42 tahun)
“Saya tau si langkah-langkah cuci tangan pakai sabun yang baik, tapi suka nggak sempet mbak,
jadi sekedarnya saja, yang penting tangan sudah bersih dan wangi.”(A, 22 tahun)
Sebagian informan mengatakan bahwa tidak ada kesulitan untuk mempraktekkan cuci
tangan pakai sabun karena tersedianya air bersih dan sabun di kamar mandinya. Dikarenakan
Desa Pangkalan berdekatan dengan wilayah pantai sehingga biasanya air sumur bor yang ada di
rumah masyarakat terasa sedikit asin, menyebabkan sebagian masyarakat ada yang memasang air
PAM di rumahnya masing-masing. Bagi yang tidak memasang PAM, mereka bisa mendapatkan
air bersih dari penjual air keliling dengan harga Rp 50.000,00 per gerobaknya.
“Tidak sulit kok untuk mempraktekkan cuci tangan pakai sabun karena saya punya air bersih
dan sabun di kamar mandi. Saya pake PAM di rumah dan biasanya pake Lifebuoy sabun cair
untuk cuci tangan.” (N, 42 tahun)
“Saya sih selalu sedia sabun di tempat cuci piring, jadi gampang kalo mau nyuci tangan. Kalo
air bersih biasanya saya beli dari penjual air keliling karena saya tidak menggunakan PAM.”
(E, 63 tahun)
Namun ada juga yang kesulitan untuk mempraktekkan cuci tangan pakai sabun karena sulit
untuk mendapatkan air bersih, karena air yang biasa keluar di sumurnya berupa air sumur bor
yang sedikit asin dan keruh.
“Saya mah kalo cuci tangan seperlunya aja soalnya air rumah saya keruh dan sedikit asin.
Kalo beli di penjual air keliling mahal mbak, satu gerobaknya bisa Rp 50.000,00” (A, 64 tahun)
“Biasanya saya pake cuci tangan pake air sumur aja, tapi rasanya asin dan keruh. Kadang juga
ngga cuci tangan soalnya airnya suka lengket gitu dan busanya nggak hilang-hilang kalo cuci
tangan pake sabun.” (M, 42 tahun)
PEMBAHASAN
Temuan tentang perilaku mencuci tangan dengan sabun menunjukkan bahwa hampir tidak
ada informan yang menjalankan perilaku mencuci tangan dengan sabun di setiap waktu kritis
atau waktu penting. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan dilakukan oleh hampir semua
informan rumah tangga, disusul mencuci tangan sesudah BAB sesudah menceboki anak, dan
tidak satupun yang melakukannya sebelum menyiapkan makanan. Perilaku para informan
rumatangga ini konsisten dengan pengetahuan tentang waktu-waktu kritis mencuci tangan yang
menjadi patokan Depkes (2009). Pengetahuan informan yang tidak cukup tentang “cara”
mencuci tangan dengan sabun ternyata menghasilkan perilaku “yang penting tangan basah dan
menggunakan sabun, ga pake lama-lama”, atau “sekedarnya saja, yang penting tangan sudah
bersih dan wangi”
Pengetahuan memegang peranan penting dalam terjadinya perilaku sukarela, yang muncul
dari kesadaran. Pengetahuan adalah cikal bakal dari keyakinan (aspek kognitif dari sikap) dan
sikap (Montano n Kasprzk, 2008). Pengetahuan tentang waktu kritis termasuk ke dalam
pengetahuan untuk berperilaku dan merupakan bagian dari variabel kapabilitas perilaku dalam
Teori Kognitif Sosial (McAlister, Perry dan Parcell, 2008). Pengukuran pengetahuan mengenai
perilaku cuci tangan pakai sabun meliputi pengetahuan mengenai pengertian cuci tangan pakai
sabun, manfaat cuci tangan pakai sabun, penyakit yang dapat terjadi bila tidak cuci tangan pakai
sabun, waktu-waktu penting cuci tangan pakai sabun, dan cara cuci tangan pakai sabun yang
baik.
Temuan studi ini memperlihatkan semua informan ibu rumah tangga bersikap positif
terhadap cuci tangan. Walaupun demikian, sikap yang umum ini belum memunculkan perilaku
mencuci tangan seperti yang diharapkan, yakni pada lima waktu kritis dan dengan cara yang
benar. Untuk terjadinya perilaku yang benar, harus didasari oleh sikap spesifik. Dasar sikap
spesifik ini adalah pengetahuan yang diyakini atau keyakinan perilaku (Montano n Kasprzk,
2008).
Perilaku mencuci tangan adalah suatu aktivitas, tindakan mencuci tangan yang di kerjakan
oleh individu yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Depkes
(2009), cuci tangan pakai sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan
dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan
mata rantai kuman.
Perilaku “ala kadarnya dan tidak mau berlama-lama mencuci tangan” seperti yang
diungkapkan informan tidak hanya bersumber dari pengetahuan dan keyakinan, tetapi juga faktor
“ketersediaan waktu” yang secara konsep merupakan faktor pemungkin (enabling factor) dari
perilaku (Green di dalam Notoatmodjo, 2009). Menurut informan, mereka mempunyai waktu
yang terbatas untuk menerapkan langkah-langkah cuci tangan yang baik. Walaupun mereka
mempunyai pengetahuan yang baik, namun tidak didukung oleh ketersediaan waktu, maka akan
mempengaruhi untuk melakukan suatu tindakan.
