Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Laporan Herba

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 71

PSB18

LAPORAN RESMI
EKOLOGI
ANALISIS VEGETASI HERBA

Disusun Oleh:

KELOMPOK 4

1. JIHAN ADILAH 18030654017


2. HAFIZ FADHAL MUHAMMAD 18030654012
3. MEGA LESTARI PUTRI 18030654015
4. ARIE NUGROHO RAMADHAN 18030654052

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN SAINS
2020
BAB I
PENDAHULUHAN

A. Latar Belakang
Herba adalah sumberdaya hayati yang sejak lama telah memainkan
peran penting dalam kehidupan manusia. Secara umum, herba adalah
tetumbuhan yang dikenali dan lekat dengan pemanfaatannya dalam menjaga
vitalitas dan kesehatan tumbuh serta penyembuhan aneka ragam penyakit.
Penggunaan herba sebagai tanaman obat banyak berkembang terutama dalam
masyarakat dunia timur. Sumbangan dunia timur dalam pemanfaatan bahan
alam untuk menjaga kesehatan dan penyembuhan penyakit diketahui sangat
kaya (Duke, 2002).
Vegetasi rumput dan herba adalah suatu jenis vegetasi dasar
yang terdapat di bawah tegakan hutan yang dapat meningkatkan kesuburan
tanah, sumber pangan bagi flora, sebagai tanaman obat, penahan pukulan air
hujan, dan sebagai penahan aliran permukaan air. Vegetasi ini bersifat
annual, biannual, bentuk hidup soliter, berumpun, tegak menjalar atau
memanjat. Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuh-tumbuhan
yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat dimana antara individu
penyusunya terdapat interaksi yang erat, baik diantara tumbuh-tumbuhan
maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam lingkungan tersebut.
Sehingga nantinya terdapat suatu analisis vegetasi pada suatu spesies dalam
ekosistem (Hendry, 2007).
Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar sebaran berbagai spesies dalam suatu area melalui pengamatan
langsung. Analisis vegetasi dilakukan dengan membuat plot dan mengamati
morfologi serta identifikasi vegetasi yang ada. Keragaman jenis tumbuhan
bawah di pekarangan lebih tinggi dibandingkan di tegalan. Sehingga vegetasi
bawah tingkat semak, herba dan rumput pada ketiga naungan pinus,
akasia dan kayu putih mempunyai kriteria yang berbeda (Dahlan, 2011).
B. Pertannyaan Pengamatan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka pertanyaan pengamatan
yang didapat mengenai praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana mengidentifikasi nama tumbuhan dan keanekaragaman herba?
2. Bagaimana kerapatan populasi komunitas herba?
3. Bagaimana dominansi relatif komunitas herba?
4. Bagaimana frekuensi relatif komunitas herba?
5. Bagaimana nilai penting suatu komunitas herba?
6. Bagaimana indeks dominasi suatu komunitas herba?
7. Bagaimana melakukan analisis vegetasi komunitas herba?
C. Tujuan
Berdasarkan pertanyaan pengamatan, maka tujuan melkukan
praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengidentifikasi nama tumbuhan dan keanekaragaman herba.
2. Untuk menentukan kerapatan populasi komunitas herba.
3. Untuk menentukan dominansi relatif komunitas herba.
4. Untuk menentukan frekuensi relatif komunitas herba.
5. Untuk menentukan nilai penting suatu komunitas herba.
6. Untuk menentukan indeks dominasi suatu komunitas herba.
7. Untuk melakukan analisis vegetasi komunitas herba.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Vegetasi Herba
Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuh-tumbuhan yang
tumbuh bersama-sama pada satu tempat dimana antara individu
penyusunya terdapat interaksi yang erat, baik diantara tumbuh-tumbuhan
maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam lingkungan tersebut.
Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar sebaran berbagai spesies dalam suatu area melalui
pengamatan langsung. Analisis vegetasi dilakukan dengan membuat plot
dan mengamati morfologi serta identifikasi vegetasi yang ada. Vegetasi
rumput dan herba adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah
tegakan hutan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah, sumber pangan
bagi flora, sebagai tanaman obat, penahan pukulan air hujan, dan sebagai
penahan aliran permukaan air (Nirwani, 2010).
Pertumbuhan rumput dan herba mempunyai indeks keanekaragaman
dan kekayaan jenis yang tinggi dipengaruhi oleh topografi lokasi
penelitian yang berlereng-lereng dan sedikitnya tutupan dari tajuk pada
tingkat partumbuhan tiang dan pohon. Pada umumnya jenis yang
didapatkan pada tegakan ini termasuk dalam famili Graminae,
dimana intensitas cahaya matahari relatif sebesar 63%. Cahaya matahari bagi
tumbuhan merupakan salah satu faktor yang penting dalam
prosesperkembangan, pertumbuhan dan reproduksi (Danik, 2017).
Frekuensi menyangkut tingkat kemerataan terdapatnya individu suatu
jenis ke dalam suatu daerah. Frekuensi dapat diukur dengan mencatat
ada tidaknya individu dalam suatu plot penelitian dan idealnya tersebar
secara acak di seluruh plot penelitian (Prasetyo, 2006). Tingkat
penguasaan (dominansi) jenis tumbuhan bawah yang dijumpai di lokasi
penelitian terbagi menjadi tiga macam, yaitu tinggi, sedang, dan
rendah. Penguasaan suatu jenis terhadap suatu lokasi ditentukan dari
hasil perbandingan nilai pentingnya. Hal ini menggambarkan
kemampuan suatu jenis untuk mampu berkembang dan bertahan
terhadap kondisi habitat tertentu (Danik, 2017).
Keberagaman nilai INP ini menunjukkan adanya pengaruh lingkungan
tempat tumbuh seperti kelembaban, suhu dan tidak mampu atau kalah
berkompetisi, seperti perebutan akan zat hara, sinar matahari dan ruang
tumbuh dengan jenis-jenis lainnya yang sangat mempengaruhi pertumbuhan
dari diameter batang pohon. Selain INP ditentukan dengan diameter batang,
nilai ini juga dipengaruhi oleh umur suatu pohon. Menurut Odum
(1971) dalam (Danik 2017), jenis yang dominan mempunyai
produktivitas yang besar, dan dalam menentukan suatu jenis vegetasi
dominan yang perlu diketahui adalah diameter batangnya. Keberadaan jenis
dominan pada lokasi penelitian menjadi suatu indikator bahwa komunitas
tersebut berada pada habitat yang sesuai dan mendukung pertumbuhannya.
B. Analisis Vegetasi
Analisa vegetasi merupakan cara untuk mempelajari susunan
(komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-
tumbuhan. Pada suatu kondisi hutan yang luas, kegiatan analisa vegetasi erat
kaitannya dengan sampling sehingga cukup ditempatkan beberapa petak
contoh untuk mewakili habitat tersebut. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan
dala sampling ini, yaitu jumlah petak contoh, cara peletakan petak contoh dan
teknik analisa vegetasi yang digunakan (Soerianegara, 2005). Analisa
vegetasi penting untuk mengetahui vegetasi tumbuhan dimasa sekarang dan
menduga-duga kemungkinan perkembangan dimasa depan.
Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan
penutupan tajuk. Analisis data memerlukan data-data jenis, diameter dan
tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusun komunitas hutan
tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif
tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Michael,1994).
Pada suatu wilayah yang berukuran luas atau besar, vegetasinya terdiri
dari beberapa bagian vegetasi atau komunitas tumbuhan yang menonjol.Hal
ini menyebabkan adanya berbagai tipe vegetasi.Vegetasi terdiri dari semua
spesies tumbuhan dalam suatu wilayah dan memperlihatkan pola distribusi
menurut ruang dan waktu.Tipe-tipe vegetasi sendiri dicirikan oleh bentuk
pertumbuhan tumbuhan dominan atau paling besar atau paling melimpah dan
tumbuhan karakteristik atau paling khas (Harjosuwarno, 1990).
C. Analisis Komunitas
Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari
susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam
ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa
komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies
tetumbuhan yang menempati suatu habitat.Oleh karena itu, tujuan yang ingin
dicapai dalam analisis komunitas adalah untuk mengetahui komposisi spesies
dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari (Indriyanto, 1993).
Menurut Syafei (1990), dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan
berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu
dalam mendeskripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal
ini, suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan
kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus
diperhitungkan berbagai kendala yang ada.
D. Metode Analisis Vegetasi
Macam-macam metode yang digunakan pada analisis vegetasi yaitu
metode destruktif, metode nondestruktif, metode floristik, dan metode
nonfloristik.
1. Metode destruktif yaitu metode ini biasanya dilakukan untuk memahami
jumlah materi organik yang dapat dihasilkan oleh suatu komunitas
tumbuhan.Variabel yang dipakai bisa diproduktivitas primer, maupun
biomasa, dengan demikian dalam pendekatan selalu harus dilakukan
penuaian atau berarti melakukan perusakan terhadap vegetasi tersebut.
Metode ini umumnya dilakukan untuk bentuk-bentuk vegetasi yang
sederhana, dengan ukuran luas pencuplikan antara satu meter persegi
sampai lima meter persegi. Penimbangan bisa didasarkan pada berat segar
materi hidup atau berat keringya. Metode ini sangat membantu dalam
menentukan kualitas suatu padang rumput dengan usaha pencairan lahan
penggembalaan dan sekaligus menentukan kapasitas tampangnya.
Pendekatan yang terbaik untuk metode ini adalah secara floristika, yaitu
didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.Metode nondestruktif
yaitu metode ini dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu
berdasarkan penelaahan organisme hidup atau tumbuhan tidak didasarkan
pada taksonominya, sehingga dikenal dengan pendekatan nonfloristika.
Pendekatan lainnya adalah didasarkan pada penelaahan organisme
tumbuhan secara taksonomi atau pendekatan floristika.
2. Metode floristik yaitu metode ini didasarkan pada penelaahan organisme
tumbuhan secara taksonomi.Metode ini dapat menentukan kekayaan
floristika atau keanekaragaman dari berbagai bentuk vegetasi.Penelaahan
dilakukan terhadap semua populasi spesies pembentuk masyarakat
tumbuhan tersebut, sehingga pemahaman daris setiap jenis tumbuhan
secara taksonomi adalah sangat dibutuhkan. Pelaksanaan metode floristik
ini sangat ditunjang dengan variabel-variabel yang diperlukan untuk
menggambarkan baik struktur maupun komposisi vegetasi, diantaranya
adalah:
a. Kerapatan, untuk menggambarkan jumlah individu darip populasi
sejenis.
b. Kerimbunan, variabel yang menggambarkan luas penutupan suatu
populasi di suatu kawasan, dan bisa juga menggambarkan luas daerah
yang dikuasai oleh populasi tertentu atau dominasinya.
c. Frekuensi, variabel yang menggambarkan penyebaran dari populasi
disebut kawasan.
Variabel-variabel merupakan salah satu dari beberapa macam variabel
yang diperlukan untuk menjelaskan suatu bersifat kuantitatif, seperti
statifikasi, periodisitas, dan vitalitas.
3. Metode nonfloristik yaitu pada metode ini, dunia tumbuhan dibagi
berdasarkan berbagai hal, yaitu bentuk hidup, ukuran, fungsi daun, bentuk
dan ukuran daun, tekstur daun, dan penutupan.Untuk setiap karakteristika
dibagi lagi dalam sifat yang lebih rinci, yang pengungkapannya dinyatakan
dalam bentuk simbol huruf dan gambar bentuk hidup.Klasifikasi bentuk
vegetasi biasanya dipergunakan dalam pembuatan peta vegetasi dengan
skala kecil sampai sedang, dengan tujuan untuk menggambarkan
penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya dan juga masukan bagi
disiplin ilmu yang lainnya.
E. Metode Analisis Komunitas
Menurut Michael (1994), Metode- metode yang umum dan sangat
efektif serta efisien jika digunakan untuk penelitian komunitas tumbuhan,
pada garis besarnya digolongkan menjadi dua yaitu:
1. Metode plot (petak ukur), adalah prosedur yang umum digunakan untuk
sampling berbagai tipe organisme. Bentuk plot biasanya segi empat atau
persegi ataupun lingkaran. Sedangkan ukurannya tergantung dari tingkat
keheterogenan komunitas. Contohnya:
 Petak tunggal yaitu metode yang hanya satu petak sampling yang mewakili
satu areal hutan.
 Petak ganda yaitu pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan
banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata (sebaiknya secara
sistematik). Ukuran berbeda- beda berdasarkan kelompok tumbuhan yang
akan dianalisis. Perbandingan panjang dan lebar petak 2:1 merupakan
alternatif terbaik daripada bentuk lain.
2. Metode tanpa plot yaitu suatu metode berupa titik, dalam metode ini
bentuk percontohan atau sampel berupa titik karena tidak menggambarkan
suatu luas area tertentu. contohnya metode kuadrat, yaitu bentuk sampel
dapat berupa segi empat atau lingkaran yang menggambarkan luas area
tertentu. Luasnya bisa bervariasi sesuai dengan bentuk vegetasi atau
ditentukan dahulu luas minimumnya.Untuk analisa yang menggunakan
metode ini dilakukan perhitungan terhadap variabel- variabel kerapatan,
kerimbunan, dan frekuensi.
F. Bentuk-Bentuk Pertumbuhan Vegetasi Herba
Menurut Ramdani (2012), bentuk-bentuk pertumbuhan vegetasi
(growth form) dapat dinyatakan berdasarkan batas ketinggiannya,
misalnya untuk komunitas hutan, terdapat 4 tingkatan:
1. Lapisan pohon (tree layer)
Tingkatan ini terdiri atas semua tumbuhan yang tingginya
lebih dari 5 m. Pada hutan-hutan tinggi, lapisan ini dapat dibagi lagi
menjadi 2, 3, atau bahkan 4 lapisan. Pohon adalah tumbuhan yang
memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama
dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm. Untuk tingkat pohon dapat
dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu semai (seedling) yaitu
permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari 1,5 m,
pancang (sapling) yaitu permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan
berdiameter kurang dari 10 cm, tiang (poles) yaitu pohon muda
berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
2. Lapisan semak (schrub layer)
Tingkatan ini terdiri atas tumbuhan dengan tinggi antara 0,5
m sampai 5 m. Lapisan ini dapat dibagi lagi menjadi S1 (tinggi 2-5 m) dan
S2 (tinggi 0,3 atau 0,5 m sampai 2 m). Semak adalah tumbuhan berumpun
dengan batang pendek, merayap, tinggi beberapa cm sampai kurang lebih
1,5 m. Semak merupakan tumbuhan kecil, berkayu, kebanyakan tinggi di
bawah 3 m.
3. Lapisan Perdu
Perdu merupakan tanaman berkayu yang pendek dengan batang
yang cukup kaku dan kuat untuk menopang bagian-bagian tanaman.
Golongan perdu biasanya dibagi menjadi tiga, yaitu perdu rendah, perdu
sedang, dan perdu tinggi. Bunga sikat botol, krossandra dan euphorbia
termasuk dalam golongan tanaman perdu. Beberapa jenis tanaman perdu
(a) bougenvile, (b) kembang sepatu, dan (c) nusa indah putih. Suhu
optimal untuk tumbuh 16-24 ˚C. Intensitas cahaya tinggi yang dibutuhkan
tanaman ini sehingga pertumbuhan direduksi bila ternaungi.
4. Lapisan herba (herb layer)
Pada tingkatan ini, tumbuhan yang ada adalah dengan tinggi
kurang dari 0,3 atau 0,5 m atau kurang dari 1 m. Seperti tingkatan di atas,
lapisan ini dibagi lagi menjadi H1 atau lapisan herba tinggi (tinggi lebih
dari 0,3 m), H2 (tinggi 0,1 – 0,3 m), dan lapisan herba rendah
(tinggi kurang dari 0,1 m).
Herba (herbaceous) merupakan jenis tanaman dengan sedikit
jaringan sekunder atau tidak sama sekali (tidak berkayu) tetapi dapat
berdiri tegak. Contoh tanaman herba adalah kana dan tapak dara.
Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang
menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 m dan memiliki tangkai
lembut yang kadang-kadang keras.
Rumput merupakan tanaman dengan ciri umum berbatang beruas-
ruas, bunga tak bermahkota, serta daun berbentuk pita. Biasanya rumput
dapat beradaptasi pada lingkungan hangat lembap. Beberapa jenis rumput
ini juga dapat bertahan pada kondisi kekeringan atau pada musim dingin
yang berat. Rumput ini tidak dapat bertahan pada tempat tumbuh yang
selalu tergenang air. Pada daerah tempat tumbuhnya, rumput ini umumnya
ditemukan di sepanjang tepi-tepi hutan.
G. Faktor-Faktor Pertumbuhan Tanaman
1. Faktor Internal
a) Gen
Gen merupakan unit pewarisan sifat bagi organisme hidup. Setiap
mahluk hidup tentu saja memiliki gen yang berbeda satu sama lain.
b) Hormon
Hormon adalah pembawa pesan kimiawi antarsel atau
antarkelompok sel. Semua organisme multiselular, termasuk tumbuhan
memproduksi hormon. Dalam pertumbuhan ini peran hormon sangatlah
penting.

