Eliminasi 1-1
Eliminasi 1-1
Eliminasi 1-1
ELIMINASI
Disusun oleh :
Kelompok 1
Saih Muhajir
Hasria Ramadhani
Tahun 2020
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “konsep
dasar kebutuhan eliminasi”
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.
Penulis
Kelompok 1
i
Daftar Isi
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Manusia merupakan mahluk hidup yang paling kompleks
yang diciptakan tuhan YME Sebagai mahluk hidup, tentunya
manusia memerlukan makan dan hasil dari proses makanan
tersebut akan dikeluarkan sebagai kotoran yang tidak lagi
bermanfaat bagi tubuh manusia itu sendiri. Proses pengubahan
dari makanan sampai menjadi sisa dinamakan proses pencernaan
yang dilakukan oleh organ pencernaan di dalam tubuh manusia.
Sedangkan proses pengeluaran kotoran tersebut dinamakan
eliminasi.
Eliminasi merupakan pembuangan sisa metabolisme
makanan dari dalam tubuh yang tidak dibutuhkan lagi dalam bentuk
feses. Eliminasi juga merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia untuk proses pengeluaran feses yang bila hal itu tidak
terjadi maka akan timbul rasa ketidaknyamanan pada manusia itu
dan juga berakibat timbulnya gejala- gejala penyakit.
Organ - organ yang berperan dalam pembuangan eliminasi
adalah Saluran Gastrointestinal yakni saluran tersebut panjang (
kurang lebih 9 meter) yang terlibat dalam proses mencerna
makanan, yang dimulai dari mulut sampai anus. Saluran ini akan
menerima makanan dari luar tubuh dan mempersiapkannya untuk
diserap serta bercampur dengan enzim dan zat cair melalui proses
pencernaan, baik dengan cara mengunyah, menelan, dan
mencampur menjadi zat- zat gizi. ( Tarwoto dan Wartonah, 2010 ).
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana konsep dasar kebutuhan eliminasi?
2. Apa gangguan kebutuhan eliminasi?
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar kebutuhan eliminasi
2. Untuk mengetahui gangguan apa saja yang mungkin terjadi pada
kebutuhan eliminasi
D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca dapat
mengetahui apa saja hal-hal yang terkait dengan konsep dasar
kebutuhan eliminasi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Eliminasi
Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran,
penghilangan, penyingkiran, penyisihan. Dalam bidang kesehatan,
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik
berupa urin atau bowel (feses).Eliminasi pada manusia digolongkan
menjadi 2 macam, yaitu:
1. Defekasi
Buang air besar (biasanya disingkat menjadi BAB) atau
defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk
membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang
berasal dari sistem pencernaan mahkluk hidup. Manusia dapat
melakukan buang air besar beberapa kali dalam satu hari atau satu kali
dalam beberapa hari. Tetapi bahkan dapat mengalami gangguan yaitu
hingga hanya beberapa kali saja dalam satu minggu atau dapat berkali-
kali dalam satu hari, biasanya gangguan-gangguan tersebut
diakibatkan oleh gaya hidup yang tidak benar dan jika dibiarkan dapat
menjadi masalah yang lebih besar.
Gerakan peristaltis dari otot-otot dinding usus besar
menggerakkan tinja dari saluran pencernaan menuju ke rektum. Pada
rektum terdapat bagian yang membesar (disebut ampulla) yang menjadi
tempat penampungan tinja sementara. Otot-otot pada dinding rektum
yang dipengaruhi oleh sistem saraf sekitarnya dapat membuat suatu
rangsangan untuk mengeluarkan tinja keluar tubuh. Jika tindakan
pembuangan terus ditahan atau dihambat maka tinja dapat kembali ke
usus besar yang menyebabkan air pada tinja kembali diserap, dan tinja
menjadi sangat padat. Jika buang air besar tidak dapat dilakukan untuk
masa yang agak lama dan tinja terus mengeras, konstipasi dapat terjadi.
Sementara, bila ada infeksi bakteri atau virus di usus maka secara
refleks usus akan mempercepat laju tinja sehingga penyerapan air
sedikit. Akibatnya, tinja menjadi lebih encer sehingga perut terasa mulas
3
dan dapat terjadi pembuangan secara tanpa diduga. Keadaan demikian
disebut dengan diare.
Ketika rektum telah penuh, tekanan di dalam rektum akan terus
meningkat dan menyebabkan rangsangan untuk buang air besar. Tinja
akan didorong menuju ke saluran anus. Otot sphinkter pada anus akan
membuka lubang anus untuk mengeluarkan tinja.
Selama buang air besar, otot dada, diafragma, otot dinding
abdomen, dan diafragma pelvis menekan saluran cerna. Pernapasan
juga akan terhenti sementara ketika paru-paru menekan diafragma
dada ke bawah untuk memberi tekanan. Tekanan darah meningkat dan
darah yang dipompa menuju jantung meninggi.
