Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

CERPEN

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

TUGAS BAHASA INDONESIA

Di susun Oleh :
Nama : Juan Mote
Kelas : IX A

SMP YPPK TERUNA MULIA


JAYAPURA
2019
Cerpen Anak

Laba—Laba Dan Lalat

Tuan Laba-laba sangat ingin menikahi Nona Lalat. Sudah sering


la menyatakan cinta kepada Nona Lalat, tapi selalu saja ditolak.
Nona Lalat tidak suka kepada Tuan Laba-laba.

Suatu hari, Tuan Laba-laba mendatangi rumah Nona Lalat.


Nona Lalat segera masuk ke rumah dan mengunci semua pintu
dan jendela.

Tuan Laba-laba kecewa melihat perlakuan Nona Lalat. Tapi, ia


tidak putus asa. Esoknya, ia kembali mendatangi rumah Nona
Lalat.

Namun, kali ini Nona Lalat sudah siap dengan jebakan. la telah
rnenyiapkan air yang mendidih. la sengaja membuka salah satu
jendela. Saat Tuan Laba-laba mengintip lewat jendela, ia akan
menyiramkan air mendidih ke wajahnya.

Advertisements

"Nona Lalat, Nona Lalat, apakah kau di rumah?" teriak Tuan


Laba-laba, tapi tidak ada jawaban dari Nona Lalat.
"Nona Lalat, Nona Lalat, apakah kau di rumah?" teriak Tuan
Laba-laba lagi.

Tidak ada sahutan juga. Tuan Laba-laba, melihat salah satu


jendela rumah Nona Lalat terbuka. la bergegas ke sana untuk
melihat ke dalam rumah. Saat wajahnya mendekat ke jendela,
Nona Lalat segera menyiramkan air mendidih ke wajah Tuan
Laba-laba.

Tuan Laba-laba sangat marah sekali. la bersumpah, "Aku tidak


akan pernah memaafkanmu. Aku dan keturunanku akan selalu
mengejarmu. Kami tidak akan pernah memberimu kedamaian!
Dengar itu!"

Tuan Laba-laba menepati ancamannya. Bahkan, sampai


sekarang, laba-laba sangat membenci lalat

Pesan Moral dari Kumpulan Cerita Untuk Anak Anak : Laba—


Laba Dan Lalat adalah jika kalian tidak menyukai ajakan
seseorang, tolaklah dengan cara yang baik. jangan sampai
membuat orang lain marah. Satu lagi, jangan suka menyinggung
perasaan orang lain.
Cerpen Remaja

Kepergian Sahabatku

Di pagi hari yang cerah. Aku dan sahabat ku berjalan bersama


kesekolah. Di setiap perjalanan kami selalu tertawa dan
bercanda. Hari-hari ku pun ku jalani bersama nya. Di setiap aku
sedih dia selalu menghibur ku, dia pun selau bercerita
kepadaku Dan dia lah tempatku mencurahkan isi hatiku.

Ia sangatlah baik dan pengertian,berbeda dengan teman-


temanku yang lain.Mereka tidaklah menyukai aku, mereka
selalu mengejek-ngejek aku,itu karna aku miskin dan
keterbatasan.Tapi sahabatku tidak seperti itu.Bersyukurlah
aku……..
Dia sering mengajakku kerumah-nya,dan aku pun sering
mengajak nya kerumahku.Ia bernama DINDA dan aku
bernama DITA.
Aku suka bercerita tentang hidupku kepadanya,itu karna ia bisa
memberiku nasihat dan membuatku semangat,biarpun di ejek
teman-temanku.Dinda adalah tife orang peceria,ia selalu ceria
biar ada yang nakal kepada-nya ataupun jail,tidak seperti aku
Cuma di ejek aja aku sudah merasa…….eeeeehhhhmmmm.
Pada suatu hari Dinda mengajakku jalan-jalan ke tempat
bermain, aku saaaangat senang,kami bermain sepuas-
nya,semua permainan kami coba,mulai dari komedi putar
hingga rollkoster.sampai-sampai kami lupa waktu.sekarang
sudah sore,akhirnya kami pulang kerumah masing-masing.

Selama aku tetap bersamanya,hidupku akan terasa senang


dan bahagia, biar diejek teman-temanku,karena ada dinda
yang selalu menghiburku.

