STA 12 Morfologi Butir (Pasir)
STA 12 Morfologi Butir (Pasir)
STA 12 Morfologi Butir (Pasir)
2. Tujuan
Untuk mengetahui proses - proses geologi yang berperanan terhadap mekanisme
transportasi dan deposisi sedimen tersebut berdasarkan morfologi butir kerakal.
B. DASAR TEORI
Morfologi butir merupakan aspek tekstur sedimen yang utama. Tucker (1991), menyatakan
bahwa aspek morfologi butir adalah bentuk (form), derajat kebolaan (sphericity), dan derajat
kebundaran (roundness). Sedangkan Pettijon (1975) dan Boggs (1992), menekankan bahwa
aspek morfologi adalah bentuk (form), kebundaran (roundess), dan tesktur permukaan. Tekstur
permukaan sendiri lebih mengacu pada kenampakan relief mikro permukaan butir. Pettijohn
dan Boggs menganggap bahwa sphericity adalah metode untuk menyatakan suatu bentuk
(form) suatu butiran.
1. Bentuk Butir
Merupakan keseluruhan permukaan kenampakan partikel secara 3D yang dimana
membandingkan nilai sumbu panjang , menengah, dan pendek. Cara yang paling sederhana
untuk mendefinisikan bentuk butir diperkenalkan oleh Zing (1935) dengan cara
perbandingan b/a dan c/b untuk menjelaskan butir dalam 4 bentuk yaitu , oblate , prolate ,
bladed dan equant.Sebagai informasi sumbu a mewakili sumbu Panjang , sumbu b
menengah , dan sumbu c untuk yang pendek.
Klasifikasi butiran pebel berdasarkan perbandingan antara sumbu (Zing, 1935, diambil
dari Pettijohn, 1975 dengan modifikasi)
3 𝑉𝑝
𝑝 = √
𝑉𝑐𝑠
3 6𝜋𝐷𝐿 𝐷𝐼 𝐷𝑆 3 𝐷𝐼 𝐷𝑆
𝐼 = √ 3 = √ 2
6𝜋𝐷𝐿 𝐷𝐿
Rumus ini dikenal dengan intercept sphericity (𝐼 ).Namun terjadi lagi perubahan oleh
Sneed and Folk (1958) bahwa rumus ini tidak dapat secara tepat menggambarkan perilaku
butiran ketika diendapkan , atau dengan kata lain menjadi
3 𝐷2
Ψp = √𝐷 𝑆𝐷
𝐿 𝐼
Dalam hal ini, Ds : sumbu terpendek (short), Dl : sumbu menengah (intermediete) dan
DL : sumbu terpanjang (long).
Dalam Hal ini L,I,dan S mewakili long , intermediet , dan short sama seperti rumus yang
diajukan oleh Krumbein ( 1941 ), namun ternyata menurut Boggs ( 1987 ) , rumus terbaru
ini tidak lebih valid dari Intercept Sphericity , terutama ketika diaplikasikan pada sedimen
yang diendapkan oleh aliran arus maupun air.
Dengan tanpa mempertimbangkan bagaimana sphericity dihitung, Boggs (1987)
menyatakan bahwa hasil perhitungan sphericity yang sama terkadang dapat diperoleh pada
semua bentuk butir. Gambar 2 menunjukkan bahwa partikel dengan bentuk yang berbeda
bisa mempunyai nilai sphericity yang sama. Untuk mendefinisikan sphericity dari hitungan
matematis.
Folk (1968) mengklasifikasikan sphericity sebagai berikut :
3. Roundness
Roundess adalah morfologi butir yang berkaitan dengan ketajaman pinggir dan sudut
suatu partikel sedimen klastik. Menurut Wadell (1932), rumus dari Roundess adalah :
𝑟
∑( ) ∑(𝑟)
𝑅𝑤 = 𝑅 =
𝑁 𝑅𝑁
Dimana r adalah jari-jari kurva tiap sudut, R adalah jari-jari maksimum bola yang dapat
masuk butir, dan N adalah banyaknya sudut yang diukur. Powers (1953) memiliki gambaran
dalam roundness ini dan dituang dalam bentuk visual roundness sebagai berikut :
Untuk ukuran butiran seperti pasir akan sulit apabila dilakukan dengan metode matematis.
