Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Full Proposal IV

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 37

PROPOSAL

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI PEMERINTAH


DESA DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
(STUDI KASUS : DESA BANTAYAN KECAMATAN BATU
HAMPAR KABUPATEN ROKAN HILIR)

OLEH :

AYU ROSMITA
175310206

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014

tentang Pengelolaan Keuangan Desa menyatakan bahwa Desa adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur

dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan

prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan

dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintahan desa merupakan penyelenggara urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat. Dalam kerangka sistem Pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia desa merupakan bentuk pemerintahan paling bawah.

Penyelenggara pemerintahan desa dipimpin oleh kepala desa dan dibantu oleh

Perangkat desa.

Desa sebagai sistem pemerintahan terkecil menuntut adanya pembaharuan

guna mendukung pembangunan desa yang lebih meningkat dan tingkat kehidupan

masyarakat desa yang jauh dari kemiskinan. Berbagai permasalahan yang ada di

desa sangat kompleks, menjadikan alasan bagi desa untuk berkembang. Kemajuan

pembangunan disetiap desa tidak kalah pentingnya. Pembangunan ini juga

memerlukan perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Pembangunan

desa harus mencerminkan sikap gotong royong dan kebersamaan sebagai wujud

pengamalan sila-sila dalam Pancasila demi mewujudkan masyarakat desa yang adil

dan sejahtera (Azni Utami, 2019).

1
2

Pemerintah Indonesia saat ini tetap berupaya untuk membangun dan

memajukan desa dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas

hidup masyarakat desa, upaya tersebut dilakukan dengan cara membentuk

kementerian khusus yaitu “Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal

dan Transmigrasi Republik Indonesia (Kemendes PDTT)”. Dengan tujuan yaitu

untuk mengawasi pembangunan dan kemajuan pada setiap desa. Kemendes PDTT

bertugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan

desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa, percepatan

pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi untuk membantu Presiden dalam

menyelenggarakan pemerintahan Negara (Qalbi, 2020).

Berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa

menyebutkan bahwa tujuan dari pada pembangunan desa diantaranya yaitu :

Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia, Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Desa dan Mengurangi Kemiskinan. Pada dasarnya dalam proses pelaksanaan untuk

mencapai tujuan tersebut tentu diperlukan banyak biaya yang harus dikeluarkan.

Maka pihak kepemerintahan saat mengalokasikan dana desa dalam anggaran

pendapatan dan belanja negara. Setiap tahun anggaran yang diperuntukkan bagi

desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah

kabupaten/kota untuk pembangunan wilayah pedesaan, yakni dalam bentuk dana

desa (Wahyuni, 2019).

Didalam Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa oleh Direktorat Jenderal

Bina Pemerintahan Desa Kementrian Dalam Negeri (2021). Menjelaskan bahwa

terdapat 7 (tujuh) sumber pendapatan Desa, diantaranya yaitu :


3

1) Dana Desa
2) Pendapatan Asli Desa (PADesa)
3) Alokasi Dana Desa(ADD)
4) Dana Bagian dari Pajak dan Retribusi Daerah
5) Bantuan Keuangan dari APBD Prov, Kab/Kota
6) Hibah dan Sumbangan Pihak ketiga, dan
7) Lain-lain Pendapatan yang sah.

Yang dalam pengelolaan dan pemanfaatannya diadministrasikan dalam

dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), sebagai satu

kesatuan. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa juga telah

mengatur terkait keuangan dan aset desa dalam rangka memberikan pelayanan pada

masyarakat antara lain yang bersumber dari pendapatan asli daearah, adanya

kewajiban pemerintah bagi pemerintah dari pusat sampai dengan Kabupaten atau

Kota sampai dengan memberikan transfer dana bagi desa, Hibah atau Donasi. Salah

satu bentuk Transfer dari pemerintah untuk menunjang pembangunan di Desa

adalah Alokasi Dana Desa (Karimayuni, 2020).

Dengan adanya dana desa maka akan menjadikan sumber pemasukan di

setiap desa meningkat. Tetapi dengan adanya dana desa juga memunculkan

permasalahan yang baru dalam pengelolaan keuangan desa, pemerintah desa

diharapkan dapat mengelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan secara

efisien, ekonomis, efektif serta transparan dan bertanggung jawab dengan

memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan serta mengutamakan kepentingan

masyarakat (Miftahudin, 2018). Namun demikian, tak sedikit masyarakat yang

mengkhawatirkan tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Widagdo (2016)

menyebutkan bahwa kondisi perangkat desa yang dianggap masih rendah dan

belum kritisnya masyarakat atas pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa
4

(APBDesa) sehingga bentuk pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat tidak

dapat maksimal.

Berdasarkan permendagri nomor 73 tahun 2020 pasal 23 menjelaskan

bahwa Masyarakat Desa dapat melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap

Pengelolaan Keuangan Desa. Pengawasan sebagaimana dimaksud merupakan salah

satu bentuk partisipasi masyarakat dan masyarakat desa berhak meminta dan

mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa. Selanjutnya pada pasal 1 ayat 12

menjelaskan bahwa pengawasan pengelolaan keuangan desa adalah usaha, tindakan

dan kegiatan yang ditujukan untuk memastikan pengelolaan keuangan desa berjalan

secara transparan, akuntabel, tertib dan disiplin anggaran, serta partisipatif sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri No. 20 Tahun 2018

menyebutkan bahwa pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang

meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan

pertanggungjawaban keuangan desa. Pengelolaan keuangan desa merupakan

rangkaian siklus yang terpadu dan terintegrasi antara satu tahapan dengan tahapan

lainnya pemerintahan, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan masyarakat

desa, dan pemberdayaan masyarakat desa dapat berjalan sesuai dengan rencana,

sehingga visi desa dan masyarakat yang sejahtera dapat diwujudkan.

