GDH Lansia-1
GDH Lansia-1
GDH Lansia-1
Dosen Pengampu :
Ninna Rohmawati, S.Gz., M.PH.
Oleh : Kelompok 4
Stefhanie Aprilia Kusuma 162110101012
Siti Qodriyatul Mardiyah 162110101051
Yasmin Ihza Aula Dzati 162110101121
Monique Visera Octavia 162110101135
Eryka Maryta Videricka 162110101186
Siti Safira Anani 162110101242
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah, dan inayahnya
sehingga saat ini masih diberikan nikmat iman dan kesehatan, dan dapat menyelesaikan makalah
“Gizi pada lanjut usia” sebagai tugas mata kuliah Gizi Daur Hidup dengan sebaik-baiknya.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi kita, yaitu Nabi
Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita semua, yang
merupakan sebuah pentunjuk yang membawa kita ke dunia yang terang menderang akan ilmu
ini.
Kami juga berharap dengan sungguh-sungguh supaya makalah ini mampu berguna serta
bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait gizi pada masyarakat
lansia (lanjut usia).
Selain itu kami juga menyadari bahwa pada makalah yang kami susun ini dapat
ditemukan banyak sekali kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami benar-
benar terbuka akan kritik dan saran untuk kemudian dapat kami perbaiki untuk pembelajaran
selanjutnya.
Kami berharap makalah yang kami susun ini dapat dimengerti oleh setiap pihak yang
membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam makalah kami
terdapat perkataan yang tidak berkenan.
Jember, 28 Februari 2019
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Setiap manusia akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Sama halnya dengan
konsep bahwa setiap manusia akan semakin tua. Menjadi tua merupakan suatu proses kehidupan
yang diikuti dengan degradasi fungsi-fungsi organ tubuh. Semakin tua maka semakin berkurang
kemampuan tubuh untuk melakukan fungsinya. Berdasarkan definisi manusia diakatan lanjut
usia apabila seseorang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas berdasarkan Undanh-
Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I Pasal 1 Ayat 2. Menurut organisasi World Health
Organization (WHO) lansia dibagi menjadi empat fase yaitu; usia pertengana (middle age) 45-59
tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat tua
(very old) diatas 90 tahun (E]fendi & Makhfudi, 2009).
Tingkat kebuthan nutrisi dapat dipengaruhi oleh faktor usia. Pada masa lansia kebutuhan
nutrisi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan nutris masa pertubuhan seperti bayi, anak-
anak, dan remaja. (Asmadi, 2008). Menurut WHO, kebutuhan nutrisi pada lansia terutama
karbohidrat akan menurun secara pe]rlahan (sekitar 15-20%) hal ini dikarenakan aktivitas fisik
yang semakin berkurang pada lansia, dan organ tubuh tidak bekerja seoptimal ketika muda. Oleh
karena itu, sebagai penggantu dibutuhkan karbohidrat kompleks dari biji-bijian serta
kacang=kacangan yang merupakan sumber energi. Kebutuahn energi lansia dibutuhkan sekitar
1.800 kkal, kebutuhan protein lansia sebaiknya ditambah dibandingkan dengan porsi dewasa
(sekitar 8-10%) mengingat massa tulang lansia yang semakin berkurang, dan kebutuhan lema
tidak boleh mendapatkan lebih dari 30% total kebutuhan (Jusup, 2011).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebutm dapat diketahui bahwa kebutuhan nutria
bagi lansia berbeda dengan keutuhan nutrisi orang dewasa pada umumnya. Hal ini dikarenakan,
fungsi oragan tubuh lansia yang tidak seoptimal ketika muda sehingga adanya perubahan
kebutuhan nutrisi pada lansia. Oleh karena itu, makalah ini disusun guna mengetahui kebutuhan
nutrisi pada lansia secara tepat. Dengana danya penyusunan makalah ini diharapkana mempu
menjad sumber dalam mengatuhi kebutuhan nutrisi pada lansia.
1.2 Rumusan masalah
Bagaimanakah kebutuhan nutrisi bagi lansia (lanjut usia)?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
1
Mampu memebrikan gambaran menganai kebutuhan nutrisi pada lansia.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mampu mengatahui gambaran kebutuhan nutrisi lansia
2. Mampu menjelaskan kebutuhan nutrisi apa saja yang dibutuhkan oleh lansia
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
2.1.1 Gizi
2.1.2 Lansia
Menurut Budi Anna (1999) Lansia adalah tahap terakhir pada perkembangan daur
kehidupan manusia. Memiliki kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat
sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptif. Sedangkan pada UU no. 13 tahun 1998 tentang Kesehatan
dikatakan bahwa usia lanjut atau lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih
dari 60 tahun.
