Kartini Berdarah
Kartini Berdarah
Kartini Berdarah
KARTINI BERDARAH
AMANATIA JUNDA .S
TOKOH:
rambut bersanggul, memakai kebaya, wajah keibuan, seperti sosok pengganti ibu
3. Friska : Seorang gadis kaya. Berusia 17 tahun. Berambut ikal, cantik, ramping,
tinggi. Ketua geng Perfume. Mempunyai sifat sombong, dan sewenang wenang.
8. Bu Sartika : Ibu Kartika. Berusia sekitar 45 tahun, seorang wanita karier, janda,
SETTING :
Panggung dibagi menjadi 2 bagian, kanan dan kiri. Bagian kanan merupakan kamar
Kartika. Didominasi warna putih. Terdapat sebuah ranjang kayu kecil bersprei putih motif bunga
bunga, sebuah meja belajar kayu dengan lampu duduk dan tumpukan buku biografi RA. Kartini,
dan kursi putar putih. Keduanya menghadap ke penonton. Latar belakang adalah dinding kamar
berwarna putih dengan gambar gambar RA Kartini ukuran A3. Di awal cerita akan ditambahkan
sebuah cermin ukiran dari Jepara. Terbuat dari bingkai kayu berukir dengan cermin yang dapat
membuka dan menutup, untuk tempat keluar masuk Kartini dari belakang panggung.
Bagian kiri, 2 kali lipat luasnya daripada kamar Kartika. Sebuah ruang kelas dengan
bangku bangku kayu, papan tulis dan meja guru. Latar belakang dinding kelas bercat biru muda
dengan jendela jendela besar dan gambar gambar pahlawan. Terdapat pintu di salah satu sisi
ADEGAN 1
Narator : (Mengutip salah satu penggalan surat Kartini yang tidak dipublikasikan. Diiringi suara
Kehidupan baru itu tiada dapat ditahan tahan, dan meskipun sekarang dapat juga ditahan-tahan,
besoknya akan tumbuh juga dia, dan hidup makin lama makin kuat makin teguh.
Kamar Kartika
Terang” yang disusun oleh Armijn Pane, di meja belajar. Airmuka serius, lampu duduk
menyala.)
Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dan suara panggilan untuk Kartika.
Bu Sartika : Kartika? Kartika?! Buka pintunya! Hari masihlah sore, gemarkah kau untuk
Kartika : Menghela napas panjang, kemudian menutup bukunya dan bangkit untuk
membuka pintu.
Bu Sartika : Astaga! Sesore ini kau sudah siap berpiyama? Bisakah kau tidak bermalas
malasan saja? (Menatap Kartika tak percaya, tangannya membawa tas tangan kecil.
cokelat.)
Kartika : Ma, Kartika sedang baca buku, bukan sedang tidur. (Bela Kartika pelan,
Bu Sartika : Oh terserahlah, kau pasti membaca buku cerita. Itu sama saja dengan tidur. Sia-
sia belaka. Pak, bawa masuk kesini (masuk ke dalam dan menunjuk dinding) Letakkan disini
Kartika : Apa ini Ma? (Menghampiri benda tinggi bungkusan cokelat tersebut,
penasaran)
Bu Sartika : (Duduk di tepi ranjang sambil melepas sepatu hak tingginya) Mama bawakan
oleh oleh untukmu. Bukalah, kau pasti suka. Itu dari Jepara. Asli! (Tersenyum sambil menunjuk
bersemangat).
Kartika : (Tertegun mendapati sebuah bingkai kayu jati. Selebar setengah meter
dan setinggi 2 meter. Sekeliling tepinya penuh dengan ukir ukiran berbentuk sulur sulur. Kaki
cermin juga berukir berbentuk bonggol akar yang kokoh. Warna bingkai cokelat tua berpelitur
mengkilat.)
(berkata lirih sambil melirik bingkai kayu tersebut tanpa minat) Oh ya! (serunya mendadak)
Kartika sedang baca buku RA Kartini, Ma… bagus sekali ceritanya. Mama mau baca?
