Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Makalah Kematian Bayi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

ANGKA KEMATIAN BAYI

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1

1. M. wasi
2. Nur inayah
3. Darti susilowati
4. Tati hartati
5. Sri .u

Koordinator Mata Kuliah:


Fatimah, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.Kom

Universitas MH. Thamrin prodi s1 ext. keperawatan

2021/2022
7

BAB I

A. Pembahasan

1. Pengertian Kematian Bayi

Kematian bayi adalah bayi yang mati dan mati dini <28 hari

kelahiran. Kematian bayi dibagi menjadi 2, yaitu kematian bayi dini yang

terjadi selama minggu pertama kehidupan (0-6 hari) dan kematian bayi

lambat yang terjadi 7-28 hari kehidupan. Kematian bayi menurut

penyebabnya yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen

disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir yang diperoleh

dari orang tuanya atau didapat selama kehamilan dan kematian bayi

eksogen atau kematian post-neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang

bertalian dengan pengaruh lingkungan luar (Rachmadiani dkk., 2018).

1. Pengertian Angka Kematian Bayi

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam

usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Dari sisi

penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen.

Kematian bayi endogen atau kematian neonatal disebabkan oleh

faktorfaktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang

tuanya pada saat konsepsi. Pendapat Saifuddin, kematian bayi yang

dibawa oleh bayi sejak lahir adalah asfiksia. Sedangkan kematian bayi

eksogen atau kematian post-neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang

bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.

6
2. Faktor-faktor resiko yang mempengaruhi kematian bayi

Faktor yang mempengaruhi kematian perinatal digolongkan

menjadi dua yaitu factor ibu (High Risk Mother) dan Faktor bayi (High
8

Risk Infant). Faktor risiko ibu dan bayi yang merupakan factor risiko

kematian bayi adalah:

a. Faktor Ibu

1) Umur ibu

Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang berumur <20 tahun

lebih dapat terjadi kelahiran premature, berat badan lahir rendah,

disstres janin, cacan bawaan sehingga menyebabkan kematian

neonatal (Manuaba, 2010).

Bayi yang dilahirkan pada umur ibu lebih dari 35 tahun

dapat mengalami kematian karena adaptasi fisiologis ibu terhadap

perubahan pada kehamilan menjadi lebih berat, fisik dan alat

reproduksi sudah mengalami kemunduran meskipun mental dan

sosial ekonomi lebih mantap. Usia kehamilan diatas 35 tahun

meningkatkan risiko kejadian placenta previa karena pertumbuhan

endometrium kurang subur sehingga menyebabkan komplikasi

pada janin dan menyebabkan kematian neonatal (Manuaba,2010).

Usia hamil yang ideal bagi seorang wanita adalah 20-35

tahun karena usia tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan,

mental sudah matang dan sudah mampu merawat bayi dan dirinya

(Oktarina, 2017).
Tidak ada Batasan pasti berapa sebenernya usia ideal

seorang wanita untuk melahirkan buah hatinya. Diyakini, diatas 20

tahun, dan dibawah 35 tahun adalah usia yang dirasa tepat bagi

reproduksi wanita bekerja dengan maksimal. Namun, bukan berarti

diatas 35 tahun wanita tidak diperbolehkan melahirkan, hanya saja

sesuai kodrat alamiah organ reproduksi wanita sudah mulai

mengendur, banyaknya penyakit yang hampiri wanita di usia itu,


9

sebabkan wanita harus hati-hati ketika putuskan melahirkan di atas

usia 35 tahun (Niwang, 2016).

2) Pendidikan ibu

Ibu yang memiliki pendidikan formal atau informal rendah

dapat mengalami kesulitan dalam menerima informasi kesehatan

dan memilih fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat untuk

memeriksakan kehamilan dan persalinan. Selain itu ibu yang

memiliki pendidikan rendah kurang mengerti bagaimana cara

perawatan selama hamil, bersalin, perawatan bayi dan semasa

nifas (Ima Azizah dan Oktiaworo, 2017).

