Yudha Sanjaya Perkembangan Peserta Didik
Yudha Sanjaya Perkembangan Peserta Didik
Yudha Sanjaya Perkembangan Peserta Didik
NPM: (1910631080045)
KELAS: 2.E
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Dinamika perkembangan peserta
didik” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Oding Supriadi
pada Perkembangan peserta didik. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang “Perkembangan pada anak” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Yudha Sanjaya
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Simpulan ………………………………………………………… 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Batasan Masalah
1. Menjelaskan proses perkembangan anak.
2. Menjelaskan dinamika perkembangan anak.
3. Menjelaskan tahapan perkembangan anak
D. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui proses dinamika perkembangan peserta didik.
2. Mengetahui bentuk dari dinamika peserta didik.
3. Mengetahui tahapan melalui perkembangan peserta didik.
E. Manfaat penulisan
1. Agar dapat mengetahui proses perkembangan anak.
2. Agar dapat mengenal lebih tentang bentuk dari perkembangan anak.
3. Sebagai bahan penelitian dan acuan dari penelitian berikutnya.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
Menurut Hasan (2009), anak adalah aset bagi orang tua dan di tangan orang tualah
anak-anak tumbuh dan menemukan jalannya. Dalam lima tahun pertama yang disebut dengan
The Golden Years 90% dari fisik otak anak sudah terbentuk.
Menurut Christina Toren (1996), masa anak-anak yang mereka alami jauh dari ideal.
Apa yang mereka dapatkan bukanlah suatu kondisi yang sepenuhnya diwarnai kasih sayang,
perlindungan dan hal-hal yang serba menyenangkan. Banyak anak-anak yang berjuang
sendiri untuk mempertahankan hidupnya di tengah kondisi yang bermusuhan (Scheper-
Hughes, 1987).
Dalam UU Sisdiknas No. 20/2003, Pasal 1 Ayat 14 disebutkan “Pendidikan anak usia dini
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak-anak sejak lahir sampai dengan
usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut.”
Kajian akademik tentang peserta didik usia dini dalam konteks fase perkembangan
barangkali dapat didefinisikan berikut ini.
1. Fase anak kecil atau masa bermain (0-7 tahun), yang diakhiri dengan pergantian gigi.
2. Fase infantil (0-5 tahun) yang terbagi dalam fase oral (0-1 tahun) dengan ciri khusus
anak mendapatkan kepuasan seksual melalui mulutnya; fase anal (1-3 tahun) melalui
anusnya: dan fase phalis (3-5 tahun) melalui kelaminnya (Sigmund Freud).
3. Periode I (0-7 tahun), dengan karakteristik periode penangkapan dan pengenalan
dunia luar melalui pancaindera (Maria Montessori).
4. Fase Infancy (orok), mulai sejak lahir – 14 hari; Fase babyhood (bayi), mulai usia 2
minggu – sekitar 2 tahun; fase childhood (kanak-kanak) mulai usia 2 tahun – usia
pubertas (Elizabeth B. Hurlock).
5. Sekolah ibu (0 – 6 tahun) masa mengembangkan alat-alat indera dan memperoleh
daya ingatnya di bawah pendidikan sekolah rendah dengan karakteristik utamanya
anak mulai mempelajari bahasa ibu vernacula (Johann Amos Comenius).
6. Fase anak awal (0-3 tahun) dengan karakteristik anak serba membantah atau
menentang orang lain karena mulai timbul kesadaran dan kemampuan untuk
berkemauan sehingga ia ingin menguji kemauannya itu; dan sebagian fase keserasian
sekolah (3-13 tahun) (Oswald Kronch).
7. Periode vital (0-1,5 tahun) atau fase menyusu; periode estetis (1,5-7 tahun) sebagai
fase pencoba dan fase bermain (Kohnstamm).
8. Masa bayi dan kanak-kanak infancy and early chilhood (0-6 tahun) (Robert J.
Havighurst).
Dalam masa The Golden Years, hendaknya diperhatikan enam segi fondasi dalam
mendidik anak:
1. Segi Ketuhanan dan Spiritual
a. Menanamkan prinsip agama dan mengokohkan fondasi iman.
b. Menanamkan ketaatan terhadap agama.
c. Mencari teman yang baik.
d. Memperhatikan kegiatan anak.
