Uji Fitokimia
Uji Fitokimia
Uji Fitokimia
dalam tanaman sehingga dapat digunakan sebagai obat dalam penyembuhan berbagai penyakit. analisis
fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang mempelajari metode atau cara analisis kandungan
kimia yang terdapat dalam tumbuhan atau hewan secara keseluruhan atau bagian (Saragih dan Arsita, 2019).
Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode
skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi
warna. Hal penting yang berperan penting dalam skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode
ekstraksi (Kristianti et al., 2008).
Jenis uji fitokimia yang dilakukan ialah alkaloid, saponin, tannin, polifenol, flavonoid, kuinon, steroid, dan
terpenoid.
Uji fitokimia untuk tanaman obat sangat diperlukan, biasanya uji fitokimia digunakan untuk merujuk pada
senyawa metabolit sekunder yang ditemukan pada tumbuhan yang tidak digunakan atau dibutuhkan pada fungsi
normal tubuh. Namun memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan atau memiliki peranan aktif bagi
pencegahan penyakit (Sudarma, 2010).
ALKALOID
Diambil 2 mL tiap masing-masing ekstrak etanol dan ekstrak air dan sampel dimasukkan ke dalam tiga
tabung reaksi. Ditambahkan pada masing-masing sampel larutan asam klorida pekat, Fungsi larutan HCl untuk
meningkatkan kelarutan alkaloid. Alkaloid akan bereaksi dengan asam HCl yang membentuk garam mudah
larut dalam air. Tujuan penambahan HCl, alkaloid bersifat basa yang diekstrak dengan pelarut yang
mengandung asam (Ergina et al., 2014).
a. Pereaksi Mayer (Ergina et al., 2014)
Ditandai dengan terbentuknya endapan putih, diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-
alkaloid. Larutan mercury (II) klorida ditambah kalium iodida akan membentuk endapan merah mercury (II)
iodida. Kalium iodida yang berlebih akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat (II). Uji alkaloid dengan pereaksi
Mayer, nitrogen akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks
kalium-alkaloid yang mengendap (Ergina et al., 2014)..
b. Pereaksi Dragendorff (Ergina et al., 2014)
Ditandai dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning (jingga). Endapan tersebut adalah
kalium alkaloid. Pada pereaksi dragendorff, bismut nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadi reaksi
hidrolisis karena garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO + ). Agar ion Bi3+ tetap
berada dalam larutan, maka ditambah asam agar kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Ion Bi3+ dari bismut
nitrat akan bereaksi dengan kalium iodida membentuk endapan hitam Bismut(III) iodida yang kemudian
melarut dalam kalium iodida berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat.
c. Pereaksi Wagner (Marliana et al., 2005)
Ditandai dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Diperkirakan endapan tersebut adalah
kalium-alkaloid. Pada pereaksi Wagner, iodin bereaksi dengan ion I - dari kalium iodida menghasilkan ion I3-
yang berwarna coklat. Pada uji Wagner, ion logam K + akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan
nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap.
SAPONIN (Lisi et al., 2017)
Sebanyak 1 mL ekstrak metanol dan sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 5 mL air
panas dan ditambahkan 2 tetes HCl 2 N, dikocok kuat dan didiamkan selama 10 menit. Sampel mengandung
saponin jika terdapat buih dengan intensitas yang banyak serta konsisten selama 10 menit.
TANIN (Ergina et al., 2014)
Sebanyak 2 mL sampel yang telah diekstraksi dengan pelarut air dan etanol, kemudian dipanaskan kurang
lebih 5 menit. Setelah dipanaskan, lalu ditambahkan beberapa tetes FeCl 3 1%. Sampel mengandung tanin akan
terbentuk warna coklat kehijauan atau biru kehitaman.
Terbentuk warna larutan hijau kebiruan menandakan terbentuknya senyawa kompleks antara tanin dan Fe 3+
yang memberikan indikasi perubahan warna hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat. Uji fitokimia
menggunakan FeCl3 digunakan untuk menentukan sampel yang mengandung gugus fenol.
POLIFENOL (Asmara, 2017)
Sebanyak 1×105 µg ekstrak metanol dimasukkan ke dalam 2×10 3 µL etanol 96% dalam tabung reaksi.
Campuran ditambahkan 5×103 µL akuades dan 5×102 µL reagen Follin-Ciocalteau (50% v/v), kemudian
didiamkan selama 5 menit. Ditambahkan 1×103 µL larutan natrium karbonat (7,5% b/v), dihomogenasi dan
diinkubasi pada suhu ruang selama 1 jam dalam kondisi tanpa cahaya (gelap). Sampel mengandung polifenol
ditandai dengan perubahan warna menjadi biru gelap.
Uji kandungan polifenol menggunakan metode Folin-Ciocalteu yang memanfaatkan reaksi oksidasi dan
reduksi kolorimetrik pada sampel yang mengandung senyawa fenolik. Pereaksi Folin-Ciocalteu merupakan
larutan kompleks ion polimerik yang dibentuk dari asam fosfomolibdat dan asam heteropolifosfotungstat.
Warna biru yang terbentuk menunjukkan adanya kompleks fosfotungstat-fosfomolibdat hasil reaksi antara
gugus fenolik-hidroksil dengan pereaksi Folin-Ciocalteu.
DAFTAR PUSTAKA
Asmara A.P. 2017. Uji Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder Dalam Ekstrak Metanol Bunga Turi Merah
(Sesbania grandiflora L. Pers). Journal Al-Kimia, 5(1) : 48-59.
Ergina E., Nuryanti S., dan Pursitasari I.D. 2014. Uji Kualitatif Senyawa Metabolit Sekunder Pada Daun Palado
(Agave angustifolia) Yang Diekstraksi Dengan Pelarut Air dan Etanol. Jurnal Akademika Kimia, 3(3) :
165-172.
Kristianti A.N., Aminah N.S., Tanjung M., Kurniadi B. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Surabaya: Jurusan Kimia
Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas.
Lisi A.K., Runtuwene M.R.J., Wewengkang D.S. 2017. Uji Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan dari Ekstrak
Metanol Bunga Soyogik (Saurauia bracteosa DC.). PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi, 6(1) : 1-9.
Marliana S.D., Suryanti V., dan Suyono S. 2005. The Phytochemical Screenings And Thin Layer
Chromatography Analysis Of Chemical Compounds In Ethanol Extract Of Labu Siam Fruit (Sechium
edule Jacq. Swartz.). Biofarmasi Journal of Natural Product Biochemistry, 3(1 : 26-31.
Saragih D.E., dan Arsita, E.V. 2019. Kandungan fitokimia Zanthoxylum acanthopodium dan potensinya sebagai
tanaman obat di wilayah Toba Samosir dan Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional
Masyarakat Biodiversitas Indonesia, 5(1) : 71-76.
Sudarma M. 2010. Uji Fitokimia, Ekstraksi, Isolasi dan Transpormasi Senyawa Bahan Alam. Fakultas MIPA.
Universitas Mataram.