3322 6485 1 SM
3322 6485 1 SM
3322 6485 1 SM
(Sulistyarini, dkk)
Abstrak
Skrining fitokimia senyawa metabolit sekunder batang buah naga pada penelitian ini
bertujuan untuk menganalisa secara kualitatif kandungan dari batang buah naga, sehingga
harapan selanjutnya adalah agar pemanfaatan dari limbah batang buah naga ini bisa lebih
dikembangkan. Penelitian dilakukan dalam 2 tahap. Tahap 1 yaitu proses penyerbukan
simplisia, dilanjutkan dengan proses ekstraksi dengan pelarut etanol 96%, dan dilanjutkan
dengan fraksinasi menggunakan pelarut n- heksan, etil asetat dan air. Tahap keduanya
adalah skrining fitokimia berupa uji reaksi warna, uji terbentuknya busa, dan uji reaksi
pengendapan, baik pada serbuk, ekstrak maupun pada fraksi batang buah naga (Hylocereus
polyrhizus) terhadap beberapa golongan senyawa, diantaranya adalah flavonoid, alkaloid,
saponin, tanin dan terpenoid. Skrining menunjukkan bahwa serbuk, ekstrak, fraksi n-heksan
dan fraksi etil asetat mengandung flavonoid, steroid dan saponin. Sedangkan fraksi air
mengandung senyawa flavonoid dan saponin.
PENDAHULUAN
Pembudidayaan tanaman buah naga mulai berkembang seiring dengan permintaan pasar.
Untuk memenuhi permintaan pasar tersebut, maka dilakukan peningkatan budidaya tumbuhan, agar
buah yang dihasilkan semakin banyak. Untuk memacu pembuahan pada tanaman buah naga
dilakukan pemangkasan cabang batang tanaman buah naga, karena batang yang sudah berbuah
tidak akan bisa berbuah kembali. Pemangkasan batang yang sudah pernah berbuah akan
merangsang pembuahan kembali.
Batang buah naga ini diperoleh dari petani buah naga di desa Wonokerto Kecamatan Bancak
Kabupaten Semarang. Batang buah naga yang dibuang, dimanfaatkan dengan cara dibuat tepung,
sehingga bisa dikembangkan lebih lanjut untuk mengetahui kandungan senyawanya. Penggunaan
batang buah naga dalam penelitian ini merupakan solusi untuk menanggulangi penimbunan limbah
batang buah naga, dan merupakan alternatif pendayagunaan sumber bahan alam untuk
dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, makanan, maupun kosmetik.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk penelitian adalah almari pengering, blender, neraca analitik,
vacuum rotary evapotaror, ayakan mesh 30/40, bejana untuk remaserasi, alat-alat gelas, statif,
klem, cawan porselen, waterbath.
Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah serbuk kering batang buah naga, etanol 96%,
serbuk Mg, HCl pekat, amyl alkohol, HCl 2N, dragendroff, bouchardat, FeCl3 10%, NaCl, gelatin,
asam asetat anhidrat, H2SO4 pekat, NaNO2, NaOH, asam sulfanilat, asam salisilat, etil asetat,
kloroform, n-butanol, asam asetat glasial, air, n-heksan, etil asetat, toluen, NH3, anisaldehid-
H2SO4.
Prosedur Penelitian
Cara kerja serbuk batang buah naga diremaserasi dengan etanol 96%. Ekstrak yang didapat
diuapkan dengan rotary vacum evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental etanol. Sisa serbuk
dan ekstrak kental kemudian diuji skrining fitokimia. Setelah itu dilakukan proses fraksinasi
menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat dan air. Masing-masing kelompok fraksi dilanjutkan
ISSN 2528-5912
56
dengan uji skrining fitokimia Uji Skrining fitokimia meliputi uji reaksi warna dan uji reaksi
pengendapan yang dilakukan terhadap beberapa golongan senyawa, diantaranya:
1. Uji Flavanoid
Sampel sebanyak 1 gram ditambahkan 10 ml air panas, didihkan selama 5 menit dan disaring
dalam keadaan panas, filtrat yang diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 gram
serbuk Mg dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah
dan diperhatikan warna yang terbentuk pada lapisan amil alkohol ( Marjoni, 2016)
2. Uji Tanin
Sampel sebanyak 5 gram disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya diencerkan
dengan air suling sampai tidak berwarna. Dua ml larutan ditambahkan 1 sampai 2 tetes
pereaksi besi (III) klorida.
