Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Analisis Vegetasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

A. Judul Percobaan
Analisis Vegetasi
B. Latar Belakang
Dalam komunitas vegetasi, tumbuhan yang mempunyai hubungan antara satu
dengan lainnya. Pohon, semak, rumput, dan tumbuhan lainnya menempati strata atau
lapisan dari atas ke bawah secara horizontal yang disebut sebagai stratifikasi.
Individu yang menempati lapisan/strata yang berlainan menunjukkan perbedaan-
perbedaan bentuk pertumbuhan, setiap lapisan komunitas kadang-kadang meliputi
klas-klas morfologi individu yang berbeda. Analisis vegetasi merupakan cara yang
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sebaran berbagai spesies dalam suatu
area melaui pengamatan langsung. Analisis ini dilakukan dengan membuat plot dan
mengamati morfologi serta identifikasi vegetasi yang ada.

C. Tujuan
1. Mengetahui jenis dari kemelimpahan vegetasi di Lapangan parkir kampus II
pada daerah kanopi dan non kanopi.
2. Mengetahui kerapatan relatif dan frekuensi relatif dari beragam growthform di
Lapangan parkir kampus II pada daerah kanopi dan non kanopi.
3. Mengetahui indeks similaritas dan indeks disimilaritas vegetasi di Lapangan
parkir kampus II pada daerah kanopi dan non kanopi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Vegetasi adalah keseluruhan spesies tumbuhan yang terdapat dalam suatu area
yang terdistribusi pada ruang dan waktu tertentu, dimana setiap vegetasi
dikarakterisasi oleh growthform yang mendominasi ( Barbour dkk., 1987 ). Menurut
Greig-Smith ( 1983 ) analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan
atau komposisi vegetasi secara bentuk ( struktur ) vegetasi dari masyarakat tumbuh-
tumbuhan.Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan
tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan
tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang
struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Menurut Firmansyah dkk. ( 2009 ), pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh
dua faktor, yaitu :
1. Faktor dalam ( internal factor ) yaitu faktor tanaman itu sendiri/sifat yang
terdapat dalam tanaman ( benih ). Faktor ini meliputi genetic dari
tumbuhan/tanaman itu sendiri yang merupakan bawaan dari generasi
sebelumnya. Genetik merupakan faktor yang menentukan hampir sebagian
besar pertumbuhan tanaman karena merupakan inti dari evolusi itu sendiri.
Bila terjadi kelainan genetic maka dimungkinkan tanaman tersebut dapat
mengalami mutasi.
2. Faktor lingkungan ( environmental factors ) yaitu faktor yang ada di
sekeliling tanaman. Ada yang mengelompokkan faktor lingkungan ini menjadi
dua kelompok, yaitu kelompok abiotik ( iklim, tanah ) dan kelompok biotik
( mahkluk hidup ) yaitu biotis ( tanaman dan hewan ) dan anthrofis ( manusia
).
A. Iklim
Faktor iklim meliputi suhu udara, radiasi sinar matahari, angin, dan
kelembaban
B. Tanah
Faktor tanah meliputi unsur hara yang terkandung didalam tanah tersebut.
C. Sinar Matahari
Sinar matahari merupakan sumber energi yang penting bagi tanaman dan
merupakan faktor yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan dari
tanaman itu sendiri.
D. Kelompok Biotik
Kelompok biotik atau mahkluk hidup meliputi gulma, hama, penyakit
tanaman yang dapat disebabkan oleh mahkluk hidup lainnya.

