Edy 13101010009
Edy 13101010009
Edy 13101010009
SKRIPSI
Oleh :
EDY
13.101010.009
Oleh :
EDY
13.101010.009
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelatuan
Penulis diterima di Universitas Borneo Tarakan melalui jalur Bidik Misi pada
tahun 2013 dan memilih Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan di Jurusan Budidaya
Perairan. Selama kuliah penulis juga aktif di internal kampus yakni di Badan
Eksekusif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan 2014-2015, aktif di
eksternal kampus yakni Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI ) Komisariat hukum
Cabang Tarakan, dan di Jaringan Aktivis Filsafat Islam ( JAKFI ) Rausyan Fikr
Yogyakarta.
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala nikmat yang
diberikan mulai dari awal penyusunan skripsi ini diberi kesehatan, kemampuan, dan
kemauan sehingga pada saat ini penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
baik. Serta Salam dan Doa tidak lupa selalu kita berikan kepada para pemimpin kita,
orang Tua kita, semoga keselamatan selalu menyertai kita. Dimana judul skripsi
penulis adalah “Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Yang Berbeda Pada Budidaya
Penggemukan Kepiting Bakau (Scylla Spp) Di Tambak Tradisional”. Dalam
penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, serta
dukungan semua pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis dengan senang
hati menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Rukisah Saleh, P.hD, selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Borneo Tarakan.
2. Bapak Jimmy Cahyadi, M.Siselaku Ketua Jurusan Budidaya Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo Tarakkan.
3. Bapak Dr. Heppi Iromo, M.Si sebagai pembimbing pertama yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama proses awal,
pelaksanaan hingga selesainya skripsi ini.
4. Bapak bapak Dr. Aziz Hamzah, S.Pi, M.Si, sebagai pembimbing kedua yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama proses awal,
pelaksanaan, hingga selesainya skripsi ini.
5. Bapak Mohammad Fadnan Akhmadi, S.pi.,M.Sc sebagai penguji pertama
yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran dalam penyusunan
dan peyempurnaan skripsi ini.
6. Bapak Gazali Salim, S.kel.,M.Si sebagai penguji kedua yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan saran dalam penyusunan dan
peyempurnaan skripsi ini.
7. Kedua orang Tua saya Bahar Abdullah / Mandaya dan kakak saya Sumarni
dan Nurmiati yang telah memberikan dukungan, doa, dan materi kepada
penulis selama menempuh masa studi perkuliayahan sehingga meyelesaikan
skripsi ini.
8. Seluruh staf pengajar diJurusan Budidaya Perairan dan Manejemen
Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan Universita
Borneo Tarakan.
9. Teman seperjuanganku angkatan Barracuda XII yang telah banyak
mendukung dan membantu untuk semua kebersamaan dan motivasi selama
kuliah, semoga kita dapat berkumpul kembali menjalin silaturahmi dan
kebersamaan yang abadi.
10. Terimakasih kepada Kanda, Yunda dan Dinda terkhusus dari Himpunan
Mahasisawa Islam ( HMI ) komisariat hukum Cabang Tarakan, ustad-ustad
Jaringan Aktifis Filsafat Islam ( Jakfi) Rausyan Fikr Yogyakarta, sahabat-
sahabat dari Pergerakan Mahasiswa Indonesia ( PMII ) Cabang Tarakan, dan
teman- teman dari GMKI Cabang Tarakan yang telah banyak memberikan
masukan dan semangat kepada peneliti hingga terselesaikannya skirpsi ini.
11. Saya juga banyak berterimakasih kepada Siti Fadila Dwi Lestari, bang Dika
Ramdani,bang Riyan, bang Asriadi, bang Ardy, bang Rusdy, bang Wandy,
dan bang Mawardy yang telah banyak memberikan motivasi dan dukungan
selama ini.
Penulis
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................. 1
1.2. Tujuan .......................................................................... 3
1.3. Manfaat ........................................................................ 3
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Alat yang digunakan dalam penelitian .......................... 20
2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ...................... 20
3. Parameter Kualitas Air .................................................. 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Dokumentasi selama penelitian..................................... 38
2. Pertumbuhan berat spesifik kepiting bakau .................. 41
3. Pertumbuhan berat mutlak kepiting bakau ................... 43
4. Data Anova berat spesifik kepiting bakau..................... 45
5. Data Anova berat mutlak kepiting bakau ..................... 46
DAFTAR GABAR
Gambar Halaman
1. Morfologi kepiting bakau ............................................. 4
2. Jenis –jenis kepiting bakau ........................................... 5
3. Kepiting Jantan ............................................................. 7
4. Kepiting Betina ............................................................. 7
5. Grafik pertumbuhan berat spesifik ................................ 26
6. Grafik pertumbuhan berat Mutlak ................................. 28
7. Grafik kelangsungan hidup ........................................... 30
I. PENDAHULUAN
Kepiting bakau merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomis
penting di Kalimantan Utara. Nilai jualnya cukup tinggi terutama pada kepiting
bertelur dan kepiting soka (soft crab). Tingginya permintaan kepiting menyebabkan
semakin tingginya penangkapan kepiting di alam. Keberadaannya saat ini dalam
kondisi yang mengkuatirkan akibat exploitasi yang besar-besaran mulai dari yang
ukuran kecil hingga induk yang matang gonad. Jika tidak diimbangi dengan usaha
peningkatan budidayanya maka dimasa mendatang akan terjadi penurunan populasi
(Iromo, et al. 2014).