Bu Sartika : Tika! Berhentilah baca buku buku konyol seperti ini! Sekarang bukan saatnya
kau mengenang jasa Kartini. Tapi manfaatkanlah jasanya sebaik mungkin. Mana prestasi yang
dapat kau berikan buat Mama? Kerjakan tugasmu dan belajarlah yang tekun. Harusnya kau
bersyukur emansipasi menjadikanmu pelajar sampai sekarang dan mama seorang manager
Kartika : Mama sama sekali tak berminat baca ini? (masih menyodorkan buku
tersebut)
Sartika : Ya.. ya..ya.. Mama akan baca jika mama sudah pulang dari dinas ke Bandung 2
Kartika : Tapi Mama kan baru saja pulang dari Semarang? (meletakkan buku itu
Bu Sartika : Mama mendadak ditugaskan atasan untuk mengurusi proyek yang baru.
Sudahlah, mama capek. Mama hendak istirahat (bangkit, sambil menguap) Oh ya, cermin itu
gunakan baik baik. Kau harus banyak merias diri, berlatih berbicara di depan umum dan menjadi
mengenalkanmu dengan anak kolega mama. Malam Sayang.. (mengecup kening Kartika lalu
beranjak keluar)
ADEGAN 2
Pagi hari. Sebuah kelas dengan bangku bangku yang masih kosong dan beberapa
bungkus bekas jajan berserakan. Seorang pemuda tampan sedang duduk di meja guru smbil
mendengarkan sebuah lagu dari Ipod. Seorang pemuda sederhana membawa sapu
menghampirinya.
Malvin : (Masih tetap acuh. Bahkan lebih keras menggoyang goyangkan kepalanya)
Kartika : Biar aku saja, mana sapunya? (tiba-tiba muncul dari balik pintu)
Resnaga : Mengapa kau begitu baik hati? Malvin tak pernah piket, kau tahu? (protes, agak
menatapnya tajam)
balik pintu dengan suara yang nyaring. Dibelakang, Lena dan Windi mengikutiku sambil
terkikik)
Windi : Oh, sungguh malang.. udah kuper, culun, kacamata pantat botol, pembokat lagi!
Hi..hi..hi..
Lena : Nih, sekalian ngepel lantai! (melempar kain lap yang ada di salah satu bangku)
Resanaga : Kalian jangan seenaknya pada Kartika. (merebut sapu dari tangan Kartika)
Malvin, piketlah! Apa kau tak malu kewajibanmu diambil alih Kartika?
Malvin : Bah! Aku laki-laki. Menjijikkan sekali aku harus menyapu. Itu memang tugas
perempuan! (Melempar sapu ke lantai) Ayo kita pergi! (menggandeng Friska, keluar diikuti
Resnaga : (Mendesah panjang, menatap Kartika dengan iba) Aku tak habis pikir. Mengapa
Kartika : (terdiam beberapa saat) Res, apa kau tak pernah mendengar cinta itu
Resanaga : (Mengambil sapu, dan menyapu perlahan) Aku telah lama berkorban untukmu
ADEGAN 3
Kartika : Indah nian kau cermin.. wahai benda antik dari Jepara. (mengelus ukir
ukiran di tepian cermin, perlahan) Kau ingatkanku pada Ibu Kartini.. andaikan kau adalah
penghubung masa ini ke masa lalu, akan kutemui Ibu Kartini.. akan kuceritakan semua jasanya
telah mengubah zaman dan nasib perempuan. Namun aku masih terkukung disini.. layaknya Ibu
kita dipingit dan tak kuasa menanggung senyap… (bernada sedih, meratap) Oh, betapa sunyinya
hidupku. Tak pernah dicinta dan Malvin tak pernah menoleh padaku, haruskah aku mengubah
diriku menjadi gadis gadis seperti geng Parfume? Andaikan, Ibu Kartini kemari… mungkin aku
Tiba-tiba lampu kamar padam, cahaya merah berkerlap kerlip, terdengar suara desauan angin.
Kartika : (tersentak kaget) Oh, ada apakah ini? (ketakutan, berlari naik ke atas ranjang)
Sesosok wanita muncul dari bingkai cermin Jepara, melangkah keluar. Menghampiri ranjang.
