Cerpen 6 Pelukan
Cerpen 6 Pelukan
Cerpen 6 Pelukan
Tarik ulur takdir membuatku tak hanya merasakan letih dalam kesendirian.
Dan pada pelukan-Nya lah ku temukan ketenangan yang menyejukkan.
Tempatku berpulang.
***
Kini tidak ada lagi Teddy, Windy dan Bombom. Aku tidak peduli lagi
dengan mereka. Aku tidak bisa lagi menuangkan keluh kesahku kepada mereka.
Semua ruangan ini serba menjemukan, dengan semua peralatan-peralatan aneh
dan perabotan berwarna putih. Aku tidak suka warna putih. Pucat, monoton dan
menjemukan,tapi apa peduliku? yang aku inginkan saat ini adalah beristirahat.
Aku ingin segera sembuh dan bermain lagi dengan burung-burung gereja liar,
membaca berulang-ulang cerita-cerita kuno sampai aku hafal semua ceritanya.
Aku ingin sekali bertemu dengan Kak Yani yang lembut suaranya dan matanya
yang meneduhkan. Aku rindu dengan omelan-omelan Kak Fitri walau terkadang
aku kesal dengannya.
Ah, aku percaya dengan ucapannya. Beliau bilang kalau kita percaya
kepada Tuhan, kita akan disembuhkan dari semua penyakit apapun itu. Aku
ingin mendengarkan lagi cerita-cerita dongeng dan bernyanyi.
***
Pulang, ya mungkin itu keinginanku. Walau aku tak tahu apakah aku
pantas untuk pulang ketempat itu. Tempat yang tak pantas disebut rumah. Tak
ada kehangatan, tak ada canda, bahkan kebahagiaan. Hanya ada beberapa orang
asing. Ya, mungkin itu istilah yang tepat untuk menggambarkan sosok saudara
dan teman. Orang asing yang tinggal bersama denganku. Aku bisa sedikit lega
sekarang, disini aku tidak lagi bersama dengan orang-orang yang selalu
menjauhiku. Disini aku tak perlu menyendiri di pojok ruang sempit penuh
tumpukan buku yang berdebu. Disini, dikamar ini ada bunga di sudut ruangan,
lalu disampingnya ada meja dengan teman-teman setiaku, ada Teddy si beruang,
Windy boneka cantik dan Bombom si orang hutan. Mereka semua adalah
teman-teman yang masih bersamaku untuk saat ini.
Terkadang ketika aku bosan, aku duduk disebuah tempat diluar ruangan
namun masih didalam pagar rumah besar ini. Tempat yang mereka sebut
taman. Namun bukan taman yang indah, hanya tempat terbuka yang dipenuhi
rumput liar dan beberapa pohon yang tak terurus. Aku cukup terhibur ditaman
ini karena selalu ditemani burung gereja yang masih mau tinggal sementara
untuk bermain-main. Terkadang aku sengaja menyisakan sedikit potongan roti
sisa makan agar bisa kuberikan ke burung gereja itu. Ah, aku senang dengan
celotehan-celotehan mereka. Walaupun aku hanya bisa mendengar dan aku
malas untuk bergabung karena akan berubah menjadi kesunyian jika ku
mendekat.
***
Tidak tahu sudah berapa tahun aku tinggal disini, yang kuingat bahwa
nenekku-lah yang membawaku ke sini tanpa sepengetahuan paman dan bibi.
Aku benci dengan paman dan bibiku, mereka selalu memandang buruk bunda,
apa lagi disaat dia sakit.
Pernah terdengar olehku perkataan mereka yang mengatakan bahwa
bunda adalah anak durhaka yang dikutuk karena tidak mendengarkan nasihat
dari nenek ataupun almarhum kakek. Sedangkan aku, walaupun tidak pernah
diucapkan di depanku tapi pernah juga terdengar bahwa akulah anak hasil
kutukan itu. Aku sayang sama nenek karena hanya beliaulah yang selama ini
memperhatikan ku. Aku selalu berusaha menjadi anak baik yang selalu menurut
sama nenek dan tentang bunda sendiri, aku tidak terlalu ingat bagaimana bunda
mengendongku, memandikanku, menyusuiku dan menyayangiku. Ya, Aku tak
ingat itu.
“Ririn, mulai saat ini kamu harus tinggal di sini.”Begitu kata nenekku
setelah bertemu dan berbincang dengan seseorang yang kemudian aku tahu
bernama Ibu Novi.
“Nenek, bagaimana dengan nenek? Mengapa aku harus tinggal sendirian
di sini?”