Menurut peneliti (Taringan, 2017) Persentase kematian bayi

pada ibu dengan pendidikan tidak tamat SMP sebesar 23 persen,

lebih tinggi dibandingkan ibu dengan pendidikan tamat SMP ke

atas (14,9%). ibu yang tidak berpendidikan SD-SMP mempunyai

risiko dua kali untuk mati dibandingkan bayi yang mempunyai ibu

berpendidikan SMA keatas setelah dikontrol faktor BBLR.5 Ibu

yang berpendidikan akan lebih bijak dalam menjaga kehamilan,

memilih penolong persalinan dan merawat bayinya.

3) Pekerjaan

Status pekerjaan suami dan istri juga mempengaruhi kondisi

kehamilan dan bisa menyebabkan kematian ibu atau bayi karena

berkaitan dengan faktor sosial ekonomi keluarga. Faktor sosial

ekonomi berpengaruh terhadap akses seorang perempuan dalam

mendapatkan pendidikan, gizi yang baik, dan pelayanan kesehatan

yang baik pula. Apabila ketiga akses tersebut tidak dapat terpenuhi

maka meningkatkan resiko terjadinya kematian ibu dan bayi.


10

Menurut peneliti (Ima Azizah dan Oktiaworo, 2017) dalam

penelitiannya sebagai besar ibu tidak bekerja selama hamil, yaitu

sebagai ibu rumah tangga (80%), sedangkan ibu yang bekerja

(20%).

4) Status Gizi

Apabila ibu hamil dengan status gizi yang buruk, akan

berisiko melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah,

pertumbuhan dan perkembangan janin juga dapat terhambat,

sehingga mempengaruhi kecerdasan anak (Ima Azizah dan

Oktiaworo, 2017).

Menurut peneliti (Susanty dan Salmiah, 2018) tidak

baiknya status gizi Ibu yang dilihat dengan LILA dikarenakan oleh

Ibu yang tidak menjaga asupan makanan saat hamil. Ini terbukti

dari wawancara mendalam yang dilakukan bahwa informan

menjawab selama hamil nafsu makannya berkurang. Padahal

status gizi ibu hamil adalah makanan atau zat-zat gizi yang di

butuhkan oleh seorang ibu yang sedang hamil baik pada trimester

I, trimester II, dan trimester III dan harus cukup jumlah dan

mutunya dan harus di penuhi dari kebutuhan makan sehari-hari

sehingga janin yang dikandungnya dapat tumbuh dengan baik serta

tidak mengalami gangguan dan masalah. Oleh karena itu, untuk

mengurangi status gizi tidak baik ibu hamil harus menjaga nutrisi

selama kehamilan dengan makan makanan yang bergizi dan bagi

tenaga kesehatan memberikan penyuluhan yang dilakukan sejak

awal pemeriksaan kehamilan dan setiap kali periksa kehamilan,


11

menganjurkan Ibu rutin melakukan pemeriksaan kehamilan,

menganjurkan Ibu

istirahat cukup dan pemberian leaflet tentang gizi seimbang bagi

Ibu hamil.

5) Anemia

Kebutuhan zat besi selama 40 minggu kehamilan adalah

750 mg yang meliputi 425 mg untuk ibu hamil, 300 mg untuk

janin dan 25 mg untuk plasenta. Proses hemodilusi tersebut akan

menjadi hal patologis bila asupan zat gizi kurang dan malabsopsi.

Asupan gizi

yang kurang dan malabsopsi akan menyebabkan

ketidakseimbangan sehingga berdampak pada penurunan Hb darah

(Ima Azizah dan Oktiaworo, 2017).


Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan

kurang pengetahuan akan penting gizi pada saat hamil di usia

muda, karena pada saat hamil mayoritas seorang ibu mengalami

anemia. Tambahan zat besi dalam tubuh fungsinya untuk

meningkatkan jumlah sel darah merah, membentuk sel darah

merah janin dan plasenta, lama kelamaan seorang yang kehilangan

sel darah merah akan menjadi anemia.

6) Kunjungan ANC

Pemeriksaan antenatal care (ANC) dilakukan untuk

mengetahui keadaan ibu ataupun janin yang dikandungnya,

sehingga dapat melakukan deteksi dini apabila terjadi komplikasi

ataupun masalah pada masa kehamilan, persalinan ataupun masa

nifas (Oktarina, 2017).


12

Permenkes Nomor 97 Tahun 2017 merupakan upaya

pemerintah memberikan pelayanan kesehatan anak sejak masih

janin dalam kandungan. Pada Permenkes ini ditetapkan bahwa

seharusnya seorang ibu menerima pelayanan ANC secara terpadu

meliputi ANC 10T.

Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi mengancam

jiwanya, mengancam bayi yang dikandungnya serta bayi yang

akan dilahirkannya oleh karena itu setiap ibu hamil memerlukan

sedikitnya 4 kali kunjungan selama periode antenatal

(Bustami dkk, 2015).


7) Jenis Persalinan

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang

telah cukup bulan atau dapat diluar kandungan melalui jalan lahir

atau melalui jalan lain, sebesar 15% persalinan di negara

berkembang merupakan persalinan dengan cara tindakan, dan hal

ini memberikan risiko baik terhadap ibu maupun bayinya.

Sebagian risiko timbul akibat sifat dari tindakan yang dilakukan,

sebagian karena prosedur lain yang menyertai, seperti anestesi dan

transfusi darah dan sebagian lagi akibat komplikasi kehamilan

yang ada, yang memaksa untuk dilakukannya tindakan (Ima

Azizah dan

Oktiaworo, 2017).

8) Jarak Kehamilan

Anak yang lahir dengan jarak kelahiran dekat akan

menderita kekerdilan atau kekurangan berat badan, bahkan

berdampak pada kematian pada bayi baru lahir. Dengan demikian

anak yang memiliki jarak kelahiran yang ideal memiliki


13

kelangsungan hidup lebih baik dan tinggi. Jarak kehamilan yang <

2 tahun berarti tubuh ibu belum kembali kekeadaan normal akibat

kehamilan sebelumnya, kehamilan dalam keadaan ini perlu

diwaspadai karena adanya kemungkinan pertumbuhan janin

kurang baik, mengalami persalinan yang lama atau perdarahan,

sebaliknya jika jarak kehamilan > 5 tahun, disamping usia ibu

yang sudah bertambah juga mengakibatkan persalinan berlangsung

seperti kehamilan dan persalinan pertama. Bila kehamilan seperti

itu terlanjur terjadi, ibu perlu memeriksakan kehamilannya lebih

sering dan meminta pertolongan persalinan kepada bidan/dokter

agar apabila ditemukan tanda bahaya yang dapat terjadi sewaktu-

waktu dan tidak terduga dapat segera diatasi (Noorlimah, 2015).

9) Paritas

Paritas adalah jumlah kelahiran hidup yang pernah dilalui

ibu, baik bayi tunggal maupun bayi kembar. Pada masa kehamilan,

rahim ibu teregang oleh adanya janin, apabila jumlah paritas kecil

maka otot uterus masih kuat dan kekuatan mengejan belum

berkurang sehingga risiko komplikasi persalinan maupun partus

lama yang dapat membahakan ibu maupun janin dapat berkurang.

Sedangkan apabila ibu terlalu sering melahirkan maka rahim akan

semakin lemah. Ibu yang telah melahirkan tiga anak atau lebih

akan cenderung mengalami gangguan pada waktu kehamilan,

persalinan dan nifas (Kemenkes RI, 2011).

Bayi yang dilahirkan oleh ibu untuk paritas lebih tinggi (>4)

mempunyai risiko kematian bayi lebih tinggi. Hal itu disebabkan

ibu dengan kehamilan sebanyak 4 kali atau lebih, lebih mungkin


14

mengalami kontraksi yang lemah pada saat persalinan, perdarahan

setelah persalinan, placenta previa, preeklamsi, persalinan lintang,

persalinan lama (Rochjati,2011)

Paritas adalah keadaan wanita berkaitan dengan jumlah

anak yang dilahirkan. Paritas 2-3 merupakan paritas yang aman

ditinjau dari sudut kematian maternal (Elisabeth Siwi Walyani,

2015).

10) Umur Kehamilan

Umur kehamilan adalah perkiraan usia janin yang dihitung

dari hari pertama haid sampai pada saat melahirkan. Bayi yang

lahir pada usia < 37 minggu disebut dengan bayi prematur,

persalinan prematur merupakan hal yang berbahaya karena

mempunyai dampak terhadap kematian neonatal, karena masa

kehamilan yang makin pendek maka akan semakin berkurang

masa pertumbuhan organ tubuh pada bayi sehingga makin mudah

terkena komplikasi. Selain itu bayi yang kurang bulan juga tidak

dapat menghisap dan menelan secara sempurna sampai usia gestasi

di atas 32 minggu dan pemenuhan kebutuhan makanan pada usia

1-2 minggu pertama lambat, sedangkan pada bayi yang lahir pada

usia > 42 minggu dapat menyebabkan kematian neonatal yang

disebabkan oleh penuaan plasenta sehingga pemasokan makanan

dan oksigen dari ibu kejanin menurun (Morwarti, 2015).

Sebuah usia kehamilan penuh berlangsung selama 40

minggu. Bayi yang lahir sebelum 37 minggu dapat dikategorikan

sebagai bayi premature. Jika ibu yang hamil tidak mendapatkan

perawatan yang cukup atau mengalami kondisi tersebut, bisa


15

memicu bayi lahir lebih awal (prematur) yang memiliki risiko

lebih tinggi untuk mengalami masalah pernafasan, pencernaan,

penglihatan, kognitif, dan masalah lainnya (Niwang, 2016).

Menurut peneliti (Susanty dan Salmiah, 2018) Usia

kehamilan yang mengalami kejadian kematian bayi terbanyak

yaitu pada <37 minggu. Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ

dan alat-alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk bertahan

hidup diluar rahim. Makin muda umur kehamilan, fungsi organ

tubuh bayi makin kurang sempurna, prognosis juga semakin

buruk. Untuk mengurangi kematian bayi dengan usia kehamilan <

37 minggu maka kita anjurkan ibu hamil untuk menjaga nutrisi

selama kehamilan. Apabila nutrisi ibu baik maka perkembangan

janin juga baik dan akan terhindar dari berat badan bayi kurang

dan tidak mengalami kematian bayi.

b. Faktor risiko bayi

1) Jenis kelamin

Bayi laki-laki cenderung lebih rentan terhadap penyakit

dibandingkan dengan bayi perempuan. Secara biologis bayi

perempuan mempunyai keunggulan fisiologi pada tubuhnya jika

dibandingkan dengan bayi laki-laki, bayi perempuan memiliki

kromosom XX sedangkan laki-laki memiliki kromosom XY. Jika

salah satu dari kromosom X pada bayi perempuan kurang baik

maka keberadaan kromosom tersebut digantikan oleh kromosom X

yang lainnya. Sedangkan jika salah satu kromosom pada bayi laki-

laki kondisinya kurang baik, maka tidak ada kromosom pengganti

yang dapat menggantikan kromosom yang rusak, keadaan tersebut


16

menyebabkan bayi laki-laki lebih rentan terhadap kejadian lahir

mati atau kematian neonatal (Ima Azizah dan Oktiaworo, 2017).

2) Ikterus

Ikterus merupakan suatu gejala yang sering ditemukan

pada Bayi Baru Lahir (BBL). Ikterus terjadi apabila terdapat

akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, icterus

akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya.

Dikemukakan bahwa angka kejadian icterus terdapat pada 60%

bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan (Niwang,

2016).

3) Kelainan kongenital

Kelainan kongenital atau cacat bawaan merupakan

kelainan yang terlihat pada saat lahir bukan akibat proses

persalinan. Beberapa kelainan kongenital dapat menyebabkan

kematian langsung pada bayi seperti anensefali dan atresia ani.

Sedangkan kelainan kongenital yang tidak langsung menyebabkan

kematian tetapi dapat menyebabkan kecacatan yaitu bibir sumbing,

hidrosefalus, meningoensefalokel, kaki pengkor, fokomelia, dan

lain-lain (Ima Azizah dan Oktiaworo, 2017).

4) Sepsis

Sepsis neonatorum sebagai salah satu bentuk penyakit

infeksi pada neonatus masih merupakan masalah utama yang

belum dapat terpecahkan sampai saat ini. Sepsis neonatorum

adalah Systemic Inflammation Respons Syndrome (SIRS) yang

disertai dengan infeksi yang telah terbukti (proven infection) atau

tersangka (suspected infection) yang terjadi pada bayi dalam satu


17

bulan pertama kehidupan. SIRS merupakan kaskade inflamasi

yang diawali oleh respon host terhadap faktor infeksi dan bukan

infeksi berupa suhu, denyut jantung, respirasi dan jumlah leukosit.

Kejadian sepsis dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti

faktor ibu (kelahiran kurang bulan, persalinan dengan tindakan,

demam pada ibu), faktor lingkungan, serta yang paling penting

faktor dari neonatus sendiri, seperti jenis kelamin, status kembar,

prosedur invasif, bayi kurang bulan dan berat badan lahir. Faktor

risiko terjadinya sepsis adalah bayi dengan jenis kelamin laki-laki,

karena aktivitas pada bayi laki-laki lebih tinggi dibandingkan bayi

perempuan sehingga bayi laki-laki memerlukan oksigen yang lebih

banyak, karena jika oksigen kurang di dalam tubuh maka bakteri

anaerob akan mudah berkembang. Status kembar juga merupakan

salah satu faktor risiko, karena bayi kembar kemungkinan besar

akan lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan

prematuritas, sehingga akan berisiko mengalami sepsis karena

organ tubuhnya belum sempurna dan sistem imunnya kurang yang

menyebabkan mudah terkena infeksi (Putri Rahmawati dkk, 2018).

Pada bayi baru lahir, sepsis terjadi bila bakteri masuk ke

tubuh bayi dari ibu selama masa kehamilan dan persalinan.

Beberapa komplikasi selama kehamilan yang meningkatkan risiko

sepsis pada bayi baru lahir, antara lain:

a) Demam pada ibu selama persalinan.

b) Infeksi pada uterus atau placenta.

c) Ketuban pecah dini

5) BBLR
18

BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahir

kurang dari 2500 gram. Dahulu bayi baru lahir yang berat badan

lahir kurang atau sama dengan 2500 gram disebut premature.

Untuk mendapatkan keseragaman pada Kongres “European

Perinatal Medicine” II di London (1970) telah disusun definisi

sebagai berikut:

a) Bayi kurang bulan: bayi dengan masa kehamilan kurang dari

37 minggu (259 hari)

b) Bayi cukup bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai 37

minggu sampai dengan 42 minggu (259-293 hari)

c) Bayi lebih bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai 42

minggu atau lebih (294 hari atau lebih)

Dengan pengertian diatas maka bayi dengan berat badan lahir

rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu: yaitu prematuritas

dan dismaturitas (Icemi Sukarni, 2015).

Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 25 Tahun

2014 tentang upaya kesehatan menyatakan bahwa bayi baru lahir

rendah atau prematur memerlukan penanganan sesuai standar yaitu

dengan menjaga suhu hangat terhadap bayi baru lahir. Setiap bayi

baru lahir prematur yang mendapat penanganan yang adekuat dapat

mencegah terjadinya kematian neonates sehingga otomatis akan

menurunkan kematian bayi.12 Apabila pemerintah Indonesia ingin

menurunkan kematian anak, kematian bayi dan kematian neonatus

maka perlu perhatian khusus terhadap bayi prematur dan bayi

BBLR. Untuk itu, diperlukan program penyelamatan bayi prematur

dan/atau BBLR.
19

Kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan sangat erat

hubunganya dengan berat badan lahir, hal ini berkaitan dengan

pertumbuhan dan pematangan (maturasi) organ dan alat-alat tubuh

belum sempurna, akibatnya bayi dengan berat badan lahir rendah

sering mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian

(Ima Azizah dan Oktiaworo, 2017).

6) Asfiksia

Asfiksia merupakan kondisi dimana bayi tidak dapat

bernapas secara spontan dan teratur setelah saat lahir, hal tersebut

dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau pengangkutan

oksigen dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau

segera setelah lahir. Asfiksia dapat menyebabkan bayi mengalami

penurunan denyut jantung secara cepat, tubuh menjadi biru atau

pucat dan reflex-refleks melemah sampai menghilang. Asfiksia

neonatorum merupakan faktor penyebab utama tingginya

morbiditas dan mortalitas neonatus, di negara maju kejadian

asfiksia ditemukan sebesar 0,3 – 0,9% dari seluruh kelahiran

hidup, kejadian ini lebih tinggi tinggi pada negara berkembang

(Ima Azizah dan Oktiaworo,

2017).

c. Faktor Pelayanan Kesehatan

1) Penolong persalinan

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan

diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan

keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk

jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya


20

kesehatan. Fasilitas suatu alat atau sarana untuk mendukung

melaksanakan tindakan atau kegiatan, pengelolaan logistik yang

baik dan mudah diperoleh serta pencatatan dan pelaporan yang

lengkap dan konsisten (Susanty dan Salmiah, 2018).

2) Sistem Rujukan

Rujukan adalah penyerahan tanggung jawab dari satu

pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan yang lain. Sistem

rujukan pelayanan obstetrik adalah suatu pelimpahan tanggung

jawab timbal balik terhadap kasus-kasus kebidan yang terjadi,

tujuan sistem rujukan yang baik diharapkan mampu membantu

pasien untuk mendapatkan perawatan dan pertolongan yang

sebaikbaiknya baik dalam mendapatkan tenaga medis yang

professional maupun kelengkapan peralatan medis yang lebih

memadai sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan

mortalitas. Kontribusi faktor keterlambatan dalam mendapatkan

pelayaan kesehatan untuk mendapatkan perawatan yang

berkualitas bagi bayi yang sakit merupakan salah satu dari

penyebab kematian neonatal. Berbagai kasus kegawat daruratan

obstetrik perinatal sering terlambat sampai kerumah sakit dan

dalam keadaan umum yang sangat jelek, sehingga jiwa ibu dan

bayinya tidak dapat diselamatkan, meskipun dengan sarana dan

fasilitas yang lengkap (Indrawarti, 2014).

d. Faktor Lingkungan

1) Jarak ke fasilitas kesehatan baik fasilitas kesehatan primer

Kemudahan akses ke saranan pelayanan kesehatan


21

berhubungan dengan jarak tempat tinggal ke pelayanan kesehatan.

Hal tersebut mempengaruhi pemanfaatan masyarakat terhadap

fasilitas pelayanan kesehatan. Idealnya jangkauan masyarakat

(jarak tempuh) terhadap sarana pelayanan kesehatan haruslah

semudah mungkin sehingga memudahkan masyarakat dalam

memperoleh pelayanan kesehatan.

2) Akses sarana transportasi dalam menjangkau fasilitas kesehatan.

Penggunaan pelayanan kesehatan yang masih rendah

merupakan salah satu indikator bahwa pelayanan kesehatan

tersebut sulit untuk dijangkau oleh masyarakat, hal ini dapat terkait

dengan letak geografis seperti jarak tempat pelayanan kesehatan,

kurangnya sarana transportasi ke pelayanan kesehatan dan

kemampuan masyarakat untuk membayar biaya transportasi.

Kemudahan sarana transportasi untuk menjangkau pelanyanan

kesehatan dapat dilihat dari tiga komponen, yaitu kemudahan

dalam mendapatkan model sarana transportasi, waktu tempuh dan

ongkos atau biaya transportasi (Nainggolan, 2016)

B. Landasan Teori

Kematian bayi adalah bayi yang mati dan mati dini <28 hari

kelahiran. Kematian bayi dibagi menjadi 2, yaitu kematian bayi dini yang

terjadi selama minggu pertama kehidupan (0-6 hari) dan kematian bayi

lambat yang terjadi 728 hari kehidupan. Kematian bayi menurut penyebabnya

yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen disebabkan oleh faktor-

faktor yang dibawa anak sejak lahir yang diperoleh dari orang tuanya atau

didapat selama kehamilan dan kematian bayi eksogen atau kematian post-
22

neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh

lingkungan luar (Rachmadiani dkk., 2018).

Faktor yang berhubungan dengan kematian neonatal terdiri dari

empat faktor, yaitu: 1) faktor ibu yang meliputi umur ibu, pendidikan ibu,

pekerjaan, status gizi, status anemia, kunjungan antenatal care, jenis

persalinan, jarak kehamilan, paritas, umur kehamilan dan status kesehatan

ibu, 2) faktor bayi yang meliputi kondisi bayi ketika lahir serta komplikasi

yang menyertainya seperti jenis kelamin, Ikterus, kelainan kongenital, sepsis,

BBLR, asfiksia, kelainan pernapasan, dan lain- lain. 3) faktor pelayanan

kesehatan yang terdiri dari penolong persalinan, tempat persalinan dan sistem

rujukan, 4) faktor geografis atau lingkungan yang meliputi jarak ke fasilitas

kesehatan baik fasilitas kesehatan primer (klinik/ puskesmas/ praktik

bidan/praktik dokter) ataupun fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit) dan

akses sarana transportasi dalam menjangkau fasilitas kesehatan (Ima Azizah

dan Oktiaworo, 2017).

C. Kerangka Konsep
Faktor penyebab kematian bayi

Faktor ibu: Faktor Bayi:


1. Umur ibu 1. Berat badan lahir
a. <20 tahun a. Berat badan lahir yang
b. 20 – 35 tahun berisiko (<2500 gram
c. >35 tahun atau >4000 gram)
b. Berat badan lahir
2. Paritas tidak beresiko (2500-
4000 gram)
a. Paritas berisiko <1 2. Asfiksia
b. Paritas tidak berisiko 2-4 a. Ya
c. Paritas berisiko >4 b. Tidak
3. Umur Kehamilan
a. < 37 minggu
b. 37-42 minggu
c. > 42 minggu
23

DAFTAR PUSTAKA

Azizah I, dan Oktiaworo K.H. (2017). Kematian Neonatal di Kabupaten Grobogan.


Higeia Journal of Public Health Research and Development Vol 2.
Dewi, Niwang Ayu. 2016, Patologi dan Patofisiologi Kebidanan, Nuha Medika,
Yogyakarta.
Indarwati dan Wahyuni. 2014. Pelaksanaan Rujukan Persalinan dan Kendala yang di
hadapi. Jurnal Infokes, 1(4): 1-12
Manuaba. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana.
Jakarta: EGC.
Morwati, K, A., dan Zulaikhah, S. 2015. Faktor Ibu, Bayi dan Budaya Yang
Mempengaruhi Kejadian Kematian Bayi di Puskesmas Pedan. Jurnal Kesehatan,
1(6): 83-88 41
24

Nainggolan, O., Hapsari, D., dan Indrawarti, L. 2016. Pengaruh Akses ke Fasilitas
Kesehatan terhadap Kelengkapan Imunisasi Baduta (Analisis Riskesdas 2013). Jurnal
Media Litbangkes, 1(26): 15-28
Rachmadiani A.P, Shodikin M.A, dan Cicih K. (2018). Faktor-Faktor Risiko
Rahmawati, Putri, Mayetti, dan Sukri Rahman. 2018. Hubungan Sepsis Neonatorum
dengan Berat Badan Lahir pada Bayi di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas. Vol. 7 No. 3

Anda mungkin juga menyukai