Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Mini Research Q

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki berbagai spesies tanaman yang sebenarnya dapat memberikan
banyak manfaat, namun belum dibudidayakan secara khusus. Belimbing sayur, belimbing
wuluh, belimbing buluh, atau belimbing asam adalah sejenis pohon kecil yang diperkirakan
berasal dari Kepulauan Maluku, dan dikembangbiakkan serta tumbuh bebas di Indonesia,
Filipina, Sri Lanka, dan Myanmar. Tumbuhan ini biasa ditanam di pekarangan untuk diambil
buahnya. Buahnya yang memiliki rasa asam sering digunakan sebagai bumbu masakan dan
campuran ramuan jamu.
Tanaman belimbing wuluh Averrhoa bilimbi (Linn.) merupakan salah satu tanaman
yang digunakan sebagai obat alami. Daun belimbing wuluh mempunyai aktivitas
farmakologi yaitu untuk menghilangkan rasa nyeri dan sebagai antiinflamasi.
Tanaman belimbing wuluh memiliki kandungan kimia yaitu : kalium oksalat,
flavonoid, pektin, tanin, asam galat dan asam ferulat. Kandungan kimia alami yang terdapat
pada daun belimbing wuluh yang diduga memiliki aktivitas antiinflamasi adalah flavonoid
dan saponin. Flavonoid bentuk aglikon bersifat non-polar dan bentuk glikosidanya bersifat
polar. Untuk mencari flavonoid dapat digunakan pelarut air maupun etanol 70%.
Berdasarkan latar belakang diatas, perlu dilakukan mini research untuk mendapatkan
dasar teori dan bukti-bukti ilmiah tentang golongan senyawa metabolit sekunder yang
terkandung pada daun belimbing wuluh. Pada mini research ini akan dilakukan identifikasi
senyawa metabolit sekunder pada daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan
spektrofotometer FTIR untuk skrining fitokimia.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari mini research ini adalah apakah terdapat senyawa metabolit
sekunder dari ekstrak daun belimbing wuluh?

1.3 Tujuan
Tujuan dari mini research ini adalah mengetahui jenis senyawa metabolit sekunder dari
ekstrak daun belimbing wuluh.

1
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
Belimbing wuluh merupakan salah satu spesies dalam keluarga belimbing (Averrhoa).
Diperkirakan tanaman ini berasal dari daerah Amerika tropik. Tanaman ini tumbuh baik di
negara asalnya sedangkan di Indonesia banyak dipelihara di pekarangan dan kadang-kadang
tumbuh secara liar di ladang atau tepi hutan.
Klasifikasi ilmiah buah belimbing wuluh adalah:
Kerajaan : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Oxalidales
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa bilimbi
Tedapat dua varietas dari tumbuhan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) yaitu yang
menghasilkan buah berwarna hijau dan kuning muda atau sering pula dianggap berwarna
putih (Thomas, 2007).

2.1.2 Kandungan Kimia Daun Belimbing Wuluh


Daun belimbing wuluh mengandung tanin, sulfur, asam format dan peroksida
(Wijayakusuma dan Dalimarta, 2006). Penelitian Fahrani (2009) menunjukkan bahwa
ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tanin. Daun belimbing
wuluh selain tanin juga mengandung sulfur, asam format, kalsium oksalat dan kalium sitrat.
Bahan aktif pada daun belimbing wuluh yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah tanin.
Tanin juga digunakan sebagai astringent baik untuk saluran percernaan maupun kulit dan
juga dapat digunakan sebagai obat diare. Senyawa peroksida yang dapat berpengaruh
terhadap antipiretik, peroksida merupakan senyawa pengoksidasi dan kerjanya tergantung
pada kemampuan pelepasan oksigen aktif dan reaksi ini mampu membunuh banyak
mikroorganisme.

2
Penelitian yang dilakukan oleh Lidyawati, dkk (2006) menunjukkan bahwa penapisan
fitokimia menunjukkan bahwa simplisia dari ekstrak metanol daun belimbing wuluh
mengandung flavonoid, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid.

2.1.3 Manfaat Daun Belimbing Wuluh


Secara tradisional tanaman ini banyak dimanfaatkan mengatasi berbagai penyakit
seperti batuk, diabetes, rematik, gondongan, sariawan, sakit gigi, gusi berdarah, jerawat
sampai tekanan darah tinggi, selain itu juga bisa menyembuhkan kelumpuhan, memperbaiki
fungsi pencernaan, radang rektum.
Daun belimbing wuluh digunakan masyarakat Aceh sebagai penyedap rasa yang
disebut asam sunti, selain itu mereka juga menggunakan air belimbing wuluh yang diperoleh
dari proses pembuatan asam sunti itu untuk bahan alternatif mengawetkan ikan dan daging.