2. Faktor Eksternal
a. Makanan
Makanan adalah sumber energi dan sumber materi untuk
mensintesis berbagai komponen sel. Makanan berupa unsur unsur
mineral. Jika kekurangan nutrisi maka tumbuhan tersebuat akan
mengalami difisiensi yang menyebabkan pertumbuhan tanaman
terganggu.
b. Air
Air termasuk senyawa yang dibutuhkan tumbuhan. Air berfungsi
anatara lain sebagai fotosintesis, mengaktifkan reaksi enzim ezimatik,
menjaga kelembapan dan membengtu perkecambahan pada biji.
c. Suhu
Tumbuhan membutuhkan suhu tertentu untuk tumbuh secara
maksimal dengan suhu optimum.
d. Kelembapan
Kelembaban udara berpengaruh terhadap penguapan pada
permukaan tanah dan penguapan pada daun. Bila kelembaban
udara tinggi maka pertumbuhan pohon itu akan terganggu karena
tidak keseimbangan antara unsur air dan cahanya sehingga
pertumbuha pohon itu akan ternganggu. Tetapi kelembaban yang
tinggi akan berpengaruh terhadap tumbuhnya organ vegetatif pada
pohon.
Kelembaban udara akan berpengaruh terhadap laju penguapan
atau transpirasi. Jika kelembaban rendah, laju transpirasi
meningkat sehingga penyerapan air dan zat-zat mineral juga
meningkat. Hal itu akan meningkatkan ketesediaan nutrisi untuk
pertumbuhan tanaman. Jika kelembaban tinggi, laju transpirasi
rendah sehingga penyerapan zat-zat nutrisi juga rendah.hal ini akan
mengurangi ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhan tanaman
sehingga pertumbuhannya juga akan terhambat.
e. Cahaya
Cahaya dapat menghambat pertumbuhan meninggi tanaman karena
dapat menguraikan auksin. Tetapi, cahaya juga dapat merangsang
pembungaan tumbuhan tertentu. Pada tumbuhan terdapat hormon
fitokrom yang mengatur pengaruh cahaya ini dalam pertumbuhan dan
perkembangan pembungaan tanaman.
f. pH
Dalam ilmu pertanian pengaruh pH terhadap tanah sangat memiliki
peranan yang sangat penting, gunanya untuk menentukan mudah
tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tanaman. Pada umumnya
unsur hara akan mudah diserap tanaman pada pH 6-7, karena pada pH
tersebut sebagian besar unsur hara akan mudah larut dalam air.
Derajat pH dalam tanah juga menunjukkan keberadaan unsur-unsur
yang bersifat racun bagi tanaman. Jika tanah masam akan banyak
ditemukan unsur alumunium (Al) yang selain meracuni tanaman
juga mengikat P sehingga tidak bisa diserap tanaman. Selain itu pada
tanah masam juga terlalu banyak unsur mikro yang bisa meracuni
tanaman. Sedangkan pada tanah basa banyak ditemukan unsur Na
(Natrium) dan Mo (Molibdenum).
Kondisi pH tanah juga menentukan perkembangan
mikroorganisme dalam tanah. Pada pH 5,5 – 7 jamur dan bakteri
pengurai bahan organik akan tumbuh dengan baik. Demikian juga
mikroorganisme yang menguntungkan bagi akar tanaman juga akan
berkembang dengan baik.
Untuk mengatasi tanah-tanah basa kita bisa dilakukan dengan cara
pemberian sulfur atau belerang. Pemberian belerang bisa dalam
bentuk bubuk belerang atau bubuk sulfur yang mengandung
belerang hampir 100 %. Pemberian pupuk yang mengandung
belerang kurang efektif jika digunakan untuk menurunkan pH.
Beberapa pupuk yang mengandung belerang yang bisa digunakan
antara lain ZA ( Amonium sulfat ), Magnesium sulfat, Kalium sulfat,
tembaga sulfat dan seng sulfat. Pemberian bahan organik atau
pupuk organik juga bisa membantu menormalkan pH tanah.
H. Indeks Nilai Penting (INP)
Menurut Soerianegara dan Indrawan (2005), indeks nilai penting (INP)
merupakan gambaran lengkap mengenai karakter sosiologi suatu spesies
dalam komunitas. INP ini digunakan untuk menetapkan dominasi suatu jenis
terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain nilai penting menggambarkan
kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas. Indeks nilai penting
dihitung berdasarkan penjumlahan nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi
relatif (FR), dan dominansi relatif (DR). Menurut Arrijani, dkk (2006),
beberapa spesies yang bisa didapatkan pada daerah naungan dan tanpa
naungan yaitu tumbuhan yang berkayu pendek, bercabang banyak, tumbuhan
tak berkayu, dan mengandung air, tumbuhan tak berkayu dan kering,
tumbuhan dengan diameter batang 6.8 – 35 cm dan spesies tumbuhan dengan
diameter batang < 6.8 cm.
1. Kerapatan

Jumlah individu spesies A


 KM spesies A =
Total luas area cuplikan
KM spesies A
 KR spesies A = x 100%
Jumlah total KM seluruh spesies

2. Frekuensi

Jumlah plot yang mengandung spesies A


 FM spesies A = x 100 %
Jumlah seluruh inividu
FM spesies A
 FR spesies A = x
100 %
Jumlah total FM seluruh spesies
3. Dominasi
 DM Spesies A =

Jumlah plot ditemukannya spesies A/jumlah spesies A x jumlah


plot x 100%
Luas area cuplikan

 DR spesies A = DM Spesies A x 100 %

Jumlah total DM seluruh spesies


4. Indeks nilai penting (INP)

INP = KR + FR + DR
Keterangan: KM : kerapatan mutlak
KR : kerapatan relatif
FM : frekuensi mutlak
KR : frekuensi relatif
DM : dominasi mutlak
DR : dominasi relatif

5. Indeks Dominansi
n. X .N
ΙD =
N ( N −1)
Keterangan: ID : Indeks dominasi
n : jumlah plot yang di dalamnya terdapat spesies
N : jumlah seluruh spesies di seluruh plot
X : jumlah spesies A pada seluruh plot-plot
Tipe pola penyebaran:
Jika ID = 1, maka distribusi random
Jika ID>1, maka distribusi seragam
Jika ID<1, maka distribusi mengelompok
I. Tumbuhan Herba
Tumbuhan herba adalah tumbuhan yang berbatang lunak (batangnya
tidak berkayu) atau hanya mengandung jaringan kayu sedikit sekali.Sehingga
ketika tumbuhan tersebut mati tidak ada bagian batang yang tersisa di
permukaan tanah.Tumbuhan herba umumnya berbunga indah dan biasa
ditanam sebagai hiasan kebun atau pot. Tumbuhan ini berkhasiat untuk
menyembuhkan atau bahkan bisa berbahaya bagi tanaman lain (berupa hama
atau gulma). Namun berkat penelitian yang intensif, masyarakat sekarang
semakin terbuka pengetahuannya tentang berbagai macam obat herba yang
bermanfaat untuk kesehatan, baik dipergunakan secara langsung maupun
harus digabung dengan jenis tanaman lain untuk meningkatkan daya
kerjanya.
Ada berbagai jenis tumbuhan herba yang hidup dan tumbuh di alam,
bahkan diantaranya ada yang tumbuh di sekitar tempat anda, seperti di
lapangan terbuka, atau di pinging-pinggir jalan. Berbicara masalah tanaman
herba, bila dilihat dari waktu tumbuhnya, tumbuhan herba ini terbagi menjadi
3 macam, yaitu:
1. Tumbuhan tahunan (annual), akan menggugurkan semua bagian tubuhnya
setelah berbunga dan selesai berbuah, lalu akan tumbuh kembali dengan
cara penyemaian benih (biji). Alam telah mengatur perputaran masa
tumbuh tanaman herba tahunan ini. Sehingga masyarakat awam tidak bisa
memperhatikan dengan seksama dan hanya melihatnya sebagai bagian dari
tanaman semata.
2. Tumbuhan yang hidupnya dua tahun sekali (biennial), akan
menggugurkan semua bagian bunga, daun dan batangnya di akhir musim
tumbuhnya, tapi ada sebagian tubuhnya di permukaan atau bawah tanah
(bonggol, akar, umbi, rimpang, stolon/ geragih) yang masih hidup
sehingga dapat tumbuh kembali di musim berikutnya.
3. Tumbuhan abadi (perennial), menyisakan bagian tubuhnya di permukaan
atau bawah tanah, sehingga tumbuh abadi.
- Lactuca sativa L.

Gambar 2.1 Lactuca sativa L.


Sumber: Dokumentasi Pribadi

Kingdom: Plantae
Superdivisi: Spermathophyta
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Asterales
Famili: Asteraceae
Genus: Lactuca
Species: Lactuca sativa L
Lactuca sativa L. merupakan tanaman yang dibudidayakan dengan
sistem aeroponik. Variabel utama yang harus dikendalikan adalah suhu
dan kelembaban udara dimana variabel tersebut merupakan faktor
pendukung utama dalam cocok tanam aeroponik, pertumbuhan Lactuca
sativa L. akan optimal pada kisaran suhu udara 25 °C sampai 28 °C
(Darmawan, 1997). Menurut Aprillia (2018), Kelembaban yang sesuai
untuk pertumbuhan Lactuca sativa L. yaitu berkisar antara 80-90%. Suhu
dan kelembapan yang tidak optimal dapat menghambat pertumbuhan
tanaman (Krisna et al., 2017). Selain itu, Lactuca sativa L. membutuhkan
cahaya sedang untuk dapat tumbuh secara optimal (Hakim, 2019).
Intensitas cahaya mempengaruhi suhu dan kelembapan udara. Suhu dan
kelembapan yang tidak optimum berpengaruh pada peningkatan
transpirasi tanaman, sehingga menghambat pertumbuhan dan
perkembangan Lactuca sativa L. (Krisna, 2017).
Menurut Sunarjono (2014), Lactuca sativa L. dapat tumbuh pada jenis
tanah lempung berdebu, berpasir dan tanah yang masih mengandung
humus serta memiliki derajat keasaman tanah pH 5-6.5. Meskipun
demikian, Lactuca sativa L.masih toleran terhadap tanah- tanah yang
miskin hara dan ber-pH netral.
Apabila Lactuca sativa L. dibudidayakan di dataran rendah disarankan
menggunakan naungan agar kondisi iklim mikro (suhu, kelembaban dan
intensitas cahaya) menjadi lebih optimal. Penelitian Hakim (2019)
menyatakan bahwa tingkat naungan menaikkan tinggi tanaman pada
naungan 50% dan 60%, tetapi menurunkan jumlah daun, luas daun, berat
basah, dan berat kering seiring dengan meningkatnya tingkat naungan.
Dengan demikian, penanaman Lactuca sativa L. dengan perlakuan tanpa
naungan menunjukkan hasil paling tinggi pada jumlah daun, luas daun,
berat segar, dan berat basah.
- Oplismenushirtellus

Gambar 2.2 Oplismenushirtellus


Sumber. Dokumen pribadi
Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Superdivisi: Spermatophyta
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Liliopsida
Subkelas: Commelinidae
Ordo: Poales
Famili: Poaceae
Genus: Oplismenus
Spesies: Oplismenushirtellus (L.) P. Beauv.

