Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

5C - Laporan Faktor Edafik PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

FAKTOR EDAFIK (KELEMBABAN TANAH, PH, TEKSTUR TANAH, WARNA

TANAH, AERASI TANAH, DAN MOT) DI HUTAN PINUS TAMAN HUTAN


RAYA IR. H. JUANDA
LAPORAN PRAKTIKUM
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ekologi
Dosen pengampu:
Dr. Amprasto, M. Si.
Hj. Tina Safaria, S.Si., M.Si.

Oleh:
Biologi C 2017
Bunga Gina T 1705271
Dwi Lestari D 1700622
Ramadhan Dhiya U 1703035
Silvy Novia K 1700438
Widia Prihastuti 1707867

PROGRAM STUDI BIOLOGI


DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2020
A. Judul
Faktor edafik (kelembaban tanah, pH tanah, tekstur tanah, warna tanah, aerasi
tanah dan MOT) di Hutan pinus Tahura Ir. H. Djuanda

B. Latar Belakang
Tanah memiliki komposisi yang berbeda-beda, hal ini dapat
mengakibatkan adanya perbedaan sifat fisika, kimia, dan biologi pada setiap
tanah. Komposisi tanah dapat berbeda karena adanya pengaruh vegetasi yang
berada diatas tanah. Keberadaan tumbuhan dapat menentukan sifat
tanah.Tumbuhan akan berperan sebagai sumber utama bahan organik. Selain
menjadi sumber bahan organik ke tanah, kanopi tanaman, sistem akar, dan
serasahnya dapat mempengaruhi sifat morfologi dan kimia tanah (Sparling et al.,
2014).
Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda ini memiliki koleksi tanaman yang
bermacam-macam, salah satu tanaman yang mendominasi taman ini adalah pohon
pinus (Pinus merkusii). Hutan pinus ini terletak didekat pintu masuk Taman Hutan
Raya Ir. H. Djuanda. Tanah yang berada di bawah naungan pohon pinus ini
tentunya memiliki sifat fisika, kimia, dan biologi tersendiri, apalagi ditambah
dengan ada tidaknya vegetasi diatasnya. Berdasarkan hal tersebut, kami ingin
mengalisis faktor edafik yang terdapat pada tanah yang berada dibawah naungan
pohon pinus yang tidak terdapat vegetasi diatasnya di Taman Hutan Raya Ir. H.
Djuanda.

C. Pertanyaan Penelitian
1. Berapa pH tanah di daerah hutan pinus Tahura Ir. H. Djuanda?
2. Bagaimana kelembaban tanah di daerah hutan pinus Tahura Ir. H. Djuanda?
3. Bagaimana kondisi warna tanah di daerah hutan pinus Tahura Ir. H. Djuanda?
4. Bagaimana tekstur tanah di daerah hutan pinus Tahura Ir. H. Djuanda?
5. Bagaimana Aerasi di daerah hutan pinus Tahura Ir. H. Djuanda?
6. Berapa materi organik tanah yang terkandung di daerah hutan pinus Tahura Ir.
H. Djuanda?
7. Adakah keterkaitan antara faktor edafik satu sama lain dari parameter
tersebut?

D. Rumusan Masalah
Bagaimana faktor edafik daerah hutan pinus di Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda?

E. Tujuan
Menganalisis faktor edafik daerah hutan pinus di Taman Hutan Raya Ir. H.
Juanda.

F. Batasan Masalah
1. Faktor edafik yang diukur yaitu pH, kelembaban, tekstur tanah, warna tanah,
aerasi, dan MOT.
2. Lokasi penelitian yaitu Hutan Pinus Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.