Diwilayah Tarakan memiliki lautan yang mempunyai potensi sumberdaya
perikanan yang cukup besar. Salah satu sumberdaya perikanan yang mempunyai nilai
ekonomis yang cukup tinggi adalah kepiting bakau, hal ini disebabkan karena
diwilayah tarakan memiliki mangrove yang masih mendukung kehidupan kepiting
bakau sebagai habitatnya. Propinsi ini memiliki banyak pulau-pulau kecil tanpa
penghuni yang hanya digunakan sebagai usaha tambak tradisional untuk budidaya
udang windu dan ikan bandeng. (Iromo, et al. 2010). Pulau Tarakan memiliki
tambak-tambak udang tradisional yang saat ini tidak dimanfaatkan secara optimal.
Hal ini diduga karena seringnya petambak gagal panen sehingga tambaknya kurang
dimanfaatkan lagi untuk budidaya udang windu. Namun saat ini telah ada usaha yang
memanfaatkan tambak-tambak tersebut yaitu usaha budidaya kepiting. Budidaya
kepiting bakau yang masih berjalan dan terus berkembang antara lain; usaha
pengemukan kepiting, pematangan telur induk, pembesaran kepiting dan usaha
kepiting lunak (soft crab). Bibit dari usaha budidaya kepiting tersebut masih
mengharapkan hasil penangkapan dari alam. Inilah yang memicu tingginya
penangkapan kepiting dari berbagai ukuran. (Iromo et al. 2014).
Ada beberapa penelitian mengenai budidaya kepiting bakau yang sudah meneliti
sebelumnya yaitu Yoktan Apui (2015), dengan judul Pengaruh Padat Tebar yang
bereda terhadap pertumbuhan kepiting bakau, Akhmadi (2010) dengan judul
2
Pengaruh Padat Tebar yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Berat dan Kelangsungan
Hidup pada Penggemukan Kepiting Bakau, dan Yosie (2015) dengan pemberian jenis
pakan ikan yang berbeda terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup kepiting
bakau, yang menghasilkan jenis ikan rucah mujair yang optimal dalam menambahkan
berat dan kelangsungan hidup kepiting bakau. Oleh karena itu hasil yang didapatkan
adalah ikan mujair, maka peneliti mengambil jenis pakan mujair dalam menetukan
jumlah dosis pakan yang optimal pada budidaya penggemukan kepiting bakau.
Menentukan dosis pakan salah satu aspek budidaya yang perlu diketahui, karna
bisa mempengaruhi laju pertumbuhan, sintasan, dan tingkat produksi. Berdasarkan
pengamatan di lapangan, pembudidaya kepiting sudah ada yang melakukan
penggemukan kepiting dewasa, namun para pembudidaya tidak ada yang mengetahui
pasti jumlah dosis pakan yang optimal dalam melakukan penggemukan kepiting.
Bahkan para pembudidaya memberikan pakan yang tidak menentukan jumlah
dosisnya sehingga banyak sisa-sisa pakan yang tidak dimakan oleh kepiting dan sisa
pakan tersebut dapat meyebabkan racun bagi kepiting, membuat kualitas air menjadi
tidak stabil, dan dapat menyebabkan pemborosan pakan. Penelitian ini mengenai
penggemukan kepiting bakau dengan pemeberian dosis pakan yang berbeda dengan
tujuan untuk mengetahui jumlah dosis pakan yang optimal untuk penggemukan
kepiting bakau.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis pakan yang optimal
pada penggemukan kepiting bakau di tambak tradisional
1.3. Manfaat
Kepiting bakau (Scylla spp) memiliki ukuran lebar karapas lebih besar dari
pada ukuran panjang tubuhnya dan permukaannya agak licin. Pada dahi antara
sepasang matanya terdapat enam buah duri dan disamping kanan serta kirinya
5
terdapat sembilan buah duri. Kepiting bakau jantan mempunyai sepasang capit yang
dapat mencapai panjang hampir dua kali lipat dari pada panjang karapaksnya,
sedangkan kepiting bakau betina relatif lebih pendek. Selain itu, kepiting baku juga
memiliki 3 pasang kaki jalan dan sepasang kaki renang. Kepiting bakau berjenis
kelamin jantan ditandai dengan abdoment bagian bawah berbentuk segitiga
meruncing, sedangkan pada betina kepiting bakau melebar.
Menurut Keenan (1999) terdapat paling sedikit empat species kepiting bakau
dibawah genus Scylla yaitu Scylla serrata, Scylla transquebarica, Scylla olivaccea
dan Scylla paramamosain. Adapun gambar jenis kepiting bakau sebagai berikut:
Gambar 2. Jenis-jenis kepiting bakau ; Scylla serrata (Forskal, 1775), Scylla Olivacea
(Herbst,1796), Scylla paramamosain (Estampador, 1949), Scylla
transquebarica (Fabricius 1798). (Sumber; Akhmadi 2010)
2.2.1. Scylla serrata, memiliki warna relatif sama dengan warna lumpur,
hijau coklat sampai kemerah-merahan seperti karat, yaitu coklat
kehitam-hitaman pada karapasnya dan putih kekuning-kuningan pada
6
Menurut Moosa et al. (1985), dalam membedakan jenis kelamin kepiting bakau
jantan dan betina dapat dilakukan dengan mengamati bentuk luar tubuhnya. Pada
kepiting jantan tempat dimana organ kelamin menempel pada bagian perutnya
berbentuk segi tiga agak meruncing, dan kepiting betina bentuk organ kelaminnya
cendrung berbentuk segi tiga yang relatif lebar dan bagian depannya agak tumpul.
Selain dengan memperhatikan bentuk perutnya, untuk membedakan antar kepiting
jantan dan kepiting betina dapat dilakukan dengan melihat ruas-ruas abdomennya,
7
pada kepiting jantan ruas abdomennya sempit sedangkan kepiting betina lebih besar,
seperti pada gambar berikut :
2.7. Moulting
Pertumbuhan pada kepiting bakau merupakan pertumbuhan bobot badan dan lebar
karapas yang terjadi secara berkala setelah terjadi pergantian kulit atau molting (
sheen dan Wu 1999). Fujaya (2008) menambahkan bahwa kepiting kepiting tidak
dapat tumbuh secara linear sebagaimana hewan lain karena kepiting memiliki
cangkang luar yang keras yang tidak dapat tumbuh, karenanya agar kepiting dapat
bertumbuh maka karapas lama harus diganti yang baru dan lebih besar.
Pertumbuhan didahului oleh pergantian karapas yang dimulai dengan pembelahan
sel-sel epidermis secara mitosis menjadi berbentuk padat, rapat dan kolumner.
Pembelahan sel-sel epidermis menyebabkan terjadinya tegangan pada permukaan sel-
sel epidermis sehingga kutikula terpisah dari cairan epidermis. Cairan ganti kulit
disekresikan ruang antara kutikula dan epidermis hinggga kutikula yang berbentuk
sempurna.
10
Kepiting pada umumnya suka memilih makanan yang masih segar, dagingnya
tidak mudah hancur dan berbau merangsang. Oleh karena itu dalam memilih pakan
sebaiknya memilih pakan memenuhi kreteria tersebut. Namun demikian perlu
dipertimbangkan harga serta ketersediaan pakan tersebut (Kuntiyo et al, 1993)
Kepiting yang telah dewasa lebih senang makan daging, bahkan bangkai juga
disukai (scavenger). Pakan yang telah ditangkap dan dihancurkan oleh capitnya akan
segera dimasukkan kedalam mulut, tetapi makanan tidak langsung masuk kedalam
perut melainkan disaring dahulu dan yang dapat dimakan saja yang terus masuk
kedalam perut ( Kasry, 1996)
Beberapa alternatif pakan yang bisa diberikan adalah ikan ruca segar, ikan ruca
kering tawar, kulit sapi/kambing, jenis siput (keong sawah) ,bekecot, dagung ular,
belut, kerang (kapah / atau sejenisnya). Untuk pemberian pakan ikan air tawar
sebaiknya direndam dulu.
c. Pemupukan.
Pemupukan dilakukan untuk menumbuhkan pakan alami. Oleh karena itu,
sebaiknya tanah dasar yang sudah kering ditaburi pupuk kandang 1000 kg/ha dan
diairi sedalam 5-10 cm. Kemudian dasar tambak ditebari pupuk organik seperti
urea 15 kg/ha dan TSP 75kg/ha. Setelah pakan alami tumbuh secara berangsur-
angsur tinggi air dapat dinaikan dan pada saat demikian bibit kepiting sudah
dapat ditebarkan.
d. Pengapuran.
Salah satu hal yang juga diperlukan dalam budidaya kepiting adalah
pengapuran. Seperti halnya udang, kepiting memerlukan kapur dalam proses
pergantian kulit. Pengapuran juga berguna untuk menaikan pH tambak yang
rendah, mengikat CO2 yang berlebihan karena proses pembusukan dan
pernapasan serta mempercepat proses penguraian bahan organik. Pemberian
kapur sebaiknya dilakukan satu sampai dua minggu sebelum pemupukan dengan
dosis 3000-6000 kg/ha.
e. Pengisian air.