Oplismenushirtellus adalah tumbuhan berbunga abadi dari famili


poaceace yang dapat ditemukan di setiap benua di dunia. Kebanyakan
tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Tanaman yang menyerbuki sendiri
dimana bijinya menarik berbagai hewan dan burung. Benih yang lengket
mudah didistribusikan oleh hewan dan manusia, mudah melekat pada bulu
dan pakaian.

- Rumput Grinting / Cynodon Dactylon

Gambar 2.3 Cynodon Dactylon


Sumber. Dokumen pribadi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Cyperales
Family : Poaceae
Genus : Cynodon Rich.
Spesies : Cynodon dactylon (L) Pers.

Mempunyai morfologi akar serabut yang menjalar dengan rimpang,


batang buluh samping, panjang, yang tua berongga, ruas buluh berseling
antara yang panjang dan pendek, daun seperti garis, berlilin, tepinya kasar
dan ujungnya runcing, bunga bulir ganda terdiri dari dua sampai beberapa
cabang dengan anak bulir berwarna putih lembayung
Cynodon dactylon banyak ditemukan di daerah tropik. Cynodon
dactylon mampu bertahan dalam kondisi lingkungan ekstrim dibandingkan
dengan rumput jenis lain karena memiliki biji yang kecil dan mudah
menyebar dengan cepat. Serta menjadi gulma yang sangat merugikan pada
lahan pertanian maupun perkebunan.

- Bunga Matahari atau Helianthus Annuus L.

Gambar 2.4 Helianthus Annuus L.


Sumber: Dokumentasi pribadi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliopyta
Kelas :Magnoliopsida
Ordo : Asterales
Family : Asteraceae
Genus : Helianthus
Spesies : Helianthus Annuus L.

Bunga matahari merupakan tanaman introduksi yang berasal dari


daerah Amerika. Bunga matahari memiliki keindahan pada kelopaknya
yang menghadap ke atas itulah mengapa orang-orang menyebutnya
bunga matahari. Bunga ini mampu hidup di daerah subtropis maupun
tropis bahkan pada ketinggian hingga 1.500 mdpl (meter di atas
permukaan laut). Tanaman bunga matahari mampu tumbuh hingga 1-3
meter tergantung varietas, memiliki daun tunggal lebar, Batang
biasanya ditumbuhi rambut kasar, tegak, jarang bercabang (Khotimah,
2007).
Bunga matahari tumbuh baik pada ketinggian tempat 200-1200
mdpl (meter di atas permukaan laut) dengan intensitas pencahayaan
penuh, memiliki kelembaban udara 70-90% (Dinas Pertanian Pangan,
2014). Bunga matahari dapat tumbuh pada suhu rendah ataupun tinggi,
namum lebih toleran pada kondisi suhu rendah. Tanaman ini dapat
berkemcambah pada suhu 50C, namun stidaknya diperlukan suhu 140C
– 210C agar perkecambahan dapat maksimal. suhu optimum untuk
pertumbuhan bunga matahari adalah 230C – 280C dan dapat tetap
tumbuh sampai dengan suhu 340C namun akan mempengauhi
produktivitasnya. Curah hujan yang optimal untuk pertumbuhan
tanaman ini berkisar antara 500 – 1000 mm 3. Tanaman ini memiliki
perkaran yang luas yang dapat menembus sampai kedalaman 2 meter
sehingga lebih dapat bertahan pada kondisi kekeringan. Bunga
matahari dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah yang subur,
utamanya lempung berpasir (sandy loam) sampai lempung (clay) Nilai
pH yang dianjurkan adalah 6.0 – 7.5. Tanaman ini memiliki toleransi
garam yang rendah, namun masih lebih baik apabila dibandingkan
dengan tanaman lain, seperti kacang tanah dan kacang kedelai (Farida,
2018).
BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Jenis Penelitian
Praktikum yang berjudul “Analisis Vegetasi Herba” ini
mengunakan jenis penelitian observasi. Hal ini dikarenakan tidak
terdapat variabel manipulasi yang digunakan.

B. Tempat, Tanggal, dan Waktu Percobaan


Percobaan yang berjudul “Analisis Vegetasi Herba”
dilaksanakan di tempat yang sesuai dengan lingkungan sekitar daerah
masing – masing anggota kelompok sehingga waktu pelaksanaan
praktikum dapat menyesuaikan.

C. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan untuk praktikum vegetasi herba yaitu:
a. Meteran gulung 1 buah
b. Tali rafia 1 rol
c. Termometer 1 buah
d. Ph Universal 1 buah
e. Aplikasi Identifikasi PlantNet 1 buah
f. Cetok 1 buah
g. Gunting 1 buah
h. Pasak 8 buah
i. Plot kuadrat ukuran (1x1) m2 1 buah
2. Bahan
Bahan yang digunakan untuk praktikum vegetasi herba yaitu:
A. Kantong plastik klip 5 buah
B. Kertas HVS 5 lembar
C. Bulpoin 1 buah
D. Prosedur
1. Menentukan luas area yang diteliti sepanjang garis transek
2. Mengukur setiap jarak di sepanjang 1 m garis transek. Menandai tiap-
tiap transek sebagai titik cuplikan tiap kelompok.
3. Mengambil setiap titik sebanyak 1 kali dengan cara memasang plot
ukuran (1x1) m.
4. Menghitung jumlah populasi herba yang ada pada tiap plot.
5. Mengidentikasi spesies herba pada setiap plot.
6. Mengukur pH tanah dan kelembaban tanah masing-masing dengan
menggunakan Ph Universal.
7. Mengukur suhu tanah dengan thermometer.
8. Menghitung parameter-parameter analisis vegetasi herba dengan rumus:
a. Kerapatan
1) KM spesies A = Jumlah individu spesies A
Total luas area cuplikan

2) KR spesies A = KM Spesies A x 100%


Jumlah total KM seluruh spesies
b. Frekuensi
1) FM spesies A = Jumlah plot yang berisi spesies A
Jumlah seluruh Spesies

2) FR spesies A = FM spesies A x 100 %


Jumlah total FM seluruh spesies
c. Dominasi

1) DM = jumlah plot berisi spesies )


( Jumlah seluruh spesies
× jumlah seluruh plot

jumlah seluruh plot


dominasi Mutlak
2) DR = × 100 %
jumlah seluruh Dominasi Mutlak
d. Indeks nilai penting (INP)
INP = KR + FR + DR
Keterangan:
KM : kerapatan mutlak
KR : kerapatan relatif
FM : frekuensi mutlak
KR : frekuensi relatif
DM : dominasi mutlak
DR : dominasi relatif
e. Indeks Dominansi
n. X .N
ΙD =
N ( N −1)
Keterangan:
ID : Indeks dominasi
N : jumlah plot yang di dalamnya terdapat spesies
N : jumlah seluruh spesies di seluruh plot
X : jumlah spesies A pada seluruh plot-plot

Tipe pola penyebaran:


Jika ID = 1, maka distribusi random
Jika ID>1, maka distribusi seragam
Jika ID<1, maka distribusi mengelompok

E. Rancangan Pengamatan

Gambar 3.1. Rancangan penelitian vegetasi herba.


(Sumber : Nirwani, 2010)
F. Alur

Meteran gulung
-diukur luas daerah yang akan diamati.
-diukur 1m pada garis transek dan ditandais etiap
cuplikan.
-dilakukan pengambilan titik plot 4x pada kuadran 1x1
m2.

Herba
-dihitung jumlah populasi herba.
-diidentifikasi populasi herba.
-diidentifikasi jenis herba tersebut.

Tanah
-diukur pH menggonakan Ph Universal.
-diukur suhu menggunakan thermometer alkohol.

Parameter herba
(KR;DR;FR;INP;ID)
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
A. Data I
Tabel 4.1 Tabel Hasil Analisis Vegetasi Herba di Perkebunan Kosong
Desa Mojopuro Wetan
Stasiu Jumlah
Plot Nama Spesies Ph Suhu (0C)
n Spesies

1 Helianthus annuus L. 18 5 29

Digitaria sanguinalis 7 5 29

Lapsana communis L. 5 5 29

1 Cyperus rotundus L. 5 5 29

Commelina benghalensis
5 5 29
L.

Amaranthus blitum 5 5 29

Cyperus rotundus L. 4 5 29

Commelina benghalensis
17 5 29
2 L.

Helianthus annuus L. 6 5 29

Dioscorea communis L. 2 5 29

Dioscorea communis L. 5 5 29

Helianthus annuus L. 30 5 29

Melissa otficinalis L. 6 5 29
3
Commelina benghalensis
1 5 29
L.

Cyperus esculentus L. 7 5 29

4 Helianthus annuus L. 17 5 29
Digitaria sanguinalis 4 5 29

Plantago major 11 5 29

Cyperus rotundus L. 9 5 29

Tabel 4.2 Hasil Data Pengamatan Spesies Herba di Perkebunan Kosong


Desa Mojopuro Wetan
Jumlah
Stasiun Nama Spesies Jumlah Plot
Spesies

Helianthus annuus L. 71 4

Digitaria sanguinalis 11 2

Lapsana communis L. 5 1

Cyperus rotundus L. 18 3

Commelina benghalensis L. 23 3
1
Amaranthus blitum 5 1

Dioscorea communis L. 7 2

Melissa otficinalis L. 6 1

Cyperus esculentus L. 7 1

Plantago major 11 1
Tabel 4.3 Hasil Data Parameter Vegetasi Herba di Perkebunan Kosong Desa Mojopuro Wetan
Nama Jumlah Jumlah KR FR DM DR INP
KM FM ID Distribusi
Spesies Spesies Plot (%) (%) (%) (%) (%)

Helianthus 17,7 67, 1.74 Seragam


71 4 42,7 0.024 21 5,6 3,5
annuus L. 5 2

Digitaria 10. 28, 0.13 Mengelompokkan


11 2 2,75 6,6 0.012 18 11
sanguinalis 5 1

Lapsana 20, 0.03 Mengelompokkan


5 1 1,25 3 0.006 5.3 20 12
communis L. 3

Cyperus 15. 36, 0.33 Mengelompokkan


18 3 4,5 10,8 0.018 16,7 10
rotundus L. 8 6

Commelina 0.42 Mengelompokkan


benghalensis 23 3 15. 37,
5,75 13,8 0.018 13 8
8 6
L.

Amaranthus 20, 0.03 Mengelompokkan


5 1 1,25 3 0.006 5.3 20 12
blitum 3
Dioscorea 10. 32, 0.08 Mengelompokkan
7 2 1,75 4,2 0.012 28,6 17,7
communis L. 5 4

Melissa 18, 0.03 Mengelompokkan


6 1 1,5 3,6 0.006 5.3 16,7 10
otficinalis L. 9

Cyperus 18, 0.04 Mengelompokkan


7 1 1,75 4,2 0.006 5.3 14 8,7
esculentus L. 2

Plantago 17, 0.06 Mengelompokkan


11 1 2,75 6,6 0.006 5.3 9 5,6
major 5

Total 164 41.5 0.114 161 , 6


B. Analisis Data

Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 data hasil pengamatan vegetasi herba
di Perkebunan Kosong Desa Mojopuro Wetan dapat dianalisis bahwa
spesies yang mendominasi ialah Helianthus annuus L.yang berjumlah 71
spesies yang tersebar dalam 4 plot. sedangkan spesies yang kurang
mendominasi ialah Amaranthus blitum dan Lapsana communis L. yang
masing-masing spesies berjumlah 5 spesies dengan persebaran masing-
masing spesies hanya pada 1 plot saja. Ph dalam 4 plot tersebut adalah 5
dengan suhu sebesar 290C.
Berdasarkan tabel 4.3 data hasil Parameter Vegetasi Herba di
Perkebunan Kosong Desa Mojopuro Wetan dapat dianalisis bahwa spesies
yang memiliki jumlah spesies terbesar adalah Helianthus annuus L.
dengan jumlah spesies sebanyak 71 spesies dan menempati 4 plot.
Kerapatan mutlak nya (KM) sebesar 17,75 dan kerapatan relative (KF)
sebesar 42,7% untuk frekuensi mutlak nya (FM) sebesar 0.024 dan
frekuensi relative (FR) sebesar 21%. Nilai dominasi mutlak (DM) sebesar
5,6 dan dominasi relatifnya (DR) sebesar 3,5 %, untuk nilai INP sebesar
67,2 % dan nilai indeks dominasi dari spesies Helianthus annuus L. 1.74
dengan distribusinya seragam.
Sedangkan spesies yang memiliki jumlah spesies tekecil atau
kurang mendominasi adalah Amaranthus blitum dan Lapsana communis L.
dengan jumlah masing-masing spesies sebanyak 5 spesies dan masing –
masing spesies hanya menempati atau hanya tersebar pada 1 plot saja.
Kedua spesies tersebut memiliki perameter nilai yang sama yakni
Kerapatan mutlak nya (KM) sebesar 1,25 dan kerapatan relative (KF)
sebesar 3 % untuk frekuensi mutlak nya (FM) sebesar 0.006 dan frekuensi
relative (FR) sebesar 5.3 %. Nilai dominasi mutlak (DM) sebesar 20 dan
dominasi relatifnya (DR) sebesar 12 %, untuk nilai INP sebesar 20.3 %
dan nilai indeks dominasi dari spesies Amaranthus blitum dan Lapsana
communis L sebesar 0.03 dengan distribusinya Mengelompok. Sedangkan
untuk spesies lain memiliki distribusi yang sama yakni mengelompok.
C. Pembahasan

