Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

BABE

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

Nama : Rismayanti

NIM : 1911102415029
Kelas :B

Produk obat yang memerlukan uji ekivalensi in vivo

Uji ekivalensi in vivo dapat berupa studi bioekivalensi farmakokinetik, studi


farmakodinamik komparatif, atau uji klinik komparatif. Dokumentasi ekivalensi in vivo
diperlukan jika ada risiko bahwa perbedaan bioavailabilitas dapat menyebabkan
inekivalensi terapi.

 Produk obat oral lepas cepat yang bekerja sistemik, jika memenuhi satu atau lebih
kriteria berikut ini :
1) Obat-obat untuk kondisi yang serius yang memerlukan respons terapi yang
pasti (critical use drugs), misal : antituberkulosis, antiretroviral, antimalaria,
antibakteri, antihipertensi, antiangina, obat gagal jantung, antiepilepsi,
antiasma.
2) Batas keamanan/indeks terapi yang sempit; kurva dosirespons yang curam,
misal : digoksin, antiaritmia, antikoagulan, obat - obat sitostatik, litium,
fenitoin, siklosporin, sulfonilurea, teofilin.
3) Terbukti ada masalah bioavailabilitas atau bioinekivalensi dengan obat
yang bersangkutan atau obat-obat dengan struktur kimia atau formulasi
yang mirip (tidak berhubungan dengan masalah disolusi), misal :
- Absorpsi bervariasi atau tidak lengkap;
- Eliminasi presistemik yang tinggi;
- Farmakokinetik nonlinear;
- sifat-sifat fisiokimia yang tidak menguntungkan (misal : kelarutan
rendah, permeabilitas rendah, tidak stabil, dsb.).
4) Eksipien dan proses pembuatannya diketahui mempengaruhi bioekivalensi

 Produk obat non-oral dan non-parenteral yang didesain untuk bekerja sistemik,
misal : sediaan transdermal, supositoria, permen karet nikotin, gel testosteron dan
kontraseptif bawah kulit.
 Produk obat lepas lambat atau termodifikasi yang bekerja sistemik.
 Produk kombinasi tetap untuk bekerja sistemik, yang paling sedikit salah satu zat
aktifnya memerlukan studi in vivo.
 Produk obat bukan larutan untuk penggunaan non- sistemik (oral, nasal, okular,
dermal, rektal, vaginal, dsb.) dan dimaksudkan untuk bekerja lokal (tidak untuk
diabsorpsi sistemik). Untuk produk demikian, bioekivalensi harus ditunjukkan dengan
studi klinik atau farmakodinamik, dermatofarmakokinetik komparatif dan/atau studi
in vitro. Pada kasus-kasus tertentu, pengukuran kadar obat dalam darah masih
diperlukan dengan alasan keamanan untuk melihat adanya absorpsi yang tidak
diinginkan.
Dalam hal tersebut pengukuran kadar obat dalam plasma versus waktu biasanya cukup
untuk membuktikan efikasi dan keamanan. Jika tidak, studi klinik atau farmakodinamik dapat
digunakan untuk membuktikan ekivalensi.

Protokol studi perbandingan obat acetaminophen formulasi baru dengan yang ada
dipasaran