Kartini : Aku Kartini. Aku yang selama ini kau tuturkan di lembaran lembaran kertas
buku harianmu. Aku yang selama ini kau rayakan setiap tanggal 21 April, sama dengan hari
Kartini : (Tersenyum lebih ramah) Ya, aku Raden Ajeng Kartini. Namun, apalah arti
sebuah status ningrat jika Raden Ajeng harus hidup di penjara sangkar emas? Dikelilingi 4
Kartika : Bagaimana Ibu bisa datang kemari? Sudikah ibu bersahabat dengan gadis
Ingin benar hatiku berkenalan dengan seorang anak gadis modern, gadis yang
berani, yang sanggup tegak sendiri, gadis yang aku sukai dengan hati jantungku. Anak gadis
yang melalui jalan hidupnya dengan langkah tangkas, yang berdaya upaya bukan hanya untuk
dirinya sendiri tetapi juga untuk bangsa… Ibu datang dari jauh untuk mendengarkan segala
kegundahan hatimu. Anggaplah aku sahabat penamu yang akhirnya berkunjung menengok
Kartika : (Menghambur, memeluk Kartini, terisak isak) Ibu…! Kartika rindu sekali
pada Ibu. Setiap malam Kartika diam diam membaca buku tentang Ibu. Berhati hati kalau Mama
sampai menangkap basah Kartika, dan membuang segala yang Kartika koleksi tentang Ibu.
Kartini : Sshh… (membelai rambut Kartika) Yakini, ibu juga merindukan sosok gadis
berhati suci sepertimu. Tidurlah, besok kau sekolah bukan? Betapa beruntungnya dirimu yang
untuk golongan kita. Dan ibu pasti senang melihat jasa ibu terlampau besar untuk Indonesia.
lubang lubangnya. Jalan itu berbatu batu, berlekuk-lekuk, licin, jalan itu.. belum dirintis! Dan
biarpun aku tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan, aku akan
mati dengan merasa bahagia, karena jalannya kini telah terbuka lebar.
ADEGAN 4
Sebuah kelas, terdengar suara gaduh dari 3 orang siswi. Friska, Lena, dan Windi.
Friska : (Duduk di meja, airmuka cerah) Oh, kemarin malam adalah pesta terkeren
sepanjang hidupku. Seperti mandi keringat aku ikut dugem di dancefloor. 4 kali aku bolak balik
Wndi : Iya, tentu saja kau bolak balik ganti pasangan.. bukankah kita bertiga sungguh
Friska : Ya jelaslah. Apalagi kau kemarin mabuk berat Windi. Hei, tidak ingatkah kau?
Lena : Wow! Mata mereka seketika hijau! Dan langsung teler melihatmu!
Friska, Lena, Windi :tertawa bersama, nyaring. Kartika muncul dari balik pintu, tangannya
Friska : Jalan lelet amat! Rupanya hendak bersaing dengan kura-kura! Darimana saja
Windi : Iya nih, berminat ya jadi gadis sok bisu? Udah kuper, siapa yang mau repot repot
Friska : (meloncat turun dari meja, berdiri dan segera merebut buku buku yang didekap
Kartika) Ya ampun! Hari gini… nggak salah baca, kau? Kartini? Memang masih zaman? Hm…
(membaca satu persatu judul buku buku) ada RA Kartini, Kartini Sebuah Biografi, dan.. astaga!
Judul jadul banget nih, Habis Gelap Terbitlah Terang. Eh, pernah dengar nggak kalian?
(menoleh ke Windi dan Lena yang menggelengkan kepala bersamaan sambil mencibir)
Windi : Yang aku tahu sih adanya Habis gelap total terbitlah tagihan PLN, belum bayar
listrik kaleee…
Friska : Oh, Dear… Len, tahan dia! (memerintah keras. Segera Lena mengunci kedua
lengan Kartika ke belakang punggungnya) Coba kita baca sekilas buku macam apa ini, Sobat.