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan maka didapatkan


hasil bahwa terdapat satu species yang paling mendominasi diantara
species lainnya yaitu Helianthus annuus L. dengan jumlah individu paling
banyak,berkisar 71 individu, serta memiliki nilai kerapatan, frekuensi dan
dominasi paling tinggi. Hal ini dikarenakan pada pengamatan ini
Helianthus annuus L. hidup pada habitat yang sesuai dengan karakteristik
spesies tersebut, dapat dilihat dari data hasil pengamatan yang
menunjukkan bahwa Helianthus annuus L. hidup di tanah dengan rentang
suhu pada tanah 290C tetapi pada pengamatan ini pH tanah yang diukur
sebesar 5 hal ini dikarenakan keterbatasan alat pada pengamatan dimana
untuk pengamatan ini seharusnya menggunakan Soil Tester sehingga pH
yang dihasilkan tidak akurat. Menurut teori yang ada, Helianthus annuus
L. dapat tumbuh baik pada pH tanah berkisar antara 6.0 – 7.5 tanaman ini
juga dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah yang subur utamanya
lempung berpasir (sandy loam) sampai lempung (clay). Tanaman ini
memiliki toleransi garam yang rendah, namun masih lebih baik apabila
dibandingkan dengan tanaman lain misalnya kacang tanah dan kacang
kedelai.
Seperti yang ditunjukkan pada tabel data bahwa Helianthus
annuus L. tumbuh pada suhu 290C hal ini sesuai dengan teori yang ada.
Dimana pada teori yang ada, Helianthus annuus L. dapat tumbuh pada
suhu rendah ataupun tinggi, namum lebih toleran pada kondisi suhu
rendah. Tanaman ini dapat berkemcambah pada suhu 5 0C, namun
stidaknya diperlukan suhu 140C – 210C agar perkecambahan dapat
maksimal. suhu optimum untuk pertumbuhan bunga matahari adalah 23 0C
– 280C dan dapat tetap tumbuh sampai dengan suhu 34 0C namun akan
mempengauhi produktivitasnya.
Selain faktor yang ada pada hasil data pengamatan tersebut,
terdapat beberapa faktor lain yang tidak dapat diamati dan diukur oleh
pengamat karena adanya keterbatasan alat. Menurut teori yang ada
Helianthus annuus L. tumbuh baik pada ketinggian tempat 200-1200 mdpl
(meter di atas permukaan laut) dengan intensitas pencahayaan penuh,
memiliki kelembaban udara 70-90%. Curah hujan juga mempengaruhi
pertumbuhan Helianthus annuus L., dimana Helianthus annuus L. akan
tumbuh dengan baik pada curah hujan berkisar antara 500 – 1000 mm 3.
Selain itu, Helianthus annuus L. memiliki daya adaptasi yang ditinggi,
distribusi luas, toleran terhadap kekeringan karena Helianthus annuus L.
memiliki akar yang luas sehingga dapat menembus sampai kedalaman 2
meter sehingga dapat bertahan pada kondisi kekeringan. Sehingga karena
faktor lingkungan tempat hidup Helianthus annuus L. mendukung dan
sesuai dengan karakteristik speciesnya maka species tersebut dapat
bertahan, tumbuh dan berkembang dengan optimal yang mengakibatkan
keberadaanya mendominasi daripada keberadaan species lainnya.
Frekuensi mutlak spesies Helianthus annuus L sebesar 0,024 dan
frekuensi relatifnya mencapai 21%, serta INP 67.2%, ID bernilai 1.74.
Persentase frekuensi relatif mengindikasikan bahwa spesies Helianthus
annuus L ditemukan pada setiap plot yang diamati. Jumlah spesies ini
selalu mendominasi dalam plot satu sampai dengan plot empat, jika
dibandingkan dengan spesies herba lain. Frekuensi menyangkut tingkat
kemerataan adanya individu suatu jenis ke dalam suatu daerah. Frekuensi
dapat diukur dengan mencatat ada tidaknya individu dalam suatu plot
penelitian dan idealnya tersebar secara acak di seluruh plot penelitian.
Hubungan antara frekuensi relatif dengan jumlah spesies Helianthus
annuus L. yang ditemukan pada setiap plot ialah berkesinambungan,
dimana semakin besar nilai FR atau persentase frekuensi relatif maka
semakin banyak pula plot yang didominasi oleh spesies herba Helianthus
annuus L.
Dari data hasil pengamatan ini juga diperoleh INP yang beragam
pada setiap spesies nya, dengan INP yang tertinggi adalah INP Helianthus
annuus L. Adanya keberagaman dalam nilai INP menunjukkan bahwa
adanya pengaruh atau faktor lingkungan tempat spesies tersebut tumbuh
seperti kelembapan, suhu dan faktor adapatasi lain. Selain itu, INP
merupakan nilai yang menunjukan penguasaan suatu jenis terhadap
jenis lainnya dalam suatu komunitas atau vegetasi. Makin besar nilai INP,
maka makin besar pengaruh jenis tersebut terhadap jenis yang lain.
Keanekaragaman jenis herba pada satu stasiun di perkebunan
kosong desa mojopuro gede kabupaten gresik beragam. Ditemukan 10
jenis herba dalam satu stasiunnya, dimana herba yang paling banyak
ditemukan pada setiap plotnya adalah Helianthus annuus L. sedangkan
jenis herba yang paling sedikit ditemukan dan hanya mengelompok pada
satu plot yaitu Amaranthus blitum dan Lapsana communis L. Kedua
spesies tersebut memiliki indeks dominasi yang sama yakni 0.03 dimana
nilai tersebut merupakan nilai terendah dari spesies yang ditemukan.
D. Data II
Tabel 4.1 Data Hasil Analisis Vegetasi Herba di Hutan Kota Pakal Surabaya

Jumlah
Stasiun Plot Nama Spesies pH Suhu (oC)
Spesies

1 Ipomoea obscura L. 1 7 29
Lapsana communis L. 18 7 29
1 Zea mays L. 8 7 29
Lactuca sativa L. 1 7 29
Desmantus virgatus L. 3 7 29
Merremia emarginata 12 7 29
2 Asarum europaeum L. 8 7 29
Ipomoea obscura L. 6 7 29
Lapsana communis L. 10 7 29
Asarum europaeum L. 6 7 29
Zea mays L. 2 7 29
3
Lactuca sativa L. 12 7 29
Desmantus virgatus L. 6 7 29
4 Veronica filiformis 3 7 29
Zea mays L. 8 7 29
Lactuca sativa L. 20 7 29
Lapsana communis L. 6 7 29
Merremia emarginata 4 7 29
Tabel 4.2 Data Hasil Analisis Vegetasi Herba dalam Setiap Plot di Hutan Kota
Pakal Surabaya

Jumlah Jumlah
Stasiun Nama Spesies
Spesies Plot
Ipomoea obscura L. 7 2
Lactuca sativa L. 50 3
Lapsana communis L. 24 3
Zea mays L. 11 3
1
Merremia emarginata 16 2
Asarum europaeum L. 16 2
Desmantus virgatus L. 9 1
Veronica filiformis 3 1

Tabel 4.3 Data Hasil Perhitungan Parameter Vegetasi Herba di Hutan Kota
Pakal Surabaya
Jumlah Jumlah KR FR DR INP
Nama Spesies KM FM DM IDDistribusi
Spesies Plot (%) (%) (%) (%)
Ipomoea 2
7 1,75 5,14 1,44 11,08 28,5718,44 34,66 0,10 Mengelompok
obscura L.
Lactuca 3
24 12,5 36,02 2,17 16,70 6 3,87 56,59 1,09 Seragam
sativa L.
Lapsana 3
11 6 17,64 2,17 16,70 12,5 8,07 42,41 0,52 Mengelompok
communis L.
Zea mays L. 50 3 2,75 8,08 2,17 16,70 27,2717,60 42,38 0,24 Mengelompok
Merremia 2
16 4 11,76 1,44 11,08 12,5 8,07 30,91 0,23 Mengelompok
emarginata
Asarum 2
16 4 11,76 1,44 11,08 12,5 8,07 30,91 0,23 Mengelompok
europaeum L.
Desmantus 1
9 2,25 6,61 1,44 11,08 22,2214,34 32,02 0,13 Mengelompok
virgatus L.
Veronica 1
3 0,75 2,02 0,72 5,54 33,3321,51 29,07 0,02 Mengelompok
filiformis
E. Analisis
Berdasarkan data pada tabel 4.1 dan 4.2 hasil analisis vegetasi herba di
Hutan Kota Pakal Surabaya dalam empat plot dengan pH tanah sebesar 7
(netral) dan suhu udara sebesar 30˚C diperoleh hasil bahwa terdapat 8
spesies herba yang ditemukan. Spesies yang mendominasi adalah Lactuca
sativa L. berjumlah 50 spesies dalam 3 plot. Sedangkan spesies yang
rendah dominasinya adalah Veronica filiformis berjumlah 3 speies dalam 1
plot. Untuk spesies Ipomoea obscura L. berjumlah 7 spesies dalam 2 plot,
Lapsana communis L.berjumlah 24 spesies dalam 3 plot, Zea mays
L.berjumlah 11 spesies dalam 3 plot, Merremia emarginata dan Asarum
europaeum L. berjumlah 16 spesies dalam 2 plot, dan Desmantus virgatus
L.berjumlah 9 spesies dalam 1 plot.
Berdasarkan data pada tabel 4.3 hasil analisis parameter vegetasi herba
diperoleh hasil bahwa spesies yang memiliki jumlah terbesar adalah
Lactuca sativa L. sebanyak 50 spesies yang menempati 3 plot. Kerapatan
mutlak (KM) nya sebesar 12,5 dan kerapatan relatif (KR) nya sebesar
36,02 %. Lalu untuk frekuensi mutlak (FM) nya sebesar 2,17 dan
frekuensi relatif (FR) nya sebesar 16,07 %. Kemudian untuk nilai
dominasi mutlak (DM) nya sebesar 6 dan dominasi relatif (DR) nya
sebesar 3,87 %. Sehingga menghasilkan INP sebesar 56,59 % dan nilai
indeks dominasi (ID) dari spesies Lactuca sativa L. ini sebesar 1,09
dengan distribusinya secara seragam.
Spesies yang memiliki jumlah terkecil adalah Veronica filiformis
sebanyak 3 spesies yang menempati 1 plot. Kerapatan mutlak (KM) nya
sebesar 0,75 dan kerapatan relatif (KR) nya sebesar 2,02 %. Lalu untuk
frekuensi mutlak (FM) nya sebesar 0,72 dan frekuensi relatif (FR) nya
sebesar 5,54 %. Kemudian untuk nilai dominasi mutlak (DM) nya sebesar
33,33 dan dominasi relatif (DR) nya sebesar 21,51 %. Sehingga
menghasilkan INP sebesar 29,07 % dan nilai indeks dominasi (ID) dari
spesies Veronica filiformis ini sebesar 0,02 dengan distribusinya secara
mengelompok
Sedangkan spesies sisa lainnya seperti Ipomoea obscura L., Lapsana
communis L., Zea mays L., Merremia emarginata, Asarum europaeum L.,
dan Desmantus virgatus L. memiliki nilai kerapatan mutlak (KM) berturut-
turut sebesar 1,75; 6; 2,75; 4; 4; dan 2,25; nilai kerapatan relatif (KR)
berturut-turut sebesar 5,14%; 17,64%; 8,08%; 11, 76%; 11,76%; dan
6,61%; nilai frekuensi mutlak (FM) berturut-turut sebesar 1,44; 2,17; 2,17;
1,44; 144; dan 1,44. Kemudian indeks nilai penting (INP) nya berturut-
turut sebesar 34,66%; 42,41%; 42,38%; 30,91%; 30,91%; dan 32,02%.
Dan memiliki indeks dominasi (ID) berturut-turut sebesar
0,10;0,52;0,24;0,23;0,23; 0,13 dengan distribusinya secara mengelompok.