Tapi……… pada suatu hari ia tak hadir ke sekolah, sehabis


pulang sekolah aku kerumah-nya.Tapi
apaa………….dirumahnya pun kosong,aku sangat
bingung,kenapa hari ini dinda tak ada,biasanya kalau ia mau
pergi ia selalu memberi tahuku.tapi kali ini tidak.Aku bingung
seeeekali.
Besok harinya,disekolah dinda masih tidak hadir.Aku pun
kembali lagi kerumah-nya,dan masih tidak ada orang-nya.
Besok hari nya lagi disekolah ia tetap tidak hadir,kambali lagi
aku kerumah-nya dan masih tidak ada.Setiap hari aku
menunggnya di sekolah tapi ia tak kunjung hadir.setiap hari
pun aku kerumahnya.dan dirumah-nya masih tak ada orang-
nya.

Akhirnya,hari-hariku, ku lewati sendirian,tidak lagi


bersamanya,hari-hari pun berjalan dengan buruk.Teman-
temanku tak ada yang mau menjadi temanku,mungkin…itu
karna hidupku yang miskin.

Disekolah aku hanya berdiam dan berdiam,di rumah pun aku


melakukan-nya lagi,berdiam dan berdiam.

Sekarang tak ada lagi yang menghiburku saat-saat aku


sedih,seperti ini.Tak ada lagi canda tawa,yang ada hanya
tangisan rasa kesedihan.

Setelah dua bulan, hari-hari ku lewati sendirian dan berdiam


diri,tanpa nya
Di depan pintu aku mendapat kan sepucuk surat,ku buka dan
ku baca surat itu.

Buat Sahabatku
DITA

Dit…..Bagaimana kabarmu??Mudah-mudahan baik-baik aja


nya.
Aku udah lama pingin nulis surat ini ke kamu tapi baru
sekarang ada kesempatan.
Maaf yaa…..waktu itu aku gak ngasih kabar atas
kepergianku,aku tidak bisa ngasih kabar karna malam itu aku
dan keluargaku jalan-jalan ke taman malam.Tapi……….. saat
aku mau nyebrang,aku tak tau bahwa ada mobil disebelah kiri
ku,mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi.
Dengan cepat aku tertabrak,dan orang yang menabrak itu tak
tau entah kemana.Pada saat itu juga aku dibawa kerumah
sakit, “kata dokter aku mengalami luka yang sangat parah”.Jadi
aku harus tetap dirawat dirumah sakit sampai sekarang pun
aku harus tetap dirumah sakit.
Semenjak aku terbaring dirumah sakit aku sangat kesepian.tak
ada lagi canda tawa dari mu dan tak ada lagi curahan –curahan
hati mu.
Aku sangat bosan dirumah sakit ini.

Dah dulu nya Dit……………

Salam Manis Selalu,


Sahabatmu
Dinda.

Aku tak menyangka………………………


Ternyata dia tabrakan,aku sangat sedih,air mata ku
mengalir.Rasa sedih mengalir dihati.aku akan mendoakanmu
agar kita bisa bersama-sama lagi.(ucapku dalam hati)
Waktu trus berjalan, aku tak pernah lagi tau akan kabar dari
Dinda.Selama 5 bulan sudah dinda dirawat dirumah sakit dan
tak kunjung sembuh.aku saaaangat sedih.kenapa dinda tak
kunjung sembuh.
Pada suatu hari aku diajak oleh ibuku untuk menengok
dinda,aku sangaaat senang,karna aku bisa ketemu
dinda,setelah sampai dirumah sakit hati terasa senang
sekali.Setelah tepat diruang rawat nya dinda,hatiku terasa
sedih,dinda tak sadarkan diri,ia hanya terbaring ditempat tidur
nya,lalu aku bertanya kepada ibu nya “bagaimana keadaan
dinda saat ini,”
“dinda koma. jawab ibu dinda”
Hatiku lagsung sedih tak berdaya,
Akhirnya ibuku mengajaku pulang,dirumah aku sedih,nangis
dan menangis,disekolah aku hanya merenung dan melamun.
Setelah berbulan-bulan,hingga setahun.aku mendapat kan
kabar……………………..tak gembira.Dinda telah meniggal
dunia.

Aku sediiiiih banget.