(Berdehem, dengan mimik sok serius, membuka salah satu halaman buku RA Kartini karangan
Windi : Wah, wah, wah pantas saja kau jadi anak kuper.. bacaanmu masih seputar zaman
Friska : Oke, sebagai teman yang baik bagaimana kalo kami membantumu sembuh dari
ke-kuper-an? (tanpa menunggu jawaban dari Kartika yang sibuk melepaskan diri dari
Kraak… Kraak.. Kraak.. Segera lembaran buku Kartini berserakan di lantai kelas. Kemudian
menghentikannya)
Friska : Nih, kita nggak butuh baca ginian! (melempar buku buku Kartini ke lantai dan
Kartika menunduk dan melindungi buku buku tersebut. Berkali kali Friska dan kedua teman
Malvin muncul dari balik pintu, menggeleng gelengkan kepala melihat Geng Parfume sedang
menyiksa Kartika.
Malvin : Sudah hentikan Friska, Lena, Windi! (seru Malvin agak keras)
dicontekin pas ulangan Fisika? (menghentikan acara menyiksa lalu menghampiri Malvin dan
mengeluh manja)
Malvin : Salah kalian sendiri tidak belajar. Sekarang berhentilah main mainnya, katanya
Setelah keempat murid tadi pergi keluar dari kelas, Resnaga muncul dan keheranan melihat
Kartika : (Menoleh ke asal suara, memaksakan senyum) Oh, kau.. Res. Iya, aku habis dari
perpus.
Resanaga : Kau sedang apa? Hei, apa yang terjadi? (Menghampiri Kartika dan membantu
Kartika : Aku sedang melindungi harta bangsa. Sisa sisa pengabdian ibu kita.
Kartika : (terbelalak, menatap Resnaga tak percaya) Tak tahukah kau? Raden
Ajeng Kartini! Beliau Ibu kita semua bukan? Beliau sungguh baik hati. Beliau sangat keibuaan,
belaiannya sangat lembut… ah, aku masih bisa merasakannya. (menyentuh rambutnya) Hm, kira-
Resnaga : Kartika, kau baik baik saja kan? (menyentuh kening Kartika dengan lembut)
Kartika : Beliau masih hidup kok! Beliau sengaja datang dari jauh untuk
menemaniku. Ah, sudahlah. Pasti kau tak kan percaya. Lebih baik aku pulang saja. Sampai
jumpa. (Berdiri, memasukkan buku buku ke dalam tas dan kemudian beranjak pergi)
ADEGAN 5
Bu Sartika : (Berdiri mondar mandir sambil sesekali menengok jam tangan yang melingkar
di lengan kirinya) Oh, hari sudah sore. Kartika tak kunjung pulang, kemana saja anak itu? Tak
tahukah dia kalau hari ini Keluarga Gana akan berkunjung kemari?
(tiba-tiba perhatiannya tertarik pada sebuah buku agenda bersampul merah di atas meja
belajar) Diary? Kartika menulis Diary? Hm… boleh juga. Aku penasaran dengan isinya.
Bu Sartika : Iya. Apa tidak boleh? Kau adalah anak Mama. Urusan pribadimu otomatis
Malvin itu?
Bu Sartika : Dengarkan Mama Kartika. Kau harus jatuh cinta pada lelaki yang tepat! Jangan
sampai kau mendapat lelaki brengsek seperti papamu. Turuti saja pilihan Mama. Kau pasti suka.
Sekarang lekaslah mandi dan berdandan yang cantik. Keluarga Gana akan datang dan makan
Bu Sartika : Tentu saja calon keluarga barumu! (Keluar dari kamar Kartika)
terisak sedih)
Tiba-tiba Kartini keluar dari bingkai cermin Jepara. Kemudian berjalan menghampiri Kartika,
Kartika : Hiks… Ibu… saya hendak dijodohkan hiks.. oleh Mama saya. Saya
Kartini : Cinta, apakah yang kau ketahui tentang perkara cinta itu? Betapa kau akan
mungkin sayang akan seorang laki laki dan seorang laki laki kasih akan kau, kalau kau tiada
berkenalan bahkan yang seorang tiada boleh melihat yang lain? Aku berkehendak bebas, supaya
aku boleh dapat berdiri sendiri, jangan bergantung kepada orang lain, supaya jangan… jangan
tak terkira terkeculai bertemu dengan ibu. Hanya ibu yang mengerti hati saya. Maafkan saya Bu,
tidak bisa melindungi buku buku tentang ibu. Teman teman kelas saya menyobeknya tadi siang
Kartini : Aduh, Tuhan, ya Tuhan! Sedih hati melihat kejahatan sebanyak ini di sekeliling
ADEGAN 6
Malvin dan Friska tampak bermesra-mesraan di kelas yang kosong. Mereka saling menggoda,
dan tertawa. Kemudian Friska bergelayut manja pada Malvin. Mereka berdua berpegangan
tangan. Dari arah pintu, Kartini berjalan cepat sambil menunduk. Ia terperangah melihat
pemandangan tak pantas di kelas. Seketika buku buku yang didekapnya jatuh berdebam ke
lantai.