Adapun metode untuk menganalisis vegetasi menurut Lukito dkk ( 2010 )


adalah sebagai berikut :
1. Estimasi secara visual
Kelebihan dari metode ini adalah dapat dilakukan secara cepat dan tidak
memerlukan peralatan, sehingga berguna untuk pengamatan dalam skala luas.
Kelemahannya ada unsur subyektif dalam hasil pengamatan. Cara
pelaksanannya yaitu mula-mula menetapkan lokasi pengamatan di dalam petak
kemudian mengamati persentasi penyebaran tiap jenis gulma yang terdapat di
dalam petak pengamatan.
2. Metode Garis ( line intercept )
Metode ini digunakan pada vegetasi gulma yang pola pertumbuhannya
mengelompok dengan batas-batas yang jelas. Caranya dengan meletakan tali
sepanjang 10-20 m di atas vegetasi yang akan diamati. Kemudian panjang
masing-masing kelompok jenis gulma yang dilewati tali tersebut diukur
dengan mistar.
3. Metode kuadrat
Metode ini adalah analisis vegetasi dengan pengamatan pada petak contoh
yang luasannya dalam satuan kuadrat. Bentuk petak contoh dapat berupa
persegi empat, persegi panjang atau lingkaran. Metode ini cukup teliti, cocok
untuk vegetasi gulma camuran yang rapat dan tidak jelas batas-batasnya, tetapi
memerlukan lebih banyak waktu dibandingkan dengan metode garis.
Pengamatan dalam metode kuadrat dapat dilakukan secara destruktif yaitu
gulma dicabut atau dipotong uantuk diamati jumlah dan berat biomassanya dan
tidak destruktif yaitu menghitung jumlah masing-masing jenis gulma yang ada.
4. Metode Titik
Pengamatan menggunakan alat berupa kerangka yang mempunyai dert jarum
atau paku dengan jarak yang sama. Apabila kerangka tersebut diletakkan pada
komunitas gulma, jarum atau paku akan menyentuh daun dan bagian lain dari
gulma yang lain. Gulma yang tersentuh jarum atau paku tersebut dicata
jenisnya.

Kegiatan analisis vegetasi ini menjadi penting karena analisis vegetasi sebagai
alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen
dari suatu ekosistem, serta memperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan
komposisi suatu komunitas tumbuhan. Analisis vegetasi ditujukan untuk mengetahui
struktur vegetasi suatu kawasan, komposisi jenis, dan pola distribusi ( Kusmana, 1997
).
Rumput, semak, herba, merupakan growthform yang paling mudah diamati dan
diidentifikasi daripada growthform yang lain meskipun sebenarnya jenisnya
beranekaragam ( Barbour dkk., 1987 ). Menurut Arrijani, dkk ( 2006 ), herba adalah
tumbuhan pendek ( 0,3-2 meter ) tidak mempunyai kayu dan berbatang basah karena
banyak mengandung air. Herba merupakan tumbuhan tidak berkayu yang tersebar
dalam bentuk kelompok individu atau soliter pada berbagai kondisi habitat seperti
tanah yang lembab atau berair, tanah yang kering, batu-batuan dan habitat dengan
naungan yang rapat.
Rumput adalah tanaman dengan ciri umum berbatang beruas-ruas, bunga tak
bermahkota, serta daun berbentuk pita. Biasanya rumput dapat beradaptasi pada
lingkungan hangat lembap. Beberapa jenis rumput ini juga dapat bertahan pada
kondisi kekeringan atau pada musim dingin yang berat. Rumput ini tidak dapat
bertahan pada tempat tumbuh yang selalu tergenang air. Pada daerah tempat
tumbuhnya, rumput ini umumnya ditemukan di sepanjang tepi-tepi hutan, tunas dan
akar pada rumput tumbuh dari nodus-nodus yang terdapat pada rhizoma tersebut
( Welles dkk., 1996 ).
Untuk analisis vegetasi lantai dalam kaitannya dengan intensitas cahaya,
diperlukan pengetahuan mengenai shade tolerance dan sun loving. Shade tolerance
atau toleransi terhadap naungan adalah kemampuan tumbuhan untuk bertahan dan
tumbuh dibawah naungan dengan intensitas cahaya yang rendah, angin yang
berhembus pelan, kelembaban tinggi dan adanya kompetisi akar. Sedangkan sun
loving adalah kecenderungan tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang dengan lebih
baik pada intensitas cahaya yang tinggi. Seedling memiliki shade tolerance yang
tinggi dan rumput termasuk kedalam tumbuhan sun loving ( Mansur, 2005 ).
Luxmeter merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur kuat
penerangan (tingkat penerangan) pada suatu area atau daerah tertentu. Alat ini
didalam memperlihatkan hasil pengukurannya menggunakan format digital. Alat ini
terdiri dari rangka, sebuah sensor dengan sel foto dan layar panel. Sensor tersebut
diletakan pada sumber cahaya yang akan diukur intenstasnya. Cahaya akan menyinari
sel foto sebagai energi yang diteruskan oleh sel foto menjadi arus listrik. Makin
banyak cahaya yang diserap oleh sel, arus yang dihasilkan pun semakin besar (
Nasrudin dan Dzulkuflih , 2015 )
Menurut Martono ( 2012 ), pengelohan data vegetasi yang ditemukan maka
dilakukan penghitungan Indeks Nilai Penting (INP) yang merupakan hasil
penjumlahan dari kehadiran relatif dan dominansi relatif. Indeks nilai penting suatu
jenis dalam komunitas tumbuhan memperlihatkan tingkat kepentingan atau peranan
jenis tersebut dalam komunitas. Menurut Hamidun dan Baderan ( 2005 ), kerapatan
dari suatu jenis merupakan nilai yang menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap
jenis lain pada suatu komunitas. Makin besar nilai dominansi suatu jenis, makin besar
pengaruh penguasaan jenis tersebut terhadap jenis lain. INP suatu jenis merupakan
nilai yang menggambarkan peranan keberadaan suatu jenis dalam komunitas. Makin
besar INP suatu jenis makin besar pula peranan jenis tersebut dalam komunitas. INP
yang merata pada banyak jenis juga sebagai indikator semakin tingginya
keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem.
III. METODE PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan


Alat
1. Tali rafia 5. Pasak
2. Luxmeter 6. Kamera
3. Laptop 7. Papan jalan
4. Asistensi Acara III
Bahan
1. Tumbuhan yang diidentifikasi pada praktikum ini

B. Cara Kerja
Daerah yang akan dianalisis vegetasinya ditentukan baik yang
dibawah naungan maupun di daerah tanpa naungan. Plot dibuat 0,5 x 0,5 m,
dengan dibatasi 4 buat pasak yang dihubungkan dengan tali rafia sebagai
pembatas antara petak ukur dan area diluar petak. Jenis-jenis tanaman yang
terdapat dalam petak ukur setia plot dicatat jumlahnya dan diidentifikasi jenis
dan kelompoknya. Intensitas cahaya pada setiap ploy diukur dengan Lux
meter. Indeks nilai penting setiap jenis tumbuhan yang ditemukan dihitung
dengan rumus perhitungan: INP = KR + FR, dimana KR adalah kepadatan
relatif dan FR adalah frekuensi relatif.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Dari hasil perhitungan dalam praktikum analisis vegetasi didapatkan
beberapa histogram sebagai berikut,
Gambar 1. Histogram cacah spesies vegetasi naungan

Gambar 2. Histogram cacah spesies vegetasi non-naungan

Frekuensi Relatif dan Kerapatan Relatif di


Lokasi Naungan

Seedling
FR (%)
Herba
KR (%)
Rumput

Semak
0 20 40 60 80 100 120 140
Frekuensi Relatif dan Kerapatan Relatif di
Lokasi Tanpa Naungan

Seedling
FR (%)
Herba
KR (%)

Rumput

Semak

0 20 40 60 80 100 120
Gamb
ar 3. Histogram FR dan KR vegetasi naungan
Instensitas Cahaya pada Lokasi Naungan dan Tanpa Naungan
3500
3000
2500
2000
Axis Title 1500
1000
500
0
1 2 3 4
Axis Title

Gambar 4.
Histogram FR dan KR vegetasi non-naungan

Gambar 5. Histogram Intensitas cahaya pada lokasi naungan dan non-naungan


Indeks Similaritas dan Disimilaritas Antara Lokasi Naungan dan Tanpa Naungan
1

0.8

0.6

0.4

0.2

0
Indeks Similaritas Indeks Disimlairtas
Naungan Tanpa Naungan

Gambar 6. Histogram Indeks similaritas dan disimilaritas pada lokasi naungan dan
non-naungan

