Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

CERPEN: Sebuah Apel

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

CERPEN : Sebuah Apel

Sebuah Apel “Aku terheran- heran pada mamaku, mengapa aku harus selalu
memakan apel, padahal aku tidak suka makan apel, setiap mama memberiku apel,
apel itu selalu aku berikan kepada Brema, kelinciku”. Setiap hari mama, selalu
memaksaku memakan apel, bekal sekolah pun aku dibawakan apel. Semua apel itu,
aku berikan kepada Brema. Riri, panggil mama, aku pun bersungut kesal. “pasti aku
disuruh makan apel lagi”. “Hari ini kamu belum memakan apel” teriak mama.
Ternyata apa yang Riri duga menjadi kenyataan. Karena selama ini Riri belum
berani memakan apel lagi, setelah traumanya beberapa tahun yang lalu. Dulu,
ketika ia sedang makan apel, ia menggigit sebuah ulat, yang ia temukan di dalam
apel yang ia makan, semenjak itulah ia tidak mau lagi makan apel. “Keesokan
harinya, ketika disekolah, ketika pelajaran sains, Pak Rudi, guru bidang study itu,
menyuruh anak- anak membawa apel, untuk praktikum besok, “tetapi memakannya
harus ketika akan ditanam” Kata Pak Rudi menjelaskan. Di sepanjang perjalanan
menuju rumah, Riri bersungut sangat kesal, karena ia harus membawa dan
memakan apel demi mendapatkan nilai praktikum dari Pak Rudi. “ Gimana ya, aku
kan tidak suka apel, tapi kalau tidak aku lakukan, aku tidak akan memdapat nilai
dari Pak Rudi” Riri kebingungan. Sesampainya dirumah ia langsung menemui
mamanya dan meminta apel. Mama menatapnya dengan heran. “Apakah aku tidak
sedang bermimpi, tumben dia mau memakan apel, bahkan memintanya terlebih
dahulu, biasanya aku paksa baru mau ia terima” mama terheran-heran. Tetapi
mama tidak menanyakan hal itu kepada Riri, karena mama takut Riri menjadi tidak
mau makan apel lagi. “Keesokan harinya ketika pelajaran sains tiba”. “Anak- anak,
apakah kalian sudah membawa apel, untuk praktikum kita hari ini?” Tanya Pak
Rudi. Riri yang memang tidak menyukai apel kebingungan, dengan cara dan rasa
apel yang akan dia makan. Tetapi setelah Riri berusaha menyukai dan akhirnya
berani memakan apel, ia tersenyum dan berkata “Sekarang aku mau memakan
apel, ternyata apel itu tidak seburuk yang aku bayangkan” batin Riri dalam hati.
Selesai praktikum, Pak Rudi menjelaskan manfaat- manfaat apel. “Apel
mengandung vitamin A, dan bisa untuk menghaluskan kulit” Jelas Pak Rudi. “ Hmm
ternyata apel tidak seburuk yang kubayangkan. Apel mengandung banyak vitamin,
sekarang aku baru menyadari kesalahanku, mama benar aku harus memakan apel
setiap hari” kata Riri dalam hati. Dan saat itu pula Riri mulai menyukai apel, bahkan
ia tak pernah lupa memakan apel setiap hari. “Terimakasih ya pak sekarang saya
jadi meyukai apel” kata Riri pada Pak Rudi. Pak Rudi hanya tersenyum bahagia,
karena dapat membantu Riri, mengatasi masalahnya.