Pengisian air dilakukan setelah kegiatan pemupukan dilakukan. Tinggi air
dalam tambak sekurang-kurangnya 0,75-1,0 m. dengan ketinggian air demikian,
kegiatan kepiting menggali dasar pematang dapat dikurangi. Air yang terlalu
dangkal tidak baik untuk budidaya kepiting, karena pada saat suhu meningkat di
siang hari mengakibatkan kepiting membutuhkan banyak oksigen. Sehingga
kepiting banyak naik ke permukaan pematang untuk bernafas.
yang tidak bisa jalan karena sedang ganti kulit sering menjadi mangsa kepiting
lainnya. Untuk itu maka harus dipilih benih yang mempunyai morfologi tubuh yang
lengkap. Benih kepiting yang kurang sehat warna karapas akan kemerah-merahan dan
pudar serta pergerakannya lamban.
2.9.5. Pemanenan
Masa pemeliharaan penggemukan kepiting relatif singkat atau juga
tergantung dari awal penebaran bibit biasanya antara 15 - 20 hari. Petani memanen
kepiting dilakukan secara selektif yaitu dengan cara memasang ambau tancap setelah
kepiting yang dipelihara berkurang maka dapat dipanen secara total dengan cara
membuka saluran air sehingga air di tambak menjadi kering. Kemudian kepiting
diikat kakinya dengan tali raffia atau karet kemudian dimasukkan ke dalam
keranjang, kepitingpun siap untuk dibawa ke pos pengumpul kepiting. Yang perlu
diperhatikan adalah tempat dan waktu penyimpanan sebelum didistribusikan kepada
konsumen menentukan kesegaran dan laju dehidrasi karena kehilangan berat sekitar
3 - 4% dapat menyebabkan kematian.
2.10.2. pH
pH lebih dikenal dengan istilah derajat keasaman. pH singkatan dari
puissance negatif de H, yaitu logaritma dari kepekatan ion-ion H (hydrogen)
yang terlepas dalam suatu cairan ( Afrianto, 1992). Heasman dan Fielder (1983)
mengemukakan bahwa pH yang optimum untuk pemeliharaan kepiting adalah
berkisaran antara 7,2-7,8, sedangkan untuk kegiatan pematangan telur kepiting
bakau,kisaran pH adalah 7,5-8,5 (Afrianto, 1992).
2.10.3. DO (oksigen terlarut)
Oksigen terlarut dalam tambak berasal dari dua sumber utama yaitu dari
proses difusi gas O2 dsr udara bebas saat ada perbedaan tekana parsial diudara
dan masuk kedalam air, dan bersumber dari fotosintesa (Boyd, 1990). Difusi
gas ini dalam air dipengaruhi oleh suhu dan salinitas, difusi akan menurun
sejalan dengan meningkatnya salinitas dan suhu air. Sedangkan pengaruh
fotosinresa pada keberadaan oksigen dalam air tergantung pada kelimpahan
phytoplankton dan kekeruhan. Plankton akan berpengaruh pada produksi dan
konsumsi oksigen, sedangkan kekeruhan lebih berpengaruh pada banyaknya
produksi oksigen.
Oksigen terlarut tidak saja digunakan untuk pernafasan biota dalam air tetapi
juga untuk proses biologis lainnya. Jika oksigen terlarut dalam keadaan minim
dapat menyebabkan stress dan meningkatkan peluang imfekwsi penyakit. Ketika
16
Ghufran (2012) kepiting bisa tumbuh dan berkembang dengan baik ditambak
dengan kadar oksigen terlarut 4-7 ppm, kepiting akan mengalami stress bila
kadar oksigen terlarut dalam tambak <3 mg/l. Hasil penelitian wahyuni dan W.
Ismail (1997) kepiting bakau membutuhkan oksigen terlarut dalam perairan
sekurang-kurangnya 3 mg/l.
III. METODOLOGI
Penelitian ini dilaksanakan selama 20 hari pada bulan Mei tanggal 24 di tambak
tradisional di jalan pamusian Kecamatan Tarakan timur kota Tarakan yang
merupakan kawasan pertambakan tradisional kepiting Tarakan Kalimantan Utara.