B. Pembahasan
Menurut Ontorael dkk. ( 2012 ), analisis vegetasi dalam ekologi tumbuhan
adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi dan komposisi jenis tumbuhan.
Analisis vegetasi bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis ( susunan ) tumbuhan
dan bentuk ( struktur ) vegetasi yang ada di wilayah yang di analisis pada setiap
stasiun. Metode analiasis vegetasi ini menggunakan petak ukur. Metode ini hanya
akan bekerja dengan baik jika sampling homogen dan tidak berubah. Ukuran dan
bentuk petak ukur perlu diperhatikan dengan bentuk petak ukur dalam percobaan ini
adalah persegi empat. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan petak
ukur adalah pengaruh tepi ( edge effect ). Ditinjau dari aspek ini, petak ukur berbetuk
lingkaran paling kecil menimbulkan pengaruh tepi ( Mukrimin, 2011 ).
Bentuk petak contoh yang dibuat tergantung pada bentuk morfologis vegetasi
dan efisiensi sampling pola penyebarannya. Misalnya, untuk vegetasi rendah, petak
contoh berbentuk lingkaran lebih menguntungkan karena pembuatan petaknya dapat
dilakukan secara mudah dengan mengaitkan seutas tali pada titik pusat petak. Selain
itu, petak contoh berbentuk lingkaran akan memberikan kesalahan sampling yang
lebih kecil daripada bentuk petak lainnya, karena perbandingan panjang tepi dengan
luasnya lebih kecil. Tetapi dari segi pola distribusi vegetasi, petak berbentuk
lingkaran ini kurang efisien dibanding bentuk segiempat. Sehubungan dengan
efisiensi sampling banyak studi yang dilakukan menunjukkan bahwa petak bentuk
segiempat memberikan data komposisi vegetasi yang lebih akurat dibanding petak
berbentuk bujur sangkar yang berukuran sama, terutama bila sumbu panjang dari
petak tersebut sejajar dengan arah perobahan keadaan lingkungan/habitat ( Hamidun
dan Baderan, 2005 ).
Untuk memudahkan perisalahan vegetasi dan pengukuran parameterya, petak
contoh biasanya dibagi-bagi ke dalam kuadrat-kuadrat berukuran lebih kecil. Ukuran
kuadrat-kuadrat tersebut disesuaikan dengan bentuk morfologis jenis dan lapisan
distribusi vegetasi secara vertikal ( stratifikasi ). Dalam hal ini Oosting ( 1956 )
menyarankan penggunaan kuadrat berukuran 10 x 10 m untuk lapisan pohon, 4 x 4 m
untuk lapisan vegetasi berkayu tingkat bawah ( undergrowth ) sampai tinggi 3 m, dan
1 x 1 m untuk vegetasi bawah/lapisan herba. Tetapi, umummya para peneliti di
bidang ekologi hutan membedakan pohon ke dalam beberapa tingkat pertumbuhan,
yaitu: semai ( permudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1,5 m ), pancang
( permudaan dengan > 1,5 m sampai pohon muda yang berdiameter < 10 cm ), tiang (
pohon muda berdiameter 10 s/d 20 cm ), dan pohon dewasa ( diameter > 20 cm ).
Untuk memudahkan pelaksanaannya ukuran kuadrat disesuaikan dengan tingkat
perttunbuhan tersebut, yaitu umumnya 20 x 20 m ( pohon dewasa ), 10 x 10 m
( tiang ), 5 x 5 m ( pancang ), dan lxl m atau 2 x 2 m ( semai dan tumbuhan bawah ).
Gambar 7. Metode petak ukur tunggal ( Oosting, 1956 )