Siklus pengelolaan keuangan desa tidak akan berjalan tanpa adanya tata

pemerintahan desa yang baik (Good Governance). Salah satu unsur utama dari

Good Governance adalah akuntabilitas. Selaras dengan pendapat tersebut maka

berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 pasal 1 ayat 5
5

menjelaskan bahwa semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang

serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan

hak dan kewajiban desa. Hak dan kewajiban desa sendiri diatur dalam UU 6/2014

pasal 67, dimana desa memiliki hak untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat serta mendapatkan sumber pendapatan. Desa berkewajiban untuk

menyejahterakan kehidupan masyarakat desa. Maka, keuangan desa haruslah

dikelola dengan bijaksana demi kesejahteraan masyarakat desa. Berdasarkan

Permendagri nomor 20 tahun 2018 pasal 2 ayat 2, Anggaran Pendapatan dan

Belanja Desa (APBDes) merupakan dasar pengelolaan keuangan desa yang

memiliki fungsi dalam masa 1 tahun anggaran mulai 1 Januari hingga 31 Desember.

APBDes dan realisasi APBDes sebagai bentuk pelaporan keuangan

merupakan bentuk akuntabilitas desa kepada pemangku kepentingan, diantaranya

masyarakat dan pemerintah pusat (Pramukti, 2019). Akuntabilitas dapat diartikan

sebagai suatu tindakan dan rasa tanggung jawab sekelompok orang atau anggota

instansi tertentu dan instansi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemerintah

desa. Pemerintah desa memiliki kewajiban untuk melaporkan pengelolaan

keuangan terhadap pemangku kepentingan, yaitu warga desa, sebagai bentuk

tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan desa.

Akuntabilitas dalam pemerintahan desa melibatkan kemampuan

pemerintahan desa untuk mempertanggungjawabkan kegiatan yang dilaksanakan

dalam kaitannya dengan masalah pembangunan dan pemerintahan desa.

Pertanggungjawaban yang dimaksud menyangkut masalah finansial yang terdapat

dalam APBDes dengan alokasi dana desa (ADD) sebagai salah satu komponen
6

didalamnya. Fungsi akuntabilitas lebih luas bukan hanya sekedar ketaatan kepada

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi, fungsi akuntabilitas

tetap memperhatikan penggunaan sumber daya secara efesien dan efektif

penyelenggaraan pemerintahan maupun penyelenggaraan perusahaan harus

menekankan tujuan utama dari akuntabilitas, agar setiap pengelolaan dapat

menyampaikan akuntabilitas keuangan dengan membuat laporan keuangan

(Wulandari, 2019).

Pemerintah desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa. Perangkat desa

sebagai perangkat yang membantu kepala desa, khususnya dalam pengelolaan dan

pelaporan keuangan, bertugas untuk mengungkapkan, menyajikan, dan

memberikan pertanggungjawaban aktivitas pemerintah desa kepada masyarakat.

Menurut Pasal 61 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014

Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang

Desa, perangkat desa terdiri atas sekretariat desa, pelaksana kewilayahan, dan

pelaksana teknis. Perangkat desa menjalankan kewajibannya untuk memberikan

pertanggungjawaban baik kepada masyarakat serta organisasi di luar lingkup

pemerintahan desa.

Secara khusus perangkat desa yang bertugas mengelola keuangan desa

sebagaimana diatur dalam Permendagri nomor 20 tahun 2018, dalam Pasal 4

menjelaskan bahwa Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD) terdiri atas :

1) Sekretaris Desa;

2) Kaur dan Kasi; dan

3) Kaur keuangan;
7

Menurut Pasal 1 Ayat 16 dan 17 Permendagri nomor 20 tahun 2018, PPKD

adalah perangkat desa yang melaksanakan pengelolaan keuangan desa berdasarkan

keputusan kepala desa yang menguasakan sebagian kekuasaan PPKD, dengan

sekretaris desa sebagai koordinator PPKD. Sekretaris desa memiliki staf yang

menjalankan tugas PPKD, yaitu kepala urusan (kaur). Perangkat desa yang bertugas

sebagai pelaksana teknis yang menjalankan tugas PPKD adalah kepala seksi (kasi).

Kaur keuangan memiliki fungsi kebendaharaan dalam pemerintahan desa.

Sedangkan kepala desa bertugas sebagai Pemegang Kekuasaan Pengelolaan

Keuangan Desa (PKPKD).

Akuntabilitas menjadi dasar dalam pemerintah desa menjalankan tugasnya,

hal ini tercantum dalam Pasal 26 Ayat 4 didalam undang-undang nomor 6 tahun

2014 yang mengatakan bahwa kepala desa wajib untuk menjalankan prinsip tata

pemerintahan desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien,

bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme. Riantiarno (dalam

Perwirasari, 2016) menjelaskan bahwa akuntabilitas mencerminkan komitmen

pemerintah dalam melayani publik. Wardana (2016) menjelaskan bahwa

akuntabilitas memberikan kemudahan akses terhadap laporan keuangan desa bagi

para pengguna ternyata akan mampu meningkatkan akuntabilitas pengelolaan

keuangan desa.

Berdasarkan Pasal 86 UU nomor 6 tahun 2014 menyebutkan bahwa desa

berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi desa yang

dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sistem informasi desa

yang dimaksud yaitu fasilitas perangkat keras, perangkat lunak, sumber daya
8

manusia, serta jaringan yang berisi informasi berkaitan dengan pembangunan desa

dan dapat diakses oleh masyarakat desa dan semua pemangku kepentingan. Selain

dilihat dari sisi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi dari organisasi sektor

publik pemerintahan, Fariyansyah dkk (2018) menyatakan dalam hasil

penelitiannya, bahwa menurut aparatur publik, kewajiban untuk menyelesaikan

tugas dan juga target dalam organisasi adalah sebuah bentuk akuntabilitas dan juga

kewajiban terhadap masyarakat.

