Ulumul Hadist 2
Ulumul Hadist 2
Ulumul Hadist 2
Disusun oleh
1. Koriah
2. Nurma oktavia
3. Azizah pramudiani
DOSEN PENGAMPU:
Alhamdulillah puji syukur kehadiran allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya,sehingga kami mampu menyelesaikan kewajiban kami, yakni dalam salah satu
memenuhi salah satu tugas matakuliah. Sholawat beriringkan salah semoga senangtiasa
tercurahkan kepada beliau baginda Nabi Agung Muhammad SAWyang telah mengantarkan
kita kejalan yang terang dan menjadikan jalan yang indah berupa ajaran agama islam.
Kami ucapkan terimakasi terhadap dosen pengampu mata kuliah ulumul hadist yang
telah memberikan bimbingan serta arahan sehingga makalah yang berjudul ‘ hadist maudhu
dan permasalahanya’ ini dapat di selesaikan tepat waktu. Seiring dengan usaha dan kerja
keras,tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, karena
tampa bimbimgan dan doronga nya ,kami mungkin tidak dapat menyelesai kan makalah ini
denngan tepat waktu. Kami pun menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesesempurnaan, oleh karna itu kami menerima saran dan kritik
yang membangun dalam rangka perbaiakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan mempunyaai tanggapan yag positif sehingga dapat
bermanfaat bagi pembaca semua. Amin Ya Rabbal’Alamim
I
DAFTAR ISI
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Perkembangan zaman yang semakin pesat, menyebabkan munculnya budaya-budaya
baru.dimana budaya-budaya itu tidak masuk pada bidang sosial budaya, namun juga
memasuki bidang agama. Sehingga munculkan ibadah-ibadah yang dipadukan dengan
budaya, yang mana ibadah-ibadah tersebut belum diketahuai secara pasti dalil yang dijadikan
dasarpelaksanaan ibadah tersebut.
Adapun dalil dalil yang digunakan secara umum adalah al- Qur’an dan
Hadist.meskipun begitu kebanyakan orang yang belum mengetahuaai cabang-cabang dari
kedua dalil umum tersebut, mereka akan hanya menerima begitu saja jika mereka sudah di
suguhi dalil-dalil yang berasal dari al-qur’an atupun hadist.sedangkan mungkin yang
sebenarnya dalil tersebut tidak dapat di jadikan hajjah untuk melaksanakan suatu ibadah.
Salah satu dari cabang dalil segi hadist adalah madhu, dimana hadist tersebut
sebenarnya bukan hadist melainkan ucapan dari seseoraang yang bertanggung jawab, hanya
saja disandarkan kepada Nabi SAW, ucapan tersebut terlihat seperti hadist , sehingga seperti
itu perlu pengetahuan untuk dapat memilahmilah mana yang benar mana yang salah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian hadist maudhu
2. Kemunculan hadist maudhu
3. Faktor kemunculan hadist maudu
4. Cara mengetahui hadist maudhu
5. Upaya penyelamatan
6. Contoh hadist maudhu dan pembahasanya
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadis Maudhu’
Secara bahasa, kata maudhu’ adalah isim maf’ul dari kata wadha’a yang berarti al-
isqath (menggugurkan), al-tark (meninggalkan), al-iftira’ wa al-ikhtilaq (mengada-ada atau
membuat-buat).[1] Sedangkan secara istilah, hadis maudhu’ adalah sesuatu yang diciptakan
dan dibuat-buat lalu dinisbatkan kepada Rasulullah SAW secara dusta.[2]
Menurut pendapat ulama seperti Imam al-Nawawi yang terdapat dalam buku Studi
Ilmu Hadis karya Mohammad Nor Ichwan, hadis maudhu’ adalah hadis yang diciptakan dan
dibuat-buat.[3]
Definisi hadis maudhu’ lain yang terdapat dalam buku Studi Ilmu Hadis karya
Mohammad Nor Ichwan, dikemukakan oleh Shubhi al-Shalih yang menyatakan bahwa
Hadis maudhu’ adalah suatu berita yang diciptakan oleh para pembohong dan kemudian
mereka sandarkan kepada Rasulullah SAW, yang sifatnya mengada-ada atas nama beliau.[4]
Dari uraian diatas kelompok kami menyimpulkan bahwa yang dimaksud hadis
maudhu’ adalah hadis yang sengaja diciptakan dan dibuat-buat oleh seseorang, kemudian ia
mengatasnamakannya dari Rasulullah SAW.
2
C. Faktor Penyebab Kemunculan Hadist Maudhu
Adapun faktor-faktor penyebab kemunculan hadis-hadis palsu (al-maudhu’) antara
lain adalah :
1. Pertentangan Politik
Politik di kalangan umat muslim yang dimulai semenjak masa Ali bin Abi Thalib
(35-40 H) berdampak negatif terhadap keberadaan hadis Nabi dengan dibuatnya hadis-
hadis palsu untuk mendukung faksi masing-masing golongan.[7]
2. Usaha Kaum Zindiq
Kaum zindiq adalah golongan yang membenci Islam, baik sebagai agama maupun
sebagai dasar pemerintahan. Mereka melakukan pemalsuan hadis dengan tujuan
menghancurkan agama Islam dari dalam.[8]
3. Ashbiyah
Yakni fanatik kebangsaan, kekabilahan, kebahasaan, dan keimanan.[9]
4. Mempengaruhi Kaum Awam dengan Kisah dan Nasihat
Kelompok yang melakukan pemalsuan hadis ini bertujuan untuk memperoleh
simpati dari pendengarnya sehingga mereka kagum melihat kemampuannya.