Dalam praktikum kali ini digunakan 2 tempat untuk melakukan analisis


vegetatif yaitu tempat dengan naungan dan tempat tanpa naungan. Perlakuan ini
dilakukan untuk melihat adanya perbedaan antara vegetasi pada tempat yang
memiliki naungan dengan tempat yang terkena sinar matahari secara lansung.
Praktikum ini dilakukan di lapangan parkir kampus II, dengan kondisi tempat
naungan berada dibawah pohon/bangunan dimana vegetasi yang diamati tidak terkena
sinar matahari secara lansung, sedangkan untuk pengamatan non-naungan dilakukan
pada tempat tanpa naungan dimana vegetasi yang diamati terkena sinar matahari
secara lansung. Pengukuran intensitas cahaya pada kedua tempat ( naungan dan non-
nuangan ) didapatkan hasil yang sama yaitu 3000 Lux.
Dari perhitungan yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil berupa FR
( frekuensi relatif ) dan KR ( kerapatan relatif ) suatu vegetasi pada tempat tersebut.
Pada pangamatan vegetasi di lokasi naungan diketahui hasil KR ( Kerapatan Relatif )
adalah growthform semak sebesar 5,13%, growthform rumput sebesar 67,69%, dan
growthform herba sebesar 27,18%. Sedangkan nilai FR-nya ( Frekuensi Relatif )
adalah growthform semak sebesar 13,04%, growthform rumput sebesar 56,52%, dan
growthform herba sebesar 30,43%. Pada pengamatan vegetasi di lokasi tanpa naungan
diketahui hasil KR ( Kerapatan Relatif ) adalah growthform semak sebesar 6,21%,
growthform rumput sebesar 63,61%, growthform seedling sebesar 23,96%, dan
growthform herba sebesar 6,21%. Sedangkan nilai FR-nya ( Frekuensi Relatif )
adalah growthform semak sebesar 16,67%, growthform rumput sebesar 33,33%,
growthform seedling sebesar 16,67%, dan growthform herba sebesar 33,33%.
Semakin tinggi KR dan FR yang didapatkan maka dapat diketahui semakin
banyak spesies dan semakin sering spesies tersebut ditemukan pada tempat-tempat
lain. Pada lokasi naungan hanya ditemukan 3 jenis growthform yaitu semak, rumput,
dan herba sedangkan pada lokasi non-naungan didapatkan 4 jenis growthform yaitu
semak, herba, rumput, dan seedling. Pada lokasi naungan spesies semak yang
ditemukan yaitu Mimosa pudica sebanyak 10, sedangkan spesies herba yaitu Cyperus
rotundus sebanyak 1, Ageratum conyzoides sebanyak 15, Sida sp sebanyak 2,
Maschosma plystochium sebanyak 34 dan Cleoma ruhdosperma sebanyak 1. Spesies
rumput yang ditemukan yaitu Digitaria sanguinalis sebanyak 24, Paspalum
dilatatum sebanyak 22, Kylinga monocephala sebanyak 1, Erichloa sp sebanyak 23,
Panicium bulbasum sebanyak 25, Commelium banghalesis sebanyak 4, dan Zoysia
japonica sebanyak 33. Spesies yang paling mendominasi pada lokasi naungan adalah
spesies growthform herba yaitu Maschosma plystochium sebanyak 34 spesies. Pada
lokasi non-naungan spesies semak yang ditemukan yaitu Mimosa pudica sebanyak
21, sedangkan spesies herba yaitu Hedyotis diffusa sebanyak 10, Ageratum
conyzoides sebanyak 2, Sida sp sebanyak 5, Ocimum sp sebanyak 4. Spesies rumput
yang ditemukan yaitu Digitaria sanguinalis sebanyak 6, Erichloa sp sebanyak 153,
dan Zoysia japonica sebanyak 56. Spesies seedling yang ditemukan yaitu Pimpinella
pivatsen sebanyak 81. Spesies yang paling mendominasi pada lokasi non naungan
adalah spesies growthform rumput yaitu Erichloa sp sebanyak 153 spesies.
Dari hasil analisis vegetasi yang didapatkan pada lokasi naungan dan non-
naungan sebenarnya dapat kita kaitkan dengan intensitas cahaya pada lokasi tersebut.
Pada lokasi naungan dan non-naungan memiliki intensitas cahaya yang sama yaitu
3000 Lux. Hal yang membedakan kedua tempat ini adalah lansung/tidaknya sinar
matahari mengenai vegetasi di tempat itu. Pada lokasi naungan, vegetasi yang
mendominasi adalah vegetasi dengan growthform herba sedangkan untuk lokasi non-
naungan didominasi oleh growthformi rumput. Hasil ini dapat kita simpulkan dengan
penyebaran jenis tumbuhan sesuai lokasi yang cocok dengan kehidupan mereka. Pada
lokasi naungan didominasi oleh herba ( tumbuhan berbatang berair ), karena di
tempat yang tidak terkena sinar matahari secara lansung lebih cocok untuk tumbuhan
air. Pada lokasi non-naungan vegetasi didominasi oleh rumput yang merupakan
tumbuhan kering dan tahan akan sinar matahari. Dari hasil itu dapat kita ketahui
bahwa banyaknya spesies dan keanekaragaman memang mempengaruhi vegetasi di
suatu lokasi karena tumbuhan memiliki tempat tumbuh yang cocok dimana
pertumbuhan dan perkembangan akan berlansung secara optimum.
Indeks similaritas pada lokasi naungan adalah 0,04 dan indeks disimilaritas
naungan adalah 0,87. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa kemiripan komposisi
vegetasi di lokasi naungan rendah yang berarti bahwa keanegaraman vegetasi dilokasi
ini tinggi. Sedangkan indeks similaritas tanpa naungan adalah 0,07 dan indeks
disimilaritas tanpa naungan adalah 0,7. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa
kemiripan komposisi vegetasi di lokasi tanpa naungan juga rendah yang berarti
terdapat keanekaragaman vegetasi yang tinggi di lokasi ini. Semakin kecil harga
indeks similaritas untuk setiap kombinasi stasiun pengamatan yang diperbandingkan,
maka semakin rendah tingkat kemiripannya. Hasil yang didapatkan menunjukan
bahwa tingkat keberagaman vegetasi dari lokasi naungan lebih tinggi dibanding
lokasi non-naungan. Hal ini disebabkan adanya variasi kondisi lingkungan fisik,
kimia, maupun interaksi antar-jenis di sepanjang areal kajian, yang memungkinkan
frekuensi dan densitas setiap jenis juga bervariasi. Konsekuensinya, tingkat kemiripan
vegetasi yang diamati menjadi rendah. Hal itu akan menjadi lain apabila kondisi
lingkungan ( habitat ) relatif homogen ( Djufri, 2003 ).
V. KESIMPULAN