 Latar Belakang Acetaminofen


Asetaminofen atau parasetamol adalah obat analgesik-antipiretik yang populer
dan banyak digunakan untuk meredakan sakit kepala, sakit ringan, dan demam.
Asetaminofen banyak digunakan dalam sebagian besar resep karena aman dalam
dosis standar. Dari pengukuran kualitas farmasetika suatu sediaan yang mengandung
bahan aktif dan dosis yang sama serta rute pemberian yang sama tidak menjamin
memberikan ketersediaan farmasetika yang sama. Hal ini disebabkan oleh modifikasi-
modifikasi formulasi yang dalakukan oleh masing-masing pabrik. Laju pelepasannya
merupakan tahap yang paling menentukan kecepatan bioavailabilitas obat.
Ketika suatu obat orisinal atau produk pertama pemilik hak paten yang biasanya
sekaligus sebagai pihak yang menemukan obat dipasarkan ke tengah- tengah
masyarakat, obat tersebut pastinya telah melewati serangkaian pengujian ilmiah.
Produk sejenis yang kita kenal dengan obat generik atau generik bermerek ini agar
memiliki khasiat dan keamanan yang sama dengan obat orisinalnya, maka mereka
harus memenuhi syarat bioekivalen. Artinya ketika seorang pasien mengonsumsi
suatu obat, baik yang berupa produk orisinal maupun generiknya, pasien tersebut akan
mendapatkan efek yang sama.
Bioekivalensi obat ini menjadi penting dikarenakan apabila obat orisinal dan obat
generik diberikan ke pasien dalam bentuk zat berkhasiat murni tanpa bahan tambahan
lain, bioekivalensi tidak akan menjadi masalah karena dapat dipastikan kedua obat
tersebut akan memberikan efek yang sama. Dalam praktiknya
tidaklah seperti itu, karena obat tidak hanya terdiri dari zat berkhasiat saja,
melainkan dicampur dengan bahan- bahan lain. Di samping perbedaaan terhadap
bahan tambahan, perbedaan dalam proses pembuatan juga akan mempengaruhi suatu
obat. Maka mungkin kita pernah mendengar atau mengalami ada dokter yang hanya
mau memakai obat merek tertentu yang mungkin salah satu alasannya adalah masalah
keyakinan ini.
Tablet asetaminofen yang beredar ada yang dipasarkan dengan nama generik atau
dengan non-generik (nama dagang/merek). Tablet asetaminofen yang beredar di
pasaran memiliki harga yang berbeda-beda (Anonim, 2002). Penyebab perbedaan
harga tablet asetaminofen ini adalah multifaktorial.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian apakah perbedaan harga ada
hubungannya dengan perbedaan mutu. Jika terbukti bahwa mutu tablet asetaminofen
generik setara dengan mutu tablet asetaminofen non-generik, maka diharapkan dapat
mendorong keberhasilan penggunaan tablet asetaminofen generik di pelayanan
kesehatan, baik sektor publik maupun swasta dan sebaliknya.

 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan mutu beberapa tablet
asetaminofen 500 mg generik berlogo (OGB) dengan non generik/ bermerek yang
beredar di pasaran dan untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan proporsi
dalam hal terpenuhinya syarat baku antara tablet asetaminofen 500 mg generik
dengan non-generik yang beredar di pasaran berdasar uji availabilitasnya secara in
vitro.

 Rancangan Penelitian
Desain studi yang digunakan untuk obat Acetaminofen merupakan rancangan
penelitian double blind crossover (masing-masing subjek diberi masing-masing obat
yang disajikan secara acak dengan adanya waktu eliminasi obat sebelum pemberian
obat selanjutnya, variasi subjek dapat dikontrol dan dikurangi, subjek dapat menjadi
kontrol bagi dirinya, 1 subjek menerima produk yang diuji dan standar pembanding,
subjek/peneliti/tenaga medis tidak tahu obat apa yang diterima apakah produk uji atau
standar pembanding). Desain studi kali ini menggunakan Latin Square, tiga terapi
dengan tiga periode. Analisis statistik yang digunakan adalah ANOVA dengan SAS
untuk mengobservasi efek dari formulasi, periode, dan urutan pemberian obat.
Larutan standar asetaminofen dibuat dengan konsentrasi 100 !g/ml dan diukur
serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 284 nm.
Pembuatan kurva baku dilakukan dengan membuat larutan standar dengan cara 100
mg asetaminofen ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu takar 100,0 ml,
dilarutkan dengan metanol 10 ml, diencerkan dengan air hingga batas tanda (larutan
1000 mg/ml).
Larutan 1000 mg/ml dipipet 10,0 ml ke dalam labu takar 100,0 ml, diencerkan
hingga batas tanda (larutan 100 mg/ml). Larutan 100 mg/ml dipipet 10,0 ml ke dalam
labu takar 50,0 ml, diencerkan hingga batas tanda (diperoleh konsentrasi 20 mg/ml).
Kemudian dibuat seri larutan dengan konsentrasi 20, 40, 50, 60, 80 dan 100 mg/ml.
Sejumlah 10 tablet ditimbang dan dihitung bobot rata-ratanya, kemudian digerus
hingga halus. Ditimbang seksama serbuk tablet setara dengan 100 mg asetaminofen
anhidrat dimasukkan ke dalam labu takar 100,0 ml, dilarutkan dengan 10 ml metanol,
diencerkan dengan air hingga batas tanda dan dikocok homogen (larutan a). Larutan
(a) dipipet 1,0 ml ke dalam labu takar 10,0 ml, diencerkan hingga batas tanda dan
diukur pada panjang gelombang serapan maksimum ("max=243 nm), terhadap air
sebagai blanko.
 Pemilihan Subjek
Subjek yang akan diteliti adalah tablet asetaminofen 500 mg yang beredar di
pasaran yang terdiri atas 3 produk tablet generik berlogo dan 5 merek tablet non
generik/patent. Sampel tablet asetaminofen 500 mg diambil dari apotik dimana setiap
sampel terdiri atas 20 tablet. enetapan kadar tablet asetaminofen
 Uji disolusi
Larutan buffer pH 5,8 dibuat dengan cara melarutkan 27,7 g kalium dihi- drogen
fosfat dalam 3 liter aquabidest, pH diatur hingga 5,8 ± 0,1 dengan ammonium
hidroksida pekat. Medium disolusi (larutan dapar fosphat pH 5,8) 900,0 mL
dimasukkan ke dalam labu disolusi, pengaduk dayung (paddle) diatur pada kecepatan
50 rpm dengan jarak pengaduk basket dari dasar adalah 2,5 cm
Suhu percobaan dipertahankan berada pada 37 ± 0,5°C. Sampel diambil pada
menit ke 5, 10, 15, 20, 30 dan 45 sebanyak 5,0 mL. Sampel yang diambil diganti
dengan medium disolusi baru dalam jumlah yang sama sehingga volume medium
disolusi tetap. Sampel diukur serapannya pada spektrofotometer "max asetaminofen.
 Analisis data
Penentuan parameter disolusi obat terlarut, dengan perhitungan jumlah
asetaminofen terlarut pada waktu 30 menit (C30). Standar USP menyatakan bahwa
kadar asetaminofen terlarut tidak boleh kurang dari 80% terhadap kadar yang
tercantum pada label. Pembuatan grafik profil pelepasan asetaminofen masing-masing
formula.
Perbedaan profil disolusi masing- masing produk terkait dengan formulasi
sediaan dari masing-masing produk, baik dipengaruhi dari bahan tambahan (eksipien)
yang digunakan, metode pembuatan dan proses pembuatannya yang berbeda untuk
tiap-tiap produsen.
Jumlah asetaminofen terlarut berdasarkan perhitungan C30 menunjukkan
gambaran disolusi asetaminofen dengan pola yang berbeda, dimana disolusi
asetaminofen dari 8 sampel diperoleh 5 produk paten
dan 3 produk generik dengan nilai C30 yang memenuhi syarat (>80%). Nilai
disolusi Ct (C30) dipilih sebagai parameter yang digunakan dalam pengungkapan
hasil data uji disolusi asetaminofen, hal ini berdasarkan gambaran profil yang
memenuhi syarat juga adanya syarat batasan nilai standar C30 yang diacu dalam USP
(United States Pharmacope) XXIII yang menyatakan bahwa disolusi tablet
asetaminofen pada waktu ke 30 (menit) tidak boleh kurang dari 80% kadar
asetaminofen.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan yaitu semua tablet
asetaminofen 500 mg generik dan non-generik yang diperiksa memenuhi syarat baku
menurut USP XXVI. Selain itu, profil disolusi masing-masing produk meunjukkan
profil yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta hal: 95-96,1004, 1083- 1085.