G. Dasar Teori
Tanah adalah suatu benda alam yang terdapat dipermukaan kulit bumi, yang
tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan, dan bahan-
bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang
merupakan medium atau tempat tumbuhnya tanaman dengan sifat-sifat tertentu,
yang terjadi akibat dari pengaruh kombinasi faktor-faktor iklim, bahan induk,
jasad hidup, bentuk wilayah dan lamanya waktu pembentukan (Yuliprianto,
2010).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan tanah dan menentukan
rona bentang tanah, yaitu bahan induk, iklim, organisme hidup, timbulan dan
waktu, serta bahan organik. Iklim berpegaruh langsung atas suhu tanah dan
keairan tanah serta berdaya pengaruh tidak langsung pula lewat vegetasi. Hujan
dan angin dapat menimbulkan degradasi tanah karena perlindian dan erosi
(Notohadiprawiro, 2006).
Vegetasi adalah sumber utama bahan organik tanah. Vegetasi bergantung pada
hasil interaksi batuan , iklim dan tanah. Vegetasi memiliki pengaruh khusus atas
pembentukan tanah yaitu menyediakan bahan organik, menambahkan bahan
organik kepada tanah mineral, ragam vegetasi menentukan ragam humus yang
terbentuk, menciptakan iklim meso dan mikro yang lebih lunak dengan
mengurangi rentangan suhu dan kelembaban ekstrem, melindungi permukaan
tanah dari erosi, menyerap hara pada bagian bawah tanah, dan memelihara
ekosistem tanah (Notohadiprawiro, 2006).
Berikut merupakan beberapa faktor edafik yang biasanya diukur meliputi sifat
edafik secara fisik, kimiawi, atau biologi. Faktor tersebut diataranya yaitu :
1. Tekstur Tanah
Tekstur tanah, biasa juga disebut besar butir tanah, termasuk salah satu
sifat tanah yang paling sering ditetapkan. Hal ini disebabkan karena tektur
tanah berhubungan erat dengan pergerakan air dan zat terlarut, udara,
pergerakan panas, berat volume tanah, luas permukaan spesifik (specific
surface), kemudahan tanah memadat (compressibility) dan lain-lain (Hillel,
1982).
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif (dalam persen) antara fraksi
pasir, debu dan liat.Tekstur tanah sangat penting kita ketahui karena
komposisi ketiga fraksi penyusun tanah menentukan sifat-sifat
fisika,fisikokimia dan sifat kimia tanah. Berdasarkan atas perbandingan
banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat maka tanah dikelompokkan ke
dalam beberapa macam kelas tekstur. Makin padat suatu tanah, merupakan
tanah yang lebih baik. Misalnya pasir padat. Selain campuran dari clay dan
slit, tanah dapat pula bercampur dengan bahan organik yang berpengaruh jelek
terhadap tanah untuk pembangunan namun akan bagus bagi tanaman (Suradji,
2009).
Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil
daripada tanah bertekstur halus, udara yang bertekanah tuga dapat
mempengaruhi proses dari aerasi tanah. Oleh karena itu, tanaman yang
ditanam pada tanah pasir umumnya lebih mudah kekeringan dari pada tanah-
tanah bertekstur lempung atau liat (Madjid, 2010).
Berbagai lembaga penelitian atau institusi mempunyai kriteria sendiri
untuk pembagian fraksi partikel tanah. Sebagai contoh, pada table
diperlihatkan system klasifikasi fraksi partikel menurut International Soil
Science Society (ISSS), United States Departement of Agriculture (USDA)
dan United States Public Roads Administration (USPRA).
Tabel G.1. Klasifikasi tekstur tanah menurut beberapa system
ISSS USDA USPRA

Diameter (mm) Fraksi Diameter (mm) Fraksi Diameter (mm) Fraksi

>2 Kerikil >0.02 Kerikil >2 Kerikil


0.02-2 Pasir 0.05-2 Pasir 0.05-2 Pasir
0.2-2 Kasar 1-2 Sangat kasar 0.25-2 Kasar
0.5-1 Kasar
0.25-0.5 Sedang
0.02-0.2 Halus 0.05-0.25 Halus
0.1-0.25 Halus
0.05-0.1 Sangat halus
0.002-0.02 Debu 0.0002-0.05 Debu 0.005-0.05 Debu
<0.002 Liat <0.002 Liat <0.005 Liat