Dari praktikum analisis vegetasi yang telah dilakukan maka didapatkan


kesimpulan berikut,

1. Jenis vegetasi yang didapatkan pada analisis vegetasi di lapangan parkir


kampus II pada daerah naungan dan non-naungan ada 4 growthform yaitu
semak, herba, rumput, dan seedling. Pada growthform semak terdapat satu
spesies yaitu Mimosa pudica. Pada growthform herba terdapat spesies
Cyperus rotundus, Ageratum conyzoides, Sida sp, Maschosma plystochium,
Cleoma ruhdosperma ,Hedyotis diffusa, dan Ocimum sp . Pada growthform
rumput terdapat spesies Digitaria sanguinalis, Paspalum dilatatum, Kylinga
monocephala, Erichloa sp, Panicium bulbasum , Commelium banghalesis,
dan Zoysia japonica. Pada growthform seedling terdapat satu spesies yaitu
Pimpinella pivatsen.
2. Pada pengamatan vegetasi di lokasi naungan diketahui hasil KR ( Kerapatan
Relatif ) adalah growthform semak sebesar 5,13%, growthform rumput sebesar
67,69%, dan growthform herba sebesar 27,18%. Sedangkan nilai FR-nya
( Frekuensi Relatif ) adalah growthform semak sebesar 13,04%, growthform
rumput sebesar 56,52%, dan growthform herba sebesar 30,43%. Pada
pengamatan vegetasi di lokasi tanpa naungan diketahui hasil KR ( Kerapatan
Relatif ) adalah growthform semak sebesar 6,21%, growthform rumput sebesar
63,61%, growthform seedling sebesar 23,96%, dan growthform herba sebesar
6,21%. Sedangkan nilai FR-nya ( Frekuensi Relatif ) adalah growthform
semak sebesar 16,67%, growthform rumput sebesar 33,33%, growthform
seedling sebesar 16,67%, dan growthform herba sebesar 33,33%.
3. Indeks similaritas pada lokasi naungan adalah 0,04 dan indeks disimilaritas
naungan adalah 0,87. Sedangkan indeks similaritas tanpa naungan adalah 0,07
dan indeks disimilaritas tanpa naungan adalah 0,7.
DAFTAR PUSTAKA

