Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Anak Pertama: Karya Taraja Busir Praymen Sitindaon

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 100

ANAK PERTAMA

Karya Taraja Busir Praymen Sitindaon


Bab1
Album Yang Pernah Kusam

Aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Aku seorang laki laki dan kedua adikku
adalah laki-laki juga. Aku dilahirkan di dolok merangir, pada tanggal 19 November
2005.Sekarang aku berusia 17 tahun.

Hobiku adalah berenang dan membaca novel. Cita-citaku ingin menjadi ahli di bidang
komputer, serta selalu membahagiakan kedua orangtuaku. Ayahku bernama Moch. Ali dan
ibuku bernama Erna Wati.

Ayahku hanyalah seorang petani biasa. Dalam kisah ini aku akan menceritakan tentang
perjalanan hidupku beberapa tahun lalu yang penuh dengan perubahan di setiap
momentnya.

Tepatnya saat aku masih duduk di bangku kelas 5 SD, serta usiaku baru menginjak 11
tahun.Dulu aku adalah anak kecil yang sangat manja. Hampir semua kegiatan tidak
kulakukan sendiri, aku elalu dibantu oleh orang-orang terdekatku.

Entah itu ayah, ibu, nenek, paman, bibi, ataupun teman-temanku. Aku sangat bersyukur
karena memiliki mereka, tidak pernah terbayangkan olehku apabila di dunia ini aku tidak
memiliki siapa-siapa.

Dulu apabila aku menginginkan sesuatu pasti selalu dituruti, mungkin itu juga salah satu
faktor penyebab mengapa jika aku meminta sesuatu harus dituruti. Orangtuaku tidak
pernahmemarahiku sedikitpun.

Aku selalu dimanja oleh mereka. Mereka tidak pernah lelah dalam memberikn kasih
sayangnya padaku. Dulu tidur pun aku juga bersama mereka.Kala itu semua permintaanku
selalu terpenuhi. Mulai dari kebutuhan yang terpenting hingga yang tidak penting sekalipun
selalu dituruti oleh orangtuaku.
Namun, saat permintaanku tidak terpenuhi aku akan berbuat hal-hal yang tidak pernah
diduga oleh orangtuaku. Hal-hal tersebut tidak lain adalah aku yang mogok makan,
mengunci diri di dalam kamar tidur, bahkan menangis seharian di kamar mandi pernah
kulakukan.

Semua itu kulakukan semata-mata agar semua keinginanku terpenuhi. Akhirnya selalu aku
yang menjadi pemenang, karena orangtuaku mengalah dan lebih memilih untuk menuruti
keinginanku. Dulu, aku tidak pernah memikirkan dampak dari perbuatan itu.

Aku egois? Ya, dulu aku memang sangatlah egois. Aku sama sekali tidak memikirkan
perasaan kedua orangtuaku. Di sekolah aku juga bersikap yang sama layaknya di rumah.
Dulu PRku selalu dikerjakan oleh ibuku. Aku tidak pernah membantunya dalam melakukan
pekerjaan rumah. Dalam hal mngerjakan tugas, baik tugas rumah maupun tugas sekolah
aku sangatlah malas. Sampai saat ini kebiasaanku itu masih ada, namun sedikit berkurang.

Aku dulu bersikap seolah-olah aku adalah putri seorang raja yang harus dipenuhi segala
keinginannya. Semua orang terdekatku balk para pelayan tuan putri yang harusmenurut
setiap diperintah oleh majikannya.

Namun, seiring berjalannya waktu semua kehidupan itu akan berubah. Ada masanya di
mana tuan putri akan menjadi seorang rakyat jelatah yang hanya meminta belas kasihan
dari orang-orang agar dapat memenuhi kebutuhannya.

Dulusaat di sekolah, aku sangat memilih-milih dalam berteman, aku tidak pernah mau
bemain dengan anak yang kutu buku dan kerjaannya hanya belajar terus.

Saat itu adalah hari terakhir untukku duduk di bangku klas 5 SD. Emua wali kelas
memberikan undangan kepada muridnya untuk diberikan kepda orangtua masing-masing.

Waktu pengambilan raport akhir semester pun tiba, semuawali murid menghadirinya dan
sebagian besar membawa anak mereka yang masih balita.

Di kelasku hanya ada beberapa anak yang tidak mempunyai adik, salah satunya adalah aku.
Saat itulah muncul keinginan pada diriku untuk memiliki seorang adik.
Sesampainya di rumah setela pengambilan raport, aku berbicara dengan malu-malu
kepada ibuku tentang keinginanku untuk mempunyai seorang adik.

“Bu, aku pingin punya adik,” ujaku sambil tiduran di pangkuan ibu. “Kamu yakin pingin
punya adik.” Jawab ibuku.

“Yakin dong bu, aku pingin banget punya adik tapi adiknya harus cowok gak boleh cewek,”
seruku.

“Emang kenapa kalo cewek?” tanya ibu.

“Ya nanti aku jadi punya saingan, iya kalo ibu adil, kalo enggak gimana?” tanyaku balik.

Ibuku hanya membalas dengan senyuman, tanpa berkata apapun. Keadaan menjadi hening
seketika, kemudian aku lebih memilihuntuk pergi ke kamar dan menonton televisi di sana.

Tak lama etelah aku meminta agar mempunyai adik, aku mendengar kabar bahwa ibuku
sedang mengandung. Aku bahagia, namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama.
Kehidupan yang aku bayangkan ketika sudah mempunyai adik.

Ternyata sangat berbanding terbalik dengan ekspetasiku. Seketika itu aku mulai setuju
bahwa realita tak seindah ekspetasi.

Dalam sekejap semua perubahan terpampang jelas di depanku, kala seorang anak laki-laki
itu datang di kehidupanku. Dia yang dulu aku inginkan kehadirannya justru dia mengambil
seluuh kebahagiaanku detik itu juga.

Aku yang dulu sangat dimanja oleh orang-orang terdekatku sungguh berbeda dengan
keadaanku setelah anak itu datang di kehidupanku, semua berubah menjadi kelabu. Hilang
semuapelayan tuan putri.

Mimpi untuk menjadi tuan putri yang sangt disanjung seakan hancur dalam sekejap karena
kehadiran seorang pangeran kecil. Andai tuan putri mengetahui kalau seperti ini resikonya,
dia tidak akan pernah meminta hal itu kepada kedua orangtuanya.
Semua perhatian dan kasih sayang mereka berikan kepada anak itu. Mereka seakan
menganggapku sudah pergi jauh dan tak kasat mata. Mana mereka yang dulu? Mana
keluargaku? Mana kasih sayang mereka yang dulu? Tuan putri kehilangan semuanya.

Dia hanya dianggap sebagai arwah gentayangan. Detik itu juga aku marah. Aku meluapkan
segala emosiku yang selama itu kutahan. Aku menangis. Menangis, dan menangis.

“Ibu, apa ibu gak sayang lagi sama aku?” tanyaku sambil membentak.

“Apa ibu gak merasa kalau ibu sama yang lain itu berubah, aku sekarang seperti hidup
sendiri bu! Apa ibu pernah ngebayangin jika ibu ada di posisiku, enggak kan.” Bentakku
sambil menangis.

Setelah mengucapkan kalimat itu aku langsung masuk ke dalam kamar tanpa
mendengarkan penjelasan apapun. Bahkan aku sempat meminta agar anak itu dibuang
sejauh-jauhnya.

Aku dituntut untuk melakukan semua hal dengan sendiri. Ibuku tidak lagi mengerjakan
tugasku. Semua pekerjaan harus bisa aku lakukan, bahkan aku harus membantu
mengerjakan semua tugas ibuku.

Semua orang lebih memilihnya, aku pernah berfikir kenapa tidak sekalian saja mereka
mengasingkanku di hutan yang penuh dengan binatang buas.

Hingga akhirnya aku mulai berfikir lebih dewasa. Aku mulai bangkit dan kembali menggapai
mimpiku tanpa bergantung kepada orang lain. Saat itu aku ingin memperoleh nilai UN yang
terbaik. Aku belajar lbih giat lagi.

Namun, di sisi lain aku juga sedih karena baru menyadari betapa pentingnya belajar.
Seandainya dulu aku mengerjakan tugas dengan sendiri, mungkin aku tidak akan belajar
dengan tergesa- gesa seperti ini.

Aku terus berlatih soal-soal agar nilai ujian nasionalku bagus. Ternyata memang benar kata
orang bahwa, usaha tidak mengkhianati hasil.
Setelah belajar dengan susah payah akhirnya hasil yang kuperoleh setimpal dengan usaha
yang kukeluarkan. Aku mendapat nilai UN sesuai dengan keinginaku.

Hasil ujian nasionalku yang memuaskan dapat membantuku untuk bersekolah di tempat
yang aku inginkan.

Aku beruntung dapat melanjutkan sekolah di sana meskipun awal kelas 7 aku tidak berada
di kelas unggulan, aku tetap bersyukur karena masuk di kelas 7H.

Di kelas itulah aku mulai merasa tertantang. Aku tertantang untuk mengalahkan teman-
temanku yang lain agar bisa masuk di kelas.

Menjadi panutan bukan tugas anak sulung-kepada adik-adiknya. Menjadi panutan adalah
tugas orangtua-untuk semua anak.

Seorang anak, tidak wajib menjadi baik atau pintar hanya karena dia sulung. Nanti yang
sulung benci sama takdirnya dan si bungsu tidak belajar tanggung jawab dengan cara yang
sama.

Semua anak wajib menjadi baik dan pintar karena memang itu yang sebaiknya semua
manusia lakukan.

Itu kutipan dari novel sabtu bersama bapak. Yang one of the powerful novel i have read. Gak
pernah gak jatuh cinta kalau baca novel ini

Nah gimana dengan mengalah? Saya sebagai anak pertama sering sekali dituntut untuk
yang harus mengalah dari adik-adik saya.

Bahkan ketika saya mengadu sama orang tua, malah saya yang dimarahi padahal saya
melakukan itu karena saya membela diri atau sedang memberi tahu yang benar tapi
mungkin adik saya ini berlebihan sekali sampai bilang saya yang begini begitu dil padahal
disakiti juga engga.
Sebenarnya saya agak kontra disitu. Seolah menunjukkan kalau selamanya merekalah yang
benar dan saya yang salah semata-mata karena saya anak pertama.

Well.. Kalau boleh minta sama tuhan, saya juga maunya jadi anak paling kecil aja. Biar gak
dituntut untuk selalu mengalah.

Saya gak setuju dengan statement anak pertama harus selalu mengalah lalu anak terakhir
boleh manja-manjaan dan sesukanya, Gak adil bagi saya.

kemampuannya karena masih kecil. Tiap anak punya masalahnya masing-masing.

Mereka, anak-anak pertama, berharap orangtua sadar bahwa orangtualah yang harus
menjadi panutan.

Jangan bebankan apa yang tak seharusnya menjadi anak pertama. Namun, anak pertama
hanya mampu melihat dari sudut pandang anak pertama. Mereka tak tahu beban yang
dirasakan orangtua.

Orangtua sadar betul mereka sudah jadi panutan tanpa perlu disuarakan. Orangtua
berjuang sekuat tenaga mereka. Orangtua juga kepayahan berjuang, tetapi berusaha
menutupi lelah raut wajahnya.

Orangtua juga terbebani. Dan, ini adalah bagian dari sifat manusia mereka, kelemahan
mereka, ketidaksempurnaan mereka, sehingga mereka salah memperlakukanmu. Ingin
menjadikanmu sebagai panutan adik-adikmu, karena mereka pribadi ingin dirimu lebih baik
dari mereka.

Mereka, anak-anak pertama, jadi begitu kritis menilai berbagai kekurangan yang ada dalam
rumah ini. Tetapi, anak-anak pertama seringkali lupa bahwa...

kita hidup di dunia yang tidak sempurna; diisi oleh orang-orang yang tidak sempurna; tapi,
menuntut kesempurnaan.Mari kita belajar mengalah lagi. Tetapi, tambahkan keadilan kali
ini.
Bab2
Menahan Rasa Sakit

Kalau begitu kapan dong anak terakhir mengerti dewasa dan mengalah kalau dibela
dengan manja? Kapan mereka mengerti itu salah kalau mereka tidak pernah dilatih untuk
mengaku pada kesalahannya? Kalau anak pertama harus dituntut mengalahdan mengganti
peran orang tua, kapan mereka bisa merasakan bermanja sekedar bersandar dan bertukar
cerita dengan orang tuanya kalau kesempatan itu didominasi sama anak paling terakhir
saja? Apa ini adil?

kemampuannya karena masih kecil. Tiap anak punya masalahnya masing-masing.

Mereka, anak-anak pertama, berharap orangtua sadar bahwa orangtualah yang harus
menjadi panutan. Jangan bebankan apa yang tak seharusnya menjadi anak pertama.
Namun, anak pertama hanya mampu melihat dari sudut pandang anak pertama.

Mereka tak tahu beban yang dirasakan orangtua. Orangtua sadar betul mereka sudah jadi
panutan tanpa perlu disuarakan. Orangtua berjuang sekuat tenaga mereka. Orangtua juga
kepayahan berjuang, tetapi berusaha menutupi lelah raut wajahnya.

Orangtua juga terbebani. Dan, ini adalah bagian dari sifat manusia mereka, kelemahan
mereka, ketidaksempurnaan mereka, sehingga mereka salah memperlakukanmu. Ingin
menjadikanmu sebagai panutan adik-adikmu, karena mereka pribadi ingin dirimu lebih baik
dari mereka.

Mereka, anak-anak pertama, jadi begitu kritis menilai berbagai kekurangan yang ada dalam
rumah ini. Tetapi, anak-anak pertama seringkali lupa bahwa...

kita hidup di dunia yang tidak sempurna; diisi oleh orang-orang yang tidak sempurna; tapi,
menuntut kesempurnaan.

Mari kita belajar mengalah lagi. Tetapi, tambahkan keadilan kali ini. Lihatlah lebih objektif
bahwa semua orang berjuang dengan ujian mereka
masing.Kabar buruknya, saya tidak pernah berbagi cerita dengan orang tua tentang apapun
meskipun tentang teman. (kadang-kadang sih masih suka cerita sama mama) Karena orang
tua saya orang sibuk, kalau pun ada waktu luang dihabiskan dengan adik-adik saya.

Saya anak lelaki dan anak pertama pula.

Padahal sebenarnya orang tua saya adalah orang yang menyenangkan. Memang pada
dasarnya saya gak terlalu suka curhat atau cerita-cerita galau.

Gak Pada siapapun saya jarang curhat tapi saya dan orang tua cukup dekat karena mereka
juga asik buat diajak nyanyi bareng, becanda bareng, jogetan bareng, pokoknya layaknya
kakak-adik.
Saya juga jadi orang yang tampak kuat padahal lemah. Saya gak pernah terlihat sedih dan
tampak baik-baik saja nyatanya saya punya kesedihan juga dan punya masalah yang
membuat saya pernah hampir mau tempar gelassaking marahnya.

Iya Pernah depresi sekali rasanya sampai saya gagal menemukan siapa saya ini. Akhirnya
saya introspeksi apa yang membuat saya seperti itu.

Saya juga pernah nekad kabur dari rumah gara-gara apa lupa sih ini waktu sd atau smp
lupa deh wkwk.

Saya pernah iri dengan kehidupan teman saya yang jadi anak terakhir, anak tengah yang
tidak dituntut ini itu dan lainnya.

Memang saya pernah berpikir kenapa sih tuhan harus jadikan saya anak pertama? Gak adik
saya saja yang jadi anak pertama? Saya akhirnya sadar kalau sebenarnya semua
pertanyaan yang sifat nya tak bisa terjangkau manusia seperti itu bukan tidak ada
jawabannya tapi ada hal yang sebaiknya tidak usah kita uring-uringkan karena alasan itu
ada pada sang pencipta itu sendiri.

Kita entah sudah diberi tahu atau belum.


Nanti kalau saya punya anak saya gak mau men-stereotype bahwa anak yang pertama
harus mengalah.

Tidak Saya akan menerapkan bahwa semua anak harus mengaku kesalahannya. Semua
anak harus belajar mengalah, tidak egois, dan bertanggung jawab akan siapa dirinya.

Saya perwakilan dari anak pertama yang dituntut selalu mengalah sampai pernah
mengatakan sama mama “kalau dia terus dibela kapan dia sadar dia salah?” Dan mama
diam,Ini waktu sma sih.

Tapi saya berpikir positifnya saja. Setidaknya saya bisa lebih punya pemikiran matang, lebih
bisa tumbuh dengan pikiran bijak, bisa mencari problem solvingsendiri untuk masalah saya,
bisa lebih mandiri mengatur self-control yang walaupun self-control saya sangat amat
buruk sampai sekarang dan tidak egois yang semua itu berasal dari segala tuntutan anak
pertama sejak saya kecil.

"Keras kepala? Aku keras kepala, Pah? Aku selalu menjadi korban kalian, dijadikan tumbal
dalam segala hal!" teriak Selena menggila.

PLAK! Nessy menamparnya, membuat Selena memalingkan muka.

Dan ya, ini tidak aneh. Selena sering mendapatkannya, bahkan hanya karena berdebat
masalah makan saja.

"Jaga bicaramu, kau ini anak pertama dan sudah seharusnya melakukan itu. Tidak tau
malu," ucap Nessy kemudian berjalan lebih dulu.

Dan Nick? Pria yang seharusnya menjadi cinta pertama Selena itu hanya berdecak.
"Seharusnya kau mendengarkan ibumu lebih baik," ucapnya kemudian melangkah pergi.

Selena menyeka air matanya, dia menunggu taksi yang sebentar lagi datang. Dia benar
benar ingin kabur dari semua ini, jika saja dia tidak menyayangi Natalie,
Tidak banyak orang di sana, membuat Alex bertanya tanya. Dan sepertinya penjaga itu
mengetahui isi pikiran Alex. Jadi dia berkata, “Hanya kami berdua di sini. Nah, jika ada
pameran, baru akan ada banyak orang.”

Alex hanya menjawab. Mengangguk Tanpa

“Selena suka dengan keheningan, apa kau suami dari adiknya? Kudengar dia menikah
kemarin ‘kan? Tapi aku tidak diundang, karena yang datang hanya tamu dari orang orang
penting.”

“Ya,” ucap Alex singkat, dia malas berbicara dengan orang itu.

Sampai tiba-tiba terdengar suara... PLAK! Telinganya

Kemudian disusul dengan teriakan, “Kakak!”Yang membuatnya bergegas masuk.

Seseorang yang berada di bagian depan pintu itu mengenali Natalie, dia melihat foto
perempuan itu di meja sang boss. "Hallo, ada yang bisa saya bantu?"

"Aku adiknya Selena, bertemu dengannya?" bisa aku

"Oh, Selena sedang berada di ruangan melukisnya di sana. Ingin aku panggilkan?" tanya
wanita tua itu.

Yang membuat Natalie menggeleng. "Tidak perlu, aku akan menemuinya seorang diri. Kau
tunggu di sini ya, Alex."

Alex benar benar tidak bisa menolak permintaan Natalie, jadi dia duduk di ruangan tunggu
di sana. Melihat ke beberapa arah dimana ada banyak lukisan abstrak. Sementara Natalie
masuk ke dalam ruangan yang ditunjukan sang penjaga sebelumnya.

Tidak banyak orang di sana, m uat Alex bertanya tanya. Dan sep nya penjaga itu
mengetahui isi pikiran Alex.
"Apa yang kau lakukan padanya?!"

"Hiks... Alex, Saudarimenamparku," ucapnya menangis dan memeluk sang kekasih.

Penjaga galeri itu ikut masuk dan melihat kekacauan. "Ada apa ini? apa ada yang terluka?"

"Hiks Alex..." ...

"Tolong bawa dia ke bawah, ada supirku di sana. Minta dia antarkan Natalie ke rumah
sakit," ucap Alex.

Yang disanggupi sang penjaga, yang langsung membantu Natalie berjalan. Wanita tua itu
terlihat ikut panic saat napas Natalie mulai memendek.

Sedangkan Selena masih menatap nyalang pada Alex. "Apa? Kau mau menyalahkanku? Kau
bahkan tidak tau apa yang terjadi? "Kau akan mendapatkan balasannya, wanita tua.
Bagaimana bis kau melukai perempuan lemah erti Natalie?".

Seseorang yang berada di bagian depan pintu itu mengenali Natalie, dia melihat foto
perempuan itu di meja sang boss. "Hallo, ada yang bisa saya bantu?"

"Aku adiknya Selena, bertemu dengannya?" bisa aku

"Oh, Selena sedang berada di ruangan melukisnya di sana. Ingin aku panggilkan?" tanya
wanita tua itu.

Yang membuat Natalie menggeleng. "Tidak perlu, aku akan menemuinya seorang diri. Kau
tunggu di sini ya, Alex."
Alex benar benar tidak bisa menolak permintaan Natalie, jadi dia duduk di ruangan tunggu
di sana. Melihat ke beberapa arah dimana ada banyak lukisan abstrak. Sementara Natalie
masuk ke dalam ruangan yang ditunjukan sang penjaga sebelumnya.

Tidak banyak orang di sana, m uat Alex bertanya tanya. Dan sep nya penjaga itu
mengetahui isi pikiran Alex. Jadi dia berkata, "Hanya kami.

Begitulah permintaan Natalie yang memaksa, membuat Alex rela menunda meetingnya dan
mengantarkan sang kekasih menuju gallery wanita yang dinikahinya.

Alex benar benar dibuat kesal oleh Selena, bisa bisanya wanita tua itu pergi meninggalkan
kekasihnya tanpa berpamitan.
Sampai mobil yang mereka tumpangi berhenti di sebuah gedung perusahaan besar. Dan
milik Selena berada di lantai empat.

“Woahh, miliknya tidak terlalu besar. Hanya dia menyewa gedung yang besar,” gumam
Natalie.

“Nah kau lihat bukan? Dia tidak sehebat itu.”

“Tapi tetap saja, dia kakaku yang paling keren, ucapnya menggandeng tangan Alex.

Dulu Seseorang yang berada di bagian memejamkan matanya sambil berontak saat pria itu
mencekiknya dengan satu tangan.Anak pertama selalu jadi beban bagi dirinya sendiri.

"Ayo, kasih ke adikmu dulu."

Sejak kecil sudah belajar cara mengalah. Tetapi, definisi mengalah yang diajarkan
membingungkannya. Apakah sebenarnya maksud mengalah? Apa mengalah berarti harus
selalu mengalah setiap saat? Ataukah, mengalah adalah

cara supaya lebih adil?


"Biarkan adikmu dulu lah yang main. Dia kan masih kecil."

Jika mengalah adalah cara supaya lebih adil, mengapa dia selalu jadi pihak yang mengalah?
Tetapi, anak pertama adalah anak pertama.
Mereka selalu dipuji setiap kali berhasil mengalah-meski mengalah itu terasa sakit karena
mereka tak pernah melihat pihak lain mengalah untuknya.

"Belajar yang rajin. Biar jadi contoh buat adik kamu."

Masih mengenakan seragam putih-merah, tetapi sudah diberi tekanan yang tak
seharusnya. Tetapi, anak pertama tak pernah berani memberontak.
Jadi, mereka akan menyingsingkan lengan di meja belajar, belajar sebaik-baiknya, sekaligus
menjaga jarak dari orang rumah.

Karena usaha belajar mereka tak selalu berujung pada nilai-nilai yang bagus.
Dan, mereka selalu khawatir menunjukkan nnilai-nila tersebut.

Dan, mereka selalu khawatir menunjukkan nilai-nilai tersebut.

Mereka dengan cemas membayangkan kegagalan di masa depan.

Sebab mereka adalah anak pertama, penolong pertama jika terjadi apa-apa, panutan bagi
saudara- saudara di rumah. Anak yang dulunya dinanti, tekanan yang tak diharapkan.

Karena tak ingin lagi mendengar tekanan yang memberatkan hati, mereka menjadi lebih
pendiam di rumah. Berusaha sebaik mungkin menjaga jarak. Menciptakan langkah baru di
dunia luar. Namun, kalung yang disematkan untuk mereka begitu berat.

Terlalu berat.

Mereka tak pernah meminta menjadi anak pertama. Berharap menjadi anak kedua atau
ketiga atau bungsu sekalian, yang tekanannya tak sebesar anak pertama.
Tetapi, anak pertama hanya mampu melihat dari sudut pandang anak pertama. Mereka
tak tahu beban yang dirasakan anak kedua setiap kali orangtua berkata, “Lihat, tuh,
kakakmu. Kamu masa gitu-gitu aja.

” Kamu tidak tahu rasa terabaikan yang dirasakan anak-anak pertengahan karena orangtua
sibuk mengurus kakak yang baru memasuki sekolah dan adik-adik yang baru lahir.

Kamu tidak tahu rasanya menjadi anak bungu yang terasingkan dari keluarga, beda umur
paling jauh, jarang didengar suaranya, dipandang remeh kemampuannya karena masih
kecil. Tiap anak nunua manalahnya masing masing Kemampuannya karena masih kecil. Tiap
anak punya masalahnya masing-masing.

Mereka, anak-anak pertama, berharap orangtua sadar bahwa orangtualah yang harus
menjadi panutan. Jangan bebankan apa yang tak seharusnya menjadi anak pertama.
Namun, anak pertama hanya mampu melihat dari sudut pandang anak pertama.

Mereka tak tahu beban yang dirasakan orangtua. Orangtua sadar betul mereka sudah jadi
panutan tanpa perlu disuarakan. Orangtua berjuang sekuat tenaga mereka. Orangtua juga
kepayahan berjuang, tetapi berusaha menutupi lelah raut wajahnya.

Orangtua juga terbebani. Dan, ini adalah bagian dari sifat manusia mereka, kelemahan
mereka, ketidaksempurnaan mereka, sehingga mereka salah memperlakukanmu. Ingin
menjadikanmu sebagai panutan adik-adikmu, karena mereka pribadi ingin dirimu lebih baik
dari mereka.

Mereka, anak-anak pertama, jadi begitu kritis menilai berbagai kekurangan yang ada dalam
rumah ini. Tetapi, anak-anak pertama seringkali lupa bahwa...

Kita hidup di dunia yang tidak sempurna; diisi oleh orang-orang yang tidak sempurna; tapi,
menuntut kesempurnaan.

Mari kita belajar mengalah lagi. Tetapi, tambahkan keadilan kali ini. Lihatlah lebih objektif
bahwa... Semua orang berjuang dengan ujian mereka Masing.
Bab3
Kebiasaan Diri

Hujan rintik-rintik perlahan mulai berhenti. Suara gemuruh halilintar menjadi pengingat
bahwa sudah saatnya untuk bangkit, menghadapi semua masalah yang tidak diketahui
kapan akan berakhir.

Setidaknya untuk sekedar bernapas lega tanpa ada tekanan atau beban yang sudah sering
kali harus ditanggung oleh tubuh kecilnya itu.

Namanya Niko, anak pertama dari tiga bersaudara, anak laki-laki tunggal di keluarga yang
menjadi harapan besar bagi keluarganya.

Dia tumbuh dalam keluarga yang sederhana dan penuh cinta. Ayahnya merupakan
pahlawan baginya. Dia selalu ingin menjadi seorang laki-laki dewasa seperti ayahnya,
menjadi orang yang bertanggung jawab, penyayang dan tegas.

Semua keluarganya bergantung pada pekerjaan sang ayah. Ibunya hanya seorang Ibu
rumah tangga biasa. Penghasilan dari ayah Niko tidak berlimpah ruah, namun cukup untuk
menghidupi keluarga kecilnya.

Niko mempunyai dua saudara perempuan. Anak kedua berusia 10 tahun dan anak terakhir
berusia 8 tahun. Usia mereka terpaut cukup jauh dengan Niko yang saat ini menginjak usia
16 tahun.

“menjadi contoh bagi adik-adiknya. Pada satu titik tampaknya menjadi beban baginya. Suatu hari dia lalai dalam menjaga
adiknya, yang menyebabkan kaki adiknya terluka.”

“Mamak tidak memperhatikan ketika Eli pulang setelah menonton layar, sebagai bentuk hukuman. Eli kemudian kabur
selama tiga hari ke rumah Wak Yati budhe miliknya. Eli marah pada mamak.”

“Dia merasa mamak diusir dari rumah, karena malam hari pertama dia kabur, menurut Wak Yati, mamak mengantarkan
kebutuhan sekolah dan baju- baju pengganti. Bahkan ketika bertemu Ameli adiknya, saat mengaji di rumah Nek Kiba, Amel
bercerita kalau mamak tak menanyakannya”.
“bertambah marah karena pada malam ke tiga 3D dia kabur, yang menjemputnya pulang bapak bukan mamak”.

“Namun akhirnya setelah dia mendengar pembicaraan Wak Yati dengan seorang perempuan malam-malam, dia baru sadar
bahwa selama ini meskipun Eli kabur, ternyata mamak selalu mengeceknya, membetulkan selimutnya, menciumnya, dsb.”

“Eli pun akhirnya menyadari begitu besar cinta, kasih sayang, dan pengorbanan mamak untuk dia dan adik-adiknya tanpa
membedakannya.”

“Eli dan ketiga adiknya, yaitu Pukat, Burlian, dan Amelia sama-sama didik oleh bapak dan mamak dengan hidup yang
sederhana, kerja keras, disiplin, dan penuh religi.”

“Hal tersebut yang selalu dibekalkan kepada anak-anak Pak Syahdan dan Mak Nung yang akhirnya mengantarkan mereka
menjadi orang sukses di kemudian hari, Selama ini Eli sudah terbiasa.”

kemudian hari. Selama ini Eli sudah terbiasa membantu pekerjaan orang tua. Kemampuan mamaknya yang multitasking
juga menurun kepadanya, termasuk kebiasaan mengomel ketika adik-adiknya ketika mereka nakal, bahkan melebihi
omelan mamak kepada anaknya.

Si sulung Eli meskipun seorang perempuan, namun punya keberanian yang luar biasa. Dia pun selalu rangking 1 di kelasnya
sejak kelas satu sampai kelas lima.

Di usinya yang masuk kelas 6 SD, keberaniannya semakin terlihat. la tidak pernah menangis untuk masalah yang sepele.
Suatu ketika tak sengaja dia dan Amel menunggu ayahnya dan beberapa tokoh kampung yang sedang melakukan
pertemuan dengan orang-orang penting di gedung kota.

Mereka sedang membahas masalah penggalia pasir yang dilakukan di kampungnya. Eli mendengar seseorang telah
mengatakan kalau bapaknya tak mampu membelikan baju baru untuk anak-anaknya, bisanya di loakan, dsb. Itulah saat
pertama kali dia menangis.

Dia merasa sakit hati oleh omongan Pak Johan. Dia adalah pengusaha pasir atau mantan mandor bapaknya ketika bekerja
sebagai kuli bangunan saat membangun Bandara Palembang.

Pak Johan mengatakan bahwa bapak adalah keluarga misikin. Spontan Eli berteriak keras di depan ruang pertemuan:
"Jangan hina bapakku, walau kami hidup sederhana, sungguh keluarga kami tidak hina.

Bapak kami tidak pernah Hal itu membuat seisi ruangan terdiam, dan mengakhiri rapat yang belum juga menemukan
kesepakatan.

Penambang pasir tetap ngotot melakukan penambangan karena merasa sudah mengantongi ijin. Sementara masyarakat
yang diwakili bapak, kepala kampung, dll, tetap menolak kegiatan tersebut yang dinilai merusak alam dan
menguntungkan pengusaha saja.
Sebagai anak yang pemberani, Eli tak kalah beraninya dengan kawan-kawan laki-laki di sekolah. Berbagai tantangan
selalu dia terima yang diakhiri dengan kemenangan.

Contohnya saat Anton menantangnya dalam berbagai lomba, termasuk mengumandangkan Adzan Magrib di masjid
kampong mereka. Tak heran setelah penduduk kampung mendengar suara anak perempuan adzan, semua berdatangan ke
masjid. Pengadilan dimulai, yang diakhiri dengan pembelaan oleh Nek Kiba, guru ngaji di kampung. Suara adzan Eli
setidaknya lebih kuat daripada suara adzannya laki-laki.

Terbukti setelah Eli adzan, penduduk kampung berdatangan, entah hanya sekedar melihatnya, memarahinya, atau
memang mau solat di masjid. Begitu juga yang sedang asyik nongkrong-nongkrong mereka bergegas ke masjid, tidak
seperti biasanya.

Keberanian Eli melawan penambang pasir yang meresahkan penduduk kampung, menginspirasi dia dan 3 temannya
membentuk Gank Buntal. Mereka mulai mmelakukan Gank Buntal.

Mereka mulai melakukan pengintaian ke tambang pasir dan menyusun strategi penyerangan untuk mengempesi ban. Aksi
pengempesan ban gagal, yang menyebabkan dia bersama ganknya diselamatkan Marhotap (teman yang sebelumnya
membuatnya kesal), dengan menyelam di Lubuk Larangan.

Mulai saat itu Eli dan Marhotap berdamai, apalagi setelah Marhotap menceritakan rahasia tempat dia mencari batu alam
yang bagus-bagus untuk dijadikan berbagai manik-manik dan aksesoris yang mahal harganya.

Sejak aktivitas pengerukan pasir, ladang jagung gagal panen, air sungai keruh sehingga tidak bisa untuk mandi, mencuci,
dan sulit mencari ikan, termasuk keluarga Marhotap susah mencari bebatuan indah untuk souvenir.

Begi GoBock pula dengan petani yang mau menyeberang ke ladang seberang sungai tidak diijinkan melewati pos
pengeruk pasir. Penduduk banyak dirugikan.

Suatu malam setelah selesai mengaji, Eli dipamiti Marhotap untuk melemparkan kantong balon yang berisi bensin ke truk
pengeruk pasir.

Misi Marhotap adalah meledakkan truk-truk itu sehingga penambang pasir akan meninggaplkan kampung mereka.
Marhotap berhasil meledakkan beberapa truk, namun dia gagal menyelamatkan diri. Dia terkena tembakan, dan jasadnya
tak ditemukan. Eli yang malam itu menyaksikan peristiwa nahas tersebut menceritakan kebapaknya.

Namun sampai proses penyelidikan berlangsung, Eli oleh polisi justru dikatakan kalau dia hanya berimajinasi saja. Pak
Johan terlalu pintar dan berpengalaman dalam menyuap pejabat dan polisi, termasuk menghilangkan barang bukti. Semua
truk yang terbakar telah disingkirkan, bahkwan ke mana mereka mengubur Marhotap tak seorang pun yang
mengetahuinya.
Peristiwa di atas menambah amunisi keberanian Eli. Terlebih ketika dia tak sengaja mendengar pembicaraan anak buah
Pak Joha Mereka mengatakan bahwa baju berdarah da batu manik-manik Marhotap mereka simpan di laci meja pos
penjagaan pengerukan pasir dar tidak dikunci.

Tanpa pikir panjang, Eli langsun menyusun strategi bersama Gank Bantalnya. Mereka ingin mengambil barang bukti
tersebut. Sayang sekali, untung tidak berpihak di Gank Buntal, ternyata mereka masuk dalam jebakan yang sudah disusun
Pak Johan.

Omongan anak buah Pak Johan hanya untuk memancing Eli dan kawan-kawan datang. Setelah itu Pak Johan akan
menawarkan negosiasi kepada penduduk. Dia akan menukar anak-anak itu dengan ijin penambangan penduduk.

Sebenarnya beberapa hari sebelumnya Eli dan gangnya sudah berhasil mengumpulkan semua tanda tangan atau cap
jempol semua penduduk atas penolakan penambangan pasir tersebut. Sayangnya hal itu dianggap tidak legal dan tidak
fair oleh pejabat dan Pak Johan.

Malam itu Eli dan ganknya masuk perangkap Pak Johan. Mereka disekap dalam sebuah truk kontainer yang gelap dalam
keadaan mulut tertutup. Berbagai usaha Eli dan ganknya dilakukan untuk melepaskan diri gagal. Kepasrahan akhirnya
yang bisa dilakukan, hingga terdengar suara gemuruh.

Ternyata hujan turun lebat yang menyebabkan banjir bandang dan meratakan pos penambangan pasir. Semua truk
terbawa arus, termasuk kontainer tempat menyekap mereka.

Pagi hari setelah air surut penduduk membuk kontainer yang tersangkut di antara pohon- pohon di hutan dekat
penambangan pasir. Eli, dan kawan-kawan selamat.

Jasad Marhotap yang dikuburkan di hutan larangan ditemukan. Kalung manik pemberian Marhotap yang kuminta untuk
disimpannya juga ditemukan dalam sakunya. Itulah kenang-kenangan untuk Eli selamanya. Pak Johan tidak menambang
pasir lagi di kampung mereka.

Setidaknya usaha Eli untuk menyelamatkan alam sekitar dan hutan di wilayahnya sudah dilakukan, meskipun setelah Eli
dewasa dan menjadi pengaca sukses serta pakar lingkungan alam, terdengar kabar kalau Pak Johan sudah mulai
merencanakan penambangan batu bara lagi di kampung mereka.

Eli siap berjuang melawan kebenaran dan keadilan, sesuai cita-citanya sejak kecil. Eli memang si Anak pemberani.

Setelah membaca novel ini, alur ceritanya saya rasakan sama dengan gaya penulisan dalam serial anak mamak di novel-
novel sebelumnya.Penulis terkesan memutus satu kasus yang nantinya akan dimunculkan sebagai akhir cerita di bab
terakhir, agar pembaca penasaran.

Serial Si Anak Pemberani ini tetap menarik untuk dibaca sebagai motivasi bagi anak-anak Indonesia. Pesan kuat dalam
novel ini yaitu bahwa masa anak-anak jangan hanya dihabiskan untuk bermain saja. Anak harus dididik dengan benar
sejak kecil tanpa mengurangi kemerdekaan masa bermainnya, agar kelak menjadi orang yang sukses dan benar di masa
depan.
"Gawat?"

"Julian, Bon! Julian!"

"Sompreett!" gue gebrak meja. "Kalo ngomong jgn setengah2. Kenapa julian? Mau ngelahirin? Ketabrak? Terjun payung?
Lo kalo ngomong ngga pernah beres, sepotong2 mulu."

"Julian mau bunuh diri."

"Hah!!"

Gue segera berlari ke tempat yg dibilang juki, mastiin kebenaran berita gawat darurat disaat sekolah sedang istirahat dan
hampir memasuki jam keempat.

"Jul, turun. Ngapain lo disitu?" teriak gue, setibanya ditempat.

Ngga ada jawaban. Julian tetap seperti apa yg gue liat beberapa detik yg lalu. Berdiri diatas tower air, dengan pandangan
kosong. Gue semakin panik, takut, klo nantinya julian berbuat nekat dengan nerjunin dirinya dari tower itu.

"Plis, jul. Turun, gue ngga mau lo mati konyol. Emang mau arwah lo kesasaran?" teriak juki lantang.

"Emang ada arwah kesasaran?" tanya gue.

"Ada, Bon. Itu yg arwahnya ngga bisa tenang. Selalu nakut'in org."

"Bego!" gue noyor kepala juki. "Itu penasaran! Bukan kesasaran!" ucap gue ketus.

Julian ngga bergeming. Teriakan gue sama juki ngga direspon sama sekali. Kecemasan gue semakin menyeruak. Gue ngga
mau apa yg pernah dilakuin julian seminggu yg lalu diulanginya lg diatas tower sekolah. Klo sampe itu terjadi bunuh diri
disekolah, gue bakal ngambil keputusan tegas.. Pindah sekolah!! Lagian siapa jg yg mau sklh ditmpt yg angker? Ntar,
temennya malah hantu semua.

"Jangan naik!" sergah julian, begitu gue mutusin naik ke tower.

"Kalau nggak bisa naik, turun aja, Jul."

"Ngga. Gue ngga mau turun.!"


"Sarap lo, jul!" juki ngatur napas. "Lo udh bosen hidup, pake acara mau bunuh diri segala. Klo ada masalah kan bisa kita
pecahkan bareng². Kita kan sohiban, jul."

"Mangkanya kita sohiban, gue ngga mau ngerepotin kalian." kata julian.

Gue sapu muka juki dgn tatapan kebingungan. Juki tenggelam dalam tatapan mata keren gue. Kami saling menatap
seperti sejoli yg lg dimabuk asmara.

"Kita harus ngelakuin sesuatu, Bon."

"Lo ada ide?"

Tampak juki berpikir. Telunjuknya diletakin di kedua bibirnya. Gue bengong ngeliat cara juki berpikir yg sangat kontras
sama kebanyakan org pada umumnya. Setahu gue, klo org mikir itu telunjuknya di pelipis atau senggak-enggaknya di
kepala. Tapi juki malah di bibir, emang bibir bisa mikir?

"Gue ngga ada ide, Bon." katanya, sejurus kemudian.

"Ya, jelas aja lo ngga ada ide." sungut gue. "Lo mikir pake bibir."

"Ah, kaya lo ada ide aja."

Gue diem sebentar, nyilangin tangan gue di dada. Mata gue terpejam mencari ilham yg pantas buat nolongin julian yg lagi
gelap mata dan pikiran.

"Aha!!" muka gue berbinar.

"Dapet, Bon?" juki sumringah.

"Belum."

"Bego! Klo belum ada kenapa bilang 'Aha! Itu kan kata2 org yg nemuin ide. gerutu juki.Lama gue dan juki berpikir.
Mencurahkan segala daya dan upaya buat misi menolong julian.

Bab 4

Masalah Yang Berlangsung


napas, "trus, gue akan naik lewat belakang."

"Trus?" kejar juki.

"Ya, gue tarik biar ngga bunuh diri. Masa gue jorokin, parah lo."

Setelah didiskusikan secara cepat, tepat, hemat, dan jg akurat, gue segera jalanin ide cemerlang gue. Gue yakin rencana ini
bakal berhasil 100%.

Julian pasti ngga nyangka klo gue ternyata lebih pinter dri pada dia. Hmm... Emg dia doang yag bisa bikin org sakit
jantung. Gue juga bisa kaleee...

Rencana yg perfect. Julian kepancing rayuan maut juki. Skrg tinggal nunggu waktu buat gue beraksi. Gue lihat jam tangan
yg melingkar ditangan kiri gue. Yups! 09:07 WIB. Tanpa membuang waktu gue jalanin tugas gue nyergap julian dari
belakang.

Sasaran semakin dekat. Target semakin bisa dikuasain. Perlahan tapi pasti, gue naik anak tangga tower air. Namun
langkah gue berhenti ketika Pak Bambang tiba2 berdiri di dpn gue dgn tatapan elangnya.

"Ssttttt...." gue nempelin telunjuk dimulut gue,

"jangan berisik ya, pak." lanjut gue.

"Ngapain kamu disitu?!" pak bambang melotot.

"Ssttt...!!"

"Bono! Turun!!" teriak pak bambang.

"Saya mau nolongin julian, pak. Dia mau bunuh diri."

"Siapa yg mau bunuh diri!? Dia saya hukum, bukan mau bunuh diri."

"Hah...!!!" mulut gue spontan menganga.

Lemaslah badan gue. Sia2 semua pikiran dan pengorbanan gue yg udh rela merayap kaya buaya darat demi nolongin
julian. Sumpah! Di saat² sprti ini gue cuma pengen teriak sekencang-kencangnya.
Juki kutuuu kupreeeeeeeeeetttttttttt......!!!!!

Niat hati berbuat baik, siapa sangka buruk diraih. Mungkin kata2 yg baru melintas diotak gue cocok buat gambarin
keadaan gue skrg ini.

Gue ngga bisa lagi nolongin julian. Ngga bisa lg teriak² agar dia turun dan gagalin bunuh dirinya. Gue skrg senasib sama
julian. Berdiri diatas tower air dan menghormat ke matahari. Parahnya, sumber biang kerok semua ini malah lolos dari
hukuman Pak Bambang.

Bukti kuat juki terlibat ngga segede gue yg udh jelas² naik tower dan ditambah dgn hadirkan ke Pak Bambang.

"Lo knp ngga bilang klo lg dihukum."tanya gue ke julian.

"Gimana mau bilang, Pak Bambang ngawasin gue dari pojok kelas."Sungut julian. "Lagian lo knp teriak2 kya org
kesurupan, mana bilang gue mau bunuh diri segala. Ngga jelas banget."

"Tuh si kutu kupreett, dia bilang klo lo mau bunuh diri. Ya, siapa coba yg ngga panik. Gue cuma ngga mau lo nekat kayak
dulu, jul. Apalagi ini di sekolah."

"Emang knp klo di sekolah?" Dahi julian berkerut.

"Ya, gue cuma ngga mau aja sekolahan ini jd angker."

"Sialan!!!"

"Hehehe... ^^ bercanda kok." Gue meringis. "Gue sayang kok sama li."

"Kamu brengsek!!!" bentak Julian.

Suasana hening sejenak. Gue berusaha nikmatin terik matahari yg semangat membakar badan gue. Sejauh mata
memandang, gue ngeliat si kutu kupret cekikikan di ujung kantin seraya nikmatin minuman dan makanan yg tersaji disana.

"BTW kalongwewe, lo knp dihukum Pak Bambang?"

Julian mendengus. "Ngga tau, bon. Gue jg heran, knp Pak Bambang ngehukum gue karena sesuatu yg bnr² gue lupa."

"Ah, ngga bisa gitu dong."Gue kesal. "Masa org lupa di hukum. Itu ngga fair, man. Setau gue, namanya org lupa kudu
dimaklumin. Yah, namanya jg manusia, salah dan lupa itu biasa."
"Nah, itu dia masalahnya, pak bambang tega."julian geram.

"Harus dilaporin tuh, jul."

"Tadinya gue jg berpikir gitu, bon." julian menatap langit.

"Coba lo sekelas sama gue, jul. Pasti udh gue bela sampe titik darah penghabisan. Gue ngga bakal biarin lo diperlakuin
semena-mena." Gue narik napas. Emang, pak bambang nyuruh apa, kok sampe lo lupa gitu." "Dia nyuruh gue nunjukin
letak negara amerika, bon."

"Trus, lo tanah?"

"Iya, bon. Mangkanya gue dihukum karena ngga bisa nunjukin letak negara itu di peta. Sumpah, gue ngga bohong. Gue
emg lupa."

Gue ngehela nafas sejenak. Meski julian bukan temen sekelas gue, tp apa yg dirasain julian benar2 nusuk jantung gue,
robek² muka gue. Baru kali ini didalam sejarah pendidikan nasional, ada anak SMU lupa dimana letak negara yg terkenal
adikuasa itu.

"Nasi udh dimakan subur, jul." kata gue. "Lain kali, klo disuruh ngeletakin sesuatu lo inget2 ya, biar ngga lupa. Tp lo udh
jelasin kan, ke pak bambang?"

"Jelasin gimana?!"

"Ya, siapa tau temen sekelas lo ada yg ngeletakin negara itu. Bisa jd kan, pak bambang jg lupa letak negara itu? Buktinya,
dia malah nanya lo."

"Iya, ya, bon."julian ngangguk-angguk. "Knp gue

ngga kepikiran kesitu."

Gue tersenyum lega. Permasalahan yg sedang dihadapi julian akhirnya ketemu titik terangnya. Rupanya hukuman julian
hanya sebatas alibi pak bambang buar nutupin kesalahannya.

Padahal, pak bambang sendiri yg lupa ngeletakin negara itu. Dan karena saking paniknya, dia nyuruh julian nunjukin
letaknya. Namun na'as julian pun ternyata lupa.

Pak Bambang emosi, darah tinggi, lalu ngehukum julian. Hmmm... Benar2 kronologis yg mudah dipecahin!

"Gue ngga nyangka ternyata lo pinter juga, bon." Senyum julian mengembang. :)
Hhmmm... Gue ngga tau musti dari mana nyeritain kekonyolan ini. Semua berawal dari perdebatan bonyok gue tentang
sekolah mana yg pantas buat gue setelah lulus dari murid bercelana biru pendek.

Awalnya gue jg nolak, tp lagi2 gue harus berhadapan dgn ancaman bonyok. Ngga dikasih uang jajanlah, ngga dibeliin
motorlah, ngga dikasih ini itu, segala macam ancaman ditumpahin ke gue semua.

Emang gue apaan? Tong sampah??? Dan setelah beberapa bulan gue jalanin hari2 di sekolah, gue baru sadar klo org2 yg
ada disekeliling gue ternyata ngga beres semua.

Otak mereka ganjil, jiwanya sableng. Yach..., sprti td, di saat jam istirahat pertama berlangsung, saat gue berusaha nolong
julian, tapi ending-nya gue malah kena hukuman. Lebih ngga lucu lagi, juki sang pembawa kabar malah asyik-asyikan
dikantin. Stres!

Sebenarnya gue udh curiga di awal masuk sekolah, klo org2 yg sekarang deket sama gue itu emg rada- rada kelainan. Tapi
karena waktu itu masih malu², jadi apa yg gue rasa ngga pernah gue sampein.

Setelah gue cermatin dgn seksama, akhirnya gue narik kesimpulan tentang teman2 gue itu. Juki misalnya, dia itu udh
jeleknya ngga ketulungan ditambah suka nyebelin.

Udh gitu juki klo makan banyak banget. Tapi anehnya, badannya ngga pernah gemuk. Gue sendiri aja bingung kemana
tuh makanan yg ia makan setiap hari. Ya, sebagaiseorang tmn gue hanya berfikir positif klo dlm perutnya pasti banyak
cacingnya.

Trus, si julian. Dia emang beda kelas sama gue. Tapi akrabnya udh sama kaya juki yg sekelas sama gue. Gue berpisah sama
julian tampang agak lumayan, tp gk perlu gue catet dlm otak dan hati gue, kecakepan julian masih dibawah kecakepan
gue.

Bukannya gue sombong atau narsis, tp gue Cuma pengen ngehibur diri dan ngga mau mikirin terlalu jauh tampang julian
yg hampir mirip artis, Roger Panuarta.

“Gawat, bon! Gawat!”

“Gawat apaan lagi? Julian mau bunuh diri lagi? Ah, bodoamat. Gue udh kapok lo bohongin. Cukup td gue terpancing sama
informasi salah darurat lo.”

“Tidak ada ikatan.” Juki mengatur nafasnya. “Ini bukan sebuah pertanyaan

Julian.”
“Trus?”

Juki narik kursi di sebelah gue. Tangannya ngusap keringat yg netes kaya air hujan di jidatnya. Setelah dirasa duduknya
nyaman, juki berdehem kaya caleg mau kampanye.

“Tadi waktu liat kantor guru, gue ngeliat cewe cantik bgt, kulitnya kuning langsat, rambutnya lurus berkelebat. Matanya
indah mempesona. Senyumnya, Bonnn....” kata juki dengan semangat 2012.

“Trus apa hubungannya sama gue, jukiii....”

“Dari penguningan que yo noga sengaia “kata inki”Dari pengupingan gue yg ngga sengaja.” Kata juki setengah berbisik.
“Cewek itu ternyata murid baru. Dan lo tau ngga?”juki nepuk pundak gue. “Dia bakal sekelas sama kita.”

“Ya, biarin aja, juk. Lagian kelas ini jg kan masih longgar. Bangkunya juga masih banyak yg kosong. Daripada didudukin
setan, kan lebih baik di dudukin cewek itu. Knp lo jd gugup gitu sih?”

Juki ngehela napas. Muka yg td nya bagai rembulan bersinar seketika jd redup tertutup awan pekat, Gelap.

“Kok, lo ngga ada a seneng nya sih, bon?”

Gue diam, acuh dan nerusin aktivitas gue baca buku fisika yg gue rangkep sama novel karangan penulis ternama. Hehehe...
Cara ini emg udh sering gue lakuin sejak SD.

Bedanya klo SD yg gue baca komik, tp tetep diluarnya buku pelajaran. Sejak saat itu, guru² yg ngga sengaja atau sengaja
ngeliat gue, jd muji² gue sebagai murid teladan karena rajin membaca.

Acuh. Meski sedetail apapun juki nerangin cewe itu ttp aja gue ngga bergeming. Novel putra alam lebih menarik dri pda
cerita juki tentang cewe yg sama sekali bnyk di belantara bumi nusantara ini.

Lagian apa istimewanya sih cewe itu sampe juki tergila-gila kaya buaya ketemu mangsa.

“Bono! Lo dengerin gue gk sih?!”teriak juki.

Mata gue memandang pak bambang. Bukan karenacinta atau pun sayang, melainkan disamping pak bambang ada
seseorang yg buat jiwa gue melayang. Cewe yg dgn rambut lurus semampai.

Mata lentik nan aduhai. Dan ditambah lagi bibirnya yg sensual dia benar2 sempurna buat gue mabok kepayang.
“Selamat siang, anak2. Hari ini kalian kedatangan murid baru. Untuk nama dan yg berhubungan dgn data dirinya, bapak
serahkan pada yg bersangkutan untuk mengatakan langsung di depan kalian.

Untuk itu,” pak bambang noleh ke cewe itu, “saya persilahkan kpd teman baru kalian ini untuk langsung saja
mengenalkan dirinya.”

“Bon, iti cewe yg gue bilang tadi.” Ucap juki nyaris berbisik.

“Sumpeh loh?!” alis gue naik.

“Sudah terjual.”

“Knp lo ngga bilang klo cantiknya gak ketulungan.”

“Perasaan mulut gue td sampe berbusa deh, ko bisa lo nuduh gue gak bilang kecantikannya. Fitnah lo!”

“Selamat siang temen-temen.” Cewe itu ngedarin pandangannya. “Namaku wina faresya. Tinggi 156 cm. Berat badan 43
kg. Ukuran sepatu 36. Ukuran baju M. Ukuran celana 28. Hobi membuat kue. Ada pertanyaan?!” sambungnya tegas.

Gue bengong campur melompong. Selama gue sekolah dri SD sampe SMA, baru kali ini ada murid baru ngenalin dirinya
secara lengkap dan aneh camna hawa 2 ukuran haiu dan conatu carala masampe bawa² ukuran baju dan sepatu segala.
Emg dia pikit kelas ini management artis.

“Ada pertanyaan?!” tanya wina sekali lgi.

“Udh punya cowo?” celetuk juki.

“Belum.”

“Yess!” kata juki. “Bisa diceritakan sedikit kriteria cowo yg diinginin?”

“Tinggi 165 cm. Berat 50kg. Tidak merokok. Tidak alkohol. Setia. Smart. Dan terpercaya.”

Juki mengernyit sambil mengelus dagunya yang tak berjanggut. Matanya terus menatap Wina yang berdiri menunggu
pertanyaan yang akan dilontarkan.

“Ehem...” susi yg duduk dipojokan berdehem. “Td gue denger hobi lo masak kue ya, klo boleh tau, gimana sih buat kue yg
enak dan ngga ngebosenin.”
“Tergantung mau buat kue apa?”wina balik bertanya.

“Hhhmmm... Klo blackforest?”

“CUKUP!!” pak bambang ngangkat tangannya. “Kalian ini apa’an? Knp jd tanya jawab makanan dan asmara. Emg kalian
pikir ini acara koki idaman?”

Hening. Susi dan juki yg td antusias bertanya, langsung nekuk lehernya kaya burung onta nyembunyiin kepalanya di atas
meja.

Ngga bisa gue bayangin berapa benjolan yg harus tumbuh dikepalaSetelah pak bambang menghentikan acara perkenalan
ngawur itu, wina pun disuruh memilih tempat duduk dekat susi yg doyan makan atau sebangku dengan sisi yg hobi ngupil.
Jantung gue berdebar debar saat wina berada ditengah dua kursi yg saling bersebrangan itu.

Ah! Lega, akhirnya wina duduk di dekat susi. Cocok. Yg satu doyan makan yg satu doyan masak kue. Jadi mereka bisa
saling menguntungkan saat kolaborasi.

Wina masak kue, susi yg nyicipin enak apa ngga. Gue ngga bisa bayangin gimana jadinya klo wina duduk sama sisi dan
mereka ngadain kolaborasi, pasti masakan wina penuh sama upil produksi sisi. Oeeeekkkkk!

Oke! Skrg gue ngga tau lg apa yg tengah terjadi. Rasanya kepala gue mau meledak. Pecah berkeping keping. Semoga aja
kedepannya gue bisa dikasih kesabaran dalam jalanin hari2 gue ditengah temen2 gue yg rata² pada ganjil semua. Apalagi
skrg harus ketambahan wina, cewe cantik dgn watak tegas dan akurat. Padat. Singkat. Dan tepat.

pelayan tuan putri. Mimpi untuk menjadi tuan putri yang sangt disanjung seakan hancur dalam sekejap karena kehadiran
seorang pangeran kecil. Andai tuan putri mengetahui kalau seperti ini resikonya, dia tidak akan pernah meminta hal itu
kepada kedua orangtuanya.

Semua perhatian dan kasih sayang mereka berikan kepada anak itu. Mereka seakan menganggapku sudah pergi jauh dan
tak kasat mata. Mana mereka yang dulu? Mana keluargaku? Mana kasih sayang mereka yang dulu? Tuan putri kehilangan
semuanya. Dia hanya dianggap sebagai arwah gentayangan. Detik itu juga aku marah. Aku meluapkan segala emosiku
yang selama itu kutahan. Aku menangis. menangis, dan menangis.

"Ibu, apa ibu gak sayang lagi sama aku?" tanyaku sambil membentak.

Bab5

Kekosongan Hati
pertama memasuki ruangan belajar dan masih bingung mencari tempat duduk untuk belajar di kelas itu, aku sengaja
masuk lebih awal karna takut kehilangan bangku ternyaman seperti di tempat belajar di waktu SD, pagi itu belum ada
murid lain yang masuk ke kelas.

tak lama setelah aku masuk ada seorang anak yang masuk ke kelas dan ikut mencari tempat duduk di kelas itu, namun di
waktu itu aku belum saling mengenal, dan di waktu yang sama aku mengambil kesempatan untuk berkenalan dan mencari
tau dari mana dia tinggal begitupun sebaliknya.

seminggu setelah memasuki tempat belajar baruku, aku merasakan ada banyak perbedaan dari tempat belajarku
sebelumnya yang hanya memiliki teman dari sekeliling dan belajar di tempat yang sama, namun di sini aku merasakan
banyak perubahan dan perlu adaptasi untuk bisa mengenal karakter masing-masing kawan sekolah dan di waktu yang
sama aku baru mengenal apa yang di maksud dengan adaptasi, mengenal macam-macam karakter dari masing-masing

Mempunyai banyak kawan ternyata cukup menyenangkan bagiku, menemukan sahabat baru dan mengenal banyak guru
walaupun ada yang tak begitu suka, dengan kejailan-kejailan mereka aku pikir cukup wajar untuk di mengerti karena tak
semua orang sama sifat dan sikapnya.

ada beberapa kawan yang suka dan Ada juga Yang tidak, menantangku untuk tetap bertahan belajar di kelas itu Namaku
rina aku anak pertama dari 3 bersaudara aku terlahir dari orang biasa ibuku bekerja di sebuah gereja di dekat daerah
tempat tinggalku, aku tinggal bersama ibuku dan kakak perempuanku ayahku meninggal saat aku Masih kecil, aku bangga
memiliki seorang ibu yang hebat.

mendidik dan mengurusku hingga aku sebesar ini cinta yang dia berikan kepada anak-anaknya sangat luar biasa dia sosok
ibu yang patut di contoh bagiku, meski terkadang ia menunjukan sikap kesal terhadap anaknya dan memarahinya namun
sebenarnya sangat sayang kepada anaknya.

mesk hidup tanpa seorang suami yang mendampinginya ia tetap sanggup menghadapi masalah masalah yang ada di
rumahnya, sayangnya di waktu sekarang ini kesehatan fisiknya sudah mulai berkurang namun ia tetap semangat untuk
bekerja menghidupi keluarganya. itulah ibuku yang selalu hebat

Praang!!

Terdengar suara benda pecah dari arah dalam sebuah rumah besar yang menyerupai sebuah Villa, di kawasan Puncak.

Andini sekali lagi melihat pada kertas yang dipegangnya, untuk meyakinkan bahwa alamat yang dituju nya tidak
salah.Setelah dirasa yakin bahwa alamat itu benar, Andini perlahan mulai membuka gerbang rumah besar itu, dari arah
dalam rumah, keluar seorang perawat berseragam putih sambil menangis.

tuan muda Daniel bukan? ku sarankan kau mundur saja, daripada kamu sakit hati melihat perlakuannya!" ujar perawat itu
sambil mengusap matanya yang basah.

"Mundur? kenapa aku harus mundur? hanya seorang tuan muda yang cacat, bisa melakukan apa dia pada kita?!" sahut
Andini.
"Terserah! Aku hanya memperingatkan mu, sudah berapa orang suster yang merawatnya tidak tahan melihat perlakuan
kasarnya! Kalau kau ingin mencobanya, silakan!" cetus perawat itu sambil berlalu dari hadapan Andini yang terbengong-
bengong keheranan.

Andini kemudian melanjutkan langkahnya menuju ke sebuah pintubesar yang terbuka, di dalam ruangan yang besar itu,
nampak seorang laki-laki yang duduk di kursi roda bersama dengan seseorang wanita dan pria paruh baya.

Di lantai ruangan itu itu terdapat pecahan kaca dari beberapa guci keramik yang berantakan, sepertinya baru saja terjadi
kekacauan di ruangan itu.

Nampak seseorang yang merupakan asisten rumah tangga, sedang membersihkan lantai yang berantakan itu.

"Selamat siang, Benarkah ini tempat kediaman keluarga Mahendra?" tanya Andini Setelah dia masuk ke dalam ruangan
itu.

"Benar sekali, Silakan duduk!" ucap wanita paruh baya itu, yang matanyaterlihat bengkak seperti habis menangis.

Andini kemudian duduk di sofa ruangan itu.

"Perkenalkan Nyonya, saya suster Andini dari Rumah Sakit Sejahtera di Jakarta, Saya diutus oleh Kepala rumah sakit untuk
merawat tuan muda yang ada di tempat ini!" kata Andini memperkenalkan diri.

Laki-laki paruh baya itu, yang merupakan ayah dari tuan muda Daniel, nampak mendorong kursi roda itu menuju ke
sebuah kamar yang ada di sudut ruangan besar itu.

"Ya, saya Diana, istri dari Pak Dirga Mahendra, Ayahnya Daniel, mungkin kau sudah tau mengenai kondisi putra kami,
selain dia lumpuh dan butuh perawatan, dia juga mengalamidepresi berat, sejak kecelakaan yang menimpanya,
tunangannya bahkan meninggal dan dia juga jadi lumpuh!" ungkap Bu Diana, wajahnya terlihat penuh dengan kesedihan.

"Iya Nyonya, Dokter Ferry sudah cerita banyak pada saya!" jawab Andini.

"Kau juga pasti tau, kami akan membayar mahal pada suster, bagi kami uang tidak masalah, asalkan putra tunggal kami
bisa sembuh!" lanjut Bu Diana.

Andini terdiam sesaat, Sebenarnya dia juga enggan untuk merawat tuan muda yang arogan ini, apalagi yang dia dengar,
banyak suster yang menyerah karena tidak sanggup merawat tuan muda Daniel.

Tapi karena kebutuhan hidup, dia"Baik nyonya!" jawab Andini.


"Kalau begitu, mari aku tunjukkan kamarmu!" kata bu Diana sambil beranjak berdiri dari tempatnya.

Kemudian dia segera berjalan menuju ke sebuah kamar, yang tidak jauh dari kamar Daniel, Andini mengikutinya dari
belakang, kemudian Bu Diana mulai membuka pintu kamar itu.

"Bagaimana suster? Apa kau suka dengan kamar ini?" tanya Bu Diana.

"Kamar ini besar sekali nyonya, Padahal saya hanya sendirian saja, kamar kecil pun tidak masalah untuk saya!" jawab
Andini.

"Kami sengaja memberikan kamar ini, agar kau merasa lebih nyaman suster!" kata bu Diana. "Terima kasih nyonya!" ucap
Andini.

"Baiklah kalau begitu, kau bisa meletakkan barangmu di kamar ini, siang ini aku dan suamiku akan kembali ke Jakarta
semoga kau betah tinggal di sini suster!" kata bu Diana.

Tak lama kemudian, seorang sopir mengantarkan bapak dan ibu Mahendra kembali ke Jakarta, rumah besar itu kembali
menjadi sunyi dan sepi.

"Suster, makan siang untuk tuan muda sudah ada di meja makan, suster Bisa antarkan ke kamarnya!" kata seseorang
dibelakang Andini tiba-tiba, Andini menoleh terkejut.

"Eh iya Bi, nanti saya akan mengantarkan makan siang tuan muda ke kamarnya!" sahut Andini.

"Semoga saja suster Andini betah di sini ya, Kalau tuan muda kasar maklum saja, sejak kematian tunangannya, dia jadi
depresi dan sering melakukan hal yang tidak-tidak, waktu itu Bahkan dia sempat ingin bunuh diri, tidak ada yang betah
berlama-lama merawat dia!" ungkap Bi Surti asisten rumah tangga itu.

"Iya Bi, saya akan mencobanya, kalau begitu saya antarkan makan siangnya sekarang saja ya!" ujar Andini.

"Silahkan suster, hati-hati ya, kalau ada apa-apa panggil saja saya!" kata Bi Surti.

Andini menganggukkan kepalanya, kemudian dia segera melangkah ke meja makan besar itu, sudah ada satu nampan
berisi makanan dan susuuntuk Daniel, tuan muda.

Setelah Andini mengambil nampan itu, dia kemudian melangkah menuju ke kamar Daniel, pintu kamar itu tidak dikunci,
dengan perlahan Andini membuka pintu kamar itu dan masuk ke dalamnya.

"Selamat siang tuan muda, ini makan siangnya sudah siap, Apakah bisa saya bantu untuk menyuapi tuan muda?" sapa
Andini.
Laki-laki itu diam saja tidak bergeming sama sekali, juga tidak menjawab sapaan Andini, perlahan Andini berjalan
mendekatinya.

"Jangan mendekat!!!" seru Daniel berteriak.

"Bagaimana saya bisa memberikan tuan muda makanan, kalau saya tidakboleh mendekat!" jawab Andini.

"Ku pastikan tidak lebih dari tiga hari kau sudah pergi dari rumah ini!" cetus Daniel.

"Itu tidak penting tuan muda, yang penting siang ini anda harus makan dan minum obat!" ujar Andini yang terus maju
mendekati Daniel.

Tiba-tiba Daniel membalikan kursi rodanya menghadap ke arah Andini, dia menatap Andini dengan tatapan tajam.

Daniel yang berwajah sangat tampan nan rupawan itu, sedikit menyihir hati Andini, namun sayang wajah itu terlihat
sangat dingin tanpa ekspresi.

"Kemarikan makanannya!" ujar Daniel sambil menyodorkan tangannya.

Dengan senang hati Andini memberikan nampan itu ke tangan Daniel.

Praang!!

Tiba-tiba Daniel melempar piring makanan itu tepat mengenai wajah Andini, Andini sangat terkejut dan langsung menjerit
kaget, matanya perih terkena makanan yang ada di piring itu, dan kini piring itu pecah berantakan dan makanannya
berhamburan mengotori lantai kamar itu.

Andini memegangi matanya yang perih, karena terkena sayur yang ada di piring makan milik Daniel, yang dilemparkan ke
wajahnya itu.

Dahinya terlihat agak memar, karena terkena piring yang begitu keras, hingga piring itu jatuh ke lantai berantakan,
pecahan belingnya berserakan sehingga mengotori lantai kamar itu.

Bi Surti, asisten rumah tangga itu datang tergopoh-gopoh, masuk ke dalam kamar Daniel, matanya melotot saat dilihatnya
Andini yang meringis kesakitan, sambil memegangi wajahnya, juga lantai yang begitu penuh dengan pecahan

piring dan makanan yang berserakan.


"Ya ampun tuan muda! Apa yang terjadi? Kenapa tuan muda seperti ini? Bahkan suster Andini baru hari pertama bekerja
disini" Pekik Bi Surti.

Dengan cepat Bi Surti mengambil sebuah kain, kemudian diusapkannya ke wajah Andini, sementara Daniel nampak santai
di kursi rodanya, seolah dia tidak merasa berdosa sama sekali.

"Kau tidak apa-apa suster? Sekarang lebih baik kau beristirahat saja di kamar, biar aku yang mengurus tuan muda!" kata
Bi Surti.

"Tidak apa-apa Bi! Tenanglah, Bibi tolong bersihkan saja lantainya, biar aku membawa tuan muda ke taman sebentar!"
sahut Andini.

Bibi Surti nampak mengerutkan keningnya, namun setelah itu dia mengambil alat kebersihan dan membersihkan lantai
kamar yang kotor itu, sementara Andini mendorong kursi roda Daniel menuju ke taman samping.

Ini sangat menyakitkan, bahkan teramat sangat menyakitkan, seumur hidup Andini, tidak pernah diperlakukan seperti ini,
kalau bukan karena demi gaji yang besar, Andini tidak sudi bekerja merawat tuan muda yang sangat angkuh, Arogan, dan
kejam ini.

"Hei! Kau mau bawa kemana aku? kembalikan aku ke kamarku kau tidak berhak mengatur hidupku!" seru Daniel saat
Andini membawanya ke taman samping.

"Kamarmu sedang dibersihkan tuan muda, disini lebih tenang kalau kau ingin berteriak-teriak, lakukanlah sesuka hatimu!"
sahut Andini.

Kemudian dia menaruh kursi roda Daniel di tengah-tengah taman itu. Sinar matahari mulai menerpa wajah Daniel yang
kini nampak kemerahan.

"Kembalikan aku masuk ke dalam rumah! Berani kau melakukan ini padaku!? Awas saja kau, suster baru sudah membuat
aku begitu marah! Kau pikir siapa dirimu?! " sengit Daniel.

"Maaf tuan muda, saya ini hanyalah seorang perawat, yang menjalankan tugas untuk merawat anda, walaupun Anda
begitu kasar terhadap saya, tapi saya akan tetap merawat anda, karena itu adalah tugas saya!" sahut Andini.

"Brengsek kau suster! kau berani melakukan ini padaku? Sekarang cepat kembalikan aku ke dalam rumah! Kau tidak tahu
matahari ini begitu panas!" teriak Daniel.

Dari arah dalam rumah, Bi Surti berjalan cepat menghampiri Andini, kemudian menarik tangannya agak menjauh dari
Daniel.
"Suster Andini, tuan muda Daniel jangan dijemur! dia harus selalu ada di dalam rumah, kalau dia marah, apapun bisa dia
lakukan, aku tidak ingin kau hanya bekerja beberapa hari seperti suster yang yang lain!" ujar Bi Surti.

"Tidak apa-apa Bi, biar dia tidak selalu bersikap seenaknya, memangnya apa yang bisa dia perbuat? Berjalan saja dia tidak
bisa!".

sahut Andini.

"Suster kampungan! Bawa aku ke dalam rumah cepat! Awas saja kau! Kupastikan kau tidak akan betah di rumah ini! Bi
Surti, bawa aku ke dalam! Ini sangat panas!" teriak Daniel.

Dengan cepat Bi Surti langsung ke tengah taman, dan mendorong kursi roda Daniel masuk kedalam rumahnya, keringat
membasahi wajah Daniel, matanya memerah karena marah terhadap Andini, tangannya dikepalkan, lelaki ini sedang
sangat emosi.

"Ini obat yang harus diminum tuan muda malam ini, biasanya suster yang pernah merawat tuan muda tidak pernah
berhasil membujuk tuan.

muda meminum obat ini, mudah-mudahan kau berhasil suster!" kata Bi Surti sambil menyodorkan satu mangkuk kecil
berisi tiga buah obat untuk Daniel.

"Baik Bi, saya akan coba berikan padanya, Biasanya malam ini tuan muda makan apa?" tanya Andini.

"Itu nampan di atas meja adalah jus buah untuk tuan muda, kau berikan padanya malam ini, kalau malam biasanya Tuan
Muda tidak suka makan berat!" jawab Bi Surti.

"Baiklah Bi, saya akan antarkan makanan ini untuk tuan muda, dan saya akan coba memberikan obat ini, mudah-mudahan
dia mau meminumnya!" kata Andini.

Kemudian Andini mengambil nampan itu, dan melangkah menujuSebenarnya Andini merasa bergidik juga, apalagi
perlakuan kasar Daniel yang baru saja di alamnya siang tadi.

Dia tidak bisa membayangkan, apalagi yang akan di perbuat Daniel terhadapnya.

Di tambah lagi, Andini sudah membuat Daniel marah, karena menjemur nya di tengah taman, di saat matahari terik
bersinar.

Gadis kecil!

Perlahan Andini membuka pintu kamar Daniel.


Daniel nampak sedang berbaring di tempat tidurnya sambil membaca buku, di dinding kamar itu, ada beberapa foto
seorang wanita, Andiniyakin, kalau wanita di foto itu adalah tunangan Daniel yang sudah meninggal karena kecelakaan.

"Maaf Tuan Muda, sudah waktunya minum obat dan minum jus buah!" ucap Andini sambil melangkah mendekati meja
yang ada di samping tempat tidur Daniel.

Kemudian Andini meletakkan nampan di atas meja itu.

"Keluar dari kamar ku sekarang! Aku muak melihat tampangmu!" hardik Daniel.

"Tapi Tuan muda, obatnya harus di minum! Apa kau tidak ingin sembuh?" tanya Andini.

"Keluar dari kamarku sekarang juga! Kau bisa dengar kan? Keluar cepat!!" sentak Daniel.

"Tapi..."Blusshh!!

Tiba-tiba Daniel mengambil gelas yang berisi jus, dan meyiramkannya di wajah Andini.

Andini terperanjat kaget, namun dia tidak bisa menghindar.

Seluruh rambut dan wajah serta pakaian Andini basah dan kotor.

Andini hendak berlari sambil menangis, ini sangat menyakitkan hatinya, namun dia berusaha untuk tetap berdiri di
tempatnya.

"Hei! Kenapa kau masih berdiri di situ? Apakah benar-benar tuli? keluar Kau sekarang juga!" sentak Daniel.

Andini mengusap wajahnya yangbasah, kemudian dia menatap ke arah Daniel yang melotot ke arahnya, Andini mencoba
menguatkan hatinya, kendati sebenarnya dia sudah tidak tahan lagi.

"Aku baru tahu, ternyata begini kelakuan tuan muda yang terhormat, bahkan ini lebih rendah daripada anak lulusan SD,
kau sudah dewasa, tapi kelakuanmu persis seperti anak TK! Permisi, selamat malam tuan muda!" ucapan Andini sambil
melangkah gontai meninggalkan kamar itu.

"Hei suster kampungan! berani kau mengatakan itu padaku?!" teriak Daniel sambil melemparkan gelas ke arah pintu
hingga terdengar suara pecahan kaca.
Andini meringis, hampir saja diaterkena lemparan gelas dari Daniel, rasanya dia sudah tidak tahan lagi, baru satu hari,
rasanya sudah seperti ini, pantas saja banyak suster yang menyerah dan memilih untuk mundur dari pekerjaan ini.

"kalau bukan demi ibu dan adikku Andika, aku tidak mungkin menerima tawaran merawat tuan muda itu, rasanya sakit
sekali mendapat perlakuan yang begitu kasar dari orang yang katanya sangat terhormat, Padahal dia lumpuh!" gumam
Andini dalam hati. Pagi itu Andini bangun lebih pagi, dengan cepat dia membereskan tempat tidurnya, kemudian dia
segera bergegas mandi dan berganti pakaian, setelah itu dia keluar dari kamarnya lalu berjalan menuju ke ruang makan.

"Selamat pagi suster Andini!" sapa Bi Surti yang nampak sibuk membuat sarapan pagi itu.

"Selamat pagi Bi, pagi ini tuan muda akan sarapan apa? Adakah obat yang harus diminum lagi?" tanya Andini.

"Wah, suster semangat sekali, padahal semalam itu ..." Bi Surti menghentikan ucapannya.

"Kemarin tuan muda menyirami sayadengan jus buah, dan melemparkan gelas ke arahku, untung saja aku bisa lolos, kalau
tidak kepalaku pasti bocor!" potong Andini cepat.

"Ya itulah Sus, tidak ada perawat yang betah merawat tuan muda, kalaupun suster saat ini mengundurkan diri, saya sudah
maklum!" ujar Bi Surti.

"Tidak Bi, selama perlakuan Tuan muda tidak membuatku mati, aku akan coba bertahan!" ucap Andini.

"Wah hebat Kak, belum pernah nemu kakak seberani Andini!" puji Bu Surti.

"Aku bisa saja mundur sejak kemarin Bi, kalau bukan karena kebutuhan hidup.. ungkap Andini lirih.

"Kebutuhan hidup?" "Yah, Ibuku sakit-sakitan, adikku satu-satunya masih sekolah, aku harus berjuang demi mereka, Ah
sudahlah, sekarang apa tugasku untuk tuan muda Bi?" tanya Andini berusaha menepiskan semua pikirannya.

"Sebelum sarapan, biasanya Tuan Muda akan mandi, suster membantu membawanya ke kamar mandi, setelah itu dia
akan mandi sendiri, setelah selesai dia akan minta suster untuk kembali membawanya ke kamar, dan dia bisa berpakaian
sendiri!" jelas Bi Surti.

"Tapi bukan aku yang memandikannya kan Bi?"

"Tentu saja tidak suster, tuan muda akan sangat marah kalau kau berani menyentuh kulitnya!" Andini manggut-manggut
tanda mengerti.

"Baiklah kalau begitu, aku akan ke kamar tuan muda sekarang!"


Andini lalu berjalan cepat ke arah kamar Daniel yang memang tidak pernah di kunci itu, kemudian perlahan dia membuka
pintu kamar itu.

"Selamat pagi Tuan muda, apakah kau akan mandi sekarang? saya akan menyiapkan handuk dan pakaian Tuan muda!"
kata Andini sambil berjalan ke arah lemari Daniel lalu mengambilkan handuk dan pakaiannya.

"Kau masih di sini rupanya?? Ku pikir kau sudah minggat!" cetus Daniel.

"Aku tidak akan pergi dari sini, sebelum tuan muda sembuh!" sahut Andini cuek.

"Hmm, bagus juga mentalmu! Setidaknya kau tidak se cengeng suster yang sebelumnya! Kita lihat saja, sampai kapan kau
akan bertahan!" ujar Daniel mengejek.

"Apakah tuan muda sudah siap untuk mandi? Saya akan mengantar Tuan muda ke kamarnya mandi sekarang!"

"Eh, tunggu dulu! Kau jangan sembarangan membawaku!!" seru Daniel.

Andini kemudian mulai mendorong kursi roda tanpa memperdulikan teriakan Daniel, dan membawanya menuju ke kamar
mandi.

Andini menyiapkan air hangat di sebuah bak besar yang berisi denganair, untuk memudahkan Daniel menyiram tubuhnya
dengan air, tak lupa sabun dan shampo disiapkan di dekat Daniel duduk.

"Nah, silakan mandi tuan muda, saya akan menunggu di luar, Kalau tuan muda sudah selesai, tuan muda boleh panggil
saya!" ujar Andini yang langsung pergi keluar dari kamar mandi dan menutup pintunya.

Andini kemudian duduk di kursi yang ada di depan kamar mandi itu, matanya menjelajah ke seluruh isi ruangan kamar itu,
ada beberapa foto-foto wanita cantik di dinding kamar itu, dan Andini yakin itu adalah foto tunangan Daniel yang sudah
meninggal karena kecelakaan.

Wanita itu begitu cantik, Anggun, dengan rambut panjang yang terurai, tak heran jika Daniel sulit move on dari wanita itu.

"Hei, wanita cantik! Kau tau, karena kepergian mu, tunanganmu itu menjadi beban dan sangat arogan! Kenapa kau tidak
mengajaknya ikut pergi bersamamu sekalian, hingga cinta kalian abadi!" gumam Andini sambil menatap foto yang kini
ada di hadapannya itu.

"Suster!! Bawa aku ke kamar!!"


Tiba-tiba terdengar teriakan Daniel dari dalam kamar mandi, dengan cepat Andini membuka pintu kamar mandi.

Daniel nampak duduk di kursi roda dengan tubuh basah yang di tutupi sebuah handuk besar.

Andini cepat-cepat mengelap kursiroda itu hingga kering, kemudian dia mendorongnya masuk kembali ke dalam kamar.

"Ehm, maaf tuan muda, apakah tuan muda bisa memakai baju sendiri?" tanya Andini lirih.

"Kau pikir aku lumpuh total?? Sudah! Keluar Kau dari kamarku sekarang juga! Aku risih melihatmu ada di sini!" hardik
Daniel.

Andini kemudian membalikan tubuhnya dan keluar dari kamar Daniel, dia langsung menuju ke ruang makan yang luas
namun sepi itu.

"Bagaimana Tuan muda? Apakah dia masih mengamuk seperti kemarin? Kau tidak apa-apa kan Sus?" tanya Bi Surti
cemas.

"Tidak apa-apa Bi, mana bisa diamengamuk dalam keadaan tidak berpakaian? Sudahlah, sekarang, apa lagi yang harus
aku lakukan untuk Tuan muda?" tanya Andini.

"Nih di meja sudah Bibi siapkan sarapan untuk Tuan muda, juga obat yang harus di minum di pagi hari, mudah-mudahan
Tuan muda mau meminumnya, biasanya dia selalu membuang obatnya, tidak mau minum obat dan selalu mengurung
diri!" jawab Bi Surti.

Di atas meja makan itu sudah ada nampan berisi bubur ayam, pisang, teh hangat, dan tiga macam obat yang ada di
sebuah mangkuk kecil.

"Nanti siang tuan muda biasanya akan terapi berjalan, nanti suster membantu dia untuk terapi ya, karena tuan dan
nyonya sudah pesan, supaya"Baik Bi, sekarang aku akan antarkan sarapan ini dulu ke kamar tuan muda, Setelah itu aku
akan berusaha memberikan obatnya!" ujar Andini sambil mengambil nampan dari atas meja makan itu.

"suster!" Panggil Bi Surti.

Andini menoleh kearah Bi Surti.

"Dari?"

“Kak, sebaiknya sarapan dulu, biar punya tenaga untuk menghadapi tuan muda, entah apa lagi yang akan dia lakukan!”
kata Bu Surti.
Andini tertawa mendengar ucapan Bi Surti, seolah-olah Daniel adalahseekor macan yang sedang lapar, yang akan
menerkam dirinya sewaktu-waktu.

"Ah, Bibi lucu sekali, memangnya tuan muda itu bisa apa sih, untuk mengurus dirinya sendiri saja dia kesulitan, aku belum
mau sarapan sekarang Bi, nanti saja, kau jangan khawatir!" ucap Andini sambil berlalu dari ruang makan itu dia langsung
menuju ke kamar Daniel.

Dengan sangat perlahan, Andini membuka pintu kamar itu sambil membawa nampan yang ada di tangannya.

Sejenak dia tertegun ketika melihat Daniel duduk di tepi ranjangnya, sambil menatap sebuah foto yang ada di tangannya,
punggung laki-laki itu bergetar, menandakan hatinya sedangremuk dan rapuh.

"Hmm, macan galak itu bisa Melow juga!" gumam Andini.

Dia melanjutkan langkahnya mendekati Daniel dan langsung meletakkan nampan itu di atas meja.

Daniel terkejut melihat kedatangan Andini yang tiba-tiba itu, matanya langsung melotot dengan sorot mata yang tajam ke
arah Andini, seolah ingin memakannya hidup-hidup.

Sesaat hati Andini mulai ciut, namun dia berusaha untuk tetap berdiri di tempatnya.

Kamu bisa kan mengetuk pintu dulu supaya aku tahu kalau ada orang yang datang ke kamarku!" cetus Daniel.

"Tuan muda sedang menangis, Mana berani saya mengganggu tuan muda?" sahut Andini sambil mulai masuk ke dalam
kamar itu, dan meletakkan nampan yang di bawanya itu di atas meja yang ada di samping tempat tidur Daniel.

"Jangan campuri urusanku! Sebaiknya kamu keluar dari kamarku!" Ketus Daniel.

"Maaf tuan muda, saya tidak akan keluar dari kamar ini, sebelum saya memastikan, kalau tuan muda memakan makanan
ini, dan meminum obat nya!" kata Andini.

"Kurang ajar kamu! Sejak kapan kamu berani mengatur ku?" tanyaDaniel sangat marah.

"Sejak saya bekerja di sini Tuan Muda!" Jawab Andini.

"Sekarang kamu pergi dari kamarku! Sebelum aku melemparkanmu!" Titah Daniel.
"Tidak! Mohon maaf saya tidak bisa pergi begitu saja, Tuan Muda harus makan dan minum obatnya supaya lekas
sembuh!" Bantah Andini.

Wajah Daniel memerah menahan amarah.

"Dasar kepala batu! Apakah otakmu juga terbuat dari batu?? Berani benar kamu melawan perintahku!" maki Daniel.

Andini tidak memperdulikan ocehan Daniel, perlahan dia melangkah keDaniel mengarahkan sambil membawa mangkuk
berisi makanan yang diambilnya dari meja.

Kemudian Andini duduk di sisi ranjang Daniel, bermaksud untuk menyuapi laki-laki itu.

"Hei, mau apa kamu??" tanya Daniel.

"Maaf Tuan Muda, untuk mempersingkat waktu, sebaiknya Tuan Muda menurut saja, ayo buka mulut Tuan Muda!" sahut
Andini.

Daniel tidak bisa mengelak lagi saat Andini mulai menyodorkan sendok makanan ke mulutnya, mau tidak mau laki-laki itu
membuka mulutnya.

Terpaksa Daniel menuruti kemauan Andini, karena dia pun tidak bisa berbuat apa-apa, oleh sebab kondisinya yang
terbatas itu.

Hingga akhirnya makanan yang ada di dalam mangkok itu pun habis tanpa sisa, Daniel sudah berhasil menghabiskan
makanan nya itu.

Andini kemudian tersenyum penuh dengan kemenangan, akhirnya laki-laki arogan itu bisa juga menghabiskan
makanannya, meskipun dia harus berusaha untuk menyuapinya.

"Hmm, kalau lapar Bilang saja Tuan Muda! Pakai tidak mau makan segala! Sekarang yang terakhir, obatnya harus
diminum!" kata Andini sambil menaruh mangkok yang telah kosong itu di atas meja, kemudian mulai mengambil obat dan
segelas air putih untuk diminum oleh Daniel.

"Kalau bukan karena terpaksa, supaya Kamu lebih cepat pergi dari kamarku, aku juga tidak sudi menyentuh makanan yang
kamu berikan itu!" cetus Daniel.

"Sudahlah Tuan muda, tidak usah gengsi! Kalau memang lapar Bilang saja lapar! Sekarang buka mulutmu dan minum
obatnya!" ujar Andini yang kemudian mulai membantu Daniel untuk menghabiskan obatnya itu.
Setelah berhasil memberikan Daniel obat, kemudian Andini pun mulai membereskan nampan yang akan dibawanya
Kembali keluar dari ruangan itu.

Sebelum dia beranjak pergi dari kamar Daniel, Andini kemudian membantu Daniel untuk kembali berbaring dan
menyelimuti tubuh laki-laki itu.

Entah mengapa Daniel diam saja, tanpa melakukan perlawanan apapun.

"Sekarang Tuan Muda boleh beristirahat, saya akan kembali lagi untuk mengontrol keadaan Tuan Muda, permisi!" ucap
Andini, yang kemudian segera mengambil nampan yang ada di atas meja itu, dan melangkah keluar dari kamar Daniel.

Andini terus melangkah menuju ke arah dapur melewati ruang makan.

Bi Surti nampak sibuk mengelap meja makan, dia tertegun ketika matanya tertuju pada nampan kosong yang dibawa oleh
Andini.

"Lho suster, itu Tuan Muda beneran menghabiskan makanannya? Apakah dia tidak berbuat ulah lagi terhadapmu? Atau
jangan-jangan dia juga sudah berhasil minum obat yangtadi kamu berikan?" tanya Bi surti beruntun.

"Siapa bilang aku bisa dengan mudah memberikan dia makanan dan obat? Ini semua harus melewati perdebatan yang
panjang dulu, setelah dia tidak bisa lagi berbuat apa-apa dan tak berkutik, aku langsung memaksanya saja untuk
menghabiskan makanannya!" jawab Andini sambil tersenyum.

"Wah, kamu ternyata hebat sekali suster, biasanya yang sudah-sudah, kalau keluar dari kamar Tuan Muda, pasti suster
yang lain dalam keadaan menangis, lalu mengemas barang-barangnya untuk pergi meninggalkan rumah ini!" kata Bi Surti.

"Aku tidak akan menangis hanyakarena laki-laki tidak berdaya itu Bi! Banyak hal yang lebih penting daripada itu semua,
permisi Bi, aku mau menaruh ini ke belakang dulu!" sahut Andini yang kemudian kembali melangkah menuju ke dapur,
untuk menaruh nampan yang tadi di bawahnya itu.

Sementara Bi Surti hanya terlihat termangu sambil menggelengkan kepalanya, dan bibirnya berdecak kagum atas sikap
Andini yang terlihat bisa menaklukkan Daniel, meskipun dia sudah mendapat perlakuan yang kurang baik berapa waktu
yang lalu.

Ting Tong...

Tiba-tiba terdengar suara bel dari arah pintu depan, dengan sedikit tergopoh-gopoh, Bu Surti kemudian beranjak dari
tempatnya menuju kepintu depan untuk membukakan pintu rumah itu.

Setelah Bi Surti membuka pintu rumah itu, dia sedikit terkejut ketika melihat Bu Diana datang seorang diri, tanpa
didampingi oleh Tuan Mahendra suaminya.
"Selamat pagi nyonya! Tumben pagi-pagi Nyonya sudah datang ke sini? Apakah Nyonya ingin menjenguk tuan muda
Daniel?" tanya Bi Surti.

"Ya, aku memang sengaja datang untuk melihat keadaan Putraku! Oh ya, di mana suster Andini? Ada hal yang ingin aku
tanyakan padanya!" kata ibu Diana.

Kemudian wanita itu langsung masuk ke dalam dan menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu itu, kelihatannya
wajahnya agak lelah, karena menempuh perjalanan yang cukup panjang dari kota Jakarta.

"Keadaan tuan muda baik-baik saja nyonya! Kalau begitu, sebentar saya akan panggilkan Suster Andini, karena dia yang
lebih tahu keadaan Tuan muda!" Ucap Bi Surti yang kemudian beranjak melangkah menuju ke dapur, untuk memanggil
suster Andini yang terlihat sedang mencuci piring dan mangkok.

Andini menoleh sedikit terkejut, saat Bi Surti menepuk bahunya dari belakang.

"Eh Bi Surti! Jantungku hampir copot, Aku kira siapa! Tadi siapa yang datang Bi?" tanya Andini.

"Nyonya Diana, beliau sangat ingin bertemu denganmu, Ayo Sus, Nyonyasedang menunggumu di ruang tamu!" Sahut Bi
Surti.

Andini kemudian cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya, setelah itu dia berjalan ke arah ruang tamu, di mana Bu Diana
sudah menunggunya.

"Selamat siang Nyonya Diana!" Ucap Andini.

"Siang Suster, duduklah!" Sahut Bu Diana sambil menunjuk ke arah kursi yang ada di hadapannya, Andini kemudian duduk
di hadapan Bu Diana.

"Ada apa nyonya?" tanya Andini.

"Suster, bagaiamana perkembangan putraku? Apakah kamu mengalami kesulitan saat menghadapinya?" tanya Bu Diana
balik.

"Ya, tapi saya masih bisa mengatasinya Nyonya, Nyonya Jangan khawatir, sejauh ini saya masih bisa bertahan!" jawab
Andini.

"Ah syukurlah, ini berita yang sangat baik, aku sedikit lega mendengarnya!" ucap bu Diana.
"Nyonya tenang saja, Tuan Muda Daniel itu sudah dewasa, jadi Nyonya tidak usah membuang banyak waktu untuk
memikirkannya!" kata Andini.

"Terima kasih suster, Aku berharap kau akan bisa bertahan untuk merawat dan menangani Putraku itu, karena kamu tahu
sendiri, sudah Berapa orang suster yang tidak tahan dan memilih untuk pergi dari rumah ini, karena perlakuan Putraku itu,
semoga suster adalah suster terakhir yang bisa sabar merawat Daniel, hingga dia bisa sembuh dan pulih seperti sedia
kala!" ungkap Bu Diana dengan mata sedikit berkaca-kaca, menatap ke arah Andini yang ada di hadapannya itu.

Andini tersenyum sambil menganggukkan kepalanya, meskipun di dalam hatinya dia juga tidak yakin dan ragu-ragu,
apakah dia bisa bertahan menghadapi Daniel yang terlihat begitu temperamental Itu.

Namun dia juga tidak tega melihat mendung yang ada di wajah Bu Diana, Andini memahami sebagai seorang ibu,
tentunya bu Diana sangat berat sekali menghadapi kenyataan bahwa Putra tunggalnya seperti itu.

Bu Diana kemudian mengambil sebuah amplop berwarna coklat daridalam tasnya, kemudian dia menyodorkan amplop itu
ke arah Andini.

"Suster Terimalah ini, mungkin ini tidak seberapa dibanding jerih lelahmu menghadapi Putraku, kamu jangan khawatir,
Aku akan memberikanmu melebihi standar yang harusnya aku berikan, Karena bagiku uang tidak masalah, asalkan
Putraku bisa sembuh!" ucap bu Diana.

"Terima kasih banyak Nyonya, cepat sekali anda memberikan saya gaji, sepertinya saya belum genap 1 bulan bekerja di
sini!" kata Andini.

"Sudah, kamu terima saja ini, pokoknya kalau kau butuh apapun, jangan sungkan Katakan padaku, aku juga tidak bisa
berlama-lama di sini.

setelah aku menjenguk Putraku, Aku akan kembali ke Jakarta!" ujar bu Diana.

Akhirnya dengan tangan sedikit gemetar, Andini pun menerima amplop coklat pemberian dari bu Diana itu, dari ketebalan
amplop itu Andini bisa merasakan, bahwa uang yang diberikan oleh bu Diana melebihi gaji yang seharusnya dia dapatkan.

"Praang!!"

Tiba-tiba dari arah kamar Daniel, terdengar suara benda pecah belah yang jatuh atau dilemparkan, spontan bu Diana
langsung berdiri dari tempatnya, disusul oleh Andini, Mereka pun kemudian berjalan menuju ke arah kamar Daniel.

Bab6

Penyejuk Hati

"Nikmatilah hidup dengan pengalaman sebanyak-banyaknya. Karena ia tak akan mengecewakanmu."


"Hidup memberikan banyak warna setiap harinya. Terang atau gelap adalah bagian yang harus kau nikmati."

"Tak ada yang bisa menjamin hari ini akan menjadi lebih dari dari kemarin. Namun berusahalah untuk selalu memberikan
yang terbaik."

"Setiap hari akan ada cerita yang menyenangkan. Pahit dan manisnya hari adalah hal yang tak bisa kau hindari."

"Setiap detik yang kau lalui adalah momen yang berharga. Simpanlah untuk kenangan yang indah di masa depan."

"Sahabat adalah pengalaman yang menyakitkan. Itu akan menuntunmu untuk mengetahui perasaan bangkit menjadi lebih
kuat."

"Menikmati usia remaja akan mengenalkanmu pada dunia yang sesungguhnya."

"Mungkin kau merasa bisa segalanya, namun tak semua bisa kau pahami saat ini."

"Beranilah untuk menjadi beda. Karena hidup tak selalu sama."

"Kesuksesanmu tak harus sama dengan orang lain. Ciptakan kebahagiaanmu sendiri."

"Butuh keberanian untuk tumbuh dan menjadi dirimu yang sebenarnya."

"Pengembangan diri adalah tugas yang lebih tinggi daripada pengorbanan diri."

"Kita masing-masing harus menghadapi ketakutan kita sendiri, harus berhadapan muka dengan mereka. Bagaimana kita
menangani ketakutan kita akan menentukan ke mana kita akan pergi dengan sisa hidup kita: Untuk mengalami
petualangan atau dibatasi oleh ketakutan akan hal itu."

"Tidak perlu membandingkan diri Anda dengan orang lain."

menangani ketakutan kita akan menentukan ke mana kita akan pergi dengan sisa hidup kita: Untuk mengalami
petualangan atau dibatasi oleh ketakutan akan hal itu."

"Tidak perlu membandingkan diri Anda dengan orang lain."

"Jadikan masa lalu sebagai pelajaran hidup."


"Lakukanlah yang kita bisa lakukan di masa kini dengan sebaik-baiknya, karena mungkin kesempatan tidak akan datang
untuk yang kedua kalinya. Jangan sampai menyesal."

"Kegagalan menjadi bukti bahwa kita sudah berani."

"Di balik setiap kegagalan, pasti ada pelajaran yang bisa kita ambil. Pelajaran itulah yang membuat kita menjadi pribadi
yang lebih baik dari sebelumnya."

"Hadapi masa depan dengan harapan."

"Masa lalu adalah pelajaran. Masa kini adalah kesempatan. Masa depan adalah tantangan."

"Percayalah bahwa Tuhan selalu memiliki rencana yang indah."

"Ketika Tuhan tidak memberikan sesuatu yang kita harapkan, bukan berarti Tuhan tidak baik, tetapi Tuhan punya rencana
yang lebih baik."

"Bijaksanalah dalam berkata-kata atau menulis sebuah komentar."

"Menikmati setiap proses yang dilalui saat ingin meraih cita-cita."

"Terkadang, kita mungkin terlalu fokus dengan 'jauhnya' perjalanan yang harus kita tempuh, 'susahnya' ujian yang harus
kita hadapi, sehingga kita menjadi patah semangat dan ingin menyerah."

"Ketika kita memutuskan untuk memulai dan menikmati prosesnya, tanpa kita sadari kita sudah sampai di tempat tujuan."

"Menjadi ada berarti berubah, berubah adalah menjadi dewasa, menjadi dewasa adalah terus menciptakan diri sendiri
tanpa akhir."

"Hidup ini pilihan, apa pun yang membuatmu sedih tinggalkan dan apa pun yang membuatmu tersenyum pertahankan."

"Jangan menertawakan anak muda karena kepura-puraannya, dia hanya mencoba satu demi satu wajah untuk
menemukan wajahnya sendiri."

"Nikmati masa mudamu. Besok kamu tidak akan pernah lebih muda lagi."

"Kamu semuda imanmu, setua keraguanmu, semuda kepercayaan dirimu, setua ketakutanmu, semuda harapanmu, setua
keputusasaanmu."
"Jika tindakanmu menginspirasi orang lain untuk bermimpi lebih banyak, belajar lebih banyak, berbuat lebih banyak, dan
menjadi lebih banyak, kamu adalah seorang pemimpin."

"Nikmati saja duka yang kini kau rasa, sebab kelak mungkin ia akan menjelma menjadi sesuatu yang begitu bermakna."

"Jangan membuat keputusan berdasarkan rasa takut."

"Anak muda yang sukses memandirikan dirinya secara ekonomi, sehat dan ceria memasuki masa depan, sudahlah
pemimpin yang awesome!"

"Jika hari ini masih bermimpi, di hari esok pun demikian. Maka sukses takkan bertamu padamu."

"Lebih baik menjadi anak muda yang belum sukses tapi rajin, daripada sudah tua masih malas."

"Ketahuilah bahwa orang sukses tidaklah sehebat yang kita bayangkan, mereka hanya sedikit lebih cepat, sedikit lebih
berani."

"Jika kamu tak membuat kesalahan, berarti kamu tak membuat keputusan."

"Anak muda yang akan super sukses adalah yang jujur, periang, rendah hati, rajin, dan berani mencoba."

"Masa depan adalah milik dari orang- orang yang hidup secara intens pada saat ini."

"Orang sukses selalu memiliki segala rencana untuk masa depan."

"Banyak orang yang tidak bertindak karena takut gagal, padahal tidak bertindak adalah kegagalan yang jelas sudah
terjadi."

"Saat kamu melakukan sesuatu dan gagal, kamu mendapatkan hikmah. Jika tidak melakukan apa-apa artinya kamu kalah
oleh rasa takut."

45. "Masa depan yang cerah hanya dimiliki mereka yang berani melawan rasa ragunya."

"Semua bisa dilalui, semua bisa dihadapi, semua bisa diselesaikan untuk masa depan."
"Sesuatu yang dapat dibayangkan pasti dapat diraih. Sesuatu yang bisa diimpikan pasti dapat diwujudkan."

"Masa depan adalah misteri. Tapi kamu bisa mengatur dari hari ini."

"Miliki impian yang tinggi, sebab impian akan membangkitkan motivasimu untuk bertindak."

"Setiap mimpi besar dimulai dengan seorang pemimpi. Ingatlah selalu, kamu memiliki kekuatan, kesabaran, dan hasrat
untuk meraih bintang-bintang untuk mengubah dunia."

"Hari ini kamu mencoba, besok gagal. Kembali mencoba lagi, terus hingga gagal bosan mendatangimu. Kamu tidak akan
menemukan hasil apa pun jika hanya berdiam."

"Masa depan adalah milik mereka yang menyiapkan hari ini. Semua dimulai dari tidak ada apa-apa."

"Anak muda yang akan sukses tidak akan pernah menyerah sebelum kesuksesan berada di tangannya."

"Untuk sukses, cukup yakin dan usaha, maka Tuhan akan menuntunku dengan jalan yang tak terduga."

"Selagi masih muda, miliki pengalaman seperti orang dewasa yang matang. Semasa tua miliki semangat seperti orang.

"Tua ingin sejahtera maka muda bekerja keras."

"Kalau bisa sukses muda, kenapa harus nunggu tua."

"Mulailah bekerja dan berkarya hari ini meskipun dari hal yang paling sederhana."

"Hanya karena masa lalu tidak menjadi seperti yang kamu inginkan, bukan berarti masa depan kamu tidak bisa lebih baik
dari yang kamu bayangkan."

"Jangan pernah menyerah pada apa yang benar-benar ingin kamu lakukan. Orang dengan impian besar lebih kuat
daripada orang yang memiliki semua fakta."

"Lakukan sesuatu hari ini yang akan membuat dirimu di masa depan berterima kasih."

"Dia, yang ingin masa depannya lebih baik daripada saat ini, harus bekerja untuk itu sekarang agar menjadi seperti itu."

"Jika kita bisa mengungkap masa depan, masa kini akan menjadi perhatian terbesar kita."
“Jangan khawatir tentang orang-orang di masa lalumu. Ada alasan mengapa mereka tidak berhasil mencapai masa
depanmu.”

“Harapan itu selalu ada jika kita mau berusaha, seberatnya kita berusaha kita harus mampu melaluinya dengan ikhlas dan
sabar.”

“Minat saya adalah di masa depan karena saya akan menghabiskan sisa hidup saya di sana.”

“Jangan biarkan bayang-bayang masa lalumu menggelapkan ambang pintu masa depanmu.”

“Masa depan hanya akan menampung kebahagiaan yang kita bangun di dalamnya.”

“Ketika kamu menetapkan pikiran untuk mencapai sesuatu, kamu harus memberi kesempatan dirimu sendiri untuk
menyelesaikannya.”

“Sesuatu yang dapat dibayangkan pasti dapat diraih. Sesuatu yang bisa diimpikan pasti dapat diwujudkan.”

“Cara terbaik untuk memprediksi masa depan adalah dengan menciptakannya.”

“Setiap generasi melangkah lebih jauh dari generasi sebelumnya karena ia berdiri di atas bahu generasi itu. Kamu akan
memiliki peluang di luar apa pun yang pernah kita ketahui.”

“Genius adalah satu persen inspirasi dan sembilan puluh sembilan persen keringat.”

“Selalu ingat bahwa tekadmu untuk sukses lebih penting daripada yang lain.”

“Berusahalah untuk tidak menjadi orang yang sukses tetapi cobalah untuk menjadi orang yang bernilai.”

“Kekuatan dan keindahan adalah berkah kaum muda; kesederhanaan adalah bunga dari usia tua.”

“Kegagalan sangat penting. Kita berbicara tentang kesuksesan sepanjang waktu. Adalah sebuah bakat untuk menolak
kegagalan atau menggunakan kegagalan yang sering mengarah pada kesuksesan.

"Ketika segala sesuatu tampaknya bertentangan denganmu, ingat... pesawat lepas landas melawan angin, bukan dengan
angin."
"Masa lalu memberi kita pengalaman dan membuat kita lebih bijak sehingga kita bisa menciptakan masa depan yang
indah dan cerah."

"Sesekali berhentilah sekadar untuk bersantai. Bukan untuk terlena, namun membangun semangat untuk perjuangan
berikutnya."

"Jika kehidupan dapat diprediksi, maka kehidupan akan berhenti dan tanpa rasa."

"Seseorang dapat mengubah masa depannya hanya dengan mengubah sikapnya."

"Bukan gunung di depan untuk didaki yang membuatmu lelah, melainkan kerikil di sepatumu."

"Masa lalu dan masa kini memiliki banyak hal untuk diceritakan kepada kita tentang masa depan.

“Satu-satunya hal yang kita ketahui tentang masa depan adalah bahwa masa depan akan berbeda.”

“Lakukan sekarang. Masa depan tidak dijanjikan kepada siapa pun.”

“Kemuliaan terbesar dalam hidup tidak terletak pada tidak pernah jatuh, tetapi bangkit setiap kali kita jatuh.”

“Para juara tidak berpikir dua kali tentang masa depan mereka. Mereka tahu itu akan datang bagaimanapun juga, jadi
mereka bersiap untuk itu.”

“Tidak peduli seberapa kotor masa lalumu, masa depanmu tetap tanpa noda.”

“Ubah hidupmu hari ini. Jangan berjudi tentang masa depan, bertindaklah sekarang, tanpa penundaan.”

“Kamu tidak bisa lepas dari tanggung jawab hari esok dengan menghindarinya hari ini.”

“Kepercayaan. Jika kamu memilikinya, kamu dapat membuat apa pun terlihat bagus."

"Kepositifan, kepercayaan diri, dan ketekunan adalah kunci dalam hidup. Jadi, jangan pernah menyerah pada diri sendiri."

"Agar bisa maju, kamu perlu yakin kepada diri sendiri, teguh pendirian, dan percaya diri melaksanakan keyakinan-
keyakinan itu."
"Sukses memberi saya kepercayaan diri sebagai seniman. Sekarang saya dapat melakukan apa yang saya inginkan tanpa
ada yang berpikir itu bodoh."

"Dapatkan lebih banyak kepercayaan diri dengan melakukan hal-hal yang membuatmu bersemangat dan takut."

"Bukannya saya begitu pintar, hanya saja saya bertahan dengan masalah lebih lama."

"Jangan pernah menyerah. Kamu hanya mendapatkan satu kehidupan. Lakukan!"

“Banyak kegagalan dalam hidup, mereka tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka
menyerah.”

“Jangan pernah menyerah dan yakinlah dengan apa yang kamu lakukan. Mungkin ada masa-masa sulit, tetapi kesulitan
yang kamu hadapi akan membuatmu lebih bertekad untuk mencapai tujuanmu dan menang melawan segala rintangan.”

“Segala sesuatunya tidak selalu mudah, tetapi kamu hanya harus terus berjalan dan jangan biarkan hal-hal kecil
menghambatmu.”

“Masa depan tergantung pada apa yang kita lakukan saat ini.”

“Kamu menyadari bahwa ketidakpercayaan kita pada masa depan membuat kita sulit untuk melepaskan masa lalu.”

“Kemarin sudah pergi. Besok belum juga datang. Kita hanya punya hari ini. Mari kita mulai.”

"Menyerah berarti menerima bahwa kamu lelah. Tetapi untuk beristirahat dan mencoba lagi adalah tanda sebuah tekad."

"Bertahan hidup di dunia yang kejam ini adalah bisnis yang melelahkan, tetapi banyak penghargaan di akhir
pertempuran."

"Semakin keras kamu bekerja untuk sesuatu, semakin besar kamu merasakannya ketika mencapainya."

"Tidak ada, bahkan rasa sakit, yang bertahan selamanya. Jika aku bisa terus meletakkan satu kaki di depan yang lain, aku
akhirnya akan sampai pada akhirnya."

"Bersyukurlah ketika merasa lelah, tidak semua orang bisa sekuat kamu."

"Jangan menyerah, kebahagiaan akan hadir setelah lelahmu."


"Melihat kadar kesuksesan orang lain hanya akan membuatmu kelelahan. Ciptakan sendiri standarmu."

"Menjadi kuat bukan berarti kamu tidak pernah lelah. Itu hanya berarti kamu memiliki kekuatan untuk bangkit kembali
setelah beristirahat."

"Dinding terbesar yang harus kamu panjat adalah yang kamu bangun di benakmu."

"Jangan kecewa merasa lelah, justru ia menjadi pengingat terbaik untuk targetmu."

"Jangan pernah lelah dengan mimpi, jika tidak terpenuhi. Ketakutan akan kegagalan seharusnya tidak menghalangimu
dari jalan kepercayaan diri."

"Berlarilah selagi bisa, berjalanlah jika harus, merangkak jika perlu, jangan pernah menyerah."

"Semakin banyak kamu berkeringat dalam latihan, semakin sedikit kamu berdarah dalam pertempuran."

“Jika diammu bijak, maka diamlah. Apabila diammu diinjak, maka bicaralah supaya tak ada lagi orang yang menginjak dan
meremehkan dirimu.”

“Tinggalkan pikiran yang membuatmu lemah dan pertahankan pikiran yang memberimu kekuatan.”

“Perubahan diri membutuhkan perjuangan, bukan dengan hanya duduk diam. Berjuanglah untuk perubahan diri dan beri
ruang untuk berubah.”

“Kita selalu lupa atau jarang mengingat apa yang kita miliki, tetapi kita sering kali ingat apa yang ada pada orang lain.”

“Hidup ini penuh perjuangan dalam perjalanan berjuang impian adalah bensin yang membakar semangat kita menuju
impian dan cita-cita.”

“Hidup ini adalah perjuangan, saat kamu sudah mencapai di puncak sebuah gunung, maka akan ada gunung yang lebih
tinggi untuk kamu taklukkan.”

"Kegagalan tidak akan pernah mengalahkan keinginan kuat untuk mencapai kesuksesan."

"Orang yang berhenti belajar akan memiliki masa lalu, orang yang terus belajar akan memiliki masa depan."

"Barangsiapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam."


"Hidup adalah perjalanan yang harus dilalui, tidak peduli seberapa buruk jalan yang harus dilewati."

"Setiap detik dalam hidup adalah perjalanan, setiap perjalanan adalah pelajaran."

"Dari beberapa bekas luka yang menyakitkan, yang paling menyakitkan adalah yang tidak bisa dilihat."

"Jangan lelah mencoba. Tidak ada jamina kesuksesan, tetapi memilih untuk tidak mencoba adalah jaminan kegagalan."

"Jangan lelah mencoba. Tidak ada jaminan kesuksesan, tetapi memilih untuk tidak mencoba adalah jaminan kegagalan."

"Galau itu wajar dan normal karena ia adalah proses penyesuaian diri dengan kehidupan yang lebih berkelas."

“Semua masalah pasti akan berlalu dan tergantikan dengan kebahagiaan.”

“Hidup itu tentang sebuah perjalanan, caramu menjalaninya, dan caramu memberi arti pada perjalananmu itu.”

“Hidup adalah perjalanan. Berarti tidak penting siapa yang di depan ataupun di belakang kita.”

“Tak peduli bagaimana kerasnya kehidupanmu di masa lalu, kamu selalu bisa memulainya lagi.”

“Kalau mau sukses, jangan menunggu termotivasi baru bergerak, tapi bergeraklah dulu, maka kamu akan termotivasi
dengan sendirinya.”

“Sesuatu yang dapat dibayangkan pasti dapat diraih. Sesuatu yang diimpikan pasti dapat diwujudkan.”

“Kamu tak akan bisa menjadi seorang pecundang, sampai kamu benar-benar berhenti untuk mencoba.”

"Bersyukur, bersyukur, dan bersyukur karena bersyukur ialah kebahagiaan sejati."

"Lebih baik diam daripada panjang masalah."

"Apapun yang kamu lakukan, jangan pernah menyerah untuk mendapatkannya."

"Saat seseorang mencintaimu, mereka tak harus mengatakannya. Kamu akan tahu dari cara mereka memperlakukanmu."
"Orang yang luar biasa sederhana dalam ucapannya, tetapi hebat dalam tindakannya."

"Jangan takut akan perubahan. Kita mungkin kehilangan sesuatu yang baik, namun kita akan peroleh sesuatu yang lebih
baik lagi."

"Kesuksesan tidak menemukanmu. Kamu harus keluar dan meraihnya."

"Apa pun yang sedang kau lakukan, maka lakukanlah dengan sebaik mungkin."

“Jangan hanya karena kesibukan, kita lupa ibadah dan keluarga.”

"Satu-satunya cara untuk melakukan pekerjaan hebat adalah dengan mencintai apa yang kamu lakukan." - Steve Jobs

"Hidup kita mulai berakhir saat kita menjadi diam tentang hal-hal Iyang penting."- Martin Luther King

"Jangan tunda pekerjaanmu sampai besok, sementara kau bisa mengerjakannya hari ini." - Benjamin Franklin

"Lakukan apa yang harus kamu lakukan sampai kamu dapat melakukan apa yang ingin kamu lakukan." - Oprah Winfrey

"Sesorang yang berani menyia-nyiakan satu jam waktu, belum menemukan nilai kehidupan." - Charles Darwin

"Beri nilai dari usahanya, jangan dari hasilnya. Baru kita bisa menilai kehidupan." - Albert Einstein

"Betapapun sulitnya hidup, selalu ada sesuatu yang dapat kamu lakukan dan berhasil." ." - Stephen Hawking

"Jenius adalah satu persen inspirasi dan sembilan puluh sembilan persen keringat.". Thomas A. Edison

"Cara terbaik untuk memulai adalah dengan berhenti berbicara dan mulai melakukan." - Walt Disney

"Hidup adalah petualangan yang berani atau tidak sama sekali." - Helen Keller

"Penghargaan paling tinggi bagi seorang pekerja keras bukanlah apa yang dia peroleh dari pekerjaan itu, tapi seberapa
berkembang ia dengan kerja kerasnya itu." - John Ruskin

"Hidup yang baik adalah hidup yang diilhami oleh cinta dan dibimbing oleh pengetahuan." - Bertrand Russel
"Kesuksesan dan kegagalan adalah sama- sama bagian dalam hidup. Keduanya hanya sementara." - Shah Rukh Khan

"Hidup setiap hari seolah-olah hidupmu baru saja dimulai." - Johann Wolfgang von Goethe

"Semua kehidupan adalah eksperimen. Semakin banyak eksperimen yang Anda lakukan, semakin baik." -Ralph Waldo
Emerson

(Jangan melihat ke belakang dengan penyesalan, tetapi lihatlah ke depan dengan harapan).

"Forgive and forget, not revenge and regret." (Maafkan kemudian lupakan, bukan memendam kemudian menyesal).

"In order to succeed, we must first believe that we can." - Nikos Kazantzakis (Supaya sukses, pertama-tama kita harus
percaya bahwa kita bisa melakukannya).

"Orang sukses tidak takut gagal tapi

memahami bahwa itu perlu untuk belajar dan

grow from." - Robert Kiyosaki (Orang sukses

tidak takut kegegalan tetapi mengerti bahwa

kegagalan adalah hal yang penting untuk

dipelajari dan tumbuh darinya).

"Only I can change my life. No one can do it for me." - Carol Burnett (Hanya aku yang bisa mengubah hidupku. Tak satu
orang pun mampu melakukannya untukku).

(Aku mendengar dan aku melupa. Aku melihat lalu aku mengingat. Aku mengerjakan kemudian aku paham).

"Optimism is the faith that leads to achievement. Nothing can be done without hope and confidence."- Hellen Keller
(Optimisme adalah keyakinan yang mengarah pada prestasi. Tidak ada yang bisa dilakukan tanpa harapan dan
kepercayaan diri).

"Pria dan wanita sukses terus bergerak. Mereka membuat kesalahan, tapi mereka tidak berhenti."- Conrad Hilton (Pria dan
wanita sukses selalu terus bergerak. Mereka membuat kesalahan, tapi tidak berhenti).
"It always seems imposibble until it's done." - Nelson Mandela (Suatu hal akan terlihat tidak mungkin sampai kamu bisa
melakukannya).

"Love yourself instead of loving the idea of other people loving you." (Mencintai diri sendiri lebih penting daripada
mencintai ide agar orang lain mencintaimu).

"Kita adalah makhluk yang suka menyalahkan dari luar, tidak menyadari bahwa masalah biasanya dari dalam." - Abu
Hamid Al Ghazali

"Berpikirlah positif, tidak peduli seberapa keras kehidupanmu." - Ali bin Abi Thalib

"Untuk mendapatkan apa yang diinginkan, kau harus bersabar dengan apa yang kau benci." - Imam Ghazali

"Jangan mencintai orang yang tidak mencintai Allah. Jika mereka bisa meninggalkan Allah, maka mereka juga akan
meninggalkanmu." - Imam Asy Syafi'i

"Harta berkurang saat dihabiskan, tetapi ilmu bertambah saat dihabiskan." -Ali bin Abi Thalib

"Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapa pun, karena yang menyukaimu tidak butuh itu. Dan yang membencimu
tidak percaya itu." - Ali bin Abi Thalib

"Berpikirlah positif, tidak peduli seberapa keras kehidupanmu." - Ali bin Abi Thalib

"Aku mencintaimu karena agama yang ada padamu. Jika kau hilangkan agama dalam dirimu, maka hilanglah cintaku
padamu." - Imam An Nawawi

"Perempuan itu sama seperti bunga. Mereka harus diperlakukan dengan lembut, baik, dan penuh kasih sayang." - Ali bin
Abi Thalib

"Orang yang paling saya sukai adalah orang yang menunjukkan kesalahan saya."

Bab7

Jiwa Yang Penuh Harapan


Bocah kecil ini malang sekali dia mau sekolah tapi tidak memiliki pakaian seragam, tapi seseorang nenek itu sangat
bergairah kerja untuk membelikan cucunya seragam untuk sekolah, karena si nenek itu tidak mau melihat fatih tidak bisa
sekolah hanya gara-gara tidak punya seragam.

karena pendidikan itu penting bagi si fatih biar bocah malang ini bisa merasakan bangku sekolah meski si nenek miskin tapi
dia berharap suatu hari nanti si cucunya menjadi orang sukses dan membanggakan namanya dan orang tua yang tidak
ada atau sudah meninggalkan dia.

Akhirnya si nenek itu berhasil membelikan seragam untuk si cucunya itu, akhirnya nenek itu berhasil melihat cucunnya bisa
sekolah dan merasakan bangku sekolah.

Si nenek bilang kepada fatih" sayang sekarang kamu bisa sekolah bagaimana rasanya? Fatih menjawab "aku sangat
senang sekali nenek, makasih nenek berkat nenek aku bisa sekolah dan memiliki teman nek.

ia sayang nenek juga senang melihatmu senang sayang" dan fatih bilang ma nenek suatu hari nanti kalu aku sukses aku
mau bawa nenek ke mekah bersama aku nek; nenek bilang amin sayang semoga kamusukses dimanapun sayang.

Fatih ini anaknya semangat sekali sekolah di selalu mendapat peringat satu dikelasnya tapi sayang sekali dia banyak di
benci oleh temanya.

Kenapa anak miskin itu pintar padahal baju dan tasnya tidak layak di pakai untuk sekolah kenapa dia pintar ya" teman-
temanya mencacimaki fatih tapi fatih tetap tegar menghadapi cacian dari temanya.dia optimis meskipun dia miskin tapi
dia yakin bahwa suatu hari dia akan sukses dari orang-orang yang

mencacimakinya.meskipun tas dan bajunya tidak bagus dari temanya tapi dia positif karena aku anak miskin bisa sekolah
adalah suatu keberuntungan bagiku karena aku ingin jadi orang sukses untuk membalas budi baiknya neneknya selama ini
dia di rawat oleh neneknya.

Fatih memiliki mimpi yang besar dia ingin melanjutkan pendidikan diuniversitas nantinya mungkin ini hanya impiannya
saja tapi dia berharap impianya bisa menjadi kenyataan dan menuju kesuksesanya.

Tapi sosok fatih ini kalau dia mempunyai mimpi pasti ingin tercapai karena suatu mimpi bisa menjadikan motifasi baginya
karena mimpi akan terwujud karena keyakinan dan usahaakan terwujud karena keyakinan dan usaha kita untuk
meraihnya dalam menggapai mimpi tersebut.

“ ibu guru memberikan pertanyaan kepada muridnya untuk menuliskan cita-cita. Akhirnya fatih menuliskan cita-citanya
mau jadi apa dia menuliskan ingin jadi dokter” dan ibu guru menyuruh maju kedepan untuk mengungkapkan cita-citanya
kepada teman-temanya.

seseorang yang hebat yang bisa membahagiakan neneknya dengan dia menjadi seseorang dokter yang di cita- citakanya,
menjadi kenyataan yang luar biasa yang mana sosok anak yang pretasinya bagus dan memiliki mimpi yang tinggi yang
mana sebuah mimpi akan membuat seseorang menjadi kaya hati.
karena dia kecil sampai sekarang bisa merasakan nikmatnya kebahagiaan harta yang melimpah dan mempunyai budi
luhur yang tinggi karena dia orang yang tidak punya akhirnya punya karena di memiliki mimpi tinggi dan pendidikan tinggi
suatu anugrah mempunyai mimpi yang luar biasa dan menjadikanya dia orang yang sukses.Jangan menilai orang itu tidak
dari drajatnya tapi lihatlah dari kemampuanya meraih cita- cita.

laki-laki! Sikapmu itu persis seperti seorang anak kecil yang sedang ngambek! Seharusnya kamu malu bersikap seperti itu
kepada wanita, kaum yang lebih lemah!" sahut Andini.

"Sudah sudah suster! Kamu jangan terpancing emosi oleh Daniel! Nanti dia akan semakin menjadi-jadi!" kata bu Diana
sambil berusaha menarik tangan Andini untuk beranjak keluar dari kamar Daniel.

Wajah Daniel terlihat begitu merah padam dengan tangan yang dikepalkan, menandakan kalau laki-laki itu sedang
tersulut api emosi, karena melihat perlawanan Andini terhadapnya.

Namun apa daya Daniel tidak bisa berdiri sendiri, dia hanya bisamenahan amarahnya itu tanpa bisa berbuat apapun
karena kondisinya yang lumpuh itu.

"Kurang ajar kau suster! Suatu hari nanti aku akan membuat perhitungan padamu!" umpat Daniel sambil menggertakkan
giginya.

"Jangan mengancam dulu Tuan muda! Sekarang saja untuk berjalan kamu begitu sulit! Sudahlah, Lebih baik kamu tidur
saja sana, aku akan menenangkan mamamu dulu! Ayo nyonya!" sahut Andini yang kemudian menggandeng tangan bu
Diana keluar dari kamar Daniel.

Pada saat mereka keluar dari kamar itu, kembali terdengar suara benda yang dilemparkan dan terjatuh ke lantai, wajah Bu
Diana terlihat begitu shock dan sedih, melihat kondisiputranya yang seperti itu.

Andini kemudian memapah bu Diana hingga sampai di ruang keluarga, dan membantu bu Diana untuk duduk dan
bersandar di sofa ruang keluarga itu.

"Maaf nyonya, Tuan muda itu tidak seharusnya diberi kelembutan terus menerus oleh nyonya, sesekali dia juga harus
merasakan kemarahan nyonya, kalau seperti ini terus, dia pasti akan terus besar kepala!" kata Andini.

"Suster, dulu Daniel tidak pernah bersikap seperti itu padaku, sejak dia mengalami kecelakaan, sifatnya jadi berubah
Arogan dan mudah tersinggung, padahal dulu dia adalah seorang pemuda yang baik, bertanggung jawab dan amat
penyayang!" Ungkap bu Diana yangterlihat mulai menitikkan air matanya.

"Iya nyonya, tapi Tuan muda juga harus sadar kenyataan yang sebenarnya, dia tidak boleh berlarut-larut seperti itu,
Nyonya Tenang saja, mudah-mudahan Saya sedikit bisa merubah sifat arogannya itu!" Ucap Andini.

Kemudian bu Diana melangkah perlahan masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat.


Sementara itu Andini kembali berjalan menuju ke kamar Daniel.

Kamar Daniel terlihat begitu berantakan, banyak benda-benda yang terjatuh dan pecah di lantai kamar itu.

Namun Daniel seolah tidak pedulidengan semuanya itu, dia malah terlihat menangis sambil memandang bingkai foto yang
ada di tangannya.

Andini masuk ke dalam kamar Daniel sambil berdecak dan menggelengkan kepalanya, sungguh sangat prihatin dengan
kondisi pemuda itu yang kini terlihat sangat tidak stabil itu.

"Ya ampun! Ini persis seperti kelakuan anak balita!" Seru Andini, yang sengaja menyindir Daniel.

Daniel terkejut dan langsung menoleh ke arah Andini yang kini berdiri di depan pintu kamarnya yang terbuka lebar itu.

"Keluar Kau dari kamarku! untuk apalagi kau datang ke sini? Aku muak melihat tampangmu yang sok pahlawan itu!"
hardik Daniel.

"Aku kasihan padamu Tuan muda! Terutama aku kasihan pada Mamamu! Minimal kalau kamu tidak bisa menyenangkan
orang tuamu, kamu jangan berbuat ulah seperti ini!" sahut Andini.

"Aku sudah berkali-kali katakan padamu, jangan kau campuri urusanku! Sekarang Pergilah kau dari kamarku! Ayo pergi!"
sentak Daniel.

Andini tersenyum mendengar ucapan dari anak majikannya itu, bukannya keluar dari kamar itu, dia malah melangkah
maju mendekati Daniel, sambil tertawa seolah menertawakan Daniel.

"Ha ha ha ... aku baru sadar bahwa Tuan Muda Daniel yang terhormat, ternyata hanya manusia yang tak berguna!" Seru
Andini sambil tertawa.

"Tutup mulutmu wanita brengsek! Berani kau mengatakan hal itu padaku?? Kurang ajar Kau!" Sentak Daniel.

"Tapi benar kan Tuan muda memang seperti itu! Kau itu terlalu gengsi untuk mengakuinya! Kau memang tak berguna,
untuk mengurus dirimu saja kau membutuhkan bantuan orang lain!" balas Andini.

Wajah Daniel terlihat sangat merah, giginya mengertak marah, yang sudah mencapai puncak kepalanya, dia merasa ingin
bangun dan melemparkan wanita itu ke hadapannya, tapi apa yang bisa dia lakukan, dia tidak bisa melakukannya. .

Kemudian dia mengambil botol minuman yang ada di meja samping tempat tidurnya itu, danmelemparkan botol ke arah
Andini, dengan cepat Andini menghindarinya sehingga botol itu mengenai tembok dan pecah berkeping-keping di lantai.
"Benar, tuan muda benar-benar tidak berguna! Kumismu hanya menyusahkan orang lain, ini buktinya! Pasti Bu Surti yang
akan bersusah payah membereskan semua ini! Manusia tidak berguna!" Andini menambahkan.

"Pergiiiii!!!" teriak Daniel.

"Hahaha Tuan muda, kamu ini cengeng sekali, hanya memandang bingkai foto bisa membuatmu menangis? Kalau aku jadi
kamu, aku pasti akan malu membuang-buang air mataku dan energiku untuk sesuatu yang tidak akan pernah
mungkinkembali!" Kata Andini.

Daniel tidak lagi menyahut kata-kata Andini, emosinya sudah diambang batas, kepalanya rasanya panas seperti mau
meledak, mungkin saat ini darahnya naik, hanya karena mendengar ucapan dari Andini.

Namun sekali lagi dia tidak bisa berbuat apapun, karena kondisinya itu, dia hanya bisa memukul dirinya sendiri sambil
menyalahkan dirinya sendiri.

Andini yang sejak tadi tertawa meledek Daniel, seketika itu menghentikan tawanya, saat melihat Daniel yang seperti itu,
dia memukul dirinya sendiri sambil mulutnya mengumpat dirinya sendiri.

"Aku memang manusia tidak berguna! Aku memang selalumenyusahkan orang lain! Kenapa aku tidak ikut mati saja waktu
itu? Kalau hidup juga tidak berguna!" Seru Daniel.

"Hei, apa yang kamu lakukan Tuan Muda? Kamu Jangan bersikap bodoh seperti ini! Apa yang kamu lakukan ini tidak akan
menyelesaikan masalahmu!" Pekik Andini sambil memegangi tangan Daniel yang terlihat memukul kepalanya sendiri.

"Bukankah kamu sendiri yang mengatakan padaku kalau aku ini tidak berguna? Lalu untuk apa kau terus mengurusiku?
Pergi kau dari sini!" sentak Daniel sambil mendorong tubuh Andini ke belakang sehingga akhirnya terjatuh.

"Aawwhhhh!!"

Bi Surti yang datang ke kamar Daniel, karena mendengar suara keributan dari dalam kamar itu, nampak terkejut karena
melihat Andini yang jatuh dan kini berusaha bangkit dari posisinya.

Dengan cepat Bi Surti kemudian membantu Andini untuk bangun dan sedikit mengabaikan kamar yang terlihat sangat
berantakan, penuh dengan pecahan botol dan benda-benda yang berserakan di kamar itu.

"Ya Tuhan! Apa yang terjadi? Berantakan sekali!" Seru Bi Surti sambil membantu Andini berdiri dari tempatnya.

"Tidak apa-apa Bi, sekarang tolong bantu bereskan kamar ini, biar aku yang mengurusi Tuan muda arogan itu!" Ujar Aira.
kembali!" Kata Andini.

Daniel tidak lagi menyahut kata-kata Andini, emosinya sudah diambang batas, kepalanya rasanya panas seperti mau
meledak, mungkin saat ini darahnya naik, hanya karena mendengar ucapan dari Andini.

Namun sekali lagi dia tidak bisa berbuat apapun, karena kondisinya itu, dia hanya bisa memukul dirinya sendiri sambil
menyalahkan dirinya sendiri.

Andini yang sejak tadi tertawa meledek Daniel, seketika itu menghentikan tawanya, saat melihat Daniel yang seperti itu,
dia memukul dirinya sendiri sambil mulutnya mengumpat dirinya sendiri.

"Aku memang manusia tidak berguna! Aku memang selalumenyusahkan orang lain! Kenapa aku tidak ikut mati saja waktu
itu? Kalau hidup juga tidak berguna!" Seru Daniel.

"Hei, apa yang kamu lakukan Tuan Muda? Kamu Jangan bersikap bodoh seperti ini! Apa yang kamu lakukan ini tidak akan
menyelesaikan masalahmu!" Pekik Andini sambil memegangi tangan Daniel yang terlihat memukul kepalanya sendiri.

"Bukankah kamu sendiri yang mengatakan padaku kalau aku ini tidak berguna? Lalu untuk apa kau terus mengurusiku?
Pergi kau dari sini!" sentak Daniel sambil mendorong tubuh Andini ke belakang sehingga akhirnya terjatuh.

"Aawwhhh!!"

Bi Surti yang datang ke kamar Daniel, karena mendengar suara keributan dari dalam kamar itu, nampak terkejut karena
melihat Andini yang jatuh dan kini berusaha bangkit dari posisinya.

Dengan cepat Bi Surti kemudian membantu Andini untuk bangun dan sedikit mengabaikan kamar yang terlihat sangat
berantakan, penuh dengan pecahan botol dan benda-benda yang berserakan di kamar itu.

"Ya Tuhan! Apa yang terjadi? Berantakan sekali!" Seru Bi Surti sambil membantu Andini berdiri dari tempatnya.

"Tidak apa-apa Bi, sekarang tolong bantu bereskan kamar ini, biar aku yang mengurusi Tuan muda arogan itu!" Ujar Aira.

Bi Surti kemudian bergegas keluar dari kamar itu untuk mengambil perlengkapan kebersihan, sementara itu Andini yang
kini sudah berdiri lagi perlahan mendekati Daniel yang terlihat menjambak rambutnya frustasi.

"Maafkan saya Tuan muda, kalau kata-kata saya tadi menyinggung Tuan Muda!" Ucap Andini yang sedikit merasa
bersalah karena telah merendahkan Daniel dengan perkataannya.

"Tidak usah minta maaf, kau benar, aku memang manusia tidak berguna!" Sahut Daniel.
"Jangan begitu Tuan Muda, maksud saya itu hanyalah untuk membuka mata Tuan Muda, kalau hidup itu terus berjalan,
jadi untuk apa masihterpaku pada masa lalu?!" Kata Andini.

"Kau tidak tau bagaimana rasanya kehilangan orang yang sangat di cintai!" Gumam Daniel dengan suaranya yang kini
terdengar melembut.

"Siapa bilang aku tidak pernah merasakan? Aku pernah kehilangan Ayahku!" sahut Andini.

"Tapi aku kehilangan kekasihku! Tunanganku!" tegas Daniel.

"Walaupun Tuan muda kehilangan kekasihmu, bahkan tunanganmu sekalipun, tapi kamu masih mempunyai orang tua
yang lengkap, yang sangat sayang padamu Tuan muda!" sahut Andini.

"Tapi..." "Belajarlah bersyukur dalam setiap kesesakan hidupmu tuhan muda! Setiap orang pernah merasakan kehilangan
bukan cuman Tuan Muda yang pernah merasa kehilangan, dulu betapa Hancurnya hati ibuku saat kehilangan Ayahku,
betapa hancurnya hatiku dan hati adikku saat kami kehilangan sosok ayah, dan betapa menderitanya Ibuku saat harus
menggantikan posisi ayah!" lanjut Andini.

Daniel terdiam mendengar perkataan Andini yang terdengar tegas namun Mengusik hatinya.

Dia dan Andini memang berbeda, Dia sangat hancur ketika Kehilangan sosok wanita yang sangat dicintainya bahkan
kehancurannya itu bukan hanya menghancurkan dirinya sendiri, tapi begitu merepotkan keduaorang tuanya bahkan
orang-orang di sekitarnya.

Daniel mulai menyadari, benar apa yang dikatakan Andini, saat dia kehilangan ayahnya mungkin rasa Kehilangan itu
dirasakan oleh seisi keluarganya bukan hanya Andini sendiri, namun toh Andini juga tidak berlarut-larut dengan
keadaannya, mereka dengan sekuat tenaga Bangkit dari keterpurukan hidup mereka.

Daniel masih terdiam tanpa bisa berbicara apa-apa lagi, hingga akhirnya Bi Surti masuk dengan membawa peralatan
kebersihan untuk membersihkan kamar Daniel yang berantakan itu, beserta dengan pecahan-pecahan botol beling yang
berserakan di kamar itu.

Andini membereskan beberapa piring kotor yang masih tergeletak di atas meja makan.

Pagi ini Andini ijin pulang ke rumahnya, karena sudah beberapa waktu lamanya dia tinggal di sini.

Setelah semalam itu ibunya menelponnya, karena sudah sangat merindukannya, akhirnya Andini menelepon Bu Diana
untuk meminta izin pulang ke rumahnya, dan bermalam sehari di rumahnya itu.
“Jadi kamu akan kembali ke sini besok suster? Pasti rumah ini akan sangat sepi kembali setelah kamu pulang ke rumah!”
tanya Bi Surti.

"Iya Bi, Ibu sudah kangen padaku, dan aku juga harus melihat perkembangan sekolah adikku, lagi pula kan aku hanya ijin
sehari saja Bi!" jawab Andini.

"Ya tetap saja Sus, apalagi Tuan Muda yang kadang sikapnya tak menentu, semoga saja sih dia tidak kumat!" gumam Bi
Surti.

"Bibi tenang saja, belakangan ini sikapnya juga tidak se arogan dulu, pokoknya layani saja dia sesuai jadwal, tidak usah
banyak bicara kalau sedang berhadapan dengan dia!" kata Andini.

"Apa kamu tidak berpamitan dulu dengan Tuan muda?" tanya Bi Surti.

"Tidak Bi, kalau aku pamit aku takut dia malah kembali ber ulah, mumpung lagi anteng biarkan saja!" jawab Andini.

Login

"Baiklah kalau begitu, untung kamu pulang hanya satu hari, semoga semua baik-baik saja!" ujar Bi Surti.

"Doakan saja semua akan baik-baik saja!"

"Iya Sus, semoga saja semuanya lancar, Nyonya juga mau menginap malam ini katanya!" Sahut Bi Surti.

"Tuh kan, Bibi tidak sendirian dong, kan ada Nyonya!"

"Iya sih Sus!"

Tak lama kemudian, mobil travel yang dipesan oleh Andini sudah tiba di depan pintu gerbang rumah itu.

Andini kemudian mengambil tasnya, dan setelah berpamitan dengan BiSurti, dia kemudian berjalan ke arah gerbang dan
naik ke dalam mobil travel yang sudah menunggunya itu.

Bi Surti hanya memandang Andini yang kemudian menghilang bersama dengan mobil travel yang membawanya.

Andini menempuh perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan hingga akhirnya dia tiba di rumahnya, yang selama
beberapa waktu dia tinggalkan demi pekerjaan merawat Daniel.
Setelah turun dari mobil travel yang ditumpanginya, Andini kemudian berjalan ke arah rumah mungil tempat bernaung
keluarganya itu.

Ibunya nampak sedang duduk didepan mesin jahit sambil menjahit beberapa pakaian.

Wanita itu menoleh ke arah Andini yang kini berdiri di ambang pintu rumahnya itu.

"Dini? Kok pulang tidak mengabari Ibu?" tanya Bu Elis, Ibunya Andini.

Wanita paruh baya itu langsung menghambur memeluk putrinya yang sangat dia rindukan itu.

"Iya Bu, aku buru-buru sampai lupa mengabari Ibu, Ibu sehat kan?" sahut Andini yang kemudian duduk di ruang tamu
sederhana itu.

"Nak, kamu pasti lapar kan, sebentar Ibu siapkan makanan dulu untukmu!" Kata Bu Elis yang akan segera beranjak dari
tempatnya, namun tangan Andini kembali menariktangan ibunya.

"Aku belum lapar Bu, di sini saja dulu, kita mengobrol, nanti aku bisa mengambil makanan sendiri!" Sergah Andini.

Bu Elis kemudian menganggukkan kepalanya, setelah itu dia kembali duduk di samping Andini, rasanya ingin sekali dia
mengobrol dengan putrinya itu setelah sekian lama putrinya tidak kembali pulang ke rumah itu.

"Bagaimana di tempat kerjamu yang baru nak? Apakah kamu betah di sana?" tanya Bu Elis.

"Lumayan bu, di tempatku itu sekarang aku harus ekstra sabar, karena aku harus merawat anak majikanku yang cacat dan
kejiwaannya juga sedikittemperamental!" jawab Andini.

"Yah namanya juga pekerjaan Din, Asalkan kita melakukannya dengan hati yang senang pasti tidak akan terasa
melelahkan, yang penting kita harus ikhlas dan sabar!" ucap Bu Elis sambil membelai rambut Andini.

Andini kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Ibunya, tempat yang dia rasa paling nyaman di dunia ini, adalah saat
dia bersandar di bahu ibunya dan merasakan kehangatan dan kedamaian yang begitu tulus dan murni.

Tiba-tiba pintu ruangan tamu itu terbuka, Andika adik Andini nampak masuk ke dalam dengan masih mengenakan
seragam sekolah, karena dia baru saja pulang dari sekolah.

"Eh ternyata ada Kak Dini! Apakahsudah lama sampai Kak?" tanya Andika yang kemudian langsung duduk di hadapan
kakaknya itu.
"Belum lama kok Dika, kamu bagaimana sekolahnya lancar saja kan?" tanya Andini balik.

"Lancar Kak! Doakan saja tahun depan aku bisa lulus dengan nilai yang memuaskan, sehingga aku bisa dapat beasiswa
untuk melanjutkan kuliah!" jawab Andika.

"Pasti dong Dika, Kakak kan selalu mengingat kamu dalam doa Kakak, Kakak juga mau kamu jadi orang sukses nanti!"
ucap Andini sambil menepuk-nepuk bahu adiknya itu.

Setelah itu Andika kemudian bergegas kembali masuk ke dalam kamarnya untuk berganti pakaian.

"Din, bagaimana di tempat barumu? Sungguh kamu betah kerja di sana?" tanya Bu Elis sambil menatap dalam putrinya
itu.

"Kan tadi aku sudah bilang Bu, aku lumayan betah kerja di sana, kebetulan majikanku itu baik meskipun kadang-kadang
anak majikanku sangat menyebalkan, tapi aku belajar sabar, segala sesuatu itu kan butuh proses!" jawab Andini.

"Baiklah kalau begitu nak, ibu jadi tenang, Yang penting kamu sering-seringlah mengabari Ibu, supaya Ibu tidak kepikiran
kamu terus, yuk kita makan sekarang, kamu pasti sudah lapar!" ajak Bu Elis yang kemudian langsung bangkit sambil
menggandeng tangan Andini dan mereka pun kemudian berjalan ke ruang makan.

Malam ini Andini tidur di kamarnya yang dahulu, matanya menerawang menatap langit-langit kamar sambil mengingat
masa-masa kecilnya yang dulu saat ia tidur di kamar ini.

Kamarnya sama sekali tidak berubah, masih terlihat rapi dan bersih meskipun Andini sudah lama tidak menempati kamar
ini, bu Elis ibunya Setiap hari selalu membersihkan kamar ini, merawatnya sehingga meskipun kamar ini kosong namun
tetap bersih dan wangi.

Drrrt.... Drrrt.... Drrrt

Tiba-tiba ponsel Andini bergetar, Andini kemudian meraih ponselnya yang ada di sampingnya itu.

Nampak Bi Surti yang meneleponnya, Andini pun kemudian mulai mengusap layar ponselnya itu untuk mengangkat
telepon dari Bi Surti.

"Halo, Bi Surti? Ada apa Bi menelepon malam-malam?" tanya Andini.

"Anu suster, saya takut!" sahut Bi Surti dengan suara sedikit gemetar.

"Takut kenapa Bi? Nyonya ada di situ


kan?" tanya Andini lagi.

"Nyonya kembali ke Jakarta, karena tadi di telepon mendadak, sekarang tuan muda mengamuk lagi di kamarnya! Saya
takut Sus, semua barang kembali dia banting, saya takut untuk datang menghampirinya karena sepertinya dia sedang
marah besar!" ungkap Bi Surti.

"Apa? Tuan muda mengamuk lagi? Aku pikir kemarin itu dia sudah berubah! Bi Surti tenang saja, Biarkan saja dia seperti
itu, tapi setelah itu dia tidak mengamuk lagi, besok datang saja ke kamarnya dan bicara baik-baik padanya!" usul Andini.

"Tapi tuan muda kelihatan sangat marah Sus, saya benar-benar takut! Apalagi saya sempat mendengar Tuan muda
menyebut-nyebut nama suster Andini, Sepertinya dia sangat marah pada suster!" ungkap Bi Surti.

"Lho, kenapa dia marah padaku? Apa hubungannya denganku?" gumam Andini.

"Ya Mana saya tahu sus, Pokoknya dia benar-benar marah! Bagaimana ini? Saya jadi bingung menghadapi tuan muda!"
keluh Bi Surti.

Andini nampak terdiam beberapasaat lamanya, dia tidak menyangka bahwa kepergian nya membuat Daniel begitu marah.

Andini memang sengaja tidak memberitahukan soal kepergiannya pada Daniel, namun ternyata kepergiannya malah
membuat Daniel begitu murka.

"Halo, Sus? Jadi bagaimana? Saya sungguhan takut lho!" tanya Bi Surti membuyarkan lamunan Andini.

"Bi, sekarang sudah malam, acuhkan saja dulu Tuan muda, toh dia sudah besar, sudah bisa berpikir, besok pagi aku baru
akan kembali ke sana!" jawab Andini.

"Baiklah Sus, saya tunggu besok pagi ya!"

Praaaang! Tiba-tiba terdengar suara benda pecah belah dari seberang telepon, Andini membulatkan matanya dan
menajamkan pendengarannya.

Pagi itu, Andini tengah bersiap-siap untuk kembali ke rumah Daniel, seharusnya besok dia baru akan pulang.

Namun karena semalam Bi Surti sudah menelepon melaporkan tentang Daniel, Andini terpaksa harus kembali pagi ini.

“Kamu pulang cepat sekali Nak, padahal Ibu masih kangen padamu!” ucap Bu Elis saat mengantar Andini ke depan
rumahnya, untuk menunggu mobil travel yang akan mengantarnya kembali ke Villa tempat Daniel itu.
“Maafkan aku Ibu, aku terpaksa kembali pagi ini karena semalam BiSurti menelepon, khawatir mengenai Tuan muda
Daniel, aku juga salah Bu, karena pergi tanpa bicara dahulu padanya!” kata Andini.

“Ya sudah kalau begitu, kamu hati-hati Nak, Jaga dirimu baik-baik!” Ucap Bu Elis.

Andini menganggukan kepalanya, setelah itu yang mengeluarkan satu amplop berwarna coklat, kemudian disodorkannya
pada ibunya itu.

“Ini untuk keperluan ibu dan Andika, Nanti kalau aku sudah dapat uang lagi aku pasti akan memberikannya pada Ibu, jadi
Ibu tidak usah capek-capek lagi mengerjakan jahitan orang, kurangi aktivitas ibu!” ucap Andini,

“Terima kasih nak, kamu sudah melakukan banyak untuk keluarga ini, untuk ibu dan adikmu!” ucap buElis sambil memeluk
putrinya itu.

Tak lama kemudian mobil travel yang sudah di pesan oleh Andini pun datang, Andini mengurai pelukan ibunya, kemudian
Dia pamit dan segera naik ke dalam mobil travel yang sudah menunggunya itu.

Setelah sekian jam menempuh perjalanan dengan mobil travel dari Jakarta, akhirnya Andini pun sampai kembali di villa
tempat Daniel dirawat.

Baru saja Andini membuka pintu gerbang rumah itu, dari arah kejauhan Bi Surti nampak berjalan cepat tergopoh-gopoh
menghampirinya.

“Oh syukurlah, Kamu sudah sampaisuster, sejak semalam tuan muda Daniel tidak mau makan apapun, dia mengurung diri
di kamar dan tidak mau membuka pintu kamarnya!" kata Bi Surti dengan nafas terengah-engah.

"Dasar Tuan muda manja! Sikapnya persis seperti anak kecil! Menyusahkan orang lain saja!" Sungut Andini.

Setelah menaruh tasnya di dalam kamarnya, Andini kemudian langsung bergegas menuju ke kamar Daniel.

Kamar Daniel masih terlihat tertutup rapat, dengan perlahan Andini kemudian membuka pintu kamar Daniel.

Kamar itu nampak seperti kapal pecah, sangat berantakan sekali, banyak barang-barang yangberserakan di lantai kamar
itu.

Andini hanya dapat menggelengkan kepala nya sambil berdecak, melihat pemandangan yang kini ada di hadapannya itu.

Daniel nampak tertidur dengan terlentang, wajahnya terlihat lelah, mungkin dia juga kurang tidur semalam.
Perlahan Andini mendekati ranjang Daniel dan membetulkan letak selimut yang terlihat berantakan dan tidak menutupi
tubuh Daniel dengan sempurna.

Merasakan ada sentuhan di tubuhnya, Daniel nampak terkejut dan dia langsung membuka matanya seketika.

Andini sedikit terperangah melihat Daniel yang tiba-tiba membukamatanya pada saat dia baru saja menyelimuti daniel.

"Hei! Sudah kembali ke sini suster? Aku pikir kau sudah kabur seperti suster yang lainnya!" tanya Daniel sambil menyempit
kan kedua matanya, menatap kearah Andini yang saat ini berdiri di hadapannya.

"Seharusnya saya tidak kembali ke sini Tuan muda, jadwal saya untuk kembali adalah besok, tapi sejak semalam Bi surti
terus-menerus menelpon saya, karena ulah mu itu, dasar bocah! Tuan Muda ini kekanak-kanakan sekali!" kata Andini.

"Kurang ajar kau! Berani menghinaku! Kau pikir aku anak kecil?!" Berang Daniel.

"Maaf Tuan Muda, tidak ada orangdewasa yang melakukan perbuatan bodoh seperti apa yang Tuan muda lakukan, lihat
saja kamar ini, persis seperti kapal pecah!" Sahut Andini.

"Ini semua gara-gara kamu!" geram Daniel.

"Gara-gara saya? Apa saya tidak salah dengar? Hanya karena saya Tuan merusak dan menghancurkan kamarmu sendiri,
bahkan menyusahkan orang lain! Enak saja menyalahkan saya!" Sahut Andini.

Wajah Daniel nampak merah menahan amarah, namun dia tidak bisa berbuat apapun karena dirinya yang tak berdaya itu,
selain mengepalkan kedua tangannya.

Sambil tersenyum Andini kemudian keluar dari kamar itu, bermaksud untuk mengambil alat-alatkebersihan.

Namun baru saja Andini keluar dari kamar Daniel, Bi Surti sudah nampak berjalan sambil membawa alat-alat kebersihan
untuk membersihkan kamar Daniel.

"Sini Bi biar aku yang membersihkan kamar tuan Muda, Bibi mengerjakan yang lain saja!" Kata Andini sambil berusaha
mengambil sapu dan pengki dari tangan Bi Surti.

"Tapi Sus..."

"Sudahlah Bi, tenang saja, Tuan Muda tidak sungguh-sungguh marah kok, dia hanya cari perhatian saja!" Potong Andini
cepat.
"Cari perhatian??"

Andini hanya tersenyum dankemudian bergegas masuk ke dalam kamar Daniel.

Bi Surti hanya menggelengkan kepalanya sambil kembali berjalan k arah dapur.

Setelah kembali masuk ke kamar Daniel, Andini langsung membersihkan kamar itu, menyapu semua benda-benda yang
berserakaı di kamar itu, lalu mulai menatanya kembali.

"Kenapa bukan Bi Surti yang melakukannya? Kenapa harus kamu sus?" tanya Daniel.

"Apa tidak kasihan pada Bi Surti tuan muda? Sudah banyak sekali pekerjaannya, Tuan muda malah tega membebani nya
lagi!" Sahut Andini.

"Kenapa kamu perduli sekalipadanya? Memang itu sudah kewajibannya!" Cetus Daniel.

"Karena dia sudah tua, sama seperti ibuku, dan aku sangat menghormati nya!" Jawab Andini.

Daniel terdiam seketika.

Selama ini Daniel selalu mendapat fasilitas terbaik dari kedua orang tuanya, hingga dia lupa apa artinya perjuangan.

"Aku terbiasa di layani sejak kecil, aku hanya tau bahwa orang tua itu adalah untuk melayani orang yang muda!" Ucap
Daniel.

"Ya karena kau adalah seorang Tuan Muda, sedangkan saya berbeda denganmu, sudahlah, Lebih baik Tuan muda istirahat
saja, habis ini saya akan membawakanmu obat danmakanan!" Sahut Andini.

Kemudian Andini segera beranjak meninggalkan tempatnya, saat selesai membersihkan lantai yang berantakan itu.

"Aku tidak lapar!" Cetus Daniel.

Andini menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Daniel.

"Tapi Tuan muda harus makan, kata Bi Surti sejak kemarin Tuan muda bahkan tidak menyentuh makanan!" ujar Andini.

"Aku ingin kau di sini saja menemaniku!" Kata Daniel.


"Tapi ... Tuan muda harus makan, saya tidak mau Tuan Muda sakit, nanti Nyonya akan menyalahkan saya!" Tukas Andini.

"Baiklah, aku mau makan, asal kau menemani aku di sini!" cetus Daniel.

"Baiklah, dasar Tuan muda manja!" gumam Andini sambil berlalu dari hadapan Daniel.

"Kau bilang apa tadi???" Sengit Daniel.

Namun Andini terus saja berjalan keluar kamar itu tanpa menoleh lagi.

Sementara di dapur, Bi Surti nampak sedang menyiapkan makanan yang baru saja selesai di masak, aroma masakan itu
menggugah selera.

"Bi, Tuan muda sudah mau makan, aku akan siapkan makanannya sekarang!" Kata Andini yang baru saja tiba di dapur.

"Wah, akhirnya, padahal Bibi sudahmembujuknya beberapa kali, dia malah marah-marah, mungkin hanya sama suster dia
mau makan!" sahut Bi Surti.

"Dia itu hanya cari perhatian saja Bi, lain kali taruh saja makanannya di kamar, lapar juga dia makan!" ujar Andini yang
terlihat mulai menyiapkan makanan untuk Daniel. membujuknya beberapa kali, dia malah marah-marah, mungkin hanya
sama suster dia mau makan!" sahut Bi Surti.

"Dia itu hanya cari perhatian saja Bi, lain kali taruh saja makanannya di kamar, lapar juga dia makan!" ujar Andini yang
terlihat mulai menyiapkan makanan.

Pada saat itu rian atau yang sering di panggil dengan ian baru saja jadian dengan anak sman sebelah yang benama meli.
Meli menginginkan ian untuk memperkenalkan temannya pada teman meli karena teman meli pada jomblo.

Meli: bebep nanti jadi yah kmu. temen kamu ketemen aku.

harus ngenalin

Rian: ia tenang aja sore di cafe favorit kita oke jam 3 giman?

Meli: oke tuh iya aku setuju, kamu pinter banget sih !?

Rian: hehe.
Melewati.

Rian dan meli langsung mengabari teman mereka masing-masing untuk memberi tahu acara perkenalan nanti sore.

Rian: boy nanti sore gue mau ngajakin lu ke cafe favorit gua, nah nanti kita disana kenalan sama temen cewek gue
gimana?

Boy: wah.... elu udah punya pacar yan? Kok gue baru tau sih? Gitu lu ya sekarang sama gue!?

Rian: hehehe...ya maaf boy baru juga jadian satu

pekan

Tiba-tiba suara motor anak geng serigala memotong pembicaraan mereka.... Mondy dan teman temannya mengajak ribut
padaboy dan juga rian padahal mereka bukan anak warior lagi .boy dan rian langsung naik motor dan mereka di kejar oleh
geng serigala. Boy: ian hati-hati lu jangan ngebut -ngebut.

Rian: siap boy

Mondy: ayo guys kita harus kejar mereka ayo....

Serigala:ayo...

Dengan tidak sengaja mereka melewati cafe yang akan di jadi kan tempat janjian tadi....

Rian: boy kita langsung aja kesini lagian /jam lagi kan acaranya??

Boy: ya udh ayo cepetan nanti keburu mereka tau..

Melewati

Mondy: kemana mereka!? Rio :mungkin mereka keselatan mon! Mondy: ya udah ayo....

Melewati
Pukul 3 tiba... Meli: hy bebep....

Rian: hy, mna temen kamu...

Meli :tuh...,eh kenalin dong temen kamu?

Rian: oh iya hehe,ini nama nya boy, boy ini meli pacar gueBoy: hy, gue boy

Meli: gue meli

Rian: nah yang ini haikal, kal ini meli pacar gue

Meli: Meli

Haikal:gue haikal

Tibalah teman-teman meli datang, boy terpesona pada reva yang datang dengan motor ninja warna merah.. Begitu juga
reva yang terpesona pada boy

Sedangkan haikal terpesona pada raya, namun raya tidak suka pada siapapun

Dan chindy menyukai keajaiban yang dia sadari

Boy: sama-sama.

Bab8

Harapan palsu

Daniel nampak tersenyum saat melihat Andini masuk sambil membawa sebuah nampan berisi makanan dan obat
untuknya.
"Hmm, kalau lapar Bilang saja Tuan Muda, pakai ngamuk segala!" ucap Andini.

"Siapa yang lapar!" kilah Daniel.

"Hmm, masih tidak mau mengaku!" Gumam Andini.

"Apa?? Apa kau bilang tadi? Enak saja!" cetus Daniel cemberut.

"Sudah, mau makan saja berdebat, silahkan makan Tuan muda!" Kata Andini yang langsung menyodorkannampan
makanan di atas meja di depan Daniel.

Dengan perlahan Daniel mulai menyantap makanannya, dia begitu lahap makan, karena perutnya memang lapar.

Andini memperhatikan Daniel sambil sedikit tersenyum melihat tingkah anak majikannya itu.

"Kenapa kamu mentertawakan aku? Kamu pikir aku lucu??" Sengit Daniel.

"Siapa yang menertawakan tuan Muda? Percaya diri sekali!" Gumam Andini.

Dalam waktu singkat Daniel berhasil memakan habis makanannya. Andini tersenyum senang.

"Bagus! Kalau tuan muda seperti initerus, pasti tuan muda akan cepat sembuh!" ucap Andini.

"Kamu ini banyak bicara sekali!" cetus Daniel.

Andini hanya tersenyum dan tidak menjawab perkataan dari Daniel, Daniel masih saja dengan egonya, tidak mau
mengakui kalau memang dia benar-benar lapar saat itu.

Kemudian dengan cepat Andini mengambil piring makan bekas Daniel, membereskannya dan kemudian berlalu
meninggalkan kamar Daniel tanpa bicara lagi.

"Hei! Kamu mau ke mana suster? Aku belum selesai bicara tahu! dasar tidak tau sopan santun! Pergi meninggalkanku
begitu saja! Menyebalkan sekali!" seru Daniel.

Andini terus berlalu tanpa menoleh lagi, tapi paling tidak misinya kali ini berhasil, membuat Daniel makan dan minum obat
sesuai dengan yang di jadwalkannya.
"Eh, kok suster senyum-senyum sendiri??" tanya Bi Surti saat Andini masuk ke dalam ruangan dapur, sambil meletakan
nampan dan piring kotor di tempat cucian piring.

"Itu Bi, Tuan muda itu lucu sekali, terlihat kalau dia itu sangat lapar, tapi masih juga gengsi untuk mengakuinya!" jawab
Andini.

"Yah namanya juga Tuan Muda Sus, mana mau dia merendahkan dirinya, sejak kecil Tuan dan Nyonya selalu
memanjakannya, karena dia anak tunggal, karena suatu hal, rahim Nyonya Diana terpaksa di angkatsetelah melahirkan
Tuan muda!" Ucap Bi Surti.

"Benarkah? Pantas saja Nyonya terlihat sangat takut kehilangan Tuan muda, karena memang hanya Tuan muda yang
Andini. mereka miliki!" sahut

"Semua harta kekayaan dan perusahaan Tuan Dirga juga akan jatuh ke tangan Tuan muda, karena dia adalah pewaris
tunggal!" lanjut Bi Surti.

"Oya?? Aku tak bisa membayangkan betapa kayanya Tuan muda, apalagi semua milik orang tuanya di wariskan padanya,
tapi sayang sifatnya begitu arogan dan keras kepala!" gumam Andini.

"Susteeeerrr!!!" Tiba-tiba terdengar suara teriakan Daniel yang memanggil Andini, Bi Surti dan Andini terkejut mendengar
teriakan Daniel, tidak biasanya Daniel berteriak-teriak memanggil orang seperti itu.

Spontan Bi Surti dan Andini kemudian langsung teroboh-gopoh berjalan ke arah kamar Daniel.

"Kenapa kalian berdua yang datang? Bukankah aku hanya memanggil Suster Andini?" tanya Daniel.

"Ada apa Tuan Muda memanggil saya?" tanya Andini balik.

"Bi Surti, lanjutkan pekerjaanmu! aku hanya perlu dengan suster ini saja!" ujar Daniel yang langsung menatap ke arah Bi
Surti.

Bi Surti lalu menganggukankepalanya, dan tanpa banyak bicara lagi dia segera membalikkan tubuhnya keluar dari kamar
Daniel.

"Kenapa memanggil saya dengan berteriak seperti itu? Apakah tidak ada cara lain yang lebih sopan?" tanya Andini yang
masih berdiri di dalam kamar itu, dengan pintu yang terbuka lebar.

"Kamu pikir dengan cara seperti apa Aku memanggilmu? Kau tahu sendiri untuk berjalan saja aku kesulitan!" cetus Daniel.

"Oke, Sekarang saya sudah ada di hadapan Tuan muda, Ada apa Tuan Muda memanggil saya?" tanya Andini.
"Aku merasa kakiku pegal sekali, tolong kau pijitin kakiku, jangan berhenti sampai aku tertidur!" sahut

Daniel sambil mulai merebahkan kepalanya di atas bantalnya.

"Apa? memijat kaki Tuan muda? Tapi saya tidak pandai memijit tuan muda!" jawab Andini.

"Aku tidak peduli kau bisa memijat atau tidak! lakukan saja apa yang Aku perintahkan padamu!" ujar Daniel.

"Tapi..."

"Tunggu apa lagi? Ayo pijit kakiku sekarang!" titah Daniel.

Mau tidak mau, Andini perlahan maju mendekati tempat tidur Daniel, karena jika ia membantah, maka urusannya akan
semakin panjang, dan dengan sedikit gemetar dia mulai memijiti kaki Daniel.

"Hmm, lumayan juga pijitanmu, walau terasa amatir, pijat terus sampai aku tertidur!" kata Daniel.

"Baik Tuan Muda!"

Andini pun terus memijit kaki Daniel yang berbulu itu.

Sebenarnya dia merasa begitu risih dan geli, tapi semakin dia banyak bicara, maka Daniel juga tidak akan mau kalah, lebih
baik Andini memilih diam untuk mencari aman sementara waktu.

"Kenapa kamu diam saja?" tanya Daniel.

"Ehm, tidak apa-apa Tuan muda!" sahut Andini.

Sudah lebih dari 10 menit Andini memijat kaki Daniel, namun tidak ada tanda-tanda kalau Daniel akantertidur, sementara
tangan Andini sudah terasa begitu pegal.

"Kenapa semakin lama semakin lemah pijitanmu? Kamu ini bisa memijit tidak sih?!" sengit Daniel sambil menatap tajam
ke arah Andini.

"Maaf Tuan muda, saya mulai merasa capek, bahkan saya sendiri belum istirahat sejak tadi!" jawab Andini.
"Baru juga sebentar, Kamu sudah mengeluh capek, bahkan mataku sama sekali tidak mengantuk!" sungut Daniel.

"Kalau tuan muda mau, saya akan panggilkan tukang pijat profesional, supaya hasilnya lebih memuaskan!" kata Andini.

"Tidak mau! Aku hanya ingin kamuyang memijiti kakiku! Kalau kamu lelah, Kamu boleh berhenti, besok pagi-pagi temani
aku terapi berjalan!" ujar Daniel.

Andini kemudian langsung menghentikan pijatan nya, kemudian dia beringsut mundur dari tempat tidur Daniel.

"Baik tuan muda, Besok pagi saya akan menemani tuan muda terapi berjalan!" kata Andini.

"Sekarang kamu boleh keluar Sus! Nanti malam kamu datang lagi ke sini, bawakan aku makan malam, Malam ini aku
sangat ingin sekali makan sate ayam, tapi aku ingin kamu yang membuatnya, bukan Bi Surti!" ujar Daniel.

"Tapi..." "Jangan membantah perintahku! Lakukan saja!" Potong Daniel cepat.

"Baik!" sahut Andini.

"Bagus! Sekarang kamu boleh keluar dari kamarku, sampai ketemu nanti malam!"

"Baik, permisi Tuan Muda, selamat siang!" ucap Andini.

Tanpa menunggu lagi, Andini kemudian langsung membalikkan tubuhnya keluar dari kamar Daniel, dengan menutup pintu
kamar itu dengan perlahan.

Setelah dia berada di luar kamar Daniel dia menarik nafas lega.

"Akhirnya aku bisa bebas juga dari Macan itu! Kenapa belakangan dia jadi banyak permintaan begini? menyusahkan saja!"
gumam Andini sambil melangkah gontai menuju ke kamarnya.

Setelah Andini tiba di kamarnya, kemudian dia langsung menghempaskan tubuh lelahnya itu di atas tempat tidurnya,
rasanya begitu nyaman sekali, baginya adalah satu kebahagiaan Jika dia terlepas dari Daniel, yang membuat dia selalu
merasa lelah dan capek.

Pagi ini seorang terapis khusus datang untuk melakukan terapi berjalan terhadap Daniel.

Andini mendorong kursi roda Daniel menuju ke taman samping rumah yang luas untuk terapi berjalan Daniel.
Sang Terapis yang bernama Rosa di temani oleh seorang asistennya, nampak tersenyum ke arah Daniel dan Andini.

"Selamat Pagi Tuan muda Daniel, bisakah kita lakukan terapi sekarang? Kelihatannya Anda sudah siap!" sapa Rosa ramah.

"Ya, lebih cepat lebih baik!" sahut.

Daniel dengan muka masamnya.

"Oke, kita mulai ya, suster, anda boleh menunggu di dalam, biarkan Tuan muda latihan bersama saya dan asisten saya!"
kata Rosa sambil menoleh ke arah Andini yang masih berdiri di belakang Daniel.

"Baik!" sahut Andini.

"Tunggu!" sergah Daniel pada saat Andini baru saja membalikan tubuhnya.

Andini kemudian menghentikan langkahnya.

"Kamu tetap di sini, jangan beranjak sedikitpun kecuali aku perintahkan!" titah Daniel.

"Tapi...." "Jangan membantah perkataanku!" potong Daniel cepat.

Mau tidak mau, Andini menghentikan langkahnya dan tetap diam berdiri di situ, menunggu Daniel menjalani terapi
berjalannya.

Rossa sang terapis itu pun kemudian mulai melaksanakan terapi untuk Daniel, dibantu oleh asistennya.

Rossa dan asistennya kemudian membantu Daniel berdiri dari kursi rodanya, namun tiba-tiba Daniel menepiskan tangan
Rossa.

"Aku hanya mau suster ku itu yang memegangi aku, Kau hanya memberikan perintah saja padanya!" ujar Daniel.

"Tapi, di sini saya yang membantu Tuan Muda untuk terapi, suster itutidak mengerti!" bantah Rosa.

"Pokoknya aku hanya mau dia yang memegangi tanganku! Atau aku tidak mau lagi menjalani terapi ini!" sengit Daniel.

"Ba-baiklah kalau begitu, Sus, tolong kau pegangi tangan Tuan muda!" Kata Rosa akhirnya.
Dengan sedikit ragu, Andini pun maju dan mulai memegangi tangan Daniel.

Entah mengapa Daniel bersikap seperti itu pada Rosa, Padahal sudah jelas Rosa dan asistennya yang melakukan terapi
berjalan untuk Daniel, biasanya juga Andini tidak pernah ikut campur untuk urusan terapi, namun entah mengapa hari ini
Daniel bersikap seperti itu.

Sepanjang terapi, Andini terus sajamemegangi tangan Daniel dan Dia yang menemani Daniel untuk melangkah sedikit
demi sedikit.

Rosa hanya membantu memandunya saja, sesekali saat Daniel akan terjatuh, barulah Rosa dan asistennya yang akan
membantunya.

"Sebenarnya terapi berjalan ini akan sukses, jikalau si pasien rajin melakukannya, karena setiap hari harus ada latihan
berjalan, minimal beberapa langkah!" ucap Rossa pada saat selesai melakukan terapi berjalan untuk Daniel.

"Mulai sekarang Aku pastikan dia akan rajin melakukan terapi berjalan, aku akan mendorongnya untuk semangat
berlatih!" sahut Andini sambil mendorong kursi roda Daniel menuju ke ruang tamu kembali.

"Padahal terapi ini bagus untuk membiasakan otot-otot kaki melakukan gerakan-gerakan, sehingga suatu hari nanti Tuan
muda Daniel bisa berjalan normal seperti sedia kala!" ucap Rossa.

Tak lama kemudian, Bi Surti nampak datang dengan membawa sebuah nampan berisi minuman dingin dan aneka cemilan.

"Suster, antarkan aku ke kamar, aku mau istirahat!" seru Daniel.

"Tapi..."

"Jangan membantah! Ayo antarkan aku sekarang!" titah Daniel dengan suaranya yang meninggi.

"Baik, Mbak Rosa maaf aku tinggal sebentar!" kata Andini akhirnya sambil menoleh ke arah Rosa.

hanya menganggukan kepalanya sambil tersenyum.

kemudian Andini segera mendorong kursi roda Daniel menuju ke arah kamarnya.

"Tuan muda sangat tidak sopan! walau bagaimana Mbak Rosa itu kan orang yang menerapi tuan muda, seharusnya tuan
muda duduk saja sebentar sampai mereka pulang!" sungut Andini sebelum masuk ke dalam kamar Daniel.
"Mereka modus mau lama-lama di sini!" sahut Daniel cuek.

"Modus?? Pikiran Tuan muda yang selalu negatif, terapi itu adalah untuk Tuan muda juga!" cetus Andini.

"Ya, supaya dia bebas menyentuh tanganku, aku tau, dia sengajameminta Mama untuk menerapi aku, seharusnya yang
menjadi terapis itu laki-laki, bukan dia!" lanjut Daniel.

"Tapi tetap saja sikap Tuan muda itu buruk, sombong, arogan, kasar!" bantah Andini.

"Cukup!! Tugasmu di sini adalah untuk melayaniku, bukan mengurusi dia!" sentak Daniel.

Andini terdiam sambil membantu Daniel untuk naik ke atas tempat tidurnya, dan membaringkannya, terlalu banyak bicara
juga tidak akan menyelesaikan masalah.

"Kalau sudah selesai, aku mau kembali ke depan menemani Mbak Rosa!" kata Andini.

Kemudian Andini segera beringsut menjauhi Daniel dan melangkahmenuju ke pintu kamar.

"Tunggu!" Panggil Daniel.

Andini menghentikan langkahnya tanpa

menoleh ke belakang.

"Kakiku pegal sekali, karena tadi banyak latihan berjalan, tolong pijat kakiku sampai aku tertidur!" pinta Daniel.

"Tuan muda, maaf tapi. 11

"Jangan membantah lagi! Lakukan sekarang juga!" potong Daniel cepat.

"Baik!" Jawab Andini sambil dalam hati menggerutu, Andini langsung berbalik ke arah Daniel, lalu mulai memijiti kakinya.

"Dasar ototiter! Arogan! menyuruhorang seenak perutnya sendiri!" sungut Andini dalam hati.
"Hei, kenapa wajahmu cemberut?? Aku bisa cepat mati kalau melihat wajahmu seperti itu tau, mulai sekarang selalu
tersenyum kalau di depan ku!" ujar Daniel.

"Iya Tuan muda!" sahut Andini sambil berusaha tersenyum meskipun hatinya sangat dongkol.

Sepuluh menit Andini memijiti kaki Daniel, hingga Daniel terlihat mulai meminjamkan matanya.

Sepertinya laki-laki itu sudah mulai mengantuk dan akan tertidur.

Andini tersenyum, karena setelah Daniel tidur tugasnya untuk memijit di kaki Daniel sudah selesai.

Tok ... Tok ... Tok

Tiba-tiba terdengar suara ketukkan pintu dari pintu kamar Daniel, Daniel yang kaget langsung membuka matanya
wajahnya terlihat sangat kesal.

"Siapa itu yang mengetuk pintu?? Mengganggu kenyamanan orang saja!!" seru Daniel.

"Tuan muda, bertanya tidak harus berteriak bukan? Biar saya lihat dan buka pintunya!" kata Andini yang langsung turun
dan berjalan

ke arah pintu kamar Daniel.

Pada saat pintu kamar itu terbuka, Bi Surti sudah berdiri di depan pintu.

"Maaf mengganggu, itu Mbak Rossa dan asistennya katanya mau pamitpulang!" Kata Bi Surti sambil menunduk.

"Ku kira dia sudah pulang dari tadi, kalau mau pulang pulang saja, pakai pamit segala!"

sungut Daniel.

"Hush! Tuan muda tidak boleh seperti itu!" sergah Andini.

"Biarkan mereka pulang Bi, bilang saja aku sedang tidur, sekarang Bibi boleh kerjakan yang lain, dan kau suster, lanjutkan
tugasmu!" titah Danjel.

Bi Surti kemudian menganggukkan kepalanya dan berlalu meninggalkan kamar Daniel.


Sementara Andini dengan wajah masam masih berdiri di kamar Itu, karena kalau dia beranjak dari situ, pastinya Daniel
akan marah kembali.

"Suster, lanjutkan tugasmu! setelah itu aku akan tidur dan Nanti sore kau harus temani aku ke taman!" ujar Daniel.

"Ke taman? Ngapain Tuan muda?" tanya Andini.

"Ya jalan-jalan lah, ayo sekarang pijiti kakiku lagi!" sahut Daniel yang kembali berbaring dengan kaki yang di selonjorkan.

"Baik!" ucap Andini lirih, sebelum kembali mengerjakan tugasnya. Tidak seperti biasanya, matahari terlihat berwarna
redup, padahal waktu masih menunjukkan jam 04.00 sore.

Daniel tengah bersiap-siap menunggu Andini

di teras depan rumahnya itu.

Sore itu mereka berencana akan jalan-jalan di taman sekitar, tak jauh dari rumah Daniel, sebelumnya mereka memang
jarang sekali keluar dari rumah, kalaupun keluar dari rumah hanya ke taman samping, itu pun untuk terapi berjalan.

Namun entah mengapa sore itu Daniel ingin sekali jalan-jalanditemani oleh Andini.

"Tuan muda, sepertinya cuaca agak mendung, apakah tidak di tunda besok sore saja?" usul Andini.

"Tidak, pokoknya aku mau sekarang!" sahut Daniel.

"Tapi..."

"Jangan membantah, kita berangkat sekarang!" potong Daniel cepat.

Akhirnya Andini menuruti keinginan Daniel, dia mulai mendorong kursi roda Daniel keluar dari rumah, berjalan melewati
gerbang, menyusuri jalan setapak dengan di kelilingi hamparan kebun teh, menuju ke sebuah taman yang di maksud oleh
Daniel.

Angin mulai terasa berhembusdingin, pemandangan perkebunan teh terhampar dengan indah, menyejukan mata.

Andini juga nampak menikmati suasana sore itu, dia jarang sekali melihat keindahan alam seperti ini.
"Teruslah berjalan menyusuri jalan setapak itu, nanti kamu akan lihat pemandangan yang lebih indah lagi!" kata Daniel
sambil menunjuk ke sebuah jalan setapak yang makin mengecil.

Tanpa terasa mereka sudah jauh meninggalkan villa, samar-samar terdengar suara petir yang menggema.

Mereka kemudian berhenti dan duduk di sebuah bangku taman yang di hadapannya mengalir air terjun dengan suaranya
yang mendesau.

orang seenak perutnya sendiri!" sungut Andini dalam hati.

"Hei, kenapa wajahmu cemberut?? Aku bisa cepat mati kalau melihat wajahmu seperti itu tau, mulai sekarang selalu
tersenyum kalau di depan ku!" ujar Daniel.

"Iya Tuan muda!" sahut Andini sambil berusaha tersenyum meskipun hatinya sangat dongkol.

Sepuluh menit Andini memijiti kaki Daniel, hingga Daniel terlihat mulai meminjamkan matanya.

Sepertinya laki-laki itu sudah mulai mengantuk dan akan tertidur.

Andini tersenyum, karena setelah Daniel tidur tugasnya untuk memijit di kaki Daniel sudah selesai.

Kasus ... Kasus ... Kasus

Tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari kamar Daniel, Daniel yang kaget langsung membuka matanya dan wajahnya
terlihat sangat kesal.

"Siapa itu yang mengetuk pintu?? Mengganggu kenyamanan orang saja!!" seru Daniel.

"Tuan muda, bertanya tidak harus berteriak bukan? Biar saya lihat dan buka pintunya!" kata Andini yang langsung turun
dan berjalan

ke arah pintu kamar Daniel.

Pada saat pintu kamar itu terbuka, Bi Surti sudah berdiri di depan pintu.

"Maaf mengganggu, itu Mbak Rossa dan asistennya katanya mau pamitpulang!" Kata Bi Surti sambil menunduk.
"Ku kira dia sudah pulang dari tadi, kalau mau pulang pulang saja, pakai pamit segala!"

mulut Daniel.

"Hush! Tuan muda tidak bisa seperti itu!" tegas Andini.

"Biarkan mereka pulang Bi, bilang saja aku sedang tidur, sekarang Bibi boleh kerjakan yang lain, dan kau suster, lanjutkan
tugasmu!" titah Danjel.

Bi Surti kemudian menganggukkan kepalanya dan berlalu meninggalkan kamar Daniel.

Sementara Andini dengan wajah masam masih berdiri di kamar Itu, karena kalau dia beranjak dari situ, pastinya Daniel
akan marah kembali.

"Suster, lanjutkan tugasmu! setelah itu aku akan tidur dan Nanti sore kau harus temani aku ke taman!" ujar Daniel.

"Ke taman? Ngapain Tuan muda?" tanya Andini.

"Ya jalan-jalan lah, ayo sekarang pijiti kakiku lagi!" sahut Daniel yang kembali berbaring dengan kaki yang di selonjorkan.

"Baik!" ucap Andini lirih, sebelum kembali mengerjakan tugasnya.

Tidak seperti biasanya, matahari terlihat berwarna redup, padahal waktu masih menunjukkan jam 04.00 sore.

Daniel tengah bersiap-siap menunggu Andini

di teras depan rumahnya itu.

Sore itu mereka berencana akan jalan-jalan di taman sekitar, tak jauh dari rumah Daniel, sebelumnya mereka memang
jarang sekali keluar dari rumah, kalaupun keluar dari rumah hanya ke taman samping, itu pun untuk terapi berjalan.

Namun entah mengapa sore itu Daniel ingin sekali jalan-jalanditemani oleh Andini.

"Tuan muda, sepertinya cuaca agak mendung, apakah tidak di tunda besok sore saja?" usul Andini.
"Tidak, pokoknya aku mau sekarang!" sahut Daniel.

"Tapi..."

"Jangan membantah, kita berangkat sekarang!" potong Daniel cepat.

Akhirnya Andini menuruti keinginan Daniel, dia mulai mendorong kursi roda Daniel keluar dari rumah, berjalan melewati
gerbang, menyusuri jalan setapak dengan di kelilingi hamparan kebun teh, menuju ke sebuah taman yang di maksud oleh
Daniel.

Angin mulai terasa berhembusdingin, pemandangan perkebunan teh terhampar dengan indah, menyejukan mata.

Andini juga nampak menikmati suasana sore itu, dia jarang sekali melihat keindahan alam seperti ini.

"Teruslah berjalan menyusuri jalan setapak itu, nanti kamu akan lihat pemandangan yang lebih indah lagi!" kata Daniel
sambil menunjuk ke sebuah jalan setapak yang makin mengecil.

Tanpa terasa mereka sudah jauh meninggalkan villa, samar-samar terdengar suara petir yang menggema.

Mereka kemudian berhenti dan duduk di sebuah bangku taman yang di depannya mengalir air terjun dengan suara
gemericiknya. "Tuan muda, hari sudah semakin sore, apa tidak sebaiknya kita pulang saja?" usul Andini.

"Sebentar lagi, aku masih mau menikmati suasana ini!" sahut Daniel.

"Baiklah, tapi jangan lama-lama ya!"

"Dulu ... aku dan kekasihku sering ke tempat ini, kita bercanda bersama, bermain air bersama ..." Mata Daniel nampak
menerawang.

Hening

"Dulu pasti Tuan muda sangat bahagia!" Ucap Andini.

"Ya, kami punya banyak sekali mimpi, tapi sayang, mimpi itu musnah begitu saja, seolah alam tak menghendaki kami
bahagia..." Daniel mulai berkaca-kaca.

"Tuan muda harus bangkit, jangan selalu menoleh ke belakang, sementara di depan ada hal baik yang menunggu Tuan
muda!"
Duuuuarr!!

Suara guntur tiba-tiba terdengar memekakkan telinga.

Andini spontan memeluk tangan Daniel, sesungguhnya dia sangat takut dengan petir.

"Kita pulang saja Tuan Muda!" Kata Andini.

"Baiklah, kita pulang!" sahut Daniel Akhirnya.

Andini kemudian memutar kursi roda Daniel ke arah semula, menuju ke rumah.

Namun baru beberapa langkah, tiba-tiba hujan turun begitu saja.

Buru-buru Andini membawa Daniel berteduh di bawah sebuah pohon besar.

"Kita berteduh Dulu Tuan muda, setelah hujan reda kita jalan lagi!" kata Andini.

"Bisa!"

Karena hujan semakin lebat, air hujan menembus daun-daun pohon yang rindang itu, hingga pakaian mereka mulai basah.

Andini melipat tangannya, dia begitu kedinginan, karena dia tidak memakai jaket, dia sibuk memikirkan apa saja keperluan
Daniel, jaketnya, mantelnya tapi dia lupa membawa jaket untuk dirinya sendiri.

"Hujannya semakin lebat tuan muda, Bagaimana ini?" tanya Andini mulai cemas.

"Kamu tenang saja Sus, hanya hujan air, nanti juga hujannya reda!" sahut Daniel.

Mereka sudah berada di bawah pohon selama hampir setengah jam, sampai mereka mulai merasa kedinginan, tetapi
hujan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.

Andini terlihat mulai cemas dan khawatir, apalagi sudah tidak nampak cahaya matahari yang terang, perlahan cuaca
mulai gelap, Andini mulai ketakutan.
"Kita bablas saja tuan muda, toh Kita juga sudah terlanjur basah! Nanti sampai rumah kan kita bisa langsung mandi!" kata
Andini.

"Tidak mungkin! Arah pulang adalah Jalan menanjak, dengan kamu mendorong kursi rodaku, maka besar kemungkinan
akan tergelincir, dan itu sangat membahayakan kita berdua!" tugas Daniel.

"Lalu kita harus bagaimana tuan muda?" tanya Andini, yang kini terlihat sangat bingung.

"Di tengah sana ada gubuk petani, yang biasa di pakai untuk beristirahat, kita ke sana saja!" sahut Daniel sambil menunjuk
ke arah tengah perkebunan.

Nampak sebuah gubuk kecil yang letaknya lumayan jauh dengan melewati jalan setapak.

Hujan masih saja turun, sementara langit sudah terlihat gelap, cahaya kilat sesekali nampak menerangitempat itu.

Andini kemudian mulai mendorong kursi roda Daniel menerobos hujan menuju ke gubuk kecil yang di tunjuk Daniel.

Hingga akhirnya, mereka sampai di gubuk itu, meskipun pakaian mereka basah, namun di gubuk itu ada dipan, setidaknya
Andini bisa duduk di situ.

"Istirahatlah di situ, aku tau kamu lelah!" kata Daniel.

Andini lalu duduk di dipan itu dan menyandarkan tubuhnya yang memang lelah.

"Tuan muda, Bagaimana ini, hari sudah gelap, kita terjebak hujan!" ucap Andini.

"Ya aku tau, tapi kita tidak mungkinnaik ke atas dalam keadaan seperti ini, jalanan sangat licin, bisa-bisa kita akan
tergelincir!" sahut Daniel.

"Kenapa kita tidak meminta pertolongan saja Tuan muda?" tanya Andini.

"Bagaimana caranya?"

"Tuan muda bawa ponsel kan? Hubungi saja orang rumah supaya bisa menjemput kita di sini!" usul Andini.

"Aku tidak bawa ponsel!" sahut Daniel.


"Oke, kalau begitu pakai ponselku saja!"

Andini kemudian merogoh saku bajunya untuk mengambil ponselnya, berniat akan menelepon Bi Surtiuntuk meminta
pertolongan.

Namun Andini sedikit shock ketika melihat ponselnya dalam keadaan mati, karena terkena air hujan yang menembus
sampai ke saku bajunya.

"Ah menyebalkan, pakai mati segala lagi!" sungut Andini sambil berusaha untuk menyalakan ponselnya itu.

"Sudahlah, percuma kamu teriak-teriak juga tidak bisa mengubah keadaan!" ujar Daniel.

Hening

Mereka kemudian saling diam dengan pikirannya masing-masing.

Hanya terdengar suara petir dan rintik air hujan yang masih saja turun.

Daniel terlihat mulai kedinginan, terlihat tubuhnya sedikit gemetar menahan dingin, semua jaket dan pakaiannya basah
oleh air hujan.

Andini juga merasa sangat dingin, apalagi di daerah puncak dengan hujan dan angin.

Andini melipat tangannya di depan dadanya, dia juga menggigit bibirnya, menahan hawa dingin yang terus saja
melandanya.

"Saudari..."

"Ya!"

"Aku ... aku sangat ingin pipis, bisakah kamu membantuku?" tanya Daniel sedikit malu.

"Apa yang bisa saya bantu Tuan muda?" tanya Andini.

"Bantu aku berdiri, lalu kau tahan pinggang ku dari belakang, supaya aku bisa pipis!"

jawab Daniel.
"Ba-baik, ayo!"

Andini lalu segera bangkit dari tempat duduknya, kemudian dia mulai membantu Daniel untuk berdiri dari kursi rodanya.

Setelah perlahan menariknya keluar dari gubuk, Andini mulai memegangi pinggang Daniel dari belakang, agar tidak
terlihat Daniel sedang pipis.

Terdengar suara gigi Daniel yang bergemeretak menahan dingin.

"Sudah belum Tuan muda?" tanya Andini.

"Belum, tahan dulu, aku sudah menahannya dari tadi!" sahut Daniel.

"Tapi tuan muda berat sekali, saya hampir tidak tahan menahan tubuh tuan muda!" kata Andini.

"Tahan sebentar lagi suster, ini pipisnya banyak sekali!" kata Daniel.

Duuuaaaarrr!

Tiba-tiba ada suara petir yang menggelegar, karena kaget Andini spontan melepaskan tangannya, sehingga Daniel
langsung terjatuh.

"Tuan muda!" jerit Andini.

Bab9

Terselesaikan

Orang tua memiliki pengaruh besar dalam tumbuh kembang anak, baik itu sifat dan perilaku. Hal ini karena sejak lahir
orang tua lah yang selalu menemani dan mengasuh anak hingga dewasa. Bahkan, perilaku orang tua juga bisa ditiru oleh
anak karena tak sengaja dipelajari hanya dengan melihat perilaku orang tuanya.
Sebagai orang tua, tentunya kita ingin si kecil tumbuh lebih baik daripada diri kita sendiri. Kita ingin anak-anak berperilaku
baik, berprestasi, dan menjadi orang yang sukses. Namun, bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkannya, apalagi di era
modern saat ini.

Berbicara mengenai parenting pastinya tidak jauh dengan anak-anak. Saat ini sudah banyak buku parenting yang ingin
mengajarkan pola asuh kepada anak, tetapi bagaimana jika buku parenting hadir dalam bentuk buku yang satu ini? Promil
Tanpa Galau adalah sebuah buku penting untuk para calon orang tua yang menginginkan buah hati di keluarganya.

Melalui buku ini tersaji informasi lengkap untuk pasangan yang merencanakan kehamilan dan bagaimana cara
menghindari infertility.

Tantangan orang tua menghadapi seorang anak tidak hanya terbatas pada fase kehamilan dan mendidiknya menjadi
orang baik untuk masa depannya.

Tantangan orang tua juga akan datang pada fase-fase menyusui. Asi menjadi salah satu amino esensial yang sangat
penting untuk perkembangan bayi, akan tetapi tidak semua ibu bisa memberikannya dengan baik kepada sang buah hati.

Setelah anak lahir dan bertumbuh, perlahan otaknya juga mulai berkembang. Ada kalanya anak akan memberikan
pertanyaan- pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab orangtua.

Dalam keseharian, akan ada saja pertanyaan anak yang membuat orang tua frustrasi dan mati kutu untuk menjawabnya.
Apalagi kalau pertanyaan anak seolah tiada habisnya. Anak mengalami perkembangan kognitif dalam setiap tahap
perkembangan usianya.

Semakin bertambah usia, kematangan berpikirnya juga semakin kompleks. Anak juga semakin siap menghadapi beragam
informasi di sekitarnya.

Dengan hal ini, orang tua akhirnya juga dituntut untuk bisa menjawab setiap pertanyaan anak yang kian kompleks itu.
Lewat buku ini, orang tua akan belajar bagaimana caranya menjawab pertanyaan anak. Jawaban yang asal-asalan akan
merugikan perkembangan pola berpikir logis anak.

Buku ini akan menguraikan seni berkomunikasi dengan anak, mulai dari bagaimana cara menguasai dan menjawab
pertanyaan anak yang sulit, memahami betapa pentingnya menjawab pertanyaan anak dengan bijaksana, dan yang
terpenting mendapatkan inspirasi bagaimana cara menjawab pertanyaan.

Kunci pada suatu keharmonisan keluarga adalah keakuran. Akan tetapi, tidak semua orang memahami konsep akur yang
hadir di dalam kehidupan sehari-hari kita.

Melalui buku ini, penulis ini menerangkan konsep keakuran yang sebenarnya sangat dekat dengan keseharian kita. Melalui
latar belakang ilmu komunikasi yang diembannya, penulis memberikan konsep komunikasi ideal, agar terciptanya interaksi
harmonis dan akur di dalam keluarga.

Pernah mendengar masa golden age? Masa ini merupakan masa yang paling baik dalam perkembangan anak, di mana
pada masa ini otak mengalami perkembangan pesat.
Dalam buku ini kami paparkan seluk-beluk parenting bagi anak golden age mulai dari pentingnya stimulasi dan
perkembangan pada anak usia dini sampai referensi yang bisa dilakukan untuk aktivitas dan permainan yang bisa
dilakukan bersama dengan anak-anak, mengingat bahwa masa ini adalah masa keemasan dan peluang besar bagi
orangtua untuk membentuk anaknya menjadi pribadi yang tidak hanya sehat dan pintar, tetapi juga bermoral dan
memiliki kemampuan sosial yang baik.

Dengan pola asuh dan stimulasi optimal, maka kemampuan dan perkembangan anak, baik dari segi fisik, motorik, kognitif,
moral, bahasa, sosial, ataupun kemampuan lainnya bisa berjalan dengan optimal sehingga anak bisa tumbuh dengan
sehat dan cerdas. Nah, buat Ayah dan Bunda yang saat ini sedang menimang anak berusia 0-6 tahun ini adalah saat yang
tepat untuk Ayah dan Bunda memaksimalkan pola asuh terbaik pada masa- masa golden age anak kalian!

Tujuh tahun pertama dalam kehidupan anak, akan digunakannya untuk mengenal diri dan lingkungannya, termasuk
bagaimana mengatasi kendala yang ada di lingkungannya.

Dalam periode ini, hal terpenting yang dapat mendukung perkembangannya adalah aktivitas yang berfokus pada
kemampuan sensoris dan motorik, serta sejalan dengan orientasi lingkungan dan mental anak.

Untuk itu, orangtua berperan penting dalam mencari ide-ide aktivitas yang dapat menunjang kebutuhan anak. Karenanya,
buku ini sangat cocok untuk dijadikan referensi bagi para orangtua.

Di dalamnya tercantum banyak aktivitas seru yang akan membantu mengembangkan kemampuan sensoris dan motorik
anak. Buku ini pun sangat cocok bagi orangtua dengan anak yang bersekolah di rumah.

Setiap orang tua, tentu menginginkan anaknya bahagia. Akan tetapi, orang tua yang bahagia tidak selalu membuat sang
anak bahagia. Hal ini seringkali menjadi dilema bagi orang tua, terutama orang tua baru yang mungkin masih bingung
dengan cara pengasuhan serta cara mendidik anak dengan baik sekaligus menyenangkan.

Dalam buku The Book You Wish Your Parents Had Read ini, penulis yaitu Philippa Perry membagikan beberapa wawasan
sekaligus tips yang dapat membantu orang tua untuk memahami bagaimana cara pengasuhan orang tua di masa lalu,
yang tentu saja dapat memengaruhi pola asuh anak.

Ia juga membahas mengenai bagaimana cara penerimaan orang tua, ketika dirinya berbuat salah serta mempelajari apa
solusinya bagi anak dan dirinya sendiri. Philippa Perry juga menjelaskan bagaimana cara memutuskan siklus serta pola
negatif, yang kemungkinan terus berulang karena kebanyakan orang tua akan mencontoh pola pengasuhan orang tua
sebelumnya, contohnya adalah seperti gaya pengasuhan strict parents.

Philippa Perry membahas bagaimana orang tua menangani perasaan mereka sendiri, serta menangani perasaan anak-
anak mereka. Sebab, orang tua tidak akan bisa menenangkan hati anaknya, kalau hatinya tidak tenang dulu ya?

Nah, itu dia rekomendasi buku-buku parenting atau pengasuhan anak untuk mengetahui pengetahuan cara mengasuh
anak dari berbagai referensi.
Jangan lupa, sebagai orang tua, kamu juga harus mengerti sepenuhnya tentang diri si kecil terlebih dahulu. Dengan begitu,
kamu tahu mana cara yang tepat untuk mengasuh dan membimbing anak dengan baik.

Walaupun begitu, kadangkala sulit untuk mendidik anak yang sudah begitu terobsesi dengan teknologi. Nah, buku ini akan
membantu para ayah bunda generasi lama maupun millenial, cara mendidik anak dalam persaingan yang tak berbatas di
era teknologi yang semakin cepat dan pesat. Jadi bisa ajarkan anak skill untuk bertahan di era digital ini.

Ketika perilaku anak tidak seperti yang diharapkan, bukan berarti ia adalah anak yang nakal. Sebagai orang dewasa
pertama yang ditemui anak dalam hidupnya, orang tua wajib mengajari, mendidik, dan melatihnya berperilaku baik.
Orang tua bertanggung jawab terhadap pembentukan perilaku anak.

Dipastikan semua orang tua ingin diidolakan oleh anak-anaknya walaupun tak mudah untuk diwujudkan. Jangan khawatir,
kamu bisa menumbuhkan kesadaran, belajar memahami anak, dan cara mengasuhnya lewat buku ini.

Di dalam buku ini akan dijabarkan bagamana orang tua dapat memahami kebutuhan anaknya. Dengan buku ini, ayah
bunda bisa saling membantu dan kompak dalam mengasuh anak, serta mereka tumbuh menjadi generasi yang
bermartabat, membanggakan, sehat jasmani, dan rohani.

Kadangkala kita sering tak sadar telah berteriak dan membentak anak karena melakukan sesuatu yang tidak kita
harapkan. Tapi tahukah kamu bahwa hal tersebut malah memperburuk perilaku anak?

Buku ini bisa membantu kamu mengelola konflik dengan anak tanpa harus marah- marah, berdasarkan pengalaman Ayah
Edy sang guru dan prakitisi parenting terkenal di Indonesia, untuk mendidik anak-anak di rumah maupun di sekolah.

Ayah, bunda, membentuk anak menjadi lebih tangguh dan bahagia bisa hanya dengan bermain lho! Jangan anggap kalau
bermain itu hanya buang-buang waktu dibandingkan belajar. Apalagi kalau masih suka mengatur atau mendikte anak
ketika bermain.

Tanpa marah-marah, kita bisa menyentuhnya dengan ramah, dengan begitu si kecil akan merasa dihargai bahkan akan
berujung pada aksi seperti mengikuti instruksi, melakukan keharusan, dan aksi-aksi lainnya.

Buku ini akan membantu ayah dan bunda bagaimana cara "menaklukkan" anak agar mereka mau diajak bicara,
mendengarkan, mengikuti arahan kita, dan memahami tentang apa yang kita mau, tanpa perlu hentakan dan menaikkan
suara. Berbagai tips dalam buku ini akan lebih efektif dalam menghadapi sang buah hati.

Si kecil mempunyai banyak hal menakjubkan, mereka tumbuh, dan tekun melakukan sesuatu. Namun sayang, seringkali
kita meremehkan hal yang si kecil lakukan. Nah, buku ini bisa membuka pikiran kita untuk metode Montessori yang
mengajak orang tua untuk menunjukkan hati mereka kepada anaknya.

Kesepian merupakan bagian dari pengalaman personal seseorang yang bersifat menarik. Sebab, setiap orang pasti pernah
merasakan kesepian. Kebanyakan orang menganggap kesepian adalah hal yang menyedihkan, tetapi pada kenyataannya,
kesepian merupakan bagian dari hidup yang harus diterima seseorang sebagai bagian dari saksi hidup yang nyata.
Sepi akan datang menghampiri setiap orang dengan cara yang berbeda-beda. Perkembangan zaman juga akan
memengaruhi datangnya sepi.

Bagi kalian yang kerap merasa kesepian atau ingin memahami lebih dalam mengenai apa makna dari kesepian, buku ini
dapat membantu kalian dan menjadi panduan untuk memahami kesepian menjadi sesuatu yang lebih menarik.

Mengapa manusia merasakan kesepian? Bagaimana cara manusia berdamai dengan kesepian?

Kesepian merupakan pengalaman manusia

yang amat personal, juga sekaligus menjadi

fenomena global. Namun, kesepian juga

merupakan fenomena yang menarik, karena

setiap orang yang hidup di dunia ini pasti

pernah mengalami kesepian.

Kerap kali kita merasa sendiri dan menjadi orang yang paling menderita dalam kesepian. Namun, ternyata kita bersama-
sama menjalani penderitaan dalam kesepian itu.

Kesepian kerap kali dianggap sebagai hal yang memalukan atau kegagalan. Orang yang sendiri dan dinilai kesepian kerap
diberikan julukan yang merendahkan diri mereka.

Contohnya, seperti jones atau jomblo ngenes, perawan tua, dan julukan yang menyedihkan lainnya. Stigma akan kesepian
adalah menyedihkan ternyata ada di seluruh dunia.

Seperti, di negeri Tiongkok terdapat istilah "sheng nan" yang berarti laki-laki sisa, dan istilah "sheng nu" yang berarti
perempuan sisa. Julukan ini diberikan kepada mereka yang memilih untuk menyendiri dan dianggap tidak 'laku'.

Selain itu, ada juga istilah "guang gun" yang berarti lelaki ranting atau ranting tunggal, yang diberikan kepada lelaki yang
tak bisa menambahkan anak atau buah untuk keluarga besarnya. Di negeri Barat juga ada istilah "thornback" yang
diberikan kepada perempuan yang belum menikah, yang dianggap sulit didekati atau memiliki duri.

Baru beberapa tahun ke belakang saja banyak orang yang berani untuk mengakui bahwa dirinya bahagia dengan
kesendiriannya. Sebelumnya, mengakui bahwa kita nyaman dengan kesendirian bagaikan menyatakan bahwa kita telah
gagal sebagai manusia yang kodratnya merupakan makhluk sosial.
Seolah, kita tak tahu caranya untuk bersosialisasi, atau seolah kita terlalubergantung pada orang lain dan tidak bisa
menikmati kehidupan sendiri. Di sisi lain, mereka yang berani menyatakan bahwa mereka nyaman dan bahagia hidup
sendiri malah diberi stigma yang melabeli bahwa hidup orang tersebut menyedihkan dan menderita, karena ia tak memiliki
kawan dan pasti ia kesepian.

Kita kerap kali terlalu cepat menilai seseorang dari yang kelihatannya saja, padahal kita juga tidak mengetahui apa-apa
tentang pribadi, apalagi perasaan orang tersebut. Contoh nyata yang ada di sekitar kita, yaitu media sosial yang dijadikan
patokan utama dalam menilai diri setiap orang.

Terdapat banyak sekali orang yang mencari perhatian dan eksistensi. Mereka yang dinilai sebagai sosok yang eksis dan
diakui kepopulerannya. Padahal, media sosial hanya mereka gunakan demi mengurangi rasa sepi.

Contoh lain, yaitu sosok artis atau bintang yang sangat populer sering dianggap takbergantung pada orang lain dan tidak
bisa menikmati kehidupan sendiri. Di sisi lain, mereka yang berani menyatakan bahwa mereka nyaman dan bahagia hidup
sendiri malah diberi stigma yang melabeli bahwa hidup orang tersebut menyedihkan dan menderita, karena ia tak memiliki
kawan dan pasti ia kesepian.

Kita kerap kali terlalu cepat menilai seseorang dari yang kelihatannya saja, padahal kita juga tidak mengetahui apa-apa
tentang pribadi, apalagi perasaan orang tersebut. Contoh nyata yang ada di sekitar kita, yaitu media sosial yang dijadikan
patokan utama dalam menilai diri setiap orang.

Terdapat banyak sekali orang yang mencari perhatian dan eksistensi. Mereka yang dinilai sebagai sosok yang eksis dan
diakui kepopulerannya. Padahal, media sosial hanya mereka gunakan demi mengurangi rasa sepi.

Contoh lain, yaitu sosok artis atau bintang yang sangat populer sering dianggap takpernah kesepian, karena mereka
dikelilingi oleh penggemar yang banyak. Padahal, kenyataannya sebaliknya. Mereka kerap kali merasa kesepian, karena
mereka tidak dapat memercayai orang-orang di sekitarnya.

Mereka memiliki kekhawatiran akan dimanfaatkan, karena kepopulerannya saja atau orang-orang mendekat dengan
memiliki alasan tertentu yang tidak tulus. Dari situ kita dapat melihat bahwa kita tidak dapat menilai seseorang dari
kelihatannya saja, apalagi menilai seseorang kesepian atau tidak.

Sendiri tanpa merasa kesepian merupakan perasaan yang sangat menyenangkan dan membebaskan. Namun, tidak semua
orang dapat menikmati perasaan tersebut. Hal ini diakibatkan oleh ketakutan akan kesendirian yang dapat melahirkan
kesepian, juga ketakutan pada pendapat orang lain.

Hal ini kemudian membuat beberapa orang rela untuk kembali bergaul dengan orang- orang yang toxic. Kembali menjalin
hubungan yang tidak sehat, yang kerap kali menyakiti hati. Semua itu rela dilakukan demi tidakdianggap kesepian.

Buku ini ditulis untuk membantu semua orang yang merasa kesepian, agar bisa berkenalan dengan sepi yang dialami. Buku
ini juga hadir untuk memberikan pencerahan kepada pembaca untuk memahami makna kesepian, baik dalam lingkup
personal atau dalam lingkup yang lebih luas.
Selain itu, buku ini juga berusaha untuk mengajak pembaca mengubah rasa kesepian yang dialami menjadi sebuah ruang
untuk menumbuhkan kreativitas dan spiritual, serta mengubah kesepian menjadi kesendirian yang dapat dinikmati.

Begitu banyak karya besar yang diciptakan dalam kesendirian, begitu banyak juga tokoh besar yang lahir dari kesendirian.
Lantas, mengapa kita memandang kesendirian sebagai hal yang pasti merujuk pada kesepian?

Kesepian yang selama ini kita pandang menyedihkan, sebenarnya merupakan kesempatan untuk bertumbuh dan
berkaryasebagai manusia. Namun, apakah kita dapat menerima kesepian sebagai kesendirian yang bermakna?

Apakah kita siap menyapa sepi di dalam hati kita? Melalui buku ini, mari telusuri sepi yang selalu menghampiri hati kita.
Mari memahami sepi, agar kita semakin peka dengan mereka yang butuh kehadiran kita.

Kita kerap kali menilai dan melabeli seseorang begitu cepat, tanpa mempertimbangkan bahwa kita tidak tahu apa-apa
mengenai orang tersebut. Sendiri bukan berarti kesepian. Maka itu, jangan sekali-kali melabeli orang yang suka
menyendiri sebagai seseorang yang kesepian.

Sepopuler apa pun dirimu, sekaya apa pun dirimu, sehebat apa pun dirimu, bagi dunia, kita hanya setitik debu yang ada di
atasnya. Manusia pada dasarnya sama, sama-sama bisa merasakan up and down, sama-sama bisa kesepian.

Sesungguhnya, apa yang kita rasakan dapat kita kendalikan sendiri melalui pemaknaan akan segala sesuatu. Jika kita
memaknai sesuatu secara baik, pastinya kita akan merasakan perasaan yang positif pula.

Kesepian tidak dapat dinilai dari jumlah hubungan atau relasi yang seseorang punya. Namun, kesepian dapat dinilai dari
kualitas hubungan secara emosional antara Seseorang dengan orang lain.

seseorang dengan orang lain.

Kesepian yang selama ini kita pandang menyedihkan, sebenarnya merupakan kesempata

n untuk bertumbuh dan berkarya sebagai manusia yang lebih baik lagi ke depannya.

Daniel jatuh terjerembab karena hilang keseimbangan, pada saat Andini melepaskan pegangannya.

"Tuan Muda! Maafkan saya, saya sungguh sangat kaget dengan suara petir tadi!" pekik Andini.

Dengan cepat Andini langsung membantu Daniel bangun, meskipun kini tubuh dan pakaian Daniel kotor oleh lumpur.

"Dasar penakut! Gara-gara suara petir itu, kau bahkan mengabaikan aku! Sudah tau aku tidak bisa berdiri lama!" sengit
Daniel sambil berusaha menutup resleting celananya.
Milik Daniel jelas terlihat olehAndini, sambil menahan rasa malu Andini mencoba membantu Daniel untuk menutup
resleting celananya.

"Maafkan saya Tuan muda, sungguh saya tidak sengaja!" ucap Andini menyesal.

"Awas jangan kau sentuh milikku!" cetus Daniel.

"Tidak kena Tuan, lagi pula cuaca gelap, jadi aku tidak jelas juga melihatnya, Tuan muda jangan khawatir!" sahut Andini
yang akhirnya berhasil menutup resleting celana Daniel.

Kemudian dengan sekuat tenaga, Andini akhirnya berhasil membantu Daniel untuk kembali naik ke kursi rodanya.

Andini merutuki dirinya sendiri, diamerasa sangat sial hari ini, matanya tercemari oleh pemandangan yang tak seharusnya
dia lihat.

"Bodoh! Bodoh! Bodoh!" gumam Andini sambil memukul kepalanya sendiri.

"Hei, kenapa kamu memukul kepalamu sendiri?" tanya Daniel.

"Tidak apa-apa Tuan Muda!" sahut Andini sambil kembali duduk di dipan, tubuhnya mulai menggigil kedinginan.

Daniel mengusap sikunya yang ternyata berdarah, pada saat dia terjatuh tadi.

"Aishh!"

Daniel mendesis menahan perih lukanya.

“Ya Tuhan, Tuan muda berdarah, maafkan saya Tuan muda!” Andini langsung mengusap luka Daniel saat di lihatnya ada
darah yang mengalir.

“Sudahlah! Kau tak perlu risaukan ini, hanya luka kecil!” cetus Daniel sambil menepiskan tangannya.

“Tuan muda, hujan sudah mulai reda, Tuan muda tunggu di sini ya, saya akan mencoba pulang ke rumah dan meminta
bantuan!” usul Andini.

“Kamu mencari kematian!” Daniel yang galak.


“Apa maksudmu tuan muda??”

“Hari sudah gelap, mau diserang binatang buas atau diperkosa perampok??” tanya Daniel.

Andini terdiam, hujan memang sudah agak reda, namun suasana terlihatbegitu sunyi dan mencekam.

Tidak ada seorangpun yang lewat daerah ini, apalagi dengan jalan yang begitu licin dan curam.

“Tapi... mau sampai kapan kita di sini Tuan muda?” tanya Andini yang hampir putus asa, semua pakaiannya bahkan basah
kuyub, membuat dia semakin kedinginan.

“Besok pagi ada petani teh yang datang, sementara kita istirahat saja dulu di sini, kita tidak punya pilihan lain!” sahut
Daniel.

Andini hanya diam sambil menganggukan kepalanya, mereka memang tidak punya pilihan lain.

Hari semakin gelap dan malam, Daniel yang sejak tadi hanya duduk di kursi roda mulai terlihat pucat dangelisah.

Andini yang memperhatikan mulai beringsut mendekati Daniel, saat di dengarnya ada suara rintihan dari mulut Daniel.

Perlahan Andini memegang dahi Daniel, matanya membulat saat di rasakannya tubuh Daniel yang panas.

“Ya Tuhan, Tuan muda demam!” pekik Andini.

“Suster ... bantu aku berbaring, kepalaku pusing!” keluh Daniel.

“Baik!”

Tanpa menunggu lama, Andini langsung membantu Daniel bangkit dari kursi rodanya dan membaringkannya di dipan.

"Maafkan saya Tuan muda, seharusnya Tuan muda sudah minum obat, saya menyesal, seharusnya saya menolak ajakan
Tuan muda untuk jalan-jalan!" ucap Andini.

Daniel tidak menjawab Andini, laki-laki itu hanya diam sambil memejamkan matanya seraya merintih.

Tubuh Daniel semakin panas, namun dia menggigil seperti orang yang kedinginan, bibirnya mulai membiru, kondisinya
terlihat sangat mengkhawatirkan.
Berbekal pengetahuannya, Andini lalu mulai melepaskan pakaian Daniel yang basah, khawatir Daniel akan masuk angin
dan semakin parah.

Untuk saling menghangatkan suhu tubuh yang tidak stabil, denganterpaksa Andini melepaskan pakaiannya sendiri,
kemudian dia mulai memeluk tubuh Daniel dengan erat.

Tubuh Andini yang dingin kini menempel pada tubuh Daniel yang panas.

Andini terus memeluk tubuh Daniel itu dengan erat, mantransfer energi dari dalam tubuhnya, berharap suhu tubuh Daniel
akan turun.

"Maafkan saya Tuan muda! Terpaksa dengan cara ini saya menyelamatkan Tuan muda, maafkan saya!" Ucap Andini
sambil menangis dan menahan malu.

Sebuah mobil mewah berhenti di pelataran rumah Daniel, Pak Dirgadan Bu Diana nampak turun dari dalam mobil tersebut.

Sementara Mang Asep, supir mereka, memarkirkan mobil untuk segera di cuci karena sangat kotor, terkena lumpur.

Mereka kemudian langsung masuk ke dalam rumah, dan tertegun saat melihat Bi Surti ada di depan meja telepon sambil
menangis.

"Bi Surti?? Apa yang terjadi?" tanya Bu Diana sambil melangkah mendekati Bi Surti.

"Tuan, Nyonya, Tuan Muda... Tuan Muda..."

"Apa yang terjadi pada Putraku? Cepat katakan Bi!" seru Bu Diana sambil mengguncang bahu Bi Surti.

"Tenangkan dirimu Ma!" ujar Pak Dirga sambil mengelus punggung Bu Diana, berusaha menenangkan istrinya itu.

"Tadi sore, Tuan muda dan Suster Andini jalan-jalan keluar Tuan, Nyonya!" kata Bi Surti sedikit gugup.

"Kemana??" tanya Pak Dirga.

"Katanya sih ke taman, tapi saya tidak tau taman mana yang di maksud!" jawab Bi Surti menunduk.

"Ke taman? Mereka pasti terjebak hujan! Apalagi sore ini hujan begitu lebat, daerah perkebunan ini juga sepi!" gumam
Pak Dirga.
"Ya Tuhan! Ayo kita cari Daniel Pa, ayo Pa, kasihan dia pasti kedinginan di luar sana!" seru Bu Diana sambil menangis.

"Bi Surti, apa kau sudah coba menelepon mereka?" tanya Pak Dirga sambil menatap ke arah Bi Surti.

"Sudah Tuan, tapi Tuan muda tidak bawa ponsel, sedangkan Suster Andini, berkali-kali saya telepon tapi tidak aktif!" jawab
Bi Surti.

"Pa, kita cari Daniel Pa, kita minta tolong Mang Asep, ayo Pa, ini sudah malam!" rengek Bu Diana.

"Iya Ma, ayo kita kedepan, kita cari Daniel, minta Mang Asep bawa mobil!"

Dengan sigap Pak Dirga menarik tangan istrinya dan berjalan menuju ke teras depan.

Mang Asep nampak sedang mencuci mobil yang terlihat kotor kena lumpur itu.

“Mang Asep, siapkan mobil, kita cari Daniel dan susternya!” titah Pak Dirga.

“Tuan muda Daniel hilang??” tanya Mang Asep bingung.

“Jangan banyak tanya! Lakukan saja perintah!” sentak Bu Diana tak sabar.

“Ba-baik, tapi kita mau cari kemana??” tanya Mang Asep.

“Ke daerah taman kebun dekat air terjun, dulu Daniel sangat menyukai tempat itu!” jawab Bu Diana.

“Kau yakin Daniel ada di sana Ma?” tanya Pak Dirga.

“Iya Pa, dulu Daniel sering mengajak kekasihnya ke tempat itu, siapa tau dia kangen dan mengajak Suster Andini ke sana!”
sahut Bu Diana.

sana, udak Disa pakai mobil, jalanannya kecil, licin dan curam, berbahaya Tuan, bisa terperosok ke jurang!" kata Mang
Asep.

"Yah, kau benar Mang, apalagi habis hujan dan sudah malam begini!" sahut Pak Dirga.
"Lalu bagaimana Pa?? Apa kita biarkan putra kita berada di sana hanya dengan suster Andini??" tanya

Bu Diana cemas.

"Kita tetap kesana, tapi jalan kaki, bukan naik mobil, Mama di rumah saja, biar aku dan Mang Asep yang mencari Daniel!"
jawab Pak Dirga.

"Tapi Ayah..."

"Mama tenang saja, aku dan Mang Asep yang akan mencari mereka, Sementara itu di gubuk kecil, tempat Daniel dan
Andini bernaung, setelah mengupayakan penyelamatan terhadap Daniel, meskipun Andini mengesampingkan rasa
malunya, akhirnya demam Daniel bisa di tanggulangi, suhu tubuhnya kini mulai turun.

Andini kemudian kembali mengenakan pakaiannya, yang kini masih basah dan lembab.

Sementara Daniel masih bertelanjang dada, karena kalau pakai baju, khawatir akan masuk angin dan tambah kedinginan.

Andini berusaha mengusap-usap dadaDaniel dengan telapak tangannya, untuk menciptakan rasa hangat pada tubuhnya.

Daniel masih terlihat memejamkan matanya, wajahnya kini semakin pucat, dengan bibir yang mulai membiru.

Seharusnya Daniel sudah minum obat dan beristirahat, namun kini, bahkan dia mengalami hal yang tidak pernah di duga
sebelumnya.

"Bertahanlah tuan muda! Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi untukmu! bertahanlah!" ucap Andini sambil terus
mengusap-usap dada Daniel yang kini mulai terasa dingin.

Padahal awalnya Daniel demam cukup tinggi, namun pada saat Andini membantu Daniel, kini tiba-tiba suhu tubuh Daniel
berubah menjadi turun.

Daniel masih nampak memejamkan matanya, antara sadar dan tidak, bibirnya yang membiru terkadang sedikit bergetar.

Andini benar-benar bingung apa yang harus dilakukannya, tidak mungkin dia meninggalkan Daniel di tempat ini seorang
diri, namun di sisi lain, dia juga tidak bisa berdiam diri menunggu, takut kalau-kalau terjadi sesuatu pada Daniel,
mengingat kondisi kesehatan Daniel yang memang sejak awal sedang tidak baik-baik saja.

Rasa penyesalan pun terpancar di wajah Andini, kalau tahu akan seperti ini jadinya, dia tidak akan menuruti keinginan
Daniel untuk berjalan-jalan di taman, yang lokasinya agak jauh dari rumah.
Ini adalah pertama kalinya Andini keluar membawa Daniel, tapi malah hal yang tidak terduga terjadi, hujan turun begitu
lebatnya.

Padahal sudah sejak Sore, sudah terlihat mendung yang menggantung di langit, tapi mengapa hanya karena menuruti
seseorang Daniel, Andini mengabaikan pesan alam itu.

Andini kemudian menangis sambil terus mengusap dada Daniel, hujan sudah benar-benar berhenti, menyisakan hawa
dingin yang kian mendera tubuh Andini, yang kini pakaiannya sudah lembab dan tak karu-karuan.

Kemudian dia memeluk tubuh Daniel yang semakin dingin.

“Bertahanlah tuan muda! Bertahanlah setidaknya sampai besokAndini dan Daniel.

Dia baru tiba di tempat itu bersama dengan Mang Asep.

“Tuan! Syukurlah Tuan cepat datang, Tuan muda sedang drop, kami terjebak hujan besar!” seru Andini.

“Mang Asep! Bantu aku membawa Daniel sampai villa, setelah itu aku akan langsung telepon Dokter!” titah Pak Dirga.

“Ya pak!”

Dengan cepat Mang Asep dan Pak Dirga langsung mengangkat tubuh Daniel dan berjalan menuju ke Villa mereka.

Sementara Andini mengikuti di belakang mereka sambil membawa kursi roda kosong.

Sekitar 15 menit berjalan, akhirnya mereka sampai juga di rumah, Bu Diana nampak berdiri di teras.

"Daniel! Apa yang terjadi dengannya??" tanya Bu Diana shock.

"Sudah Ma jangan banyak bicara, segera telepon Dokter sekarang juga!" sahut Pak Dirga.

Daniel kemudian di bawa ke kamarnya, Pak Dirga dan Mang Asep membuka semua pakaian Daniel, kemudian dia
langsung di tutupi dengan selimut tebal.

Sementara Bu Diana terlihat menelepon Dokter.


"Suster, apa yang terjadi dengan kalian, ya ampun, pakaian dan rambutmu basah dan kotor semua, ayo bersihkan dirimu!"
kata Bi Surtiyang langsung menarik tangan Andini ke belakang.

Andini kemudian langsung membersihkan dirinya, mengganti pakaiannya dan setelah itu dia kembali ke kamar Daniel.

Ada terbersit rasa khawatir terhadap anak majikannya itu, walau bagaimana, Andini adalah perawat Daniel, yang
bertanggung jawab terhadap kesehatan Daniel.

"Suster! seharusnya sebagai seorang perawat, kau lebih bijaksana untuk tidak menuruti semua keinginan Daniel!" kata Bu
Diana sambil menatap tajam ke arah Andini.

"Maafkan saya Nyonya, Saya memang salah! Seharusnya saya tidak menuruti keinginan tuan muda, Saya benar-benar
minta maaf, saya yangsalah!" ucap Andini sambil menunduk.

"Ya, kamu memang salah! Dan karena Kejadian ini, aku berpikir untuk mengembalikanmu ke rumah sakit, Aku akan minta
dokter untuk mengganti perawat yang lebih berkompeten dan profesional daripada kamu!" sahut Bu Diana.

Andini tidak menjawab lagi semua ucapan bu Diana, dia hanya menunduk, menyesali semua apa yang terjadi.

"Sudahlah Ma! Tidak ada untungnya kita menyalahkan orang, sekarang yang kita pikirkan adalah kondisi Daniel, saat ini
dia sedang tidak sadar, semoga saja tidak ada hal yang mengkhawatirkan yang terjadi padanya!" ujar Pak Dirga.

Daniel kembali di rawat di rumah sakit terdekat, untuk memulihkan kondisinya.

Pak Dirga masih berada di rumah sakit untuk menemani Daniel, sementara Bu Diana pulang ke rumah untuk mengambil
beberapa pakaian Daniel.

Waktu masih menunjukan pukul setengah lima subuh, sejak semalam Andini tidak dapat memejamkan matanya, entah
mengapa dia selalu kepikiran Daniel.

Kasus ... Kasus ... Kasus

Terdengar suara pintu kamar Andini yang di ketuk dari luar, dengan segeraAndini bangkit dari tidurnya dan bergegas
membukakan pintu kamarnya itu.

Andini sedikit terkejut ketika dia sudah membuka pintu kamarnya itu, Bu Diana sudah berdiri di depan kamarnya, sambil
menatap ke arahnya.

"Selamat pagi Nyonya Diana! Ada yang bisa saya bantu?" tanya Andini.
Bu Diana kemudian mengeluarkan sebuah amplop dari saku jaketnya, lalu disodorkannya amplop itu ke hadapan Andini.

"Suster, Ini sisa gajimu aku berikan sekarang, setelah ini kau boleh mengemasi barangmu, dan kau boleh pulang ke
rumahmu!" kata Bu Diana.

Andini sedikit terperangahmendengar kata-kata dari Bu Diana, belum lama ini dia kembali ke tempat ini, sekarang dia
sudah dipulangkan lagi, ini sangat menyakitkan, terutama tentang reputasinya sebagai perawat.

"Maaf Nyonya, apakah Nyonya mengusir saya? Apa kesalahan saya begitu besar sehingga Nyonya memulangkan saya
begitu saja?" tanya Andini balik, sambil menatap dalam ke arah bu Diana.

"Aku rasa tugasmu untuk merawat Daniel sudah cukup suster, lagi pula saat ini Daniel sedang dirawat di rumah sakit,
daripada kamu juga tidak ada kerjaan di sini, lebih baik kamu pulang saja bertemu dengan keluargamu!" jawab Bu Diana.

"Kalau begitu alasannya, Baiklah.

Anda mungkin juga menyukai