Berdasarkan beberapa hal tersebut maka peran serta pihak-pihak di luar

pemerintahan desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), perlu dilibatkan

dalam pengelolaan keuangan desa. Akuntabilitas keuangan desa tidak hanya

bersifat horizontal antara pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD), tetapi juga harus bersifat vertikal antara kepala desa dengan masyarakat

desa dan atasan kepala desa. Dokumen publik tentang pengelolaan keuangan desa

harus dapat diakses oleh masyarakat desa, serta tidak diskriminasi terhadap satu

golongan tertentu terkait dengan pengelolaan keuangan desa (Wulandari, 2019).

Selain akuntabel, transparan merupakan salah satu asas yang penting dalam

menjalankan pemerintahan desa, khususnya dalam pengelolaan keuangan desa.

Transparansi keuangan memiliki pengertian yaitu penyampaian informasi

keuangan kepada masyarakat luas (warga), dalam rangka pertanggungjawaban

pemerintah, kepatuhan pemerintah terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku,

dan meningkatkan efektifitas pengawasan masyarakat terhadap pembangunan dan

pelayanan (Salle, 2016). Masyarakat desa merupakan penerima manfaat dari hasil

pengelolaan keuangan desa yang berupa pembangunan desa, sehingga masyarakat


9

mendapatkan haknya yaitu hak untuk tahu dan hak untuk diberi informasi mengenai

bagaimana keuangan desa dikelola. Selain itu, transparansi pengelolaan keuangan

desa dilakukan agar tidak terdapat pemikiran atau stigma buruk dari warga terhadap

kinerja pemerintah desa (Asogome, 2020).

Pada dasarnya dengan adanya transparansi menjamin akses atau kebebasan

bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan

pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan, dan

pelaksanaannya serta hasil-hasil yang dicapai (Karimayuni, 2020).

Berdasarkan Permendagri nomor 20 tahun 2018 didalam Pasal 8

menjelaskan bahwa Kaur keuangan melaksanakan fungsi kebendaharaan. Kaur

keuangan mempunyai tugas :

1) menyusun RAK Desa; dan


2) melakukan penatausahaan yang meliputi menerima menyimpan,
menyetorkan/membayar, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan
penerimaan pendapatan Desa dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
APB Desa.
3) Kaur Keuangan dalam melaksanakan fungsi kebendaharaan memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak pemerintah Desa.

Desa Bantayan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir

merupakan salah satu desa yang terdapat di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.

Pada dasarnya Desa Bantayan mengelolah dana yang bersumber dari pemerintah

pusat maupun dari pendapatan asli desa. Berdasarkan data yang diperoleh oleh

penulis dari kepemerintahan desa maka di ketahui bahwa total pendapatan Desa

Bantayan dari tahun 2019 sampai 2021 adalah sebagai berikut :


10

Tabel 1.1
Pendapatan Desa Bantayan Tahun 2019-2021
Jenis Pendapatan
No 2019 2020 2021
Desa
1 Dana Desa Rp. 715.572.000 Rp. 651.431.000 Rp. 693.212.000

2 Alokasi Dana Desa Rp. 1.174.848.817 Rp. 1.006.767.221 Rp. 1.146.341.200


Bantuan Keuangan
3 Rp. 100.000.000 Rp. 100.000.000 Rp. 100.000.000
Provinsi
Total Rp. 1.963.420.917 Rp. 1.758.198.221 Rp. 1.939.553.200
Sumber : Kantor Desa Bantayan Tahun, 2022

Maka berdasarkan latar belakang masalah dan fenomena didalam penelitian

ini yaitu sebagaimana yang telah di uraikan diatas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul penelitian yaitu : Akuntabilitas Dan

Transparansi Pemerintah Desa Dalam Pengelolaan Keuangan Desa (Studi

Kasus : Desa Bantayan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat ditarik simpulan

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bagaimana Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah Desa Bantayan

Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir Dalam Pengelolaan Keuangan

Desa Berdasarkan Permendagri No. 20 Tahun 2018.

1.3 Tujuan Penelitian

Selanjutnya sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka berikut

merupakan tujuan dari pada penelitian ini yaitu :

Untuk menganalisa Akuntabilitas dan Transparansi Pemerintah Desa

Bantayan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir Dalam Pengelolaan

Keuangan Desa Berdasarkan Permendagri No. 20 Tahun 2018.


11

1.4 Manfaat penelitian

a. Bagi Penulis

Dapat menambah wawasan bagi penulis terkhususnya terkait Akuntabilitas

dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan Permendagri No.

20 Tahun 2018.

b. Bagi Pemerintah

Sebagai gambaran dan bahan masukan terkait kondisi pelaksanaan terkait

Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Desa di Desa

Bantayan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Untuk bahan referensi bagi peneliti lain yang melakukan penelitian terhadap

masalah yang sama.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam memahami penulisan ini maka penulis

membaginya dalam 5 bab, untuk lebih lengkapnya penulisan ini dapat dikemukakan

sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TELAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS

Pada bab ini berisi tentang uraian teoritis mengenai definisi Definisi

Desa,
Pengelolaan Keuangan Desa, Permendagri No. 113 Tahun 2014,

Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Desa dan

Penelitian Terdahulu dan Hipotesis Penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada Bab tiga dalam penelitian ini, maka menggambarkan terkait jenis

metode penelitian yang digunakan serta lokasi penelitian, jenis data,

sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada Bab ini, maka akan menguraikan terkait gambaran umum

penelitian serta penjabaran terkait hasil yang diperoleh dari proses

penelitian ini.

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

Selanjutnya pada bab terakhir dalam penelitian ini, maka terdapat

uraian kesimpulan serta saran sebagai bahan masukan dimana simpulan

dan saran tersebut diambil berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.