Antara aku dan bintang


“Dika, udah bel tuh. Kantin yuk!!” ajak Nadia padaku. “gue malez,,lo
duluan aja.” “tumben?! Lo kenapa?” Tanya Nadia menyelidik.
“seperti biasa, lo tau lah?!” jawabku ketus. “Bintang?! Kenpa lagi sama
Bintang?” “seperti biasanya, mamih suka keterlaluan. Beliau terlalu
memanjakan anak itu” gerutuku kesal. “udah deh jangan terlalu
melebih-lebihkan. Gue yakin nyokap lo gak maksud kayak gitu” ujarnya
membuatku kesal. “gak maksud?? Lalu kenapa kalo beliau lagi pergi
keluar kota Cuma Bintang yang ditelpon dan ditanya’in kabarnya? Padahal
yang anak kandungnya itu gue, bukan Bintang” Ucapku tegas,
menumpahkan semua kekesalanku. “tapi semua itu bukan salah
Bintang, dan gak seharusnya lo bersikap dingin terus sama Bintang. Karena
biar gimanapun dia saudara lo, dan selama ini gue liat dia bersikap baik
sama lo malahan terlalu baik.” “jadi lo sekarang lebih bela’in dia
daripada gue? Sahabat lo sendiri?” aku semakin marah mendengar ucapan
Nadia yang kesannya sangat membela si anak pungut itu, padahal aku tau
dia hanya berusaha menenangkanku agar aku tak terjerumus pada
kedengkian. “bukan gitu maksud gue, gue Cuma,,,” “sudahlah,
semua orang emang gak ada yang perduli sama perasaan gue” bentakku
pada Nadia yang nampak sangat bersalah. Kutinggalka Nadia dengan rasa
kesal, marah, dan kecewa. Aku benar-benar tak habis pikir
kenapa semua orang begitu memperhatikan anak itu, dan kenapa mamih
lebih sayang dia daripada aku, anak kandungnya sendiri. Sementara Bintang
hanya anak yang dipungut mamih, karena orang tuanya meninggal 7 tahun
lalu. Kata mamih sih, dia itu anak temen baik papih yang meninggal karena
kecelakaan pesawat. Tapi memang harus sangat special memperlakukan
dia? Sementara aku diabaikan?. Jadi, gak ada alasan kan untuk tidak
membencinya?! “Andika,,!!” seru seseorang mengejutkanku.
“Tania!!” ujarku semakin terkejut melihat sosok dihadapanku. Dia adalah
Tania, gadis cantik yang jadi pujaan semua pria disekolahku, termasuk aku,
he,,he,,. Selain dia cantik, dia juga seorang model disebuah majalah, dan dia
juga tajiirrr. Pokoknya ferfeck, deh!!!. “hey, kok ng’lamun?!” ucap
Tania mengejutkanku lagi. “agh, ng’gak kok. Ada apa?” tanyaku sedikit
salting, tapi harus tetep kelihatan cool donk, iya gak?! “Cuma pengen,
ngobrol aja, bisa kan?” pintanya lembut. Dengan perasaan senaang ku
anggukkan kepala. Rasa kesal yang tadi menyelimuti hatiku, tiba-tiba saja
hilang dengan kedatangan bidadari sekolah itu. “ada apa? Kok yumben
mau bicara denganku?!” tanyaku G_R. “mm,,,,, katanya kamu tinggal
serumah ya sama Bintang?” tanyanya menyurutkan senyum
diwajahku. Bintang lagi? Kenapa selalu harus Bintang sih?! Baru
kali ini, bicara dengan Tania membuatku kesal. “aku mo minta tolong
donk, sama kamu. Aku mo minta kamu buat nyomblangin aku sama
Bintang.” Pintanya malu-malu. “kenapa gak langsung nembak dia
aja!!” ujarku ketus. “kamu tau kan, kalo Bintang itu orangnya susah
ditebak?dia itu selalu dingin sama aku, jadi mau ya,,,,” pintannya manja
membuatku semakin kesal saja. Tan, lo minta apa aja pasti gue kasih
deh!! Tapi kenapa harus soal itu sih?! Gerutruku dalam hati. “sorry,
meningan kamu minta bantuan sama orang lain aja deh. Aku gak bisa”
ucapku dingin, dan meninggalkan Tania yang nampak kecewa dan
bingung.*** Malam itu kutatap langit tanpa Bintang di jendela
