Gangguan Somatoform
Gangguan Somatoform
Gangguan Somatoform
Oleh :
Ricco Firmansyah
Shinta Laksmi Setiawati
Rachilla Arandita Saraswati
GANGGUAN SOMATOFORM
Berdasarkan DSM IV :
• Gangguan somatisasi (somatization disorder)
• Gangguan somatisasi tidak terinci (undifferentiated somatoform disorder)
• Gangguan konversi (conversion disorder)
• Gangguan nyeri (pain disorder)
• Hipokondriasis (hypochondriasis)
• Body Dysmorphic Disorder (BDD)
• Gangguan somatoform yang tidak tergolongkan (somatoform disorder not
otherwise specified-NOS)
KLASIFIKASI (3)
Berdasarkan DSM V :
• Somatic Symptom Disorder
• Illness Anxiety Disorder
• Conversion Disorder (Functional Neurological Symptom Disorder)
• Psychological Factors Affecting Other Medical Conditions
• Factitious Disorder Imposed on Self (FDIS)
• Factitious Disorder Imposed on Another (FDIA)
• Other Specified Somatic Symptom and Related Disorder
• Unspecified Somatic Symptom and Related Disorder
DSM IV DSM V
• Gangguan somatisasi • Somatic Symptom Disorder
• Illness Anxiety Disorder
• Gangguan konversi
• Conversion Disorder (Functional
• Hipokondriasis Neurological Symptom Disorder)
• Psychological Factors Affecting Other
• Body Dysmorphic Disorder Medical Conditions
• Gangguan nyeri • Factitious Disorder Imposed on Self
(FDIS)
• Gangguan somatisasi tidak
• Factitious Disorder Imposed on
terinci (undifferentiated Another (FDIA)
somatoform disorder) • Other Specified Somatic Symptom and
Related Disorder
• Gangguan somatoform yang • Unspecified Somatic Symptom and
tidak tergolongkan Related Disorder
SOMATIC SYMPTOM DISORDER
Sering memeriksa diri berulang kali (mis.memeriksa tenggorokan di cermin). Mereka meneliti
penyakit yang dicurigai secara berlebihan (mis., Di Internet) dan berulang kali mencari jaminan
dari keluarga, teman, atau dokter.
Prevalensi
B. Gejala somatik tidak ada atau jika ada, intensitasnya ringan. Jika ada kondisi medis lain atau ada risiko
tinggi untuk mendapat kondisi medis (mis., adanya Riwayat keluarga), preokupasi jelas berlebihan atau
tidak proporsional.
C. Kecemasan yang tinggi terhadap kesehatan dan individu mudah khawatir tentang status kesehatan pribadi.
D. Melakukan perilaku yang berlebihan terhadap kesehatan (mis. Mengecek tubuhnya berulangkali untuk
mencari tanda-tanda suatu penyakit) atau menunjukkan penghindaran maladaptif.
E. Preokupasi telah hadir ± 6 bulan, tetapi penyakit spesifik yang ditakuti dapat berubah selama periode
waktu.
F. Preokupasi yang berhubungan dengan penyakit tidak dapat dijelaskan oleh gangguan mental lainnya,
seperti gangguan gejala somatik, gangguan panik, gangguan kecemasan umum, gangguan dysmorphic
tubuh, gangguan kompulsif-obsesif, atau gangguan delusi, tipe somatik.
Tentukan :
Jenis pencari perawatan : Perawatan medis, termasuk kunjungan dokter atau menjalani tes dan prosedur, sering
digunakan.
Jenis penghindar perawatan : Perawatan medis jarang digunakan.
CONVERSION DISORDER (FUNCTIONAL
NEUROLOGICAL SYMPTOM DISORDER)
• Kejadian tahunan dari reaksi konversi adalah 22 kasus per 100.000 orang per tahun
di Monroe County, New York. Namun, angka yang dilaporkan sangat bervariasi.