BAB II

TELAAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Telaah Pustaka

2.1.1 Pengertian Pendapatan dan Belanja Desa

2.1.1.1 Pendapatan

Nurmala Eka (2017:189) Pendapatan merupakan semua Penerimaan

Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dan lancar dalam

periode tahunan anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan

tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Pendapatan Desa meliputi semua

penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu)

tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh Desa. Pendapatan Desa

terbagi atas kelompok :

1) Pendapatan Asli Desa (PADesa)


a) Hasil usaha desa antara lain: hasil Bumdes, tanah kas desa.
b) Hasil aset antara lain: tambatan perahu, pasar desa, tempat
c) Pemandian umum, jaringan irigasi.
d) Swadaya, partisipasi dan gotong royong
e) Lain-lain pendapatan asli.
2) Transfer Kelompok transfer sebagaimana dimaksud terdiri atas jenis :
a) Dana Desa;
b) Bagian dari Hasil Pajak Daerah Kabupaten/Kota dan Retribusi Daerah
c) Alokasi Dana Desa (ADD); Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi;
dan Bantuan Keuangan APBD Kabupaten/Kota.
d) Pendapatan Lain-Lain. Kelompok pendapatan lain-lain sebagaimana
dimaksud terdiri atas jenis : Hibah dan Sumbangan dari pihak ketiga
yang tidak mengikat; dan Lain-lain pendapatan Desa yang sah

2.1.1.2 Belanja Desa

Menurut Heni Triastuti (2015) Belanja adalah Pengerluaran dari rekening

kas umum Negara/daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam period tahun
anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali

oleh pemerintah.

Belanja pegawai dianggarkan untuk pengeluaran penghasilan tetap Belanja

Desa sebagaimana dimaksud meliputi semiua pengeluaran dari rekening desa yang

merupakan kewajiban desa dalam satu tahunan anggaran yang tidak akan diperoleh

pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa sebagaimana dimaksud

dipergunakan dalam rangka mendanai penyelenggaraan kewenangan Desa.

Klasifikasi Belanja Desa sebagaimana dimaksud, terdiri atas kelompok :

1) Penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang terdiri atas :


a) Belanja pegawai dan tunjangan bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa
serta tunjangan BPD yang pelaksanaannya dibayarkan setiap bulan.
b) Belanja barang Belanja barang dan jasa digunakan untuk
pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12
(dua belas) bulan. Belanja barang/jasa sebagaimana dimaksud antara
lain : (a) alat tulis kantor; (b) benda pos; (c) bahan/material; (d)
pemeliharaan; (e) cetak/penggandaan; (f) sewa kantor desa; (g) sewa
perlengkapan dan peralatan kantor; (h) makanan dan minuman rapat;
(i) pakaian dinas dan atributnya; (j) perjalanan dinas; (k) upah kerja; (l)
honorarium narasumber/ahli; (m) operasional Pemerintah Desa; (n)
operasional BPD; (o) insentif Rukun Tetangga /Rukun Warga; dan (p)
pemberian barang pada masyarakat/kelompok masyarakat.
c) Belanja modal. Belanja modal digunakan untuk pengelaran dalam
rangka pembelian/pengadaan barang atau bangunan yang nilai
manfaatnya lebih dari 12 bulan

2.1.3 Pengelolaan Keuangan Desa

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 tahun 2018 pasal

1 ayat 5 menjelaskan bahwa Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa

yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang

berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Selanjutnya pada pasal
1 ayat 6 menjelaskan pengertian pengelolaan keuangan desa sebagai keseluruhan

kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan

pertanggungjawaban keuangan desa.

Asas Pengelolaan Keuangan Desa berdasarkan Pasal 2 ayar 1 menjelaskan

bahwa Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas transparan, akuntabel, partisipatif

serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Selanjutnya pada ayat 1

menyebutkan bahwa APB Desa merupakan dasar pengelolaan keuangan Desa

dalam masa 1 (satu) tahun anggaran mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal

31 Desember.

Pengelolaan keuangan desa adalah rangkaian siklus yang terpadu dan

terintegrasi antara satu tahapan dengan tahapan lainnya. Lima kegiatan pengelolaan

keuangan desa memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan dan memiliki peran

masing-masing. Siklus pengelolaan keuangan desa berdasarkan Permendagri

Nomor 20 Tahun 2018 adalah sebagai berikut :

a) Perencanaan

Permedagri No 20 Tahun 2018 Pasal 31. Menjelaskan yang dimaksud

Perencanaan dalam pengelolaan keuangan yaitu :

1) Perencanaan pengelolaan keuangan Desa merupakan perencanaan


penerimaan dan pengeluaran pemerintahan Desa pada tahun anggaran
berkenaan yang dianggarkan dalam APB Desa.
2) Sekretaris Desa mengoordinasikan penyusunan rancangan APB Desa
berdasarkan RKP Desa tahun berkenaan dan pedoman penyusunan APB
Desa yang diatur dengan Peraturan Bupati/Wali Kota setiap tahun.
3) Materi muatan Peraturan Bupati/Wali Kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) paling sedikit memuat :
- sinkronisasi kebijakan pemerintah daerah kabupaten/kota dengan
kewenangan Desa dan RKP Desa;
- prinsip penyusunan APB Desa;
- kebijakan penyusunan APB Desa;
- teknis penyusunan APB Desa; dan
- hal khusus lainnya.
4) Rancangan APB Desa yang telah disusun merupakan bahan penyusunan
rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa.

Rancangan Perdes tentang APBDes disampaikan kepala desa kepada BPD

untuk dilakukan pembahasan, agar terjadi kesepakatan bersama dalam

musyawarah, dengan tenggat waktu paling lambat bulan Oktober tahun berjalan.