Apa yang aku lakukan setelah dinda tak ada didunia ini.Aku
sadar bahwa dunia ini tak selamanya ada,dan hidup ini pun kita
hanya sementara,
Jadi aku akan mengulang nya dari awal.bagaimana hidup itu
tanpa orang lain.
Tapi aku ingin di hidup dan mati aku akan tetap bersahabat
bersama dinda.
Semoga kamu bahagia disana DINDA.
Cerpen Keluarga
Aku dan Masalahku
Drak... bunyi pintu kamarku yang kututup dengan
membantingnya yang pasti dengan sangat keras.
“Aauuhh...kenapa gak bisa ngerti aku sedikit sih” teriakku sebal
yang diakhiri dengan menghempaskan tubuh ke ranjang tembat
tidur empuk ku dan segera menutup wajah ku dengan bantal.
Tak terasa mataku sudah mengeluarkan air bening di sudut-
sudut kelopak mataku yang bertanda bahwa aku sudah tidak
dapat menahan kesedihan ku. Yah.. aku menangis, menangis
karna malangnya hidupku, menangis karena tidak ada yang
mengerti aku dan menangis atas nasib ini.
Pagi menjelang, sinar-sinar lembut matahari memancarkan
sinarnya dari celah-celah jendela kamar sukses
membangunkanku dari sebuah mimpi, aku selalu berharap
semalam hanya mimpi, benar! hanya mimpi. Aku bangun
dengan lemah dari ranjangku dan segera menyambar handuk
untuk segera mandi. Berjalan di cermin ukuran besar yang ada
dalam kamar. Disana aku bisa melihat dengan jelas mata
sembab yang menggambarkan sejuta kesedihan dan
kekecewaan. Melihat sosok dicermin itu aku hanya bisa
tersenyum pahit, ternyata ini bukan mimpi melainkan kenyataan
yang harus aku hadapi. Setelah melihat diriku yang tak berguna
ini, segera aku melanjutkan langkah gontaiku menuju kamar
mandi yang terdapat dalam kamarku.
“Selesai...” gumam ku setelah merapikan dasi sebagai
sentuhan terakhir dan siap untuk berangkat kesekolah,
berangkat ke SMA PANCA BAKTI. Tanpa berkata apapun
ataupun menyapa kedua orangtuaku, aku langsung menyambar
kunci motor di gantungan ruang tengah rumah dan segera
melajukan motorku dengan sangat-sangat cepat tanpa sarapan
dan pamit dulu pada dua orang yang selalu aku hormati, sayangi
tapi kini mereka membuat aku kecewa dan sangat kecewa.

Dalam perjalanan aku teringat pada kejadian malam tadi,


malam tersuram dalam hidupku. Ingin aku melarikan
diri,melarikan diri dari dunia ini dan melarikan diri dari semua
kenyataan hidup ini tapi tetap saja aku tak bisa. Aku tidak
memiliki tempat tujuan lain yang pantas untuk menampung anak
putus asa seperti ku. Tetes demi tetes air bening ini mengalir
dari mata sayupku hingga tak terasa aku sudah berada didepan
gerbang sekolah.

Segera aku masuk dan berjalan lemah menuju kelas.


Setelah sampai aku segera menyimpan tas dan merebahkan diri
dibangku tempat duduk dan menelungkupkan wajahku di atas
meja. Heran!! Itulah yang mungkin teman sebelah ku rasakan
melihat tingkahku itu.
“Luna, Kamu kenapa? Kamu gak apa-apa kan!”

“ Tidak apa-apa” jawab ku singkat

“Benar, kamu gak apa-apa”

“Iya” jawab ku dengan menampakan wajah tersenyum


pada sahabatku yang cerewet itu. Aku yakin jika tidak begitu ia
akan selalu bertanya karena kawatir pada ku.

“Apa kamu habis menangis”

“Biasa..ayah, ibuku itu”

“Oh...sabar ya” ujar Rini sahabatku sambil menepuk-


menepuk pundaku memberi dukungan.

Dan aku hanya menanggapinya dengan senyuman.