2. Aerasi Tanah
Aerasi adalah perpindahan masa zat dari proses gas ke fase cair atau
sebaliknya, terjadi bila ada kontak antara permukaan cairan dengan udara.. Di
dalam praktek pengolahan air umumnya udara dan proses perpindahan gas
umumnya diberi istilah ‘Aerasi’. Gaya penggerak perpindahan massa dari
udara ke dalam air atau sebaliknya, dikendalikan oleh perbedaan konsentrasi
zat di dalam air atau sebaliknya dikendalikan oleh perbedaan konsentrasi zat
di dalam larutan dan kelarutan gas pada konsentrasi tertentu (Sutrisno, 2010).
Aerasi merupakan pengaliran udara ke dalam tanah untuk menigkatkan
kandungan oksigen dengan memancarkan air atau melewatkan gelembung
udara ke dalam tanah. Aerasi tanah adalah proses pertukaran O2 dan CO2
tanah dan atmosfer. Jenis- jenis gas lain yang termasuk dalam pertukaran ini
adalah bentuk volatil nitrogen N2, NH3, NO, NO2, sulfur H2S, SO2 dan
hidrokarbon CH4 proses aerasi tanah merupakan salah satu faktor terpenting
dalam produktivitas tanah. Akar tanaman menyerap oksigen dan melepaskan
karbondioksida pada proses respirasi (Bailey,1986).
3. Warna Tanah
Warna tanah merupakan sifat morfologi yang paling mudah dibedakan.
Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat tanah, misalnya: warna hitam
menunjukkan kandungan bahan organik tinggi. Warna merah menunjukkan
adanya oksidasi bebas (tanah-tanah yang teroksidasi). Warna abu-abu atau
kebiruan menunjukkan adanya reduksi (Hardjowigeno, 1985).
Warna tanah sering digunakan sebagai salah satu parameter untuk
mengklasifikasikan tanah. Hasil klasifikasi tanah selanjutnya digunakan
sebagai dasar penilaian kesesuaian lahan berbagai tanaman pertanian maupun
tanaman kehutanan. Dalam penelitian sumber daya tanah saat ini, Munsell
soil color chart (MSCC) digunakan sebagai standar. Warna dasaratau warna
matriks dan warna karatan sebagai hasil dari proses oksidasidan reduksi di
dalam tanah (Balai Penelitian Tanah, 2004).

Gambar 1. Munsell soil color chart


(Balai Penelitian Tanah, 2004)

4. pH Tanah
Pada sistem tanah, pH tanah cenderung dikaitkan dengan kumpulan dari
berbagai kondisi tanah, salah satunya adalah ketersediaan hara bagi tanaman.
Banyak proses-proses yang mempengaruhi pH suatu tanah,diantaranya adalah
keberadaan asam sulfur dan asam nitrit sebagaikomponen alami dari air hujan
(Foth, 1984).
Tanah dikatakan netral apabila memiliki pH 7. Pada umumnya tanaman
dapat tumbuh pada pH antara 5,0 – 8,0 (Kartasapoetra, 2006). pH tanah
umumnya berkisar dari 3.0-9.0, tapi di Indonesia umumnya tanahnya bereaksi
masam dengan pH 4.0-5.5 sehingga tanah dengan pH 6.0-6.5 sering dikatakan
cukup netral meskipun sebenarnya masih agak masam (Hardjowigeno, 2007).

5. Kelembaban Tanah
Kelembaban tanah permukaan secara fisika diklasifikasikan menjadi tiga
jenis, yaitu kelembaban tanah higroskopik, air yang terjerap dari uap air di
atmosfer akibat gaya tarik menarik dengan permukaaan zarrah (terikat oleh
“gaya hidroskopik”), kelembaban tanah kapiler, terikat oleh gaya tegangan
muka berupa selaput berkesambungan disekeliling zarrah dan didalam ruang
(pori) kapiler, dibedakan lagi menjadi : kapasitas maksimum kelembaban
kapiler, titik kapiler lento (atau lambat), kapasitas kapiler optimum (kapasistas
air lapang), dan kelembaban gravitasi, tidak terikat oleh tanah melainkan
teratus bebas oleh gaya berat. Besar gaya ikat tergantung dari kelengkungan
permukaan kelembaban kapiler itu. Atau pada keadaan di tanah, gaya ini
tergantung dari jumlah dan ruang kapiler (Baver, 1956).

6. Materi Organik Tanah


Bahan organik merupakan bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem
kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang
yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan
bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova,
1966). Tanah yang ideal tersusun atas komponen-komponen yaitu 45%
mineral, 5% bahan organik, dan 20-10% udara dan air (Yulipriyanto, 2010).
Bahan organik terdiri dari sisa tanaman di atas permukaan tanah yang
masih dapat dikenali bentuknya, sisa tanaman yang melapuk yang wujudnya
tidak dapat dikenali lagi, mikroorganisme berupa flora dan fauna yang
berperan dalam proses dekomposisi beserta produknya, serta humus yang
merupakan hasil akhir dekomposisi bahan organik (Yulipriyanto, 2010).
H. Metode Penelitian
1. Waktu penelitian
Hari/Tanggal : Sabtu, 7 Maret 2020
Waktu : 09.00-12.00
Tempat : Hutan Pinus Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda
2. Jenis penelitian
Deskriptif Kuantitatif
3. Teknik pengumpulan data
a. Menggunakan metode simple random sampling.
b. Menentukan lokasi di Hutan Pinus Homogen Taman Hutan Raya Ir. H.
Juanda.
c. Menentukan luas lokasi Hutan Pinus.
d. Menentukan lokasi lokasi pengamatan sebesar 20% dari luas keseuruhan
lokasi hutan pinus.
e. Menentukan titik-titik lokasi pengambilan sampel.