Atas dasar kesepakatan bersama kepala desa dan BPD, kepala desa menyiapkan

Rancangan Peraturan Kepala Desa mengenai Penjabaran APBDes. Selanjutnya

Rancangan Perdes tentang APBDes disampaikan kepala desa kepada bupati/wali

kota melalui camat paling lambat 3 hari sejak disepakati. Jika Rancangan Perdes

tentang APBDes telah melalui proses evaluasi bupati/wali kota, maka akan

ditetapkan menjadi Perdes tentang APBDes. Kepala desa menetapkan

Rancangan Peraturan Kepala Desa tentang penjabaran APB Desa sebagai

peraturan pelaksana dari Perdes tentang APBDes. Perdes tentang APBDes

ditetapkan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.

b) Pelaksanaan

Permedagri No 20 Tahun 2018 Pasal 43. Menjelaskan yang dimaksud

Pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan yaitu :

1) Pelaksanaan pengelolaan keuangan Desa merupakan penerimaan dan


pengeluaran Desa yang dilaksanakan melalui rekening kas Desa pada bank
yang ditunjuk Bupati/ Wali Kota.
2) Rekening kas Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh
Pemerintah Desa dengan spesimen tanda tangan kepala Desa dan Kaur
Keuangan.
3) Desa yang belum memiliki pelayanan perbankan di wilayahnya, rekening
kas Desa dibuka di wilayah terdekat yang dibuat oleh Pemerintah Desa
dengan spesimen tanda tangan kepala Desa dan Kaur Keuangan.

Berdasarkan Permendagri nomor 20 tahun 2018 pasal 45 menjelaskan

bahwa kepala desa menugaskan kaur keuangan dan kasi pelaksana kegiatan

anggaran sesuai tugasnya untuk menyusun Dokumen Pelaksana Anggaran

(DPA). DPA merupakan dokumen yang berisi rincian setiap kegiatan, anggaran

yang disediakan, dan rencana penarikan dana untuk kegiatan yang akan

dilaksanakan berdasarkan ketetapan dari APBDes. Kepala desa menugaskan

kaur dan kasi pelaksana kegiatan anggaran sesuai tugasnya menyusun DPA

paling lama 3 hari kerja setelah Perdes tentang APB Desa dan Peraturan Kepala

Desa tentang Penjabaran APB Desa ditetapkan. DPA terdiri dari Rencana

Kegiatan dan Anggaran Desa (RKAD), Rencana Kerja Kegiatan Desa (RKKD),

dan Rencana Anggaran Biaya (RAB).

Adapun tahapan pelaksanaan keuangan desa menurut Harafonna &

Indriani (2019) adalah sebagai berikut :

1) Pelaksanaan keuangan desa meliputi kegiatan penyusunan DPA/RAB,


pelaksanaan penerimaan, dan pelaksanaan belanja.
2) Pelaksanaan kegiatan melingkupi mekanisme pelaksanaan pembangunan,
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, permintaan pendanaan, dan
pencairan.

Selain DPA, dokumen yang timbul dari kegiatan pelaksanaan pengelolaan

keuangan desa adalah sebagai berikut :

1) Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) yang merupakan


dokumen perubahan rincian kegiatan, anggaran yang disediakan, dan
rencana penarikan dana untuk kegiatan yang akan dilaksanakan berdasarkan
kegiatan yang ditetapkan dalam Perubahan APBDes.
2) Rencana Anggaran Kas Desa (RAK Desa) yaitu dokumen yang memuat
arus kas masuk dan arus kas keluar yang berfungsi untuk mengatur
penarikan dana dari rekening kas untuk mendanai pengeluaran-pengeluaran
berdasarkan DPA yang telah disahkan.
3) Surat Permintaan Pembayaran (SPP) adalah dokumen pengajuan untuk
mendanai kegiatan pengadaan barang dan jasa. Pengajuan SPP wajib
menyertakan laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan dan anggaran.

c) Penatausahaan

Permedagri No 20 Tahun 2018 Pasal 63. Menjelaskan yang dimaksud

Penatausahaan dalam pengelolaan keuangan yaitu :

1) Penatausahaan keuangan dilakukan oleh Kaur Keuangan sebagai pelaksana


fungsi kebendaharaan.
2) Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
mencatat setiap penerimaan dan pengeluaran dalam buku kas umum.
3) Pencataan pada buku kas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditutup
setiap akhir bulan.

Kaur keuangan juga wajib untuk membuat buku pembantu kas umum yang

terdiri dari :

1) Buku pembantu bank, yaitu catatan penerimaan dan pengeluaran melalui


rekening kas desa.
2) Buku pembantu pajak, yaitu catatan penerimaan potongan pajak dan
pengeluaran setoran pajak.
3) Buku pembantu panjar, yaitu catatan pemberian dan pertanggungjawaban
uang panjar. Buku kas umum ditutup setiap akhir bulan dan dilaporkan
kepada sekretaris desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Setelah
sekretaris desa melakukan verifikasi, evaluasi, dan analisis, maka akan
diserahkan kepada kepala desa untuk disetujui.

d) Pelaporan

Permedagri No 20 Tahun 2018 Pasal 68. Menjelaskan yang dimaksud Pelaporan

dalam pengelolaan keuangan yaitu :


1) Kepala Desa menyampaikan laporan pelaksanaan APB Desa semester
pertama kepada Bupati/Wali Kota melalui camat.
2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :
- laporan pelaksanaan APB Desa; dan
- laporan realisasi kegiatan.
3) Kepala Desa menyusun laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dengan cara menggabungkan seluruh laporan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun berjalan.

e) Pertanggungjawaban

Permedagri No 20 Tahun 2018 Pasal 70. Menjelaskan yang dimaksud

Pertanggungjawaban dalam pengelolaan keuangan yaitu :

1) Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi APB


Desa kepada Bupati/Wali Kota melalui camat setiap akhir tahun anggaran.
2) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun anggaran
berkenaan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.
3) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan :
a. laporan keuangan, terdiri atas :
- laporan realisasi APB Desa; dan
- catatan atas laporan keuangan.
b. laporan realisasi kegiatan; dan
c. daftar program sektoral, program daerah dan program lainnya yang
masuk ke Desa.