3.2.1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian adalah seperti yang terlihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel 1. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
No Nama Alat Fungsi
1. Timbangan Digital Menimbang bahan uji dan sampel
2. Tali Nilon Sebagai pengikat
3. Thermometer Pengukur suhu air
5. Refraktometer Untuk Mengukur Salinitas
6. DO Meter Untuk Mengetahui DO dan Suhu
7. Secchi disk Untuk mengukur kecerahan
8. Keranjang ( Crab box) Wadah pemeliharaan
9. Pipa Pelampung wadah pemeliharaan
10. Kertas Lakmus Untuk mengukur pH air
3.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti tabel dibawah ini
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam penelitian
No Nama Bahan Keterangan Fungsi
1. Kepiting bakau jantan 3-4 ons Sampel dalam penelitian
2. Pakan ikan ruca Ikan mujair Pakan
21
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah acak lengkap dengan 4
(empat) perlakuan masing-masing dengan 7 (tujuh) ulangan,rincian perlakuannya,
sebagai berikut:
A = pemberian pakan 6% / hari
B = pemberian pakan 10% / hari
C = pemberian pakan 14 % / hari
D = pemberian pakan 18 % / hari
Untuk menentukan letak perlakuan di tambak dilakukan pengacakan sederhana
pada gambar di bawah ini
D7 C7 B7 B7
D3 B1 A3 C6
B3 B4 C5 D2
B4 A6 A7 C3
A2 B2 A4 C1
B6 C2 D6 B1
C4 B5 A5 A1
Keterangan : A B C D : perlakuan
1,2,3,4,5,6 ,7 : ulangan percobaan
Data disajikan dengan Metode Rancangan Acak Lengkap ( RAL ) Empat
perlakuan tujuh ulangan.
22
3.4.Prosedur penelitian
Adapun prosedur penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
3.4.1. Tahap awal
Persiapan lahan atau tempat yang akan digunakan sebagai tempat
yang akan dilaksanakannya budidaya kepiting bakau adalah Tambak
tradisional di lahan mangrove yang tersedia sumber air payau.
Bersihkan tambak dari kotoran atau sampah yang dapat mencemari air
disekitar tambak sehingga dapat memepengaruhi kualitas air diarea
tambak lokasi penelitian.
Setelah pembersihan area tambak selesai selanjutnya dilakukan
pengisian air payau ditambak dan sumber air yang digunakan diambil
dari saluran air yang dilakukan pada saat air pasang.
3.4.2. Tahap kedua
Setelah persiapan tambak selesai, selanjutnya dilakukan proses
pemasangan wadah keranjang atau crab box yang digunakan sebagai
wadah dalam proses penelitian ini.
Dalam penelitian ini crab box yang digunakan berwarna hitam yang
berukuran panjang 20 cm, lebar 14 cm, dan tinggi 25 cm. Dalam
penelitian ini kepiting di tebar 1 (satu) ekor / box, dan box yang
digunakan sudah didesain dengan penutup untuk menghindari
kepiting memanjat dan keluar dari wadah.
3.4.3. Tahap ketiga
Setelah wadah telah siap digunakan, selanjutnya dilakukan persiapan
kepiting yang akan dibudidayakan. Dalam hal ini kepiting yang
digunakan pada penelitain ini adalah kepiting dewasa dengan ukuran
berat 3-4 ons per ekornya, dan jenis kelamin kepiting yang digunakan
adalah kepiting kelamin jantan.
kepiting yang telah siap akan dilakukan pengadaptasian terlebih
dahulu sebelum dilakukan penebaran.
23
Nt
SR(% )= X 100
No
dalam suatu periode tertentu dinyatakan dalam persentase kenaikan berat tiap hari
W = Wt - Wo
4.1.Kepiting Bakau
0.90
0.80
0.70
0.40 B= 10%
0.30 C= 14%
0.20 D= 18%
0.10
0.00
H-5 H-10 H-15 H-20
Waktu Pemeliharaan (Hari)
Selama masa penelitian dilakukan sampling sebanyak 5 kali dimulai dari hari
0 sampai hari ke 20.Hasil berdasarkan diagram diatas menunjukkan bahwa kenaikan
berat spesisik yang tinggi terjadi pada sampling ke 2 dihari ke 5, dimana perlakuan
yang tertinggi terjadi pada perlakuan B sebesar 0,85 % , diikuti perlakuan D sebesar
0,80 %, perlakuan A sebesar 0,75 % dan C sebesar 0,66 %. Sampling ke 3,4, dan 5
menunjukkan bahwa tidak terjadi peningkatan naik berat spesifik, melainkan hasil
diatas menunjukkan semakin lama pemelihraan semakin kecil pula kenaikan berat
spesifik setiap kali sampling.Peneliti menduga bahwa kenaikan tertinggi yang terjadi
pada hari ke 5 akibat kepiting yang lapar pada saat ditangkap dari alam. Hal ini
diperkuat oleh Fadnan ( 2010 ), mengatakan Terjadinya penambahan berat kepiting
yang signifikan pada awal pengukuran tersebut dikarenakan tingginya nafsu makan
yang disebabkan oleh proses penangkapan di alam hingga proses adaptasi sebelum
penelitian sehingga kepiting dalam keadaan tidak makan (puasa).Sampling akhir
menunjukkan berat spesik tertinggi terjadi pada perlakuan D yaitu sebesar 0,32 %,
diikuti perlakuan A dan C memiliki nilai sama sebesar 0,29 % dan terakhir perlakuan
B sebesar 0,26 %.Artinya semakin banyak jumlah pakan yang diberikan, maka akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan berat kepiting bakau. Sejalan dengan pendapat
Cholik ( 2005 ),perbedaan pertumbuhan kepiting bakau disebabkan oleh pakan, umur,
berat awal, ruang gerak dan faktor lainnya.Energi yang diperoleh kepiting bukan
27
Hasil ujil sidik ragam (ANOVA) dari analisis SGR menunjukkan bahwa hasil
yang tidak berbeda nyata atau segnifikan dimana (f hitung (0,44) < f tabel 5% (3,01)
ketika diuji dengan pemberian dosis pakan yang berbeda terhadap pertumbuhan
kepiting selama masa pemeliharaan 20 hari.Dari hasil ini berarti pemberian dosis
pakan yang berbeda terhadap pertumbuhan kepiting tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata.Hal ini sesuai yang dikatakan olehWedjadmiko ( 1990 ), untuk
mencapai pertumbuhan yang optimal kepiting bakau memerlukan pakan dalam
jumlah 5-9 % dari berat biomassa kepiting bakau.
Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran lebar dan panjang karapaks ,
karena dalam penelitian ini tidak sampai kepiting uji mengalami moulting. Panjang
dan lebar kepiting akan bertambah jika kepiting telah melakukan moulting. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sulaeman et al. (1993), yang mengatakan bahwa pembesaran
tubuh kepiting akan bertambah setelah melakukan pergantian kulit. Oleh karena itu
dalam penelitian ini yang diukur hanya berat tubuh kepiting bakau yang diuji.
Cihttleborough (1975) dalam Pinandoyo (1994) menyatakan pertumbuhan pada
krustacea adalah perubahan panjang dan berat yang terjadi secara berkala pada waktu
pergantian cangkang. Apabila keadaan lingkungan baik dan pakan yang bergizi
tersedia maka pada saat ganti cangkang akan terjadi pertumbuhan sebaliknya apabila
28
keadaan lingkungan kurang baik dan kekurangan nutrisi maka ganti kulit tidak diikuti
dengan pertumbuhan bahkan dapat terjadi penurunan bobot tubuh.
Dari hasil akhir penelitian mulai perlakuan A sampai D didapatkan hasil dari
tingkatan berat kepiting yang awalnya keropos, menjadi gemuk dan masuk dalam
kategori kepiting yang diminati pasar. Hal ini ditandakan dengan kepiting yang
dicirikan perut kepiting ditekan dengan jari sudah terasa keras, maka sudah bisa
dipastikan kepiting telah berisi.
Pertumbuhan berat mutlak adalah selisih berat total tubuh kepiting pada akhir
pemeliharaan dan awal pemeliharaan. Berikut hasil histogram pengamatan
pertumbuhan berat mutlak kepiting bakau (Scylla sp) selama 20 hari masa perlakuan
dengam pemberian dosis pakan yang berbeda disajikan sebagai berikut :
30
25
Berat mtlak ( g )
Perlakuan
20
A= 6%
15
B= 10%
10 C= 14%
D= 18%
5
0
H-0 h-5 h-10 h-15 h-20
Waktu Pemeliharaan (Hari)
Hasil uji sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa hasil dari pengaruh
perbedaan dosis pakan yang berbeda terhadap pertumbuhan kepiting selama masa
pemeliharaan 20 hari tidak berbeda nyata atau tidak signifikan, dimana (f hitung
(0,44) < f tabel 5% (3,01). Walaupun berat tubuh kepiting tidak mengalami
perbedaan yang signifikan, tetapi kenaikan berat tubuh kepiting tetap mengakibatkan
kepiting berisi,dan gemuk.Hal ini bisa diketahui pada bagian dada kepiting terasa
keras apabila ditekan menggunkan jari tangan.
Kelangsungan hidup adalah tingkat perbandingan jumlah kepiting yang hidup dari
awal pemeliharaan dan akhir pemeliharaan.Dari hasil pengamatan selama penelitan
ini dapat diketahui ketahanan kepiting dalam mempertahankan hidupnya sampai akhir
penelitian. Semakin tinggi nilai SR mendekati 100 % maka nilai SR tersebut
dinyatakan baik, sebaliknya apabila nilai SR semakin rendah mendekati 0 %, maka
kondisi ketahanannya tidak baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi kelangsungan
hidup kepiting adalah pada tebar kepitng, akibatnya kepiting saling bersaing dalam
memperoleh makanan dan kepiting akan saling memangsa sesama apabila salah satu
kepiting terjadi moulting, dikarenakan sifat kepiting yang kanibalisme. Hal ini sesuai
yang dikatakan Fadnan (2010) indikasi rendahnya tingkat kelangsungan hidup
kepiting tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kanibalisme,
persaingan atau kompetitor, faktor lingkungan seperti parameter kualitas air dan
parameter kualitas tanah. Namun dalam penelitian ini faktor padat tebar bukanlah
sebuah sebab dari adanya kepiting yang mati pada saat penelitian.Karena dalam
penelitian ini kepiting ditebar 1 ekor dalam crebbox sehingga kepiting tidak terjadi
persaingan atau kompetitor.Berikut dibawah ini akan disajiikan grafik SR selama 20
hari masa pemeliharaan kepiting bakau.
120
Tingkat Kelangsungan hidup (%)
100
Perlakuan
80
A 6%
60
B 10%
40
C 14%
20
D 18%
0
h-0 h-5 h-10 h-15 h-20
Waktu Pemeliharaan ( Hari )
4.5.Kualitas Air
Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi dalam
pertumbuhan dan kelangsunagan hisup kepiting bakau, sehingga dalam melakukan
penelitian pengontrolan air harus selalu diamati. Dari hasil pengukuran kualitas air
selama penelitian diperoleh hasil yang terdapat di tabel berikut ini :
32
Berdasarkan hasil pengukuran suhu selama masa penelitian didapati hasil nilai
tertinggi suhu adalah 32 0C, terjadi pada hari ke 0, dan terendah terendah sebesar
250C terjadi pada hari ke 10. Kisaran nilai suhu tersebut masih mendukung untuk
dilakukannya penggemukan kepiting bakau, hal ini didukung oleh ( Mulya, 2000 ),
kepiting bakau dapat bertoleransi hidup pada perairan yang mempunyai kisaran suhu
12- 35 0C, dan tumbuh dengan cepat pada perairan yang mempunyai kisaran suhu 23-
32 0C.
V. KESIMPULAN
5.1.Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Apui, Y. 2015. Pengaruh Padat Tebar yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Kepiting
Bakau (Scylla sp)
Affandi, dan Tang, 2004.Fisiologi Hewan Air. Badan Penerbit Universitas Riau.
Pekan Baru.
Afrianto E., dan Liviawaty E., 1992. Pemeliharaan Kepiting. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Agus, 2008.Analisis Carryng Capacity Tambak pada Sentra Budidaya Kepiting
Bakau (Scylla sp.) di Kabupaten Pemalang. Jawa Tengah.
Ahmadi.M.f. 2010.Pengaruh Padat Tebar yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Berat
dan Kelangsungan Hidup pada Penggemukan Kepiting Bakau (Scylla sp).
Universitas Borneo Tarakan
Arif U., 2008. Laju Pertumbuhan Kepiting Bakau (scylla Serata) dengan Pemberian
Pakan Berbeda. Univ.Borneo Tarakan.(Skripsi tidak dipublikasikan).
Boyd, A.W. and A.W. Arlo. 1990. Pond monitoring and management. In. fast, A. W.
and Lester L.J. (Eds). Marine shrimp Culture: Principles and Practices, pp.
497-414.
De Silva,. S.S. and anderson, T.A. 1995. Fish nutrition in aquaculture. Aquaculoture
Series 1. London, Chapman and Hall.384 pp.
Hill, B.J. 1982. Bibliography of references on mud crab (Scylla serrata Fors ) on
tidal flats in Australia.
35
Hamka, Diah Silvia Kusumawati, Syamsul Ahri, dan Ibrahim., 2005. Penggunaan
pakan udang komersil pada pendederan benih kerapuh macan (epinephelus
fuscoguttatus).Kumpulan makalah pertemuan lintas UPT payau dan
laut.Ditjenkanbud. Jakarta.
Heasman M.P.and Fielder 1983. Laboratory Spawining and Mass Rearing of the
Mangrove Crab, Scylla serrata ( Forskal) fram first Zoea to First Crab Stage.
Aquacultur
Iromo. H. 2006. Laju Pertumbuhan Budidaya Kepiting Bakau ( Scylla serrate) dengan
Pemberian Jenis Pakan yang Berbeda.
Iromo, H, Azis, Amien MH, Cahyadi J. 2010. Budidaya udang windu di tambak
tradisional. UB press. 153 hal.
Karim,M.Y. 2007. Pengaruh salinitas dan bobot terhadpat konsumsi kepiting bakau (
Scylla serrate Forsskal). J.sains & Teknologi,7(2):85-92
Keenan, C. P.,P. J. F. Davie,and D.L. Mann. 1999. A Revision of the Genus Scylla
De Kaan, 1833(Crustacea: Decapoda: Brachyura: Portunisae). The reffles Bull
Zool 46(1): 217-245. National Univeresity Of Singapore
Kuntiyo, A. Zainal, dan Supratno . 1993. Pedoman budidaya Kepiting Bakau (Scylla
serrata) Di Tambak Balai Budidaya Air Payau. Jepara.
Moosa, M.K., I. aswandu dan A. Karsy. 1985. Kepiting Bakau- Scylla serrate
(Foskal) dari Perairan Indonesia .LON-LIPI. Jakarta.
Mulya, M.B. 2000.Kelimpahan dan distribusi kepiting bakau (Scylla spp.) serta
keterkaitannya dengan karasteristik biofisik hutan mangrove di Suaka
Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut Propinsi Sumatra
Utara.Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.135 hal.
Sheen, S.S. and SW Wu. 1999. The effect of dietary lipid levels on the growth
response of juvenil mud crab Scylla serrata. Aquaculture, 175: 143–153.
Syafiq A., 2008. Kepiting Sumber Zat Gizi Penting.Departemen Gizi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.
Sulaeman, Tjaronge M., dan Hanafi A., 1993. Pembesaran kepiting bakau (Scylia
serrata) dengan konstruksi tambak yang berbeda. (Grow-out of the mangrove
crab, Scylla serrata in different pond constructions). Jurnal Penelitian
Budidaya Pantai (Research Journal on Coastal Aquaculture), 9 (4), 41-50.
37
Prianto E., 2007. Peran Kepiting Sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada
Ekosistem Mangrove.Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV.Balai
Riset Perikanan Perairan Umum. Banyuasin.
Wedjatmiko dan Yakusana. D. 1990. Pola Kebiasaan Waktu Makan Kepiting Bakau
di Tambak Kamal. Jakarta. Warta Balitdita 3.
38
perlakuan
Ulangan A B C D
1 0.49 1.04 0.46 0.66
2 0.90 0.00 1.04 0.25
3 1.23 0.72 0.81 1.13
4 1.62 0.69 0.60 0.43
5 0.75 0.83 1.09 1.29
6 0.00 0.91 0.38 1.42
7 0.28 0.92 0.21 0.44
rata-rata 0.75 0.73 0.66 0.80
perlakuan
Ulangan A B C D
1 0.30 0.44 0.40 0.77
2 0.33 0.00 0.58 0.21
3 0.72 0.46 0.47 0.81
4 0.71 0.45 0.36 0.06
5 0.56 0.53 0.63 0.66
6 0.27 0.58 0.40 0.81
7 0.28 0.52 0.10 -0.03
rata-
rata 0.45 0.43 0.42 0.47
42
perlakuan
Ulangan A B C D
1 0.20 0.42 0.32 0.55
2 0.30 0.00 0.47 -1.30
3 0.61 0.42 0.37 0.58
4 0.65 0.34 0.32 0.10
5 0.55 0.44 0.49 0.46
6 0.27 0.47 0.44 0.59
7 0.18 0.40 0.10 0.06
rata-
rata 0.40 0.36 0.36 0.15
perlakuan
Ulangan A B C D
1 0.35 0.68 0.62 0.74
2 0.38 0.00 0.70 0.00
3 0.99 0.53 0.56 0.75
4 0.79 0.53 0.48 0.15
5 0.86 0.65 0.56 0.66
6 0.43 0.68 0.64 0.94
7 0.23 0.61 0.49 0.00
rata-
rata 0.58 0.52 0.58 0.46
43
PERLAKUAN
ULANGAN
A B C D
1 9 19 8 10
2 18 0 17 6
3 23 14 18 18
4 32 13 10 7
5 125 21 25 31
6 0 14 7 27
7 6 15 5 7
RATA-RATA 30.43 13.71 12.86 15.14
perlakuan
Ulangan
A B C D
1 11 16 14 24
2 13 0 19 10
3 27 18 21 26
4 28 17 12 2
5 18 27 29 33
6 12 18 15 34
7 12 17 5 3
rata-rata 17.29 16.14 16.43 18.86
44
PERLAKUAN
ULANGAN
A B C D
1 11 23 17 26
2 18 0 23 -83
3 35 25 25 28
4 39 19 16 5
5 27 34 34 33
6 18 22 25 34
7 12 20 7 3
rata-rata 22.86 20.43 21.00 6.57
PERLAKUAN
ULANGAN
A B C D
1 13 25 22 23
2 15 0 23 0
3 38 21 25 24
4 31 20 16 5
5 28 33 26 32
6 19 21 24 36
7 10 20 24 0
rata-rata 22.00 20.00 22.86 17.14
45
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
Column 1 7 4.027851 0.575407 0.088015
Column 2 7 3.671109 0.524444 0.057334
Column 3 7 4.041314 0.577331 0.006523
Column 4 7 3.239428 0.462775 0.157633
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 0.061267 3 0.020422 0.44 0.73 3.01
Within Groups 1.85703 24 0.077376
Total 1.918297 27
Nilai F hitung < F tabel maka perlakuan dengan pemberian dosis pakan yang berbeda
terhadap pertumbuhan berat spesifik kepiting bakau menunjjukkan hasil tidak
berbeda nyata.
46
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
Column 1 7 154 22 109.3333
Column 2 7 140 20 99.33333
Column 3 7 160 22.85714 10.80952
Column 4 7 120 17.14286 232.1429
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between Groups 135.2857 3 45.09524 0.40 0.75 3.01
Within Groups 2709.714 24 112.9048
Total 2845 27
Nilai F hitung < F tabel maka perlakuan dengan pemberian dosis pakan yang berbeda
terhadap pertumbuhan berat mutlak kepiting bakau menunjjukkan hasil tidak berbeda
nyata.