3. Uji Alkaloid
Sampel sebanyak 0,5 gram ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan
di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk tes
alkaloida. Diambil 3 tabung reaksi lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5
ml filtrat. Pada masing-masing tabung ditambahkan 2 tetes pereaksi, dan diamati hasilnya.
4. Uji Steroid/ terpenoid
Sample sebanyak 0,5 gr dilarutkan dengan etanol dimasukkan ke dalam cawan + eter kemudian
diuapkan hingga kering. Kemudian ditambahkan 5 tetes H2SO4(p) + 3 tetes asam asetat
anhidrat.
5. Uji Saponin
Sampel sebanyak 0,5 gram dicampur dengan 10 ml air panas kemudian didinginkan dan
dikocok kuat selama 10 detik hingga muncul buih. Lalu ditambahkan 1 tetes HCl 2 N, untuk
mengamati ketahanan buih. adanya buih yang mantap menunjukkan saponin (Marjoni, 2016).
1. Uji Flavonoid
Flavonoid diuji keberadaannya menggunakan Mg dan HCl pekat. Penambahan Mg dan
HCl, dilakukan pada serbuk, estrak dan masing-masing fraksi batang buah naga, dan terbentuk
warna merah, hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut mengandung flavonoid. Menurut
Harborne (1987), senyawa flavonoid akan tereduksi dengan Mg dan HCl sehingga menghasilkan
warna merah, kuning atau jingga.
2. Uji Tanin
Pengujian tanin dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan uji reaksi warna dengan
penambahan FeCl3 dan dengan uji gelatin. Jika uji reaksi warna terjadi warna biru atau hijau
kehitaman menunjukkan adanya tanin (Marjoni, 2016). Jika dengan penambahan larutan gelatin
1% dalam natrium klorida 10% akan terjadi endapan warna putih menunjukkan adanya tannin
(Hanani, 2015).
Senyawa tanin adalah senyawa yang bersifat polar karena adanya gugus OH, oleh
karena itu ketika sampel ditambahkan FeCl3 10% akan terjadi perbahan warna seperti biru tua atau
hijau kehitaman yang menandakan adanya senyawa tanin (Jones dan Kinghorn, 2006; Robinson,
1991). Sedangkan menurut Sangi, dkk (2008), senyawa tanin dengan FeCl3 akan terhidrolisis
membentuk warna biru kehitaman. Hasil uji tanin dengan FeCl3 baik pada serbuk, ekstrak dan
semua fraksi menunjukkan negatif tanin, karena hasil yang diperoleh adalah warna kuning.
Gambar 2.2. Uji tanin dengan menggunakan gelatin menunjukkan hasil negatif tanin
(serbuk, ekstrak, fraksi n-heksan, etil asetat, air)
ISSN 2528-5912
58
Hasil uji gelatin pada serbuk, ekstrak dan fraksi tidak menunjukkan adanya endapan putih, hal
ini menunjukkan bahwa serbuk, ekstrak dan fraksi tidak mengandung tanin tannin (Sari, dkk.2015).
3. Uji Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung atom nitrogen dan bersifat basa sehingga
untuk mengekstraknya dibutuhkan penambahan asam klorida. Penambahan asam klorida
bertujuan untuk mengekstrak alkaloid yang bersifat basa dengan menggunakan larutan asam
(Farnsworth, 1966; Jones dan Kinghorn, 2006).