Selanjutnya pada didalam pasal 72 menjelaskan :


1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dan Pasal 70 diinformasikan
kepada masyarakat melalui media informasi.
2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat :
- laporan realisasi APB Desa;
- laporan realisasi kegiatan;
- kegiatan yang belum selesai dan/atau tidak terlaksana;
- sisa anggaran; dan
- alamat pengaduan.
2.1.4 Akuntabilitas

2.1.4.1 Pengertian Akuntabilitas

Mahsun (2015) menjelaskan secara sempit “akuntabilitas adalah bentuk

pertanggungjawaban yang mengacu pada kepada siapa siapa organisasi atau pekerja

individu yang bertanggungjawab dan untuk apa organisasi bertanggungjawab”.

Sedangkan dalam pengertian luas “akuntabilitas dipahami sebagai kewajiban pihak

pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan,

melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi

tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah yang memiliki hak dan

kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut”. Akuntabilitas dapat

diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau

kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang

telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang

dilaksanakan secara periodic (Stanbury dalam Busman, 2020).

Selaras dengan pengertian diatas (Mardiasmo dalam Indriani, 2019)

menjelaskan bahwa Akuntabilitas juga dapat diartikan sebagai keharusan untuk

menyampaikan laporan hasil kinerja yang telah dilaksanakan baik itu berhasil

ataupun gagal kepada pihak yang telah memberi wewenang. Akuntabilitas

berdasarkan arah pertanggungjawaban dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu

akuntabilitas horizontal dan akuntabilitas vertikal. Akuntabilitas horizontal

(horizontal accountability) adalah akuntabilitas kepada publik secara luas atau

terhadap sesama lembaga lainnya yang tidak memiliki hubungan atasan bawahan

(Mahmudi dalam andrean, 2022).


Menurut Schillemans (2008) dalam kategori akuntabilitas horizontal,

accountee harus independen dari accountor. Accountor dalam hal ini adalah

pemerintah desa dan accountee adalah stakeholder atau masyarakat (Damayanti

dkk, 2013). Sedangkan akuntabilitas vertikal menggambarkan hubungan internal

aparatur pemerintah dengan lingkungannya. Dalam perspektif ini maka aparatur

selain bertanggungjawab terhadap tugasnya, juga terdapat kewajiban terhadap

organisasi dan nilai-nilai yang melekat (Fariyansyah dkk, 2018).

Berdasarkan Sadjiarto (2000), dari perspektif akuntansi, American

Accounting Association menyatakan bahwa akuntabilitas suatu entitas

pemerintahan dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu akuntabilitas terhadap :

1) Sumber daya finansial

2) Kepatuhan terhadap aturan hukum dan kebijaksanaan administratif

3) Efisiensi dan ekonomisnya suatu kegiatan

4) Hasil program dan kegiatan pemerintah yang tercermin dalam pencapaian

tujuan, manfaat dan efektivitas.

Menurut Leviene (Manggaukang Raba 2006), akuntabilitas berkenaan

dengan standar eksternal yang menentukan kebenaran suatu tindakan oleh

administrasi Negara. Akuntabilitas publik menunjuk seberapa besar kebijakan dan

kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat

karena dilhat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh birokrasi publik atau

pemerintah, tetapi juga dinilai dari ukuran eksternal seperti nilai-nilai norma yang

berlaku di masyarakat. Wahyudi Kumorotomo (2005:3) menyatakan bahwa

akuntabilitas adalah ukuran yang menunjukkan apakah aktivitas birokrasi publik


atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan norma dan

nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dan apakah pelayanan public tersebut

mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya.

2.1.4.2 Akuntabilitas Dalam Pengelolaan Keuangan Desa

Akuntabilitas memiliki tujuan untuk meningkatkan kinerja pemerintah desa

dengan tugas-tugas yang dibebankan dalam rangka meningkatkan nilai dan kualitas

kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Menilai kerja pemerintah desa dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawabanya sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku (Azni Utami, 2019).

Sukasmanto (dalam Wulandari,2019) menjelaskan bahwa Akuntabilitas

dalam pemerintahan desa melibatkan kemampuan pemerintahan desa untuk

mempertanggung jawabkan kegiatan yang dilaksanakan dalam kaitannya dengan

masalah pembangunan dan pemerintahan desa.Pertanggungjawaban yang

dimaksud menyangkut masalah finansial yang terdapat dalam APBDes dengan

alokasi dana desa (ADD) sebagai salah satu komponen didalamnya. Fungsi

akuntabilitas lebih luas bukan hanya sekedar ketaatan kepada peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Akan tetapi, fungsi akuntabilitas tetap memperhatikan

penggunaan sumber daya secara efesien dan efektif penyelenggaraan pemerintahan

maupun penyelenggaraan perusahaan harus menekankan tujuan utama dari

akuntabilitas, agar setiap pengelolaan dapat menyampaikan akuntabilitas keuangan

dengan membuat laporan keuangan.

Menurut Nasirah (2016) menyatakan “Akuntabilitas merupakan instrumen

untuk kegiatan kontrol terutama dalam pencapaian hasil pada pelayanan publik.
Dalam hubungan ini, diperlukan evaluasi kinerja yang dilakukan untuk mengetahui

sejauh mana pencapaian hasil serta cara-cara yang digunakan untuk mencapai

semua itu. Pengendalian (control) sebagai bagian penting dalam manajemen yang

baik adalah hal yang saling menunjang dengan akuntabilitas. Dengan kata lain

pengendalian tidak dapat berjalan efisien dan efektif bila tidak ditunjang dengan

mekanisme akuntabilitas yang baik dan juga sebaliknya”.

Pelaksanaan akuntabilitas dilingkungan instansi pemerintah, dapat

diperhatikan prinsip-prinsip akuntabilitas sebagai berikut :

1) Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk
melakukan pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel.
2) Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-
sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3) Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan.
4) Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat
yang diperoleh.
5) Harus jujur, objektif, transparan, dan inovatif sebagai katalisator perubahan
manajemen instansi pemerintah dalam bentuk pemutakhiran metode dan
teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas ( LAN dan
BPKP, 2000).