F. Pembahasan
Berdasarkan hasil observasi analisis vegetasi herba yang telah
dilakukan di Hutan Kota Pakal Surabaya didapatkan hasil bahwa jumlah
vegetasi herba yang teramati sebanyak 8 spesies yang diperoleh dari hasil
keseluruhan sampel dari 4 plot yang berbeda. Setiap sampel plot yang
praktikan gunakan memiliki luas sebesar 1m2 sehingga untuk 4 sampel
plot menghasilkan luas keseluruhan sebesar 4m2. Dari keempat sampel
plot tersebut terdapat satu spesies yang paling mendominasi diantara
spesies lainnya yaitu Lactuca sativa L. dengan jumlah individu paling
banyak yakni berkisar 50 individu, serta memiliki nilai kerapatan,
frekuensi dan dominasi paling tinggi dibandingkan dengan spesies lainnya.
Hal tersebut terjadi dikarenakan Lactuca sativa L. hidup di habitat yang
sesuai dan dapat mendukung pertumbuhannya yaitu hidup di tanah
lempung yang memiliki pH sebesar 7 dengan rentang suhu sebesar 29 oC.
pH tanah dalam observasi di daerah tersebut dianggap netral karena
keterbatasan alat yang dimiliki praktikan, seharusnya pengukuran pH
tanah menggunakan alat soil tester. Namun berdasarkan penelitian dari
Sunarjo (2014), Lactuca sativa L. dapat tumbuh dengan baik pada tanah
yang memiliki derajat keasamaan pH sebesar 5-6,5 serta masih dapat
mentoleran terhadap tanah yang miskin hara dan ber-pH netral. Selain itu,
Lactuca sativa L. dapat tumbuh pada jenis tanah lempung berpasir
(Sunarjono, 2014).
Suhu yang diperoleh berdasarkan hasil observasi pada spesies Lactuca
sativa L. menghasilkan suhu sebesar 29oC. Darmawan (1997) menyatakan
bahwa pertumbuhan Lactuca sativa L. akan optimal pada kisaran suhu
25oC–28oC. Meskipun terdapat selisih sebesar 1oC, namun Lactuca sativa
L. masih dapat mentoleran selisih suhu tersebut. Diperkuat dari hasil
penelitian Aprillia (2018) yang menyebutkan bahwa suhu yang lebih
tinggi dari 30oC dapat menghambat pertumbuhan, merangsang tumbuhnya
tangkai bunga (bolting), dan dapat menyebabkan rasa pahit pada Lactuca
sativa L.
Selain jenis tanah, suhu dan pH tanah, kelembaban udara juga menjadi
salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dari spesies
Lactuca sativa L. Kelembaban yang sesuai untuk pertumbuhan Lactuca
sativa L. yaitu berkisar antara 80%-90% (Aprillia, 2018). Meskipun tidak
mendapatkan hasil pengukuran kelembaban udara dikarenakan
keterbatasan alat yang praktikan miliki, praktikan menggunakan data dari
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur dimana menerangkan bahwa
kelembaban rata-rata udara pada bulan desember di Surabaya berkisar
80%. Hal tersebut sesuai dengan kelembaban yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dari spesies Lactuca sativa L. Krisna (2017) menyatakan
bahwa suhu dan kelembaban yang tidak optimum berpengaruh pada
peningkatan transpirasi tanaman sehingga dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan dari Lactuca sativa L.
Frekuensi mutlak spesies Lactuca sativa L. berkisar 2,17 dan frekuensi
relatifnya mencapai 16,70%. Persentase frekuensi relatif inilah yang
mengindikasikan spesies Lactuca sativa L. ditemukan dalam setiap plot
yang diamati. Jumlah spesies ini selalu mendominasi dalam plot satu
sampai plot keempat jika dibandingkan dengan spesies herba lainnya.
Frekuensi menyangkut tingkat kemerataan terdapatnya individu suatu jenis
ke dalam suatu daerah. Frekuensi dapat diukur dengan mencatat ada
tidaknya individu dalam suatu plot penelitian dan idealnya tersebar secara
acak di seluruh plot penelitian. Hubungan antara frekuensi relatif dengan
jumlah spesies Lactuca sativa L. yang ditemukan pada setiap plot ialah
berkesinambungan, dimana semakin besar nilai FR atau persentase
frekuensi relatif maka semakin banyak pula plot yang didominasi oleh
spesies herba Lactuca sativa L.
Dari data hasil pengamatan juga diperoleh indeks nilai penting (INP)
yang beragam pada setiap spesiesnya. INP digunakan untuk
menggambarkan tingkat penguasaan yang diberikan oleh suatu jenis
terhadap komunitas. Semakin besar nilai INP nya maka semakin besar
tingkat penguasaan terhadap komunitasnya (Soegianto, 1994). INP yang
tertinggi adalah INP dari Lactuca sativa L. yakni sebesar 56,59%. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa spesies Lactuca sativa L. memiliki
tingkat penguasaan tertinggi dibandingkan dengan spesies lainnya di
tempat tersebut. Selain itu, keberagaman dalam nilai INP menunjukkan
bahwa adanya pengaruh dari faktor lingkungan tempat spesies tersebut
tumbuh.
Akibat adanya dukungan dari faktor lingkungan tempat hidup Lactuca
sativa L. seperti jenis tanah, pH tanah, suhu, dan kelembaban udara seperti
yang dijelaskan di atas, maka spesies tersebut dapat bertahan serta tumbuh
dan berkembang dengan optimal yang mengakibatkan keberadaanya
akhirnya mendominasi dari keberadaan spesies lainnya.
G. Data III
TABEL HASIL PRAKTIKUM
Tabel Analisis
Plot Nama Spesies Jumlah pH Suhu (ºC)
spesies
1 Rumput grinting 12 6,9 32
(Cynodon
Dactylon)
Gulma gletang 15
(Tridax
Procumbens L)
2 Rumput grinting 11 6,9 32
(Cynodon
Dactylon)
Kucing galak 5
(Acalypha Indica)
3 Rumput grinting 22 6,9 32
(Cynodon
Dactylon)
Gulma gletang 6
(Tridax
Procumbens L)
Kucing galak 7
(Acalypha Indica)

4 Rumput grinting 14 6,9 32


(Cynodon
Dactylon)
Tabel Data
No. Nama Jumlah Jumlah KM KR (%) DM DR(%) FM FR (%) INP ID Distribusi
tumbuhan (Xi) plot
herba
1 Rumput 59 4 14,75 64,13 0,067 20,42 1 50 134,55 0,44 Mengelompok
grinting 8
(Cynodon
Dactylon)
2 Gulma 21 2 5,25 22,82 0,095 28,96 0,5 25 76,78 0,25 Mengelompok
gletang 5

(Tridax
Procumbens
L)

3 Kucing 12 2 3 13,04 0,166 50,60 0,5 25 88,64 0,29 Mengelompok


galak 5

(Acalypha
Indica)
H. Analisis
Dari data yang didapat pada saat melakukan praktikum
pengamatan ini yang dilaksanakan di lapangan Ds. Mangunharjo Kab.
Ngawi adalah sebagai berikut dengan luas area 4 m 2 berbentuk persegi
panjang. Dalam pengamatan didapat empat spesies yaitu Cynodon
Dactylon, Tridax Procumbens L, dan Acalypha Indica. Dalam plot
didapatkan jumlah yang berbeda-beda pada spesies Cynodon Dactylon
didapatkan sejumlah 59 spesies. Pada spesies Tridax Procumbens L
didapatkan sejumlah 21 spesies. Dan pada spesies Acalypha Indica
didapatkan sejumlah 12 spesies.
Berdasarkan hasil perhitungan kerapatan relatif, frekuensi relatif,
dominasi relatif, dan indeks nilai penting spesies. Pada spesies pertama
kerapatan relatif sebesar 64,13%, frekuensi relatif sebesar 50% dan pada
dominasi relatif sebesar 20,42% sehingga indek nilai penting sebesar
134,55%. Pada spesies kedua kerapatan relatif sebesar 22,82%, frekuensi
relatif sebesar 25% dan pada dominasi relatif sebesar 28,96% sehingga
indek nilai penting sebesar 76,78%. Pada spesies ketiga kerapatan relatif
sebesar 13,04%, frekuensi relatif sebesar 25% dan pada dominasi relatif
sebesar 50,60% sehingga indek nilai penting sebesar 88,64%.
Pada data hasil pengamatan vegetasi herba didapatkan hasil yaitu
suhu pada plot tersebut berkisar 28-37ºC. Kelembapan pada semua
kuadran rata-rata 1-3. Praktikum dilakukan pada saat musim penghujan
sehingga tanah menjadi lembab. pH dari semua kuadran yakni 5-7 yang
menunjukkan bahwa tanah bersifat netral dan baik untuk tanah. Pada
kondisi tanah dengan pH netral maka tumbuhan akan lebih mudah
menyerap unsur hara dan menjaga keseimbangan mikroorganisme yang
terdapat dalam tanah
I. Pembahasan
Dari hasil data yang diperoleh dapat diketahui pada nilai kerapatan
relatif yang paling tinggi terdapat pada spesies pertama sebesar 64,13%
dapat diartikan jenis yang tingkat kerapatan paling rapat di semua plot.
Frekuensi relatif yang paling tinggi terdapat pada spesies pertama sebesar
50% yang artinya jenis yang rapat serta tersebar luas pada hampir seluruh
lokasi pegamatan. Dominasi relatif yang paling tinggi terletak pada spesies
ketiga sebesar 20,42% yang artinya pada spesies ini yang paling
mendominasi dari semua area pengamatan
Nilai indek penting digunakan untuk mengetahui salah satu spesies
tumbuhan yang dominan dari spesies tumbuhan yang lain masih berada
pada satu daerah akan tetapi masih memperhatikan nilai frekuensi,
kerapatan, dan dominasi dari masing-masing spesies tumbuhan. Indeks
nilai penting dari spesies tersebut yang tertinggi terdapat pada spesies
pertama sebesar 134,55%.
J. Data IV
Tabel 4.1 Data Hasil Analisis Vegetasi Herba di Kebun Mangga Fakultas
Teknik Unesa

Jumlah
Stasiun Plot Nama Spesies pH Suhu (oC)
Spesies

Carex blanda 16 7 30
Digitaria iscaemum 1 7 30
1 Oplismenus hirtellus 40 7 30
Basella alba 1 7 30
Aristolosia serpenteria 2 7 30
2 Digitaria iscaemum 4 7 29
Oplismenus hirtellus 10 7 29
1 Digitaria iscaemum 1 7 29
Oplismerus hirtellus 18 7 29
3
Basella alba 4 7 29
Epipremnum aureum 1 7 29
Dianella nigra 4 7 29
Oplismenus hirtellus 24 7 29
4
Ehrharta erecta 1 7 29
Petiveria 1 7 29
Tabel 4.2 Data Hasil Analisis Vegetasi Herba dalam Setiap Plot di Kebun
Mangga Fakultas Teknik Unesa

Jumlah Jumlah
Stasiun Nama Spesies
Spesies Plot
Carex blanda 16 1
Digitaria iscaemum 6 3
Oplismenus hirtellus 92 4
Basella alba 5 2
1
Aristolosia serpenteria 2 1
Epipremnum aureum 1 1
Ehrharta erecta 1 1
Petiveria 1 1

Nama Jumlah Jumlah KR FR DR INP


KM FM DM Distribusi
Spesies Spesies Plot (%) (%) (%) (%)
Carex 1
16 12,9 12,92 0,8 7,11 16 0,32 20,35 Mengelompok
blanda
Digitaria 3
6 4,8 4,8 2,41 21,4 2 0,04 26,24 Seragam
iscaemum
Oplismenus 4 28,6
92 74,1 74,2 3,22 23 0,47 42,41 Mengelompok
hirtellus 4
Basella alba 2 14,3
5 4,03 4,03 1,61 2,5 0,05 18,4 Mengelompok
2
Aristolosia 1
2 1,6 1,6 0,8 7,11 2 0,04 8,75 Mengelompok
serpenteria
Epipremnum 1
1 0.8 0,8 0,8 7,11 1 0,02 7,93 Mengelompok
aureum
Ehrharta 1
1 0,8 0,8 0,8 7,11 1 0,02 7,93 Mengelompok
erecta
Petiveria 1 1 0,8 0,8 0.8 7,11 1 0,02 7,93 Mengelompok
Tabel 4.3 Data Hasil Perhitungan Parameter Vegetasi Herba di kebun
mangga Universitas Negeri Surabaya

K. Analisis
Berdasarkan data ada tabel 4.1 dan 4.2 yang berisikan hasil
pengamatan terhadap vegetasi herba yang ada pada kebun mangga fakultas
teknik Universitas Negeri Surabaya dalam 4 plot dengan pH tanah sebesar 7
yang menunjukkan bahwa tanah pada wilayah ini termasuk netral, ketika
dilakukan pengukuran terhadap suhu permukaan tanah yang menunjukkan
suhu pada plot pertama sebesar 30 ˚C sedangkan pada plot ke dua, ketiga, dan
keempat menunjukkan suhu sebesar 29 ˚C. Ditemukan 8 (delapan) spesies
herba yang hidup. Spesies tersebut diantaranya : Petiveria, Ehrharta erecta,
Epipremnum aureum, Aristolosia serpenteria, Basella alba, Oplismenus
hirtellus, Digitaria iscaemum, dan Carex blanda. Spesies yang mendominasi
adalah Oplismenus hirtellus dengan jumlah spesies mencapai 92 yang
tersebar pada 4 plot. Sedangkan spesies yang dengan tingkat dominasi rendah
diantaranya Oplismenus hirtellus dengan jumlah spesies yang hanya 6 dan
terbagi dalam 3 plot, Carex blanda yang jumlah spesiesnya 16 dan hanya
tersebar dalam 1 plot, Basella alba dengan jumlah spesies 5 dan tersebar
dalam 2 plot, Aristolosia serpenteria dengan jumlah spesies yang hanya 2
dan tersebar dalam 1 plot, terakhir Ehrharta erecta dan Petiveria yang
masing-masing juga hanya memiliki jumlah spesies sebanyak 1 dan masing-
masing hanya ada pada satu plot.
Berdasarkan data pada tabel 4.3 yang berisikan hasil analisis
terhadap parameter vegetasi herba diperoleh hasil bahwa spesies yang
dominan yaitu Oplismenus hirtellus sebanyak 92 spesies yang menempati 4
plot, kerapatan mutlak (KM)-nya sebesar 74,1 dan kerapatan relatif (KR)-nya
sebesar 74,2 %. Untuk frekuensi mutlaknya sebesar 3,22 dan frekuensi relatif
(FR)-nya sebesar 28,64 %. Kemudian dominasi mutlak sebesar 23 dan
dominasi relatif sebesar 0,47.
Sedangkan untuk spesies yang paling sedikit ada 3 spesies yaitu
Epipremnum aureum, Ehrharta erecta, dan Petiveria. Yang memiliki nilai
kerapatan, Frekuensi, dan dominasi yang sama yaitu KM sebesar 0,8; KR
sebesar 0,8 %; FM sebesar 0,8; FR sebesar 7,11 %; DM sebesar 1 dan DR
sebesar 0,02 %;