Oleh karena itu Rittenhouse (1943) menggunakan visual pembanding untuk menentukan nilai
sphericity.
Bentuk butir pasir cenderung lebih sukar untuk mengalami perubahan bentuk akibat abrasi
dan pemecahan pada saat proses transportasi. Oleh sebab itu, sphericity dari sedimen berukuran
pasir akan relatif banyak dipengaruhi oleh bentuk asal sumbernya. Analisis sphericity
umumnya dilakukan pada butir kuarsa. Hal ini dilakukan karena kuarsa merupakan mineral
yang memiliki sifat resistensi yang tinggi dan keras sehingga menyebabkan sphericity setelah
butir tertransportasi tidak akan jauh beda dengan sebelum proses transportasi. Akibat sifatnya
tersebut, kuarsa banyak dijumpai pada batuan sedimen, khususnya sedimen silisiklastik. Namun
untuk melakukan perbandingan terhadap sphericity setelah mengalami transportasi, maka
pengamatan terhadap mineral lain maupun litik juga dapat dilakukan.
Sphericity juga akan berpengaruh terhadap kecepatan pengendapan sedimen. Dalam sistem
suspensi, butiran pasir yang tidak spheris akan tertahan lebih lama pada media suspensi
dibandingkan dengan yang spheris.
4. Tekstural Matuirity
Plumley (1948) berpendpaat bahwa maturitas dari kerikil atau pasir sebagai sesuatu yang
tersusun dari well sorted, dan secara mineralogi tersrun dari butir yang dewasa. Folk (1951)
mendefinisikan maturitas tekstur sebagai derajat pasir terbebas dari intersitial clay, lalu
tingkatnya untuk mencapai well rounded dan well sorted. Lingkungan pengendapan
bagaimanapun juga mengontrol maturitas tekstur.
5. Diagram Hjulstorm
• Dengan bantuan jarum pentul atau tusuk gigi, pilih 25 butir untuk masing-
3 masing komposisi yang akan di analisis
• Untuk mineral berat sendiri pilih satu jenis untuk dianalisis agar tidak terjadi
5 perbedaan resistensi karena perbedaan mineral
25
20
15
10
0
Oblate Prolate Bladed Equant
b. STA 12 LP 2
25
20
15
10
0
Oblate Prolate Bladed Equant
c. STA 12 LP 3
Tabel bentuk butir LP 3
Mineral
Mineral
Bentuk Kuarsa Feldspar Litik
Berat
f fk f fk f fk f fk
Oblate 0 0 1 1 4 4 4 4
Prolate 2 2 1 2 2 6 3 7
Bladed 1 3 3 5 0 6 0 7
Equant 22 25 20 25 19 25 18 25
Jumlah 25 25 25 25
Kurva Frekuensi Kumulatif Bentuk Butir LP 3
30
25
20
15
10
0
Oblate Prolate Bladed Equant
Tabel sphericity LP 1
25
20
15
10
0
0.63
0.85
0.45
0.47
0.49
0.51
0.53
0.55
0.57
0.59
0.61
0.65
0.67
0.69
0.71
0.73
0.75
0.77
0.79
0.81
0.83
0.87
0.89
0.91
0.93
0.95
0.97
Kuarsa Feldspar Litik Mineral Berat
b. STA 12 LP 2
Tabel sphericity LP 2
25
20
15
10
0
0.63
0.85
0.45
0.47
0.49
0.51
0.53
0.55
0.57
0.59
0.61
0.65
0.67
0.69
0.71
0.73
0.75
0.77
0.79
0.81
0.83
0.87
0.89
0.91
0.93
0.95
0.97
c. STA 12 LP 3
Tabel sphericity LP 3
Kuarsa Feldspar Litik Mineral Berat
Sphericity a
f f2 fk a*f f f2 fk a*f f f2 fk a*f f f2 fk a*f
0,45 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,47 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,49 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Very 0,51 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Elongate 0,53 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,55 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,57 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,59 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Elongate 0,61 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,63 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Subelongate
