Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Bab IV Plasmolisis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

BAB IV

PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.2 Pembahasan
Sel merupakan unit struktural terkecil dari organisme hidup.Sel di kelilingi
oleh selaput/membran sel yang di dalamnya terdapat cairan (protoplasma) atau
matriks, dan bentuk-bentuk subselular, organel sel, yang juga dikelilingi membran
(Moh Gade, 2014).
Membran selektif permeabel adalah selaput pemisah yang hanya dapat
dilalui oleh air dan molekul-molekul tertentu yang larut di dalamnya. Molekul-
molekul yang dapat melewati membran semipermeabel adalah molekul-molekul
asam amino, asam lemak dan air, sedangkan molekul zat yang berukuran besar
misalnya polisakarida (pati) dan protein tidak dapat melewati membran
semipermeabel tersebut tetapi memerlukan protein 39 pembawa atau transporter
untuk dapat menembus membran. Larutan yang memiliki konsentrasi tinggi
memiliki tekanan osmosis yang tinggi pula maupun sebaliknya (Sulistyowati,
2010).
Plasmolisis adalah lepasnya membrane plasma dari dinding sel pada sel
tumbuhan. Jika sel tumbuhan diletakkan dilarutan garam terkonsentrasi (hipertonik),
sel tumbuhan akan kehilangan air dan juga tekanan turgor, menyebabkan sel tumbuhan
lemah. Tumbuhan dengan sel dalam kondisi seperti ini layu. Kehilangan air lebih
banyak akan menyebabkan terjadinya plasmolisis, tekanan yang teruis berkurang
sampai disuatu titik dimana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel,
menyebabkan adanya jarak antara dinding sel dan membran (Fitter and Hay,
1991).
Tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu, agar mahasiswa dapat mengetahui
dan memahami apa itu plasmolisis serta, agar mahasiswa dapat mengetahui dan
memahami bagaimana proses dari plasmolisis. Adapun alat dan bahan yang
digunakan pada percobaan kali ini antara lain, alat ; yaitu, cover glass, gelas
kimia, kaca preparat, mikroskop, pinset, pipet, silet dan tabung reaksi, bahan ;
adalah alkohol 70%, aquadest, Etil Asetat, KOH, Nacl 0,98%, NaOH, Bunga
Jadam/Adam Hawa (Rhoe discolor folium), tisu.
Disiapkan alat dan bahan, Dibersihkan alat dan sampel menggunakan
alkohol 70%. Menurut Pratiwi (2008), alkohol 70% bersifat sebagai disinfektan
atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada alat yang digunakan serta
dapat membuat alat tetap steril.
Diambil daun dari bunga jadam, diiris pada permukaan epidermis bawah
dengan irisan membujur. Menurut Saktiyono (2006), tujuan membuat sayatan
melintang dan membujur yaitu untuk melihat anatomi suatu objek biologi dari
berbagai bidang pandang. Sayatan objek biologi tersebut akan digunakan untuk
pengamatan dibawah mikroskop. Diiris sejumlah empat irisan epidermis bawah
untuk empat larutan dan diiris setipis mungkin Menurut Sulis dkk (2020), irisan-
irisan tersebut harus setipis mungkin agar lebih jelas diamati dibawah mikroskop.
Sampel yang diiris tadi, akan dibuat menjadi empat preparat terpisah.
Menurut Wahyuni (2013), tujuan pembuatan preparat tumbuhan yaitu bertujuan
untuk dapat mengamati struktur-struktur jaringan dan sel-sel tumbuhan/hewan
dalam bentuk irisan penampang lintang ataupun membujur. Irisan diletakkan
diatas empat kaca preparat, masing-masing ditetesi aquadest. Menurut Santoso
(2011), reagen berguna untuk mengunci sampel agar tidak bercucuran karena air
atau aquadest yang umumnya mudah menguap atau melarutkan berbagai partikel
yang ditemuinya dan dengan mudah menjadi terkontaminasi. Diberi label sesuai
dengan keempat larutan, disetiap preparat ditutup dengan cover glass. Menurut
Hafsan (2014), cover glass digunakan pada ulasan spesimen padat atau cair
supaya melindungi lensa mikroskop dari specimen. Diletakkan diatas meja
mikroskop, diamati melalui lensa okuler.
Hasil pengamatan menunjukkan setiap preparat memiliki jaringan yang
masih utuh ditandai dengan adanya warna keunguan pada hasil mikroskop.
Menurut Ida Ayu (2012), hal ini disebabkan karena bagian bawah epidermis daun
mengandung sel yang berbentuk heksagonal dan pigmen antosianin yang