2. Segi Moral
a. Kejujuran, tidak munafik.
b. Menjaga lisan dan berakhlak mulia.
3. Segi Mental dan Intelektual
a. Menyenangi bacaan bermutu yang dapat meningkatkan kualitas diri.
b. Menjaga diri dari hal-hal yang merusak jiwa dan akal.
4. Segi Jasmani
a. Diberi nafkah wajib dan kebutuhan dasar anak, seperti makanan, tempat tinggal,
kesehatan, pakaian dan pendidikan.
b. Latihan jasmani, berolahraga, menunggang kuda, berenang dan memanah.
c. Menghindarkan dari kebiasaan yang merusak jasmani.
5. Segi Psikologis
a. Gejala malu, takut, minder, manja, egois dan pemarah.
6. Segi Sosial
a. Menunaikan hak orang lain dan setiap yang berhak dalam kehidupan.
b. Etika sosial anak.
2. Anak usia SD
Dengan mengecualikan anak yang tumbuh dan berkembang abnormal, sebetulnya
usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah dasar adalah 6 tahun dan selesai pada
usia 12 tahun. Apabila mengacu pada pembagian tahapan parkembangan anak, berarti
anak usia sekolah berada dalam dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah
(6-9 tahun), dan masa kanak-kanak akhir (10-12 tahun).
Menurut Havighurst (1985), tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi:
a. Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas fisik.
b. Membina hidup sehat.
c. Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok.
d. Belajar menjalankan peranan sosial seeuai dengan jenis kelamin.
e. Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat
f. Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif.
g. Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai.
h. Mencapai kemandirian pribadi.
C. DINAMIKA PERKEMBANGAN REMAJA
Remaja (adolesensi) adalah suatu periode dalam pertumbuhan manusia antara pubertas
dan kematangan (maturity), dan berlangsung biasanya antara usia 12-18 tahun dan 21 tahun.
Adolesensi dimulai dengan suatu masa pubertas singkat di mana alat-alat kelamin menjadi
matang untuk melakukan fungsinya disertai oleh gejalagejala seksual secara fisiologis. Di
sinilah permulaan daripada adolesensi. Jadi adolesensi (adolescence) adalah suatu proses
biologis dan suatu masa peralihan sosio kultural.
Istilah adolesensi berasal dari bahasa Latin, dari kata kerja adolescere yang berarti
tumbuh ke arah dewasa. Masa remaja itu merupakan masa transisi, baik biologis, psikologis,
sosial maupun ekonomis. Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan gejolak dan
kegoncangan. Pada masa ini timbul minat terhadap jenis kelamin lain dan secara biologis
mampu“ mempunyai anak.
Sebagaimana dikatakan Ann Phoenix (1996), definisi. definisi tentang remaja
umumnya mengisyaratkan bahwa ada periode di mana seseorang yang sebelumnya tergolong
dalam kelompok “anak-anak” tumbuh besar. Amat kaburnya batasan tentang usia bilamana
anak-anak dipandang telah tumbuh besar tercermin dari tidak seksamanya Penentuan kapan
seseorang dianggap dewasa. Kebanyakan definisi mengisyaratkan bahwa remaja terjadi
antara masa pubertas dan tercapainya kematangan fisiologis atau psikologis.
Pakar psikologi AS, Granville Stanley Hall, dihargai karena “penemuannya” tentang
remaja pada 1880 ketika ia menyatukan sekian banyak gagasan yang berkembang waktu itu.
Gagasan-gagasan itu mirip dengan yang dijelaskan oleh Aristoteles dan Plato lebih dari 2000
tahun yang lalu dan beberapa dari tema yang diangkat Hall terus membangkitkan minat yang
luas. Hall meminjam istilah Sturm und Drang (storm and stress) dari literatur Jerman dan
menerapkannya untuk periode remaja.
Masalah-masalah remaja secara umum diasumsikan muncul dari kemoderenan zaman.
Namun analisis kesejarahan menunjukkan bahwa, bukan hanya sekarang, kebanyakan
generasi memang menganggap bahwa generasi muda (dan hampir semua pemuda yang
menjadi subjek riset) adalah masalah.