kamarku, entah kenapa aku sangat nyaman tak ada Bintang diatas sana.
Padahal waktu kecil aku sangat menyukai Bintang, entah sejak kapan aku
jadi sangat membencinya. Mungkin sejak anak itu dating dan mengacaukan
hidupku. “ Andika!!” seseorang mengejutkanku lagi. “elo?! Bisa gak
kalo masuk kamar orang ketuk pintu dulu?!” bentakku pada orang yang tak
lain adalah Bintang. “gak punya sopan banget sih” gerutuku kesal.
“maaf, tadi aku udah ketuk pintu. Tapi kamu gak jawab, makanya aku
langsung masuk aja” ucapnya memberi alasan. Memang sih aku tadi gak
denger apa-apa. Tapi karena siBintang yang mengejutkanku aku jadi sangat
sewot. “mamih, sama papih udah nunggu kita dimeja makan. Ayo kita
turun” “lo duluan aja. N’tar gue nyusul!” “Dik, gue boleh nanya
gak sama lo?!” tanyanya. Orang bilang dia itu kalem dan cuek, tapi aku
malah melihatnya sebagai sosok yang gak punya charisma sama sekali,
bagiku dia hanya seorang pecundang bodoh. “lo kenapa selalu
bersikap dingin sama gue?” Ternyata sibodoh ini nyadar juga kalo gue
sangat membebcinya. “gue benci sama lo, karena lo udah ngambil
semua yang harusnya jadi milik gue,,,” “selama ini gue udah anggap lo
seperti saudara gue sendiri. Dan gue rela ng’lakuin apapun demi lo!!”
ucapnya bersungguh-sungguh, tapi itu tak membuatku luluh. Malah
membuatku semakin membencinya. “kalo gitu gue minta,,,,,” aku
menarik nafas dalam, hingga akhirnya ku ucapkan juga kalimat itu. “gue
minta lo pergi dari hidup gue, mamih, dan papih, untuk selamanya.”
Mendengar itu, Bintang nampak terkejut dan kecewa. Tapi aku tak perduli
dan membiarknnya sedih dalam keheningan malam.*** Siang itu
sepulang sekolah, aku memutuskan untuk bejalan kaki hingga terminal dan
menolak ajakan Nadia untuk pulang bareng. Baru saja aku melangkahkan
kaki keluar gerbang, tiba-tiba seseorang menepuk bahuku. “Joe!!”
serukku. “lo mau kemana?” “pulang!!” jawabku dingin.
Mendengar jawabanku, Joe dan teman-temannya tertawa, seolah aku ini
pelawak yang sedang beraksi menghibur penonton. “lo tuh anak
mamih banget sih, pulang sekolah langsung pulang!! Meningan lo ikut kita-
kita. Bentar legi kita mau tauran,, dijamin asyk deh!!” bujuk Joe, sang
preman sekolah. Aku terdiam sejenak dan mempertimbangkan
penawaran Joe itu. Benar yang dibilang Joe, aku lebih baik ikut mereka. Toh
gak ada yang peduli kan?! Akhirnya aku memutuskan untuk ikut bersama Joe
dan kawan-kawannya. Masing-masing dari kami memilih senjata, ada yang
hanya membawa tongkat, adapula yang membawa celurit dan
pisau. Akhirnya tauran pun dimulai, dan aku berusaha melepaskan semua
kekesalanku selama ini dengan memukul siapapun yang ada didepanku,
entah itu lawan maupun kawan. Tiba-tiba saja ditengah perkelahian itu
terdengar suara sirine mobil polisi, semua anak lari terbirit-birit ada juga
yang masih berusaha mencelakai kawannya. “awas!!” seru seseorang
berusaha menghalangi pisau yang hendak mencelakaiku. Aku semakin
terkejut mendapati orang yang menolongku. “Bintang,,,,!!!” Baru
saja aku hendak mendekati Bintang yang terluka, Joe malah menariku
menjauh. “ayo bodoh, ada polisi” ujarnya.Aku berlari bersama Joe,
meninggalkan Bintang yang tengah sekarat di tengah jalan. Dan pada
akhirnya: Bintang,, ia benar-benar meninggalkanku, mamih, dan papih untuk
selamanya!!!!!!!!!!!! The End

Anda mungkin juga menyukai