L. Pembahasan
Berdasarkan hasil observasi analisis vegetasi herba yang telah
dilakukan di lingkungan kebun mangga fakultas teknik Universitas Negeri
Surabaya. Jumlah vegetasi herba yang di amati sebanyak 8 spesies,
diantaranya Petiveria, Ehrharta erecta, Epipremnum aureum, Aristolosia
serpenteria, Basella alba, Oplismenus hirtellus, Digitaria iscaemum, dan
Carex blanda. Hasil diperoleh dari 4 plot yang berbeda. Setiap sampel plot
yang praktikan gunakan seluas 1 m2 sehingga untuk keseluruhan sampel plot
yang di ambil seluas 4 m2. Spesies yang mendominasi dari keempat plot
tersebut adalah Oplismenus hirtellus. Dengan jumlah individu paling banyak
yakni sebanyak 92 individu yang tersebar pada keempat plot. Spesies ini
memiliki nilai kerapatan, frekuensi, dan dominasi paling tinggi dibandingkan
dengan spesies lainnya. Hal tersebut terjadi karena Oplismenus hirtellus
memang pada dasarnya memiliki habitat alami pada iklim tropis dan
subtropis. biji dari tanaman Oplismenus hirtellus legket dan mudah terbawa
oleh manusia dan hewan. Sehingga penyerbukan dari tanaman ini sangat
terbantu dengan kondisi lingkungan di sekitar kebun mangga fakultas teknik
universitas negeri surabaya yang sering ada lalu lalang dari mahasiswa yang
melalui jalan sekitar kebun mangga. Selain itu adanya hewan lain seperti
kucing yang banyak di temui disekitar lingkungan kebun pohon mangga
fakultas teknik universitas negeri surabaya sehingga penyerbukan yang terjadi
semakin baik dan sangat terbantu.
Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman ini sebesar 29 – 30 oC
sesuai dengan suhu yang terukur pada saat praktikan melakukan pengamatan.
Kondisi pada saat pengambilan data cuaca sedang hujan ringan sehingga
udara lebih sejuk. pH tanah untuk pada lingkungan kebun mangga fakultas
teknik Universitas Negeri Surabaya ini masih netral dengan pH 7 tidak
menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan dari tanaman Oplismenus
hirtellus
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil melakukan praktikum
pengamatan vegetasi herba adalah sebagai berikut :
1. Kesimpulan Data I
Kesimpulan dari pengamatan analisis vegetasi herba ialah spesies
Helianthus annuus L. mendominasi plot vegetasi herba dengan pH
tanah 5 dan suhu tanah 29˚C. Parameter vegetasi herba yang
mendominasi memiliki kerapatan mutlak 17,75, kerapatan relatif
42,7%, frekuensi mutlak 0,024, frekuensi relatif 21%, dominasi
mutlak 5.6, dominasi relatif 3,5%, (INP) Indeks Nilai Pentingnya
67,2%, dan (ID) Indeks Dominasinya 1,74 dengan distribusinya
seragam. Terdapat dua spesies yang berbeda genus memiliki (INP)
Indeks Nilai Pentingnya terendah yaitu 20.3%, diantaranya
Amaranthus blitum dan Lapsana communis L. Helianthus annuus L.
memiliki daya adaptasi yang ditinggi, distribusi luas, toleran terhadap
kekeringan karena Helianthus annuus L. memiliki akar yang luas
sehingga dapat menembus sampai kedalaman 2 meter sehingga dapat
bertahan pada kondisi kekeringan. Keanekaragaman jenis herba di di
perekbunan kosong Desa Mojopuro Wetan Kabupaten Gresik sangat
beragam. Ditemukan 10 jenis spesies, jenis spesies yang paling banyak
ditemukan pada setiap yaitu Helianthus annuus L. Jenis Spesies yang
paling sedikit ditemukan dan mengelompok pada satu plot yaitu
Amaranthus blitum dan Lapsana communis L.
2. Kesimpulan Data II
Kesimpulan dari pengamatan analisis vegetasi herba ialah
ditemukan 8 jenis spesies yang berbeda di Hutan Kota Pakal Surabaya
dengan pH tanah 7 dan suhu tanah 30˚C. Spesies Lactuca sativa L.
mendominasi plot vegetasi herba di daerah tersebut. Parameter
vegetasi herba yang mendominasi memiliki kerapatan mutlak sebesar
12,5; kerapatan relatif 36,02%; frekuensi mutlak 2,17; frekuensi
relatif 16,70%; dominasi mutlak 6; dominasi relatif 3,87%, indeks
nilai pentingnya 56,59%, dan indeks dominasinya 1,09 dengan
distribusinya seragam. Lactuca sativa L. memiliki daya adaptasi yang
tinggi akibat adanya dukungan dari faktor lingkungan tempat hidup
Lactuca sativa L. seperti jenis tanah, pH tanah, suhu, dan kelembaban
udara sehingga spesies tersebut dapat bertahan serta tumbuh dan
berkembang dengan optimal yang mengakibatkan keberadaanya
akhirnya mendominasi dari keberadaan spesies lainnya. Selain itu,
terdapat satu spesies yakni Veronica filiformis. yang dimana spesies
tersebut paling sedikit ditemukan dan mengelompok pada satu plot
serta memiliki indeks nilai penting terendah yaitu sebesar 0,02%.
3. Kesimpulan Data III
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil pengamatan pada
praktikum vegetas herba didapatkan 3 spesies yang ada pada lapangan
Ds. Mangunharjo diantara spesies tersebut adalah Cynodon Dactylon,
Tridax Procumbens L dan Acalypha Indica. Dengan indikator pada pH
tanah adalah 6,8 sampai 7 karena Pada kondisi tanah dengan pH netral
maka tumbuhan akan lebih mudah menyerap unsur hara dan menjaga
keseimbangan mikroorganisme yang terdapat dalam tanah dan suhu
yaitu 30ºC. Didapatkan spesies yang mendominasi area tersebut adalah
Cynodon Dactylon karena pada Indek Nilai Penting sebesar 134,55%
yang mengartikan pada area tersebut didominasi oleh spesies Cynodon
Dactylon.dan dalam spesies tersebut distribusi secara mengelompok.
4. Kesimpulan Data IV
Dari hasil data yang didapat dapat disimpulkan bahwa pada area di
lingkungan kebun mangga fakultas teknik Universitas Negeri
Surabaya. Jumlah vegetasi herba yang di amati sebanyak 8 spesies.
Dimana dalam area tersebut didominasi oleh Oplismenus hirtellus
sebanyak 92 spesies yang menempati 4 plot, kerapatan mutlak (KM)-
nya sebesar 74,1 dan kerapatan relatif (KR)-nya sebesar 74,2 %. Untuk
frekuensi mutlaknya sebesar 3,22 dan frekuensi relatif (FR)-nya
sebesar 28,64 %. Kemudian dominasi mutlak sebesar 23 dan dominasi
relatif sebesar 0,47.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk praktikum selanjutnya adalah sebagai
berikut:
1. Disarankan agar lebih teliti dalam mengamati dan menghitung jumlah
spesies yang terdapat dalam sampling.
2. Disarankan agar lebih teliti dalam mengidentifikasi spesies yang
ditemukan agar tidak terjadi kesalahan dalam mengidentifikasi nama
setiap spesies.
DAFTAR PUSTAKA

Arrijani, dkk. 2006. Analisis Vegetasi Hulu DAS Cianjur Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango. Biodiversitas. Vol. 7(2): 147-153.
Aprillia, S.V., dkk. 2018. Pertumbuhan dan produksi selada (Lactuca sativa l.)
pada pemberian berbagai jenis pupuk organik. J. Agro Complex. 2(1):86-92.
Danik, T.W.U. 2017. Studi Keanekaragaman Vegetasi Rumput Dan Herba
Di Hutan Sekipan Desa Kalisoro Tawangmangu Karanganyar Provinsi
Jawa Tengah. Surakarta: Jurnal Pendidikan Biologi UMS.
Darmawan, I, A. 1997. Pengaruh Topoklimat terhadap produksi dan Kualitas
Selada (Lactuca sativa L.). [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2014. Pengembangan Tanaman Hias. Dinas
Pertanian Tanaman Pangan, Sumatera Barat.
Farida, D. G. (2018). Fenologi Dan Karakterisasi Morfo-Agronomi Tanaman
Bunga Matahari (Helianthus Annuus L.) Pada Kawasan Tropis (Doctoral
dissertation, Universitas Brawijaya).
Hakim, M.A.R., dkk. 2019. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Selada
(Lactuca sativa l.) pada Berbagai Tingkat Naungan dengan Metode
Hidroponik. J. Agro Complex. 3(1):15-23.
Harjosuwarno, S. 1990. Dasar-dasar Ekologi Tumbuhan. Yogyakarta: Fakultas
Biologi UGM.
Indriyanto. 1993. Ekologi Hutan. Jakarta. Bumi aksara.
Khotimah. 2007. Karakterisasi pertumbuhan dan perkembangan berbagai varietas
bunga matahari (Helianthus annuus L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Krisna, B., E. T. S. Putra, R. Rogomulyo, D. Kastono. 2017. Pengaruh Pengayaan
Oksigen dan Kalsium terhadap Pertumbuhan Akar dan Hasil Selada
Keriting (Lactuca sativa L.) pada Hidroponik Rakit Apung. Jurnal
Vegetalika. 6(4): 14-27.
Michael, P.E. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan
Laboratorium. Jakarta: Universitas Indonesia.
Nirwani, Z. 2010. Keanekaragaman Tumbuhan Bawah Yang Berpotensi Sebagai
Tanaman Obat Di utan Taman Nasional Gunung Leuser Sub Seksi Bukit
Lawang. Jurnal Botani. Vol. 2(1): 7-8.
Odum, P. E. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogjakarta: Gadjah Mada
University Press.
Prasetyo, Budi. 2006. Struktur Komunitas dan Profil Vegetasi dalam Sistem
Pekarangan di Desa Jabon Mekar, Kecamatan Parung, Bogor. Jurnal
Pascasarjana IPB.
Rahmadani, F. Dan Sumberartha, I. W. 2012. Petunjuk Praktikum Ekologi
Tumbuhan. Malang: JICA.
Sunarjono, H. 2014. Bertanam 30 Jenis Sayur. Jakarta: Penebar Swadaya.
Setyaningrum, H. D. dan C. Saparinto. 2011. Panen Sayur secara Rutin di Lahan
Sempit. Jakarta: Penebar Swadaya.
Soerianegara, I. dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 1 Gambar 2
Membuat Plot 1x1 sebanyak 4 kali Mengukur pH tanah

Gambar 3 Gambar 4
Mengukur suhu tanah Identifikasi tanaman menggunakan
aplikasi PlantNet
Dokumentasi

Gambar 1. Gambar 2.
Menentukan lokasi area Mengukur area sampling
vegetasi herbal menggunakan meteran

Gambar 3.
enancapkan paku

Gambar 3. Gambar 4.
enancapkan paku Membuat plot vegetasi

Gambar 5. Gambar 6.
ngukur suhu tanah Mengidentifikasi spesies
LAMPIRAN PERHITUNGAN
DATA I
1. Helianthus annuus L.
Jumlahindividu 71
KM = = = 17,75
Total area cuplikan 4
KM spesies 17 ,5
KR = x 100% = x 100% = 42,7%
Jumlah total KM seluruh spesies 41 , 5
jumlah plot yang berisi spesies ini 4
FM = = =0.024
jumlah seluruh spesies 164
frekuensi mutlak 0.024
FR = x 100 % = x 100 %=21 %
jumlah seluruh FM 0.114

DM = (Jumlah plot ditemukannya spesies A


jumlah spesies A ) × jumlah plot
×100 %
luas area cuplikan

= ( )
4
71
×4
×100 % = 5,6%
4
dominasi Mutlak 5 ,6
DR = × 100 % = ×100 % = 3,5%
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 161, 6
INP = KR + FR + DR
= 42,7% + 21% + 3,5%
= 67,2%
n.X . N
ID =
N ( N−1)
4 x 164 x 71
=
164(164−1)
46576
= 26732
= 1,74
2. Digitaria sanguinalis
Jumlahindividu 11
KM = = = 2,75
Total area cuplikan 4
KM spesies 2 ,75
KR = x 100% = x 100% = 6,6%
Jumlah total KM seluruh spesies 41 , 5
jumlah plot yang b erisi spesies ini 2
FM = = =0.012
jumlah seluruh spesies 164
frekuensi mutlak 0.012
FR = x 100 % = x 100 %=10.5 %
jumlah seluruh FM 0.114

DM = ( Jumlah plot ditemukannya spesies A


jumlah spesies A ) × jumlah plot
×100 %
luas area cuplikan
= 11 )
( 2
×4
×100 % = 18%
4
dominasi Mutlak 18
DR = × 100 % = ×100 % = 11%
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 161, 6
INP = KR + FR + DR
= 6,6% + 10,5% + 11%
= 28,1%
n.X . N
ID =
N ( N−1)
2 x 11 x 164
=
164(164−1)
3608
= 26732
= 0,13
3. Lapsana communis L.
Jumlahindividu 5
KM = = = 1,25
Total area cuplikan 4
KM spesies 1 ,25
KR = x 100% = x 100% = 3 %
Jumlah total KM seluruh spesies 41 , 5

jumlah plot yang berisi spesies ini 1


FM = = =0.006
jumlah seluruh spesies 164
frekuensi mutlak 0.006
FR = x 100 % = x 100 %=5.3 %
jum lah seluruh FM 0.114

DM = ( Jumlah plot ditemukannya spesies A


jumlah spesies A ) × jumlah plot
×100 %
luas area cuplikan

()
= 5
1
×4
×100 % = 20%
4
dominasi Mutlak 20
DR = × 100 % = ×100 % = 12%
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 161, 6
INP = KR + FR + DR
= 3% + 5,3% + 12%
= 20,3%
n.X . N
ID =
N ( N−1)
1 x 5 x 164
=
164(164−1)
820
= 26732
= 0,03
4. Cyperus rotundus L.
Jumlahindividu 18
KM = = = 4,5
Total area cuplikan 4
KM spesies 4,5
KR = x 100% = x 100% = 10,8%
Jumlah total KM seluruh spesies 41 , 5
jumlah plot yang berisi spesies ini 3
FM = = =0.018
jumlah seluruh spesies 164
frekuensi mutlak 0.018
FR = x 100 % = x 100 %=15.8 %
jumlah seluruh FM 0.114

DM = = ( Jumlah plot ditemukannya spesies A


jumlah spesies A ) × jumlah plot
×100 %
luas area cuplikan

= 18( )
3
×4
×100 % = 16,7%
4
dominasi Mutlak 16 ,7
DR = × 100 % = ×100 %
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 161, 6
=10%
INP = KR + FR + DR
= 10,8% + 15,8% + 10%
= 36,6%
n.X . N
ID =
N ( N−1)
3 x 18 x 164
=
164(164−1)
8856
= 26732
= 0,33
5. Commelina benghalensis L.
Jumlahindividu 23
KM = = = 5,75
Total area cuplikan 4
KM spesies 5 ,75
KR = x 100% = x 100% = 13,8%
Jumlah total KM seluruh spesies 41 , 5
jumlah plot yang berisi spesies ini 3
FM = = =0.018
jumlah seluruh spesies 164
frekuensi mutlak 0.018
FR = x 100 % = x 100 %=15.8 %
jumlah seluruh FM 0.114