Denah Pengambilan Sampel


Luas Hutan Pinus : 6463,51 m2
Lokasi Penelitian : 20% x 6463,51 m2 =
1292,7 m2
I. Alat dan Bahan
Tabel I.1. Alat Pengamatan Faktor Edafik di Hutan Pinus Hutan Raya Ir. H.
Juanda
No. Nama Alat Jumlah
1. Soil Tester 1 unit
2. Sieve 1 unit
3. Gelas ukur 1 unit
4. Labu Erlenmayer 1 unit
5. Kamera 1 unit
6. Soil Corer 1 unit
7. Timbangan Digital 1 unit
8. Pipet 2 unit
9. ATK 1 set

Tabel I.2. Bahan Pengamatan Faktor Edafik di Hutan Pinus Hutan Raya Ir. H.
Juanda
No. Nama Bahan Jumlah
1. K3Cr2O7 30 ml
2. H2SO4 60 ml
3. H3PO4 (85%) 30 ml
4. NaF 0,6 gram
5. Indikator Diphenilamin 9 ml
6. Sampel tanah 100 gram
7. Aquades 200 ml
8. KCNS 3 ml
9 HCl 3 ml
10 K3Fe(CN)4 5 ml
11 Ferro ammonium sulfat 72 ml
J. Langkah Kerja
1. Tekstur tanah
Bagan J.1. Langkah Kerja Pengamatan Tekstur tanah

100 gram sampel Perbandingan berat


Tanah di saring
tanah kering denganukuran partikel
menggunakan sieve
disiapkan dicatat

2. Warna tanah
Bagan J.2. Langkah Kerja Pengamatan Warna tanah

Tanah sampel
Warna tanah
Tanah sampel diambil diletakkan diatas
ditentukan
kertas putih

3. Aerasi tanah
Bagan J.3. Langkah Kerja Pengamatan Aerasi Tanah

Tepi satu diberi tanda


Kertas saring dibentuk Kertas saling dilipat
KCNS, dan tepi
lingkaran dengan menjadi setengah
lainnya diberi tanda
diameter 10 cm lingkaran
K3Fe(CN)6

2 tetes HCl 1,2 N di Sampel tanah


Ditunggu hingga HCl diletakkan di kedua
teteskan pada setiap
meresap tepi kertas saring
sampel tanah

Teteskan pada daerah


hcl tadi 1 tetes KCNS
(sampel kiri) dan 1 Perubahan warna
tetes K3Fe(CN)6 diamati
(sampel kanan)
4. pH dan kelembaban tanah
Bagan J.4. Langkah Kerja Pengamatan pH dan Kelembaban Tanah

Soil tester
Tanah digemburkan ditancapkan pada Tombol putih pada
menggunakan sekop tanah dan dibiarkan bagian alat ditekan
seama 5 menit

Angka yang
menunjukkan pH
Hasil pengamatan
dan kelembaban
dicatat
tanah pada alat
diamati

5. Matei Organik Tanah (MOT)


Bagan J.4. Langkah Kerja Pengamatan Materi Organik Tanah (MOT)
20 ml H2SO4 pekat
0,5 gram sampel 10 ml K2Cr2O7 1N ditambahkan dan
tanah dimasukkan ke ditambahakn ke diaduk dengan cara
dalam erlenmeyer dalam sampel tadi memutar-mutar
250 ml lalu aduk erlenmeyer selama 25
menit

Sampel dititrasi 10 ml H3PO4 85%,


menggunakan ferro 0.2 gram NaF dan 30 Air suling
ammonium sulfat dan tetes diphenilamin ditambahkan hingga
presentase materi ditambahkan kedalam volumenya 200 ml
organik dihitung. larutan tersebut

K. Hasil Pengamatan
Tabel K.1. Hasil Pengamatan Tekstur Tanah

Diameter partikel (mm) Berat Partikel %

>4.0 8.16 8.16%


4.0 42.77 42.77%
2.0 23.14 23.14%
Diameter partikel (mm) Berat Partikel %
1.0 19.61 19.61%
0.5 1.80 1.80%
0.25 4.25 4.25%