Malvin : Oh kau Tik, aku kira guru. (refleks melepas genggaman tangannya dengan
Friska)
Friska : Hei, kuper! Ngapain kesini? Ganggu orang pacaran saja! (membentak dengan
keras)
menghampiri Kartika)
Lena : Apa ini? (Memungut buku agenda yang terjatuh bersama buku buku yang lain)
Lena : Lihat! Ck.. ck.. ck.. tak kusangka! (Menunjukkan sebuah halaman dari agenda
tersebut ke teman temannya. Sebuah tulisan dengan huruf besar besar berbunyi AKU CINTA
MALVIN)
Friska : (Mendelik marah) Kau cinta Malvin? Kau menyukai cowokku? Bisa-bisanya
Malvin menghampiri mereka berdua. Kemudian mengambil alih agenda yang dipegang Lena dan
Malvin : Wah wah wah, aku tak menyangka tipe cowokmu seperti aku Tika. Kiranya
Malvin : Kartika.. Kartika.. bercerminlah dulu sebelum kau menyukai seseorang! Kau itu
SANGAT TIDAK PANTAS buatku yang kaya, tampan dan idola semua cewek! Maaf Kartika…
lebih baik kau berhenti menulis namaku di diarymu, buang buang kertas saja. (Menghmapiri
Malvin : Dasar gadis lugu. Ayo kita pergi! (Merangkul Friska yang tertesenyum sinis
ADEGAN 7
Kamar Kartika
Kartini : (Berjalan mondar mandir, bergumam sendiri) Oh, anakku yang malang… aku
tahu semua perbuatan keji yang dilakukan mereka! Seperti Belanda menjajah anak pribumi.
Namun, pantaskah saudara menjajah saudara sendiri? Tiada satu pun jua yang boleh menyakiti
Kartika.
Kartini : Masuklah Nduk. Ssh.. jangan berkata apa pun. Ibu tahu perasaanmu.
Kartini : Apa kau lupa dengan tujuan ibu kemari? Setiap hari aku melihat lihat dunia
masa sekarang yang sangat pesat peradabannya. Namun, aku iba hati ini tatkala aku menjumpai
berbagai macam perempuan seperti mereka. Karena bukan barang yang indah indah saja yang
Kartini : (Menghela napas panjang sambil duduk di kursi) Apalah artinya perjuangan ibu
Kartini : Namun mereka tak tahu bagaimana mengamalkannya! Ibu tak kan berjuang jika
akhirnya mengetahui betapa mengerikan sikap perempuan masa ini. Mereka berjalan dengan
busana ala kadarnya, seperti memang lebih mengasyikkan tuk telanjanng. Emansipasi juga telah
mengubah mereka untuk terus mengejar pekerjaan dan menyiakan suami dan anak anak mereka.
Pantaskah perempuan seperti itu? Mereka tiada boleh melupakan sama sekali adat dan norma.
Oh, namun betapa memalukan mereka berjalan, bernapas, bertingkah layaknya peerempuan binal
tak punya urat kemaluan! (suaranya sangat lantas dan penuh emosi)
Kartika : Oh, ibu. Sungguh besar derita dan bebanmu. Namun, masih banyak
Kartini : Ya, kau benar Anakku. Alangkah susahnya dan sedihnya akan patah rasanya
hidupku. Jika semua yang kutuangkan dalam ratusan lembar surat dinodai oleh tinta yang lebih
pekat. Namun aku tahu, diliteran tinta kami masih memiliki asa. Dan kau pikul cita citaku
selanjutnya, kau emban dan kau simpan dalam sanubari terdalam. Engkau jiwa yang suci Nduk..