Menurut Kopeell (dalam zulfan,2014) menjelaskan bahwa terdapat 5

dimensi akuntabilitas. Kelima dimensi tersebut adalah transparansi, liabilitas,

control, responsibilitas dan responsivitas. Kelima kategori tersebut tidaklah

mutually exclusive, yaitu organisasi bias saja akuntabel dilihat dari beberapa

pandangan. Meski demikian, transparansi dan liabilitas dipandang mendasari

konsep akuntabilitas dalam segala bentuk manifestinya.


2.1.5 Transparansi

2.1.5.1 Pengertian Transparansi

Permendagri Nomor 113 tahun 2014, tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah, menyebutkan bahwa transparan adalah prinsip keterbukaan yang

memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi

seluas-luasnya tentang keuangan daerah. Dengan adanya transparansi menjamin

akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang

penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses

pembuatan, dan pelaksanaannya serta hasil-hasil yang dicapai.

Menurut Mardiasmo (2009), transparansi berarti keterbukaan (opennses)

pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik. Transparansi informasi

terutama informasi keuangan dan fiskal harus dilakukan dalam bentuk yang relevan

dan mudah dipahami. Transparansi dapat dilakukan apabila ada kejelasan tugas dan

kewenangan, ketersediaan informal kepada publik, proses penganggaran yang

terbuka, dan jaminan integritas dari pihak independen mengenai prakiraan fiskal,

informasi, dan penjabarannya.

Menurut Andrianto (2007), transparansi publik adalah suatu keterbukaan

secara sungguh-sungguh, menyeluruh, dan memberi tempat bagi partisipasi aktif

dari seluruh lapisan masyarakat dalam proses pengelolaan sumber daya publik.

Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh penyelenggara harus dapat diakses secara

terbuka dengan memberi ruang yang cukup bagi masyarakat untuk berpartisipasi

secara luas di dalamnya.


Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005,

menjelaskan bahwa transparan adalah memberikan informasi keuangan yang

terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat

memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas

pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang

dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada perundang-undangan. Transparansi

merupakan pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat,

mulai dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan

pengendalian yang mudah diakses oleh semua pihak yang membutuhkan informasi

tersebut.

Transparansi juga memiliki arti keterbukaan organisasi dalam memberikan

informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada

pihak-pihak yang menjadi pemangku Transparansi pengelolaan keuangan publik

merupakan prinsip good governance yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor

publik. Dengan dilakukannya transparansi tersebut publik akan memperoleh

informasi yang aktual dan faktual, sehingga mereka dapat menggunakan informasi

tersebut untuk :

1) Membandingkan kinerja keuangan yang dicapai dengan yang direncanakan


2) Menilai ada tidaknya korupsi dan manipulasi dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran
3) Menentukan tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang terkait
4) Mengetahui hak dan kewajiban masingmasing pihak, yaitu antara
manajemen organisasi sektor publik dengan masyarakat dan dengan pihak
lain yang terkait (Mahmudi, 2010).
2.1.5.2 Prinsip-prinsip Transparansi

Prinsip-Prinsip Transparansi Prinsip transparasi dalam pengelolaan

keuangan desa harus memenuhi beberapa unsur yaitu :

1) Terbuka Adanya akses masyarakat dan stakeholders yang luas untuk terlibat
dalam proses perencanaan, penyusunan, maupun pelaksanaan anggaran
keuangan desa.
2) Bisa diketahui oleh masyarakat luas. Masyarakat dengan mudah mendapatkan
informasi seluas-luasnya yang mudah dan murah bagi seluruh kalangan dari
pemerintah desa, tanpa membedakan status sosial dan ekonomi tentang
keadaan keuangan desa.
3) Keputusan yang diambil melibatkan masyarakat. Keputusan yang diambil
dalam penyususnan anggaran dana desa yang diputuskan dalam musyawarah
rencana pembangunan tingkat desa (Musrembang) melibatkan masyarakat.
4) Adanya ide-ide atau aspirasi dari masyarakat desa. Pemerintah desa harus
mengakomodir ide-ide atau aspirasi masyarakat desa yang kemudian dijadikan
sebuah keputusan desa.

2.1.5.2 Indikator Transparansi

Sedangkan menurut Krina (2003) indikator-indikator dari transparansi

adalah sebagai berikut :

1) Penyediaan informasi yang jelas.


2) Kemudahan akses informasi.
3) Menyusun suatu mekanisme pengaduan jika ada peraturan yang dilanggar
atau permintaan untuk membayar uang suap.
4) Meningkatkan arus informasi melalui kerjasama dengan media massa dan
lembaga non pemerintah.

Dengan adanya indikator-indikator diatas dapat kita lihat bahwa

transparansi merupakan suatu alat yang sangat penting untuk menjembatani

kebutuhan masyarakat tentang keingintahuan masyarakat terhadap jalannya

pemerintahan didaerah mereka sendiri.


2.2 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang penelitian dan landasan teori sebagaimana yang

telah dijabarkan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik simpulan hipotesis dari

pada penelitian ini yaitu berikut :

“Diduga Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di

Desa Bantayan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir belum

dilaksanakan sesuai dengan Permendagri No. 20 Tahun 2018.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

Jenis Penelitian deskriptif kualitatif yaitu jenis penelitian yang dilakukan secara

interaktif dan berlangsung terus menerus sampai dengan penelitian tuntas.