2.1.4 Ekstraksi Daun Belimbing Wuluh


Ekstraksi merupakan peristiwa pemindahan massa zat aktif yang semula berada dalam
sel ditarik oleh pelarut sehingga terjadi larutan zat aktif dalam pelarut tersebut. Pada
umumnya ekstraksi akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan
dengan pelarut makin luas. Dengan demikian, makin halus serbuk simplisia, seharusnya
makin baik ekstraksinya.
Dalam metode ekstraksi bahan alam, dikenal suatu metode maserasi. Maserasi
merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam pelarut. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif sehingga zat aktif akan larut. Karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel, maka larutan yang terpekat di desak keluar.
Pada penelitian ini digunakan beberapa pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya, yaitu
akuades, metanol, etanol, kloroform, dan petroleum eter.

2.1.5 Pengertian Senyawa Aktif


Menurut Lathifah (2008), tumbuhan umumnya mengandung senyawa aktif dalam
bentuk metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid, tanin, saponin, triterpenoid
dan lain- lain. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya

3
mempunyai kemampuan bioaktifitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut
dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya.
1. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang terbesar. Satu-satunya
sifat alkaloid yang terpenting adalah kebasaannya. Alkaloid mengandung atom
nitrogen yang sering kali terdapat dalam cincin heterosiklik. Penggolongan alkaloid
dilakukan berdasarkan sistem cincinnya, misalnya piridina, piperidina, indol, isokuinolina,
dan tropana. Senyawa ini biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam berbagai
senyawa organik dan sering ditangani di laboratorium sebagai garam dengan asam
hidroklorida dan asam sulfat.

Gambar struktur Alkaloid

2. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang tersebar luas di alam, sesuai struktur
kimianya yang termasuk flavonoid yaitu flavonol, flavon, flavanon, katekin, antosianidin dan
kalkon. Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6. Artinya,
kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzen tersubstitusi) disambungkan
oleh rantai alifatik tiga-karbon. Pengelompokan flavonoid dibedakan berdasarkan cincin
heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang
berlainan pada rantai C3. Miean dan Mohamed (2001) dalam Zakaria et al. (2007)
memperkirakan bahwa senyawa flavonoid yang terkandung dalam belimbing wuluh adalah
tipe luteolin dan apigenin.

4
Gambar Beberapa Senyawa Flavonoid
3. Tanin
Tanin merupakan golongan senyawa aktif tumbuhan yang bersifat fenol mempunyai rasa
sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Secara kimia tanin dibagi menjadi
dua golongan, yaitu tanin terkondensasi atau tanin katekin dan tanin terhidrolisis. Tanin
terkondensasi terdapat dalam paku-pakuan, gimnospermae dan angiospermae, terutama pada
jenis tumbuh-tumbuhan berkayu. Tanin terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan
berkeping dua.

Gambar Struktur Tanin


4. Saponin
Saponin berasal dari bahasa latin Sapo yang berarti sabun, karena sifatnya menyerupai
sabun. Saponin merupakan glikosida triterpenoid dan sterol yang terdiri dari gugus gula yang
berikatan dengan aglikon atau sapogenin. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang
kuat yang menimbulkan busa bila dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah
sering menyebabkan hemolisis pada sel darah merah.

5
Gambar Kerangka Dasar Saponin
5. Triterpeniod
Triterpenoid merupakan komponen tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat diisolasi
dari bahan nabati dengan penyulingan sebagai minyak atsiri. Triterpenoid terdiri dari
kerangka dengan 3 siklik 6 yang bergabung dengan siklik 5 atau berupa 4 siklik 6 yang
mempunyai gugus pada siklik tertentu. Senyawa ini paling umum ditemukan pada tumbuhan
berbiji, bebas dan sebagai glikosida. Triterpena alkohol monohidroksi dalam tumbuhan tidak
dibarengi oleh pigmen, sedangkan triterpenadiol berada bersama-sama dengan karotenoid
dan triterpena asam dengan flavonoid.

Gambar Senyawa Triterpenoid

6. Steroid
Steroid merupakan golongan lipid yang diturunkan dari senyawa jenuh yang dinamakan
siklopentanoperhidrofenantrena, yang memiliki inti dengan empat cincin. Beberapa turunan
steroid yang penting ialah alkohol steroid atau sterol. Steroid lain antara lain asam-asam
empedu, hormon seks (androgen dan estrogen) dan hormon kortikosteroid. Senyawa steroid
terdapat dalam setiap makhluk hidup. Steroid yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan
disebut fitosterol, sedangkan yang ditemukan dalam jaringan hewan disebut kolesterol.

6
Gambar Senyawa Steroid
2.1.6 Spektrofotometer FTIR
Pada analisis spektrokimia, spektrum radiasi elektromagnetik digunakan untuk
menganalisis spesies kimia dan menelaah interaksinya dengan radiasi elektromagnetik. Dasar
analisis spektroskopi adalah interaksi radiasi dengan spesies kimia. Daerah radiasi
spektroskopi infra merah atau infrared spectroscopy (IR) berkisar pada bilangan gelombang
12800-10 cm-1, atau panjang gelombang 0,78-1000 µm. Daerah yang paling banyak
digunakan untuk berbagai keperluan praktis adalah 4000-690 cm-1 (2,5-1,5 µm). Daerah ini
biasa disebut dengan aerah IR tengah (Khopkar, 1990). Kegunaan yang paling penting dari
spektroskopi inframerah adalah untuk identifikasi senyawa organik, karena spektrumnya
sangat kompleks dan terdiri dari banyak puncak-puncak. Spektrum inframerah mempunyai
sifat fisik dan karakteristik yang khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai
spektrum yang berbeda dan kemungkinan dua senyawa mempunyai spektrum sama adalah
sangat kecil.
Pada dasarnya Spektrofotometer FTIR (Fourier Trasform Infra Red) adalah sama
dengan Spektrofotometer IR dispersi, yang membedakannya adalah pengembangan pada
sistem optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati contoh. Spektrofotometer IR
disperse menggunakan prisma (grating) sebagai pengisolasi radiasi, sedangkan
spektrofotometer FTIR menggunakan interferometer yang dikontrol secara otomatis dengan
komputer. Spektrofotometer FTIR (Fourier Trasform Infra Red) dapat digunakan untuk
analisis kualitatif dan kuantitatif.
Pada sistem optik FTIR digunakan radiasi LASER (Light Amplification by Stimulated
Emmission of Radiation) yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan
radiasi infra merah agar sinyal radiasi infra merah yang diterima oleh detektor secara utuh
dan lebih baik. Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer FTIR adalah TGS (Tetra
Glycerine Sulphate) atau MCT (Mercury Cadmium Telluride). Detektor MCT lebih banyak

7
digunakan karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu
memberikan respon yang lebih baik pada frekuensi modulasi tinggi, lebih sensitif, lebih
cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif terhadap energi vibrasi yang
diterima dari radiasi infra merah.
Mekanisme untuk menghasilkan spektrum FTIR kunci utamanya adalah interferometer.
Sinar dari sumber inframerah dipecah oleh pemecah sinar (beam splitter) menjadi dua bagian
yaitu 50 % radiasi direfleksi dan 50 % ditransmisi dengan arah saling tegak lurus. Kemudian
kedua sinar tersebut dipantulkan kembali oleh kedua cermin FM (cermin tetap) dan MM
(cermin bergerak) dan bertemu kembali di pemecah sinar untuk saling berinteraksi. Sebagian
sinar diarahkan ke sampel dan detektor, sedangkan sebagian lagi dikembalikan ke
sumber. Gerakan maju mundur cermin mengakibatkan radiasi IR akan menimbulkan
perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin yang bergerak dan cermin diam. Perbedaan
jarak tempuh radiasi adalah 2(M-F) dan disebut retardasi. Hubungan antara intensitas radiasi
IR yang keluar dari detektor terhadap retardasi disebut interferogram. Interferogram tersebut
diubah oleh komputer menghasilkan spektrum. Secara umum lebih baik digunakan bagan
korelasi untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari spektrum FTIR seperti pada tabel berikut:
Tabel Daftar Korelasi Gugus Fungsi FTIR

Bilangan Gelombang (cm-1) Jenis Vibrasi


4000-3200 Uluran O-H alkohol, asam karboksilat dan fenol
3310-2800 Uluran C-H alkuna, alkena, aromatik, alkana
dan aldehid
1870-1550 Uluran C=O ester, keton dan asam karboksilat
1600-1450 Uluran C=C aromatik
1310-1020 Uluran C-O-C eter (aromatik atau alifatik)
Secara keseluruhan, analisis menggunakan Spektrofotometer FTIR memiliki dua kelebihan
utama dibandingkan metoda konvensional lainnya, yaitu:
1. Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan sehingga analisis
dapat dilakukan lebih cepat daripada menggunakan cara sekuensial atau scanning.
1. Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri FTIR lebih besar daripada cara dispersi, sebab
radiasi yang masuk ke sistem detektor lebih banyak karena tanpa harus melalui celah
(slitless).