Gizi pada lansia adalah kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik yang dapat
membantu dalam proses adaptasi atau menyesuaikan dengan perubahan – perubahan
yang dialaminya. Selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel – sel tubuh
sehingga dapat memperpanjang usia. Tujuan gizi pada lansia antara lain :
3
b. Terpenuhinya kebutuhan jasmani, rohai, sosial, dan psikologis lanjut usia secara
memadai serta teratasinya masalah – masalah akibat usia lanjut.
Jenis – jenis sumber gisi untuk lansia seperti karbohidrat yang digunakan sebagai
sumber energi utama tubuh, Protein yang juga sangat penting bagi tumbuh untuk
pertumbuhan dan perkembangan sel dalam tubuh juga untuk kekebalan tubuh, Vitamin
dan Mineral yang memiliki fungsi vital dalam metabolisme tubuh yang tidak dapat
dihasilkan oleh tubuh.
Perubahan komposisi tubuh akibat proses menua. Terjadi penurunan massa tanpa
lemak dan massa tulang, sedangkan massa lemak tubuh meningkat. Perubahan tersebut
diakibatkan hormon yang mengatur metabolisme menurun sesuai dengan umur (insulin,
hormon pertumbuhan, dan androgen) sedangkan prolaktin meningkat. Penurunan hormon
ini menyebabkan penurunan massa tanpa lemak dan meningkatkan massa lemak.
Berkurangnya aktivitas fisik juga sebagai penyebab meningkatnya massa lemak sehingga
menyebabkan menurunnya Angka Metabolisme Basal (AMB). Dengan menurunnya
AMB, kebutuhan energi lansia lebih rendah daripada usia dewasa, sehingga konsumsi
makanan hendaknya dikurangi. Namun kebutuhan zat gizi mikro tidak menurun.
2. Perubahan pada organ indera (Kulit, mata, hidung, gigi dan lidah, pendengaran)
Kulit berubah menjadi lebih tipis, kering, keras, keriput, dan elastisitas menurun.
Dengan demikian, fungsi kulit sebagai penyekat suhu lingkungan dan perisai terhadap
masuknya kuman terganggu. Sensitivtas terhadap sakit akibat penurunan ketahanan
terhadap sakit.
4
Daya penciuman menjadi kurang tajam akibat pertumbuhan sel di dalam hidung
terhenti dan semakin lebatnya rambut pada hidung. Selain itu otot -otot pernapasan
kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat
sehingga menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun,
kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus.
Pada gigi lansia biasanya banyak yang tanggal sehingga terjadi gangguan dalam
mencerna makanan. Kemampuan lidah dalam merasa menurun sehingga nafsu makan
menurun.
3. Sistem Endokrin
Produksi hormon menurun. Hormon pertumbuhan ada tetapi lebih rendah dan
hanya dalam pembuluh darah, berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH, dan LH.
Produksi insulin menurun pada proses lansia, sehingga toleransi glukosa menurun.
Dampaknya terlihat pada keadaan obesitas.
2. Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada usia lanjut sehingga dihubungkan
dengan kekurangan vitamin A, vitamin C, dan asam folat. Sedangkan gangguan pada
indera pengecap yang dihubungkan dengan kekurangan kadar Zn dapat menurunkan
nafsu makan. Biasanya pada lansia yang menginjak usia 75 tahun, hanya memiliki
pengecapan setengah daripada saat mereka umur 30 tahun. Penurunan indera
pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel saraf pendengaran.
5
3. Dengan banyaknya gigi yang sudah tanggal, mengakibatkan gangguan fungsi
mengunyah yang berdampak pada kurangnya asupan gizi pada lansia.
5. Kemampuan motorik yang menurun, selain menyebabkan usia lanjut menjadi lamban,
kurang aktif, dan kesulitan untuk menyuap makanan, dapat mengganggu aktivitas atau
kegiatan sehari – hari.
6. Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan penurunan daya
ingat jangka pendek, melambatnya proses informasi, kesulitan berbahasa, kesulitan
mengenal benda – benda, kegagalan melakukan aktivitas bertujuan (apraxia) dan
gangguan dalam menyusun rencana, mengatur sesuatu, mengurutkan, daya abstraksi,
yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari – hari yang
disebut demensia/pikun.