Kartika : Ah, aku hanyalah gadis lemah, rapuh dan tak berdaya. Sia sia saja aku,
Kartini : Hapus airmatamu, sudah saatnya kau hapus noda yang mengotori halaman
ADEGAN 8
J l. Ta n ju n g X III Blk . IV N o . 9 6 Rt/ Rw - 0 2 0 / 0 0 6
K e l S u n g a i M i a i K e c . B . M a s i n U t a ra
E - m a i l : t e a t e r_ m a t a h a ri @ y a h o o . C o m
Blo g s :th e a tre m a ta h a rifra c a in d o .w o rd p re s s . c o m i
M o b ile : 0 8 1 9 3 3 7 8 4 2 5 5 - 0 8 1 9 1 0 2 5 8 3 0 9
Bank Naskah Teater_matahri
Windi : (Berdiri membelakangi pintu masuk. Menelepon seseorang dengan suara yang
sangat manja dan centil) Iya.. Sayang… aku habis ini tunggu kau di depan gerbang sekolah ya?
Jangan ngaret lho! Awas! Nanti kita booking tempat yang biasanya saja. Iya, ngerti nggak sih
Tiba-tiba sosok hitam masuk ke dalam kelas. Sosok tersebut memakai jubah hitam panjang dan
tudung yang melindungi wajahnya. Tangan kanannya memegang sebuah pisau tajam.
Windi : Oke deh Sayang… sampai ketemu nanti (menutup pembicaraan, berbalik dan
Windi jatuh tersungkur di lantai kelas dengan darah membanjir dari perutnya.
ADEGAN 9
Kamar Kartika
Badanmu panas sekali! Kau harus banyak beristirahat. Jangan baca buku buku cerita lagi. Pasti
kau kecapekan.
Bu Sratika : Kau harus makan yang banyak. Nanti Mama pesankan bubur ayam kalau lewat
depan rumah.
Kartini)
Bu Sartika : Oke, terserah kau saja. Ibu capek melihatmu akhir akhir ini seperti kehilangan
gairah hidup. Tapi Ibu tak bisa menungguimu lebih lama. Ada meeting di kantor hari ini. Jadi,
kalau ada apa apa kau hubungi Mama lewat telepon saja.
Bu Sartika : Sampai jumpa nanti malam Sayang… (mengecup dahi Kartika kemudian
keluar)
ADEGAN 10
Masih sosok yang sama, memakai jubah hitam dan tudung. Duduk di salah satu bangku sambil
menunduk. Beberapa saat kemudian Lena dan Friska masuk ke dalam kelas. Langkah mereka
Friska : Siapa kau?! (Berteriak nyaring, air mukanya mendadak berubah ketakutan)
Lena : Fris.. apa jangan-jangan… Dia yang ngebunuh Windi? (Dengan nada takut
bercampur ragu)
Friska : Aku nggak tahu. Hei, jawab! Kau tuli ya? Kau siapa? Jangan bercanda! Ini
nggak lucu!
Lena : Oke, sebentar Fris.. jangan jangan dia orang gila yang ketiduran di kelas. Aku
akan buka kerudungnya (Hendak berjalan menghampiri sosok tak bergerak tersebut)
Friska : (Menahan lengan Lena) Jangan Len! Aku takut! Lebih baik kita lapor guru atau
kepala sekolah.
Lena : Ya ampun Friska.. gini aja takut. Kau lupa aku sudah pegang sabuk hitam?
Lena : Sudah, diamlah disini.. (Lena berjalan dengan penuh waspada, semakin
Lena sudah berdiri di depan bangku dimana sosok itu duduk tak bergerak. Tangannya terjulur
hendak membuka tudung kepala sosok tersebuk. Namun, secepat kilat sosok itu bergerak,
bangkit dan langsung menusukkan pisau yang sedari tadi dipegangnya di balik jubah, ke perut
Lena.
ADEGAN 11
Kamar Kartika
Pintu membuka, Kartini masuk ke dalam kamar dan tersenyum melihat Kartika.