“Rin, nenek sedih ketika melihatmu yang selalu murung di rumah. Kamu
tidak pernah ada teman bermain. Lihatlah, disini banyak teman-teman yang bisa
kamu ajak untuk bermain bersama. Bukankah kamu sangat merindukan ibumu?
nenek akan merawat dan menunggui ibumu yang sakit. Jadi nenek sudah tidak
bisa lagi menemanimu. Kamu di sini dulu ya sayang. Nenek janji akan
menjemput kamu setelah ibu kamu pulang kembali.”
“Benarkah? benarkah bunda akan segera pulang?”
“Nenek janji.”
Ya. Semenjak hari itu nenek beberapa kali datang, namun pertemuanku
dengan nenek tak pernah lama. Nenek selalu bilang akan membawa ku pulang,
sampai akhirnya nenek tidak pernah lagi datang menemuiku. Nenek hanya
sekali menelponku dan itupun secara sembunyi-sembunyi. Aku tahu dari cara
dia berbicara yang berbisik. Hufft.. Sungguh, walaupun aku sangat merindukan
bunda tapi semua keluarga besar sepertinya tidak menginginkanku untuk
bertemu dengan bunda. Aku hanya menangis dan berdoa kepada Tuhan. Yang
aku inginkan hanya bertemu bunda dan memeluknya. Aku ingin mengucapkan
kepada bunda bahwa Ririn sangat sayang bunda. Ririn tidak mau kehilangan
bunda dan ingin memeluk bunda.
***
“Rin, kenapa disini sendirian?”Suara lembut itu membuyarkan
lamunanku. Lamunan tentang masa-masa aku masih dirumah bersama nenek
dan bunda. Hanya dua orang tersebut yang aku kenal secara dekat. Padahal
masih banyak orang-orang yang berada disekelilingku. Memang aku tidak
begitu teringat dengan Bunda. Yang aku ingat bunda memiliki tatapan lembut
yang menghangatkan. Aku selalu senang ketika dipelukannya dan saat dia
menciumku dengan hangat. Tak terasa kedua mataku meneteskan air mata.
“Ririn jangan menangis, lihatlah teman-teman kamu. Tidak maukah kamu
bergabung dengan mereka?”
“Aku mau kak, tapi mereka tidak mau bermain denganku.”
“Tidak, mereka mau bermain denganmu. Atau kamu mau Kak Yani
mengatakan kepada mereka kalau kamu mau bermain dengan mereka?”
Aku hanya terdiam, Kak Yani memang pengasuh yang selalu
memperhatikan dan menyayangiku. Aku tahu ketika Kak yani membawaku
kepada teman-temanku sebenarnya mereka pun mau bermain denganku. Hanya
aku merasa tidak dianggap. Bagaimana tidak? Ketika bermain petak umpet aku
selalu terakhir yang ketemu hingga tidak pernah jaga. Bukan, aku bukannya
pintar mencari tempat untuk bersembunyi. Kalau bermain kejar-kejaran, mereka
juga cepat menyerah mengejarku. Kata Bu Novi aku tidak boleh terlalu capek,
karena aku membawa virus yang bisa membuatku gampang sakit. Huh..
menyebalkan, bukankah aku saat ini sehat-sehat saja? Aku bisa berlari pun
melompat. Bahkan anak laki-laki disekolah banyak yang pernah aku kalahkan
ketika berlari. Tapi itu dulu, aku kini hanya sendiri. Sebenarnya tidak sendiri,
aku selalu berangan-angan boneka-bonekaku yang bernama Teddy, Windy dan
Bombom adalah makhluk yang bisa berbicara. Mereka tidak pernah
memperlakukan aku teramat istimewa.
“Bagaimana Ririn?” Kak yani bertanya sekali lagi.
“Tidak usah, Kak. Aku ingin membaca di perpustakaan saja,” jawabku
sambil beranjak ke ruangan di sudut. Di ruangan itu ternyata ada Kak Fitri.
Hmm, sebenarnya dia juga baik tapi aku tidak tahan dengan kebawelannya, dia
selalu banyak melarang ini dan itu.
“Ririn, kamu boleh baca semua buku di perpustakaan ini. Tapi ingat,
nanti dirapikan lagi,” pesannya padaku.
“Iya, Kak.”
“Jangan mengambil buku yang ditumpukan itu, itu sudah kakak rapikan.
Lagian juga itu ‘kan buku untuk anak-anak usia TK. Memangnya kamu masih
TK?”
“Tapi kak, aku suka dengan ceritanya. Aku ingin menjadi penulis cerita.”
“Ririn jangan membantah! Keluar saja kalau kamu tidak mau menurut
sama pengasuhmu.”
Huh, sebel! Aku memang bukan anak TK lagi. Tapi apa salahnya aku
membaca cerita-cerita tersebut. Toh pengarangnya juga orang-orang dewasa.