Dalam sebuah penelitian terhadap 100 wanita berturut-turut setelah kehamilan
normal penuh, 33 tercatat memiliki riwayat gejala konversi. Dalam sebuah penelitian
terhadap 100 pasien yang dipilih secara acak dari klinik psikiatri, 24 tercatat
memiliki gejala neurologis yang tidak dapat dijelaskan. Sebuah laporan oleh Carson
menemukan bahwa 30% pasien di klinik neurologi memiliki "gejala yang tidak dapat
dijelaskan.“
• Wanita : pria = 2-10: 1.
Etiologi
A. Pemalsuan tanda atau gejala fisik atau psikologis, atau induksi cedera
atau penyakit, terkait dengan penipuan yang teridentifikasi.
B. Individu menampilkan dirinya sendiri kepada orang lain sebagai
sakit, cacat, atau terluka
C. Perilaku menipu terlihat jelas bahkan tanpa adanya imbalan
eksternal yang jelas
D. Perilaku ini tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain,
seperti gangguan delusional atau gangguan psikotik lainnya.
Tatalaksana
• Tidak ada perawatan yang jelas efektif.
• Pasien dapat memperoleh pertolongan awal dengan memenuhi permintaan perawatan mereka,
tetapi gejala mereka biasanya meningkat, akhirnya melebihi apa yang dokter mau atau mampu
lakukan.
• Konfrontasi atau penolakan untuk memenuhi tuntutan pengobatan sering mengakibatkan reaksi
marah, dan pasien biasanya berpindah dari satu dokter atau rumah sakit ke yang lain (disebut
peregrinasi).
• Mengenali gangguan dan meminta konsultasi psikiatris atau psikologis sejak dini adalah penting,
sehingga pengujian invasif yang berisiko, prosedur bedah, dan penggunaan obat yang berlebihan
atau tidak beralasan dapat dihindari.
• Pendekatan non-agresif, nonpunitive, nonconfrontational harus digunakan untuk mendiagnosis
gangguan buatan pada pasien. Untuk menghindari rasa bersalah atau celaan, seorang dokter dapat
mengajukan diagnosis sebagai teriakan minta tolong. Atau, beberapa ahli merekomendasikan untuk
memberikan perawatan kesehatan mental tanpa mengharuskan pasien untuk mengakui peran
mereka dalam menyebabkan penyakit mereka.
FACTITIOUS DISORDER IMPOSED ON
ANOTHER (FDIA)
• Pada FDIA, seseorang bertindak seolah-olah seseorang yang dia rawat menderita penyakit
fisik atau mental padahal orang tersebut tidak benar-benar sakit. Orang dengan FDIA memiliki
kebutuhan batiniah agar orang lain (seringkali anaknya) dianggap sakit atau terluka.
• Orang-orang dengan FDIA bahkan rela meminta anak atau pasien menjalani tes dan operasi
yang menyakitkan atau berisiko untuk mendapatkan simpati dan perhatian khusus yang
diberikan kepada orang-orang yang benar-benar sakit dan keluarga mereka.
• Orang dengan FDIA dapat membuat atau melebih-lebihkan gejala anak dengan beberapa
cara. Mereka berbohong tentang gejala, mengubah tes diagnostik (seperti mengkontaminasi
sampel urin), memalsukan catatan medis, atau menginduksi gejala melalui berbagai cara,
seperti keracunan, mati lemas, kelaparan, dan menyebabkan infeksi.
Epidemiologi
A. Pemalsuan tanda atau gejala fisik atau psikologis, atau induksi cedera atau
penyakit, pada orang lain, terkait dengan penipuan yang teridentifikasi.
B. Individu tersebut menghadirkan individu lain (korban) kepada orang lain
sebagai orang sakit, cacat, atau terluka.
C. Perilaku menipu terlihat jelas bahkan tanpa adanya imbalan eksternal yang
jelas
D. Perilaku tidak dijelaskan oleh gangguan mental lain, seperti gangguan
delusional atau gangguan psikotik lainnya.