Tabel K.2. Hasil Pengamatan Aerasi Tanah


Aerasi
Lokasi Keterangan
KCNS K3Fe(CN)6
Titik A Merah Hijau Aerasi baik, terdapat garam ferri
Titik B Merah Hijau Aerasi baik, terdapat garam ferri
Titik C Merah Hijau Aerasi baik, terdapat garam ferri

Tabel K.3. Hasil Pengamatan pH Tanah


Lokasi pH
Titik A 5.8
Titik B 6.4
Titik C 5.1
Range 5.1-6.4

Tabel K.4. Hasil Pengamatan Kelembaban Tanah dan Warna Tanah


Warna Tanah
Lokasi Kelembaban tanah
Lembab Kering

50% Dark brown Brown


Titik A

30% Dark brown Brown


Titik B

60% Dark brown Brown


Titik C

30-60%
Range
Tabel K.5. Hasil Pengamatan MOT (Materi Organik Tanah)
Jumlah Ferro
Satuan Volume (ml) Kandungan MOT
Ammonium Sulfat
144 tetes 4,64 ml 5,9%

L. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di Hutan Pinus Taman
Hutan Raya Ir. H. Juanda menghasilkan data yang variatif. Hasil pengamatan
tekstur tanah menunjukkan persentase diameter partikel 4 mm mendominasi
dibandingkan diameter partikel lainnya, yaitu sebesar 42.77%. Hal tersebut
membuktikan bahwa partikel tersebut termasuk pasir sangat kasar hal ini
berdasarkan pada sistem klasifikasi tekstur tanah menurut USDA. Tekstur tanah
berpasir memiliki partikel yang kecil sehingga dapat menyimpan udara lebih
banyak. Hal ini sejalan dengan hasil dari aerasi di ketiga titik yang menunjukkan
bahwa tanah tersebut memiliki kandungan oksigen yang baik. Hal ini dapat
terlihat dari hasil aerasi yang menunjukkan indikator merah setelah diberi KCNS.
Selain itu, indikator ini juga menunjukkan adanya kandungan garam ferri.
Menurut Holilullah (2015), tanah dengan tekstur pasir tidak menimbulkan
genangan air pada saat hujan. Hal ini dikarenakan sifat tanah yang memiliki
kandungan pasir yang tinggi memiliki sifat mudah meloloskan air sehingga aerasi
baik dan dekomposisi bahan organik cepat.
Berdasarkan hasil pengamatan, pH tanah di Hutan Pinus Taman Hutan
Raya Ir. H. Juanda yaitu berkisar 5,1-6,4 yang tergolong asam. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Ardhana (2012) yang menyebutkan bahwa tanah yang berada
dibawah vegetasi hutan akan cenderung lebih asam dibandingkan dengan yang
berkembang di bawah padang rumput. Hutan dengan vegetasi konifer dapat
menyebabkan pH tanah lebih asam dibandingkan hutan dengan vegetasi pohon
berdaun lebar. Dalam penelitian Senjaya dan Surakusumah (2007) juga
disebutkan bahwa daerah pertumbuhan pohon pinus menunjukkan tidak adanya
pertumbuhan tanaman herba atau gulma. Hal ini disebabkan serasah daun pinus
mengeluarkan zat alelopati yang dapat menghambat pertumbuhan gulma karena
dapat membuat tanah menjadi asam.
Kelembaban tanah di hutan pinus Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda
berkisar antara 30-60%. Kelembaban 30% terletak pada daerah dengan kerapatan
pohon yang lebih jarang dibandingkan dengan yang lainnya dan berada pada
kontur tanah yang landai. Sementara kelembaban 60% terletak pada daerah yang
dekat dengan kontur tanah yang lebih curam, hal tersebut menyebabkan air
mengalir dari daerah yang lebih curam ke daerah tempat pengambilan sampel.
Kelembaban juga berpengaruh terhadap warna tanah. Menurut Sutedjo (2002),
tanah dengan kadar air yang lebih tinggi atau lebih lembab hingga basah
menyebabkan warna tanah menjadi lebih gelap. Hal ini terbukti karena warna
tanah yang sudah dikeringkan berbeda dengan warna tanah asalnya.
Rata-rata materi organik yang terdapat pada tanah hutan pinus Tahura
sebesar 5,9%. Materi organik tanah ini akan berhubungan langsung dengan pH
tanah. Semakin asam pH tanah, maka persentase materi organik tanah meningkat.
Selain itu, berdasarkan hasil pengamatan warna tanah menunjukkan warna coklat
tua. Dimana semakin tua warna coklat pada tanah menunjukkan semakin
banyaknya bahan organik yang ada. Hal ini sesuai dengan pernyataan Njurumana
et al., (2008) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa semakin tinggi
kandungan bahan organik, maka warna tanah akan semakin gelap.