Begitulah sahabat ku itu, ia tahu semua masalah-masalah yang
aku hadapi selama ini karena aku memberitahukan semua
perasahan-perasahaanku. Rini adalah orang yang sangat
penting bagiku bahkan kelewat penting. Ia sangat mengerti
tentang perasaan ku melebihi kedua orang tuaku khususnya ibu.
Selama pelajaran berlangsung aku sama sekali tidak fokus
dengan apa yang dijelaskan oleh guru terlebih pelajaran
sekarang adalah matematika yang memang pada dasarnya
sungguh membuat ku gila. Pikiranku malah ada ditempat dan
dalam memori yang membuat ku lebih terpuruk lagi. Terngiang-
ngiang dengan apa yang dikatakan kedua orangtuaku. “ Lun,
kami harus melakukan ini, maaf membuatmu terluka” ujar ayah
sedikit memohon. “Iya..Luna kamu harus mengerti dengan
keadaan ini, ibu mohon”. Tidak..tidak..teriakku sebagai jawaban
atas apa yang mereka katakan malam itu.

Huuhhh....ku hembuskan nafasku dengan kasar mengingat


itu. “Luna kamu harus kuat, tidak ada yang harus ditangisi” lirihku
menguatkan diri sendiri.Rini yang ada disebelahku hanya bisa
menatap nanar kearahku. Yah... dia cukup tahu permasalahan
yang aku hadapi.

Kini aku berdiri didepan pintu rumahku, hanya menatap


pintu itu dengan penuh keraguan. Apa aku harus langsung
pulang setelah jam sekolah usai. Aku pun dengan ragu memutar
kenop pintu dan segera masuk ke dalam rumah. Deg...suara
teriakan itu terdengar lagi, bukan!! selalu terdengar lebih
tepatnya. Kata-kata makian apa pantas dikeluarkan dari mulut
seorang guru dan apa pantas seorang dokter, seorang yang
terpelajar tidak dapat menahan egonya untuk sekedar
menjernihkan keadaan. Dulu aku cukup bangga menjadi
seorang anak yang memiliki ibu seorang guru dan ayah seorang
dokter, tapi kini keadaan telah berubah. Banyak hal yang
membuatku sedih,kecewa dan bahkan membuat stres. Ingin aku
lari dari kenyataan hidup ini tapi apa daya aku hanya seorang
gadis 16 tahun yang lemah.

Segera ku langkahkan kaki menuju kamarku tapi aku


berhenti didepan sebuah kamar yang berada tepat disebelah
kamarku. Disana,dipintu kamar itu tergantung manis papan
nama bertulis “ bedroom Lina, jangan masuk tanpa seizinku”
lengkap dengan foto pose lucunya. Melihat hal itu aku
tersenyum. “kakak aku merindukan mu”lirihku. “Jika kakak disini
maka ibu dan ayah tidak akan melakukan ini.”

Sekarang aku duduk dengan tenang di ruang keluarga


rumah ini hanya bisa menunduk lesu sekarang aku yakin kedua
orangtuaku sedang menatapku endah tatapan apa itu,
kasiankah, sediahkan atau kecewa.

“ Luna keputusan ayah dan ibu sudah bulat, jadi..”

“Iya Luna,jika kamu tetap tidak menyetujuinya maka itu sia-


sia karena tidak ada lagi yang dapat dipertahankan dari semua
ini” sambung ayah.
Mendengar hal itu hatiku makin sakit, benar mungkin tidak
ada harapan lagi. “Baik aku menyetujuinya, maka cepatlah
bercerai” lirihku pelan dengan isakan tangis berat.

“Bukankah kalian memang selalu tidak peduli padaku,


yang kalian pedulikan selalu kak Lina. Tapi apa bisa kalian
memikirlkan ku sekali saja tanpa adanya kakak, kakak sudah
meninggal 1 tahun yang lalu itu waktu yang lama untuk kalian
bisa melupakannya dan memikirkan anak kalian yang satu ini,
anak yang masih hidup. Sepertinya harapan itu akan selalu sia-
sia” jelasku panjang lebar dengan air mata yang terus mengalir.

“ Luna, ibu...”