0,65 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Intermediate 0,67 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 4 2 1,34
Shape 0,69 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0
Subequent 0,71 0 0 0 0 0 0 0 0 2 4 2 1,42 1 1 3 0,71
0,73 0 0 0 0 0 0 0 0 2 4 4 1,46 0 0 3 0
Equent
0,75 2 4 2 1,5 3 9 3 2,25 0 0 4 0 5 25 8 3,75
0,77 1 1 3 0,77 2 4 5 1,54 2 4 6 1,54 2 4 10 1,54
0,79 3 9 6 2,37 2 4 7 1,58 1 1 7 0,79 0 0 10 0
0,81 1 1 7 0,81 4 16 11 3,24 9 81 16 7,29 7 49 17 5,67
0,83 8 64 15 6,64 10 100 21 8,3 2 4 18 1,66 5 25 22 4,15
0,85 2 4 17 1,7 1 1 22 0,85 3 9 21 2,55 0 0 22 0
Very Equent 0,87 0 0 17 0 3 9 25 2,61 0 0 21 0 3 9 25 2,61
0,89 8 64 25 7,12 0 0 25 0 4 16 25 3,56 0 0 25 0
0,91 0 0 25 0 0 0 25 0 0 0 25 0 0 0 25 0
0,93 0 0 25 0 0 0 25 0 0 0 25 0 0 0 25 0
0,95 0 0 25 0 0 0 25 0 0 0 25 0 0 0 25 0
0,97 0 0 25 0 0 0 25 0 0 0 25 0 0 0 25 0
Jumlah 25 147 20,9 25 143 20,4 25 123 20,3 25 117 19,8
Mean 0,8364 0,8148 0,8108 0,7908
Ralat 0,092044675 0,090523171 0,082495791 0,079930525
Kurva Frekuensi Kumulatif Sphericity LP 3
30
25
20
15
10
0
0.63
0.85
0.45
0.47
0.49
0.51
0.53
0.55
0.57
0.59
0.61
0.65
0.67
0.69
0.71
0.73
0.75
0.77
0.79
0.81
0.83
0.87
0.89
0.91
0.93
0.95
0.97
Kuarsa Feldspar Litik Mineral Berat
Tabel roundness LP 1
25
20
15
10
0
Very Angular Angular Subangular Subrounded Rounded Very Rounded
b. STA 12 LP 2
Tabel roundness LP 2
25
20
15
10
0
Very Angular Angular Subangular Subrounded Rounded Very Rounded
c. STA 12 LP 3
Tabel roundness LP 3
25
20
15
10
0
Very Angular Angular Subangular Subrounded Rounded Very Rounded
∑ 𝑎𝑓
𝑀𝑒𝑎𝑛 =
𝑁
a. Sphericity
LP 1
Kuarsa
∑ 𝑎𝑓 19,4
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,7764
𝑁 25
Feldspar
∑ 𝑎𝑓 18,8
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,752
𝑁 25
Litik
∑ 𝑎𝑓 19,4
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,7772
𝑁 25
Mineral Berat
∑ 𝑎𝑓 18,9
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,7548
𝑁 25
LP 2
Kuarsa
∑ 𝑎𝑓 19,5
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,7812
𝑁 25
Feldspar
∑ 𝑎𝑓 18,8
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,7532
𝑁 25
Litik
∑ 𝑎𝑓 18,3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,7328
𝑁 25
Mineral Berat
∑ 𝑎𝑓 19,1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,7644
𝑁 25
LP 3
Kuarsa
∑ 𝑎𝑓 20,9
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,8364
𝑁 25
Felspar
∑ 𝑎𝑓 20,5
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,818
𝑁 25
Litik
∑ 𝑎𝑓 20,3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,8108
𝑁 25
Mineral Berat
∑ 𝑎𝑓 19,8
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,7908
𝑁 25
b. Roundness
LP 1
Kuarsa
∑ 𝑎𝑓 8,55
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,342
𝑁 25
Feldspar
∑ 𝑎𝑓 9,35
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,374
𝑁 25
Litik
∑ 𝑎𝑓 8,2
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,374
𝑁 25
Mineral Berat
∑ 𝑎𝑓 6,77
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,2708
𝑁 25
LP 2
Kuarsa
∑ 𝑎𝑓 13,3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,532
𝑁 25
Feldspar
∑ 𝑎𝑓 13,3
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,532
𝑁 25
Litik
∑ 𝑎𝑓 9,55
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,382
