PPH Kel.1
PPH Kel.1
PPH Kel.1
Dosen Pengampu :
Ria Resti Fauzi, S.E.,M.M.
Oleh:
Kelompok 1
Azmi : 1215220025
Syahrin : 1215200081
Hanijah : 1215220039
Eci Pratiwi : 1215200213
KELAS 5D
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIA’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI ) NATUNA
Kampus STAI Natuna Kompleks Gerbang Utaraku Ranai Natuna
1
Tahun 2024 M / 1445 Hijriah
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada ibu Resti Fauzi, S.E.,M.M.
sebagai dosen pengampu mata kuliah Sistem Perhitungan Pajak yang telah membantu
memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
hlm
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3
2.1 Definisi Pajak Penghasilan...............................................................................3
2.2 Sejarah Pajak Penghasilan................................................................................3
2.3 Subjek pajak dan wajib pajak penghasilan.......................................................5
2.3.1 Subjek Pajak...................................................................................................5
2.3.2 Jenis subjek pajak..........................................................................................6
2.3.3 Perbedaann wajib pajak dalam negeri dan luar negeri .............................8
2.3.4 Kewajiban Pajak Subjektif............................................................................8
2.3.5 Tidak termasuk subjek pajak......................................................................10
2.4 Objek pajak penghasilan.................................................................................10
2.4.1 Tidak termasuk objek pajak........................................................................13
2.5 PTKP dan PKP..............................................................................................14
BAB III PENUTUP...................................................................................................17
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR TABEL
Hlm
Tabel 1 Perbedaann wajib pajak dalam negeri dan luar negeri …………… 12
Tabel 2 Kewajiban pajak subjektif ………………………………………. 13
Tabel 2 Perhitungan PTKP ………………………………………………. 20
Tabel 2 Perhitungan PKP …………………………………………………. 20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada objek pajak atas
penghasilan yang diperolehnya. PPh akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan
usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap perusahaan jasa
maupun non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak. Bagi
perusahaan , pajak merupakan sumber pengeluaran tanpa adanya imbalan langsung
untuk perusahaan tersebut. Sehingga biasanya banyak perusahaan melakukan upaya
untuk membayar pajak terutangnya sekecil mungkin selama hal tersebut
memungkinkan.Untuk itu penulis akan membahas segala sesuatu yang berkaitan
dengan pajak penghasilan.
1
4. Apa sajakah objek dari Pajak Penghasilan ?
3. Untuk mengetahui apa sajakah subjek dan wajib pajak dari Pajak Penghasilan.
4. Untuk mengetahui apa sajakah objek dan tidak masuk objek dari Pajak
Penghasilan.
5. Untuk mengetahui apakah PTKP dan PKP itu.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat
pada Subjek Pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan
untuk tidak dilimpahkan kepada Subjek Pajak lainnya. Oleh karena itu dalam rangka
memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban
pajak subjektif menjadi penting.
3
untuk orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 hingga 1916 dikenal adanya
Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah.
Pada 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan untuk
orang Eropa, dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tanpa memperhatikan
kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya penghasilan yang
berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak, penghasilan dari usaha,
penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan pembayaran berkala. Tarifnya bersifat
proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria tertentu. Selanjutnya, tahun 1920
dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana dualistik yang selama ini ada, dihilangkan
dengan diperkenalkannya General income tax yakni Ordonansi pajak pendapatan
yang diperbaharui pada tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting
1920, Staatsblad 1920 1921, No.312) yang berlaku baik bagi penduduk pribumi,
orang Asia maupun orang Eropa. Dalam Ordonansi pajak pendapatan ini telah
diterapkan asas-asas pajak penghasilan yakni asas keadilan domisili dan asas sumber.
Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaan yang
didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan (on dememing), pada tahun
1925 ditetapkanlah Ordonasi pajak perseroan tahun 1925 (Ordonantie op de
Vennootschapbelasting) yakni pajak yang dikenakan tethadap laba perseroan, yang
terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan). Ordonansi ini telah mengalami
beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan
Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang
dalam praktck lebih dikenal dengan UU MPO dan MPS. Perubahan penting lainnya
adalah dengan UU No. 8 tahun 1970 dimana fungsi pajak mengatur/regulerend
dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs 1925., khususnya tentang ketentuan cuti pajak
(tax holiday).
Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni
pada saat diadakannya reformasi pajak, Pada awal tahun 1925-an yakni dengan mulai
berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan perkembangan pajak
4
pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk merevisi Ordonansi
Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya Ordonasi Pajak Pendapatan
tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932, Staatsblad 1932, No.111)
yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal Income Tax). Asas-asas pajak
penghasilan telah diterapkan kepada penduduk Indonesia; kepada bukan penduduk
Indonesia hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia;
Ordonansi ini juga telah mengenal asas sumber dan asas domisili.
Dengan makin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka kebutuhan
akan mengenakan pajak terhadap pendapatan karyawan perusahaan muncul. Maka
pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah (loonbelasting) yang
memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai yang
mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%. Pada zaman Perang Dunia II
diberlakukan Oorlogsbelasting (Pajak perang) menggantikan ordonansi yang ada dan
pada tahun 1946 diganti dengan nama Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Dengan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama
Pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak
Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd. saja.
Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama dengan
perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang Perubahan
dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan
1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan "UU MPO dan MPS".
Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan
tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya reformasi pajak di Indonesia.
5
1. Orang/ pribadi, yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam
suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia.Warisan yang belum belum terbagi satu kesatuan
menggantikan yang berhak warisan merupakan subjek pengganti,
menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.
2. Badan, terdiri atas perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, BUMN/BUMD dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi social politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif,
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Perusahaan luar negeri yang bergerak dalam kegiatan ekonomi suatu negara,
dalam hal ini negara Indonesia. Subjek pajak dapat pula dibedakan yaitu
subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Selanjutnya dapat
dijelaskan bahwa subjek pajak dalam negeri adalah wajib pajak membuat SPT
sementara subjek pajak luar negeri tidak wajib membuat SPT.
6
b) Subjek pajak badan, yaitu :
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali
unit tertentu dari badan pemerintahan yang memenuhi criteria :
Pembentukkannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan,
Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintahan pusat atau
pemerintah daerah, dan
Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara.
c) Subjek pajak warisan, yaitu :
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak.
2. Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari :
a) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia,
dan
b) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh panghasilan dari Indonesia tidak dari menjalakan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
7
II.3.3 Perbedaann wajib pajak dalam negeri dan luar negeri Subjek pajak orang
pribadi
Dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh
penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek
pajak badan dalam negeri menjadi wajib pajak sejak saat didirikan, atau
bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi
maupun badan sekaligus menjadi wajib pajak karena menerima dan/atau
memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau yang melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, wajib pajak adalah
orang pribadi atau badan yang yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan
objektif.
Perbedaan wajib pajak dalam dalam negeri dan wajib pajak luar negeri, antara
lain adalah :
8
MULAI BERAKHIR
Subjektif pajak dalam negeri orang Subjektif pajak dalam negeri orang
pribadi: pribadi:
Saat dilahirkan Saat meninggal
Saat berada di indonesia atau Saat meninggalkan indonesia untuk
bertempat tinggal di indonesia selama-lamanya
Subjektif pajak dalam negeri Subjektif pajak dalam negeri badan:
badan: Saat dibubarkan atau tidak bertempat
Saat didirikan atau bertempat kedudukan di indonesia
kedudukan di indonesia
MULAI BERAKHIR
Subjek pajak luar negeri melalui Subjek pajak luar negeri melalui
BUT: BUT:
Saat menjalankan usaha atau Saat tidak lagi menjalankan usaha
melakukan kegiatan melalui BUT di atau melakukan kegiatan melalui
indonesia BUT di indonesia.
Subjek pajal luar negeri tidak Subjek pajal luar negeri tidak
melalui BUT: melalui BUT:
Saat menerima atau memperoleh Saat tidak lagi menerima atau
penghasilan dari indonesia memperoleh penghasilan dari
indonesia
Warisan belum terbagi: Warisan belum terbagi:
Saat timbulnya warisan yang belum Saat warisan telah selesai dibagikan
terbagi
Tabel 2 Kewajiban pajak subjektif
9
II.3.5 Tidak termasuk subjek pajak
Yang tidak termasuk subjek pajak adalah :
1. Kantor perwakilan Negara asing.
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsultan atau pejabat lain dari Negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat :
a) Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
b) Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasi internasional sebagai mana dimaksud dalam keputusan menteri
keuangan no 661/KMK.04./1994 tanggal 23 Desember 1994 sebagai mana
telah diubah terkhir dengan keputusan Menteri Keuangan nomor
314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni 1998, dengan syarat:
4. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
a) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah
yang dananya berasal dari iuran para anggota.