“ Bercerai lah cepat mungkin itu dapat menghidupkan


kembali kak Lina lagi” teriakku sambil berlari menuju kamar. Aku
sekarang yakin ayah dan ibu kaget dengan apa yang aku
katakan tadi dan juga karena teriakan ku, ya itu adalah teriakan
pertamaku kepada mereka berdua sejak aku dilahirkan.itu
karena aku sudah tak tahan lagi, mengapa mereka tidak bisa
merelakan kepergian kak Lina, apa kak Lina harus selalu
menjadi anak kesayangan mereka.
Sejak kecil memang kak Lina yang selalu menjadi prioritas
pertama mereka. Mereka selalu memberi perhatian lebih
padanya sedangkan aku mungkin hanya sekedar pengisi anak
bungsu. Orang-orang selalu berpikir anak bungsu itu sangat
diistimewakan dan selalu dimanja tapi kenyataannya selalu jauh
dari semua itu. Aku merasakannya sendiri selama hidupku, aku
selalu dibanding-bandingkan dengan kakak ku, mereka selalu
berkata kakak adalah orang yang baik,rajin, dan tidak ada yang
salah dari nya, sedangkan aku selalu menjadi yang terburuk,
termalas dan perbuatanku selalu salah dimata mereka. Meski
kini kakak sudah tiada mereka masih saja selalu
mengunggulkannya.

Aku teringat saat itu, mereka lebih membelanya sedangkan


aku selalu disalahakan. “Luna, kamu ini kenapa sih selalu saja
mencari gara-gara” bentak ibu waktu itu.

“ Tidak bu, kak Lina yang duluan”

“Luna, kamu itu yang salah jadi cepat minta maaf sama
kakak mu”

“Ayah.. kakak yang salah”


“Enak aja, bukan Lina yah, bu. Luna tuh yang salah. Dia
mencuri uang Lina”

“Aku tidak pernah mencuri uang itu karena memang uang


itu uang Luna sendiri . Luna menyisihkan uang jajan untuk
mengumpulkan uang itu” bantahku atas tuduhan kakak ku
sendiri.

“ Luna jangan banyak alasan cepat kembalikan uang itu”


suruh ibu marah.

“ Iya Luna, kenapa sih kamu itu selalu saja menjadi anak
pembuat masalah”

“ Tapi....” dengan sangat terpaksa aku memberikan uang


itu kepada kakak padahal uang itu akan aku gunakan untuk
membeli kamera. Ya.. aku memiliki yaitu fotografi. Memotret hal-
hal yang indah tapi semua itu harus diurungkan lagi karena uang
yang susah payah aku tabung sekarang ludes dalam waktu
singkat. Aku hanya bisa pasrah, malas membantah lebih jauh
lagi karena percuma saja jika aku makin melawan maka makin
gencarlah mereka memarahiku.

Begitu lah waktu itu dan bukan hanya itu masih banyak hal
lain yang cukup membuatku sakit hati. Tapi aku bisa apa aku
hanya bisa bersabar dan bersabar. Dan aku selalu bertanya apa
dimata kedua orang tuaku benar-benar tidak ada hal yang baik
tentang aku.

Keluarga ini begitu harmonis awalnya mungkin bagi


ayah,ibu dan kakak saja tapi melihat mereka bahagia aku juga
turut bahagia. Sebelum musibah yang menimpa kakak ku.
Sebuah kecelakana mobil merenggut nyawa kakak dalam
sekejap.

Sore itu kak Lina meminta izin untuk menggunakan mobil.


Ia mau mengerjakan tugas kelompok yang diberikan dosennya.
Ayah dan ibu sempat tidak mengijinkan kakak menggunakan
mobil karena memang kakak baru mendpatkan SIM kurang dari
sebulan ini tapi setelah bujuk rayu yang dilakukan kakak mereka
akhirnya mengijinkan.

Hingga malam tiba kira-kira sekitar pukul sembilan malam


kami mendapat telepon dari seorang entah dari siapa tapi aku
bisa menebaknya mungkin dari seorang polisi yang mengatakan
bahwa kakak mengalami kecelakan dan sekarang dia dilarikan
ke rumah sakit. Tentu saja kabar itu mengejutkan kami
sekeluarga dan kami langsung pergi kerumah sakit yang
dimaksud. Sungguh takdir berkata lain kakak meninggal saat
perjalanan ke rumah sakit.
Sejak saat itulah ayah dan ibu selalu menyalahkan satu
sama lain. Mengatakan coba saja mereka tidak mengijinkan kak
Lina menggunakan mobil kecelakan itu tidak akan pernah
terjadi. Hari demi hari berlalu dan selalu saja pertengkaran demi
pertengkaran yang aku dengar. Masalah-masalah kecil dibesar-
besarkan dan mereka berdua tidak pernah ingin menghilangkan
keegoisan mereka barang sekejap untuk merenungkan siapa
yang salah dalam hal ini atau mungkinkah ini memang takdir,
jalan hidup kakak untuk tenang disurga sana. Ayah,ibu sama
sekali tidak menyadari setiap pertengkaran yang mereka
lakukan pasti menyakiti hati kakak. Ia tidak akan meninggal
dengan tenang karena masih ada untang yang harus ia
selesaikan di dunia ini yaitu mendamaikan dua orang yang ia
cintai itu.