Pengujian alkaloid dapat dilakukan dengan menggunakan 3 pereaksi, yaitu mayer,
dragendorff, dan bouchardat. Hasil positif senyawa alkaloid pada pereaksi mayer ditunjukkan
dengan terbentuknya endapan putih hingga kekuningan. Senyawa alkaloid akan berinteraksi
dengan ion tetraiodomerkurat (II) sehingga membentuk senyawa komplek dan mengendap. Hal ini
dikarenakan ion merkuri merupakan ion logam berat yang mampu mengendapkan senyawa
alkaloid yang bersifat basa. (Svehla, 1990).
Pada pereaksi dragendorf, senyawa alkaloid ditunjukkan dengan terbentuk endapan merah
bata (Septiana dkk., 2005). Sedangkan menurut McMurry dan Fay, (2004); Marliana dkk., (2005);
Sangi dkk., (2013), jika suatu senyawa mengandung alkaloid, maka pada pengujian dengan reagen
Dragendorff akan membentuk endapan berwarna coklat orange, atau jingga, karena senyawa
alkaloid akan berinteraksi dengan ion tetraiodobismutat (III).
Hasil positif pada uji bauchardat ditandai dengan terbentuknya endapan coklat. Endapan
yang terbentuk terjadi karena adanya ikatan kovalen koordinasi antara ion logam K+ dengan
alkaloid sehingga terbentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap (Nafisah dkk., 2014).
Pereaksi bauchardat mengandung kalium iodida dan iod.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua sampel yang diuji dengan pereaksi Bouchardat
tidak didapatkan endapan berwarna coklat kehitaman yang menandakan tidak adanya alkaloid.
Pengujian alkaloid pada serbuk, ekstrak, dan masing-masing fraksi batang buah naga
menunjukkan hasil negatif alkaloid. Hasil negatif alkaloid ditunjukkan dengan tidak adanya
endapan putih pada uji alkaloid dengan menggunakan pereaksi Mayer (HgCl2 + KI). Warna larutan
tetap bening, tidak menjadi keruh dan tidak terbentuk endapan putih. Tidak adanya endapan putih
tersebut karena tidak tebentuk kompleks kalium-alkaloid.
Pengujian Dragendorff pada serbuk, ekstrak dan masing-masing fraksi batang buah naga tidak
menyebabkan terbentuknya endapan jingga pada penambahan pereaksi Dragendorff karena tidak
memiliki atau mungkin sedikit memiliki alkaloid dimana nitrogen tidak digunakan untuk
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam sehingga terbentuk
endapan jingga.
4. Uji Steroid
Uji Steroid dilakukan dengan pengujian Liebermann-Burchard. Pada uji Liebermann-Burcha
jika terbentuk warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid. Sedangkan jika terbentuk
warna hijau menunjukkan adanya steroid (Depkes RI, 1995)
Hasil pengujian terhadap sampel menunjukkan terbentuknya warna hijau pada serbuk, ekstrak,
fraksi n heksan dan fraksi etil asetat. Hal ini sesuai dengan Robinson (1995) yang menyatakan
bahwa suatu steroid jika direaksikan dengan asam asetat anhidrat dan setetes asam sulfat pekat
akan menghasilkan warna hijau atau biru. Reaksi yang terjadi antara steroid dengan asam asetat
anhidrat adalah reaksi asetilasi gugus –OH pada steroid.
Adanya senyawa steroid pada serbuk, ekstrak, fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat
dikarenakan senyawa steroid merupakan senyawa non polar yang tidak larut dalam fraksi air yang
merupakan senyawa polar. Penambahan asam asetat anhidrat bertujuan untuk membentuk turunan
asetil, sedangkan penambahan H2SO4 bertujuan untuk menghidrolisis air yang bereaksi dengan
turunan asetil membentuk larutan warna. Perubahan warna yang terbentuk karena terjadinya
oksidasi pada senyawa triterpenoid/steroid melalui pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi.
ISSN 2528-5912
60
5. Uji Saponin
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang mudah terdeteksi melalui
kemampuannya dalam membentuk busa. Komponen ikatan glikosida yang terdapat
didalam saponin menyebabkan senyawa ini cenderung bersifat polar (Harborne, 1987).