DM = (
Jumlah plot ditemukannya spesies A
jumlah spesies A )× jumlah plot
×100 %
luas area cuplikan
= 23 )
( 3
×4
×100 % = 13%
4
dominasi Mutlak 13
DR = × 100 % = ×100 % = 8%
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 161, 6
INP = KR + FR + DR
= 13,8% + 15,8% + 8%
= 37,6%
n.X . N
ID =
N ( N−1)
3 x 23 x 164
=
164 ( 164−1 )
11316
=
26732
= 0,42
6. Amaranthus blitum
Jumlahindividu 5
KM = = = 1,25 = 0,5
Total area cuplikan 4
KM spesies 1 ,25
KR = x 100% = x 100% = 3%
Jumlah total KM seluruh spesies 41 , 5
jumlah plot yang berisi spesies ini 1
FM = = =0.006
jumlah seluruh spesies 164
frekuensi mutlak 0.006
FR = x 100 % = x 100 %=5.3 %
jumlah seluruh FM 0.114

DM = (Jumlah plot ditemukannya spesies A


jumlah spesies A ) × jumlah plot
×100 %
luas area cuplikan

= 5()
1
×4
×100 % = 20%
4
dominasi Mutlak 20
DR = × 100 % = ×100 % =
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 161, 6
12%
INP = KR + FR + DR
= 3% + 5,3% + 12%
= 20,3%
n.X . N
ID =
N ( N−1)
1 x 5 x 164
=
164 ( 164−1 )
820
=
26732
= 0,03
7. Dioscorea communis L.
Jumlahindividu 7
KM = = = 1,75
Total area cuplikan 4
KM spesies 1 ,75
KR = x 100% = x 100% = 4,2%
Jumlah total KM seluruh spesies 41 , 5
jumlah plot yang berisi spesies ini 2
FM = = =0.012
jumlah seluruh spesies 164
frekuensi mutlak 0.012
FR = x 100 % = x 100 %=10.5 %
jumlah seluruh FM 0.114

DM = ( Jumlah plot ditemukannya spesies A


jumlah spesies A ) × jumlah plot
×100 %
luas area cuplikan

= 7 ()
2
×4
×100 % = 28,6%
4
dominasi Mutlak 28 ,6
DR = × 100 % = ×100 % =
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 161, 6
17,7%
INP = KR + FR + DR
= 4,2% + 10,5% + 17,7%
= 32,4%
n.X . N
ID =
N ( N−1)
2 x 7 x 164
=
164 ( 164−1 )
2296
=
26732
= 0,08
8. Melissa otficinalis L.
Jumlahindividu 6
KM = = = 1,5
Total area cuplikan 4
KM spesies 1 ,5
KR = x 100% = x 100% = 3,6%
Jumlah total KM seluruh spesies 41 , 5
jumlah plot yang berisi spesies ini 1
FM = = =0.006
jumlah seluruh spesies 164
frekuensi mutlak 0.006
FR = x 100 % = x 100 %=5.3 %
jumlah seluruh FM 0.114

DM = ( Jumlah plot ditemukannya spesies A


jumlah spesies A ) × jumlah plot
×100 %
luas area cuplikan
= 6)
( 1
×4
×100 % = 16,7%
4
dominasi Mutlak 16 ,7
DR = × 100 % = ×100 % = 10%
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 161, 6
INP = KR + FR + DR
= 3,6% + 5,3% + 10%
= 18,9%
n.X . N
ID =
N ( N−1)
1 x 6 x 164
=
164 ( 164−1 )
984
=
26732
= 0,03
9. Cyperus esculentus L.
Jumlahindividu 7
KM = = = 1,75
Total area cuplikan 4
KM spesies 1 ,75
KR = x 100% = x 100% = 4,2%
Jumlah total KM seluruh spesies 41 , 5
jumlah plot yang berisi spesies ini 1
FM = = =0.006
jumlah seluruh spesies 164
frekuensi mutlak 0.006
FR = x 100 % = x 100 %=5.3 %
jumlah seluruh FM 0.114

DM = (
Jumlah plot ditemukannya spesies A
jumlah spesies A ) × j umlah plot
×100 %
luas area cuplikan

= 7()
1
×4
×100 % = 14%
4
dominasi Mutlak 14
DR = × 100 % = ×100 % = 8,7
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 161, 6
%
INP = KR + FR + DR
= 4,2% + 5,3% + 8,7%
= 18,2%
n.X . N
ID =
N ( N−1)
1 x 7 x 164
=
164 ( 164−1 )
1148
=
26732
= 0,04
10. Plantago major
Jumlahindividu 11
KM = = = 2,75
Total area cuplikan 4
KM spesies 2 ,75
KR = x 100% = x 100%= 6,6%
Jumlah total KM seluruh spesies 41 , 5

jumlah plot yang berisi spesies ini 1


FM = = =0.006
jumlah seluruh spesies 164
frekuensi mutlak 0.006
FR = x 100 % = x 100 %=5.3 %
jumlah seluruh FM 0.114

DM = (
Jumlah plot ditemukannya spesies A
jumlah spesies A ) × jumlah plot
×100 %
luas area cuplikan

= 11
1
( )
×4
×100 % = 9%
4
dominasi Mutlak 9
DR = × 100 % = = 5,6%
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 161, 6

INP = KR + FR + DR
= 6,6% + 5,3% + 5,6%
= 17,5%
n.X . N
ID =
N ( N−1)
1 x 11 x 164
=
164 ( 164−1 )
1804
=
26732
= 0,06
DATA II
A. Perhitungan
Kerapatan
Jumlah individu spesies A
 KM spesies A =
Total luas area cuplikan
KM spesies A
 KR spesies A = x 100%
Jumlah total KM seluruh spesies

1. Ipomoea obscura L. 1. Ipomoea obscura L.


Jumlahindividu KM spesies
KM = KR = x
Total area cuplikan Jumlah total KM seluruh spesies
7 100%
KM = = 1,75
4 1, 75
KR = x 100% = 5,14%
2. Lapsana communis L. 34
Jumlahindividu 2. Lapsana communis L.
KM =
Total area cuplikan KM spesies
KR = x
24 Jumlah total K M seluruh spesies
KM = =6
4 100%
3. Zea mays L. 6
KR = x 100% =17,64%
Jumlahindividu 34
KM =
Total area c uplikan 3. Zea mays L.
11 KM spesies
KM = = 2,75 KR = x
4 Jumlah total KM seluruh spesies
4. Lactuca sativa L. 100%
Jumlahindividu 2 ,75
KM = KR = x 100% = 8,08%
Total area cuplikan 34
50 4. Lactuca sativa L.
KM = = 12,5
4 KM spesies
KR = x
5. Merremia emarginata Jumlah total KM seluruh spesies
Jumlahindividu 100%
KM =
Total area cuplikan 12, 5
KR = x 100% = 36,02%
16 34
KM = =4
4 5. Merremia emarginata
6. Asarum europaeum L. KM spesies
KR = x
Jumlahindividu Jumlah total KM seluruh spesies
KM =
Total area cuplikan 100%
16 4
KM = =4 KR = x 100% = 11,76%
4 34
6. Asarum europaeum L.
KM spesies
KR = x
7. Desmantus virgatus L. Jumlah total KM seluruh spesies
Jumlahindividu 100%
KM =
Total area cuplikan 4
KR = x 100% = 11,76%
9 34
KM = = 2,25
4
8. Veronica filiformis
Jumlahindividu 7. Desmantus virgatus L
KM =
Total area cuplikan KM spesies
KR = x
3 Jumlah total KM seluruh spesies
KM = = 0,75
4 100%
2 ,25
KR = x 100% = 6,61%
34
8. Veronica filiformis
KM spesies
KR = x
Jumlah total KM seluruh spesies
100%
0 ,75
KR = x 100% = 2,02%
34

Frekuensi

Jumlah plot yang mengandungspesies A


FM spesies A = x 100%
Jumlah seluruh individu

FM spesies A
FR spesies A = x 100 %
Jumlah total FM seluruhspesies

1. Ipomoea obscura L. 1. Ipomoea obscura L.


Jumlah plot terdapat spesies FM spesies
FM = x 100% FR = x
Jumlah seluruh individu Jumlah total FM seluruh spesies
2 100%
FM = x 100% = 1,44%
138 1 , 44
FR = x 100% = 11,08%
2. Lapsana communis L. 12, 99
Jumlah plot terdapat spesies 2. Lapsana communis L.
FM = x 100%
Jumlah seluruh individu FM spesies
FR = x
3 Jumlah total FM seluruh spesies
FM = x 100% = 2,17%
138 100%
3. Zea mays L. 2 ,17
FR = x 100% = 16,70%
Jumlah plot terdapat spesies 12, 99
FM = x 100%
Jumlah seluruh individu 3. Zea mays L.
3 FM spesies
FM = x 100% = 2,17% FR = x
138 Jumlah total FM seluruh spesies
4. Lactuca sativa L. 100%
Jumlah plot terdapat spesies 2 ,17
FM = x 100% FR = x 100% = 16,70 %
Jumlah seluruh individu 12, 99
3 4. Lactuca sativa L.
FM = x 100% = 2,17%
138 FM spesies
FR = x
5. Merremia emarginata Jumlah total FM seluruh spesies
Jumlah plot terdapat spesies 100%
FM = x 100%
Jumlah seluruh individu 2 ,17
FR = x 100% =16,70%
2 12, 99
FM = x 100% = 1,44%
138 5. Merremia emarginata
6. Asarum europaeum L. FM spesies
FR = x
Jumlah plot terdapat spesies Jumlah total FM seluruh spesies
FM = x 100%
Jumlah seluruh individu 100%
2 1 , 44
FM = x 100% = 1,44% FR = x 100% = 11,08%
138 12, 99
6. Asarum europaeum L.
FM spesies
FR = x
Jumlah total FM seluruh spesies
7. Desmantus virgatus L. 100%
Jumlah plot terdapat spesies 1 , 44
FM = x 100% FR = x 100% = 11,08%
Jumlah seluruh individu 12, 99
2
FM = x 100% = 1,44%
138
8. Veronica filiformis
Jumlah plot terdapat spesies 7. Desmantu virgatus L.
FM = x 100%
Jumlah seluruh individu FM spesies
FR = x
1 Jumlah total FM seluruh spesies
FM = x 100% = 0,72%
138 100%
1 , 44
FR = x 100% = 11,08%
12, 99
8. Veronica filiformis
FM spesies
FR = x
Jumlah total FM seluruh spesies
100%
0 ,72
FR = x 100% = 5,54%
12, 99
Dominasi
DM Spesies A =
Jumlah plot ditemukan spesies
x jumlah plot
jumlah spesies
x 100 %
luas area cuplikan
DM spesies
DR spesies A = x 100 %
Jumlah total DM seluruh spesies

1. Ipomoea obscura L. 1. Ipomoea obscura L.


DM = DR=
Jumlah plot ditemukan spesies DM spesies
x jumlah plot x 100 %
jumlah spesies Jumlah total DM seluruh spesies
x 100 %
luas area cuplikan
28 ,57
DR = x 100 % = 18,44%
2 154 , 89
x4
DM = 7 = 28,57%
x 100 %
4
2. Lapsana communis L. 2. Lapsana communis L.
DM = DR=
DM spesies
Jumlah plot ditemukan spesies x 100 %
x jumlah plotJumlah total DM seluruh spesies
jumlah spesies
x 100 12
% ,5
luas area cuplikan DR = x 100 % = 8,07%
154 , 89
3
x4
DM = 24 = 12,5%
x 100 %
4
3. Zea mays L.
3. Zea mays L.
DM =
Jumlah plot ditemukan spesies DR=
x jumlah plot DM spesies
jumlah spesies x 100 %
x 100 %
Jumlah total DM seluruh spesies
luas area cuplikan
27 , 27
3 DR = x 100 % = 17,60%
x4 154 , 89
DM = 11 = 27,27%
x 100 %
4
4. Lactuca sativa L.
4. Lactuca sativa L.
DM =
Jumlah plot ditemukan spesies DR=
x jumlah plot DM spesies
jumlah spesies x 100 %
x 100
Jumlah %
total DM seluruh spesies
luas area cuplikan
3 6
x4 DR = x 100 % = 3,87%
154 , 89
DM = 50 = 6%
x 100 %
4
5. Merremia emarginata
DM =
5. Merremia emarginata
Jumlah plot ditemukan spesi es DR=
x jumlah plot
jumlah spesies DM spesies
x 100 % x 100 %
luas area cuplikan Jumlah total DM seluruh spesies
2 12 ,5
x4 DR = x 100 % = 8,07%
DM = 16 = 12,5% 154 , 89
x 100 %
4
6. Asarum europaeum L.
DM = 6. Asarum europaeum L.
DR=
Jumlah plot ditemukan spesies
x jumlah plot DM spesies
jumlah spesies x 100 %
x 100 %
Jumlah total DM seluruh spesie s
luas area cuplikan
12 ,5
DR = x 100 % = 8,07%
2 154 , 89
x4
DM = 16 = 12,5%
x 100 %
4
7. Desmantus virgatus L.
DM =
7. Desmantus virgatus L.
Jumlah plot ditemukan spesies DR=
x jumlah plot
jumlah spesies DM spesies
x 100 % x 100 %
luas area cuplikan Jumlah total DM seluruh spesies
2 22 , 22
x4 DR = x 100 % = 14,34%
DM = 9 = 22,22% 154 , 89
x 100 %
4
8. Veronica filiformis
DM =
8. Veronica filiformis
Jumlah plot ditemukan spesies
x jumlah plot
DR=
jumlah spesies
x 100 % DM spesies
luas area cuplikan x 100 %
Jumlah total DM seluruh spesies
1
x4 33 , 33
DM = 3 = 33,33% DR = x 100 % = 21,51%
x 100 % 154 , 89
4
Indeks nilai Penting (INP)
INP = KR + FR + DR
Keterangan :
KM : kerapatan mutlak
KR : kerapatan relatif
FM : frekuensi mutlak
FR : frekuensi relatif
DM : dominasi mutlak
DR : dominasi relatif
1. Ipomoea obscura L.
INP = KR + FR + DR
INP = 5,14 + 11,08 + 18,44 = 34,66
2. Lapsana communis L.
INP = KR + FR + DR
INP = 17,64 + 16,70 + 8,07 = 42,41
3. Zea mays L.
INP = KR + FR + DR
INP = 8,08 + 16,70 + 17,60 = 42,38
4. Lactuca sativa L.
INP = KR + FR + DR
INP = 36,02 +16,70 + 3,87 = 56,59
5. Merremia emarginata
INP = KR + FR + DR
INP = 11,76 + 11,08 + 8,07 = 30,91
6. Asarum europaeum L.
INP = KR + FR + DR
INP = 11,76 + 11,08 + 8,07 = 30,91
7. Desmantus virgatus L.
INP = KR + FR + DR
INP = 6,61 + 11,08 + 14,34 = 32,03
8. Veronica filiformis
INP = KR + FR + DR
INP = 2,02 + 5,54 + 21,51 = 29,07
Indeks Dominansi
n. X .N
ΙD =
N ( N −1)
Keterangan:
ID : Indeks dominasi
n : jumlah plot yang di dalamnya terdapat spesies
N : jumlah seluruh spesies di seluruh plot
X : jumlah spesies A pada seluruh plot-plot
Tipe pola penyebaran :
Jika ID = 1, maka distribusi random
Jika ID > 1, maka distribusi seragam
Jika ID < 1, maka distribusi mengelompok