Anonim. 2002, Informasi Spesialite Obat Indonesia, Edisi Farmakoterapi, Ikatan


Sarjana Farmasi Indonesia, p:50-64.

Anonim, 2003, The United States Pharmacopeia, 26 rd Ed,1375, The US


Pharmacopeial Convention Inc, Twinbook Parkway, Rockville, p:142-143

Anonim, 2005, Obat Generik Berlogo, vol. 01, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, p: 9.

Ansel, H.C., Allen,L.V., and Popovich, N.G., 1999, Capsul and Tablets dalam
Pharmaceutical Dosage and Drug Delivery System, Lippincott Williams
and Wilkin, New York, pp: 208-218, 229-235.

Aryani, N.L.D., 2004, Pengaruh pH dan PVP K-30 Terhadap Sifat Fisikokimia
Acetaminophen dan Uji Pelepasan serta Transpor Membran, Tesis, Program
Pascasarjana, Fak. Farmasi Univ. Gadjah Mada, Yogyakarta.

Banker, G.S. and Anderson, N.R., 1994, Tablets in Lachman, L., Lieberman, H.A.,
Kanig, J.L., The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, 3rd edition,
293-317, Lea and Febiger, Philadelphia.

Khan, K.A. and Rhodes, C.T., 1976, Comparative Evaluation of Some Direct
Compression Diluent, Pharm. Acta Helv., 51, 23-26.

Lachman L., Lieberman, H. A., dan Kanig, J. L., 1986, Teori dan Praktek Farmasi
Industri,Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi, UI Press, Jakarta: Halaman 645-
646, 674-679, 697- 699, 701-703.

Shargel, L.,and Yu,A.B.C., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Ed


2,Airlangga University Press, Surabaya.

Siregar C.,1999, Teknologi Farmasi, Sediaan Solida, 27, Penerbit ITB, Bandung

Tjay,T.H., 2002, Obat Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek Efek Sampingnya,
Elex Media Komputindo, p: 63-68.

Anda mungkin juga menyukai