Buang air besar dapat terjadi secara sadar dan tak sadar
(contohnya buang air besar saat melakukan proses persalinan).
Kehilangan kontrol dapat terjadi karena cedera fisik (seperti cedera
pada otot sphinkter anus), radang, penyerapan air pada usus besar
yang kurang (menyebabkan diare, kematian, dan faktor faal dan saraf).
Pada dasarnya, frekuensi buang air besar pada setiap orang
bervariasi. Meski begitu, ada masanya ketika orang yang biasanya
buang air besar hanya tiga hari sekali pun tidak mampu mengeluarkan
setelah empat atau lima hari, bahkan seminggu. Atau, yang biasanya
buang air besar tiap hari tidak mampu mengeluarkan feses setelah lebih
dari dua hari.
2. Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila
kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam
terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter,
kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah
utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi sampai
tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang
kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks
saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang
berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal,
4
setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan
untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks
autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau
ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
Kandung kemih dipersarafi araf saraf sakral (S-2) dan (S-3).
Saraf sensori dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2)
sampai (S-4) kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan
saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal pada kandung kemih
untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter interna
berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontol kesadaran akan
berperan, apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi
abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot kandung
kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung
kemih yang diusebut urine residu. Pada eliminasi urine normal
sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja,
makan atau bangun tidur., Normal miksi sehari 5 kali.
5
glottis dan kontraksi diafragma dan otot abdominal, sfinkter
anus mengendor dan kerjanya berakhir.
2. Fisiologi Miksi
Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses
eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan
uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu :
Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di
dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian
mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang
disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha
mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-
tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk
berkemih.
Saluran gastrointestiral ( GI ) merupakan serangkaian
organ muscular berongga yang dilapisi oleh membrane
mukosa ( selaput lendir ). Tujuan kerja organ ini ialah
mengabsorpsi cairan dan nutrisi, menyiapkan makanan untuk
diabsorpsi dan digunakan oleh sel – sel tubuh, serta
menyediakan tempat penyimpanan fese sementara. Fungsi
utama system GI adalah membuat keseimbangan cairan. GI
juga menerima banyak sekresi dari organ – organ, seperti
kandung empedu dan pancreas. Setiap kondisi yang secara
serius mengganggu absorpsi atau sekresi normal cairan GI,
dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan organ – organ
saluran gastrointestinal.
1. Umur
6
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses,
tapi juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu
mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular
berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang
dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya
adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-
otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya
peristaltik dan mengerasnya mengering) feses, dan
menurunnya dari otot-otot perut yang juga menurunkan
tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa
orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap
muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses
defekasi.
2. Diet
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi
eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada makanan,
penting untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu
pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna.
Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan,
di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang
teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur
dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang
makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu
keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan
dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.
3. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses.
Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran
(cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan,
tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia
7
lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih
kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah
lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat
perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga
meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.
4. Tonus otot
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik
penting untuk defekasi. Aktivitasnya juga merangsang
peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme sepanjang
colon. Otot-otot yang lemah sering tidak efektif pada
peningkatan tekanan intraabdominal selama proses defekasi
atau pada pengontrolan defekasi. Otot-otot yang lemah
merupakan akibat dari berkurangnya latihan (exercise),
imobilitas atau gangguan fungsi syaraf.
5. Faktor psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi
defekasi. Penyakit-penyakit tertentu termasuk diare kronik,
seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen
psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yang cemas
atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan
frekuensi diare. Ditambah lagi orang yang depresi bisa
memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada
konstipasi.
6. Gaya hidup
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada
beberapa cara. Pelatihan buang air besar pada waktu dini
dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang teratur,
seperti setiap hari setelah sarapan, atau bisa juga digunakan
pada pola defekasi yang ireguler. Ketersediaan dari fasilitas
toilet, kegelisahan tentang bau, dan kebutuhan akan privacy
juga mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien yang berbagi
8
satu ruangan dengan orang lain pada suatu rumah sakit
mungkin tidak ingin menggunakan bedpan karena privacy dan
kegelisahan akan baunya.
7. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat
berpengaruh terhadap eliminasi yang normal. Beberapa
menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari
tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian
morfin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat
secara langsung mempengaruhi eliminasi.
dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas
peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati
diare.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi miksi
9
Jika konsentrasi insulin rendah, orang akan sering
mengeluarkan urin. Kasus ini terjadi pada orang yang
menderita kencing manis.
v. Suhu lingkungan
Ketika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan berusaha
untuk menjaga suhunya dengan mengurangi jumlah
darah yang mengalir ke kulit sehingga darah akan lebih
banyak yang menuju organ tubuh, di antaranya ginjal.