5. Perselisihan dalam Fiqih dan Ilmu Kalam
Munculnya hadis-hadis palsu dalam masalah-masalah fiqih dan ilmu kalam ini
berasal dari para pengikut Madzhab yang didorong sikap fanatik serta ingin menguatkan
madzhabnya masing-masing.[10]
6. Membangkitkan Gairah Beribadah, Tanpa Mengerti Apa yang Dilakukan
Banyak di antara ulama yang membuat hadis palsu dengan asumsi bahwa
usahanya itu merupakan upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menjunjung
tinggi agama-Nya.[11]
7. Menjilat Penguasa
Pembuatan hadis ini terjadi pada masa Bani Abbasiyah. Para pembuat hadis yang
sebagiannya ulama al-sa’ (jahat) itu berusaha mencari muka kepada para penguasa
dengan harapan bisa memperoleh fasilitas dari mereka.
3
Tanda-tanda ke-maudhu’-an hadis yang terdapat pada sanad, antara lain sebagai
berikut:
Pertama, atas dasar pengakuan para pembuat hadis palsu, sebagaimana pengakuan
Abu Ismah Nuh bin Abi Maryam bahwa dia telah membuat hadis tentang fadilah membaca
Al-Qur’an, surat demi surat, Goyas bin Ibrahim, dan lain-lain.[12]
Kedua, bahwa perawi tidak mungkin bertemu dengan orang yang diakuinya sebagai
gurunya. Hal ini sebagaimana yang dilakukan Ma’mun ibn Ahmad al-Harawi yang telah
mengaku mendengar hadis dari Hisyam ibn Hammar, padahal sebenarnya mereka tidak
pernah bertemu.[13]
Ketiga, perawi itu terkenal seorang pendusta dan hadisnya tidak diriwayatkan oleh
orang yang dapat dipercaya.[14]
Keempat, keadaan perawi-perawi sendiri serta adanya dorongan membuat hadis.
Dapat juga diketahui bahwa hadis itu maudhu’ dengan memperhatikan keadaan-
keadaan qarinah yang mengelilingi perawi kala ia meriwayatkan hadis tersebut.[15]
2). Tanda-tanda pada Matan
Adapun dari segi matan, hadis maudhu’ dapat diketahui melalui:
Pertama, maknanya rusak. Ibnu Hajar menerangkan bahasa kejelasan lafal ini
dititikberatkan pada kerusakan arti sebab periwayatan hadis tidak harus bi al-lafzhi, tetapi ada
yang bi al-ma’na.[16]
Kedua, terdapat kerancuan pada lafadz yang diriwayatkan. Artinya, apabila pada
lafadz tersebut dibaca oleh seorang ahli bahasa, ia akan segera mengetahui bahwa hadis
tersebut adalah palsu dan bukan berasal dari Nabi SAW.[17]
Ketiga, Matannya bertentangan dengan Al-Qur’an atau hadis yang lebih kuat
atau ijma’. Seperti Contoh hadis dibawah ini yang menyalahi firman Allah SWT dalam Qs.
Al-An’am [6]: 164.[18]
4
Ketujuh, menerangkan urusan yang menurut seharusnya, kalau ada, dinukilkan oleh
orang ramai.
Dari uraian diatas dapat kami simpulkan bahwa, dengan menggunakan berbagai
kriteria tersebut, kita dapat melakukan penilaian apakah suatu hadis disebut palsu atau tidak.
Jika terpenuhi satu atau lebih kriteria oleh suatu hadis, maka hadis itu dapat dinyatakan
sebagai hadis palsu.
E. Upaya Penyelamatan
Langkah yang dapat mengantisipasi problema hadis maudhu’ antara lain:
a) Memelihara sanad hadis.
b) Menerangkan keadaan para perawi.
c) Mengetahui tokoh-tokoh yang melakukan pemalsuan hadis.
d) Studi kritik rawi, yang lebih konsentrasi sifat kejujuran dan kebohongan.[20]
e) Meningkatkan kesungguhan dalam meneliti hadis.
f) Mengetahui kriteria-kriteria hadis maudhu’.
g) Menyelidiki dan membasmi kebohongan yang dilakukan terhadap hadis.
Dapat disimpulkan, upaya diatas dilakukan untuk menjaga kemurnian hadis Nabi
SAW serta menjaga umat dari kekeliruan dalam mengamalkan suatu hadis.
5
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sepeninggal Rasulullah SAW, merupakan waktu yang baik bagi kelompok tertentu
untuk membuat hadis palsu yang dinisbatkan kepada Rasulullah SAW. Pemalsuan hadis ini
tidak hanya dilakukan oleh orang muslim saja, tetapi orang non muslim juga. Agar kita dapat
membedakan antara hadis maudhu’ dan yang bukan hadis maudhu’, maka para ulama
menentukan kaidah-kaidah untuk mengetahui hadis maudhu’ beserta cara penyelamatannya.
Dengan upaya tersebut diharapkan kita semua bisa menilai dan membedakan kualitas suatu
hadis.