M. Kesimpulan
Faktor edafik yang ada di hutan homogen pinus di Tahura memiliki pH
berkisar 5.1-6.4 yang termasuk kedalam pH asam, Hal ini sesuai dengan
pernyataan Ardhana (2012) Hutan dengan vegetasi konifer dapat menyebabkan
pH tanah lebih asam dibandingkan hutan dengan vegetasi pohon berdaun lebar.
Kelembaban tanah berkisar 30-60%. Sementara aerasi pada hutan pinus ini baik
yang ditunjukkan dengan indikator berwarna merah setelah diberi KCNS. Rata-
rata materi organik yang ada sebesar 5,9%. Warna tanah lembab yang terdapat
pada hutan Pinus tersebut yaitu dark brown, sedangkan warna tanah yang sudah
dikeringkan yaitu brown yang didapatkan dari Munsell soil color chart. Tekstur
tanah pada hutan pinus ini termasuk pasir sangat kasar, hal ini didasarkan pada
sistem klasifikasi tekstur tanah menurut USDA.
DAFTAR PUSTAKA

Ardhana, G. P. (2012). Ekologi Tumbuhan. Denpasar : Udayana University Press.


Bailey. (1986). Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bandar Lampung : Universitas
Lampung.
Balai Penelitian Tanah. (2004). Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Bogor: Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Baver. (1956). Soil Physics. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Foth. (1984). Dasar- Dasar Ilmu Tanah. Terjemahan Purbayanti, E. D. Dwi R. L.
Rayahayuning T. Yogayakarta : Gajah Mada University Press.
Hardjowigeno. (1985). Genesis dan Klasifikasi Tanah. Jakarta: Akademi
Presindo.
Hillel. (1982). Introduction to Soil Rhysics. California: Academic Press.
Holilullah. (2015). Karakterisitk Sifat Fisik Tanah Pada Lahan Produksi Rendah
Dan Tinggi Di PT Great Giant Pineapple. J. Agrotek Tropika. Vol.
3, No. 2: 278-282
Kartasapoetra. (2006). Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan
Tanaman. Jakarta : Bumi Aksara.
Kononova. (1966). Soil Organic Matter. its Nature, its Role in Soil Formation and
in Soil Fertility. Pergamon, Oxford, 2nd English edition.
Nowakowsky TZ.
Madjid. (2010). Ilmu Kesuburan Tanah. 2002. Kanisius : Jakarta
Njurumana et al. (2008). Kondisi tanah pada sistem kaliwu dan mamar di Timor
dan Sumba. Info Hutan, 5(1): 45-51.
Notohadiprawiro. (2006). Tanah dan Lingkungan. Yogyakarta: Ilmu Tanah
Universitas Gajah Mada.
Senjaya, Y.A. dan W. Surakusumah. (2007). Potensi ekstrak daun pinus (Pinus
merkusii Jungh. Et de Vriese) sebagai bioherbisida penghambat
perkecambahan Echinocloa colonum L. Dan Amaranthus viridis.
Jurnal Perennia 4 : 1-5
Sparling et al. (2014). Changes in soil total C and N contents at three
chronosequences after conversion from plantation pine forest to
dairy pasture on a New Zealand Pumice soil. Soil Research 52:38-
45
Suradji. (2009). Ilmu Tanah. Bhatara Karya Aksara : Jakarta.
Sutedjo. (2002). Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta : Jakarta.
Sutrisno. (2010). Removal Kadar Besi (Fe) dalam Air Bersih Secara Spray
Aerator Disertai Pembubuhan Kaporit. [Online]. Tersedia di:
http://digilib.unipasby.ac.id/files/disk1/6/gdlhub–jokosutris-284-1-
joko.pdf. (diakses pada 14 Maret 2020)
Yuliprianto. (2010). Biologi Tanah dan Strategi Pengelolaannya. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai