Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Askep Pada Anak

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN DISASTER NURSING

PADA ANAK TANAH LONGSOR

Disusun Oleh: Kelompok 2

Kelas VII A

Monica Lesty Ayu 1726010019

Icha Selviani Putri Lubis 1726010026

Lara Sintia 1726010013

Wilda Puspa Sari 1726010007

Aji Aprizal 1726010022

Satria Prianggono 1726010033

Dosen Pengampuh: Ns. Devi Listiana, S.Kep,. M.Kep

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

TRI MANDIRI SAKTI

BENGKULU

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan asuhan
keperawatan tentang disaster nursing pada anak tanah longsor ini berjalan dengan
lancar.
Dalam penulisan askep ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan askep ini, khususnya
kepada :
1. Dosen yang sudah memberikan tugas dan petunjuk kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
2. Teman-teman yang sudah membantu.
Penulisan askep ini sebagai tugas mata kuliah Disaster Nursing. Di dalam
askep ini akan diuraikan tentang Pengertian, jenis-jenis,gejala – gejala, penyebab
dan dampaknya. Penulisan askep ini bertujuan melatih mahasiswa dalam
penulisan karya ilmiah yang benar.
Penulis berharap dengan membaca askep ini, dapat memberikan manfaat
bagi penulis maupun pembacanya, serta menambah wawasan mengenai asuhan
keperawatan disaster nursing pada anak tanah longsor. Penulis juga menyadari
bahwa penulisan askep ini masih jauh dari kata sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan untuk askep yang
selanjutnya.

Bengkulu, Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang..................................................................................1
1.2 Tujuan...............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Trauma................................................................................................4
B. Jenis Trauma.......................................................................................4
C. PTSD..................................................................................................5
D. Fase-fase PTSD..................................................................................5
E. Tiga Kategori PTSD...........................................................................6
F. Dampak PTSD....................................................................................6
G. Pandangan Hukum Dengan PTSD.....................................................7
H. Peran Pemerintah................................................................................8
I. Dampak Spiritual Pada Korban Bencana...........................................8
J. Dampak Psikososial............................................................................9
K. WOC.................................................................................................11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian.........................................................................................12
B. Diagnosa keperawatan......................................................................13
C. Analisa Data.....................................................................................14
D. Rencana Asuhan Keperawatan.........................................................14
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................16
B. Saran..................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap orang pasti pernah mengalami kejadian yang hebat,
mengejutkan, atau bahkan mengerikan. Kejadian-kejadian tersebut seringkali
akan mengganggu kondisi kejiwaan. Salah satu peristiwa mengerikan yang
mungkin dialami oleh seseorang adalah bencana alam. Dampak dari bencana
selain merusak bangunan fisik juga dapat menimbulkan dampak psikologis.
Bencana alam yang terjadi seringkali dapat menyebabkan trauma bagi para
korban terutama pada anak.
Peristiwa traumatik dapat terjadi pada siapa saja. Apa lagi sangan
rentan pada anak.Seseorang bisa secara tiba-tiba mengalami bencana, baik
karena bencana alam ataupun tindak kejahatan tertentu sehingga
menyebabkan trauma. Peristiwa tersebut datang tanpa dapat diprediksi
sebelumnya, sehingga kondisi psikologis menjadi terganggu. Reaksi terhadap
suatu peristiwa dapat berbeda-beda pada setiap orang. Pada sebagian orang
suatu bencana tidak menyebabkan trauma, tapi pada orang lain dapat
menyebabkan trauma yang mendalam. Terkadang trauma menyebabkan
seseorang tidak mampu menjalankan kesehariannya seperti yang biasanya
dilakukan, bayangan akan peristiwa tersebut senantiasa kembali dalam
ingatannya dan mengusiknya,  ia juga merasa tak mampu untuk mengatasinya
(Koentara, 2016).
Ketika bencana alam terjadi, terdapat beberapa faktor yang harus
diperhatikan, diantaranya yaitu kerugian material (fisik) dan nonmaterial
(psikis). Kondisi mental dan psikis yang terjadi pada korban terutama pada
anak-anak perlu mendapat perhatian khusus agar tidak terjadi gangguan
mental dan psikis.Jika berbicara tentang tindak kekerasan atau trauma, ada
suatu istilah yang dikenal sebagaiPost Traumatic Stress Disorderatau PTSD
(gangguan stres pasca trauma)yaitu gangguan stres yang timbul berkaitan
dengan peristiwa traumatis luar biasa.

1
Ancaman kerusakan lahan dan rumah, kehilangan mata pencaharian,
serta dapat menimbulkan rasa tidak aman dan kecemasan pada korban, karena
mereka harus keluar dari kehidupan sehari-hari. Lalu, mereka harus
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Ironinya, anak-anak
mengalami kondisi yang sama seperti pengungsi dewasa lainnya.
Keadaan cemas dan tidak aman tersebut, jika dibiarkan berlarut-larut
akan menggangu perkembangan psikis anak tersebut. Oleh karena itu, rasa
cemas dan tidak aman tersebut kalau dibiarkan berlarut-larut maka dapat
mengganggu perkembangan psikis anak-anak. Jadi, penanganan secara tepat
perlu dilakukan agar mereka dapat melupakan dan menghilangkan pengaruh
negatif yang ada, akibat bencana alam (longsor) maupun karena kondisi barak
pengungsian dan tempat tinggal yang saat ini ini kurang memadai bagi anak
untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.
Menurut relawan Rumah Zakat Cirebon (2017) yang terjun ke daerah
yang terkena bencana longsor, menyatakan bahwa korban bencana
kebanyakan mengalami gangguan stress secara psikologis pasca bencana.
Dalam dunia kesehatan disebut post traumatic stress disorder (PTSD).
PTSD secara umum dapat diatasi apabila mendapatakan penanganan
yang tepat. Apabila telah diketahui bahwa seseorang mengalami PTSD dan
tidak segera ditangani, maka akan mengakibatkan komplikasi secara medis
dan psikologis yang bersifat permanen. Hingga pada akhirnya akan
mengganggu kehidupan sosial maupun pekerjaan si penderita (Flannery,
1999). National Institute for Health and Care Excellence (2005) (dalam
Mashar, 2011) mendukung bahwa PTSD dapat disembuhkan apabila korban
mendapat pendampingan dalam mengembalikan kondisi seperti sediakala.
Berdasarkan penjelasan tersebut, anak-anak yang menjadi korban
bencana rentan untuk mengalami PTSD, serta perlu mendapat penanganan
yang serius agar tidak mengalami dampak berkepanjangan dan mengahambat
perkembangan. Bagi mereka, korban bencana, terdapat karakteristik yang
khas, sehingga memerlukan bentuk-bentuk intervensi yang sesuai dengan

2
karakteristik dan tahap perkembangannya. Hal tersebut untuk menurunkan
stress pasca trauma yang dialami oleh anak.
Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi,
dimana perawat tidak hanya terbatas pada pemberian asuhan dirumah sakit
saja melainkan juga dituntut mampu bekerja dalam kondisi siaga tanggap
bencana. Situasi penanganan antara keadaan siaga dan keadaan normal
memang sangat berbeda, sehingga perawat harus mampu secara skill dan
teknik dalam  menghadapi kondisi seperti ini (Anggi, 2010).
Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga
bencana dapat dilakukan oleh profesi  keperawatan untuk membantu
mengilangkan rasa taruma . Berbekal pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki seorang perawat bisa melakukan pertolongan siaga bencana dalam
berbagai bentuk (Anggi, 2010).

1.2 Tujuan
a. Tujuan umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada anaktrauma psikis/kejiwaan pada
korban bencana tanah longsor.
b. Tujuan khusus
1. Mengetahui masalah psikososial dan spiritual pada anak saat di
pengungsian akibat tanah longsor
2. Mengetahui intervensi pada fase kedaruratan akut (intervensi sosial,
psikososial, spiritual).
3. Mengetahui intervensi pada fase konsolidasi (intervensi sosial,
psikologis, spiritual).

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori


A. Trauma
Trauma adalah sebuah respon emosi terhadap kejadian yang sangat
buruk seperti bencana alam(tanah longsor).
Trauma adalah reaksi fisik dan psikis yang bersifat stress buruk
akibat suatu peristiwa, kejadian atau pengalaman spontanitas atau secara
mendadak (tiba-tiba), yang membuat individu kaget, menakutkan, shock,
tidak sadarkan diri yang tidak mudah hilang begitu saja dalam ingatan
manusia.
B. Jenis-jenis trauma
Berdasarkan kajian psikologi (dalam Trauma: Deteksi Dini dan
Penanganan awal, 2010) berikut ini adalah jenis-jenis trauma yang dilihat
dari sifat dan sebab terjadinya trauma yaitu sebagai berikut :
1. Trauma Psikologis
Trauma ini adalah akibat dari suatu peristiwa atau pengalaman
yang luar biasa, yang terjadi secara spontan (mendadak) pada diri
individu tanpa berkemampuan untuk mengontrolnya (loss control
and loss helpness) dan merusak fungsi ketahanan mental individu
secara umum. Akibat dari jenis trauma ini dapat menyerang
individu secara menyeluruh (fisik dan psikis).
2. Trauma Neurosis
Trauma ini merupakan suatu gangguan yang terjadi pada saraf
pusat (otak) individu, akibat benturan-benturan benda keras atau
pemukulan di kepala. Implikasinya, kondisi otak individu
mengalami pendarahan, iritasi, dan sebagainya. Penderita trauma
ini biasanya saat terjadi tidak sadarkan diri, hilang kesadaran, yang
sifatnya sementara.
3. Trauma Psikosis

4
Trauma psikosis merupakan suatu gangguan yang bersumber dari
kondisi atau problema fisik individu, seperti cacat tubuh, amputasi
salah satu anggota tubuh, yang menimbulkan shock dan gangguan
emosi. Pada saat-saat tertentu gangguan kejiwaan ini biasanya
terjadi akibat bayang-bayang pikiran terhadap pengalaman atau
peristiwa yang pernah dialaminya, yang memicu timbulnya histeris
atau fobia.
4. Trauma Diseases
Gangguan kejiwaan jenis ini oleh para ahli ilmu jiwa dan medis
dianggap sebagai suatu penyakit yang bersumber dari stimulus-
stimulus luar yang dialami individu secara spontan atau berulang-
ulang, seperti keracunan, terjadi pemukulan, teror, ancaman.

C. PTSD (Post Traumatic Stress Disorder)


Post-traumatic stress disorder (PTSD) adalah gangguan kecemasan
yang dapat terbentuk dari sebuah peristiwa atau pengalaman yang
menakutkan/mengerikan, sulit dan tidak menyenangkan dimana terdapat
penganiayaan fisik atau perasaan terancam(American Psychological
Association, 2004).   
Post-traumatic stress disorder (PTSD) adalah sebuah gangguan
yang dapat terbentuk dari peristiwa traumatik yang mengancam
keselamatan anda atau membuat anda merasa tidak berdaya (Smith &
Segal, 2008).

D. Fase-fase PTSD
Fase-fase keadaan mental pasca bencana:
1. Fase Kritis
Fase dimana terjadi gangguan stres pasca akut (dini/cepat) yangmana
terjadi selama kira-kira kurang dari sebulan setelah menghadap
bencana. Pada fase ini kebanyakan orang akan mengalami gejala-gejala

5
depresi seperti keinginan bunuh diri, perasaan sedih mendalam, susah
tidur,dan dapat juga menimbulkan berbagai gejala psikotik.
2. Fase setelah kritis
Fase dimana telah terjadi penerimaan akan keadaan yang dialami dan
penstabilan kejiwaan, umumnya terjadi setelah 1 bulan hingga tahunan
setelah bencana, pada fase ini telah tertanam suatu mindset yang
menjadi suatu phobia/trauma akan suatu bencana tersebut (PTSD)
sehingga bila bencana tersebut terulang lagi, orang akan memasuki fase
ini dengan cepat dibandingkan pengalaman terdahulunya.
3. Fase stressor
Fase dimana terjadi perubahan kepribadian yang berkepanjangan (dapat
berlangsung seumur hidup) akibat dari suatu bencana dimana terdapat
dogma “semua telah berubah”.

E. Tiga kategori utama gejala yang terjadi pada PTSD


Pertama, mengalami kembali kejadian traumatic (re-eksperience).
Seseorang kerap teringat akan kejadian tersebut dan mengalami mimpi
buruk tentang hal itu.
Kedua, penghindaran (avoidance) stimulus yang diasosiasikan
dengan kejadian terkait atau mati rasa dalam responsivitas. Orang yang
bersangkutan berusaha menghindari untuk berpikir tentang trauma atau
menghadapi stimulus yang akan mengingatkan akan kejadian tersebut,
dapat terjadi amnesia terhadap kejadian tersebut.
Ketiga, gejala ketegangan (hyperarousal). Gejala ini meliputi sulit
tidur atau mempertahankannya, sulit berkonsentrasi, wasapada berlebihan,
respon terkejut yang berlebihan, termasuk meningkatnya reaktivitas
fisiologis.

F. Dampak PTSD
Gangguan stress pascatraumatik ternyata dapat mengakibatkan
sejumlah gangguan fisik, kognitif,emosi,behavior (perilaku),dan sosial.

6
1. Gejala gangguan fisik:
a) pusing,
b) sesak napas,
c) tidak bisa tidur,
d) kehilangan selera makan,
2. Gangguan kognitif:
a) gangguan pikiran seperti disorientasi,
b) mengingkari kenyataan,
c) linglung,
d) melamun berkepanjangan,
3. Gangguan emosi :
a) halusinasi dan depresi
b) marah,
c) kesedihan yang berlarut-larut,
d) kecemasan dan ketakutan.
4. Gangguan perilaku :
menurunnya aktivitas fisik, seperti gerakan tubuh yang minimal.
Contoh, duduk berjam-jam dan perilaku repetitif (berulang-ulang).
5. Gangguan sosial:
a) memisahkan diri dari lingkungan,
b) menyepi,
c) agresif,

G. Pandangan hukum tentang PTSD


UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang
berisi hak dan kewajiban pemerintah dan masyarakat saat bencana maupun
pasca bencana. Salah satu pasalnya yaitu pasal 26 menyatakan bahwa
setiap orang berhak:
a. Mendapat perlindungan sosial dan rasa aman bagi kelompok
masyarakat yang rentan bencana.

7
b. Mendapat pendidikan, pelatihan, ketrampilan dalam penyelenggaraan
penaggulangan bencana.
H. Peran pemerintah
Dalam mengatasi trauma psikologis pada anak dan perempuan
telah dan akan dilanjutkan pelayanan trauma konseling melalui women
trauma center dan children center, sekaligus untuk mencegah terjadinya
tindak kekerasan dan perdagangan anak, dengan dibentuknya Gugus
Tugas Anti-trafficking dan Pencegahan Tindak Kekerasan. Di samping
itu, juga perlu terus dilakukan upaya untuk mempertemukan kembali anak-
anak dengan keluarganya dilakukan melalui kegiatan ”reunifikasi
keluarga”, sejalan dengan terus mengupayakan pemulihan spiritual
(spiritual healing), pemulihan emosional (emotional healing) terhadap
kejadian traumatik yang dihadapi dengan memberikan semangat hidup dan
bangkit kembali menjadi sangat penting, penyembuhan fisik (physical
healing);dan penyembuhan terhadap kemampuan otak manusia
(intelligential healing).

I. Dampak Spiritual pada Korban Bencana

Manusia sebagai makhluk yang utuh atau holistik memiliki


kebutuhanyang kompleks yaitu kebutuhan biologis, psikologis, sosial
kultural dan spiritual. Spiritual digambarkan sebagai pengalaman
seseorang atau keyakinan seseorang, dan merupakan bagian dari kekuatan
yang ada pada diri seseorang dalam memaknai kehidupannya. Spiritual
juga digambarkan sebagai pencarian individu untuk mencari makna.
Forman (1997) menyatakan bahwa spiritual menggabungkan perasaan dari
hubungan dengan dirinya sendiri, dengan ornag lain dan dengan kekuatan
yang lebih tinggi.