memberikan warna ungu pada bagian bawah daun.
Disiapkan keempat larutan, yang terdiri dari larutan Etil Asetat, KOH,
NaOH, dan NaCl. Menurut Chien et al (2005), penggunaan etil asetat disebabkan
karena sifat etil asetat adalah pelarut volatil, biasanya sebagai pelarut organik,
pelarut dalam makanan dan ekstraksi produk farmasi serta, merupakan larutan
tekonsentrasi yang dapat dijadikan pembanding dalam proses plasmolisis.
Menurut Sacher (2004), larutan KOH merupakan larutan basa kuat yang memiliki
konsentrasi tinggi dengan kandungan 10% kristal KOH sehingga dapat dijadikan
reagen karena bersifat hipertonis. Menurut Prasetya (2012), NaOH merupakan
larutan yang terbentuk dari oksida basa natrium oksida yang dilarutkan dalam air,
bersifat lembab cair dan dapat bersifat hipotonis amaupun hipertonis pada
keadaan tertentu. Digunakan larutan garam (NaCl) karena, menurut Campbell et
al (2008), larutan garam dan gula merupakan salah satu dari larutan hipertonik
yang dapat menyebabkan terjadinya osmosis. Sedangkan pada larutan hipotonik,
akan membuat sel tumbuhan mengalami peningkatan tekanan turgor dan pada sel
hewan akan mengalami hemolisis.
Dituang kedalam pot salep secukupnya untuk meremdam sampel yang
diamati tadi. Disetiap pot salep diberi label sesuai dengan nama larutan. Diambil
keempat preparat tadi, diambil sampel menggunakan pinset, dan direndam dalam
masing-masing larutan selama 30 menit. Menurut Yathyl (2014), tujuan direndam
selama 30 menit agar larutan yang bersifat hipotonis, isotonis, maupun hipertonis
dapat diketahui dengan melihat perubahan yang terjadi pada masing-masing
sampel disertai dengan melihat apakah terjadi plasmolysis atau tidak. Sampel
dikeluarkan dari pot salep menggunakan pinset, diletakkan kembali pada kaca
preparat, ditutup dengan cover glass dan diamati perubahan yang terjadi akibat
perendaman pada larutan konsentrasi tinggi tadi.
Pada preparat pertama, dengan larutan Etil Asetat menunjukkan hasil
dimana, seluruh struktur epidermis yang berwarna ungu tadi, luruh/luntur bersama
dengan larutan, ditandai dengan tersisanya struktur saja yang berbentuk
heksagonal dan sudah tidak berwarna lagi. Menurut Ryan (2011). Hal ini
disebabkan karena larutan yang digunakan merupakan larutan yang bersifat
hipertonis (konsentrasi lebih tinggi dibanding sel) sehingga terjadi osmosis dan
plasmolisis yang ditandai dengan tersisanya stuktur dari sampel.
Pada preparat kedua, dengan larutan KOH terjadi perubahan yang sama,
terjadi pada struktur yang tetap dan warna yang berubah (luntur). Menurut
Eugenia (2010), hal ini disebabkan oleh larutan KOH yang bersifat hipertonis
dibanding sel, sehingga terjadi perpindahan konsentrasi dari sel menuju larutan
dan mengakibatkan hal tersebut.
Pada preparat ketiga, dengan larutan NaOH terjadi hal yang serupa dimana,
tersisa struktur dan warnanya luntu karena, larutan NaOH bersifat hipertonis dan
terjadi osmosis dan plasmolisis. Menurut Prasetya (2012), larutan NaOH dapat
bersifat hipertonis, sehingga terjadi plasmolisis ditandai dengan hilangnya warna
dari sampel.
Hal ini juga terjadi pada preparat ketiga, dengan larutan larutan NaCl.
Menurut Campbell et al (2005), larutan garam NaCl dapat bersifat hipotonis
maupun hipertonis. Pada hasil pengamatan menunjukkan adanya perubahan warna
yang terjadi pada sampel, namun tidak terjadi secara maksimal. Hal ini mungkin
terjadi karena larutan NaCl mungkin bersifat isotonis maupun hipotonis dengan
konsentrasi yang ada pada sel dari sampel.
Adapun kemungkinan kesalahan dalam percobaan ini dapat berupa,
kesalahan dalam pengirisan sampel. Dimana, hasil irisan seringkali terlalu tebal,
besar, dan panjang. Pada saat penetesan aquadest harus dilakukan secara tepat dan
hati-hati karena sering terjadi kelebihan tetesan aquadest yang menyebabkan
adanya gelembung pada preparat. Pada saat penggunaan mikroskop pengaturan
cahaya harus dilakukan dengan tepat agar cahaya yang masuk sehingga sinar yang
terima mata yang melihat melalui lensa okuler optimal (tidak terlalu terang atau
redup).

Anda mungkin juga menyukai