Apabila darah yang menuju ginjal jumlahnya semakin
banyak, maka pengeluaran air kencing pun banyak.
10
Alkohol dapat menghambat pembentukan hormon
antidiuretika. Seseorang yang banyak minum alkohol
dan kafein, maka jumlah air kencingnya akan
meningkat.
11
melewati usus halus dan kolon sangat cepat.
Iritasi di dalam kolon merupakan faktor
tambahan yang menyebabkan meningkatkan
sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi
encer sehingga pasien tidak dapat
mengontrol dan menahan BAB.
d. Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak
mampu mengontrol BAB dan udara dari
anus, BAB encer dan jumlahnya banyak.
Umumnya disertai dengan gangguan fungsi
spingter anal, penyakit neuromuskuler,
trauma spinal cord dan tumor spingter anal
eksternal. Pada situasi tertentu secara
mental pasien sadar akan kebutuhan BAB
tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar
pasien tergantung pada perawat.
e. Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada
lumen intestinal, dinding usus meregang dan
distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa)
atau anus (flatus). Hal-hal yang
menyebabkan peningkatan gas di usus
adalah pemecahan makanan oleh bakteri
yang menghasilkan gas metan, pembusukan
di usus yang menghasilkan CO2.
f. Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena
pada dinding rektum (bisa internal atau
eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang
keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit
hati menahun. Perdarahan dapat terjadi
dengan mudah jika dinding pembuluh darah
12
teregang. Jika terjadi infla-masi dan
pengerasan, maka pasien merasa panas dan
gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh
pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri.
Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
13
e. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan
dalam berkemih.
f. Polyuria, Produksi urine abnormal dalam
jumlah besar oleh ginjal, seperti 2.500
ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake
cairan.
g. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak
produksi urine
a. Frekuensi
Frekuensi untuk berkemih tergantung kebiasaan dan
kesempatan. Banyak orang-orang berkemih kira-kira 70 % dari
urine setiap hari pada waktu bangun tidur dan tidak memerlukan
waktu untuk berkemih pada malam hari. Orang-orang biasanya
berkemih : pertama kali pada waktu bangun tidur, sebelum tidur
dan berkisar waktu makan.
b. Volume
Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
Usia Jumlah / hari
14
7. 5 – 8 tahun 700 – 1000 ml
c. Warna
Normal urine berwarna kekuning-kuningan, obat-obatan dapat
mengubah warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah,
kuning, coklat merupakan indikasi adanya penyakit.
d. Bau
Normal urine berbau aromatik yang memusingkan. Bau yang
merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi atau
mencerna obat-obatan tertentu.
e. Berat jenis
Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan
dengan suatu volume yang sama dari yang lain seperti air yang
disuling sebagai standar. Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml
dan normal berat jenis : 1010 – 1025 f. Kejernihan :
Normal urine terang dan transparan. Urine dapat menjadi keruh
karena ada mukus atau pus.
f. pH :
Normal pH urine sedikit asam (4,5 – 7,5).Urine yang telah
melewati temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi
alkali karena aktifitas bakteri Vegetarian urinennya sedikit alkali.
15
g. Protein :
Normal : molekul-molekul protein yang besar seperti : albumin,
fibrinogen, globulin, tidak tersaring melalui ginjal —- urine
h. Darah :
Darah dalam urine dapat tampak jelas atau dapat tidak tampak
jelas. Adanya darah dalam urine disebut hematuria.
i. Glukosa :
Normal : adanya sejumlah glukosa dalam urine tidak berarti bila
hanya bersifat sementara, misalnya pada seseorang yang makan
gula banyak menetap pada pasien DM.Sistem yang Berperan
dalam Eliminasi Alvi Sistem tubuh berperan dalam proses
eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem gastrointestinal
bawah yang meliputi usus halus dan usus besar.
5. Memberikan gliserin
16
6. Mengeluarkan feses dengan jari
5. Positioning
1. Privacy
2. Waktu
17
Aktivitas lain seperti mandi dan ambulasi seharusnya tidak
menyita waktu untuk defekasi.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine
(kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air
besar). Organ yang berperan dalam eliminasi urine adalah: ginjal,
kandung kemih dan uretra. Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi
urine terjadi proses berkemih. Berkemih merupakan proses
pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Faktor-faktor yang
mempengaruhi eliminasi urine adalah diet, asupan, respon
keinginan awal untuk berkemih kebiasaan seseorang dan stress
psikologi.
B. Saran
1. Kita harus lebih memperhatikan kebutuhan eliminasi urine dan
alvi dalam kehidupan kita sehari-hari.
2. Menjaga kebersihan daerah tempat keluarnya urine dan alvi.
Jagalah kebersihan
19
DAFTAR PUSTAKA
20