7. Akibat proses menua, kapasitas hinjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah besar juga
berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran natrium sampai dapat terjadi
hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah.
8. Inkotinensia urine (iu) adalah pengeluaran urine di luar kesadaran merupakan salah
satu masalah keseharan yang sering diabaikan sehingga sering kali menyebabkan
dehidrasi.
9. Pada wanita terjadi penurunan sekresi hormon estrogen, yang menyebabkan mudahnya
terjadi peningkatan kadar kolesterol darah, terganggunya absorbsi kalsium yang dapat
mengakibatkan kepadatan tulang menurun, tulang mudah patah yang dikenal sebagai
osteoporosis.
6
2.4 Masalah Gizi Pada Lansia
1. Gizi berlebih
Gizi berlebih pada lansia kebanyakan terjadi di negara maju dan kota-kota besar.
Kebiasaan makan banyak pada waktu muda dapat menyebabkan kegemukan dan obesitas.
Hal ini dapat terjadi karena penggunaan kalori dan aktivitas fisik pada lansia berkurang.
Kegemukan sendiri dapat menjadi faktor risiko dari berbagai penyakit seperti penyakit
jantung, kencing manis dan darah tinggi. Pada lansia yang mengalami kegemukan, perlu
memerhatikan intake nutrisinya. Prinsip diet yang dapat diberikan yaitu diet rendah
kalori, banyak serat sayur dan buah-buahan, peningkatan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuan lansia.
2. Gizi kurang
Menurut Badriah (2014), lansia dapat mengalami gizi kurang atau malnutrisi
apabila BMI < 185 kg/m, mengalami anoreksia dan cachesia (sangat kurus). Gizi kurang
pada lansia yang terjadi dalam waktu yang lama disertai hilangnya berat badan sampai
10% dari berat badan normal serta adanya penyakit penyerta dapat mengakibatkan
kematian. Kekurangan gizi sendiri dapat menyebabkan lansia mudah terkena penyakit
karena rendahnya imunitas tubuh. Kondisi kekurangan gizi pada lansia sendiri dapat
ditemui dalam penyakit KEP pada lansia, baik KEP ringan, sedang maupun berat. Selain
itu, lansia juga rentan mengalami kekurangan zat gizi seperti defisiensi besi, B1 dan B12.
Gizi kurang dapat terjadi pada lansia karena keadaan perekonomian yang rendah, serta
adanya penyakit infeksi pada lansia.
Hipertensi yaitu keadaan saat tekanan darah 140/90 mmhg pada saat pengukuran.
Sedangkan stroke terjadi karena ketidakmampuan jantung dan pembuluh darah
menyuplai darah ke otak. Stroke menganggu kebutuhan oksigen dan nutrisi otak. Stroke
dan hipertensi rentan terjadi pada lansia, sehingga perlu pencegahan sejak usia muda.
Diet yang dianjurkan untuk menjaga stabilitas tekanan darah ialah mencegah obesitas,
menghindari intake alkohol, mempertahankan berat badan ideal, serta mengurangi intake
sodium atau garam.
7
4. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan kondisi di mana glukosa darah lebih atau sama
dengan 126 mg/dl dalam kondisi puasa dan lebih dari 200 mg/dl setelah makan. Diabetes
mellitus pada lansia akan memperberat kerja ginjal, kapasitas absorbs ginjal menurun,
aliran darah lambat, serta filtrasi dan glomerulus melambat. Diet yang dianjurkan yaitu
mempertahankan kadar gula darah normal dengan menyeimbangkan nutrisi, latihan dan
insulin; menjaga berat badan dengan stabil; mengonsumsi suplemen vitamin dan mineral
sesuai kebutuhan serta memerhatikan komposisi karbohidrat, lemak, serat dan cairan
dalam makanan.
5. Osteoporosis
8
yaitu mengganti susu dengan susu berkadar laktosa rendah atau produk susu yang dibuat
dengan cara difermentasi agar kebutuhan gizi yang didapat dari susu dapat terpenuhi.
b. Protein
Protein diperlukan sebagai antibodi dan menetralisir toksin dalam tubuh. Protein
juga berfungsi mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, transportasi
oksigen, membangun jaringan tubuh, produksi enzim, membentuk jaringan otot serta
mencerna makanan. Untuk orang dewasa dianjurkan konsumsi protein sebesar 0,8 kg dari
berat badan per hari. Sedangkan untuk manula, dianjurkan mengonsumsi protein sebesar
12-14 % dari porsi untuk orang dewasa (Irianto, 2014). Pada lansia terjadi pengurangan
massa otot, namun hal ini tidak menyebabkan kebutuhan akan protein ikut berkurang.