Arrijani., Dede, S., Edi, G., dan Ibnul, Q. 2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur
Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango. Biodiversitas, 7(2):147-153.

Barbour, M.G., Burk, J.H., dan Pitts, W.D. 1987. Terrestrial Plant Ecology.
Cummings Publishing Company, Inc. San Fransisco.

Djufri. 2003. Analisis Vegetasi Spermatophyta di Taman Hutan Raya (Tahura)


Seulawah Aceh Besar. Biodiversitas 4(1): 30-34.

Firmansyah, F., Anngo, T.M., dan Akyas, A.M. 2009. Pengaruh Umur Pindah Tanam
Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Hasil dan Kualitas Sayuran Pakcoy (
Brassica campestris L. ) yang Ditanam dalam Naungan Kasa di Dataran
Medium. Jurnal Agrikultura 20(3):216-224.

Greig-Smith, P. 1983.Quantitative Plant Ecology. Blackwell Scientific. Oxford.

Hamidun, M. S., dan Baderan, D.W.K. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Produksi
Terbatas Boliyohuto Provinsi Gorontalo. Biodiversitas. 7(5):201-211.

Kusmana, C. 1997. Metode survey vegetasi.IPB Press. Bogor.

Lukito, A. M. Mulyono. Tetty, T. Iswanto, H. dan Riawan, N. 2010. Buku Pintar


Budidaya Kakao. Agro Media Pustaka, Jakarta.

Mansur, M. 2005. Analisis Vegetasi Hutan di Sekitar Gunung Wani, Suaka


Margasatwa Buton Utara Sulawesi Tenggara. Pusat Penelitian Biologi-LIPI, 6
(3):469-476.
Martono, D. S. 2012. Analisis Vegetasi dan Asosiasi antara Jenis-Jenis Pohon Utama
Penyusun Hutan Tropis Dataran Rendah di Taman Nasional Gunung Rinjani
Nusa Tenggara Barat. Agri-tek 13(2): 18-27.

Mukrimin. 2011. Analisis Potensi Tegakan Hutan Produksi di Kecamatan Parangloe


Kabupaten Gowa. Laboratorium Silvikultur, 6(1) : 67-72.

Nasrudin, A.A., dan Dzulkuflih. 2015. Rancang Bangun Aplikasi Lux Meter BH1750
Sebagai Alaat Ukur Kekeruhan Air Berbasis Mikrokontroler. Jurnal Inovasi
Fisika Indonesia 4(3):89-94.

Ontorael, R., Wantasen, A.S., dan Rondonuwu, A.B. 2012. Kondisi Ekologi Dan
Pemanfaatan Sumberdaya Mangrove Di Desa Tarohan Selatan Kecamatan
Beo Selatan Kabupaten Kapulauan Talaud. Jurnal Ilmiah Platax 1(1):8-11.

Welles, J. M., Cohen, S. 1996. Canopy structure measurement by gap fraction


analysis using commercial instrumentation. Journal of Experimental Botany
47(302): 1335-1342.

Anda mungkin juga menyukai