Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Bab Ii

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Model Discovery learning

a. Pengertian Model Discovery Learning

Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang menekankan

pentingnya pemahaman sturuktur atau ide-ide melalui keterlibatan siswa secara aktif

dalam proses pembelajaran. Menurut Rismayani (2022, h. 4) “Model discovery

learning atau pembelajaran penemuan adalah bentuk pembelajaran dengan cara

mengembangkan kegiatan belajar siswa aktif yang menggunakan proses mental untuk

menemukan suatu konsep atau prinsip.” Sedangkan menurut Bell (Hosnan, 2014, h.

281) yang mengatakan bahwa belajar penemuan yaitu:

Belajar yang terjadi sebagai hasil dari siswa manipulasi, membuat struktur dan
mentransformasikan informasi sedemikian hingga ia menemukan informasi
baru. Dalam belajar penemuan, siswa dapat membuat perkiraan, merumuskan
suatu hipotesis, dan menemukan kebenaran dengan menggunakn proses
induktif atau deduktif, melakukan observasi dan membuat ekstrapolasi.
Pendapat yang serupa diungkapkan Mely (Susana, 2020) bahwa discovery

learning adalah belajar yang terjadi sebagai hasil dari siswa memanipulasi, membuat

struktur dan mentransformasikan informasi sedemikian sehingga ia menemukan

informasi baru melalui observasi.

Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran discovery learning adalah model pembelajaran yang mendorong siswa

untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran yang diharapkan siswa

9
10

membangun sendiri pengetahuan, melalui penemuan dengan bimbingan langsung dari

guru.

b. Kelebihan dan Kekurangan Model Discovery Learning

Pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran

harus diiringi dengan suatu pertimbangan untuk mendapatkan suatu kebaikan ataupun

kelebihan. Hosnan (2014, h. 287-288) mengemukakan beberapa kelebihan dari model

discovery learning yakni sebagai berikut :

1) Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan


keterampilan dan proses-proses kognitif.
2) Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.
3) Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah.
4) Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh
kepercayaan bekerja sama dengan yang lain.
5) Mendorong keterlibatan keaktifan siswa.
6) Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.
7) Melatih siswa belajar mandiri.
8) Siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar, karena ia berpikir dan
menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir.

Kurniasih & Sani (2014, h. 66-67) juga mengemukakan beberapa kelebihan

dari model discovery learning, yaitu sebagai berikut :

1) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki


dan berhasil.
2) Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
3) Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
4) Siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.

Suherti (2001, h. 60) mengemukakan beberapa kekurangan dari model

Discovery Learning yaitu :


11

(1) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini.
Misalnya peserta didik yang lamban, mungkin bingung dalam hal usaha
mengembangkan pemikirannya jika berhadapan dengan hal-hal yang
abstrak, atau menemukan saling ketergantungan antara pengertian dalam
satu subjek atau dalam usahanya menyusun suatu hasil penemuan dalam
bentuk tertulis;
(2) Pembelajaran Discovery kurang berhasil untuk digunakan di kelas besar.
misalnya sebagian besar waktu dapat hilang karena membantu seseorang
peserta didik yang menemukan teori teori, atau menemukan bagaimana
ejaan dari bentuk kata-kata tertentu;
(3) Harapan yang ditumpahkan pada model ini mungkin mengecewakan guru
dan peserta didik yang sudah bisa dengan perencanaan dan pengajaran
secara tradisional.

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli dapat

disimpulkan bahwa setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan

masing-masing tidak terkecuali model discovery learning. Karena itu, besar atau

tidaknya pengaruh model pembelajaran discovery learning tergantung pada

kepiawaian guru dalam menggunakan model pembelajaran tersebut.

c. Langkah-langkah Model Discovery Learning

Pengaplikasian model discovery learning dalam pembelajaran, terdapat

beberapa tahapan yang harus dilaksanakan. Kurniasih & Sani (2014) mengemukakan

langkah-langkah operasional model discovery learning yaitu sebagai berikut.