Keberadaan saponin positif karena sampel yang diuji membentuk busa setinggi 1-10cm
dengan selang waktu ±10 menit (Depkes RI, 1995). Berdasarkan hasil skrining fitokimia
menunjukkan bahwa serbuk, ekstrak dan semua fraksi batang buah naga mengandung saponin.
Gambar 5. Uji saponin dengan uji busa (serbuk, ektrak, fraksin heksan, fraksi air,
fraksi etil asetat)
Buih yang dihaslkan pada pengujian ini bersifat stabil. Penambahan HCl mampu membuat
busa lebih mantap dan stabil . Busa yang timbul disebabkan karena senyawa saponin mengandung
senyawa yang sebagian larut dalam air (hidrofilik) dan senyawa yang larut dalam pelarut nonpolar
(hidrofobik) sebagai surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan (Harborne, 1987).Saat
digojok, gugus hidrofil akan berikatan dengan air sedangkan gugus hidrofob akan berikatan dengan
udara sehingga membentuk buih.
KESIMPULAN
1. Ekstrak kental yang diperoleh dari remaserasi dengan pelarut etanol 96% adalah sebesar
9,02%.
2. Favonoid, steroid dan saponin terdapat dalam serbuk, ekstrak, fraksi n-heksan dan fraksi etil
asetat pada batang buah naga (Hylocereus polyrhizus).
3. Sedangkan fraksi air hanya mengandung flavonoid dan saponin, tidak mengandung steroid.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid VI, Jakarta;
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Farsnworth, N. R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plant. Journal of
Pharmaceutical Sciences 55: 59
Hanani E. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta :EGC
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia . Terjemahan: Padmawinata, K., dan Soediro, I.
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Jones, W.P., Kinghorn, A.D. 2006. Extraction of Plant Secondary Metabolites. In: Sharker,
S.D. Latif Z., Gray A.L, eds. Natural Product Isolation . 2nd edition. Humana Press. New
Jersey.
Marjoni, R. 2016. Dasar-Dasar Fitokimia. CV. Trans Info Media. Jakarta.
Marliana, S.D., Suryanti, V., dan Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi
Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz) dalamEkstrak
Etanol, Biofarmasi.3(1):26-31
McMurry, J. dan Fay, R.C., 2004. McMurry fay chemistry, 4th edition. Belmont: Pearson
Education Internastional.
Nafisah,M., Tukiran., Suyanto., Nurul, H. 2014, Uji Skrining Fitokimia Pada Ekstrak Heksan,
Kloroform, Dan Metanol Dari Tanaman Patikan Kebo (Euphorbia hirta), Jurusan FMIPA,
Prosiding Seminar Nasional Kimia Surabaya, 20 September 2014, Universitas Negeri
Surabaya, 279- 286.
Sangi, M., Runtuwene, M. R. J., Simbala, H. E. I. Dan Makang, V. M. A. 2008. Analisis Fitokimia
Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara. Chem. Prog. Vol. 1, No.1: 47-53.
Sangi, M.S., Momuat, L.I., dan Kumaunang, M. 2013. Uji Toksisitas dan Skrining Fitokimia
Tepung Gabah Pelepah Aren (Arange pinnata). Universitas Sam Ratulangi. Manado
Sari, K., dan Ernawati. 2015. Kandungan SenyawaKimia dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit
Buah Alpukat (Persea americana. Mill) Terhadap Bakteri Vibrio cholerae. Universitas
andalas.
Septiana, A.T., Dwiyanti, H., Muchtadi, D., dan Zakaria, F.R. (2005). Kajian Antioksidan
Zingiberaceae sebagai Penghambat Oksidasi Lipoprotein Densitas Rendah (LDL) dan
Akumulasi Kolesterol pada Makrofag. Laporan Penelitian Hibah Pekerti Tahun 2. Fakultas
Pertanian. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Svehla, G., 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Edisi kelima,
diterjemahkan oleh Setiono, L & Pudjaatmaka, A. H, Jakarta, Media Pusaka
Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Obat Tinggi. Diterjemahkan Oleh Kokasih
Padmawinata, 191-193, ITB. Bandung.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB. Bandung. Hal 71- 285.
ISSN 2528-5912
62