Kebutuhan protein pada lansia justru meningkat. Hal ini dikarenakan efisiensi
penggunaan senyawa nitrogen oleh tubuh telah berkurang akibat penyerapan dan
pencernaan yang kurang efisien sehingga diperlukan konsumsi protein yang lebih banyak
untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dalam tubuh. Menurut Marmi (2014),
kebutuhan protein pada lansia sebesar 55 gram/hari untuk laki-laki dan 48 gram/hari
untuk wanita.
c. Lemak
Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total kalori yang
dibutuhkan. Konsumsi lemak yang terlalu tinggi dapat menyebabkan penyakit
arteriosclerosis. Selian itu, dianjurkan pula 20% dari konsumsi lemka tersebut adalah
asam lemak tidak jenuh (PUFA). Sumber asam lemak esensial yang dapat dikonsumsi
oleh lansia yaitu minyak/lemak nabati (kedelai, jagung, biji bunga matahari).
d. Kalori
Kalori (energi) diperoleh dari lemak, karbohidrat maupun protein yang masing-
masing memberikan 9,4 dan 4 kkal per gramnya. Pada lansia kebutuhan kalori akan
menurun daripada kebutuhan kalori pada orang dewasa. Hal ini disebabkan menurunnya
kecepatan metabolisme basal sekitar 15-20% pada lansia. Penurunan kalori dapat
dilakukan terutama dengan cara mengurangi konsumsi lemak. Kebutuhan kalori akan
9
menurun sekitar 5% pada usia 40-49 tahun dan 10% pada usia 50-59 tahun dan 60-69
tahun. Kecukupan gizi yang dianjurkan untuk lansia (>60 tahun) yaitu 2200 kalori untuk
laki-laki dan 1850 kalori untuk wanita. Komposisi energi pada lansia sebaiknya 20-25%
berasal dari protein, 20% dari lemak dan sisanya dari karbohidrat (Marmi, 2014).
f. Cairan
Pada lansia dianjurkan minum lebih dari 6-8 gelas per hari. Cairan sangat
diperlukan oleh tubuh untuk mengganti cairan yang hilang akibat keringat dan urin,
membantu pencernaan serta membersihkan ginjal (Irianto, 2014)
10
air untuk mencegah terjadinya konstipasi pada lansia. Parameter laboratorium yang biasa
dipergunakan adalah nilai haemoglobin dan albumin serum. Namun, terdapat pula
perbedaan pendapat bahwa parameter di atas hanya dapat digunakan untuk seseorang
yang berusia 55 tahun ke bawah, sebab apabila digunakan pada lansia dengan usia di atas
55 tahun, besar kemungkinan tidak tepat dalam mengukur status gizi lansia akibat
melemahnya faktor fisik serta adanya lemahnya ingatan pada lansia (Badriah, 2014).
11
BAB III ANALISIS STUDI KASUS
Jakarta: Sebuah studi menemukan bahwa mereka yang berusia lanjut (lansia) dengan gangguan
kesehatan mulut cenderung menimbulkan masalah gizi. Penelitian yang diterbitkan dalam
Journal of Aging Research dan Clinical Practice tersebut menganalisis catatan kesehatan 107
warga senior yang dirawat berusia 65 tahun ke atas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 20,6
persen peserta beresiko kekurangan gizi dan 4,7 persen kekurangan gizi. Selain itu, lebih dari 87
persen dari mereka tidak sepenuhnya memiliki gigi. Namun, studi lebih lanjut diperlukan untuk
memeriksa hubungan antara kehilangan gigi dan risiko kekurangan gizi dengan dampak
kehilangan gigi pada pengalaman makan dan kualitas hidup yang berhubungan dengan makan.
