Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Gizi Bencana

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

GIZI BENCANA PESISIR DAN KEPULAUAN

“Kegiatan Penanganan Gizi pada Pra Bencana”

Dosen Pengampu: Harleli, S.ST., M.Kes

Disusun Oleh:

Wa Ode Murni : J1B122018

Aisya Ayurin Dwi R.A : J1B122020

Dhian Fitri Anggraini : J1B122022

Fitri Ramadani : J1B122024

Gebi Parera : J1B122026

PRODI GIZI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan dan kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini
dengan tepat waktu yang berjudul “Kegiatan Penanganan Gizi pada Pra Bencana”.
Makalah ini kami susun berdasarkan pemahaman dari berbagai sumber. Makalah ini
disajikan guna untuk memenuhi tugas mata kuliah “Gizi Bencana Pesisir Dan
Kepulauan”. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi
para pembaca dan juga bagi penulis.

Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Dosen mata kuliah “Gizi
Bencana Pesisir Dan Kepulauan” yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah wawasan sesuai dengan mata kuliah yang kami tekuni.

Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi pembaca dan


bermanfaat untuk pengembangan wawasan yang luas dan peningkatan ilmu
pengetahuan kepada kita semua. Kami menyadari, bahwa makalah ini masih banyak
memiliki kekurangan maka dari itu kami mohon kritik dan saran yang bersifat
membangun demi sempurnanya makalah ini. Terima kasih.

Kendari, Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.........................................................................................................

KATA PENGANTAR...........................................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................
1.3 Tujuan.......................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................

2.1 Sosialisasi dan Pelatihan Petugas.............................................................................


2.2 Pembinaan Teknis ....................................................................................................
2.3 Rencana Kontinjensi.................................................................................................
2.4 Pengumpulan Data..................................................................................................

BAB III PENUTUP............................................................................................................

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................


3.2 Saran ......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kegiatan penanganan gizi dalam pra bencana pada dasarnya merupakan
aktivitas antisipasi terjadinya bencana dan mengurangi resiko dampak bencana.
Kegiatan yang dilaksanakan diantaranya :
a. Pengenalan dan pembinaan petugas misalnya manajemen gizi bencana
b. Penyusunan rencana kontijensi aktivitas gizi
c. Konseling menyusui
d. Konseling Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
e. Pengumpulan data awal wilayah rentan bencana
f. Penyediaan bufferstock MP-ASI
g. Pelatihan teknis dan pendampingan pada petugas terkait manajemen gizi
bencana.

Kegiatan penanganan gizi pada termin tanggap darurat awal merupakan


aktivitas pemberian makanan supaya pengungsi tidak lapar dan bisa
mempertahankan status gizinya, sementara penanganan aktivitas gizi pada termin
tanggap darurat lanjut merupakan untuk menanggulangi kasus gizi melalui
intervensi sesuai masalah gizi yang ada. Tidak seluruh dapur umum menciptakan
daftar menu makanan yang sesuai menggunakan standar ransum. Makanan balita
dan dewasa tidak dipisahkan, hanya dibedakan dari tingkat rasa pedas. Selain itu,
balita lebih banyak mengkonsumsi makanan instan misalnya mie dan makanan
ringan yang tentu saja kurang memenuhi zat gizi yang diperlukan oleh balita. Hal
ini disebabkan oleh tidak adanya alokasi dana khusus yang disiapkan buat
pengadaan bahan makanan balita. Selain itu, tidak terdapat tenaga khusus yang
menangani gizi balita. Masalah lainnya merupakan sulitnya distribusi bantuan di

1
beberapa daerah yang sulit terjangkau dampak sarana dan prasarana yang rusak
sebagai akibatnya jenis dan jumlah bantuan tidak merata.

Masalah gizi yang bisa muncul merupakan kurang gizi pada bayi dan balita,
bayi tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) lantaran terpisah dari ibunya dan
semakin memburuknya status gizi kelompok masyarakat. Bantuan makanan yang
sering terlambat, tidak berkesinambungan dan terbatasnya ketersediaan pangan
lokal bisa memperburuk kondisi yang ada. Pengelolaan penyelenggaraan
makanan di dapur umum yang meliputi:

 Tempat pengolahan
 Sumber bahan makanan
 Petugas pelaksana
 Penyimpanan bahan makanan basah
 Penyimpanan bahan makanan kering
 Cara mengolah dan distribusi makanan
 Peralatan makan dan pengolahan
 Tempat pembuangan sampah sementara
 Pengawasan penyelenggaraan makanan
 Mendistribusikan makanan siap saji
Pengawasan bantuan bahan makanan untuk melindungi korban bencana dari
dampak buruk akibat bantuan tersebut misalnya diare, infeksi, keracunan dan
lain-lain, yang meliputi:
 Tempat penyimpanan bantuan bahan makanan harus dipisah antara bahan
makanan umum dan bahan makanan khusus untuk bayi dan anak
 Jenis-jenis bahan makanan yang diwaspadai termasuk makanan pada
kemasan, susu formula serta makanan suplemen
 Untuk bantuan bahan makanan produk dalam negeri wajib diteliti nomor
registrasi (MD), tanggal kadaluarsa, sertifikasi halal, aturan cara
penyiapan dan sasaran konsumen

2
 Untuk bantuan bahan makanan produk luar negeri harus diteliti nomor
registrasi (ML), bahasa, tanggal kadaluarsa, aturan cara penyiapan dan
target konsumen. Apabila masih ada bantuan makanan yang tidak
memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, petugas harus segera
melaporkan pada Koordinator Pelaksana.
Penanggulangan masalah gizi di pengungsian pasca bencana diantaranya
merupakan pelaksanaan profesionalisme tenaga lapangan dalam penanganan
gizi pengungsi melalui orientasi dan pelatihan, melakukan surveilans gizi untuk
memantau perkembangan jumlah pengungsi, status gizi dan Kesehatan. Perlu
disusun pedoman dan anggaran khusus untuk penanganan gizi balita pada
kondisi kedaruratan. Juga adanya Kerjasama lintas sektoral dan lintas program
yang wajib di maksimalkan supaya penanganan gizi balita saat kondisi bencana
bisa dioptimalkan.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana Sosialisasi dan Pelatihan Petugas dalam Kegiatan Penanganan
Gizi pada Pra Bencana?
b. Bagaimana Pembinaan Teknis dalam Kegiatan Penanganan Gizi pada Pra
Bencana?
c. Bagaimana Rencana Kontinjensi Kegiatan Penanganan Gizi pada Pra
Bencana?
d. Bagaimana Pengumpulan Data dalam Kegiatan Penanganan Gizi pada Pra
Bencana?

1.3 Tujuan
a. Untuk Mengetahui Sosialisasi dan Pelatihan Petugas dalam Kegiatan
Penanganan Gizi pada Pra Bencana
b. Untuk Mengetahui Pembinaan Teknis dalam Kegiatan Penanganan Gizi pada
Pra Bencana

3
c. Untuk Mengetahui Rencana Kontinjensi Kegiatan Penanganan Gizi pada Pra
Bencana
d. Untuk Mengetahui Pengumpulan Data dalam Kegiatan Penanganan Gizi pada
Pra Bencana

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sosialisasi dan Pelatihan Petugas


Kegiatan penanganan gizi pada pra bencana pada dasarnya merupakan
kegiatan antisipasi terjadinya bencana dan mengurangi resiko dampak bencana.
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain sosialisasi dan pelatihan petugas seperti
manajemen gizi bencana, penyusunan rencana kontijensi kegiatan gizi, konseling
menyusui, konseling Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI),
pengumpulan data awal daerah rentan bencana, penyediaan bufferstock MP-ASI,
pembinaan teknis dan pendampingan kepada petugas terkait manajemen gizi
bencana serta berbagai kegiatan terkait lainnya (Kementerian Kesehatan RI,
2012).
Kegiatan penanganan gizi pada tahap tanggap darurat awal adalah kegiatan
pemberian makanan agar pengungsi tidak lapar dan dapat mempertahankan status
gizinya, sementara penanganan kegiatan gizi pada tahap tanggap darurat lanjut
adalah untuk menanggulangi masalah gizi melalui intervensi sesuai masalah gizi
yang ada.
Penyuluhan gizi yang diberikan oleh tenaga petugas gizi pada kondisi darurat
bencana mempunyai makna yang signifikan. Penyuluhan merupakan upaya
perubahan perilaku manusia baik individu maupun masyarakat sehingga dapat
menciptakan sikap mental dan kemampuan untuk memecahkan masalah yang
dihadapinya guna dapat meningkatkan dan mempertahankan gizi yang baik
(Salmayati, dkk. 2016). Menurut penelitian Zulaekah (2012), pendidikan atau
penyuluhan gizi adalah pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku
individu atau masyarakat yang diperlukan dalam meningkatkanperbaikan pangan
dan status gizi. Harapan dari upaya ini adalah orang bisa memahami pentingnya
makanan dan gizi, sehingga mau bersikap dan bertindak mengikuti norma-norma
gizi. Salah satu harapan dari para ibu korban bencana gempa bumi ini adalah