1. Langkah persiapan model discovery learning

a. Menentukan tujuan pembelajaran.

b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa.

c. Memilih materi pelajaran.

d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif.


12

e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,

ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa.

2. Prosedur aplikasi model discovery learning

a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsang)

b. Problem statemen (pernyataan/identifikasi masalah)

c. Data collection (pengumpulan data)

d. Data processing (pengolahan data)

e. Verification (pembuktian)

f. Generalization (menarik kesimpulan)

Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran discovery learning di atas

menunjukkan bahwa model pembelajaran discovery learning berusaha untuk

melibatkan siswa ke dalam proses pembalajaran secara langsung, yang dimulai dari

siswa memberikan sitimulus, siswa mengidentifikasi masalah, mengumpulkan dan

mengelola data hingga pada tahap menyimpulkan pembelajaran. Guru hanya

mengarahkan siswa dalam proses pembelajarannya dan membantu dalam kegiatan

menyimpulkan kegiatan hasil pembelajaran suapaya lebih terarah.

2. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan

pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan-tujuan instruksional, menggunakan


13

klasifikasi hasil belajar dari Bloom (Suprijono, 2015: h. 6) yang secara garis besar

membaginya menjadi tiga ranah yakni:

1) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari
enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi;
2) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisai, dan internalisasi; dan
3) Ranah psikomotoris, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak.

Matematika merupakan salah satu komponen pendidikan dasar dalam bidang-

bidang pengajaran. Matematika ini diperlukan untuk proses perhitungan dan proses

berfikir yang sangat dibutuhkan orang dalam menyelesaikan berbagai masalah

(Susanto, 2013: h. 184). Mata pelajaran matematika di ajarkan di sekolah yang

diharapkan mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam berhitung, berpikir atau

berkaitan dengan aspek kuantitatif, baik dalam penjumlahan, pengurangan, perkalian,

dan pembagian.

Hasil belajar matematika adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya pada pembelajaran matematika yang dimana siswa

diharapkan mampu meningkatkan kemampuannya dalam berhitung, berpikir atau

berkaitan dengan aspek kuantitatif, baik dalam penjumlahan, pengurangan, perkalian

dan pembagian.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

matematika adalah tingkat keberhasilan atau penguasaan siswa terhadap

pembelajaran matematika setelah menjalani proses belajar mengajar.


14

3. Hakikat Pembelajaran Matematika

a. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun

oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi

pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap

matematika. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

yang mengandung dua jenis kegiatan yang tidak terpisahkan. Kegiatan tersebut

adalah belajar dan mengajar. Susanto (2013: h. 187–188) mengemukakan bahwa:

Dalam proses pembelajaran matematika baik guru maupun siswa bersama-sama


menjadi pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini
akan mencapai hasil yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara
efektif. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu
melibatkan seluruh siswa secara aktif. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari
segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatan berhasil
dan berkualitas apabila seluruhnya atau sebagian besar peserta didik terlibat
secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, di
samping menunjukkan semangat belajar yang tinggi, dan percaya diri sendiri.
Dari segi hasil, pembelajaran dikatakan efektif apabila terjadi perubahan
tingkah laku ke arah positif, dan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

matematika di sekolah dasar adalah suatu proses belajar mengajar yang dimana guru

maupun siswa bersama-sama menjadi pelaku terlaksanya tujuan pembelajaran, yaitu

mengembangkan kreatifitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan

berpikirnya, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru


15

sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap pembelajaran

matematika.

b. Tujuan Pembelajaran Matematika

Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar

siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu juga, dengan

pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam

penerapan matematika. Menurut Depdiknas (Susanto, 2013: h. 189-190), kompetensi

atau kemampuan umum pembelajaran matematika di sekolah dasar, sebagai berikut:

1) Melakukan operasi hitung penjumlahan, pengurangan, perkalian,


pembagian beserta operasi campurannya, termasuk yang melibatkan
pecahan.
2) Menentukan sifat dan unsur berbagai bangun datar dan bangun ruang
sederhana, termasuk penggunaan sudut, keliling, luas, dan volume.
3) Menentukan sifat simetri, kesebangunan, dan sistem koordinat.
4) Menggunakan pengukuran: satuan, kesetaraan antar satuan, dan penaksiran
pengukuran.
5) Menentukan dan menafsirkan data sederhana, sepert: ukuran tertinggi,
terendah, rata – rata, modus, mengumpulkan, dan menyajikan.
6) Memecahkan masalah, melakukan penalaran, dan mengomunikasikan
gagasan secara matematika.

Secara khusus, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar,

sebagaimana disajikan oleh Depdiknas (Susanto, 2013: h. 190), sebagai berikut:

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan


mengaplikasikan konsep atau algoritme.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan
dan pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh,
4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.
16

5) Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam kehidupan


sehari–hari.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran mata pelajaran matematika, seorang

guru hendaknya dapat menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang

memungkinkan siswa aktif membentuk, menemukan, dan mengembangkan

pengetahuannya. Kemudian siswa dapat membentuk makna dari bahan-bahan

pelajaran melalui suatu proses belajar dan mengkonstruksinya dalam ingatan yang

sewaktu-waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut.

B. Kerangka Pikir

Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian

perbuatan guru dan siswa atas hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi

edukatif untuk mencapai tujuan tertentu dimana dalam proses tersebut terkandung

multiperan dari guru. Matematika merupakan mata pelajaran yang mempelajari

tentang penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Tetapi, pada

pembelajaran ini guru masih menggunakan teknik pembelajaran konvensional, maka

guru akan terkesan lebih aktif selama proses pembelajaran berlangsung akibatnya

pembelajaran menjadi kaku, tidak bervariasi dan kurang menyenangkan. Hal tersebut

menyebabkan pembelajaran matematika berlangsung secara monoton atau kurang

bervariasi yang akan membuat siswa merasa bosan dan kurang memperhatikan

pelajaran yang sedang disampaikan.

Tercapainya tujuan pembelajaran matematika dapat dilihat dari hasil belajar

matematika yang diperoleh siswa. Dengan demikian diperlukan adanya perubahan,


17

pembelajaran harus turut berubah seiring dengan perubahan aspek yang lainnya

sehingga terjadi keseimbangan dan kesesuaian dalam meningkatkan hasil belajar

matematika. Salah satu model pembelajaran yang memberdayakan siswa adalah

model Discovery Learning, karena menawarkan suasana pembelajaran yang lebih

variatif, kreatif dan menyenangkan sehingga siswa tidak akan merasa bosan atau

mengantuk dalam mengikuti pembelajaran tersebut.

Melihat betapa pentingnya model pembelajaran yang digunakan guru dalam

proses pembelajaran, maka calon peneliti tertarik dan antusias untuk membuktikan

dan mengkaji lebih dalam mengenai pengaruh penggunaan model Discovery

Learning terhadap hasil belajar matematika Kelas V UPT SPF SDN Patompo 2 Kota

Makassar.
18

Adapun Adapun skema kerangka pikir dari penelitian ini dapat dilihat pada

gambar berikut:

Hasil Belajar Matematika Kelas V

IV
Pre-test

Treatment
Penerapan Model Discovery Learning

Post-test

Analisis

Berpengaruh Tidak Berpengaruh

Penarikan kesimpulan

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang, kajian pustaka dan kerangka pikir

maka perlu dikemukakan hipotesis penelitian berikut: Terdapat pengaruh penggunaan

model discovery learning terhadap hasil belajar matematika kelas V UPT SPF SDN

Patompo 2 Kota Makassar.

Anda mungkin juga menyukai