Di lain pihak, faktor penghasilan menunjukkan peran melalui ketersediaan sarana cuci
tangan (faktor enabling, Green, 2000). Keluarga yang berpenghasilan Rp. 2.000.000 perbulan
dapat memasang instalasi air bersih berasal dari PAM, atau membeli dari penjual air dalam
gerobak, sedangkan yang berpenghasilan kurang cenderung menggunakan air sumur yang asin
dan keruh.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam pada ibu-ibu di Desa Pangkalan Kecamatan Teluk
Naga Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, maka dapat disimpulkan bahwa: Sebagian besar
informan berjenis kelamin perempuan, berumur 25-50 tahun dan ada satu yang berumur > 60
tahun, berpendidikan bervariasi mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi/Diploma, dan
sebagian mempunyai penghasilan Rp. 2.000.000,00. per bulan.
Sebagian besar informan memiliki fasilitas berupa air bersih dan sabun di rumahnya
masing-masing, namun tidak terdapat fasilitas umum untuk cuci tangan pakai sabun secara
cuma-cuma dan belum adanya program cuci tangan pakai sabun yang diadakan oleh Pemerintah
atau Puskesmas setempat. Sebagian besar informan mempunyai pengetahuan yang baik
mengenai cuci tangan pakai sabun, dimana mereka memahami mengenai pengertian dan manfaat
cuci tangan pakai sabun, penyakit yang ditimbulkan jika tidak cuci tangan pakai sabun, waktu-
waktu cuci tangan pakai sabun, dan cara cuci tangan pakai sabun yang baik, dan informan
mempunyai sikap yang positif dan setuju bahwa cuci tangan pakai sabun bermanfaat untuk
menjaga kesehatan dan mencegah penyakit. Sebagian besar informan belum menerapkan
perilaku cuci tangan yang baik, dimana mereka belum menerapkan cuci tangan pada waktu-
waktu penting dan belum menerapkan cara cuci tangan yang baik. Faktor yang mendukung
dalam penerapan cuci tangan pakai sabun yaitu adanya pengetahuan dan sikap yang baik
mengenai cuci tangan pakai sabun, sementara faktor yang menghambat cuci tangan pakai sabun
yaitu ketersediaan fasilitas air bersih.
1. . Aiello. (2008). Effect of Hand Hygiene on Infectious Disease Risk in the Community Setting:
A Meta-Analysis. American Journal of Public Health 2008, 98 (8):1372–1381
2. Curtis, V & Cairncross, S.. (2003). Effect of Washing Hands with Soap on Diarrhoea Risk in
the Community: A Systematic Review. The Lancet infectious diseases 2003, 3 (5), 275-281
6. Departemen Kesehatan RI. (2009). Panduan Penyelenggaraan Cuci Tangan Pakai Sabun
Sedunia (HCTPS). Jakarta:
7. Departemen Kesehatan RI Departemen Kelautan dan Perikanan RI. (2007). Sosial Budaya
Masyarakat Nelayan; Konsep dan Indikator Pemberdayaan. Jakarta: Balai Besar Riset Sosial
Ekonomi Kelautan dan Perikanan RI
8. Fewtrell et al. (2005). Water, sanitation, and hygiene interventions to reduce diarrhoea in
less developed countries: A systematic review and meta analysis. Lancet Infectious Diseases
2005, 5 (1):42-52
10. Kaufmann et al. (2005). Water, Sanitation, and Hygiene Interventions to Reduce Diarrhoea
in Less Developed Countries: A Systematic Review and Meta Analysis. The Lancet Infectious
Diseases 2005, 5 (1), 42-52.
11. Luby et al. (2004). The Effect of Handwashing on Child Health: A randomised Controlled
Trial. The Lancet Infectious Diseases 2004, 98(8): 1372–1381
12. Luby et al. (2011). The Effect of Handwashing at Recommended Times with Water Alone
and With Soap on Child Diarrhea in Rural Bangladesh: An Observational Study. PLoS Medicine
2011, 8 (6):40-52
13. McAlister, Alfred L.; Perry, Cheryl L.; and Parcel, Guy S. (2008), How Individuals,
Environment and Health Behavior Interact: Social Cognitive Theory, di dalam Glanz, K; Rimer,
Barbara K; and Viswanath, K (editors): Health Behavior and Health Education: Theory,
Research, and Practice, 4th edition, hal 169-188. Jossey-Bass, San Francisco
14. Montano, Daniel E and Kasprzyk, Danuta. (2008). Theory of Reasoned Action, Theory of
Planned Behavior and Integrated Behavioral Model, di dalam Glanz, K; Rimer, Barbara K; and
Viswanath, K (editors): Health Behavior and Health Education: Theory, Research, and Practice,
4th edition hal 67-96. Jossey-Bass, San Francisco
15. Notoatmojo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:PT Rineka Cipta
16. Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta
17. Savolainen et al, 2012. Hand Washing with Soap and Water Together with Behavioural
Recommendations Prevents Infections in Common Work Environment: An Open Cluster
Randomized Trial. BioMed Central Ltd.2012, 13 (1):10-21
18. Wagner & Lanoix, (1958). Excreta Disposal for Rural Areas and Small Communities.
Geneva: WHO Monograph series No.39:9-24
19. WHO. (1986). The Ottawa Charter for Health Promotion. Geneva: WHO
20. WHO (2009). The World Health Report 2002; Reducing Risks, Promoting Healthy Life.
Geneva: WHO