Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
SlideShare a Scribd company logo
By Aun Falestien Faletehan
2009
Bayangkan ...
Keluarga ini telah lama hidup bersama. Masingmasing anggota keluarga saling menyayangi dan
menjaga satu sama lain
Metafora Downsizing (Pengurangan Jumlah Pegawai)
Suatu ketika ...
Ketika masing-masing sudah duduk untuk bersiap
memakan hidangan yang sudah disediakan
ibunda tercinta!

Anak-anak merasa ada yang aneh dari tingkah laku
kedua orang tuanya.
“Ada peristiwa yang mungkin tidak kita harapkan
di pagi hari ini,” terka salah satu anak.
Ayah dan Ibu saling menatap dengan mata sendu

Seolah-olah memendam sesuatu yang buruk tetapi
enggan mengutarakan di hadapan putra-putri
tercintanya
“Ayah dan Ibu baru saja menghitung-hitung kondisi
keuangan rumah tangga kita,” ujar Ibu sambil melihat
ke bawah di arah piring sarapan paginya; untuk
menghindari kontak mata dengan anak-anaknya.
Metafora Downsizing (Pengurangan Jumlah Pegawai)
Ibu mulai memaksa diri untuk melihat sekeliling meja
makan, dan mulai berbicara lagi;

“Pada intinya, Ayah dan Ibu sudah tidak sanggup
lagi untuk membelikan makanan dan pakaian buat
kalian berempat,” lanjut Ibu secara diplomatis.
Sejenak kemudian, Ibu menunjuk dua anak yang duduk di
depannya; seraya berkata:
“Hal ini tidak ada kaitannya dengan pilih
kasih atau lebih sayang pada dua saudaramu
yang lain,” sahut sang Ayah yang akhirnya
membuka suara untuk membantu retorika
sang Ibu.
Namun ...
Ayah melanjutkan sambil memaksakan diri untuk
tersenyum, “Kita telah mempersiapkan segalanya.
Paman dan bibimu akan datang kemari untuk mengasuh
kalian.
Metafora Downsizing (Pengurangan Jumlah Pegawai)
Dua anak yang masih tinggal di rumah itu disambut
oleh sebuah meja makan dan empat buah kursi
duduk.

Dua kursi yang lain telah dipindahkan. Semua
memori fisik dan kenangan tentang kedua anak
yang telah diasuh paman dan bibi itu telah
dilenyapkan begitu saja.
Dimensi emosional tentang kenangan terhadap dua
anak yang lain telah diabaikan.
Ayah dan Ibu mulai menekankan kepada dua anak
yang tersisa, mereka yang bisa bertahan, bahwa
keduanya patut untuk diberi pujian;

“Kalian berdua telah diijinkan untuk tetap
tinggal sebagai bagian dari keluarga ini”
“Untuk menunjukkan kebanggaan kami, kalian
akan diharapkan untuk bekerja lebih keras dari
sebelumnya.”
“Ini semua untuk kejayaan keluarga kita”
Sang Ayah menjelaskan bahwa, “Beban kerja keluarga
kita tetap sama meskipun dua saudara kalian telah
pergi.”

“Justru ...
Kalianlah yang sekarang mengerjakan tugas yang
dahulu dilakukan dua saudaramu.”
“Kondisi ini akan semakin mempererat kita semua
sebagai keluarga yang solid,” tutur sang Ibu.
“Oke ...
Makanlah sarapan kalian. Lagi pula, makanan
ini juga membutuhkan biaya,” ketus sang Ayah
untuk mengakhiri pembicaraan.
Diadaptasi dari David Doer (1993), “Metaphor of the
surviving children” dalam Laura P. Hartman (2002),
Perspectives in business ethics, New York: McGraw-Hill
Irwin, pp. 389-390
Renungan
1) Apa yang dirasakan dua anak yang pergi dari rumah?
“Mungkin marah, terluka, takut, sedih, dan merasa
bersalah.
2) Apa yang dirasakan dua anak yang tersisa?
“Mungkin perasaannya hampir sama dengan mereka
yang pergi, atau justru lebih parah dari sisi psikologis.”
3) Apa yang dirasakan oleh Ayah dan Ibu?
“Mungkin hampir sama juga dengan keempat anaknya”
4) Apakah kedua anak yang tersisa bisa bekerja secara
lebih baik?
“Dalam beberapa kasus, tidak ada yang bisa menjamin
kalau tingkat produktivitas kerja akan semakin naik.”