𝑁 25
Mineral Berat
∑ 𝑎𝑓 10,1
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,404
𝑁 25
LP 3
Kuarsa
∑ 𝑎𝑓 10,6
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,422
𝑁 25
Felspar
∑ 𝑎𝑓 13,4
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,534
𝑁 25
Litik
∑ 𝑎𝑓 11,4
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,456
𝑁 25
Mineral Berat
∑ 𝑎𝑓 9,7
𝑀𝑒𝑎𝑛 = = = 0,388
𝑁 25
LP 1
Kuarsa
1 1
𝑁 √𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 25 √25(95) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = = = 0,069721669
𝑁−1 25 − 1
Feldspar
1 1
𝑁 √𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 25 √25(133) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = = = 0,08660254
𝑁−1 25 − 1
Litik
1 1
√𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 √25(127) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = 𝑁 = 25 = 0,084162541
𝑁−1 25 − 1
Mineral Berat
1 1
√𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 √25(133) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = 𝑁 = 25 = 0,08660254
𝑁−1 25 − 1
LP 2
Kuarsa
1 1
𝑁 √𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 25 √25(169) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = = = 0,1
𝑁−1 25 − 1
Feldspar
1 1
𝑁 √𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 25 √25(147) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = = = 0,092044675
𝑁−1 25 − 1
Litik
1 1
𝑁 √𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓 )2 25 √25(135) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = = = 0,087400737
𝑁−1 25 − 1
Mineral Berat
1 1
𝑁 √𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 25 √25(117) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = = = 0,079930525
𝑁−1 25 − 1
LP 3
Kuarsa
1 1
𝑁 √𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 25 √25(147) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = = = 0,092044675
𝑁−1 25 − 1
Feldspar
1 1
𝑁 √𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 25 √25(143) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = = = 0,090523171
𝑁−1 25 − 1
Litik
1 1
√𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 √25(123) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = 𝑁 = 25 = 0,082495791
𝑁−1 25 − 1
Mineral Berat
1 1
√𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 √25(117) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = 𝑁 = 25 = 0,079930525
𝑁−1 25 − 1
b. Roundness
LP 1
Kuarsa
1 1
𝑁 √𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 25 √25(139) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = = = 0,088975652
𝑁−1 25 − 1
Feldspar
1 1
𝑁 √𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 25 √25(137) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = = = 0,08819171
𝑁−1 25 − 1
Litik
1 1
𝑁 √𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 25 √25(137) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = = = 0,08819171
𝑁−1 25 − 1
Mineral Berat
1 1
𝑁 √𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 25 √25(149) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = = = 0,092796073
𝑁−1 25 − 1
LP 2
Kuarsa
1 1
√𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 √25(153) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = 𝑁 = 25 = 0,094280904
𝑁−1 25 − 1
Feldspar
1 1
√𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 √25(151) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = 𝑁 = 25 = 0,093541435
𝑁−1 25 − 1
Litik
1 1
√𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 √25(179) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = 𝑁 = 25 = 0,103413947
𝑁−1 25 − 1
Mineral Berat
1 1
√𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 √25(153) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = 𝑁 = 25 = 0,094280904
𝑁−1 25 − 1
LP 3
Kuarsa
1 1
𝑁 √𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 25 √25(145) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = = = 0,091287093
𝑁−1 25 − 1
Feldspar
1 1
𝑁 √𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 25 √25(163) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = = = 0,097894501
𝑁−1 25 − 1
Litik
1 1
𝑁 √𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 25 √25(163) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = = = 0,097894501
𝑁−1 25 − 1
Mineral Berat
1 1
𝑁 √𝑁 ∑ 𝑓 2 − ∑(𝑓)2 25 √25(159) − (25)2
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 = = = 0,096465308
𝑁−1 25 − 1
G. PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI
1. Pembahasan
Lokasi tempat pengambilan sampel pada acara morfologi butir sedimen ini terletak pada
Sungai Progo tepatnya pada STA 12 (Hilir). Pada STA 12 dilakukan dengan 3 Lokasi
Pengamatan (LP). Kecepatan aliran sungai pada tiga lokasi pengamatan relatif sedang yaitu
sekitar 0,84 m/s (LP 1), 0.68 m/s (LP2), dan 1.2 m/s (LP 3) dikarenakan letak STA yang sudah
berada di hilir sungai sehingga energi aliran juga rendah. Selain itu adanya perbedaan kecepatan
aliran sungai disebabkan oleh perubahan cuaca, yang pada awalnya hujan sehingga
menyebabkan banjir, kemudian setelah itu hujannya reda.
Sampel yang digunakan berupa pasir ukuran mesh 60, kemudian diamati tiap butirnya. Dari
data pengamatan sampel pasir ukuran mesh 60 tersebut didapatkan bahwa:
a. Bentuk butir
Bentuk butir pada LP 1, LP 2 dan LP 3 baik Kuarsa, Feldspar, Litik maupun Mineral Berat
didominasi oleh bentuk Equant dengan masing-masing persentase tiap 25 butirnya adalah
sekitar 80% atau setidaknya ada 20 butir bentuk yang memiliki bentuk equant.
Dapat dilihat juga pada kurva frekuensi kumulatif dimana pada saat memasuki bentuk
oblate, terjadi kenaikan kurva yang signifikan.
b. Sphericity
Sphericity butir pada LP 1, LP 2 dan LP 3 baik Kuarsa, Feldspar, Litik maupun Mineral
Berat didominasi oleh sphericity Very Equant dengan masing-masing persentase tiap 25
butirnya adalah sekitar 60% atau setidaknya ada 15 butir dengan spehricity Very Equant.
Dapat dilihat juga pada kurva frekuensi kumulatif dimana pada saat memasuki sphericity
Very Equant, terjadi kenaikan kurva yang signifikan.
c. Roundness
Roundness butir pada LP 1, dan LP 3 baik Kuarsa, Feldspar, Litik maupun Mineral Berat
didominasi oleh Sub-Rounded dengan masing-masing persentase tiap 25 butirnya adalah
sekitar 40% atau setidaknya ada 10 butir dengan roundness Sub-Rounded. Sedangkan pada
LP 2 baik Kuarsa, Feldspar, Litik maupun Mineral Berat didominasi oleh Rounded dengan
masing-masing persentase tiap 25 butirnya adalah sekitar 40% atau setidaknya ada 10 butir
dengan roundness Rounded.
Pada kurva frekuensi kumulatif dapat dilihat bahwa kenaikan walaupun tidak signifikan
kurva pada subrounded sampai well rounded.