5. Pejabat perwakilan organisasi internasional, sebagai mana dimaksud dalam
keputusan Menteri Keuangan no 611/KMK.04/1994 tanggal 23 Desember
1994 sebagaimana telah diubah dengan keputusan Menteri Keuangan
nomor 314/KMK.04/1998 tanggal 15 juni 1998, dengan syarat :
a) Bukan warga Negara Indonesai.
b) Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia.
II.4 Objek pajak penghasilan
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapar dipakai untuk konsumsi atau utnuk menambah
10
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk :
1. Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, grafitasi,
uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a). Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b). Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c). Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pegambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam
bentuk apa pun;
d). Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan,
kecuali, yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
e). Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagai atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.
6. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
7. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
11
8. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
9. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
10. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
11. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
12. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
13. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
14. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
15. Premi asuransi;
16. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
17. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
18. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
19. Imbalan bunga sebagaimana dimaksus dalam Undang-undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
20.Surplus Bank Indonesia.
Penghasilan tersebut dapat dikelompokan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji,
honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaries, aktuaris, akuntan, pengacara,
dan sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga, dividen,
royalty, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam
salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti:
a) Keuntungan karena pembebanan utang.
b) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
c) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
d) Hadiah undian.
12
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri,
yang menjadi Objek Pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.
II.4.1 Tidak termasuk objek pajak
1.Yang dikecualikan dari objek pajak adalah :
a). Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan zamil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbanan keagamaan yang sifatnya
wajib pajak bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang
diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
b). Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu 1derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikian atau
penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan.
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham.
4. Penggaian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau
pemerintah
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa
6. Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat :
13
a). Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
b). Bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen paling
rendah 25% Dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif
diluar kepemilikan Saham tersebut.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.
8. Penghasilan dari modal yang telah ditanamkan oleh dana pensiun
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.
10.Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan
pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
a). Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan usaha
dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan
b). Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu.
12. Laba lebih yang diterima atau lembaga nirlaba bidang pendidikan
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu.
adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi wajib pajak
orang pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan netto wajib pajak orang
pribadi jumlahnya di bawah PTKP tidak akan terkena pajak penghasilan (PPh)
pasal 25 /29 dan apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan
14
sebagai objek PPh pasa 21 maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan
pemotongan PPh pasal 21 .
PTKP berbeda untuk status pekerja yang berbeda. Sesuai dengan Pasal 7 ayat 1,
Undang-Undang No. 36 tahun 2008, yang besarnya kemudian dirubah sesuai
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang
Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, bagi pekerja yang belum
kawin, PTKP adalah Rp24.300.000.
Bila istri bekerja, PTKP pekerja tetap sama, yaitu Rp24.300.000 dan tarif
pajak penghasilan tetap sama.
15
Kawin, anak 3 32.400.000
BAB III
16
BAB IVPENUTUP
IV.1Kesimpulan
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau
badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang
dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji,
honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
3.1 Saran
Dari uraian diatas penulis berharap bagi semua pihak yang berwenang dalm
pemungutan pajak agar pajak yang di dapat dari pemungutan wajib pajak tersebut
harus bisa dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya.
Selain itu untuk wajib pajak juga seharusnya lebih sadar bahwa kewajiban
untuk membayar pajak harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, karena pajak
bermanfaat sekali untuk kelancaran hidup benegara.
DAFTAR PUSTAKA
17
Suandy, erly. Hukum Pajak. 2005. Salemba Empat: Jakarta
Anastasia Diana, dan Lilis Setiawati, 2009, Perpajakan Indonesia, Andi, Yogyakarta
Ikatan Akuntan Indonesia, 1999. Standar Akuntansi Keuangan. PSAK No. 17, Cetakan
Keempat, Buku Satu, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Lumbantoruan, Shopar, 2005, Akuntansi Pajak, Gramedia Widiasarana. Jakarta Muljono,
Djoko 2009, TAX PLANNING-Menyiasati Pajak dengan Bijak.Yogyakarta :
ANDI.
Mardiasmo. 2011, Perpajakan Edisi Revisi 2011, Andi, Yogyakarta.
Munawir S. 2002, Perpajakan, Edisi Revisi, Liberty, Yogyakarta.
Pohan, CA 2011, Optimazing Corporate Tax Management, Bumi Aksara, Jakarta
Resmi, Sitti 2009, Perpajakan : Teori dan Kasus, Jakarta : Salemba Empat.
Suandy, Erly, 2006, Perpajakan, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta.
Rahayu, Siti Kurnia 2009, Perpajakan Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta Soemahamidjadja
Soeparman, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”. (2002:5)
Suandy, 2003, Perencanaan Pajak, Edisi Kedua, Salemba Empat, Jakarta
18