More Related Content

Metafora Downsizing (Pengurangan Jumlah Pegawai)

  • 1. By Aun Falestien Faletehan 2009
  • 3. Keluarga ini telah lama hidup bersama. Masingmasing anggota keluarga saling menyayangi dan menjaga satu sama lain
  • 5. Suatu ketika ... Ketika masing-masing sudah duduk untuk bersiap memakan hidangan yang sudah disediakan ibunda tercinta! Anak-anak merasa ada yang aneh dari tingkah laku kedua orang tuanya. “Ada peristiwa yang mungkin tidak kita harapkan di pagi hari ini,” terka salah satu anak.
  • 6. Ayah dan Ibu saling menatap dengan mata sendu Seolah-olah memendam sesuatu yang buruk tetapi enggan mengutarakan di hadapan putra-putri tercintanya
  • 7. “Ayah dan Ibu baru saja menghitung-hitung kondisi keuangan rumah tangga kita,” ujar Ibu sambil melihat ke bawah di arah piring sarapan paginya; untuk menghindari kontak mata dengan anak-anaknya.
  • 9. Ibu mulai memaksa diri untuk melihat sekeliling meja makan, dan mulai berbicara lagi; “Pada intinya, Ayah dan Ibu sudah tidak sanggup lagi untuk membelikan makanan dan pakaian buat kalian berempat,” lanjut Ibu secara diplomatis.
  • 10. Sejenak kemudian, Ibu menunjuk dua anak yang duduk di depannya; seraya berkata:
  • 11. “Hal ini tidak ada kaitannya dengan pilih kasih atau lebih sayang pada dua saudaramu yang lain,” sahut sang Ayah yang akhirnya membuka suara untuk membantu retorika sang Ibu.
  • 12. Namun ... Ayah melanjutkan sambil memaksakan diri untuk tersenyum, “Kita telah mempersiapkan segalanya. Paman dan bibimu akan datang kemari untuk mengasuh kalian.
  • 14. Dua anak yang masih tinggal di rumah itu disambut oleh sebuah meja makan dan empat buah kursi duduk. Dua kursi yang lain telah dipindahkan. Semua memori fisik dan kenangan tentang kedua anak yang telah diasuh paman dan bibi itu telah dilenyapkan begitu saja.
  • 15. Dimensi emosional tentang kenangan terhadap dua anak yang lain telah diabaikan.
  • 16. Ayah dan Ibu mulai menekankan kepada dua anak yang tersisa, mereka yang bisa bertahan, bahwa keduanya patut untuk diberi pujian; “Kalian berdua telah diijinkan untuk tetap tinggal sebagai bagian dari keluarga ini”
  • 17. “Untuk menunjukkan kebanggaan kami, kalian akan diharapkan untuk bekerja lebih keras dari sebelumnya.” “Ini semua untuk kejayaan keluarga kita”
  • 18. Sang Ayah menjelaskan bahwa, “Beban kerja keluarga kita tetap sama meskipun dua saudara kalian telah pergi.” “Justru ... Kalianlah yang sekarang mengerjakan tugas yang dahulu dilakukan dua saudaramu.”
  • 19. “Kondisi ini akan semakin mempererat kita semua sebagai keluarga yang solid,” tutur sang Ibu.
  • 20. “Oke ... Makanlah sarapan kalian. Lagi pula, makanan ini juga membutuhkan biaya,” ketus sang Ayah untuk mengakhiri pembicaraan.
  • 21. Diadaptasi dari David Doer (1993), “Metaphor of the surviving children” dalam Laura P. Hartman (2002), Perspectives in business ethics, New York: McGraw-Hill Irwin, pp. 389-390
  • 22. Renungan 1) Apa yang dirasakan dua anak yang pergi dari rumah? “Mungkin marah, terluka, takut, sedih, dan merasa bersalah. 2) Apa yang dirasakan dua anak yang tersisa? “Mungkin perasaannya hampir sama dengan mereka yang pergi, atau justru lebih parah dari sisi psikologis.” 3) Apa yang dirasakan oleh Ayah dan Ibu? “Mungkin hampir sama juga dengan keempat anaknya” 4) Apakah kedua anak yang tersisa bisa bekerja secara lebih baik? “Dalam beberapa kasus, tidak ada yang bisa menjamin kalau tingkat produktivitas kerja akan semakin naik.”