Aku kan ingin juga menjadi penulis cerita. Dengan menjadi penulis cerita, aku
bebas berkhayal tentang apapun yang aku mau. Akhirnya aku hanya bisa
manyun dan membaca buku-buku pengetahuan terjemahan.
***
Pagi ini Bu Novi menyuruhku untuk tidak masuk sekolah. Ada tamu yang
katanya khusus datang untukku. Hmm, tamu apa ya? Aku, kan, tidak kenal
banyak orang. Bahkan semua teman bundapun tidak ada yang mengenaliku.
Tapi aku menurut saja dengan perintah Bu Novi. Aku ingin jadi anak manis
mulai sekarang, terlebih aku tidak mau lagi Kak Fitri ngomel-ngomel. Aku
mandi dan berdandan manis. Oh, aku hampir lupa hari ini adalah hari ulang
tahunku. Seumur-umur baru satu kali ulang tahunku dirayakan dan ini kali
kedua yang semuanya dirayakan di tempat ini. Ternyata banyak orang yang
datang. Aku tidak habis pikir mengapa aku menjadi orang yang istimewa di hari
ulang tahun ini. Ah,mungkinkah mereka teman-teman bunda yang selalu
diceritakan tante-tanteku. Tapi aku lihat semua orang ini baik-baik saja. Semua
memakai kaus yang ada gambar pita merahnya. Semua memberi selamat ulang
tahun kepadaku. Sungguh ini adalah waktu yang sangat indah bagiku. Kata Kak
Yani, aku terlihat cantik dan ceria.
Aku memang sangat bahagia hari ini, banyak hadiah yang aku dapatkan.
Salah satunya adalah Bombom boneka orang hutan. Bombom diberikan oleh
seorang laki-laki yang bernama Kak Seto. Kak Seto orangnya lucu dan baik
banget, entah kenapa walaupun baru sekali ini ketemu seperti ada kedekatan
yang aku rasakan. Hmm, ya ternyata aku merindukan ayah yang entah
bagaimana wajahnya. Aku bisa mendapatkan sosok ayah pada diri Kak Seto, dia
juga bilang kalau sayang padaku dan pernah berteman dengan ayah dan
bundaku. Dia banyak bercerita tentang mereka, bagaimana mereka saling
menjaga sebagai teman. Bahkan perkenalan ayah dan bundaku pun Kak Seto
ceritakan. Sungguh suatu cerita yang membahagiakan sekaligus menyedihkan.
Air mataku menetes, sungguh aku sangat merindukan ayah dan bunda berada
disini memelukku. Tapi Kak Seto menghiburku dan mengatakan bahwa dia mau
untuk aku anggap sebagai ayahku karena dia adalah sahabat ayah dan bunda.
Aku menangis dipelukan Kak Seto selama pesta. Kak Seto berjanji untuk
menengokku setelah perpisahan kami. Hmm, kenapa kebagiaan ini hanya
sesaat.
***
Hari ini aku merasakan tubuhku sudah lebih baik. Aku merasa bisa
bangun dan berjalan-jalan untuk sekadar meninggalkan tempat tidur agar tidak
bosan. Tuhan, aku bahagia sekali. Kini tubuhku merasa ringan. Ingin aku segera
beranjak dari sini, berlari-lari dan melompat. Aku ingin meminta izin Bu Novi
agar bisa bertemu nenek, bertemu bunda dan aku ingin diantar ke rumah Kak
Seto untuk mengucapkan terimakasih atas penghiburannya selama ini. Aku mau
nanti yang mengantarku menemui nenek dan bunda adalah Kak Fitri. Kak Fitri,
ya, bukan Kak Yani. Selama aku sakit aku baru tahu bahwa kak Fitri
memperlakukanku sama dengan teman-teman yang lain. Kak Fitri mengomel
demi kebaikanku. Tapi aku juga merindukan kak Yani seorang pengasuh sabar
dan sayang kepadaku.
Hmm, tapi sungguh aneh, hari ini aku berasa di ruangan yang lain lagi.
Kenapa tidak ada siapa-siapa?.
“Ririn...”
Suara hangat dan merdu memanggilku. Suara seseorang yang sepertinya
aku kenali, tapi siapa? aku menoleh dan ada sosok yang meneduhkan hatiku,
wajah-Nya tak begitu jelas karena bercahaya. Aku tidak kenal orang ini, tapi
kehangatannya yang luar biasa membuatku tidak takut untuk mendekati-Nya.
Dia semakin dekat dan ketika dipeluk-Nya, aku memejamkan mataku dan
merasakan kedamaian yang luar biasa.
***
"Lepas lalu. Aku baru saja usai terlepas dari sepi yang selama ini
mengurungku. Sekarang, saatnya aku bahagia dalam rumah-Nya pada
kekekalan tanpa takut ditinggal sendiri, lagi."