Kartika : Itu apa? (Menunjuk bungkusan tas plastik hitam yang dibawa Kartini)
Kratini : Oh, ini… tidak penting kok. Bagaimana keadaanmu Nduk? Mau ibu buatkan
wedang jahe? Atau bubur? (sambil memasukkan bungkusan itu ke kolong ranjang.
Kartika : Nggak perlu Bu. Saya sudah agak mendingan. Mungkin besok saya
sudah diijinkan Mama masuk sekolah. Mmm.. Ibu terlihat letih. Ibu mau tidur di samping saya?
Kartini : (Mengangguk kalem) Ya, ibu sangat lelah. Bolehkah ibu tidur dekat dinding?
Kartika : Tentu saja, dengan senang hati (bernada cerai, langsung bangkit
Kartini naik ke ranjang dan langsung tertidur lelap. Sedang Kartika masih sibuk menulis diary
sambil sesekali memandang Kartini. Tiba-tiba penanya terjatuh ke lantai. Kartika bergegas turun
dari ranjang, hendak memungut penanya. Namun, perhatian sejenak teralih saaat melihat
bungkusan hitam milik Kartini. Dengan hati hati ditariknya keluar bungkusan tersebut dari
kolong ranjang.
Kartika : Hm.. apa yah ini? Ibu Kartini kemana saja sih seharian ini? Tumben juga
bawa oleh oleh… (Membuka tas plastik tersebut. Ia menemukan jubah hitam dan sebilah pisau
berlumuran darah. Kartika memegang benda benda tersebut dengan airmuka ketakutan. Ia
ADEGAN 12
Kelas
Tampak Malvin sedang menemani Friska yang sedang bercerita dengan ekspresi sedih. Resnaga
Friska : Windi dan Lena adalah sahabat sahabat terbaikku Vin. Aku nggak rela kalau
Malvin : Tenanglah Fris.. masih ada aku kok. Setidaknya kau belum kehilangan Lena. Dia
masih di rumah sakit. Aku juga nggak tahu salah mereka apa.
Friska : Aku takut kalau… kalau… kalau habis ini giliranku yang dibunuh.
Malvin : Sst… jangan berkata begitu, sekarang kau aman kok. Sekolah sudah dijaga ketat
oleh polisi.
Kartika : Pagi… (menyapa dengan pelan, datang dan keheranan melihat wajah
Malvin dan Friska bangkit dari duduk tanpa berkata apa pun pada Kartika mereka keluar.
aneh. Wajah mereka seperti penuh ketakutan dan kesedihan. (Meletakkan ranselnya dan duduk)
Resnaga : Sekolah ini diteror. Ada 2 kasus pembunuhan selama 2 hari ini.
Resnaga : Tika, Windi telah meninggal dengan sangat tragis. Dia ditusuk di kelas. Kemarin
Lena dan Friska juga hendak dibunuh. Tapi, hanya Lena saja yang berhasil ditusuk. Keadaannya
Resnaga : Entahlah. Polisi masih menyelidiki teror ini. Polisi hanya dapat keterangan dari
Friska bahwa pembunuh itu memakai jubah daan tudung hitam. Wajahnya tak tampak. Dia
Kartika : Jubah hitam? Pisau, katamu? (Terdiam sejenak) Tidak… ini tidak
Resanaga : Ada apa Kartika? Kau mengenal pembunuhnya? Kau tahu? Siapa?
Resnaga : Tik, tunggu! TIK! (Berteriak sambil mengacungkan Map Folder yang tertinggal
di meja) Ada apa dengan anak itu? Akhir akhir ini dia tampak aneh. (Bergumam sendiri sambil
membuka folder tersebut. Di dalamnya ada agenda milik Kartik) Hm, Diary Kartika. Kira-kira
dia marah nggak yah kalau aku baca isinya? (Membuka diary tersebut. Kemudian ia menemukan
sebuah kertas lecek yang terselip di salah satu halaman. Dahinya mengerut serius tatkala
ADEGAN 13
Kartini : Maksud Nduk Kartika? Ibu tak paham. (duduk di tepi ranjang. Airmukanya
sangat kalem)
Kartini : Temanmu? Teman siapa? Sejauh ini hanya ibulah temanmu Nduk..