5
dipisahkannya tenda khusus untuk ibu-ibu terutama yang memiliki bayi dan balita
agar lebih leluasa dalam mengasuh bayi dan balita terutama saat menyusui bayi
mereka. Selain itu, dengan berada dalam satu tenda khusus para ibu dapat berbagi
informasi mengenai cara perawatan maupun pengasuhan bayi dan balita. Dilain
pihak, dengan dipisahkannya tenda khusus untuk ibu-ibu maka kegiatan
penyuluhan dapat lebih efektif dan efisien.

a. Sosialisasi dan peningkatan sumber daya manusia (kader posyandu dan


aparatur desa) pada saat menghadapi bencana banjir.
Sosialisasi membahas terkait 3 jenis bencana , yaitu: pertama, bencana
Alam, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung Meletus, banjir, kekeringan, angon topan, dan tanah longsor.
Kedua, bencana non-Alam, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Ketiga, bencana Sosial,
yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antara kelompok
atau antar komunitas masyarakat.

b. Pelatihan membuat MPASI gizi seimbang di dapur umum ketika terjadi


bencana banjir
Bimtek Pembuatan MPASI dengan menu keluarga pada saat bencana,
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran ibu tentang jumlah makanan, jenis
dan waktu pemberian makanan yang tepat dapat memberikan kontribusi
status gizi, (Mitra, 2019) . Terlebih ketika terjadi bencana, kadang-kadang
ibu-ibu atau petugas agak lalai dalam pemberian makanan yang sehat serta
gizi seimbang untuk anak-anak dan bayi. Hasil pengabdian masyarakat
Yunita, et al, (2019) menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan

6
antara ibu balita yang dapat pengetahuan tentang MPASI dan mengetahui
contoh-contoh pengelolaan menu MAPSI dengan yang tidak.
Bimtek ini memberikan materi berupa penting kiranya pemberian
makanan pada bayi dan anak dengan memperhatikan menu sesuai gizi
seimbang. Persoalan yang selama ini salah kaprah di masyarakat adalah menu
dengan gizi seimbang identik dengan sulit, ribet, serta mahal. Melalui Bimtek
ini diperkenalkan bahwa menu dengan gizi seimbang dapat diperoleh dengan
menu keluarga sehari-hari. Selain itu, pada Bimtek ini juga disampaikan
bahwa dalam keadaan bencana atau di pengungsian sekalipun, dengan menu
sederhana sebetulnya MPASI dengan gizi seimbang tetap dapat terpenuhi.
Kemudian Bimtek ini juga memperkenalkan mengenai tekstur makanan bayi
yang berbeda-beda sesuai dengan kategori umur bayi, dimana para peserta
yang dalam hal ini adalah apra kader Posyandu melakukan praktek
pembuatan MPASI secara langsung.

2.2 Pembinaan Teknis


Pembinaan teknis pada penanganan gizi pra bencana adalah penting untuk
mengurangi risiko kematian dan penyakit yang disebabkan oleh kematian atau
kurangnya panganan yang mengganggu status gizi. Kegiatan gizi dalam
penanggulangan bencana meliputi tahap pra, saat, dan pasca bencana. Pada tahap
pra bencana, kegiatan gizi meliputi analisis faktor penyulit berdasarkan hasil
Rapid Health dan pengumpulan data antropometri balita (berat badan, tinggi
badan, dan umur). Pembinaan teknis pada penanganan gizi pra bencana adalah
proses penyediaan bimbingan dan dukungan teknis kepada personel atau tim yang
terlibat dalam kegiatan penanganan gizi sebelum terjadinya bencana.
Berikut adalah beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pembinaan
teknis pada penanganan gizi pra bencana:
a. Pelatihan Keterampilan: Memberikan pelatihan yang mencakup
pengetahuan dan keterampilan praktis tentang identifikasi risiko gizi,

7
perencanaan program gizi, pengadaan dan distribusi makanan darurat,
suplementasi gizi, dan monitoring serta evaluasi gizi.
b. Pengembangan Kapasitas: Mendorong pengembangan kapasitas personel
atau tim melalui pelatihan berkelanjutan, workshop, dan program
pembelajaran lainnya untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang
konsep-konsep gizi, metode intervensi, dan teknik manajemen yang
efektif.
c. Pemahaman Terhadap Kebutuhan Lokal: Memastikan bahwa pembinaan
teknis mempertimbangkan konteks lokal dan kebutuhan khusus
masyarakat yang dilayani. Ini melibatkan pemahaman mendalam tentang
budaya, pola makan, kondisi kesehatan, dan faktor-faktor lingkungan yang
memengaruhi gizi masyarakat setempat.
d. Pengembangan Alat dan Pedoman: Membantu dalam pengembangan alat
dan pedoman praktis untuk membimbing pelaksanaan kegiatan
penanganan gizi pra bencana, termasuk panduan pelaksanaan, format
survei, dan alat evaluasi yang dapat digunakan oleh personel lapangan.
e. Konsultasi dan Dukungan: Menyediakan forum konsultasi dan dukungan
teknis reguler bagi personel atau tim yang terlibat dalam penanganan gizi
pra bencana, baik melalui pertemuan tatap muka, panggilan telepon, atau
komunikasi daring untuk menjawab pertanyaan dan menyelesaikan
masalah yang muncul.
f. Pemantauan dan Umpan Balik: Melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan program dan memberikan umpan balik konstruktif kepada
personel atau tim untuk meningkatkan kinerja mereka. Ini melibatkan
evaluasi rutin terhadap hasil kerja dan pencapaian target, serta identifikasi
area yang memerlukan perbaikan.
g. Pendekatan Kolaboratif: Mendorong kolaborasi dan pertukaran
pengalaman antara personel atau tim yang terlibat dalam penanganan gizi

8
pra bencana, baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Ini
memungkinkan adopsi praktik terbaik dan inovasi dalam penanganan gizi.

Pembinaan teknis yang efektif merupakan komponen kunci dalam


mempersiapkan personel atau tim untuk menghadapi tantangan dalam
penanganan gizi pra bencana dengan tepat dan efisien. Dengan pendekatan ini,
mereka dapat menjadi lebih terampil, percaya diri, dan mampu merespons
dengan cepat dan efektif terhadap kebutuhan gizi masyarakat dalam situasi
darurat.

2.3 Rencana Kontinjensi


Rencana kontinjensi gizi pada situasi bencana merupakan rancangan strategis
yang mengatur tindakan dan kegiatan yang perlu dilakukan untuk
mempertahankan status gizi dan kesehatan korban bencana. Rencana ini
mencakup antisipasi terjadinya bencana, mengurangi risiko dampak bencana,
meningkatkan dan mempertahankan status gizi dan kesehatan korban bencana,
serta mengelola situasi darurat bencana.
Dalam konteks penanggulangan bencana, rencana kontinjensi membantu
organisasi atau instansi untuk merespons dengan cepat dan efektif saat terjadi
bencana. Rencana ini tidak hanya berfokus pada penanganan saat bencana terjadi,
tetapi juga pada langkah-langkah yang harus diambil sebelum bencana terjadi
untuk meminimalkan dampaknya.
Langkah-langkah perencanaan kontinjensi yang baik dalam menghadapi
bencana meliputi:
a. Potensi Ancaman: Identifikasi semua potensi ancaman atau risiko yang
mungkin terjadi, seperti banjir, gempa bumi, kebakaran, dll.
b. Evaluasi Risiko: Evaluasi tingkat risiko dari setiap potensi ancaman yang
diidentifikasi untuk menentukan prioritas dalam perencanaan kontinjensi.

9
c. Penetapan Tujuan dan Sasaran: Tetapkan tujuan dan sasaran yang jelas
dalam menghadapi setiap potensi ancaman, termasuk dalam hal
kesiapsiagaan, respons, dan pemulihan.
d. Pengembangan Skenario: Buat skenario-skenario yang mungkin terjadi
berdasarkan potensi ancaman yang telah diidentifikasi, termasuk langkah-
langkah yang harus diambil dalam setiap skenario.
e. Penetapan Langkah-langkah Tindakan: Tentukan langkah-langkah
tindakan yang spesifik dan detail untuk setiap skenario yang telah dibuat,
termasuk penugasan tugas, koordinasi tim, dan penggunaan sumber daya.
f. Pengerahan Sumber Daya: Identifikasi dan siapkan sumber daya yang
diperlukan untuk melaksanakan rencana kontinjensi, termasuk personel,
peralatan, dan fasilitas.
g. Pelatihan dan Simulasi: Lakukan pelatihan reguler kepada tim darurat dan
pihak terkait, serta simulasi untuk memastikan bahwa rencana kontinjensi
dapat dilaksanakan dengan baik saat diperlukan.
h. Komunikasi dan Koordinasi: Pastikan terdapat sistem komunikasi yang
efektif dan koordinasi yang baik antara semua pihak terkait dalam
pelaksanaan rencana kontinjensi.
i. Evaluasi dan Pembaruan: Lakukan evaluasi secara berkala terhadap
rencana kontinjensi yang telah disusun, dan lakukan pembaruan jika
diperlukan berdasarkan pengalaman dan pembelajaran dari latihan atau
kejadian sebelumnya.

2.4 Pengumpulan Data


Besar sampel untuk pengumpulan data antropometri :
 Populasi korban bencana sampai 3.000 orang, seluruh (total)balita diukur

10
 Populasi korban bencana kurang dari10.000 rumah tangga, gunakan
pengambilan sampel acak sistematik dengan jumlah sampel minimal 450
balita
 Populasi korban bencana lebih dari 10.000 rumah tangga, gunakan
pengambilan sampel cluster, yaitu minimal 30 gugus yang ditentukan
secara Kemungkinan Proporsi terhadap Ukuran (PPS) dan tiap gugus
minimal 30 balita
 Menghitungstatus proporsi gizi balita kurus (BB/TB<-2SD) dan jumlah
ibu hamil dengan risiko KEK (LILA<23,5cm).
 Menganalisis adanya faktor penyulit seperti kejadian diare,campak,
demam berdarah dan lain-lain. Informasi tentang proporsi status gizi
balita selanjutnyadigunakan sebagai dasar untuk melakukan
modifikasiatau perbaikan penanganan gizi sesuai dengan
tingkatkedaruratan yang terjadi. Penentuan jenis kegiatanpenanganan
gizi mempertimbangkan pula hasil daripengawasan penyakit. Hasil
analisis data antropometridan faktor penyulit serta tindak lanjut atau
respons yangdirekomendasikan adalah sebagai berikut:
 Situasi Serius ( Situasi Serius), jika lazim
balita kurus ≥15% tanpa faktor penyulit atau 10-14,9% dengan
faktor penyulit. Pada situasi ini semuakorban bencana mendapat
tebusan dan seluruhnyakelompok rentan terutama balita dan ibu
hamildiberikan makanan tambahan (selimut tambahanmakanan).
 Situasi Berisiko (Situasi Berisiko), jika prevalensi balitakurus 10-
14,9% tanpa faktor penyulit atau 5-9,9%dengan faktor penyulit.
Pada situasi ini kelompokrentan kurang gizi terutama balita kurus
dan ibu hamilrisiko KEK diberikan makanan tambahan
(targetedpemberian makanan tambahan).

11
 Situasi Normal, jika prevalensi balita kurus <10% tanpa faktor
penyulit atau <5% dengan faktor penyulitmaka dilakukan
penanganan penderita gizi kurangmelalui pelayanan kesehatan
rutin.

Apabila ditemukan balita kurus sangat dan atau terdapattanda


klinisgizi buruk segera dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan untuk
mendapat manfaatatan sesuai tatalaksana Anak Gizi Buruk.

 Melaksanakan pemberian makanan tambahan dansuplemen gizi.


 Khusus anak yang menderita gizi kurang perlu diberikan makanan
tambahan selain makanankeluarga, seperti kudapan/jajanan,
dengan nilai energi350 kkal dan protein 15 g per hari.
 Ibu hamil perlu diberikan 1 tablet Fe setiap hari, selama 90 hari.
 Ibu nifas (0-42 hari) diberikan 2 kapsul vitamin A dosis 200.000
IU (1 kapsul pada hari pertama dan 1kapsul lagi hari berikutnya,
selang waktu minimal 24selai)
 Pemberian vitamin A biru (100.000 IU) bagi bayi berusia 6-11
bulan; dan kapsul vitamin A merah(200.000 IU) bagi anak berusia
12-59 bulan, bilakejadian bencana terjadi dalam waktu kurang
dari 30hari setelah pemberian kapsul vitamin A (Februari
danAgustus) maka balita tersebut tidak dianjurkan lagimendapat
kapsul vitamin A.
 Melakukan penyuluhan kelompok dan konseling individu dengan
materi sesuaidengan kondisisaat itu, misalnya konseling menyusui
dan MP-ASI.
 Memantau perkembangan status gizi balita melalui surveilans gizi

Pengumpulan data terkait kegiatan penanganan gizi pada pra bencana melibatkan
serangkaian langkah untuk memahami kondisi gizi masyarakat serta kebutuhan

12
mereka dalam menghadapi bencana. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang
cara pengumpulan data dan jenis data yang dibutuhkan:

a. Survei Kebutuhan Gizi: Melakukan survei untuk menilai kebutuhan gizi


masyarakat di wilayah yang berpotensi terkena bencana. Data yang
dikumpulkan meliputi profil gizi masyarakat, pola makan, asupan nutrisi,
dan kebiasaan makan.
b. Pemetaan Ketersediaan Sumber Daya: Mengidentifikasi sumber daya gizi
yang tersedia di wilayah tersebut, seperti pasokan makanan, fasilitas
kesehatan, dan akses terhadap air bersih. Data yang dikumpulkan meliputi
lokasi dan ketersediaan sumber daya gizi, kapasitas penyediaan makanan,
dan infrastruktur kesehatan.
c. Analisis Kebutuhan Gizi Khusus: Menilai kebutuhan gizi khusus, seperti
anak-anak, ibu hamil, lansia, dan individu dengan kondisi kesehatan
tertentu. Data yang dikumpulkan mencakup profil nutrisi individu, status
kesehatan, dan kebutuhan khusus dalam hal nutrisi.
d. Kajian Potensi Risiko Gizi: Mengidentifikasi potensi risiko gizi yang
mungkin dihadapi masyarakat dalam situasi bencana, seperti kekurangan
vitamin dan mineral, malnutrisi, atau penyakit terkait gizi. Data yang
dikumpulkan mencakup faktor risiko, tingkat keparahan, dan potensi
dampak pada kesehatan masyarakat.
e. Kolaborasi dengan Institusi Terkait: Melibatkan kerjasama dengan lembaga
kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan lembaga pemerintah terkait
untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dan akurat. Data yang
diperoleh dapat mencakup informasi tentang program-program gizi yang
sudah ada, kebijakan terkait, dan sumber daya yang tersedia untuk
mendukung kegiatan penanganan gizi pra bencana.

Pengumpulan data dalam konteks penanganan gizi pra bencana adalah proses
penting untuk memahami kebutuhan gizi masyarakat dan merencanakan intervensi

13
yang efektif. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data
tersebut:

a. Survei Kesehatan: Survei kesehatan dapat dilakukan untuk mengumpulkan


informasi tentang status gizi masyarakat, seperti tingkat malnutrisi, kebiasaan
makan, dan kondisi kesehatan umum. Survei ini bisa melibatkan wawancara
langsung dengan responden, pemeriksaan fisik, dan pengukuran antropometri
seperti berat badan dan tinggi badan.
b. Analisis Data Sekunder: Data sekunder dari lembaga kesehatan atau
organisasi terkait dapat digunakan untuk memicu terjadinya malnutrisi atau
masalah gizi lainnya dalam populasi yang diteliti.
c. Lapangan Observasi: Observasi langsung di lapangan dapat memberikan
wawasan tentang pola makan masyarakat, ketersediaan makanan, dan praktik
sanitasi yang mungkin mempengaruhi status gizi.
d. Fokus Kelompok: Melakukan diskusi kelompok kecil dengan anggota
masyarakat dapat membantu dalam memahami persepsi, kebutuhan, dan
tantangan terkait gizi dalam konteks tertentu.
e. Data yang dibutuhkan atau diperoleh dalam pengumpulan data pra bencana
dapat mencakup:
f. Profil Demografi: Data demografi seperti usia, jenis kelamin, dan komposisi
keluarga diperlukan untuk memahami kelompok populasi yang rentan
terhadap masalah gizi.
g. Status Gizi: Informasi tentang status gizi individu dan populasi, seperti
prevalensi stunting, wasting, atau underweight, yang diperlukan untuk
menentukan tingkat keparahan masalah gizi.
h. Kebiasaan Makan: Data tentang pola makan, preferensi makanan, dan
kebiasaan makan sehari-hari membantu dalam merancang program gizi yang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

14
i. Akses Terhadap Makanan: Informasi tentang akses terhadap sumber
makanan, pasokan pangan, dan kebijakan pangan dan gizi lokal membantu
membuka kerentanan masyarakat terhadap kekurangan pangan.
j. Kondisi Kesehatan Umum: Data tentang penyakit menular dan tidak menular,
imunisasi, dan akses ke layanan kesehatan membantu dalam memahami
konteks kesehatan masyarakat secara menyeluruh.

Dengan menggunakan data yang diperoleh dari berbagai sumber tersebut, pemangku
kepentingan dapat merancang program intervensi yang tepat untuk meningkatkan
status gizi masyarakat dan mempersiapkan mereka menghadapi bencana dengan lebih
baik.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penanganan gizi pada pra bencana pada dasarnya adalah kegiatan antisipasi
terjadinya bencana dan mengurangi risiko dampak bencana. Kegiatan yang
dilaksanakan antara lain sosialisasi dan pelatihan petugas seperti manajemen gizi
bencana, penyusunan rencana kontinjensi kegiatan gizi, konseling menyusui,
konseling Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), pengumpulan data awal
daerah rentan bencana, penyediaan bufferstock MP-ASI, pembinaan teknis dan
pendampingan kepada petugas terkait dengan manajemen gizi bencana dan
berbagai kegiatan terkait lainnya.
3.2 Saran
Penanganan gizi pada pra bencana merupakan salah satu langkah krusial
dalam memitigasi dampak yang mungkin terjadi akibat bencana. kegiatan yang
dapat dilakukan dalam penanganan gizi pada tahap pra bencana yaitu, Melakukan
pendidikan gizi secara teratur kepada masyarakat tentang pentingnya pola makan
yang seimbang, nilai gizi makanan, serta cara mempersiapkan dan menyimpan
makanan dengan aman. Penyuluhan ini bisa dilakukan melalui seminar,
lokakarya, atau sosialisasi di media massa. Mengidentifikasi dan memetakan
sumber daya gizi yang tersedia di wilayah yang rentan terhadap bencana. Ini
termasuk lokasi pertanian, tempat penyimpanan makanan, serta akses terhadap air

16
bersih. Secara teratur mengevaluasi rencana dan program penanganan gizi pra
bencana, serta melakukan pembaruan berdasarkan pengalaman dan
perkembangan terbaru dalam bidang gizi dan penanganan bencana.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini secara terintegrasi dan
berkelanjutan, diharapkan dapat meningkatkan kesiapan masyarakat dalam
menghadapi bencana dan mengurangi dampak buruknya terhadap gizi dan
kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, V.P., & Alif, M. PEMBERDAYAAN DAN BIMBINGAN TEKNIS


KADES POSYANDU DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR.

Sulistiawati, Febrina, and Taufiqqurrahman Taufiqqurrahman. "Kajian


Penanggulangan Gizi Balita Pasca Bencana Gempa Bumi di Desa Dasan
Geria Kabupaten Lombok Barat." Jurnal Ilmiah Mandala Education 6.2
(2020).

Helmyati, S., Yuliati, E., Maghribi, R., & Wisnusanti, S. U. (2018). Manajemen Gizi
Dalam Kondisi Bencana. UGM PRESS.

Yusuf, S. (2020). Manajemen Penanganan Gizi Balita Pasca Bencana. Jurnal Ilmiah
Manusia dan Kesehatan, 3(1), 133-142.

Salsabila, C. (2022). PERENCANAAN TATA KELOLA GIZI MASYARAKAT


PESISIR AKIBAT PENGARUH BENCANA ALAM. Humantech: Jurnal
Ilmiah Multidisiplin Indonesia, 1(12), 1934-1940.

Fawzi, E. R., Ketaren, O., & Sitorus, M. E. (2023). Kesiapsiagaan Terhadap Bencana
Banjir Studi Kualitatif di Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai Tahun 2022.
Jurnal Ners, 7(2), 1055-1067.

17
Sulistiawati, F., & Taufiqqurrahman, T. (2020). Kajian Penanggulangan Gizi Balita
Pasca Bencana Gempa Bumi di Desa Dasan Geria Kabupaten Lombok Barat.
Jurnal Ilmiah Mandala Education, 6(2).

Manajemen Gizi di Negara-negara Besar, Jenewa, WHO, 2000. Hlm45

18

Anda mungkin juga menyukai