3.2 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian pada kantor Desa

Bantayan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Berikut merupakan jenis dan sumber data yang diperlukan dalam proses

penelitian ini, diantaranya yaitu :

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada pihak Desa

mengenai akuntabilitas dan transparansi terhadap pengelolaan keuangan Desa

Bantayan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir.

b. Data sekunder, yaitu data yang berupa dokumen petunjuk pelaksanaan

pengelolaan keuangan desa seperti Perubahan Anggaran dan Belanja Desa,

Buku Kas Umum, Buku Kas Pembantu Pajak, Buku Bank Desa, Laporan

kekayaan, Laporan Pertanggungjawaban atau Laporan Realisasi.


3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah

metode interview dan metode dokumentasi.

a. Dokumentasi

Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah informasi yang

disimpan atau didokumentasikan seperti dokumen, data soft file dan arsip

lainnya yang berkaitan dengan penyusunan laporan realisasi di Desa

Bantayan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir yang dapat

digunakan sebagai data pelengkap dari data yang diperoleh dalam kegiatan

wawancara.

b. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk membuktikan, jika pada

saat analisis terdapat data, keterangan atau informasi yang tidak sama antara

tim pengelola keuangan desa dengan masyarakat.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis

deskriptif kualitatif. Analisi data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, catatan lapangan

dan studi dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data yang sintetis,

menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan mana yang akan

dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan

orang lain (Sugiyono dalam Sri Lestari).


DAFTAF PUSTAKA

Buku

Arifin Tahir. 2011.”Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan


Pemerintahan Daerah” Grafika Utama Jakarta Hayat, 2017.” Manajemen
Pelayanan Publik”. Rajawali Pers: Jakarta

Mardiasmono, 2009.”Akuntansi Sektor Publik”. Andi: Yogyakarta

Atmadja, Anantawikraman Tungga. 2013. Akuntansi Manajemen Sektor Publik.


Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha

Kristianten.2006. Transparansi Anggaran Pemerintah. Jakarta : Rineka Cipta

Sugiono. 2014. Metode Penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung :


Alfabeta

Halim, Abdullah Dan Iqbal Muhammad. 2019. Pengelolaan Keuangan Daerah


Edisi IV. UPP STIM YKPN: Yogyakarta

Hoesada, Jan. 2019. Akuntansi Desa. Salemba Empat: Jakarta.

Nordiawan, D., Putra, I.S., Rahmawati, M. 2012. Akuntansi Pemerintahan.Jakarta


: Salemba empat

Soleh, Chabib. 2014. Pengelolaan Keuangan Desa.Bandung : Fokusmedia

Afriyadi. Teguh. Konsep dan Pengukuran Akuntabilitas. www.kajianpustaka.com


(19 Februari 2017)

Bastian, Indra. 2015. Akuntansi Untuk Kecamatan dan Desa. Jakarta: Erlangga

Jurnal

Irma,A.(2015).Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (Add) Di Kecamatan


Dolo Selatan Kabupaten Sigi.E-Jurnal Katalogis,Volume 3 Nomor 1,121-
137.

Kholmi,M, (2016). Akuntabilitas Pengelolan Alokasi Dana Desa:Studi Di Desa


Kedungbetik Kecmatan Kesamben Kabupaten Jombang. Ekonomika-
Bisnis,143-152.
Kumalasari,D & Riharjo,B.(2016). Transparansi Dan Akuntabilitas Pemerintah
Desa Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa.Jurnal Ilmu Dan Riset
Akuntansi: Volume 5. Nomor 11,1-15.

Mardiasmo, N. (2009). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta.

Putra, S.,N & Wahyuni, A.(2007).Akuntabilitas Dan Transparansi Pengelolaan


Alokasi Dana Desa (Add). Di Desa Bubudan Kecamatan Seririt Kabupaten
Buleleng.E-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha,1-11.

Subroto,A. (2009) Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (Studi Kasus


Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Desa-Desa Dalam Wilayah Kecamatan
Tlogomulyo Kabupaten Temanggung Tahun 2008. Dipublikasikan. Tesis.
Program Studi Magister Sains Akuntansi. Universitas Diponegoro.Tesis.

Umami,R,.& Nurodhin, I (2017). Pengaruh Transparansi Dan Akuntabilitas


Terhadap Pengelolaan Keuangan Desa.Issn 20886969, 74-80
Amalia Sugasta, R.N.(2017). Pengaruh Transparansi,Akuntabilitas Dan Partisipasi
Masyarakat Dalam Pengelolaan Keuangan Desa Terhadap Pembangunan
Desa (Studi Empiris Di Kabupaten Lampung Selatan). Skripsi,1-72.

Bachrein,S,N. (2010). Pendekatan Desa Membangun Di Jawa Barat: Strategi


Dan.Jurnal Ilmu Administrasi Negara, 133-149 Bastian,I.N.
(2015).Akuntansi Untuk Kecamatan & Desa Jakarta

Indriantoro,N.N.,& Supomo, B.N. (2016). Metode Penelitian


Bisnis.BpfeYogyakarta.

Rosalina, M.N. (2013). Kinerja Pemerintah Desa Dalam Pembangunan


Infrastruktur Di Desa Kuala Lapang Dan Desa Taras Kecamatan Malinau
Barat Kabupaten Malinau.E_Journal Pemerintahan Integratif,105-120.

Sanusi D.,& Djumiani.(2014).Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa (Add)


Di Desa Balansiku Kecamatan Sebatik Kabupaten Nunukan.Volume 2
Nomor 3.

Yusnita Mahardini,N.N., & Miranti,A (2018). Dampak Penerapan Standar


Akuntansi Pemerintahan Dan Kompetensi Sumber Daya Manusia Pada
Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Banten Tahun Anggaran
2015.Jurnal Akuntansi, Vol 5 No.1 Januari 2018,22-23.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.


Peraturan Menteri Dalam Negeri No 20 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan
Keuangan Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri No 73 Tahun 2020 Tentang Pengawasan


Pengelolaan Keuangan Desa

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan 2015. LAN dan BPKP (2000).
Akuntabilitas dan Good Governance.Penerbit (LAN).RI

You might also like