1. Ipomoea obscura L.
n. X .N
ΙD =
N ( N −1)
2 x 7 x 138 1932
ID = = = 0,10 (mengelompok)
138 x (138−1) 18906
2. Lapsana communis L.
n. X .N
ΙD =
N ( N −1)
3 x 24 x 138 9936
ID = ¿= = 0,52 (mengelompok)
138 x (138−1)¿ 18906
3. Zea mays L.
n. X .N
ΙD =
N ( N −1)
3 x 11 x 138 4554
ID = = = 0,24 (mengelompok)
138 x (138−1) 18906
4. Lactuca sativa L.
n. X .N
ΙD =
N ( N −1)
3 x 50 x 138 20700
ID = = = 1,09 (seragam)
138 x (138−1) 18906
5. Merremia emarginata
n. X .N
ΙD =
N ( N −1)
2 x 16 x 138 4416
ID = = = 0,23 (mengelompok)
138 x (138−1) 18906
6. Asarum europaeum L.
n. X .N
ΙD =
N ( N −1)
2 x 16 x 138 4416
ID = = = 0,23 (mengelompok)
138 x (138−1) 18906
7. Desmantus virgatus L.
n. X .N
ΙD =
N ( N −1)
2 x 9 x 138 2484
ID = = = 0,13 (mengelompok)
138 x (138−1) 18906
8. Veronica filiformis
n. X .N
ΙD =
N ( N −1)
1 x 3 x 138 414
ID = = = 0,02 (mengelompok)
138 x (138−1) 18906
DATA III
A. LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Kerapatan
jumlah individu spesies A
KM Spesies A =
total luas area cuplikan
a. Cynodon Dactylon
jumlah individu
KM =
total luas area cuplikan
59
KM =
4
KM = 14,75
b. Tridax Procumbens L
jumlah individu
KM =
total luas area cuplikan
21
KM =
4
KM = 5,25
c. Acalypha Indica
jumlah ind ividu
KM =
total luas area cuplikan
12
KM =
4
KM = 3
KM spesies A
KR Spesies A = 100 %
jumlah total KM seluruh spesies
a. Cynodon Dactylon
KM spesies
KR = 100 %
jumlah total KM seluruh spesies
14 , 75
KR = 100 %
23
KR = 64,13%
b. Tridax Procumbens L
KM spesies
KR = 100 %
jumlah total KM seluruh spesies
5 ,25
KR = 100 %
23
KR = 22,82%
c. Acalypha Indica
KM spesies
KR = 100 %
jumlah total KM seluruh spesies
3
KR = 100 %
23
KR = 13,04%
2. Frekuensi
jumlah plot yang mengandung spesies A
FM Spesies A =
jumlah seluruh plot
a. Cynodon Dactylon
jumlah plot yang mengandung spesies
FM =
jumlah seluruh plot
4
FM =
4
FM = 1
b. Tridax Procumbens L
jumlah plot yang mengandung spesies
FM =
jumlah seluruh plot
2
FM =
4
FM = 0,5
c. Acalypha Indica
jumlah plot yang mengandung spesies
FM =
jumlah seluruh plot
2
FM =
4
FM = 0,5
FM spesies A
FR Spesies A = x 100 %
jumlahtotal FM seluruh spesies
a. Cynodon Dactylon
FM spesies
FR = 100 %
jumlah total FM seluruh spesies
1
FR = 100 %
2
FR = 50%
b. Tridax Procumbens L
FM spesies
FR = 100 %
jumlah total FM seluruh spesies
0 ,5
FR = 100 %
2
FR = 25%
c. Acalypha Indica
FM spesies
FR = 100 %
jumlah total FM seluruh spesies
0 ,5
FR = 100 %
2
FR = 25%
3. Dominasi
jumlah plot ditemukanya spesies
DM Spesies A =
jumlah spesies x jumlah plot ÷lu as area cuplikan
a. Cynodon Dactylon
jumlah plot ditemukanya spesies
DM =
jumlah spesies x jumlah plot ÷luas area cuplikan
4
DM =
59 x 4 ÷ 4
DM = 0,067
b. Tridax Procumbens L
jumlah plot ditemukanya spesies
DM =
jumlah spesies x jumlah plot ÷luas area cuplikan
2
DM =
21 x 4 ÷ 4
DM = 0,095
c. Acalypha Indica
jumlah plot ditemukanya spesies
DM =
jumlah spesies x jumlah plot ÷luas area cuplikan
2
DM =
12 x 4 ÷ 4
DM = 0,166
DM spesies A
DR Spesies A = 100 %
jumlah total DM seluruh spesies
a. Cynodon Dactylon
DM spesies
DR = 100 %
j umlahtotal DM seluruh spesies
0,067
DR = 100 %
0,328
DR = 20,42%
b. Tridax Procumbens L
DM spesies
DR = 100 %
jumlah total DM seluruh spesies
0,095
DR = 100 %
0,328
DR = 28,96%
c. Acalypha Indica
DM spesies
DR = 100 %
jumlah total DM seluruh spesies
0,166
DR = 100 %
0,328
DR = 50,60%
4. Indek Nilai Penting
INP = KR + DR + FR
a. Cynodon Dactylon
INP = 64,13 + 50 + 20,42
INP = 134,55%
b. Tridax Procumbens L
INP = 22,82 + 25 + 28,96
INP = 76,78%
c. Acalypha Indica
INP = 13,04 + 25 + 50,60
INP = 88,64%
5. Indek Dominasi
INP spesies
ID =
total INP
a. Cynodon Dactylon
134 , 55
ID =
299 , 97
ID = 0,448
b. Tridax Procumbens L
76 , 78
ID =
299 , 97
ID = 0,255
c. Acalypha Indica
88 ,64
ID =
299 , 97
ID = 0,295
Data IV
Lampiran perhitungan :
1. Kerapatan
Jumlah individu spesies A
 KM spesies A =
Total luas area cuplikan
KM spesies A
 KR spesies A = x 100%
Jumlah total KM seluruh spesies

1. Carex blanda 7. Ehrharta erecta


Jumlahindividu Jumlahindividu
KM = KM =
Total area cuplikan Total area cuplikan
16 1
KM = KM =
1, 24 1, 24
KM = 12,9 KM = 0,8
2. Digitaria iscaemum 8. Petiveria
Jumlahindividu Jumlahindividu
KM = KM =
Total area cuplikan Total area cuplikan
6 1
KM = KM =
1, 24 1, 24
KM = 4,8 KM = 0,8
3. Oplismenus hirtellus
Jumlahindividu
KM =
Total area cuplikan
92
KM =
1, 24
KM = 74,1
4. Basella alba
Jumlahindividu
KM =
Total area cuplikan
5
KM =
1, 24
KM = 4,03
5. Aristolosia serpenteria
Jumlahindividu
KM =
Total area cuplikan
2
KM =
1, 24
KM = 1,6
6. Epipremnum aureum
Jumlahindividu
KM =
Total area cuplikan
1
KM =
1, 24
KM = 0,8

LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Frekuensi
Jumlah plot yang mengandung spesies A
 FM spesies A = x
100 %
Jumlah titik pusat

FM spesies A
 FR spesies A = x 100 %
Jumlah total FM seluruh spesies

1. Carex blanda
jumlah plot yang berisi spesies ini 1
FM = = =0 , 8
jumlah seluruh spesies 124
frekuensi mutlak 0,8
FR = x 100 % = x 100 %=7 , 11%
jumlah seluruh FM 11,24
2. Digitaria iscaemum
jumlah plot yang berisi spesies ini 3
FM = = =2 , 41
jumlah seluruh spesies 124
frekuensi mutlak 2 , 41
FR = x 100 % = x 100 %=21.4 %
jumlah seluruh FM 11,24
3. Oplismenus hirtellus
jumlah plot yang berisi spesies ini 4
FM = = =3 , 22
jumlah seluruh spesies 124
frekuensi mutlak 3 ,22
FR = x 100 % = x 100 %=28 , 64 %
jumlah seluruh FM 11,24
4. Basella alba
jumlah plot yang berisi spesies ini 2
FM = = =1 , 61
jumlah seluruh spesies 124
frekuensi mutlak 1, 61
FR = x 100 % = x 100 %=14 , 32 %
jumlah seluruh FM 11,24
5. Aristolosia serpenteria
jumlah plot yang berisi spesies ini 1
FM = = =0 , 8
jumlah seluruh spesies 124
frekuensi mutlak 0,8
FR = x 100 % = x 100 %=7 , 11%
jumlah seluruh FM 11,24
6. Epipremnum aureum
jumlah plot yang berisi spesies ini 1
FM = = =0 , 8
jumlah seluruh spesies 124
frekuensi mutlak 0,8
FR = x 100 % = x 100 %=7 , 11%
jumlah seluruh FM 11,24
7. Ehrharta erecta
jumlah plo t yang berisi spesies ini 1
FM = = =0 , 8
jumlah seluruh spesies 124
frekuensi mutlak 0,8
FR = x 100 % = x 100 %=7 , 11%
jumlah seluruh FM 11,24
8. Petiveria
jumlah plot yang berisi spesies ini 1
FM = = =0 , 8
jumlah seluruh spesies 124
frekuensi mutlak 0,8
FR = x 100 % = x 100 %=7 , 11%
jumlah seluruh FM 11,24

9. Dominasi

Dominasi Mutlak = jumlah plot berisi spesies )


( Jumlah seluruh spesies
× jumlah seluruh plot

jumlah seluruh plot
dominasi Mutlak
 Dominasi Relatif = × 100 %
jumlah seluruh Dominasi Mutlak

1. Carex blanda.

DM = ( jumlah plot berisi spesies )


Jumlah seluruh spesies
× jumlah seluruh plot ( ) ×19
16
= 1 =
jumlah seluruh plot 19
16
dominasi Mutlak 16
DR = × 100 % = = 0,32%
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 45 , 5
2. Digitaria iscaemum

( Jumlah seluruh spesies


DM = jumlah plot berisi spesies ) × jumlah seluruh plot ( ) ×19
6
= 3 =2
jumlah seluruh plot 19
dominasi Mutlak 2
DR = × 100 % = = 0,04%
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 45 , 5
3. Oplismenus hirtellus

( Jumlah seluruh spesies


DM = jumlah plot berisi spesies ) × jumlah seluruh plot ( ) ×19
92
= 4 =
jumlah seluruh plot 19
23
dominasi Mutlak 23
DR = × 100 % = = 0,47%
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 45 , 5
4. Basella alba
( Jumlah seluruh spesies
DM = jumlah plot berisi spesies ) × jumlah seluruh plot ( ) ×19
5
= 2 =
jumlah seluruh plot 19
2,5
dominasi Mutlak 2 ,5
DR = × 100 % = = 0,05%
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 45 , 5
5. Aristolosia serpenteria

( Jumlah seluruh spesies


DM = jumlah plot berisi spesies ) × jumlah seluruh plot ( ) ×19
2
= 1 =2
jumlah seluruh plot 19
domina si Mutlak 2
DR = × 100 % = = 0,04 %
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 45 , 5
6. Epipremnum aureum

(
Jumlah seluruh spesies
DM = jumlah plot berisi spesies )
× jumlah seluruh plot
1
= 1 ()
×19
=1
jumlah seluruh plot 19
dominasi Mutlak 1
DR = × 100 % = = 0,02
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 45 , 5

7. Ehrharta erecta

( Jumlah seluruh spesies


DM = jumlah plot berisi spesi es ) × jumlah seluruh plot ( ) ×19
1
= 2 =1
jumlah seluruh plot 19
dominasi Mutlak 1
DR = × 100 % = = 0,02%
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 45 , 5
8. Petiveria

( Jumlah seluruh spesies


DM = jumlah plot berisi spesies ) × jumlah seluruh plot ( ) ×19
1
= 1 =1
jumlah seluruh plot 19
dominasi Mutlak 1
DR = × 100 % = = 0,02%
jumlah seluruh Dominasi Mutlak 45 , 5
10. Indeks Nilai Penting (INP)
INP = KR + FR + DR
1. Carex blanda
INP = KR + FR + DR
= 12,92% + 7,11% + 0,32%
= 20,35%
2. Digitaria iscaemum
INP = KR + FR + DR
= 4,8% + 21,4% + 0,04%
= 26,24%
3. Oplismenus hirtellus
INP = KR + FR + DR
= 74,2 % + 28,64 % + 0,47 %
= 42,41 %
4. Basella alba
INP = KR + FR + DR
= 4,03 % + 14,32 % + 0,05%
= 18,4 %
5. Aristolosia serpenteria
INP = KR + FR + DR
= 1,6% + 7,11% + 0,04%
= 8,75%

6. Epipremnum aureum
INP = KR + FR + DR
= 0,8% + 7,11% + 0,02%
= 7,93%
7. Ehrharta erecta
INP = KR + FR + DR
= 0,8% + 7,11% + 0,02%
= 7,93%
8. Petiveria.
INP = KR + FR + DR
= 0,8% + 7,11% + 0,02%
= 7,93%

Anda mungkin juga menyukai