Pertengkaran itu memuncak saat tiba-tiba saja ayah dan


ibu mengatakan padaku bahwa rumah tangga ini tidak dapat di
pertahankan lagi dalam kata lain mereka akan “BERCERAI”.
Aku hanya dapat menangis tidak tahu berbuat apa. Siapa yang
bersama ku nanti, Ayah!, Ibu! Entahlah yang jelas sekarang hati
ku kacau ah.. sepertinya bukan sekedar kacau tapi hancur. Yang
jelas aku sudah mencurahkan isi hatiku tinggal sekarang mereka
sendiri yang menentukan apakah tetap bercerai atau tidak.
*****

Tiga bulan kemudian

Kini semuanya hilang, hilang terbawa ombak yang ada


didepanku ini sungguh hal itu membuatku hidup lagi. Tidak ada
lagi pertengkaran yang selalu terdengar yang membuat hatiku
damai seperti deru lembut ombak laut yang terlihat biru dengan
hari yang cerah ini. Hari yang begitu cerah seperti hatiku.

“Luna, jangan jauh-jauh nanti tenggelam”

“Iya, hati-hati nanti ombaknya membawa mu ketengah”

“Tenang saja yah,bu aku adalah perenang yang hebat”

Mendengar apa yang aku katakan itu ayah dan ibu hanya
bisa tertawa kecil karena anak mereka kini sering
menyombongkan diri. Yup! Kini kami sedang berlibur dan
sekarang kami berada di pantai indah seindah kehamonisan
keluargaku. Terlihat disana ayah dan ibu bercengkraman
dengan sangat bahagia diatas pasir putih yang luas seakan
hanya mereka berdua disana. Aku yang memainkan ombak laut
ini hanya bisa tersenyum dengan pemandangan itu.
Ayah dan ibu memang tidak jadi bercerai. Mereka
menyadari kesalahan mereka dan bukannya bermaksud untuk
mengabaikan ku hanya saja mereka terlalu terluka akan
jalannya hidup ini. juga bukannya mereka tidak menyayangiku
seperti dugaanku setiap waktu hanya saja mereka telah terbiasa
memberi perhatian lebih pada kakak karena memang kak Lina
dari kecil sering sakit-sakitan seperti tifus,malaria dan amandel
sudah menghinggapinya dari kecil sedangkan aku selalu saja
sehat. Dulu aku tidak menyadari itu malah aku mementingkan
keegoisan ku sendiri dengan meminta perhatian lebih padahal
kakak lah yang perlu perhatian lebih. Tapi anehnya dengan
perhatian besar itu kakak selalu tak nyaman dan merasa terlalu
di intimidasi sedangkan aku memimpikan itu.

Aku ingat saat ayah dan ibu meminta maaf padaku.


Meminta maaf atas keegoisan mereka dan untuk
mempersatukan keluarga kecil ini lagi.

“Luna, maaf kan ibu ya nak”

“Ayah juga minta maaf, karena kesedihan kami dengan


hilangnya kakakmu Lina membuat kami mengabaikan fakta
bahwa kami tidak kehilangan segalanya melainkan masih ada
maleikat seperti mu yang diberikan Tuhan pada kami”
Mendengar itu aku hanya bisa menangis tidak menyangka
dengan apa yang mereka katakan. Tuhan maafkan karena aku
pernah merasa tidak mempunyai orang tua yang cukup baik
untuk ku dan aku yakin dengan mengambil kak Lina dari sisi
kami Engkau telah memiliki rencana yang indah bagi keluarga
ku. Sekarang aku bisa mengangkat wajah dan berkata mereka
adalah orang tuaku, orang tua terbaik yang pernah ada didunia
yang ini tentu saja hanya untuk ku, hanya untuk Luna Mawarni
Sandrita.

****

Anda mungkin juga menyukai