Kartini : (Tertawa dingin, melipat tangannya. Suara berubah dingin) Apa mereka bisa
disebut teman? Setiap bertemu mereka menganiayamu, menyiksamu… tak tahukah kau ibu
Kartika : Jadi.. benar? Ibu adalah sosok berjubah hitam itu?! (berkata lirih tak
percaya)
selanjutnya Friska.
Kartika : NGGAK! Kartini yang aku kenal bukan seorang pembunuh! Kau bukan
Kartika : Kau jahat! Pergi dari sini! Kembalilah ke duniamu! (Mendorong Kartini
ke bingkai cermin)
Kartini : (Tidak berusaha melawan) Terserah, kau akan menyesal Nduk… karena telah
mengusirku. Api yang membersihkan api. Api itu juga yang menghancurkan kayu menjadi abu!
ADEGAN 14
Ruang Kelas…
Friska sedang duduk terdiam, wajahnya pucat dan sayu. Ketika Kartika muncul ia segera
menegakkan badannya. Kartika datang dengan wajah tampak ekspresi. Ia menutup pintu kelas
dan menguncinya.
Friska : Ada urusan apa kau kesini? Enyahlah Kuper, aku sedang tak berselera mengolok
olokmu!
Kartika : Aku ingin memberimu hadiah yang paling indah… (Tersenyum dingin
menghampiri Friska)
Friska : Hadiah? (Tiba-tiba melihat pisau yang digenggam erat Kartika. Ia terbelalak)
Friska : (Berdiri merapat ke tembok) Jadi, kaulah sosok jubah hitam kemarin? Kau yang
Kartika : Kau tanya salah apa? Kau sangat bersalah! Ha…ha..ha.. Kau telah
Friska : Aku nggak pernah lukain siapa pun.. pergi! Jangan sakiti aku! TOLONG!
TOLONG AKU!
Kartika : (Terkejut, menoleh ke pintu yang masih tertutup) Pergi kalian dari sini!
Terdengar suara keras. Pintu terdobrak. Resnaga, Bu Sartika dan Malvin masuk dengan airmuka
tegang.
Resnaga : Kartika lepaskan pisau itu! Kau bukan Kartini! Kau Tika, sahabatku sejak kecil!
Bu Sartika : Kartika… maafkan Mama. Mama tak pernah tahu kau punya kepribadian ganda.
Malvin : please Kartika… kumohon lepaskan Friska. Maafkan dia… maafkan aku juga.
leher gadis tersebut. Ujung pisau menempel di kulit mulus Friska) Jangan berani mendekat!
adalah gadis baik. Kau bukan pembunuh. Dan Kartini hanya kepribadian yang tak kau sadari saja
Cengkeramannya pada Friska mengendor, seketika Friska berhasil membebaskan diri dan
berlari menghambur ke Malvin) Aku... aku… pembunuh. Aku membunuh orang orang di
dekatku. Pergi dari sini! Pergi! Lekas! Aku tak mau jiwaku yang satunya membunuh kalian!
Resnaga : Tidak! Aku tak mau pergi! Karena aku sangat mencintaimu…
Hening sejenak
Kartika : (Terisak sambil tersenyum getir) Maaf Res.. aku nggak bisa. Ak… aku..
sudah terlanjur membunuh, aku nggak mau ngebunuh Friska, Mama, Malvin dan kau… Kalau
kalian tak mau menjauhiku akulah yang harus pergi. (Menusukkan pisau tersebut ke
jantungnya)
Tubuh Kartika tersungkur jatuh di lantai. Menusuk dadanya sendiri dengan pisau yang
digenggamnya. Antara kehidupan dan kematian ia masih bisa tersenyum menahan sakit. Resnaga
Narator : (Mengutip salah satu surat Kartini yang tidak dipublikasikan namun diubah
Sampai aku menarik napas yang penghabisan, akan tetap aku berterimakasih pada kalian dan
mengucap syukur akan kasih kalian kepadaku. Seorang buta yang diperbuat melihat, sekali kali
tiada menyesal, matanya dibukakan orang karena bukan barang yang indah indah saja yang
SELESAI
Alm. RA Kartini
PS : dalam naskah drama ini terdapat beberapa kutipan asli maupun yang diubah untuk