2.2 Instrumen

8
Alat yang digunakan dalam mini research ini yaitu : Mortar, gelas piala, tabung reaksi,
labu Erlenmeyer, pipet tetes, gelas ukur, pemanas, corong, kertas saring, pisau, gunting.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu : Sampel segar (batang dan daun seledri, daun jambu
biji, buah cabe), air, HCl 5%, Reagen meyer, FeCl 3, Methanol, Eter, Liebermen bochard,
H2SO4.

2.3 Teknik Pengumpulan Data


Adapun beberapa teknik pengumpulan data dalam mini research ini, yaitu:
1. Tahap Persiapan Sampel
 Persiapan sampel
 Ekstraksi daun belimbing wuluh dengan metode maserasi
2. Tahap Pengujian Golongan Senyawa Aktif
 Uji alkaloid
 Uji flavonoid
 Uji Saponin
 Uji Tanin
 Uji steroid/triterpenoid
3. Tahap Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder dengan Spektroskopi FTIR untuk
Skrining Fitokimia

2.4 Analisis Data


Analisis data untuk mini research ini adalah analisis menggunakan skrining fitokimia,
yaitu dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1. Uji Alkaloid
Ambil 5 mL ekstrak sampel kemudian ditambahkan dengan reagen meyer. Perubahan
warna dan terbentuknya endapan menunjukan uji positif alkaloid.
Jumlah endapan banyak : +++, sedang : ++, sedikit : +

2. Uji Saponin

9
Ambil ekstrak sampel sebanyak 5 mL, kocok dengan kuat kemudian diamkan selama 15
menit. Uji positif saponin terbentuknya busa.
Jumlah busa banyak : +++, sedang : ++, sedikit : +
3. Uji Tanin
Ambil 5 mL ekstrak sampel, tambahkan FeCl 3. Perubahan warna hijau, biru kehijauan
atau biru kehitaman, atau adanya endapan menunjukan positif tannin. Jumlah endapan
banyak : +++, sedang :++, sedikit : +
4. Uji Flavanoid
Ambil 5 mL ekstrak sampel, isikan pada 3 tabung reaksi, tambahkan eter secukupnya,
kemudian tabung 1 tambahkan 3 tetes H2SO4 pekat. Perubahan warna merah menunjukan
positif flavanoid. Warna merah sekali : +++, merah sedang : ++, sedikit : +.
Tabung 2 tambahkan 0,5 mL HCl pekat, serta berikan sedikit serbuk Mg. perubahan
warna menjadi merah Menunjukan positif  flavanoid.
Tabung 3 tambahkan dengan NaOH, jika terjadi perubahan warna menjadi kuning
menunjukan positif flavanoid.
5. Uji steroid/Triterpenoid
Ambil sampel 5 mL, tambahkan pereaksi Lieberman bochard jika terbentuk warna merah
atau ungu adalah posotif triterpenoid. Jika warna hijau menunjukan positif steroid.

2.5 Hipotesis
Berdasarkan tujuan mini research yang dikemukakan, maka diajukan hipotesis sebagai
berikut: Daun belimbing wuluh mengandung senyawa metabolit sekunder diantaranya
senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, steroid dan triterpenoid.

BAB 3

10
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan sementara yang dapat diperoleh dari mini research ini, yaitu: Golongan
senyawa metabolit sekunder yang mungkin terkandung dalam ekstrak daun belimbing wuluh
adalah flavonoid, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid. Dan didukung oleh hasil identifikasi
FTIR yang menunjukkan adanya gugus OH, C = O, C = C, CH, C – OH, cincin aromatik
tersubstitusi dan C – O dari alkohol sekunder.

DAFTAR PUSTAKA

11
Faharani, B.G.R., (2009), Uji Aktivitas Antibakteri Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L)
terhadap Bakteri Staphylococcus.
Lathifah, Q.A., (2008), Uji Efektifitas Ekstrak Kasar Senyawa Antibakteri Pada Buah Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan Variasi Pelarut, Skripsi Fakultas Sains dan
Teknologi, UIN Malang.
Lidyawati, S dan Ruslan K., (2006), Karakterisasi Simplisia dan Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa Bilimbi, L). Skripsi Farmasi ITB, Bandung.
Thomas, A.N.S., (2007), Tanaman Obat Tradisional 2, Kanisius, Yogyakarta.
Wijayakusuma, H.M.H dan Dalimarta, (2006), Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Darah
Tinggi, Swadaya, Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai