Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Bab I - 2018124PTN

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 5

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanaman buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dikenal dengan nama
“dragon fruit” merupakan tanaman asli dari Amerika Selatan dan Meksiko yang
telah dikembangkan di Indonesia (Cahyono, 2009). Tanaman buah naga mulai
dikenal di Indonesia sekitar pertengahan tahun 2000 dan mulai dikembangkan
pada tahun 2001 di Pasuruan. Berdasarkan catatan dari eksportir buah, tanaman
buah naga yang masuk ke Indonesia mencapai 200 - 400 ton per tahun (Purba,
2013). Buah naga yang masuk ke Indonesia setiap tahunnya mengalami
peningkatan, akan tetapi buah naga lokal tetap diminati oleh pasar, selain itu
prospek pasar ekspor dinilai menjanjikan. Lahan pertanian di Indonesia yang
dapat digunakan untuk mengembangkan tanaman buah-buahan sekitar 33,3 juta
hektar, antara lain lahan kering (tegalan) seluas 16,59 juta hektar dan lahan
pekarangan seluas 4,9 juta hektar (Faisal dkk., 2014).
Buah naga mempunyai kandungan air yang sangat tinggi sekitar 90,20%,
monosakarida, beta karoten, serat alami, kalsium, lemak, fosfor, protein, vitamin
B1, B2, dan C, yang bermanfaat bagi tubuh (Rendani dkk., 2015). Setiap buah
naga mengandung protein yang mampu meningkatkan metabolisme tubuh dan
menjaga kesehatan jantung, mencegah kanker usus, kencing manis, kesehatan
mata, menguatkan otak, mencegah masuknya penyakit, dan menguatkan tulang
(Sulistiami, 2012). Buah naga sangat baik bagi sistem peredaran darah. Juga
sangat efektif untuk mengurangi tekanan emosi dan menetralkan racun dalam
darah, Badan Litbang Pertanian menyatakan bahwa buah naga dapat menurunkan
kadar kolesterol, penyeimbang gula darah, menguatkan fungsi ginjal dan tulang,
serta meningkatkan kerja otak (Kristanto, 2009).
Buah naga dapat diperbanyak secara vegetatif dan generatif. Sistem
perbanyakan secara vegetatif dan generatif mempunyai kelebihan dan kelemahan
masing-masing. Namun dalam praktiknya, orang lebih cenderung melakukan
perbanyakan secara vegetatif (Rivai dkk., 2015). Kendala yang dihadapi pada
perbanyakan ini yaitu dibutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh bibit dalam
jumlah yang besar, dan bagian tanaman yang dapat dijadikan stek sangat terbatas.
Perbanyakan tidak dapat dilakukan pada tanaman yang sedang berbuah karena

1
buah muncul pada sulur-sulur tanaman sehingga tidak mungkin memotong sulur
tersebut untuk dijadikan stek. Untuk mendapatkan bibit dengan kualitas yang baik
tidak sembarang batang buah naga dapat digunakan untuk stek, batang atau
cabang yang dipilih harus dalam keadaaan sehat, keras, berwarna hijau tua, telah
berukuran panjang ± 80 cm dan sudah pernah berbuah (Emil, 2013). Renasari
(2010) menyatakan jika stek diambil dari batang muda dan belum pernah berbuah
atau stek susulan akan mengakibatkan pertumbuhannya kurang cepat dan umur
produksinya tidak lama. Kualitas bibit dipengaruhi oleh umur tanaman dan
diameter batang. Semakin besar diameter batang maka daya tahannya terhadap
penyakit semakin kuat (Wulandari dkk., 2013).
Hardjadinata (2010) menyatakan bahwa pada pembudidayaan buah naga
calon batang atau cabang yang digunakan untuk bibit harus dalam kondisi sehat
dan sudah pernah berbuah minimal 3-4 kali karena batang yang sudah berbuah
pertumbuhan akan pesat, kokoh dan cepat betunas (Mahadi, 2013). Berdasarkan
masalah tersebut, maka untuk menyediakan bibit dalam jumlah yang banyak dan
waktu yang singkat, teknik kultur jaringan atau in vitro memberikan solusi untuk
penyediaan bibit yang berkualitas, dalam jumlah yang besar dan waktu yang
singkat yaitu dengan menggunakan tunas. Eksplan yang digunakan dalam kultur
tunas dapat berasal dari tunas aksilar, tunas lateral atau bagian dari batang yang
mengandung satu atau lebih tunas (Rendani, 2015). Selain itu, keberhasilan kultur
jaringan sangat dipengaruhi oleh genotipe tanaman serta media yang digunakan
(Yusnita, 2003).
Komposisi utama media tanam kultur jaringan terdiri atas makronutrien,
mikronutrien dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Penggunaan ZPT sangat nyata
pengaruhnya (Rendani, 2015), khususnya kombinasi dan konsentrasi dari ZPT
yang digunakan, tanpa menggunakan ZPT upaya perbanyakan pada tanaman pada
penerapan teknik kultur jaringan akan sulit (Mahadi, 2013). ZPT yang sering
digunakan adalah dari golongan Auksin dan Sitokinin. ZPT yang digunakan juga
dapat berupa sintetik maupun organik (Rendani, 2015). Penggunaan Auksin
sintetik seperti 2,4 D dan Naphthalene Acetic acid (NAA) biasanya lebih efektif
dari pada Indole Acetic acid (IAA), karena NAA dan 2,4 D tidak dirusak oleh
IAA oksidase atau enzim lain sehingga dapat bertahan lebih lama dan lebih stabil

2
(Wulandari dkk., 2013). NAA berperan untuk mempengaruhi pertambahan
panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar, perkembangan
buah, dominansi apikal, fototropisme dan geotropisme. Hariyanti dkk., (2004)
melaporkan bahwa semakin meningkatnya pemberian auksin eksogen maka
semakin meningkat pula pengaruh terhadap waktu pembentukan tunas.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suparaini dkk. (2013) pada
eksplan tanaman buah naga secara in vitro mendapatkan konsentrasi NAA 1,00
ppm memberikan hasil terbaik yaitu rata- rata 30,62 hari umur muncul tunas,
panjang tunas 1,41 cm, dan jumlah tunas 1,54 buah. Selain itu, salah satu ZPT
yang juga sering digunakan adalah yang berasal dari kelompok sitokinin. Hal ini
sesuai dengan pendapat Wattimena (1988) bahwa penggunaan Sitokinin dan
Kinetin dalam percobaan kultur jaringan sering digunakan karena lebih murah dan
tahan terhadap degradasi (Mahadi, 2013).
Salah satu bahan organik yang dapat dimanfaatkan sebagai campuran
media pada kultur secara in vitro adalah Air kelapa. Rivai dkk. (2015)
menyatakan bahwa Air kelapa muda mengandung senyawa organik seperti
vitamin C, vitamin B, hormon Auksin, giberelin dan sitokinin 5,8 mg/L. Air
kelapa muda juga mengandung air, protein, karbohidrat, mineral, vitamin, sedikit
lemak, Ca dan P. Selanjutnya penelitian terhadap eksplan buah naga yang
dilakukan oleh Rendani dkk. (2015) dapat dilihat bahwa perlakuan penambahan
air kelapa sebanyak 20% berpengaruh nyata terhadap parameter waktu muncul
tunas, panjang tunas dan jumlah tunas buah naga merah dengan perlakuan terbaik
adalah 19,25 hari, 3,30 cm dan 6,83 tunas. Kondisi ini dapat disebabkan karena
kandungan sitokinin dalam air kelapa sudah mampu untuk memacu pembelahan
sel, pembentukan tunas baru dan pemanjangan sel. Hariyanti dkk. (2004)
menyebutkan bahwa penambahan sitokinin dalam konsentrasi yang tinggi
memberikan pengaruh yang baik terhadap pembentukan tunas dan menghasilkan
jumlah tunas terbanyak. Oleh karena itu, dilakukan penelitian pada tanaman buah
naga dengan menggunakan bahan alami yaitu air kelapa yang dikombinasikan
dengan NAA, karena dalam perbanyakan in vitro ZPT sangat diperlukan untuk
memacu pertumbuhan dan perkembangan eksplan lebih baik hingga terbentuk
regenerasi tanaman yang diinginkan.

3
Berdasarkan kondisi tersebut, maka penulis telah melakukan penelitian
dengan judul “Respon Subkultur Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)
dengan penambahan Naftalene Acetic acid (NAA) dan Air Kelapa Secara In
Vitro.”

1.2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi NAA terhadap pertumbuhan
subkultur eksplan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus).
2. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi Air Kelapa terhadap
pertumbuhan subkultur eksplan buah naga merah (Hylocereus
polyrhizus).
3. Untuk mengetahui interaksi antara konsentrasi NAA dan Air Kelapa
terhadap pertumbuhan subkultur eksplan buah naga merah (Hylocereus
polyrhizus).

1.3. Manfaat
1. Mendapatkan informasi tentang pengaruh pemberian konsentrasi NAA
yang berbeda dan konsentrasi air kelapa yang berbeda pada eksplan buah
naga merah (Hylocereus polyrhizus).
2. Mendapatkan konsentrasi NAA dan konsentrasi air kelapa yang paling
optimal terhadap pertumbuhan dan produktivitas subkultur buah naga
merah (Hylocereus polyrhizus).
3. Menyediakan bibit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dalam
jumlah yang besar dengan waktu yang singkat.
4. Sebagai informasi dasar untuk penelitian selanjutnya.

1.4. Hipotesis
1. Terdapat konsentrasi NAA yang sesuai terhadap pertumbuhan subkultur
eksplan buah naga merah (Hylocereus polyrhizus).
2. Terdapat pengaruh konsentrasi Air Kelapa yang sesuai terhadap
pertumbuhan subkultur eksplan buah naga merah (Hylocereus
polyrhizus).

4
3. Terdapat interaksi antara konsentrasi NAA dan Air Kelapa yang sesuai
terhadap pertumbuhan subkultur eksplan buah naga merah (Hylocereus
polyrhizus).

Anda mungkin juga menyukai