Selain itu, kelompok usia ini juga memiliki tingkat penurunan berat badan yang lebih tinggi,
nafsu makan yang lebih rendah dan peningkatan risiko untuk demensia dan/atau depresi serta
penyakit berat dibandingkan mereka yang memiliki status gizi normal. "Mulut adalah jalan
masuk untuk asupan makanan dan cairan. Jika integritasnya terganggu, kemampuan fungsional
seorang individu untuk mengkonsumsi makanan yang cukup dapat berakibat buruk," kata Rena
Zelig, peneliti utama di Universitas Rutgers di AS. Lebih lanjut, para peneliti mengatakan bahwa
klinik gigi adalah lokasi yang ideal untuk melakukan pemeriksaan status nutrisi. Hal ini
dikarenakan mereka dapat mengidentifikasi pasien yang mungkin tidak secara teratur
mengunjungi penyedia perawatan primer dan yang mungkin berisiko kekurangan gizi. "Dokter
juga dapat memberikan pasien rujukan ke ahli diet terdaftar dan program bantuan masyarakat
untuk mencegah penurunan lebih lanjut dalam status gizi," kata Zelig.
12
proses penuaan, dimana pada proses penuaan tersebut akan mengalami kemunduran
fisiologis. Kemunduran Fisiologis dan mental pada seorang lanjut usia akan menghambat
berlangsungnya aktivitas kehidupan keseharian mereka. Berkurangnya kemampuan fisik
dan mental ini juga dapat mengakibatkan ketidakmampuan dalam melaksanakan peranan
hidup secara normal. Gejala-gejala dari kemunduran fisiologis yang dialami oleh lanjut
usia adalah menurunnya fungsi panca indra (penglihatan, pengecapan, pendengaran,
penciuman, perabaan), meningkatnya tulang keropos (osteoporosis), menurunnya fungsi
sistem pencernaan (gigi yang rusak, air ludah mulai berkurang, lambung menurun
fungsinya, usus, hati), menurunnya fungsi organ tubuh lain.hal tersebut yang dapat
mempengaruhi status gizi pada lansia.
Sebuah studi menemukan bahwa mereka yang berusia lanjut (lansia) dengan
gangguan kesehatan mulut cenderung menimbulkan masalah gizi. studi lebih lanjut
diperlukan untuk memeriksa hubungan antara kehilangan gigi dan risiko kekurangan gizi
dengan dampak kehilangan gigi pada pengalaman makan dan kualitas hidup yang
berhubungan dengan makan.
Kasus ini terjadi karena Hasil penelitian menunjukkan bahwa 20,6 persen
peserta lansia beresiko kekurangan gizi dan 4,7 persen kekurangan gizi. Selain itu, lebih
dari 87 persen dari mereka tidak sepenuhnya memiliki gigi.
13
Who (Siapa yang terlibat dalam kasus ini)
Warga senior yang dirawat berusia 65 tahun ke atas. Menurut rena zelig peneliti
utama di Universitas Rutgers di AS. Para peneliti mengatakan bahwa klinik gigi adalah
lokasi yang ideal untuk melakukan pemeriksaan status nutrisi. Hal ini dikarenakan
mereka dapat mengidentifikasi pasien yang mungkin tidak secara teratur mengunjungi
penyedia perawatan primer dan yang mungkin berisiko kekurangan gizi.
Klinik gigi adalah lokasi yang ideal untuk melakukan pemeriksaan status nutrisi.
Hal ini dikarenakan mereka dapat mengidentifikasi pasien yang mungkin tidak secara
teratur mengunjungi penyedia perawatan primer dan yang mungkin berisiko kekurangan
gizi. "Dokter juga dapat memberikan pasien rujukan ke ahli diet terdaftar dan program
bantuan masyarakat untuk mencegah penurunan lebih lanjut dalam status gizi," kata
Zelig.
14
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Menurut Budi Anna (1999) Lansia adalah tahap terakhir pada perkembangan daur
kehidupan manusia. Memiliki kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat
sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptif. Tujuan gizi pada lansia antara lain :
4.2 Saran
Perubahan fisiologis dan biologis lansia mempengaruhi berbagai penyakit.
Mempertimbangkan pengurangan berbagai risikko penyakit degenerative pada lansia yaitu
dengan memperbaiki asupan makanan yang dikonsumsi. Penilaian status gizi pada lansia
juga diperhatikan, dengan dapat menggunakan beberapa parameter seperti pengukuran
antropometri.
15
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2011). Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Andriani, D. M. (2016). Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Jakarta: Prenadamedia Group.
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta: Salemba Medika.
Badriah, D. L. (2014). Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung : Refika Aditama.
E]fendi, F., & Makhfudi. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Irianto, K. (2014). Gizi Seimbang Dalam Kesehatan Reproduksi. Bandung : Alfabeta.
Jusup, L. (2011). Kiat Menghadapi Masalah Kesehatan Lansia (usia lanjut) + 35 Resep Pilihan
Hidangan Sehat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Marmi. (2014). Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Maryam, R. S. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
16