2. Interpretasi
Berdasarkan data hasil pengamatan morfologi butir pada sampel pasir ukuran mesh 60 dan
juga pembahasan diatas dapat interpretasikan bahwa:
a. Media Transportasi
Pada saat melakukan pengambilan sampel pasir ini, tempat pengambilannya berupa daerah
fluvial yaitu sungai pada bagian pointbar yang berada didalam tubuh sungai atau dibawah
air. Jadi dapat dipastikan bahwa media atau agen transportasinya yaitu fluida berupa arus
air (sungai).
b. Mekanisme Transportasi
Kecepatan aliran sungai pada tiga lokasi pengamatan relatif sedang yaitu sekitar 0,84 m/s
(LP 1), 0.68 m/s (LP2), dan 1.2 m/s (LP 3) dengan rata-rata kecepatan yaitu 0,91 m/s
termasuk dalam kecepatan yang sedang ke tinggi kaarena diakibatkan oleh perbuahan cuaca
pada lokasi pengambilan sampel pasir. Dari data kecepatan arus sungai dan ukuran pasir
mesh 60 (medium sand) dapat ditentukan mekanisme transportasinya melalu plotingan pada
diagram hjulstrom.
Dari plotingan tersebut dapat dilihat kesimpulan sementara (karena diagram hjulstrom
hanya digunakan untuk kedalam 1 meter) bahwa mekanisme transportasi dari pasir adalah
terjadi erosi dan transportasi. Bentuk-bentuk dari butir pasir tadi yang dominannya adalah
Equant akan tertransportasi dan mengerosi karena kecepatan arus yang sedang ke tinggi.
Jadi, pasir ukuran mesh 60 tidak akan mengalami transportasi secara bedload yang berarti
akan kontak dengan dasar sungai. Sehingga butir pasir tersebut tidak menerima terlalu
banyak gaya dengan dasar sungai melainkan tumbukan antar butirnya saja, yang
mengakibatkan dominasi dari bentuk Equant dan sphericity Very Equant.
c. Level Erosi
Pada data bagian roundness didapatkan bahwa yang paling dominan adalah subrounded dan
juga rounded. Dari data ini dapat diketahui level erosi terhadap butir pasir tersebut, yaitu
ketika suatu butir pasir mendekati bentuk yang well rounded atau sudah well rounded maka
bisa diinterpretasikan bahwa butir pasir tersebut mengalami erosi dengan level yang tinggi
sehingga menggerus, menghaluskan butir pasir tersebut sehingga memiliki roundness yang
subrounded dan rounded.
d. Jarak dan Waktu Ttransportasi
Dari ketiga data tersebut yang dominan Equant, Very Equant dan Subrounded-Rounded
sudah dapat menginterpretasikan bahwa butir pasir tersebut memiliki jarak transportasi
yang jauh serta waktu transportasi yang lama. Hal ini dikarenakan makin jauh dan lama
transportasi dari suatu butir pasir maka akan semakin banyak pula kontak butir pasir dengan
dasar sungai, antar butir, dll sehingga membuat butir pasir tersebut lama kelamaan
bentuknya akan menghalus pada bagian sudut-ssudut dari butir tersebut dan juga makin
lama makin akan mendekati bentuk bola bisa high sphericity maupun low sphericity
tergantung tingkat resistensi mineral. Jadi sesuai dengan lokasi pengambilan sampel yang
berada pada bagian hilir dari sungai tersebut.
STA 12 LP 1
STA 12 LP 2
STA 12 LP 3
H. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan serta interpretasi data morfologi butir sedimen yang menggunakan
parameter bentuk butir, sphericity, dan roundness dapat disimpulkan bahwa:
Boggs , Sam Jr. 2005. Principles of sedimentology and Sedimentology. New Jersey: University
of Oregon
Dana, Cendi Diar Permata, dkk. (2016). Analisis Granulometri, Morfologi Butir, dan Batuan
Asal Pada Endapan Pasir-Kerakal Di Sepanjang Aliran Sungai Progo, D.I. Yogyakarta.
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Surjono, Sugeng S. dkk. (2017). Analisis Sedimentologi. Departemen Teknik Geologi, Fakultas
Teknik, Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
LAMPIRAN