Salah satu aliran pemikiran yang amat berpengaruh adalah yang diajukan oleh Centre
of Contemporary Cultural Studies di Inggris. Pendekatan mereka mendominasi riset tentang
kepemudaan pada era 1970-an dan awal 1980-an, memengaruhi sekian banyak studi di
berbagai negara dan memiliki dampak besar terhadap riset-riset yang dilakukan kemudian.
Orientasi mereka adalah studi-studi kebudayaan yang menantang kecenderungan diskusi
tentang remaja seolah-olah para pemuda melewati masa itu secara bersamaan dan dengan
cara yang sama.
Sebagian besar riset sosiologi tentang kepemudaan mencakup riset tentang sub-kultur
kepemudaan, umumnya subkultur lelaki kelas pekerja, dengan fokus pada bentuk-bentuk
hiburan dan gaya hidupnya. Ada yang berpendapat bahwa hasil dari riset-riset itu adalah
penyederhanaan “masalah kepemudaan” dari storm and stress (badai dan tekanan) menjadi
storm and dress (badai dan busana) (Cohen, 1986). Kurangnya perhatian kepada para pemudi
(remaja puteri) juga sering menjadi sumber kritik (McRobbie, 1991).
Sebagaimana sudah dikatakan di muka, memahami perubahan-perubahan fundamental yang
terjadi pada masa remaja akan membantu para calon guru dan pendidik memahami peserta
didik secara lebih baik. Perubahan-perubahan tersebut meliputi perubahan biologis dan
kognitif. _ Perubahan-perubahan biologis berupa hal-hal berikut Ini
1. Cepatnya pertumbuhan badan, hal ini berakibat tinggi dan berat badan meningkat secara
menyolok.
2. Semakin berkembangnya gonad, kelenjar kelamin.
3. Berkembangnya karakteristik-karakteristik kelamin sekunder, perkembangan ini tampak
pada perubahan-perubahan alat kelamin dan buah dada, pertumbuhan rambut pada alat
kelamin, pada muka dan pada bagian-bagian tubuh yang lain.
4. Perubahan-perubahan komposisi badan, khususnya mengenai jumlah dan distribusi lemak
dan otot.
5. Perubahan-perubahan dalam sistem peredaran darah dan pernafasan yang menyebabkan
bertambahnya kekuatan dan ketahanan tubuh.
Dilihat dan tahapan perkembangan yang disetujui oleh banyak ahli (Desmita, 2010), remaja
usia sekolah menengah (SMP) berada pada tahap perkembangan pubertas (10-14 tahun).
Terdapat sejumlah karakteristik yang menonjol pada remaja usia SMP ini, yaitu:
1. Terjadinya ketidakseimbangan proporsi tinggi dan berat badan.
2. Mulai timbulnya ciri-ciri seksual sekunder.
3. Kecendenmgan ambivalensi, antara keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul, serta
keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari
orangtua.
4. Senang membandingkan kaidah-kaidah, nilai-nilai etika atau norma dengan kenyataan
yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.
5. Mulai mempertanyakan secara skeptis mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan
keadilan Tuhan.
6. Reaksi dan ekspresi emosi masih labil.
7. Mulai mengembangkan standar dan harapan terhadap perilaku diri sendiri yang sesuai
dengan dunia sosial.
8. Kecenderungan minas dan pilihan karier relatif sudah lebih jelas.
Karakteristik tersebut membawa implikasi terhadap pendidikan dan pembelajaran dimana
para guru dan pendidik pada umumnya diharapkan agar memperhatikan hal-hal berikut ini.
1. Menerapkan model pembelajaran yang memisahkan peserta didik perempuan dan laki-laki
ketika membahas topik-topik yang berkenaan dengan anatomi dan fisiologi.
2. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menyalurkan hobi dan minatnya
melalui kegiatankegiatan yang positif.
3. Menerapkan pendekatan pernbelaj aran yang memerhatikan perbedaan individual atau
kelompok kecil.
Sedangkan remaja (12-21 tahun) yang berada dalam masa peralihan antara masa kehidupan
anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa, peralihan antara usia pendidikan SMP dan
SMA, sering dikenal dengan masa pencarian jati diri (ego identity). Masa remaja ini ditandai
oleh sejumlah karakteristik, antara lain berikut ini.
1, Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya.
2. Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai laki-laki atau perempuan dewasa yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat.
3. Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif.
4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
5. Memilih dan mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan minat dan
kemampuannya.
6. Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak.
7. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep konsep yang diperlukan sebagai
warga negara.
8. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.
9. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
10.Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas.
Growth, maturation, learning, exercise sama-sama menghasilkan perubahan perilaku yang
menyebabkan organisme mengalami perkembangan (development). Perkembangan, terutama
dalam konsep pertumbuhan (growth), terjadi sejak masa konsepsi, yakni saat betemunya
antara sperma dengan sel telur sampai akhir hayat. Oleh sebab itu perkembangan
(development) dapat didefinisikan sebagai perubahan sepanjang hayat (changes over time)
baik melalui proses pertumbuhan, kematangan, belajar, maupun melalui latihan.
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
1) Aliran Natvisme Tokoh aliran ini adalah Schoupen Howern. Menurut aliran ini
perkembangan organisme ditentukan oleh faktor pembawaan (nativus)
2) Aliran Empirisme Salah satu tokoh aliran ini adalah John Locke, yang mengembangkan
teori “tabula rasa”. Menurutnya manusia bagaikan “tabula rasa”, yakni meja lilin yang putih
bersih belum tergoreskan apapun. Mau dijadikan gambar gambar apa saja meja lilin tersebut
terserah pelukisnya. Meja lilin di sini diibaratkan sebagai bayi yang baru lahir yang akan
berkembang, sedangkan pelukis adalah lingkungan yang akan membentuk jadi apapun anak
yang baru lahir ini. Dengan kata lain, aliran empirisme sangat yakin bahwa perkembangan
organisme ditentukan oleh lingkungan. Bahkan J. B. Watson, yang terkenal sebagai
behaviorist dari Amerikat Serikat, pernah sesumbar “Beri aku bayi, lalu mintalah kepada ku
mau dijadikan apa pun bayi itu. Mau dijadikan dokter, lawyer, guru, bahkan dijadikan
criminal. Mintalah kepadaku”.
3) Aliran Konvergensi Tokoh aliran konvergensi adalah William Stern. Aliran ini meyakini
bahwa baik factor pembawaan maupun faktor lingkungan sama penting bagi perkembangan
organism.
BAB III
A. Kesimpulan
Peserta didik ialah suatu individu yang mengalami proses perubahan dari tahap satu ke tahap
berikutnya, yakni berupa fisik maupun psikis pada individu. Dinamika perkembangan peserta
didik adalah perubahan perkembangan peserta didik. Maka dari proses itu kita sebagai
pendidik harus mengarahkan kepada hal benar.
DAFTAR PUSTAKA
KELOMPOK 6
https://repository.usd.ac.id/31579/2/141114053_full.pdf
TUGAS
Buatlah 5 Soal serta jawaban, materi yang dibahas dalam makalah
SOAL
1. Bagaimana menurutmu jika seseorang anak mengalami keterlambatan
pemahaman dalam materi?
2. Bagaimana sikap seorang pendidik jika menghadapi anak sekolah dijenjang
sekolah dasar?
3. Bagaimana metode pendekatan peserta didik pada anak sekolah dasar?
4. Metode apakah yang dipakai peserta didik kepada anak remaja?
5. Sebutkan hal apa saja masalah yang dihadapi pada anak remaja?
JAWABAN
1. Sebagai peserta didik kita tidak langsung menebak, lebih baik menanyakan
terlebih dahulu mengapa mengalami keterlambatan pemahaman.
2. Sebagai peserta didik kita harus memberi contoh positif, dan menggunakan
metode yang mudah dipahami oleh anak sekolah dasar.
3. Melalui permainan kecil-kecilan, baca dongeng bersama, berinteraksi langsung.
4. Untuk anak usia remaja tentunya mempunyai keingintahuan yang besar akan
sesuatu, oleh karena itu kita sebagai peserta didik tentu memberi tahu mana
yang baik atau tidak, dan memberitahu sebab dan akibat ketika
menjalankannya.
5. Mudah goyah ketika ada masalah, sulit memilih jalan yang akan dijalankannya,
jarang mempunyai prinsip, ragu-ragu.