Kejadian bencana dapat merubah pola spiritualitas seseorang. Ada


yang bertambah meningkat aspek spiritualitasnya ada pula yang
sebaliknya. Bagi yang meningkatkan aspek spiritualitasnya berarti mereka
meyakini bahwa apa yang terjadi merupakan kehendak dan kuasa sang

8
pencipta yang tidak mampu di tandingi oleh siapapun. Mereka mendekat
dengan cara mendekatkan spiritualitasnya supaya mendapatkan kekuatan
dan pertolongan dalam menghadapi bencana atau musibah yang
dialaminya. Sedangkan bagi yang menjauh umumnya karena dasar
keimanan atau keyakinan terhadap sang pencipta rendah atau kaarena
putus asa

J. Dampak Psikososial pada Korban Bencana


Berdasarkan hasil penelitian empiris, dampak psikologis dari
bencana dapat diketahui berdasarkan tiga faktor yaitu faktor pra bencana,
faktor bencana dan faktor pra bencana (Tomoko, 2009) :
1. Faktor pra bencana : dampak psikologi pada faktor pra bencana ini
dapat ditinjau dari beberapa hal dibawah ini ;
a) Jenis kelamin : perempuan mempunyai resiko lebih tinggi terkena
dampak psikologis dibanding laki-laki dengan perbandingan 2:1.
b) Usia dan pengalaman hidup : kecenderungan kelompok usia rentan
stres masing-masing negara berbeda karena perbedaan kondisi
sosial politik ekonomi dan latar belakang sejarah negara yang
bersangkutan.
c) Faktor budaya, ras, karakter khas etnis : Dampak yang ditimbulkan
bencana ini lebih besar di negara berkembang dibandingkan dengan
negara maju. Pada kelompok usia muda tidak ada gejala khas untuk
etnis tertentu baik pada etnis mayoritas maupun etnis minoritas,
sedangkan pada kelompok usia dewasa, etnis minoritas cenderung
mengalami dampak psikologis dibanding mayoritas.
d) Sosial Ekonomi : Dampak bencana pada individu berbeda menurut
latar belakang pendidikan, proses pembentukan kepribadian,
penghasilan dan profesi. Individu dengan kedudukan sosio
ekonomi yang rendah akan mengalami stress pasca trauma lebih
berat.

9
e) Keluarga : Pengalaman bencana akan mempengaruhi stabilitas
keluarga seperti tingkat stress dalam perkawinan, posisi sebagai
orang tua terutama orang tua perempuan.
f) Tingkat kekuatan Mental dan kepribadian : Hampir semua hasil
penelitian menyimpulkan bahwa kondisi kesehatan mental pra
bencana dapat dijadikan dasar untuk memprediksi dampak
patologis pasca bencana. Individu dengan maslah kesehatan jiwa
akan mengalami stress yang lebih berat dibandingkan dengan
individu dengan kondisi psikologis yang stabil.
2. Faktor bencana : pada faktor ini, dampak psikologis dapat ditinjau dari
beberapa hal dibawah ini ;
a) Tingkat keterpaparan : Keterpaparan seseorang akan masalah yang
dihadapi merupakan variabel penting untuk memprediksi dampak
psikologis korban bencana.
b) Ditinggal mati oleh sanak keluarga atau sahabat.
c) Diri sendiri atau keluarga terluka.
d) Merasakan ancaman keselamatan jiwa atau mengalami kekuatan
yang luar biasa.
e) Mengalami situasi panik pada saat bencana
f) Pengalaman berpisah dengan keluarga terutama pada korban usia
muda
g) Kehilangan harta benda dalam jumlah besar
h) Pindah tempat tinggal akibat bencana
i) Bencana yang menimpa seluruh komunitas. Hal ini mengakibatkan
rasa kehilangan pada individu dan memperkuat perasaan negatif
dan memperlemah perasaan positif.
3. Faktor pasca bencana : dampak psikologis pasca bencana dapat
diakibatkan oleh kegiatan tertentu dalam siklus kehidupan stress kronik
pasca bencana yang terkait dengan kondisi psykitrik korban bencana.
Hal ini perlu adanya pemantuan dalam jangka panjang oleh tenaga
spesialis.Gejala dan dampak psikologis pasca bencana juga dapat dilihat

10
dari daftar gejala Hopkins untuk mengetahui adanya depresi dan
kecemasan. Gejala-gejala Hopkins tersebut meliputi perasaan depresi,
minat atau rasa senang yang kurang. Gejala perasaan depresi meliputi
menangis, merasa tidak ada harapan untuk masa depan, merasa galau
dan merasa kesepian.

K. WOC

PTSD

Gangguan Stres Pasca Trauma

Abnormalitas neurokimia Gangguan proses kognitif

Gejolak emosi yg Kecemasan Ggn pd kontrek


berlebihan meningkat prefrontal melalui
supresi
Meningkatny
a reaktivitas
pd amigdala Menyendiri
Kewaspadaan yg Kesulitan Rasa khilangan yg Mengalami
berlebihan berkonsentrasi berlebih kembali peristiwa
traumatis

Insomnia
MK : Berduka
MK : Sindrom
Pasca Trauma

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Contoh Kasus
An.A usia 8 tahun. Alamat Desa Rebo mengalami stress secara pisikologis
(PTSD) yang berlebih yang dikarenakan peristiwa traumatis luar biasa (tanah
longsor). Saat perawat tiba dilokasi dan memeriksa korban TTV yang didapatkan
adalah N 75 x/m, S 36,7°, pernapasan 30 x/m dan korbanpun selalu memandang
kearah rumahnya dan selalu berteriak saat perawat asuhan keperawatan, korban
kerap menangis karena ayahnya menjadi korban tanah longsor dan ia merasa
kehilangan. Ibu An.A juga berkata bahwa anaknya terkadang suka bermimpi
buruk dan tidak bisa tidur.

A. Pengkajian
1. Identitas:
a) Nama : An. A
b) tempat tangga lahir : Desa Rebo, 8 agustus 2011
c) alamat : Desa Rebo
d) agama : Islam
e) pekerjaan : pelajar
f) status perkawinan : Belum kawin
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama : mengalami ketakutan
b) pengkajian fisik
1. Aktivitas atau istirahat
- Gangguan tidur : ya
- Mimpi buruk :ya
- Hipersomnia : ya
- Mudah letih : ya
- Keletihan kronis : ya
2. Sirkulasi
- denyut jantung meningkat: ya

12
- palpitasi : ya
- tekanan darah meningkat : tidak
- terasa panas : tidak
3. Integritas ego
- gangguan stres akut terjadi 2 hari – 4 minggu dalam 4 minggu
peristiwa traumatic
- perasaan tentang masa depan yang suram atau memendek
4. Neurosensori
- gangguan kognitif  sulit berkonsentrasi
- ketakutan berlebihan
- ingatan persisten atau berbicara terus tentang suatu kejadian
5. Pernapasan
- frekuensi pernapasan meningkat
6. Keamanan
- marah yang meledak-ledak karena merasa kehilangan
- perilaku kekerasan terhadap lingkungan atau individu lain
7. Seksualitas
- tidak
8. Interaksi social
- menghindari orang/tempat/kegiatan yang menimbulakan ingatan
tentang trauma, pemisahan emosi/mengasingkan diri dari orang
lain

B. Diagnosa Keperawatan

1. Berduka berhubungan dengan kematian keluarga dibuktikan dengan


menangis, pola tidur berubah, dan tampak panik.
2. Sindrom pasca trauma berhubungan dengan bencana dibuktikan dengan
ketakutan, cemas, dan pola tidur terganggu

13
C. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
Data subjektif : Berduka Kematian keluarga atau
1. An.A menatakan orang yang berarti
sulit tidur
2. Ibu An.A
mengatakan
anaknya terkadang
mimpi buruk
Data objektif :
1. Nadi 75 x/menit
2. Suhu 36,7°
3. Pernafasan 30
x/menit
Data subjektif : Sindrom pasca trauma Bencana
1. An.A mengatakan
sulit tidur
Data objektif :
1. An.A sering
memandang daerah
rumahnya
2. An.A sering
menangis

D. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan / Kriteria hasil Intervensi


(SLKI) (SIKI)
1 Berduka berhubungan Resolusi Berduka Dukungan proses berduka
dengan kemaatian keluarga Setelah dilakukan intervensi Tindakan
dibuktikan dengan selama 2 x 24 jam Observasi :
menagis, pola tidur diharapkan Resolusi 1. Identifikasi kehilangan
berubah, dan tampak panik. Berduka membaik yang dihadapi
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi proses
1. Verbalisasi menerima berduka yang dihadapi
kehilangan meningkat 3. Identifikasi reaksi awal
2. Verbalisasi harapan tahap kehilangan
meningkat Terapeutik :

14
3. Verbalisasi perasaan 1. Tunjukan
sedih menurun sikapmenerima dan
4. Verbalisasi mimpi buruk empati
menurun 2. Diskusikan strategi
5. Menangis menurun koping yang dapat
digunakan
Edukasi :
1. Anjurkan
mengekspresikan
perasaan tentang
kehilangan
2. Ajarkan melewati
proses berduka secara
bertahan
2 Sindrom pasca trouma Status Kenyaman Dukungan keyakinan
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi Tindakan
bencana dibuktikan dengan selama 2 x 24 jam Obsevasi :
ketakutan, cemas, dan pola diharapkan Status 1. Identifikasi kayakinan,
tidur terganggu Kenyamanan Meningkat masalah, dan tujuan
dengan kriteria hasil : perawatan
1. Kesejahteraan fisik 2. Monitor kesehatan
meningkat jangka panjang sesuai
2. Kesejahteraan psikologi kondisi pasien
meningkat Terapeutik :
3. Gelisah meningkat 1. Fasilitasi pertemuan
4. Keluhan sulit tidur antara keluarga dan tim
meningkat kesehatan untuk
membuat keputusan
2. Fasilitasi memberikan
makna terhadap kondisi
kesehatan

15
Edukasi :
1. Jelaskan bahay atau
resiko yang terjadi
akibat keyakinan negatif
2. Berikan penjelasan yang
relevan dan mudah
dipahami

16
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bencana merupakan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non- alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana menimbulkan trauma psikologis bagi semua orang yang
mengalaminya.
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat
berguna untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar
keperawatan dan kode etik dalam menangani pasien dengan Post Traumatic
Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam.
Dan diharapkan kepada pembaca dan penulis bisa lebih memahami
materi mengenai penyakit dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
pasca bencana alamdilihat dari perbandingan data di lahan dan konsep teori
yang sesungguhnya.

B. Saran
Dengan mempelajari Asuhan keperawatan dengan Post Traumatic
Stress Disorder (PTSD) diharapkan mahasiswa/I mampu melakukan asuhan
keperawatan meliputi pengkajian, diagnose, intervensi, dan implementasi
sesuai dengan kebutuhan pasien dalam keadaan bencana alam.

17
DAFTAR PUSTAKA

Efendi,Ferry.Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan praktik


dalamkeperawatan.Jakarta.Penerbit Salemba Medika,2009.
Herdman, T. heather. 2011. Diagnose Keperawatan 2015-2017. Jakarta: EGC

Koentara.(2006).MenanganiKasusBencana(online)
(http://www.dispsiad.mil.id/index.php/en/publikasi/artikel/221-post-
traumatic-stress-disorder-ptsddiakses09 Mar 2016)
Mccloskey, Joanne. 2004. Nursing intervention classification. St. Louis, Missouri

Moorhead, Sue. 2004. Nursing outcomes classification. St. Louis, Missouri

Pratiwi, Anggi. 2010. PTSD (Post Traumatic Stress Disolder).(online)(www.


Scribd. Com/doc/41221173/askep-PTSD. Pada tanggal 5Mei 2011)

18

Anda mungkin juga menyukai